Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi
SKRIPSI
ANALISIS PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN MELALUI TPI TERHADAP PAD DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI
TUAN KABUPATEN DELI SERDANG
Diajukan oleh:
CORY PASARIBU 050501014
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan
ABSTRACT
North Sumatera province is a region in the west of Indonesia, it has geographical condition with very large ocean region, it makes the potencial of the ocean and fishery is veri big. Contribution of fishery sector is from retribution quotation at TPI, and then the retribution will reserve and account as one of framer indicator territory income.
This research tried to do examine exploitation fishery resources by TPI to PAD in Bagan Percut village, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. For the purpose analysis, this research use primer and sekunder data, and method of path analysis. This research tried to examine the fisherman income too, is that war fulfill alive needed and how the retribution system was going at examine territory.
This research result show that in the path analysis structur-1, respondent comprehension variable (X1) influential positive to activity of TPI. That’s equel to
-0,021. It’s meaning, if respondent comprehension rise strata 1 (cateris paribus) so will make activity of TPI increase up to 0,021 . Loyalty of TPI variable (X2) influential
positive to activity of TPI. That’s equel to 0,380. It’s meaning, if loyalty of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make activity of TPI increase up to 0,380 . Use of TPI variable (X3) influential positive to activity of TPI. That’s equel to
0,262. It’s meaning, if use of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make activity of TPI increase up to 0,262.
The result in the path analysis structur-2, respondent comprehension variable (X1) influential negative to retribution . That’s equel to -0,383. It’s meaning, if
respondent comprehension rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to 0,383. Loyalty of TPI variable (X2) influential negative to retribution.
That’s equel to -0,029. It’s meaning, if loyalty of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to -0,029. Use of TPI variable (X3)
influential negative to retribution. That’s equel to -0,031. It’s meaning, if use of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to 0,031. Activity of TPI variable (X2) influential negative to retribution. That’s equel to
-0,146. It’s meaning, if activity of TPI variable rise strata 1 (cateris paribus) so will make retribution decrease to -0,146.
ABSTRAK
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah kawasan barat Indonesia, memiliki kondisi geografis dengan wilayah laut yang sangat luas, sehingga potensi kelautan dan perikanannya sangat besar. Kontribusi yang diberikan oleh kegiatan sektor perikanan terhadap daerah adalah melalui pungutan retribusi yang dilakukan pada tempat pelelangan ikan, selanjutnya retribusi ini akan masuk dan dihitung sebagai salah satu indikator pembentuk pendapatan asli daerah (PAD)
Riset ini mencoba untuk melakukan penelitian pemanfaatan sumber daya perikanan melalui TPI terhadap PAD Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Sredang. Untuk analisa tujuan, riset ini menggunakan data primer dan sekunder, analisis yang digunakan untuk menaksir model adalah analisis jalur (Path Analysis). Pada riset ini juga mencoba meneliti pendapatan nelayan apakah telah memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) dan bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di daerah penelitian.
Hasil riset ini menunjukkan bahwa pada analisis jalur sub struktur-1, hasil dari variabel pemahaman nelayan dan pedagang (X1) berpengaruh negatif terhadap kinerja
TPI sebesar 0,021. Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,021. Variabel loyalitas TPI (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja TPI sebesar 0,380.
Artinya apabila tingkat loyalitas terhadap TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,380. Variabel manfaat TPI (X3)
mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja TPI sebesar 0,262. Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan meningkatkan kinerja TPI sebesar 0,262.
Sedangkan pada analisis jalur sub struktur-2, hasil dari variabel pemahaman nelayan dan pedagang (X1) berpengaruh negatif terhadap retribusi sebesar -0,383.
Artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,383. Variabel loyalitas TPI (X2)
mempunyai pengaruh negatif terhadap retribusi sebesar -0,029. Artinya apabila tingkat loyalitas terhadap TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,029. Variabel manfaat TPI (X3) mempunyai pengaruh
negatif terhadap retribusi sebesar -0,031, artinya apabila manfaat TPI meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,031. Variabel kinerja TPI (Y1) mempunyai pengaruh negatif terhadap retribusi sebesar -0,146,
artinya apabila tingkat pemahaman responden meningkat strata 1 (cateris paribus) maka akan menurunkan retribusi sebesar 0,146.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan berkat dan rahmat-Nya, penulis masih diberikan
kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini
penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima
kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini,
penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E, M.Ec sebagai Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Irsyad Lubis, SE, M.Soc, PhD, sebagai sekretaris Departemen
Ekonomi Prmbangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ramli M.S, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan semangat pantang menyerah kepada penulis
5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, sebagai Dosen Pembanding I Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Paidi Hidayat, M.Si, sebagai Dosen Pembanding II Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
7. Juga saya ucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua
penulis yang telah sabar dan mencurahkan segenap kasih sayangnya dan
segala pengorbanannya serta doanya sehingga penulis dapat memperoleh
pendidikan tinggi ini, kepada orang tua penulis yang paling penulis sayangi
dan cintai Ayahanda M. Pasaribu dan Ibunda R. Simanjuntak dengan doa
mereka jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
untuk kakak serta adikku, Eva, Erni, Meika dan Christian yang telah
memberikan dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis.
9. Terima Kasih yang sebesar-besarnya pada sahabat-sahabatku Aulia Zulaika,
Astari Merinda, Vica Nasuha, Weny Subandi, Ria Elvira selama
penyelesaian skripsi, dan yang selama ini bersama-sama dalam suka maupun
duka, tidak ketinggalan terima kasih kepada teman ku Tina, Niel, Dodi,
adven dan Pita yang memberi dukungan serta motivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini dan teman – teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih,
Medan, Maret 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi ... 7
2.2 Pembangunan Daerah………... 9
2.3 Otonomi Daerah ... 13
2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)……… 16
2.5 Pembangunan Perikanan……….. 18
2.6 Perikanan Darat……… 20
2.7 Nelayan dan Kemiskinan………. 21
2.7.1 Pengertian dan Penggolongan Nelayan……… 21
2.7.2 Kemiskinan Nelayan……… 22
2.8 Peranan SDM dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan……. 23
2.9 Pengembangan Masyarakat Nelayan dan Desa Pantai ... 25
2.11 Biaya dan Pendapatan serta Sistem Bagi Hasil………... 28
2.12 Tempat pelelangan Ikan (TPI)………. . 29
2.13 Peraturan daerah tentang Retribusi……….. 30
2.14 Kerangka Berpikir……… 33
2.15 Hipotesis……….. 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 38
3.2 Populasi dan Responden... 38
3.3 Banyak Sampel………. 38
3.4 Teknik Penarikan Sampel……… 39
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.6 Metode Analisis Data……….. 40
3.7 Defenisi Operasional ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 45
4.1.1 Deskripsi Wilayah Penelitian ... 45
A. Keadaan Geografis………... 45
B. Keadaan Penduduk………... 46
4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 51
4.2.1 Karakteristik Responden ... 51
4.2.2 Karakteristik Rumah Tangga sampel ... 51
4.2.3 Pendapatan Sampel... 51
4.2.4 Jumlah Produksi, Biaya Produksi dan Keuntungan Nelayan ... 51
4.3 Analisis Data ... 52
4.3.1 Analisis Jalur Sub Struktur-1... . 52
4.4 Penghitungan Pengaruh………. 60
4.5 Penghasilan Nelayan Tidak Memenuhi Standar
Kebutuhan Hidup Layak (KHL)... 63
4.6 Sistem Retribusi yang Berlangsung di TPI Percut Sei Tuan... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 67
5.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pertumbuhan Ekonomi Kaabupaten Asahan………... 15
2. PDRB Harga Konstan Kabupaten Asahan Tahun 2001-2005…………. 16
3. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Asahan Tahun 2001-2005… 16
4. Analisis Regresi Linear Sederhana (simple regression) Pengaruh PDRB
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Asahan……….. 16
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Luas Wilayah Kabupaten Asahan
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR JUDUL HALAMAN
1. Kerangka konseptual ………... 35
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah membuat
suatu kebijakan yang tertuang dalam materi UU 32/ 2004 yaitu mengenai kebijakan
otonomi daerah. Dalam UU ini disebutkan bahwa prinsip otonomi daerah
menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dan prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Dalam penjelasan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
otonomi yang seluas-luasnya dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Prinsip otonomi yang nyata adalah suatu
prinsip bahwa urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang,
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Otonomi yang bertanggung
jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan
dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yakni memberdayakan daerah dan
meningkatkan kesejahteraan. (Romli, 2007)
Melalui otonomi daerah ini maka setiap kawasan di Indonesia mencoba untuk
perekonomian daerah. Tiap-tiap daerah mulai mengkaji sektor-sektor mana yang
ternyata memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatannya sehingga
dianggap sebagai komoditi unggulan. Di dalam sistem perekonomian, sektor ekonomi
di kelompokkan kedalam tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian yang meliputi
pertanian bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor
pengolahan meliputi pertambangan dan penggalian, industri manufaktur, listrik, gas
dan air minum, konstruksi dan bangunan. sektor pelayanan meliputi perdagangan
hotel dan restaurant, transportasi dan komunikasi, jasa keuangan dan jasa sosial
lainnya.
Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah kawasan barat Indonesia,
memiliki kondisi geografis dengan wilayah laut yang sangat luas, sehingga potensi
kelautan dan perikanannya sangat besar. Dengan kondisi seperti ini membuat sektor
pertanian menjadi salah satu sektor unggulan bagi perekonomian Provinsi Sumatera
Utara. Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor namun pada pembahasan ini
penulis lebih memfokuskan kepada sektor perikanan sebagai salah satu sektor yang
memberikan kontribusi kepada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yaitu pada
daerah pesisir tepatnya Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang. Desa Percut, sebuah desa yang berpenduduk lebih kurang dari 2.500
KK terletak diujung Timur Laut Kabupaten Deli Serdang menuju laut lepas dan lebih
kurang 1 jam menempuh perjalanan darat dari Kota Medan. Di desa ini dahulunya
kehidupan masyarakat yang pokok adalah nelayan dan hingga kini kegiatan itu masih
formal anak bukan sesuatu yang menjadi prioritas. Karena prioritas utama mereka
adalah mencari uang dan turun ke laut.
Dari perspektif ekonomi sektor riel, satu-satunya yang membuat optimis
bangsa Indonesia untuk keluar dari jebakan krisis ekonomi adalah adanya sumber
daya alam yang kaya dan beragam. Apabila kita dapat memanfaatkan sumber daya
alam ini secara optimal, efisien dan berkesinambungan, tidak mustahil Indonesia
dapat mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri, serta adil dan makmur. Pada test
case selama krisis sektor-sektor riel yang berbasis sumber daya alam terbukti
memberikan harapan. Sektor perikanan salah satunya, ketika semua sektor
menunjukkan pertumbuhan negatif sektor ini justru kebalikannya. Hal ini karena
sektor perikanan menggunakan rupiah pada faktor produksinya sementara transaksi
penjualan ke pasar dunia menggunakan nilai dolar (Mulyadi, 2005). Pendayagunaan
sumber daya perikanan ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Oleh karena itu pembangunan
di subsektor perikanan yang meliputi: produksi, industri pengolahan, teknologi,
ketrampilan dan fasilitas pendukung perlu ditingkatkan.
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
subsektor perikanan yaitu:
1. Pembangunan di subsektor perikanan ditujukan untuk meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas kehidupan desa
2. Untuk mencapai tujuan seperti butir (1) tersebut maka diperlukan upaya
peningkatan dan diversifikasi produksi ikan.
3. Bila pernyataan (2) tersebut tercapai maka pembangunan di subsektor
perikanan mampu untuk menyerap banyak tenaga kerja dan mampu
memperluas kesempatan berusaha.
4. Untuk dapat mencapai peningkatan dan diversifikasi produksi ikan yang
bernilai tambah yang tinggi, maka diperlukan kegiatan agribisnis perikanan.
(Soekartiwi, 1996)
Secara umum pemanfaatan sumber daya perikanan tersebut masuk dalam
kategori rendah. Hal ini terjadi karena produksi perikanan nasional lebih dari 80%
disumbangkan oleh perikanan rakyat yaitu nelayan dengan perahu tanpa motor dan
petani ikan dengan sistem budidaya tradisional (Mulyadi, 2005). Rendahnya tingkat
pendidikan, ketrampilan dan peralatan yang dimiliki oleh nelayan menyebabkan
rendahnya tingkat pendapatan dan tingkat produktivitas, karena tidak ada
penyesuaian dengan tingkat teknologi yang menyebabkan tingkat pendapatannya
rendeah, sehingga kehidupan nelayan semakin tua semakin berat beban yang
ditanggung. (Emerson, 1979)
Kontribusi yang diberikan oleh kegiatan sektor perikanan terhadap daerah
adalah melalui pungutan retribusi yang dilakukan pada tempat pelelangan ikan,
selanjutnya retribusi ini akan masuk dan dihitung sebagai salah satu indikator
pembentuk pendapatan asli daerah (PAD). Namun pungutan retribusi ini
dari retribusi terhadap PAD dipengaruhi oleh kinerja TPI, dimana faktor-faktor yang
menentukan kinerja TPI itu sendiri antara lain :
1) Pemahaman nelayan dan pedagang terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)
2) Loyalitas terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)
3) Manfaat tempat pelelangan ikan (TPI)
Berdasarkan uraian di atas , kemudian penulis merangkumnya untuk diteliti
dalam suatu tulisan yang berjudul “ Analisis Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan
Melalui TPI Terhadap PAD Desa Bagan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI
berpengaruh terhadap kinerja TPI?
2. Apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI dan kinerja TPI
berpengaruh terhadap retribusi?
3. Apakah penghasilan nelayan memenuhi standar Kebutuhan hidup layak
(KHL)?
4. Bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di TPI Percut Sei Tuan
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat
TPI berpengaruh terhadap retribusi.
2. Menganalisis apakah penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI
dan kinerja TPI berpengaruh terhadap retribusi.
3. Menganalisis apakah penghasilan nelayan memenuhi standar kebutuhan hidup
layak (KHL)
4. Menganalisis bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di TPI Percut Sei
Tuan Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam
disiplin ilmu yang penulis tekuni.
2. sebagai tambahan informasi dan masukan bagi mahasiswa/i Fakultas ekonomi
Universiatas Sumatera Utara yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian
yang sudah ada menyangkut topik yang sama.
4. Dalam mengetahui apakah pendapatan nelayan telah memenuhi satandar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu cara untuk memajukan dan memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat yang merupakan usaha untuk menghilangkan suatu
mata rantai dari lingkungan kemiskinan yang dihadapi masyarakat berkembang,
sedangkan dalam UUD 1945 dikatakan bahwa bangsa Indonesia bertujuan untuk
melindungi segenap individu dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, maka sudah
sewajarnya Indonesia melakukan pembangunan, yang telah tercermin dalam GBHN
yang berisikan tujuan pembangunan, hasil dari pembangunan itu sendiri yaitu untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan
spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah NKRI yang merdeka, berdaulat bersatu
dan berkedaulatan rakyat bersuasana perikehidupan yang aman, damai serta dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Banyak terdapat defenisi tentang pembangunan ekonomi baiknya kita tinjau
tentang pengertian pembangunan ekonomi yang diartikan sebagai proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat mengalami
peningkatan dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung 3 unsur yaitu:
1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terus menerus yang di dalamnya
2. Usaha peningkatan pendapatan per kapita.
3. Berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Perkembangan ekonomi selalu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per
kapita karena kenaikan pendapatan per kapita merupakan suatu pencerminan dari
timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Namun masalah
pembangunan merupakan suatu jalinan eksistensi dari masyarakat sosial dan
ekonomi, oleh karena itu kebijakan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan perlu
mempertimbangkan faktor-faktor yang bersifat non ekonomi yaitu untuk melengkapi
analisis yang ditinjau dari sudut ekonomi.
Dalam memberikan defenisi pembangunan ekonomi para ahli ekonomi dan
perencana ekonomi mengalami suatu evolusi dalam pemikiram mereka sehingga
lahirlah suatu pengertian pembangunan yang baru yang dikemukakan dalam buku
Todaro (Todaro 1996) dalam bukunya Economic For Development World And
Introduction to Principles Problem And Policres For Development, yang menyatakan
pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa,
lembaga nasional termasuk pula percepatan akselerasi pra ekonomi pengurangan dan
pemberantasan kemiskinan yang absolut. Pembangunan ekonomi telah mengalami
perubahan yang mencakup dimensi yang luas, terpadu dan mencakup sebagai aspek
kehidupan, oleh sebab itu pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis dan
juga dibedakan pembangunan ekonomi (Economic development) dan pertumbuhan
ekonomi (Economic growth).
Dalam pembangunan ekonomi terkandung arti adanya usaha untuk
meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat atau GDP, dimana kenaikan
dibarengi oleh perombakan dan modernisasi serta memperhatikan aspek pemerataan
pendapatan (Income inquirey), sedangkan pertumbuhan ekonomi diikutkan sebagai
kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari pendapatan penduduk dan tanpa memandang pembahasan
struktur ekonomi. Pada umumnya pembangunan selalu dibarengi dengan
pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada
tingkat perubahan mungkin saja pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan
pertumbuhan ekonomi atau sebalinya. Sehubungan dengan itu, istilah pertumbuhan
ekonomi itu pada umumnya diikutkan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi
yang biasa terdapat di negara maju, dimana struktur ekonominya yang sudah
berindustri yang tidak mengalami perubahan struktural lagi, sedangkan pembangunan
dan kemajuan ekonomi di negara-negara berkembang yang mengalami proses
perubahan struktural dari keterbelakangan ke arah kemajuan dan modernisasi.
2.2. Pembangunan Daerah
Sebelum membahas tentang pembangunan ekonomi daerah, terlebih dahulu
dibahas tentang pengertian daerah (regional), pengertian dipandang dari sudut
tertentu seperti propinsi, kabupaten, kecamatan dan sebaginya. Jadi daerah di sini
didasarkan pada pembagian administrasi suatu daerah dalam pengertian seperti ini,
dinamakan daerah perencanaan atau daerah administrasi. Lebih lanjut dikatakan
pembangunan daerah merupakan suatu kegunaan pembangunan baik yang termasuk
maupun yang tidak termasuk urusan rumahtangga (RT) daerah yang meliputi
berbagai sumber pembiayaan baik yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) dan yang berasal dari luar masyarakat. Kegunaan pembangunan
ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah termasuk BUMN, BUMD adalah
berasal dari masyarakat lainnya.
Dari uraian ini kita menggunakan sumber-sumber pembiayaan masyarakat,
sehingga pembangunan di daerah dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Pembangunan di pemerintahan daerah yaitu pembangunan yang dibiayai dari
PAD (Pendapatan asli daerah), perencanaan, prioritas proyek, dan
kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh daerah.
2. Pembangunan yang menjadi kewajiban pemerintah pusat tetapi
pelaksanaannya oleh pemerintah daerah misalnya proyek yang dibelanjai oleh
dana inpres.
3. Pembangunan yang menjadi kewajiban pemerintah daerah yang
pelaksanaanya oleh pemerintah pusat tetapi alokasinya berada di daerah
pembangunan yang merupakan kewajiban pemerintah daerah yang dibiayai
dari sumber APBD. APBD menggambarkan kemampuan daerah dalam
cukup besar maka bearti pula mengurangi ketergantungan daerah yang
bersangkutan kepada pusat.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah
masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dan sawsta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan
merangsang pertumbuhan ekonomi dalam waktu tersebut. Masalah pokok dalam
pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan
menggunakan potensi SDM, kelembagaan dan sumber daya fisik maupun lokal.
Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif yang bearsal dari daerah
tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan
merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pembangunann ekoonomi daerah adalah
suatu proses mencakup pembentukan inisiatif yang baru, pembangunan industri
alternatif, perbaikan kapasiatas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan
jasa yang lebih baik, identifikasi pasar baru, ahli ilmu pengetahuan dan
pengembangan-pengembangan perubahan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dari jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya
untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara
bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah, oleh karena itu pemerintah
diperlukan untuk merangsang dan mengembangkan perekonomian daerah. Dalam hal
pembangunan daerah pemerintah daerah mengambil beberapa peranan sebagai
berikut:
1. Entrepeneur
Dalam hal ini pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan suatu
usaha bisnis, pemerintah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMN)
asset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan baik sehingga ekonomis
dan menguntungkan.
2. Koordinator
Dalam hal ini berfungsi untuk menetapkan atau menganalisis strategi bagi
pembangunan daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan
ekonomi melibatkan kelompok dalam masyarakat dalam proses pengumpulan
informasi tentang pembangunan masyarakat. Dalam peranannya sebagai
koordinator pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga
pemerintahan lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam penyusunan
sasaran-sasaran ekonomi, perencanaan-perencanaan, strategi-strategi.
Pendekatan ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan
daerah dengan nasional dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan
3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan
lingkungan cattitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerah. Hal ini
akan mempercepat pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan
penetapan daerah (zoning yang lebih baik).
4. Stimulan
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha
melalui tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan untuk masuk
ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang ada tetap berada di
daerah tersebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain:
pembuatan busur-busur pengembangan kawasan industri, pembuatan outlet
untuk produk industri kecil dan membantu industri kecil untuk melakukan
pameran.
2.3. Otonomi Daerah
Istilah otonomi daerah berasal dari bahasa yunani, “Outonomos/Autonomia”,
yang berarti keputusan sendiri (self ruling). Secara terperinci otonomi dapat
mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:
1) Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain
2) Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (self government), yaitu hak
untuk memerintah atau menentukan nasib sendiri (the right of self
government, self determination)
3) Pemerintah sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tak adanya kontrol
oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal offairs) atau terhadap
minoritas suatu bangsa.
4) Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan
nasib sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan hidup
secara adil (self determination, self suffiency, self reliance).
5) Pemerintah otonomi memiliki supremasi/dominasi kekuasaan (supremacy of
authority) atau hukum (role) yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang
kekuasaan di daerah.
Dalam pemberian status otonomi kepada suatu daerah ada beberapa
prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam pemberian status tersebut antara lain:
1) Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemertaan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
3) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi
4) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah.
5) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom dan wewenang dalam daerah kabupaten atau kota tidak ada lagi
wilayah administrasi.
6) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
7) Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wilayah
pemerintah.
8) Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan tak hanya dari
pemerintahan kepada daerah tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada
desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM dan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskannya.
Dalam UU Pemerintah Daerah yang baru yakni UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, diberikan penegasan tentang makna otonomi daerah,
“bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan pada pasal 1
ayat 6 menyatakan pengertian dari daerah otonom adalah:
“kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwewenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara
kesatuan Republik Indonesia”. (Saragih, 2003)
2.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dari tahun ke tahun kebijakan mengenai pendapatan asli daerah (PAD) di
setiap daerah propinsi, kabupaten, dan kota relatif tidak banyak berubah. Artinya,
sumber utama PAD komponennya itu-itu juga yang terdiri atas pajak daerah, retribusi
daerah, bagian pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD), hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
• Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan
kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997, jenis pajak daerah propinsi mencakup 3 (tiga),
yakni sebagai berikut:
- Pajak kendaraan bermotor (PKB).
- Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
- Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Sedangkan pajak daerah kabupaten atau kota terdiri atas 6 (enam) jenis, yakni
sebagai berikut:
- Pajak hotel dan restoran.
- Pajak penerangan jalan.
- Pajak reklame.
- Pajak hiburan.
- Pajak pengambilan dan pengelaan bahan galian Golongan C.
- Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
• Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut
sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah daerah kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi
didasarkan atas objeknya, tetapi juga perbedaan atas pendekatan tarif. Oleh sebab itu,
tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan retribusi dan besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk melaksanakan atau
mengelola jenis pelayanan publik di daerahnya. Semakin efisien pengelolaan
pelayanan publik di suatu daerah, maka semakin kecil tarif retribusi yang dikenakan.
Semakin banyak jenis pelayanan publik dan meningkatnya mutu pelayanan
publik yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakatnya, maka
kecenderungan perolehan dana retribusi semakin besar. Namun, banyaknya jenis
retribusi yang dikenakan kepada masyarakat jelas merupakan beban bagi masyarakat
lokal. Oleh sebab itu, kebijakan retribusi daerah sering menimbulkan kontroversial di
daerah, baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah diberlakukan. Karena
terkadang pemda memungut retribusi tanpa ada imbalan langsung yang dirasakan
oleh masyarakat. (Saragih, 2003)
2.5. Pembangunan Perikanan
Sub sektor perikanan dari sektor pertanian merupakan salah satu sub sektor
yang berpotensi untuk dikembangkan, disamping karena ketersediaannya yang cukup
banyak, juga karena potensi pasarnya yang cukup besar, dan sub sektor ini pun
menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemanfaatan dalam jumlah yang semakin
besar atas sumberdaya perikanan ini hanya dapat terwujud bila diadakan usaha
pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan cadangan untuk masa
Pembangunan perikanan adalah suatu usaha untuk memanfaatkan sumberdaya
perikanan semaksimal mungkin dengan memperhatikan aspek kelestarian dan
keberlangsungannya di masa depan. (Dahuri, 1993)
Peningkatan pendapatan nelayan adalah merupakan tujuan dari pembangunan
perikanan, yaitu dengan meningkatkan produktivitasnya, memperluas kesempatan
kerja, dan kesempatan berusaha. Hasil dari peningkatan produksi ini, disamping
memenuhi kebutuhan protein hewani, juga untuk meningkatkan devisa negara
melalui peningkatan ekspor dan penekanan impor. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut ialah :
1) Intensifikasi
Usaha intensifikasi dalam hasil perikanan laut dilakukan melalui penyebaran
nelayan tradisional ke perairan lepas pantai dan samudera atau perairan pantai
lain.
2) Ekstensifikasi
Usaha ini dilakukan dengan cara mengarahkan penangkapan ikan ke daerah
utara, barat dan Indonesia bagian timur.
3) Rehabilitasi
Hal ini ditujukan pada sarana-sarana dan prasarana penangkapan ikan yang
ada. Di samping penyuluhan dan bimbingan yang dilaksankan oleh
4) Peningkatan pengadaan sarana-sarana pemasaran perikanan.
5) Peningkatan prasarana pelabuhan perikanan dan jaringan irigasi untuk
pertambakan. (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1998)
2.6. Perikanan Darat
Perikanan darat merupakan perikanan air tawar dan air payau. Air payau
adalah percampuran antara air tawar dan air laut. Tempat yang dipergunakan untuk
perikanan darat meliputi sungai, danau, bendungan, rawa, empang, kolam, sawah,
serta tambak di tepi pantai. Usaha perikanan darat pada umumnya diusahakan oleh
petani sebagai mata pencaharian tambahan. Perikanan darat yang merupakan milik
umum adalah perikanan darat non budi daya. Ikan di sini tidak dipelihara dan tidak
dikembangkan, terdapat di sungai, danau, dan rawa. Jika dahulu danau dan rawa
dibiarkan begitu saja oleh penduduk dan ikan hidup di dalamnya bukan sengaja
dipelihara, sekarang tempat itu dapat diusahakan untuk memelihara ikan secara
besar-besaran.
Perikanan darat yang merupakan milik perseorangan adalah perikanan darat
budidaya. Ikan ini dipelihara, diberi makan, dan dikembangkan. Terdapat di empang,
kolam, sawah, dan tambak. Jenis ikan yang dikembangkan adalah ikan mujair, tawes,
2.7. Nelayan dan Kemiskinan
2.7.1. Pengertian dan Penggolongan Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung
langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun
budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan
pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Mulyadi, 2005). Nelayan
merupakan salah satu golongan terbesar dalam kelompok petani dunia, dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
a) Menangkap ikan dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat.
b) Mempunyai sumber daya yang terbatas sehingga menciptakan tingkat
kehidupan yang rendah.
c) Bergantung seluruhnya atau sebahagian kepada produksi yang dihasilkan.
d) Kurang memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya.
(Soekartiwi, 1986).
Sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entititas tunggal, mereka terdiri dari
beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan
perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik
orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap
yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang
memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan
2.7.2. Kemiskinan Nelayan
Kemiskinan adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti serta bersifat
multidimensional. Disebut cair karena kemiskinan bisa bersifat subjektif, tetapi
sekaligus juga bermakna objektif. Secara objektif bisa saja masyarakat tidak dapat
dikatakan miskin karena pendapatannya sudah berada di atas batas garis kemiskinan,
yang oleh sementara ahli diukur menurut standar kebutuhan pokok berdasarkan atas
kebutuhan beras dan gizi. Akan tetapi, apa yang tampak secara objektif tidak miskin
itu, bisa saja dirasakan sebagai kemiskinan oleh pelakunya karena adanya perasaan
tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, atau bahkan dengan
membandingkan dengan kondisi yang dialami oleh orang lain, yang pendapatannya
lebih tinggi darinya. Begitu banyak pengertian tentang kemiskinan, tetapi secara
umum dapat dikatakan bahwa istilah kemiskinan selalu menunjuk pada sebuah
kondisi yang serba kekurangan. (Mulyadi, 2005)
Kemiskinan mempunyai bermacam-macam aspek. Aspek-aspek ini
berbeda-beda tingkatnya dalam tiap-tiap negara. Baldwin dan Meier mengemukakan 6 sifat
ekonomis yang terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu
negara tersebut merupakan produsen barang-barang primer, menghadapi masalah
tekanan penduduk, sumber-sumber alam belum banyak diolah, penduduknya masih
terbelakang dari segi ekonomi, kekurangan kapital dan orientasi perdagangan ke luar
negeri. (Irawan dan Suparmoko, 1992)
Di lihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan dalam
ketiga kelompok tersebut, pada umumnya nelayan juragan tidak miskin. Kemiskinan
nelayan cenderung dialami oleh nelayan perorangan dan buruh nelayan. Di lihat dari
lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan prasarana dan kemiskinan
keluarga. Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan pada ketersediaan prasarana fisik
di desa-desa nelayan, yang pada umumnya masih sangat minim, seperti tidak
tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya akses untuk mendapatkan
bahan bakar yang sesuai dengan harga standar. Kemiskinan prasarana itu secara tidak
langsung juga memiliki andil bagi munculnya kemiskinan keluarga. Misalnya, tidak
tersedianya air bersih akan memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang untuk
membeli air bersih, yang berarti mengurangi pendapatan mereka. Kemiskinan
prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada di garis kemiskinan bisa
merosot ke dalam kelompok keluarga miskin. (Mulyadi, 2005)
2.8. Peranan SDM dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan
Pentingnya wilayah kelautan dalam pengembangan pembangunan
berkelanjutan, tidak hanya karena wilayah lautnya yang sangat luas di Indonesia
melainkan karena juga banyak terdapatnya sumber daya-sumber daya yang potensial
untuk dimanfaatkan. Keanekaragaman sumber daya yang terkandung merupakan
modal yang baik bagi masyarakat Indonesia bila dimanfaatkan dan dikelola secara
Pengeloalaan sumber daya alam haruslah mengacu pada strategi konservasi,
yaitu:
a. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, dengan menjamin
terpeliharanya proses ekologi kelangsungan hidup biota dan ekosistemnya.
b. Pengawetan keanekaragaman sumber plasma mutlak yaitu menjamin
terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi kepentingan umat
manusia.
c. Pelestarian di dalam pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya, yaitu
dengan mengendalikan cara-cara pemanfataannya sehingga diharapakan dapat
dilakukan secara optimal dan berkesinambungan.
Oleh sebab itu, SDM sangat berperan penting dalam pengelolaan
sumber-sumber alam yang ada di wilayah pesisir dan laut, yang masih banyak dengan cara
tradisional. Para nelayan menangkap ikan tanpa membedakan yang kecil dan yang
besar. Dalam kegiatan pengeksploitasian sumber daya tersebut, banyak menyerap
tenaga kerja tanpa batasan umur, Artinya semua lapisan umur dapat bekerja dan tidak
memerlukan jenjang pendidikan formal dan ketrampilan khusus, yang penting adalah
keberanian dalam mengarungi laut lepas dan kekuatan fisik. (Puasat Riset Kelautan
dan Perikanan, 2000)
Ketersediaan lapangan kerja di bidang uasaha kelautan, baik aktivitas yang
dilakukan di darat maupun yang di laut yang selalu ada setiap saat, mempunyai
dampak yang negatif terhadap masyarakat, khususnya usia sekolah cenderung malas
laki-laki dan perempuan dapat bekerja. Bila laki-laki ikut berlaut menjadi nelayan,
pekerja tambak, usaha pembuatan kapal dan lain-lain. Sementara wanita berperan
dalam industri pembuatan ikan asin, pemisahan ikan hasil tangkapan nelayan
berdasarkan jenisnya, yang semua kegiatan tersebut dilakukan di darat. Sementara
anak-anak usia sekolah dapat melakukan kegiatan seperti membersihkan kapal ketika
mendarat, membersihkan jaring, yang juga mendapat imbalan yang dapat
menyenangkan mereka. Asyik dan mudahnya mencari uang membuat mereaka malas
dan lupa untuk sekolah.
Sebagaimana umumnya, SDM merupakan salah satu faktor penentu dalam
pengembangan-pengembangan sektor-sektor lainnya, demikian juga halnya dengan
usaha kelautan untuk masa yang akan datang. Oleh sebab itu peningkatan taraf
pendidikan dan wawasan masyarakat di wilayah pesisir pantai sangat penting. Karena
untuk dapat mengelola secara benar diperlukan pengetahuan yang cukup tentang
potensi sumber daya kelautan, wilayah pesisir dan masalah-masalah yang akan
dihadapi yang berkaitan dengan pengeksploitasian SDA tersebut maka
pendayagunaan yang berlebihan yang dapat merusak lingkungan laut dan wilayah
pesisir dapat dihindarkan dan langkah-langkah untuk penaggulanganm masalah dapat
terarah dan efektif.
2.9. Pengembangan Masyarakat Nelayan dan Desa Pantai
Strategi pada pembangunan masyarakat desa harus diterapkan juga pada
membangun dan berkembang atas kemampuan dan kekuatan sendiri, dengan
mendasarkan pada pengembangan potensi alam lingkungan desa. Kebijakan yang
didasarkan di dalam melaksanakan pembangunan masyarakat desa meliputi beberapa
hal. Pertama, program pembangunan masyarakat desa diarahkan untuk mencegah dan
meniadakan kemiskinan dan kesengsaraan yang dapat terjadi di kalangan masyarakat.
Kedua, mendorong dan meningkatkan aktivitas, kreativitas, prestasi dan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan.
Ketiga, di dalam usaha menghapus kemiskinan di dalam masyarakat perlu
diusahakan peningkatan sumber daya alam, swadaya serta produktivitas masyarakat
guna dapat menciptakan kehidupan ekonomi yang berdampak pada penciptaan
lapangan kerja dan peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Keempat,
meningkatkan dan memanfaatkan peranan lembaga-lembaga masyarakat yang
berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Kelima,
pembangunan desa diarahkan untuk lebih mengutamakan desa dengan masyarakat
yang relatif miskin, masyarakat terpencil, masyarakat di wilayah kritis, wilayah
pantai, kepulauan perbatasan, dan sebagainya. (Mulyadi, 2005)
2.10. Potensi Modal Sosial dalam Komunitas Nelayan
Untuk dapat melihat dan mengidentifikasi potensi modal sosial yang ada
dalam suatu masyarakat maka terlebih dahulu harus diketahui bahwa modal sosial
berintikan elemen-elemen pokok, yaitu (1) saling percaya (trust); yang meliputi
toleransi (tolerance) dan kemurahan hati (geberosity); (2) jaringan sosial (networks);
yang meliputi adanya partisipasi (participations), pertukaran timbal balik
(reciprocity), solidaritas (solidarity), kerjasama (colabo-ration/cooperation), dan
keadilan (equity); (3) pranata (institutions), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki
bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctions), dan
aturan-aturan (rules). Dari elemen-elemen pokok modal sosial tersebut, maka dapat
diidentifikasi salah satu potensi modal sosial yang ada dalam komunitas nelayan.
Potensi modal sosial tersebut terwujud dalam bentuk kelembagaan yaitu:
• Patron Klien (Toke-Anak Buah)
Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial
merupakan salah satu dasar bagi lahirnya hubungan patron-klien. Secara umum
pranata patron-klien merupakan sebuah pranata yang lahir dari adanya saling percaya
antara beberapa golongan komunitas nelayan, yaitu pertama, golongan pemilik kapal
(modal ekonomi), yang berperan sebagai patron. Kedua, yaitu golongan komunitas
nelayan yang tidak memiliki modal ekonomi tetapi memiliki modal lain, diantaranya
keahlian dan tenaga yang berperan sebagai klien.
Adanya saling percaya di antara beberapa golongan komunitas nelayan
tersebut membuat mereka mampu membentuk jaringan sosial. Dari perspektif
nelayan (nelayan tradisional dan nelayan buruh) dapat dipahami bahwa pranata
sosial-ekonomi patron-klien merupakan pranata yang mampu menjalankan fungsi
2.11. Biaya dan Pendapatan serta Sistem Bagi Hasil
Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos
berupa pengeluaran nyata (actuil cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran
nyata (inputed cost). Dalam hal ini, pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan
dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan adalah (1) bahan bakar
dan oli; (2) bahan pengawet (es dan garam); (3) pengeluaran untuk
makanan/konsumsi awak; (4) pengeluaran untuk retribusi dan pajak.
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/gaji awak nelayan
pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual.
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata ialah penyusutan dari boat/sampan,
mesin-mesin dan alat-alat tangkap. Karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang
tidak pasti, yang dilakukan di sini hanya merupakan taksiran kasar.
Pada umumnya, pendapatan para nelayan penggarap ditentukan secara bagi
hasil dan jarang diterima sistem upah/gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Sistem
upah/gaji bulanan ternyata hanya diperoleh pada alat penangkapan dengan jermal, hal
mana mungkin disebabkan karena alat adalah bersifat pasif.
Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah
dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi
ditambah dengan ongkos penjualan hasil. Jadi, di sini termasuk ongkos bahan bakar,
oli, es dan garam, biaya makanan para awak kapal, dan pembayaran retribusi. Biaya
lain yang masih termasuk ongkos eksploitasi seperti biaya reperasi dengan demikian
2.12. Tempat pelelangan Ikan (TPI)
Tempat pendaratan ikan adalah suatu lingkungan kerja meliputi areal perairan,
daratan serta sarana yang bisa digunakan untuk memberikan pelayanan umum dan
jasa guna memperlancar aktivitas kapal perikanan dan kegiatan-kegiatan lain yang
berkaitan dengan produksi perikanan, yang berfungsi sebagai:
a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan.
b. Berlabuhnya kapal-kapal perikanan.
c. Pendaratan ikan hasil tangkapan.
d. Memperlancar kegiatan perikanan.
e. Tempat pemasaran, pengolahan dan distribusi ikan hasil tangkapan.
f. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan.
g. Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.
Sedangkan TPI adalah suatu bangunan yang merupakan komponen pusat
pendaratan ikan dimana terjadi kegiatan transaksi jual beli ikan antara nelayan
sebagai produsen dan pedagang. Pelelangan adalah suatu kegiatan pemasaran ikan di
tempat pelelangan ikan dengan tata cara dan mekanisme tertentu untuk mendapatkan
harga yang menguntungkan bagi nelayan dan di lain pihak dapat mewujudkan harga
yang wajar bagi masyarakat konsumen. Tempat pelelangan ikan harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: (1) TPI yang tetap (tidak berpindah-pindah) (2) Mempunyai
bangunan induk TPI (3) Ada yang mengkoordinasi pelelangannya (4) Mendapat izin
koperasi atau pemerintah daerah. Tempat-tempat pelelangan ikan tersebut pada
umumnya terletak di tepi pantai. (Mubyarto, 1984)
2.13. Peraturan daerah tentang Retribusi
Terhitung UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah yang ditindak lanjuti
dengan keluarnya peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
peraturan pemerintah No. 20 Tahun 1997 tentang retribusi daerah. Peluang retribusi
sektor perikanan, antara lain seperti tercantum pada pasal 3 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 1997 yaitu: retribusi pasar grosir berbagai jenis barang
termasuk TPI, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan.
Pemerintah daerah menghadapi banyak kendala dalam rangka peningkatan sumber
pendapatan dan memberi dampak pada penurunan sumber PAD karena objek/jenis
pungutan dibatasi, maka berkaitan dengan ini oleh pemerintah daerah provinsi
Sumatera Utara telah pula dikeluarkan Perda No. 5, 6, 7 Tahun 1999. Adapun Perda
tersebut meliputi:
1. Perda No. 5 Tahun 1999 yang mengatur tentang retribusi tempat pendaratan
kapal perikanan.
Dimana dijelaskan pada pasal 1 huruf J bahwa: “Retribusi adalah pembayaran
atas pelayanan pada pendaratan kapal”. Besarnya retribusi ditetapkan dalam
2. Perda No. 6 Tahun 1999 tentang retribusi pengujian kapal perikanan.
Pada Bab I huruf P adalah pembayaran atas pelayanan pengujian kapal periksa
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah. Adapun besarnya tarif retribusi ditetapkan dalam
pasal 8 Bab VI. Dengan mencermati ketentuan PP No. 20 Tahun 1999 dan
Keputusan Mentri Dalam Negeri No. 116 Tahun 1998 tentang ruang lingkup
dan jenis retribusi daerah Tingkat I dan Tingkat II dapat dikemukakan sebagai
berikut :
o Retribusi pasar grosir dan pertokoan adalah jenis pungutan yang
kewenangannya sama-sama dimiliki oleh provinsi dan kabupaten/kota dengan
catatan bahwa jasa yang menjadi dasar retribusi ini adalah meliputi pasar
grosir berbagai jenis barang termasuk TPI, hasil bumi, fasilitas
pasar/pertokoan yang dikontrakkan, diadakan/diselenggarakan oleh Pemda.
Dengan dasar tersebut, maka Perda No. 16 Tahun 1998 diubah dengan
menerbitkan Perda No. 7 Tahun 1999 khususnya untuk menyesuaikan
ketentuan dari pengertian retribusi, sehingga dengan ketentuan ini secara
yuridis provinsi dapat mengelola dan melakukan pungutan retribusi dengan
memperhatikan basis titik lokasi potensi perikanan dengan cara
menyewa/kontrak tempat sebagai persyaratan adanya jasa Pemda seperti
Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Belawan, Pelabuhan Perikanan
3. Perda No. 7 Tahun 1999 tersebut adalah tentang perubahan pertama Perda
provinsi Tingkat I Sumatera Utara No. 16 Tahun 1998 tentang retribusi pasar
grosir dan atau pertokoan, dimana dalam pasal 1 menyatakan bahwa:
Perda provinsi Tingkat I Sumatera Utara No. 16 Tahun 1998 telah disahkan
Mentri Dalam Negeri No. 974.22.958 tanggal 26 Oktober 1998 dan telah
diundangkan dalam lembaga daerah provinsi Tingkat I Sumatera Utara No. 23
seri B No. 5 Tahun 1998 tanggal 5 November 1998 telah dirubah dan
berbunyi:
Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar dan atau pertokoan oleh Pemda
yang meliputi pasar grosir berbagai jenis barang, TPI, ternak, hasil bumi,
pertokoan, supermarket, yang disewa atau dimiliki oleh Pemda.
Pasal 7 (1) besarnya reribusi pemanfaatan penggunaan fasilitas pasar grosir
dan atau pertokoan ditetapkan sebesar Rp.2000/m. (2) besarnya retribusi TPI
sebesar 5% dari harga lelang. Selanjutnya dalam peraturan pemerintah
provinsi sebagai daerah otonomi diantaranya mengenai kewenangan di bidang
pemerintahan tertentu dan pada pasal 3 menegaskan bahwa kewenangan
wilayah laut provinsi di antaranya adalah: penataan dan pengelolaan perairan
di wilayah laut provinsi Sumatera Utara.
2.14. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir penelitian adalah dasar pemikiran dari penelitian yang
disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah kepustakaan. Uraian dalam
kerangka berpikir menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian.
Variabel-variabel penelitian dijelaskan secara mendalam dan relevan dengan
permasalahan yang diteliti, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menjawab
permasalahan penelitian (Riduwan, 2005)
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat dibuat kerangka
pemikiran yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Berawal
dari aktivitas nelayan sebagai pelaku ekonomi yang memanfaatkan TPI sampai
kepada pungutan wajib berupa retribusi terhadap penggunanan TPI itu sendiri
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung
langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun
budidaya. Hasil tangkapan nelayan akan didistribusikan untuk dipasarkan di tempat
pelelangan ikan (TPI). TPI adalah suatu bangunan yang merupakan komponen pusat
pendaratan ikan dimana terjadi kegiatan transaksi jual beli ikan antara nelayan
sebagai produsen dan pedagang. Transaksi jual beli ikan ini dilakukan dengan cara
pelelangan.
Pelelangan adalah suatu kegiatan pemasaran ikan di tempat pelelangan ikan
dengan tata cara dan mekanisme tertentu untuk mendapatkan harga yang
menguntungkan bagi nelayan dan di lain pihak dapat mewujudkan harga yang wajar
suatu retribusi sebagai iuran wajib atas penggunaan TPI, dimana retribusi ini akan
masuk ke dalam kas daerah dan dihitung sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
Sumbangan yang berasal dari retribusi terhadap PAD dipengaruhi oleh kinerja TPI,
dimana apabila kinerja TPI semakin baik maka sumbangan retribusi akan semakin
meningkat terhadap PAD.
Tingkat kinerja TPI ditentukan oleh beberapa faktor yaitu antara lain:
1) Pemahaman nelayan dan pedagang terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)
Nelayan dan pedagang sebagai pelaku ekonomi harus memahami bagaimana
TPI, tujuan dari TPI dan manfaat dari TPI itu sendiri. Apabila nelayan dan
pedagang benar-benar memahami maka mereka akan cenderung untuk
mengikuti kegiatan di TPI. Dan apabila pemahaman ini semakin baik maka
akan berdampak kepada kinerja TPI yang akan semakin baik pula.
2) Loyalitas terhadap tempat pelelangan ikan (TPI)
Mengutamakan TPI dengan melakukan penggunaan secara berulang-ulang
oleh nelayan dan pedagang akan berpengaruh terhadap kinerja TPI itu sendiri
yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya sumbangan retribusi terhadap
PAD. Apabila loyalitas terhadap TPI semakin baik maka kinerja TPI semakin
baik pula dan selanjutnya besarnya sumbangan retribusi terhadap PAD akan
meningkat.
3) Manfaat tempat pelelangan ikan (TPI)
Apabila TPI dapat memberikan harga yang sesuai, membina mutu hasil
maka dikatakan TPI tersebut benar-benar bermanfaat. Dan apabila TPI ini
semakin berfungsi dengan baik maka kinerja TPI akan semakin baik dan
selanjutnya akan mempengaruhi besarnya retribusi.
Dalam konsep ini retribusi merupakan variabel Y yang disebut sebagai
variabel dependen atau variabel terikat, Pemahaman terhadap TPI sebagai variabel
X1, Kinerja TPI sebagai variabel X2, Manfaat TPI sebagai variabel X3, yang ketiga
variabel ini (X1, X2, X3) merupakan variabel independen atau variabel bebas.
Model diagram jalur berdasarkan paradigma hubungan antar variabel sebagai
berikut:
€1
€2
Gambar.1
Kerangka konseptual Pemahaman
Nelayan dan Pedagang terhadap TPI
Loyalitas terhadap TPI
Manfaat TPI
Kinerja TPI
[image:45.612.114.516.321.587.2]Keterangan :
Bahwa dari kerangka konseptual ini, kita dapat melihat dan mengetahui
bahwa variabel independen (X1, X2, X3) mempengaruhi faktor dependen (Y).
Diagram jalur persamaan strukturalnya sebagai berikut:
€1 €2
Gambar.1
Diagram jalur
2.15. Hipotesis
Secara empiris, hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang
menjadi objek penelitian yang memerlukan pengujian untuk membuktikan
kebenarannya. Dari rumusan masalah tersebut di atas maka dapat dibuat hipotesis
sebagai berikut:
1. Penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI dan manfaat TPI berpengaruh
terhadap kinerja TPI. X1
X2
X3
[image:46.612.134.488.211.490.2]2. Penilaian pemahaman TPI, loyalitas TPI, manfaat TPI dan kinerja TPI
berpengaruh terhadap retribusi.
3. Penghasilan nelayan tidak memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Bagan Percut. Kecamatan Percut Sei Tuan.
Kabupaten Deli Serdang.
3.2. Populasi dan Responden
Nelayan yang bertempat tinggal di kawasan Desa Bagan Percut. Kecamatan
Percut Sei Tuan. Kabupaten Deli Serdang dan masih aktif atau masih bekerja sebagai
nelayan dan pedagang yang beraktivitas di TPI Bagan Percut.
3.3. Banyak Sampel
Menurut Sugiyono (2003). Tentang penentuan jumlah sampel. Bila dalam
penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda),
maka jumlah anggota sampeL minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.
Berdasarkan keterangan tersebut maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak
[image:48.612.124.350.601.676.2]50 orang. Rincian responden dan besarnya sampel sebagai berikut:
Tabel 1. Rincian Responden
No. Responden Jumlah (orang)
1 Tekong 13
2 Anak Buah Kapal 12
3 Pedagang Toke 13
3.4. Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel diambil dengan berdasarkan
pertimbangan subyektif peneliti, di mana persyaratan yang dibuat sebagai kriteria
harus dipenuhi sebagai sampel. Jadi dasar pertimbangannya ditentukan tersendiri oleh
peneliti (Subagyo, 2004)
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan sebagai berikut:
1) Data Primer, diperoleh langsung dari responden di lapangan, dengan membuat
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan objek yang
diteliti, dimana kuesioner ini akan dibagikan kepada seluruh nelayan yang
menjadi responden dan kemudian mengadakan tanya jawab langsung.
2) Data sekunder, merupakan data tambahan yang menjadi pendukung data
primer. Diperoleh melalui buku-buku, literatur, atau tulisan-tulisan yang
terkait dengan objek yang diteliti, yaitu sumber daya perikanan. Penulis juga
memperoleh data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS)
3.6. Metode Analisis Data
Data primer yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan alat uji yang
sesuai.
1) Menguji hipotesis pertama, dianalisis dengan menggunakan model analisis
jalur (Analysis Path) yang digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar
variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak
langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat
(endogen). Kemudian data-data diolah dengan program komputer SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 15.
Model persamaannya adalah sebagai berikut:
Y1 = β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ
Y2 = β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4Y1 + µ
Keterangan :
Y2 = Retribusi
Y1 = Kinerja TPI
X1 = Pemahaman terhadap TPI
X2 = Loyalitas terhadap TPI
X3 = Manfaat TPI
β1,β2,β3 = Koefisien Regresi
Untuk variabel X1, X2 dan X3 diukur dengan menggunakan skala likert dengan
kisaran 1-5 dengan berbagai alternatif jawaban.
Langkah kerja analisis jalur ini pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
a. Pengujian secara Keseluruhan
Uji secara keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:
Ha : β1 ≠ 0 ……….. = i = 1 (ada pengaruh)
Ho : β1 = β2 = 0 ……….. = βk = 0 (tidak berpengaruh)
1. Kaidah pengujian signifikansi secara manual: Menggunakan rumus F-hitung:
F-hitung =
) /( ) 1 (
1 / 2 2
k n R
k R
− −
−
Keterangan:
R2 = Koefisien Determinasi
n = Jumlah sampel
k = Jumlah variabel eksogen
Jika F-hitung ≥ F-tabel, maka tolak Ho artinya signifikan dan F-hitung ≤ F
[image:51.612.115.465.318.496.2]2. Kaidah pengujian signifikansi:Program SPSS
• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
sinifikan.
• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
b. Pengujian secara Individual
Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statistik
berikut:
Ha : βi≠ 0
Ho : βi = 0
Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t yang dihitung
dengan rumus:
) (bi
Se bi hitung
t− =
Keterangan:
bi = Koefisien variabel ke-i
Se(bi) = Simpangan baku dari variabel ke-i.
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi analisis jalur bandingkan antara
nilai probabilitas 0.05 dengan nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan
• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau [0.05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
sinifikan.
• Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau [0.05 ≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
2). Menguji hipotesis kedua, digunakan analisis deskriptif dengan melihat bagaimana
penghasilan nelayan di daerah penelitian.
3). Menyelesaikan permasalahan ketiga, digunakan analisis deskriptif untuk melihat
bagaimana sistem retribusi yang berlangsung di TPI daerah penelitian.
3.7. Defenisi Operasional
1. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah sumber keuangan daerah yang digali
dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah.
2. Kinerja TPI adalah kualitas hasil kerja TPI yang diperoleh berdasarkan
keberlangsungan kerjanya
3. Pemahaman nelayan dan pedagang terhadap TPI adalah penilaian nelayan dan
4. Loyalitas terhadap TPI adalah perilaku mengutamakan sebuah TPI dengan
melakukan penggunaan TPI tersebut secara berulang-ulang.
5. Manfaat TPI adalah suatu hasil yang dapat diperoleh dalam rangka
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Deskripsi Wilayah Penelitian A. Keadaan Geografis
Desa Bagan Percut terletak di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Desa Percut dibagi dalam 19 dusun diantaranya
merupakan desa pantai yaitu: Dusun Talang, Dusun Kerentang, dan Dusun Alu-alu
yang terkenal dengan nama Bagan Percut. Menurut tatanan desa terakhir luas desa
Percut adalah 1.063 Ha. Meskipun desa Percut merupakan desa pertanian yang terdiri
dari sawah tadah hujan, berpengairan teknis dan setengah teknis, serta keadaan
topografinya datar. Tetapi di samping pertanian, di sebelah utara, wilayah pantai
cukup luas, menjadikan perikanan menjadi mata pencaharian yang penting sekali bagi
sebahagian penduduknya. Ketinggian tanah dari permukaan laut Desa Bagan Percut
sekitar 2 m dan banyaknya curah hujan pada daerah ini 0-278 mm/tahun dengan suhu
udara rata-rata 23°C-30°C.
Secara administrasi Desa Bagan Percut mempunyai batas-batas wilayah
sebagai berikut:
• Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
• Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Rejo
• Di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cinta Damai dan Pematang Lalang.
Menurut pengamatan penulis di Desa Pantai Percut, di pinggiran pantai
banyak ditemui tumbuhan kayu bakau dan tanahnya berawa-rawa. Di dalam iklim
tropis terdapat musim kemarau dan musim penghujan, di mana pergantian musim ini,
dapat mempengaruhi keadaan kehidupan biologis laut, pada setiap bulannya sering
didapati air pasang mati dan air pasang besar yang dapat mempengaruhi tingkat
produksi hasil laut.
Pada umumnya, saat air pasang mati tingkat produksi hasil laut, lebih kecil
dibandingkan pada saat air pasang besar. Pada musim hujan dan berombak besar atau
disebut juga musim barat, sering berlangsung pada bulan Oktober dan Desember.
Pada saat musim barat ini, kebayakan para nelayan enggan pergi ke laut sehingga
pendapatannya sama sekali tidak pasti yang mencerminkan suasana kehidupan
sehari-hari amat menekan.
B. Keadaan Penduduk
Penduduk Desa Bagan Percut berjumlah 11.010 orang, dengan jumlah kepala
keluarga 2.451 KK. Secara terperinci keterangan mengenai penduduk desa dapat