• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Tekanan Darah 24 Jam Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebab Nefropati Diabetik Yang Menjalani Hemodialisa Reguler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Tekanan Darah 24 Jam Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebab Nefropati Diabetik Yang Menjalani Hemodialisa Reguler"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

POLA TEKANAN DARAH 24 JAM PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK SEBAB NEFROPATI DIABETIK

YANG MENJALANI HEMODIALISA REGULER

PENELITIAN POTONG LINTANG DI BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS H ADAM MALIK MEDAN

JANUARI 2008 – JUNI 2008

TESIS

OLEH

RISMAULI DOLOKSARIBU

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H ADAM MALIK / RSUD DR PIRNGADI

(2)

DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN

KEAHLIAN DALAM BIDANG PENYAKIT DALAM

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. A. Rahim Rasyid Lubis SpPD-KGH Dr. Zulhelmi Bustami SpPD-KGH

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Ketua Program Studi PPDS

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran USU Kedokteran USU

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan kasihNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : POLA TEKANAN DARAH 24 JAM PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK SEBAB NEFROPATI DIABETIK YANG MENJALANI HEMODIALISA REGULER”, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli dibidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr Salli R Nasution, SpPD-KGH, dan Dr Refli Hasan SpPD-SpJP (FIHA)(K) selaku Kepala Departemen dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kemudahan dan perhatian yang besar terhadap pendidikan penulis.

2. Dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berilmu, handal dan berbudi luhur.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr. Harun Rasyid Lubis SpPD KGH selaku kepala Divisi Nephrologi dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit

(4)

kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta mereka dan keluarga.

3. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUD Dr Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof Dr Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof Dr T Renardi Haroen SpPD-KKV, MPH, Prof Dr Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM, Prof Dr Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof Dr Sutomo Kasiman SpPD-KKV, Prof Dr Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI-SpMK, , Prof Dr Pengarapen Tarigan, SpPD-KGEH, Prof Dr OK Moehad Sjah SpPD-KR, Prof Dr Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof Dr M Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof Dr Azmi S Kar, SpPD-KHOM, Prof Dr Gontar A Siregar, SpPD-KGEH, Prof Dr Harris Hasan SpPD-SpJP(K), Dr Rusli Pelly, SpPD-KP (alm), Dr Nur Aisyah SpPD-KEMD, Dr A Adin St Bagindo KKV, Dr Lufti Latief, KKV, Dr Syafii Piliang, SpPD-KEMD, Dr T Bachtiar Panjaitan, SpPD, Dr Abiran Nababan, SpPD-KGEH, Dr H OK Alfien Syukran KEMD (alm), Dr Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr Sri M Sutadi SpPD-SpPD-KGEH, Dr Mabel Sihombing, SpPD-SpPD-KGEH, Dr Salli R Nasution SpPD-KGH, Dr Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr Alwinsyah Abidin, SpPD, Dr Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Dr Chairul Bahri, SpPD (alm), Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD, Dr Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA, Dr Yosia Ginting, SpPD-KPTI, Dr Refli Hasan SpPD-SpJP (FIHA)(K), Dr EN Keliat SpPD-KP, Dr Pirma Siburian SpPD KGer, Dr Blondina Marpaung KR, Dr Leonardo Dairy SpPD-KGEH yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

(5)

Dr Dasril Efendi SpPD, Dr Ilhamd SpPD, Dr Calvin Damanik, SpPD, Dr Zainal Safri, SpPD, Dr Rahmat Isnanta, SpPD, Dr Santi Safril, SpPD, Dr Dairion Gatot, SpPD, Dr Soegiarto Gani SpPD, Dr Franciscus Ginting, SpPD, Dr Savita Handayani, SpPD, sebagai dokter kepala ruangan/ senior yang telah amat banyak membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

5. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialisasi

6. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini.

7. Direktur RSUP H Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

8. Direktur RSUD Tarutung yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya selama ditugaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam di RSUD Tarutung dalam rangka pendidikan ini.

9. Kepada Drs Abdul Jalil Amri Arma, MKes yang telah memberikan bantuan yang tulus kepada penulis khususnya dalam metodologi penelitian ini. 10. Para sejawat PPDS-Interna, Paramedis dan seluruh karyawan/ti bagian

Penyakit Dalam RSUD. Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan : Lely, Yanti, Theresia, Syafruddin Abdullah, Fitri dan Deni yang telah banyak membantu dan bekerjasama dengan baik selama ini.

(6)

karena tanpa mereka mustahil penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

12. Khusus buat teman-temanku Dr Marna S Ismy SpPD, Dr Lita Septina SpPD, Dr Suhartono, Dr Iman Randal Tarigan, Dr Idwan Harris SpPD, Dr T Realsyah , Dr OK Yulizal SpPD, Dr Lili Syarief, Dr Alwi, Dr Sahat, Dr Anita, Dr Wika lubis, Dr Delvi Naibaho yang penuh kesetiakawanan dan kebersamaan memberi bantuan,dorongan dan pengorbanan selama menjalani pendidikan sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat. 13. Kepada orang tua saya ibunda Martha Manurung yang saya kasihi, tiada

kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.

14. Kepada saudara sekandungku sekalian yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terimakasihku yang tak terhingga untuk segalanya. Sebenarnya masih banyak lagi kata ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan buat berbagai pihak yang tidaklah mungkin disebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang setulusnya secara menyeluruh.

Medan, Agustus i 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata pengantar ……….... i

Daftar Isi ………... v

Daftar Tabel ………... vii

Daftar Singkatan ... viii

Abstrak ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Reguler...…………... 3

2.2. Diabetes Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Tahap Akhir ……….... 8

2.2.1. Patofisiologi Diabetik Nefropati ... 9

2.3. Penyakit Kardiovaskuler Pada GGK Yang Menjalani Dialisis... 11

2.4. Perkembangan Pemakaian ABPM ... ... 11

2.4.1. Beberapa Penelitian Yang Melibatkan Pemakaian ABPM... 14

2.4.2. ABPM Pada Pasien GGK Yang Menjalani Hemodialisis... 15

BAB III : PENELITIAN SENDIRI 3.1. Latar Belakang ... 19

3.2. Perumusan Masalah ... 22

3.3. Hipotesa ... 22

3.4. Tujuan Penelitian ... 22

3.5. Manfaat Penelitian ... 22

3.6. Kerangka Konsepsional ... 23

3.7. Bahan dan Cara 3.7.1. Desain Penelitian ... 27

(8)

Halaman

3.7.3. Populasi Terjangkau ... ... 27

3.7.4. Kriteria Inklusi ... ... 27

3.7.5. Kriteria Eksklusi... 27

3.7.6. Besar Sampel ... 28

3.7.7. Cara Penelitian ... 28

3.7.8. Analisa Data ... 29

3.7.9. Defenisi Operasional ... 29

3.7.10. Kerangka Operasional ... . 30

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Subjek Peneltian ... .. 31

4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil ABPM... 32

4.1.3. Perbedaan hasil ABPM antara GGK dengan sebab ND dan Non-ND ... 33

4.2. Pembahasan ... 35

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

BAB VI : DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN 1. Master Tabel ... 45

2. Persetujuan Komite Etik ... 47

3. Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan ... 48

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Karakteristik Penderita GGK Yang Menjalani HD

Berdasarkan Penyebab GGK ND dan non-ND……... 31 Tabel 2 : Karakteristik Dasar Penderita GGK

Yang Menjalani HD berdasarkan pola pemeriksaan ABPM (Non dipper dan Dipper) ... 32 Tabel 3 : Hasil ABPM Pada GGK Yang Menjalani HD

Berdasarkan Penyebab ND Dan Non-ND... 33 Tabel 4 : ABPM Pada Pasien ND Berdasarkan Pola Dipper

dan Non dipper... 34 Tabel 5 : Pola Non Dipper - Dipper Pada Pasien GGK

(10)

DAFTAR SINGKATAN

ABPM : Ambulatory Blood Pressure Monitoring

CAPD : Continious Ambulatory Peritoneal Dialisis

DM : Diabetes Mellitus

ND : Nefropati Diabetik

GGK : Gagal Ginjal Kronik

HD : Hemodialisis

IDWG : Intra Dialytic Weight Gain

K/DOQI : National Kidney Foundation/ Dialysis Outcomes Quality Initiative

LFG :Laju Filtrasi Glomerulus

(11)

Abstrak

POLA TEKANAN DARAH 24 JAM PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK SEBAB NEFROPATI DIABETIK

YANG MENJALANI HEMODIALISA REGULER

Rismauli Doloksaribu, A. Rahim Rasyid Lubis, Zulhelmi Bustami Divisi Neprologi dan HipertensiDepartemen Ilmu Penyakit Dalam

FK USU /RSUP H Adam Malik

Latar belakang :

Non dipper adalah keadaan dimana terjadi kegagalan penurunan tekanan darah selama tidur malam, yang diketahui lebih sering dijumpai pada pasien diabetik daripada non diabetik. Adapun sebab dari timbulnya keadaan ini belum dapat dipastikan diduga berhubungan dengan terjadinya disfungsi otonomik pada pasien diabetes. Pasien pasien GGK tahap terminal yang membutuhkan terapi pengganti dialisis juga menunjukkan peningkatan pola non dipper.

Tujuan :

Untuk mengetahui pola tekanan darah dengan pemeriksaan ABPM pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler sebab DN. Apakah ada perbedaan pola tekanan darah pada pemeriksaan ABPM pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis antara yang sebab DN dan non-DN.

Bahan Dan Cara :

Dilakukan penelitian potong lintang terhadap penderita GGK sebab DN dan non-DN yang menjalani hemodialisis reguler yang datang ke Rumah Sakit pada januari-juli 2008. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tekanan darah 24 jam dengan ABPM. Kemudian dinilai pola tekanan darah yang dihasilkan oleh pasien GGK sebab DN dan kemudian dibandingkan dengan pasien GGK sebab non DN.

Hasil :

Dari 44 pasien yang masuk dalam penelitian terdiri dari 29 laki- laki dan 15 wanita dengan 22 pasien GGK sebab DN dan 22 pasien GGK sebab non-DN. Dari hasil pemeriksaan ABPM dijumpai 32 (72%) pasien memiliki pola non dipper, dimana pasien GGK dengan sebab DN memiliki jumlah yang terbanyak dibanding pasien GGK dengan sebab non-DN dengan p = 0,042.

Tetapi dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa GGK dengan sebab DN bukanlah faktor risiko untuk mendapatkan hasil pemeriksaan ABPM non dipper dengan p = 0,228

Kesimpulan :

GGK sebab DN yang menjalani hemodialisis rutin memiliki prevalensi pola tekanan darah non dipper lebih banyak

(12)

Abstract

24-hours Blood pressure patern in End Stage Renal Disease with regular haemodialysis

Rismauli Doloksaribu, A. Rahim Rasyid Lubis, Zulhelmi Bustami

Nephrology and Hipertension Division of Internal Medicine Departement Faculty of Medicine University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Hospital

Background :

Non dipping, is a failure to ower blood pressure during night sleep, has been found to be more prevalent in diabetic than in non-diabetic patients. However, the reasons remain to be clarified suggested may be due to autonomic dysfunction in diabetic patients. End stage renal disease patients whom need dialysis for renal replacement also shown increasing non dipper patern.

Aim :

To investigate blood pressure patern with ABPM in ESRD patients caused by DN who undergo regular haemodialysis. The diference blood pressure patern in ESRD patient undergo regular haemodialysis between ESRD cased by DN and non-DN

Materials and Methods:

A cross sectional study was conducted to ESRD patients caused by DN and non-DN whom undergo regular haemodialysis in periods January-july 2008. Anamnesis, physical examination, 24 hours blod pressure measurement with ABPM. Evaluation of blood pressure patern from ESRD patients caused by diabetic and than compared with ESRD patients caused by non-diabetic

Results:

Of 44 patients whom undergo regular haemodialysis 29 male and 15 female patients with 22 patients ESRD causd by DN and 22 non-DN. ABPM measurement found that 32 (72%) patients ESRD caused by both DN and non-DN had non dipper patern, where ESRD caused by non-DN had higher prevalent compared to ESRD caused by non_DN p = 0,042.

But this study also found that ESRD caused by DN isnot a risk-factor for having non dipping blood pressure patern with p = 0,228

Conclusion:

ESRD patients caused by DN whom undergo regular haemodialysis had higher prevalent non dipper patern

(13)

BAB I PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan

penyebab nepfropati diabetik (ND) terutama diabetes melitus (DM) tipe 2

meningkat secara dramatis pada dua dekade terakhir ini, para ahli

nepfrologi Eropa menekankan bahwa pada masa sekarang ini ND adalah

penyebab tertinggi penyakit ginjal tahap akhir diseluruh dunia.1,2 Di

Indonesia menurut laporan dari Pusat Registri Nasional Hemodialisis

(1993) gagal ginjal terminal sebab ND menempati urutan ketiga dari

seluruh pasien dengan program hemodilisis regular. 3

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan proses patofisiologi dengan

etiologi yang multipel, menyebabkan pengurangan sejumlah nefron dan

fungsinya secara progresif yang mendasari terjadinya penyakit ginjal

terminal. 4 Penyebab terbanyak dari penyakit ginjal tahap akhir yang

menjalani hemodialisis di Indonesia adalah glomeronepfritis kronik namun

dengan peningkatan yang berlipat dari penyakit DM terutama DM 2 yang

akan berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap akhir yang memerlukan

tindakan dialisis. Diramalkan bahwa jumlah pasien DM diseluruh dunia

pada 2010 adalah sebesar 221 juta orang. 1,2,5 Insidensi dialisis pasien DM 12 kali lebih besar daripada non-DM dan pasien-pasien dengan DM

yang menjalani dialisis memiliki angka survival yang lebih rendah

(14)

Diketahui bahwa lebih dari 50% penyebab kematian pada penyakit

ginjal adalah kelainan kardiovaskuler. Studi epidemiologi mengungkapkan

bahwa morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler pada pasien

yang menjalani dialisis lebih tinggi dibandingkan populasi umum dan

penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian yang paling

sering pada pasien yang menjalani dialisis, dengan angka kematian yang

lebih tinggi 44 kali pada GGK dengan sebab DM tanpa bergantung jenis

diabetesnya. 7-11

Hipertensi dan DM yang sudah dipastikan merupakan faktor risiko yang penting pada peningkatan mortalitas karena terjadinya penyakit

kardiovaskuler, juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

progresifitas penyakit ginjal kronik. Telah banyak dilaporkan bahwa data

dari ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) pada pasien dialisis

adalah prediktor yang lebih baik pada mortalitas karena kardiovaskuler

dibanding pengukuran tekanan-darah (TD) sehari-hari. ABPM

memungkinkan adanya suatu pemeriksaan yang lebih baik dalam level

tekanan-darah sepanjang hari. Juga dilaporkan bahwa ritme TD abnormal

yang umum terjadi pada pasien ginjal tahap akhir dihubungkan dengan

kerusakan end-organ karena hipertensi. 12-16

Tekanan darah (TD) berfluktuasi selama 24 jam mengikuti irama sirkadian yang mencapai puncaknya pada pagi hari sesaat setelah

bangun tidur. Sebagai respon dari jam internal tubuh dan peningkatan

aktivitas mental dan fisik dan menghasilkan pola yang memiliki puncak

(15)

selama siang hari dan menurun setelah tengah malam. Pada waktu awal

pagi hari, TD secara tajam meningkat dengan level siang hari optimal

yang dicapai dalam waktu yang singkat. Pengukuran TD yang dilakukan di

klinik adalah tehnik baku pengkuran TD yang direkomendasikan dalam

pelayanan medis sehari-hari. Pemeriksaan TD klinik ini memiliki

keterbatasan walaupun dilakukan dengan petunjuk yang sudah baku, satu

keterbatasan nya adalah TD yang diukur mungkin saja tidak sama dengan

hasil bila TD diukur diluar klinik. Dalam konteks ini dikenal terminologi

White-coat Hipertension. ABPM memungkinkan untuk mengindentifikasi

apakah kelompok pasien seperti ini penderita hipertesi atau tidak. 14,17

Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) pertama sekali

dikembangkan pada tahun 1962 dan dikembangkan oleh Sokolow dkk

pada tahun 1966 pada tahun-tahun terakhir ini telah banyak digunakan

dalam bidang penelitian dan mulai digunakan dalam pemakaian klinis

antara lain untuk menilai kontrol TD dan memprediksi resiko mortalitas

akibat kardiovaskuler pada pasien-pasien hemodialisis. Penelitian

Sokolow dkk ( 1988) melaporkan pada awalnya nilai alat ini sebagai alat

diagnostik dan kegunaannya dalam hal panduan terapi hipertensi. Seiring

dengan semakin banyaknya penelitian retrospektiv yang menggunakan

alat ini dimana salah satunya seperti yang dilaporkan oleh verdecchia dkk

bahwa kerusakan end-organ yang berhubungan dengan hipertensi,

proteinuria, kadar kreatinin serum, aterosklerosis berhubungan erat

(16)

klinik,oleh karena keterbatasan pemeriksaan TD di klinik dalam hal

ketidak mampuan menilai variabilitas TD. 14,17,18,19

Irama sirkadian tekanan darah ditandai dengan pola penurunan TD

pada malam hari yang disebut sebagai “dippers”, sedangkan tidak

dijumpainya penurunan TD pada malam hari disebut “non-dippers”. 14,15 Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa kerusakan

target organ terutama kardiovaskuler dan serebrovaskuler dengan insiden

yang sangat tinggi pada pola TD yang non-dippers baik yang hipertensi

maupun normotensi. Dikatakan oleh peneliti bahwa pola non-dippers

menunjukkan prognosis jangka panjang yang lebih buruk dibanding

dippers.18,20,21

Covic A dkk mendapatkan hasil adanya abnormalitas penurunan TD pada waktu tidur pada pasien-pasien GGK. Pada penelitian kohort pasien

dialisis di Spanyol dilaporkan insidensi non-dipping pada 414 pasien

Continious Ambulatory Peritoneal Dialisis (CAPD) sebesar 50% .

Abnormalitas pola sirkadian TD ini dijumpai pada pasien penyakit ginjal

oleh banyak penyebab.21,22

Chazot dkk melaporkan dari Tassin Center, lebih dari setengah

pasien hemodialisis (HD) memiliki pola diper TD malam yang abnormal, Z

Tonbul dkk mendapatkan 75% dari pasien HD adalah non-dipper.12,21 Pengukuran ABPM pada penyakit ginjal kronis yang dilakukan oleh

Minutolo R dkk (2005) memberikan informasi yang berguna mengenai

pemanfaatan alat ini dalam hal panduan terapi hipertensi untuk mencapai

(17)

progresivitas penyakit dan komplikasi kardiovaskuler dan serebrovaskuler

dengan cara mengganti jadwal waktu makan obat anti hipertensi menjadi

malam hari. 23

Pola TD pasien-pasien yang menjalani hemodialisa rutin pada

penderita GGK belum pernah diteliti di Indonesia terutama di Medan,

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS REGULER

Gagal ginjal kronik (GGK) menurut definisi konseptual adalah

ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan

integritas tubuh yang terjadi secara bertahap sampai mencapai fase

penurunan faal ginjal tahap akhir atau merupakan penurunan semua faal

ginjal secara bertahap diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Akumulasi cairan dan sisa

sisa metabolisme tubuh dapat menyebabkan suatu keadaan yang disebut

azotemia dan uremia.3,24

Kriteria Gagal ginjal kronik adalah

1. kerusakan ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan, terlihat dari

abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan

laju filtrasi glomerulus,yang bermanifestasi baik oleh adanya :

• Abnormalitas secara patologik

• Marker-marker kerusakan ginjal, termasuk abnormalitas pada

komposisi darah dan urine atau abnormalitas dalam pemeriksaan

pencitraan ginjal

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/mnt/1,73m2 selama > 3 bulan, dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.25

Menurut penyebab dan kelainan patologik, penyakit ginjal dapat dibagi

(19)

1. Penyakit ginjal diabetik

2. Penyakit ginjal non diabetik

3. Penyakit ginjal Transplan

Di Indonesia penyebab terbanyak dari GGK yang menjalani HD adalah

Glomerulonefritik kronik, namun pada masa sekarang ini terlihat

kecenderungan peningkatan penyakit DM terutama DM 2 sebagai salah

satu alasan memerlukan terapi pengganti ginjal.5,26

GGK menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dan sisa-sisa

metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan suatu keadaan azotemia

dan uremia. Uremia adalah suatu sindroma klinik dan laboratorik yang

terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal pada GGK.

Toksin uremia dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan

manifestasi klinis yang sangat kompleks salah satunya adalah neuropati

uremia.4,24 Neuropati uremia adalah polineurapati sensorimotor distal

yang berhubungan erat dengan beratnya insufisiensi ginjal. Salah satu

simtom dari neuropati uremia adalah neuropati otonom.27 Diketahui

bahwa sistem saraf otonom adalah bagian susunsn saraf yang memiliki

komponen simpatetik dan parasimpatetik. Kurata Uehara dkk

mendapatkan adanya hiperaktivitas simpatis kardiovaskuler dan

memburuknya sistem saraf simpatis pada penderita GGK dengan dialisis

reguler.28

Hemodialisis merupakan terapi penggati faal ginjal dengan tujuan

untuk mengeluarkan (eliminasi) sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi

(20)

pasien dengan kompartemen larutan dialisat melalui selaput (membran)

semi permebel yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney atau

dializer). Sejak tahun 1960 hemodialisis (HD) mulai diterapkan sebagai

terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal

terminal. Di Indonesia hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan

setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam, disentra dialisis lain ada juga

dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam.29

2.2. DIABETES SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT GINJAL TAHAP AKHIR Pada awal 1950-an diamati di suatu klinik di Boston AS lebih dari 50%

pasien yang menderita DM selama lebih dari 20 tahun akan mengalami

komplikasi ND.30 ND didefenisikan sebagai proteinuria yang menetap

> 500mg/24jam atau albuminuria > 300mg/24jam dan biasanya

dihubungkan dengan terjadinya hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.31

Di negara barat ND pada masa sekarang ini menjadi penyebab terbanyak

penyakit ginjal tahap akhir. Baik pada DM 1 dan DM 2 terjadinya

keterlibatan ginjal ini menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas yang

tinggi pada kelompok pasien ini. Oleh karena prevalensi DM 2 akhir-akhir

ini meningkat sampai 5 kali lipat maka kelompok ini menjadi penyumbang

terbanyak pada peningkatan kasus gagal ginjal tahap akhir.30 Gagal ginjal tahap akhir tetap menjadi salah satu komplikasi yang paling serius

DM yang pada akhirnya memerlukan tindakan pengganti ginjal dengan

dialisis atau dengan transplantasi ginjal. Risiko mendapatkan gagal ginjal

(21)

dibandingkan yang bukan DM dan insidensi dialisis pasien DM 12 kali

lebih besar pada pasien DM daripada non-DM dan begitu menjalani

dialisis, pasien-pasien dengan DM memiliki angka survival lebih rendah

dibanding pasien non-DM. Diketahui bahwa lebih dari 50% penyebab

kematian pada penyakit ginjal adalah kelainan kardiovaskuler. 7,32

2.2.1. PATOFISIOLOGI DIABETIK NEFROPATI

Dapat dilihat bahwa patofisiologi ND melibatkan suatu interaksi

faktor metabolik yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemik yang kronik

dan faktor hemodinamik dimana pada pasien DM terjadinya perubahan

hemodinamik ini diduga berhubungan dengan kerja hormon-hormon

vasoaktiv seperti Angiotensin II dan endothelin yang berakibat pada

peningkatan tekanan intraglomerulus walaupun belum terjadi hipertensi

sistemik. Perubahan awal meliputi hiperfiltrasi glomerulus dan

hiperfusion. Fase laten yang mengikuti hiperfiltrasi dan berhubungan

dengan perubahan morfologi termasuk penebalan basemen membran

glomerulus, pelebaran mesangial, hipertropi glomerular dan

tubuloiterstitium. Fase ini diikuti dengan fase yang dikenal sebagai

mikroalbuminuria atau insipien ND yang didefenisikan sebagai ekskresi

albumin urin antara 20-200ug/mnt dimana telah terjadi cedera glomerular

yang signifikan. Suatu penelitian longitudinal dengan ABPM membuktikan

bahwa pada transisi dari mikroalbuminuria menuju mikroalbuminuria

(22)

Mikroalbuminuria biasanya berhubungan dengan terjadinya komplikasi

diabetes yang lain yaitu penyakit kardiovaskuler utamanya pada DM 2.

Fase mikroalbuminuria diikuti dengan peningkatan eksresi protein yang

disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus bila berlanjut dan tidak

diterapi maka proses patologi berlanjut menjadi gagal ginjal tahap

akhir.30,33

Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik dibagi dalam tahapan sebagai

berikut: 33

Tahap I. Dimana laju filtrasi glomerulus (LFG) meningkat 40% dari normal

dan ukuran ginjal membesar. Albuminuria belum nyata dan TD

normal.Tahap ini masih reversibel dengan pengendalian gula darah yang

ketat,fungsi dan struktur ginjal akan kembali normal

Tahap II ( Silent stage). Perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih

meningkat. Albuminuria hanya dijumpai pada keadaan stress atau kendali

metabolik yang buruk.Progresivitas akan berlanjut bila kendali metabolik

terus memburuk.Tetapi hanya sedikit yang berlanjut ketahap berikutnya.

Tahap III (Incipient diabetic nefropathy).Jelas dijumpai penebalan

membrane basalis glomerulus.Mikroalbuminuria nyata, LFG masih tinggi

dan TD sudah ada yang meningkat.Progresivitas dapat ditahan dengan

kendali glukosa dan TD ketat

Tahap IV. Manifestasi klinik berupa proteinuria yang nyata, TD meningkat

dan LFG menurun dari normal. Komplikasi DM lain dijumpai seperti

(23)

Tahap V ( Gagal ginjal). LFG rendah disertai tanda sindroma uremik dan

memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis dan transplantasi

2.3. PENYAKIT KARDIVASKULER PADA GGK YANG MENJALANI DIALISIS Penyakit kardiovaskuler adalah komplikasi yang penting sehubungan

dengan terapi dialisis jangka lama yang memperpendek survival pasien,

yang menyebabkan kematian lebih dari 50%. Studi epidemiologi

mengungkapkan bahwa morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler

pada pasien yang menjalani dialisis lebih tinggi 10-30 kali dibandingkan

populasi umum dan dan meningkat 44 kali pada penderita dengan

diabetes. Data penelitian yang terakhir yang meneliti hubungan antara

level TD dan mortalitas pada GGK tahap akhir tidak konsisten. Kurva U

yang menerangkan hubungan antara TD dan mortalitas terlihat jelas pada

TD sistol >180 mmHg dan sistol < 110 mmHg, tetapi pengaruh TD tinggi

pada prognosis penyakit kardiovaskuler masih menjadi kontroversi.

Adalah beban TD 24 jam dan pola non-dipping yang lebih berhubungan

dengan peningkatan kerusakan target organ dan memburuknya hasil akhir

penyakit kardiovaskuler pada penderita yang menjalani dialisis. Dengan

tujuan penentuan risiko mortalitas dan prognosis, pada masa sekarang ini

kepentingan penggunaan pemeriksaan ABPM menjadi penting.8,9,11,34-38

2.4. PERKEMBANGAN PEMAKAIAN ABPM

Mengikuti irama sikradian tubuh, TD tinggi selama siang hari ( antara

(24)

pagi. Antara jam 3 sampai jam 6 pagi terjadi peningkatan perlahan dan

stabil TD, tetapi pada saat awal bangkitan pagi terdapat peningkatan

tiba-tiba TD. Peningkatan yang cepat TD ini berlanjut selama kurang lebih 4-6

jam.17

Pemeriksaan ABPM selama 24 jam memungkinkan mendapatkan

informasi adanya variabilitas TD (misal variabilitas TD oleh karena adanya

stresor baik siang maupun malam hari) yang dapat dilakukan dalam

suasana lingkungan pasien sehari-hari. Dengan ABPM, variasi sirkadian

TD dapat dipastikan, dimana pada keadaan normal terdapat penurunan

> 10% pd rata-rata TD malam hari dibandingkan dengan TD siang hari

(diping).Tidak dijumpainya penurunan (non-diping) telah dibuktikan

berhubungan dgn kerusakan target organ dan prognosis. 39,40

Indikasi penggunaan ABPM adalah:14,17

Mengeksklusi white coat hipertensi pada pasien yang baru di

diagnosa sebagai hipertensi dimana belum dijumpai tanda

end-organ damage

Pasien hipertensi yang digolongkan borderline atau hipertensi yang

labil

Untuk menilai penatalaksanaan hipertensi yang tekanan darahnya

susah dikontrol walaupun telah menggunakan obat anti hipertensi

yang optimal( dengan ≥ 3 obat anti hipertensi)

Pada pasien yang mengalami perburukan target organ,walaupun

(25)

Untuk menilai adekuat tidaknya kontrol TD selama 24 jam pada

pasien yang memiliki risiko tinggi cardiovaskular event pada pasien

yang kontrol ketat TD sangat diperlukan misal pada pasien paska

stroke dan diabetes

Pada pasien hipertensi usia tua yang diberi terapi awal anti

hipertensi

Pada pasien yang diduga sinkop atau hipotensi ortostatik

Pada pasien dengan bukti adanya episod hipertensi

Pada pasien kehamilan dengan hipertensi

Pada masa sekarang alat ini tersedia dalam bentuk bebat lengan ukuran standar yang dilekatkan pada lengan atas setentang arteri

brachialis yang dihubungkan oleh suatu pipa karet dengan mesin yang

diletakkan pada bagian pinggang sebagai pemompa otomatis yang

bekerja setiap 15 menit atau 30 menit pada siang hari dan setiap 30 menit

-1 jam pada malam hari.17,41 Tekanan darah yang tercatat dapat diketahui

baik melalui suatu mikropon kecil yang ada di bawah bebat lengan atau

melalui oscillometry yang mampu mencatat perubahan kecil pada tekanan

sistolik dan diastolik dan rata-rata nilai tekanan sistol. Pencatatan pada

siang hari (day time) biasanya dimulai pukul 6 pagi–20 malam,dan

pencatatan malam hari dimulai pukul 20 malam – 6 pagi.

Interpretasi hasil sebaiknya mempertimbangkan pencatatan aktivitas

sehari hari dan waktu makan obat anti hipertensi.

Bila hasil pengukuran tekanan darah malam hari (saat tidur malam)

(26)

disebut “ dippers” dan jika nilainya < 10% disebut “non dippers” dan

keadaan ini dikenal juga dengan penumpulan TD malam hari dan

umumnya dijumpai pada pasien-pasien GGK. Beberapa keadaan dijumpai

reverse dipping” dimana TD pada waktu tidur malam sama atau lebih

tinggi daripada level TD pada siang hari

Nilai normal tekanan darah yang diukur dengan ABPM untuk dewasa

adalah :

< 135/85 mmHg untuk siang hari

< 120/75 mmHg untuk malam hari

< 130/80 mmHg untuk waktu 24 jam. 17,18,39

2.4.1. BEBERAPA PENELITIAN YANG MELIBATKAN PEMAKAIAN ABPM Selama dekade terakhir ini,beberapa penelitian prospektiv menunjukkan bahwa pengukuran tekanan darah dengan ABPM

memberikan prediksi lebih baik terhadap kejadian kardiovaskuler dan

serebrovaskuler dibandingkan pemeriksaan TD klinik sehari-hari.15,19,41,42 Penelitian kohort retrospektiv yang dilakukan baru-baru ini

memperlihatkan bahwa pasien-pasien yang menunjukkan peninggian

tekanan darah ketika diperiksa di klinik tetapi dengan alat ABPM

didapatkan TD rata-rata 24 jam nya < 130/80 mmHg risiko mendapatkan

gangguan kardiovaskulernya hampir sama dengan orang yang

normotensi.15,42

(27)

bahwa peningkatan 10 mmHg TD sistol atau peningkatan 5 mmHg TD

diastol berhubungan degan peningkatan risiko kematian oleh sebab stroke

sebesar ± 40% dan peningkatan risiko kematian oleh karena penyakit

jantung koroner sebesar ± 30%.15

Pada suatu penelitian tersamar ganda, Staessen dkk(1999)

membandingkan perbedaan prognostik yang signifikan dari pemeriksaan

TD konvensional dengan ABPM pada 808 pasien usia tua dengan isolated

hipertensi dan mendapatkan kesimpulan bahwa TD sistol yang diukur

dengan ABPM merupakan prediktor komplikasi kardiovaskuler yang

signifikan dibandingkan dengan TD yang diukur secara konvensional di

klinik.20

Eamon dolan dkk (2002) dalam penelitian prospektiv yang

membandingkan ABPM dengan pemeriksaan TD klinik dalam

memprediksi mortalitas memdapatkan hasil bahwa ABPM lebih superior

dalam memprediksi kematian oleh karena kardiovaskuler dibandingkan

pengukuran TD klinik dan TD malam hari adalah prediktor yang paling

penting dalam memperkirakan klinis akhir pasien.15

2.4.2. ABPM PADA PASIEN GGK YANG MENJALANI HEMODIALISIS

Paolettti dkk (2006) dalam suatu penelitian kohort pada pasien GGK

yang pertama kali dirujuk ke nefrologis dan dilakukan pemeriksaan ABPM

mendapatkan kesimpulan bahwa pada pasien GGK yang belum menjalani

(28)

dengan peningkakatan tekanan-nadi malam hari, diduga ini

menggambarkan adanya kerusakan vaskuler dan menetapkan bahwa

ABPM adalah alat yang paling terpercaya untuk mendeteksi hubungan

antara peningkatan TD malam hari dengan kerusakan ginjal.21,43

Hartung Jacob dkk (1996) dalam penelitian retrospektif pada 6116

pasien GGK non-DM yang belum menjalani dialisis mendapatkan hasil

frekwensi non-dipper yang tinggi (61%) dan berhubungan secara

signifikan dengan peningkatan kreatinin serum, ekskresi albuminuria yang

tinggi dan laju progresi penurunan fungsi ginjal yang lebih buruk dan

sebagai kesimpulan peneliti mendapatkan bahwa ABPM lebih terpilih

pada pasien hipertensi yang terkontrol pada TD borderline dan

memberikan informasi signifikan yang relevan dengan proses penentuan

tindakan klinis medis dibanding dengan pengukuran TD di klinik. 44

Pada pasien gagal ginjal kronis dijumpai perubahan pola sirkadian tekanan darah, yaitu adanya pola non-dipping dalam arti pada pasien

terjadi hipertensi saat tidur. Berdasarkan laporan National Kidney

Foundation/ Dialysis Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) 2004,

pasien-pasien gagal ginjal yang menjalani HD memiliki prevalensi pola tekanan

darah non-dipping yang tinggi yaitu sebesar 67%.38 Mekanisme yang

dapat menerangkan abnormalitas ini belumlah jelas diketahui, tetapi diduga

berhubungan dengan over- hidrasi, gangguan fungsi saraf otonom dan

sleep apnoe. Prakash S dkk mendapatkan hasil bahwa abnormalitas

penurunan tekanan darah ini tidak tergantung pada penyakit yang

(29)

Pada pasien DM tipe 1 dan 2 Pola non-dipping ini lebih sering dijumpai

dibandingkan dengan non-DM. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa

non-diping mungkin merupakan petanda yang menggambarkan telah

berkembangnya mikroalbuminuria dan diabetik nefropati, dalam arti lain

non-dipping merupakan petanda telah terjadi kerusakan ginjal. Menurut

laporan beberapa penelitian pola non-dipper yang terjadi pada pasien DM

dihubungkan dengan terjadinya disfungsi otonomik dan hipervolemia

tetapi mana yang menjadi penyebab utama masih belum jelas.30,33,46

M Rutter dkk mendapatkan hasil adanya mikroalbuminuria yang

berhubungan dengan disfungsi otonomik dan ini menunjukkan buruknya

prognosa pasien DM 2. Lurbe dkk melaporkan bahwa dengan ABPM

diketahui bahwa peningkatan tekanan darah sistol malam hari mendahului

terjadinya mikroalbuminuria pada pasien DM 1.47,48

Nielsen FS dkk dalam penelitiannya tidak mendapatkan bukti bahwa

keadaan overhidrasi yang menyebabkan pola non-diping pada ND yang

disebabkan DM 2 tetapi menyimpulkan dari penelitian ini bahwa

menetapnya aktivitas adrenergik selama tidur lah (ditandai dengan

peningkatan kadar nor-epineprin darah) yang lebih memainkan peranan

penting pada terjadinya status non-diper pada pasien ND.49

Hubungan antara non-diping dan diabetes yang diduga berhubungan

dengan lebih meningkatnya morbiditas karena kardiovaskuler pada pasien

DM. Terjadinya hipertensi memiliki keterkaitan erat dengan hipertropi

(30)

disebabkan oleh peningkatan beban TD akibat sekunder dari adanya

non-dipping dan tingginya TD malam hari.40

Banyaknya penelitian yang melaporkan tentang tingginya angka

morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan abnormalitas pola sirkadian

tekanan darah dan ini ditemukan pada pasien DM dari awal

perkembangan penyakitnya sampai pada penyakit GGK tahap akhir yang

memerlukan tindakan dialisis maka penggunaan ABPM sebagai alat

diagnostik dan panduan dalam pemberian terapi antihipertensi pada

pasien GGK menjadi penting seperti yang direkomendasikan oleh

kelompok kerja National Kidney Foundation/ Dialysis Outcomes Quality

(31)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1. Latar belakang.

Pada dekade terakhir ini dijumpai perkembangan yang pesat

mengenai pemanfaatan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM)

dalam bidang penelitian dan kegunaannya dalam pemakaian klinik.

Pengukuran tekanan darah ambulatorik merupakan cara pengukuran

tekanan darah selama 24 jam dan hasil pengukuran dapat dilihat melalui

alat yang menampilkan gambaran tekanan darah yang lebih akurat.15,17

Irama sikardian tekanan darah ditandai dengan pola penurunan

tekanan darah pada malam hari yang disebut sebagai “dippers”,

sedangkan tidak dijumpainya penurunan tekanan darah pada malam hari

disebut “non dippers”. Pola tekanan darah non dippers sering

berhubungan dengan kerusakan target organ seperti kardiovaskuler dan

serebrovaskuler. Dilaporkan bahwa pola non dippers menunjukkan

prognosis jangka panjang yang lebih buruk dibanding dippers baik pada

orang yang hipertensi maupun normotensi.13-15,20,42

Beberapa studi melaporkan bahwa tekanan darah yang diukur

dengan pemantauan ambulatorik selama 24 jam menunjukkan bahwa

tekanan darah malam hari memberikan informasi klinis yang penting dan

dapat digunakan sebagai prediktor yang lebih baik untuk mengetahui

morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler, dan juga dapat memprediksi

(32)

darah yang sesaat di klinik.15,17 Hal ini didukung oleh sebuah penelitian

kohort retrospektif yang dilakukan baru-baru ini memperlihatkan bahwa

pasien-pasien yang menunjukkan peninggian tekanan darah ketika

diperiksa di klinik tetapi dengan alat ABPM didapatkan tekanan darah

rata-rata 24 jam < 130/80 mmHg berisiko mendapatkan gangguan

kardiovaskuler hampir sama dengan orang yang normotensi.15,42

Menurut penyebab dan kelainan patologik penyakit ginjal dapat

dibagi atas 3 kelompok yaitu; penyakit ginjal diabetik, penyakit ginjal non

diabetik dan penyakit ginjal transplan. Di Indonesia sampai sekarang ini,

penyebab terbanyak dari GGK yang menjalani hemodialisis adalah

glomerulonefritis kronik, namun terlihat kecenderungan peningkatan

penyakit DM terutama DM tipe 2 yang berlanjut menjadi Nefropati Diabetik

(ND) sebagai salah satu alasan pasien memerlukan terapi pengganti

ginjal. 5,26

Sekitar 20-30% DM tipe 1 dan DM tipe 2 akan berkembang menjadi

ND dan sebagian dari ND ini akan berlanjut menjadi Penyakit Ginjal Tahap

Akhir atau Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang memerlukan tindakan dialisis.

Nefropati Diabetik ditandai dengan mikroalbuminuria persisten,

peningkatan tekanan darah, penurunan laju filtrasi glomerular dan

peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. 5

Pasien DM tipe 1dan tipe 2 dengan mikroalbuminuria memiliki

korelasi yang kuat dengan pola non dipping tekanan darah. Pada

penelitian Farmer dkk, bukti klinis menunjukkan disfungsi otonomik pada

(33)

dipping, oleh karenanya pola non dipping sebagai hasil pengukuran ABPM

dapat digunakan sebagai petanda lain bahwa telah terjadi perburukan

ginjal pada pasien-pasien DM sebelum sampai pada stadium penyakit

ginjal tahap akhir yang memerlukan tindakan dialisis.21

Hipertensi adalah keadaan yang paling sering dijumpai pada pasien

penyakit ginjal kronis dan dijumpai perubahan pola sirkadian tekanan

darah pada pasien-pasien ini, terutama pada pasien GGK yang menjalani

Hemodialisis (HD). Prevalensi hipertensi yang pernah dilaporkan pada

populasi ini adalah antara 60-100% dan keadaan ini mengakibatkan

peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler pada pasien pria dan kejadian

stroke iskemik pada pasien wanita dan meningkatkan mortalitas secara

independen. 5,21,44 Abnormalitas sirkadian tekanan darah menetap pada

pasien-pasien yang menjalani hemodialisis, prevalensi yang pernah

dilaporkan bervariasi sebesar 22,2% menurut Korzets dkk (1994) sampai

80-100% oleh Ertuks S dkk (1996).21,50

Pengukuran ABPM pada gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis memberikan informasi yang berguna dalam pemanfaatannya

dalam hal panduan terapi hipertensi untuk mencapai kontrol tekanan

darah yang adekuat yang dapat mencegah progresivitas penyakit dan

komplikasi kardiovaskuler dan serebrovaskuler.42

Dari uraian diatas peneliti ingin mengetahui pola tekanan darah 24

(34)

1. Perumusan Masalah

1) Bagaimana pola tekanan darah 24 jam pasien Nefropati Diabetik

yang menjalani HD reguler.

2) Apakah terdapat perbedaan pola tekanan darah 24 jam antara

pasien yang menjalani HD reguler dengan penyebab diabetik dan

non diabetik.

3. Hipotesis

1) Pola tekanan darah 24 jam pasien Nefropati Diabetik yang

menjalani HD reguler umumnya adalah non dippers

2) Terdapat perbedaan pola tekanan darah 24 jam antara pasien yang

menjalani HD reguler dengan penyebab diabetik dan non diabetik.

4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pola tekanan darah 24 jam pada pasien Nefropati

Diabetik yang menjalani HD reguler

5. Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui pola tekanan darah 24 jam kita dapat

mengetahui informasi sebenarnya keadaan tekanan darah pasien

b. Sebagai panduan dalam pemberian anti hipertensi pada pasien

(35)

c. Dapat memprediksi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada

pasien Nefropati Diabetik yang menjalani HD reguler

D. KERANGKA KONSEPSIONAL

Sebab Non-ND: GNK

HN PGOI

ABPM 24 jam

ABPM 24 jam

NonDippers Dippers NonDippers

Dippers

Sebab ND

HD reguler

E. TINJAUAN PUSTAKA

Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) pertama sekali

dipergunakan pada tahun 1960an dan pada tahun-tahun terakhir ini telah

banyak digunakan dalam bidang penelitian dan mulai digunakan dalam

pemakaian klinis. Penelitian Sokolow dkk (1966) melaporkan pada

awalnya nilai alat ini sebagai alat diagnostik dan kegunaannya dalam hal

panduan terapi hipertensi .14

Seiring dengan semakin banyaknya penelitian retrospektif yang

menggunakan alat ini salah satunya seperti yang dilaporkan oleh Imai Y

(36)

lebih baik dalam hasil akhir klinis dibanding pengukuran tekanan darah di

klinik.17

Pada masa sekarang alat ini tersedia dalam bentuk bebat lengan

ukuran standar yang dilekatkan pada lengan atas setentang arteri brakialis

yang dihubungkan oleh suatu pipa karet dengan mesin yang diletakkan

pada bagian pinggang sebagai pemompa otomatis yang bekerja setiap 15

menit atau 30 menit pada siang hari dan setiap 30 menit -1 jam pada

malam hari. Tekanan darah yang tercatat dapat diketahui baik melalui

suatu mikrofon kecil yang ada di bawah bebat lengan atau melalui

oscillometry yang mampu mencatat perubahan kecil tekanan darah sistolik

dan diastolik dan rata-rata nilai tekanan sistolik. Pencatatan pada siang

hari (day time) biasanya dimulai pukul 6 pagi – 20 pada malam,dan

pencatatan malam hari dimulai pukul 20 malam – 6 pagi.

Interpretasi hasil sebaiknya mempertimbangkan pencatatan aktivitas

sehari hari dan waktu makan obat anti hipertensi.

Bila hasil pengukuran tekanan darah malam hari >10% atau >10/5 mmHg

dibandingkan dengan tekanan darah siang hari disebut “dippers” dan jika

< 10% disebut “non dippers”.14,17,41

Nilai normal tekanan darah yang diukur dengan ABPM untuk dewasa

adalah :17

< 135/85 mmHg untuk siang hari

< 120/75 mmHg untuk malam hari

(37)

Klasifikasi dippers dan non dippers pada tekanan darah malam hari

pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1988 pada penelitian retrospektif

yang mendapatkan hasil bahwa keadaan non dippers pada pasien

hipertensi memberikan prognosa yang lebih buruk pada serebrovaskuler.

Lebih lanjut lagi 3 penelitian longitudinal pada pasien hipertensi

menunjukkan bahwa non dippers memberikan prognosis yang buruk pada

kardiovaskuler dan merupakan prediktor kematian seperti yang dilaporkan

oleh Dolan dkk, bahwa setiap peningkatan 10 mm rata-rata tekanan

darah sitolik malam hari risiko kematian akan meningkat sebesar 21% . 15

Ohkubo dkk dalam penelitian Ohasama (1999) yang melibatkan

1542 subjek penelitian yang diikuti selama kurang lebih 6 tahun

menemukan bahwa rentang tekanan darah optimal yang dapat

memberikan prognosis yang baik terhadap risiko kematian kardiovaskuler

adalah tekanan sistolik sebesar 120-133 mmHg dan tekanan diastolik

sebesar 65-78 mmHg dengan pengukuran ABPM. 17

Oleh karena kemampuannya yang lebih superior ini maka ABPM

dapat dianggap sebagai baku emas untuk memprediksi risiko yang

berhubungan dengan peningkatan tekanan darah.14

Pada banyak negara seperti Amerika, Eropa dan Jepang diketahui

bahwa Diabetes Melitus (DM) terutama DM tipe 2 menunjukkan

peningkatan yang tinggi. Sekitar 20-30% pasien DM terdapat keterlibatan

dengan ginjal yang dikenal sebagai penyakit ginjal diabetik. Oleh karena

kecenderungan peningkatan DM juga terjadi di banyak negara

(38)

disebabkan ND yang memerlukan dialisis kronis semakin meningkat. Pada

masa sekarang ini para nefrologis menekankan pada usaha pencegahan

ataupun memperlambat progresivitas terkait penyakit ini, dimana kontrol

hipertensi merupakan salah satunya. 30,33,46

Pada pasien gagal ginjal kronis dijumpai perubahan pola sirkadian

tekanan darah, yaitu adanya pola non dipping dalam arti pada pasien

terjadi hipertensi saat tidur. Berdasarkan laporan National Kidney

Foundation/ Dialysis Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) 2004,

pasien-pasien gagal ginjal yang menjalani HD memiliki prevalensi pola tekanan

darah non dipping yang tinggi yaitu sebesar 67%.39 Mekanisme yang

dapat menerangkan abnormalitas ini belumlah jelas diketahui, tetapi diduga

berhubungan dengan over-hidrasi, gangguan fungsi saraf otonom terutama

sistim saraf parasimpatis dan sleep apnoe. Abnormalitas penurunan

tekanan darah ini tidak tergantung pada penyakit yang mendasari kelainan

ginjal.45

Pola non-dipping ini juga dijumpai pada pasien DM tipe 1 dan 2 dan

keadaan ini berhubungan dengan adanya mikroalbuminuria yang

merupakan petanda telah terjadinya kerusakan ginjal. Menurut laporan

beberapa penelitian pola nondipping yang terjadi pada pasien DM

dihubungkan dengan terjadinya disfungsi otonomik dan hipervolemia.

Rutter M dkk melaporkan mikroalbuminuria berhubungan dengan disfungsi

otonomik dan ini menunjukkan buruknya prognosis pasien DM tipe 2.

(39)

diketahui bahwa peningkatan tekanan darah sistolik malam hari

mendahului terjadinya mikroalbuminuria pada pasien DM tipe 1.14,41,47,48

Banyaknya penelitian yang melaporkan tentang tingginya angka

morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan abnormalitas pola sirkadian

tekanan darah maka kelompok kerja K/DOQI merekomendasikan ABPM

sebagai alat diagnostik dan panduan dalam pemberian terapi

antihipertensi pada pasien GGK.39

F. BAHAN DAN CARA 1. Desain penelitian

Penelitian dilakukan secara cross-sectional, analisis dengan metode

deskriptif analitik.

2. Waktu dan tempat penelitian.

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari – April 2008, di RSUP. H.

Adam Malik Medan, RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan RS Swasta

dengan fasilitas Hemodialisis.

3. Populasi terjangkau

Semua penderita yang menjalani HD reguler di ruang Hemodialisis di

RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan RS

Swasta dengan fasilitas HD.

4. Kriteria inklusi

Penderita yang menjalani HD regular

5. Kriteria eksklusi

(40)

6. Besarnya sampel

Menentukan besar sampel digunakan perkiraan sampel untuk estimasi

proporsi suatu populasi dengan menggunakan ketepatan absolut.

Rumus yang digunakan : N = (Z ) 2 P.Q

d 2

dimana Z = nilai baku normal berdasarkan = 0,05 Z = 1,96

P = Proporsi penderita hipertensi pada GGK yang menjalani HD

rutin diasumsikan 67 % 0,67

d = Presisi (besarnya penyimpangan yang masih dapat ditolerir)

Ditentukan 20%

Q = (1 – p) = ( 1 – 0,67 ) = 0,33

N = ( 1,96 )2 x 0.67 x 0,33 21.23 22 orang

(0,2)2

7. Cara penelitian

Setiap pasien yang menjalani HD reguler yang ikut dalam penelitian

dilakukan pemantauan tekanan darah ambulatorik selama 24 jam dengan

alat ABPM space lab model 90207. Alat ini dipasang pada lengan yang

non dominan selama 24 jam. Alat ini akan merekam secara otomatis

setiap 30 menit saat aktifitas (day time) dan setiap 60 menit saat tidur

(night time) diantara 2 jadwal HD yang berurutan. Anjuran untuk tetap

melakukan aktifitas rutin sehari-hari dan mencatat aktifitas tersebut pada

formulir yang telah disediakan. Data dikalkulasi menurut hipertensi,

(41)

Semua pasien didata lamanya menderita DM dan hipertensi, usia, jenis

kelamin, dan obat-obat anti hipertensi yang sedang digunakan.

8. Analisis data

Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Data diolah dengan

menggunakan perangkat lunak SPSS 11,5 dengan tingkat kemaknaan

p < 0,05.

9. Defenisi operasional.

• Pola Tekanan darah 24 jam : Pola tekanan darah yang

dimonitor selama 24 jam dengan menggunakan alat ABPM

space lab model 90207.

• Non dippers: Pola tekanan darah yang didapat apabila hasil

perhitungan 1- nilai rata-rata tekanan darah night time (jam

22.00 – 06.00)/ nilai rata-rata tekanan darah day time (jam

06.00 – 22.00) x 100% adalah < 10% 1,6

• Dippers : Pola tekanan darah yang didapat apabila hasil dari

perhitungan 1 –nilai rata-rata tekanan darah night time (jam

22.00 – 06.00) / nilai rata-rata tekanan darah day time ( jam

06.00 – 22.00) x 100% adalah >10% 1,6

• Penderita GGK yang disebabkan ND: Ditegakkan apabila

dijumpai penurunan laju filtrasi glomerulus yang disebabkan

nefropati sebagai komplikasi penyakit diabetes melitus yang

(42)

G. KERANGKA OPERASIONAL

Sebab ND

ABPM 24 jam diantara 2 jadwal HD

berdekatan

Non Dippers/ Dippers

HD reguler

Sebab Non ND

Dippers/ Non Dippers

ABPM 24 jam diantara 2 jadwal HD

berdekatan Anamnesis

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Karakteristik subjek penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Januari sampai juni 2008 terhadap

pasien GGK yang menjalani hemodialisis reguler dan didapatkan 44

pasien yang memenuhi kriteria penelitian di Klinik Hemodialisa Rasyida

Medan. Dari 44 subjek penelitian ini terdapat laki-laki 29 orang (65,9%)

[image:43.595.107.566.328.734.2]

dan perempuan 15 orang (34,1%),

TABEL.1 Karakteristik Penderita GGK Yang Menjalani HD Berdasarkan Penyebab GGK ND dan non-ND

ND Non-ND p 22 22

Umur (thn) (mean) 57,77±8,34 53,23±8,94 0,089

J kelamin : 0,340 Pria 16 (36,4%) 13 (29,5%)

Wanita 6 (13,6%) 9 (20,5%) TD sistol (mean) 158,55±24,45 148,95±27,84 0,231 TD diastol (mean) 91,82±14,71 88,36±13,58 0,423 Macam obat anti-HT:

• 0 macam 2 (4,5%) 9 (20,5%)

• 1 macam 11 (25%) 7 (15,9%) 0,115 • 2 macam 7 (15,9%) 6 (13,6%)

• 3 macam 1 (2,3%) - • 4 macam 1 (2,3%) -

(44)

dan tidak dijumpai perbedaan bermakna pada rata-rata umur, TD sistol

dan diastol pada saat dimulainya dialisis, demikian juga tidak dijumpai

perbedaan bermakna dari lama dialisis dilakukan(bulan) ataupun waktu

yang diperlukan dalam 1 kali sesi dialisis serta besaran Intra Dialytic

Weight Gain (IDWG) pada kelompok ND maupun non-ND. Dijumpai

bahwa kelompok pasien non-ND memiliki waktu yang lebih lama dalam

melakukan 1 kali sesi hemodialisis dengan p = 0,037(tabel 1)

[image:44.595.105.516.373.582.2]

4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil ABPM

Tabel.2. Karakteristik Dasar Penderita GGK Yang Menjalani HD berdasarkan pola pemeriksaan ABPM (Non dipper dan Dipper)

Non Dipper Dipper p 32 12

Umur (thn) 55,19 ±8,92 56,33 ±8,98 0,707 TD sistol 158,13 ±24,48 142,08±28,62 0,072 TD diastol 91,66 ±13,12 85,92 ±16,30 0,233 Lama HD (bulan ) 27,78 ±4054 24,75±28,34 0,644 Lama 1 kali sesi HD (jam) 4,44 ±0,51 4,58 ±0,52 0,394 IDWG 3,22 ±1,62 2,50 ±13,84 0,317

Setelah dilakukan pemeriksaan ABPM pada kelompok pasien yang

terpilih, tanpa memandang penyebab GGK apakah ND dan non-ND,

didapatkan hasil: ada sebanyak 32 (72%) pasien yang non dipper (terdiri

dari 19 pasien dari kelompok ND dan 13 kelompok non-ND). Tidak

(45)

umur, TD sistol, TD diastol, Lama melakukan dan waktu 1 kali sesi

hemodialisis serta IDWG, tabel 2.

[image:45.595.110.518.225.416.2]

4.1.3. Perbedaan Hasil ABPM antara GGK sebab ND dan Non-ND TABEL.3. Hasil ABPM Pada GGK Yang Menjalani HD Berdasarkan Penyebab

ND Dan Non-ND

24 JAM MONITORING ND Non-ND p SIANG HARI

• TD SISTOLIK (mmHg) 151,55±21,97 146,32±26,21 0,477 • TD DIASTOLIK (mmHg) 82,73±13,92 83,82±15,48 0,807 MALAM HARI

• TD SISTOLIK (mmHg) 149,14±20,82 138,82±27,00 0,164 • TD DIASTOLIK (mmHg) 81,0±13,05 79,82±15,36 0,785 TD sistolik 24 jam 150,77±20,47 143,14±26,04 0,286 TD diastolik 24 jam 82,18±13,36 82,14±15,74 0,992

Dari hasil pemeriksaan ABPM terhadap kelompok pasien dengan

penyebab ND dan non-ND didapatkan hasil sebagai berikut; Tidak

dijumpai perbedaan dari hasil yang diperlihatkan baik dari TD selama

siang hari , TD selama waktu malam hari dan beban TD selama 24 jam

baik sistol maupun diastol, tabel 3.

Pada kelompok pasien dengan sebab ND, hasil ABPM yang

diperlihatkan yang membagi kelompok ini berdasarkan pola dipper dan

non-dipper, tidak dijumpai perbedaan bermakna dari variabel

pengukurannya baik dari TD selama siang hari , TD selama waktu malam

(46)
[image:46.595.107.514.102.313.2]

Tabel . 4. ABPM Pada Pasien ND Berdasarkan Pola Dipper dan Non dipper 24 JAM MONITORING Dipper

3

Non- Dipper 19

p

SIANG HARI

TD SISTOLIK (mmHg) TD DIASTOLIK (mmHg) MALAM HARI

• TD SISTOLIK (mmHg) • TD DIASTOLIK (mmHg) TD sistolik 24 jam

TD diastolik 24 jam

149,33±30,89 80,67±18,53 134,67±30,44 71,67±15,95 140,00±24,64 76,67±17,01 151,89±21,36 83,05±13,67 151,42±19,04 82,47±12,39 152,47±19,97 83,05±13,04 0,856 0,790 0,202 0,189 0,339 0,455

Setelah dilakukan analisa chi-square test dari variabel dengan pola

non dipper dan dipper berdasarkan penyebab ND dan non-ND didapatkan

hasil ada perbedaan bermakna dari hasil ABPM pada kelompok dengan

penyebab GGK Diabetik Nefropati dibanding dengan non-ND dimana

pada kelompok pasien ND dijumpai lebih banyak pola ABPM yang

non-dipper dibanding yang non-DN dengan p = 0,042. Tetapi penyebab GGK

Diabetik Nefropati bukan lah faktor risiko untuk mendapatkan hasil ABPM

non-dipper dengan odd ratio = 0,228, tabel 5.

Tabel. 5.Pola Non Dipper - Dipper Pada Pasien GGK Menurut Penyebab ND Dan Non-ND

Non Diper Diper p Odd ratio

DN Non DN

19 (43,2%) 3 (6,8%)

13 (29,5%) 9 (20,5%) 0,042

[image:46.595.105.521.599.698.2]
(47)

4.2. PEMBAHASAN

ND sebagai penyebab GGK tahap akhir yang mendorong pasien

untuk melakukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis, pada dekade

terakhir ini insidensinya semakin meningkat.1,2

Hipertensi pada pasien-pasien GGK yang menjalani dialisis merupakan

kejadian yang sering dijumpai dan hipertensi ini merupakan faktor risiko

yang penting untuk meningkatnya mortalitas pasien karena penyakit

kardiovaskuler.

Telah dilaporkan bahwa ABPM adalah metoda pengukuran TD yang

baik dalam menghasilkan informasi mengenai TD siang sampai malam

hari. Hasil pengukuran ABPM ini pada banyak penelitian dilaporkan

berhubungan dengan kerusakan target organ terutama pada pasien

dengan hasil TD yang menunjukkan adanya pola abnormal TD yaitu

non-dipper.14,17,40

Dari informasi pola TD harian yang didapatkan dari pengukuran

ABPM juga dapat dilakukan modifikasi waktu pemberian obat yang dapat

merubah pola non-dipper menjadi pola dipper dan diharapkan dapat

merubah preditor mortalitas pasien menjadi lebih baik.23

Beberapa penelitian menduga adanya relevansi status dipper atau

non-dipper dalam perkembangan penyakit kardiovaskuler ataupun

penyakit ginjal. Begitupun penelitian lebih lanjut diharapkan dapat

mengindentifikasi faktor-faktor apa yang sebenarnya berkontribusi dalam

menghasilkan variabilitas pola TD ini.

(48)

dan ini diduga berhubungan dengan adanya hipertensi pada

pasien-pasien ini dan peningkatan mortalitas.10,12,13,18,22

Pada pasien DM dengan tahap ND tetapi belum menunjukkan Gagal

ginjal, telah didapatkan abnormalitas pola TD yaitu non-dipper seperti

yang dilaporkan oleh Farmer dkk dan dalam penelitiannya mereka

mendapatkan adanya hubungan telah terjadinya disfungsi otonomik pada

pasien ND dengan adanya abnormalitas ini.21

Pada penelitian ini, didapatkan ada perbedaan bermakna antara

status non-dipper antara pasien-pasien yang menjalani HD reguler pada

GGK oleh sebab ND dibandingkan dengan Non-ND dengan P = 0,042.

Tetapi pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ND sebagai penyebab

GGK bukanlah faktor risiko untuk mendapatkan hasil ABPM yang

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1.Terdapat perbedaan yang bermakna dari pola non-dipper pada

pasien GGK dengan HD reguler oleh sebab DN dibandingkan

Non-DN,dimana pola non dipper lebih banyak dijumpai GGK yang

disebabkan DN

2. DN sebagai penyebab GGK bukanlah faktor risiko untuk

mendapatkan hasil pengukuran ABPM menjadi non-dipper

5.2. SARAN

1. Pada pasien GGK yang menjalani HD perlu dilakukan

pemeriksaan ABPM untuk mengetahui pola TD harian , sehingga

dapat memodifikasi waktu pemberian obat pada pasien.

2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk

dapat memastikan apakah pola non-dipper dapat dipakai sebagai

prediktor mortalitas karena kardiovaskuler pada pasien-pasien

(50)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Ritz E. Miltenyi GM. Rychlik I. Fliser D. Endstage renal failure in

diabetes type II- a silent epidemic. Nephrology J. 1999; 8: 299-302

2. Raine AEG. The rising tide of diabetic nephropathy---the warning

before the flood?. Nephrol Dial Transplant. 1995; 460-61

3. Sukandar E. Gagal Ginjal Kronik dan terminal. Dalam: Nefrologi

klinik, edisi III, Bandung : Penerbit Pusat Inforamsi Ilmiah Bag Ilmu

Penyakit Dalam FK. UNPAD, 2006.h 465-524

4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, edisi IV, Jakarta, Deparemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI :

2006. hal 581-4

5. Wiguno P. Penatalaksanaan Nefropati Diabetik.Dalam Current

Diagnosis and Treatment in Internal Medicine.2002: 21-27

6. Lok CE. Oliver MJ. Rothwell DM. Hux JE. The growing volume of

diabetes related dialisys: a population based study. 2004; 19:

3098-103

7. Goicoechea M. De Vinuesa SG. Campdera FG. Luno J. Predictive

cardiovascular risk factors in patients with chronic kidney disease

(CKD). Kidney International. 2005; 93: S35-8

8. Locateli F, Brommer J, London GM, Malo AM, Wanner C, Yaqoob

M et al. Cardiovacular disease determinants in chronic renal failure;

clinical approach and treatment. In Nephrol Dial Transplant, 2001;

(51)

9. Rostand SG. Brunzell JD. Cannon RO. Victor RG. Cardiovascular

complications in renal failure. In : Am Soc Nephrol, 1991; 2 (6):

1053-62

10. Sturrock N DC, George E, Pound N, Stevenson J, Peck GM,

Sowter H. Non-dipping circadian blood pressure and renal

impairment are associated with increased mortality in diabetes

mellitus. Diabetic Medicine 2000; 17: 360-64

11. Brown JH. Hunt LP. Vites NP. Shrt CD. Gokal R. Malick NP.

Comparative mortality from cardiovaskular disease in patients with

chronic renal failure. In : Nephrol Dial Transp.1994; 9(8): 1136-42

12. Tonbul Z. Altintepe L. Sozlu C. Yildiz A. Turk S. Ambulatory blood

pressure monitoring in haemodialysis and continuous ambulatory

peritoneal dialysis (CAPD) patients. Journal of Human

Hypertension. 2002;16: 585-89

13. Amar J.Isabelle V. Rossignol E et al. Nocturnal blood pressure and

24-hour pulse pressure are potent indicators of mortality in

hemodialysis patients. Kidney International. 2000;57: 2485-2491

14. Pickering TG, Daichi Shimbo, D Phil, Donald Haas. Ambulatory

Blood Pressure Monitoring. N Engl J Med. 2006; 354: 2368-2374

15. Eamon Dolan,Alice Stanton,et al.Superiority of Ambulatory Over

Clinic Blood Pressure Measurement in Predicting Mortality.The

Dublin Outcome Study.Hypertension.2007:156-160

16. Redon J. The normal circadian patern of blood pressure:

(52)

17. Barry P Mc Grath.Ambulatory blood pressure monitoring. MJA

2002;176:588-592

18. Mitra S. Chandna SM. Farrington K. What is hypertension in

chronic haemodialysis? The role of interdialytic blood pressure

monitoring. Nephrol Dial Transplant. 1999; 14: 2915-21

19. Verdecchia P. Angeli F. Gattobigio R. Clinical Usefulness of

Ambulatory Blood Pressure Monitoring. J Am Soc Nephrol. 2004;

15: S30-3

20. Jan A Staessen. Leszek Bieniaszewksi et al. Nocturnal Blood

Pressure Fall on Ambulatory Monitoring in a Large International

Database.J Hypertension.1997;29: 30-39

21. Adrian Covic. Goldsmith DJA. Ambulatory Blood Pressure

Monitoring in Nephrology. Focus on BP variability. J Nephrol 1999;

12: 220-29

22. Adrian Covic. Goldsmith D. Ambulatory blood pressure monitoring:

an essential tool for blood pressure assessment in uraemic

patients. Nephrol Dial Transplant. 2002; 17:1737-41

23. Minutolo R.Gabbai FB.Borelli S et al. Changing the Timing of

Antihypertensive Therapy to Reduce Nocturnal Blood Pressure in

CKD: An 8-Week Uncontrolled Trial. American Journal of Kidney

Disease 2007;50(6): 908-17

24. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic renal failure. In : Kasper

DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jamesan JL,

editors. Harrison’s manual of medicine 16th ed. New York. Mc Graw

(53)

25. Clinical practice guideline on hypertension and antihypertensive

agents in chronic kidney disease (CKD). Indian J Neohrol. 2005;

15: S14-S22

26. Susalit E.Rekomendasi Baru Penatalaksanaan Penyakit Ginjal

Kronik. Dalam: Penayakit Ginjal Kronik dab Glomerulopari:Aspek

Klinis dan Patologi Ginjal. THE 3rd Jakarta Nephrology and

Hypertension Course; 2003 May 9-10; PERNEFRI 2003;1-8)

27. Pan Y. Uremic Neuropathy. (Cited on Oct 12, 2005). Available from

: http://www.emedicine.com/neuro/topic 389.htm

28. Kurata C, Uehara A, Sugi T, Ishikawa A, Fujita K, Yonemura K, et

all. Cardiac autonomic neuropahty in patients with chronic renal

failure on haemodilysis. In : Nephron, 2000 : 84 (4) 312-19

29. Rahadjo P. Susalit E. Suhardjono. Hemodialisis. Dalam : Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jakarta Dep. Ilmu Penyakit Dalam,

FKUI : 2006 : 590-1

30. Mark E Cooper. Pathogenesis,prevention and treatment of diabetic

nephropathy. Lancet 1998; 352: 213-219

31. Donaghue KC. Chiarelli F. Trotta D. Allgrove J. Dahl-Jorgensen.

Microvascular and macrovasculer complications. ISPAD Clinical

Practice Consensus Guidelines 2006-2007. Pediatric Diabetes.

2007; 8: 163-70

32. Locatelli F. Pozzoni P. Del vecchio L. Renal Replacement Therapy

in Patients with Diabetes and End-Stage Renal Disease. J Am Soc

(54)

33. Harun Rasyid Lubis. Penyakit Ginjal Diabetik Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid I Edisi keempat, Balai Penerbit FKUI Jakarta

2006:545 - 547

34. Foley RN. Cardivascular Disease and Survival in ESRD. Saudi J

Kidney Dis Transplant.1999; 10(4): 455-63

35. Liu M. Takashi H. Morita Y et al. Non-dipping is a potent predictor of

cardiovascular mortality and is associated with autonomic

dysfunction in haemodialysis patients. Nephrol Dial

Transplant.2003; 18: 563-69

36. Suwitra K. Keterkaitan klinik resiko kardiovaskuler. Dalam : Naskah

lengka “ The 5th Jakaerta Nephrology and Hyperetnsion Course

and symposium on hypertension, Jakarta : PERNEFRI : Mei 2005

h. 75

37. Ritz E, Foley R.N Cardivascular risk Factors. In : Oxford – Text

book clinical Nephrology, 3thed, New York, oxford university press,

2005, p 1769-83

38. Foley RN. Wright JR. Cardiac Function and Cardiac Disease in

Renal failure. In : Primer on Kidney Disease 3thed, New York.

Academic Press, 2001. p 434-8

39. K/DOQI Clinical Practice Guidelines on Hypertension and

Antihypertensive Agent in Chronic Kidney Disease. Technical

Report On Ambulatory Blood Pressure Monitoring In CKD.[ cited

2007 November 13].Available from :

http//www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_

bp/appendix_3.htm

40. Perk G. Mekler J. Ben Ishay D. Bursztyn M. Non-dipping in diabetic <

Gambar

Tabel  2    :
TABEL.1 Karakteristik  Penderita GGK Yang Menjalani HD Berdasarkan
Tabel.2. Karakteristik Dasar Penderita GGK  Yang Menjalani HD berdasarkan
TABEL.3.  Hasil  ABPM Pada GGK  Yang Menjalani HD Berdasarkan Penyebab        ND  Dan  Non-ND
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ketika suhu yang dihasilkan kurang dari standar maka dapat menyebabkan bakpia tersebut menjadi undercook dan lengket, hal ini sering terjadi pada tahap

Guru menerapkan model pembelajaran “ular tangga PAI ( SKI dan Fiqih )” untuk memahami konsep materi sistem yang akan diberikan dengan tahapan sebagai berikut :. • Permainan ini

Begitu juga sebaliknya, hila seseorang memiliki harga diri yang rendah, mak:a orang tersebut ak:an mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang

Kebijakan Travel Ban yang dibentuk oleh Trump Administration dianggap memiliki pengaruh gelombang islamofobia karena menargetkan 8 negara mayoritas Muslim sebagai

Kriteria 1 Perlu Bimbingan 2 Cukup 3 Baik 4 Baik Sekali Pengumpulan data Tidak melakukan Pengumpulan data Sebagian kecil pengumpulan data dilakukan secara

Rancangan SOP prosedur tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan usulan sudah memenuhi persyaratan klausul 8.5.2 dan 8.5.3 ISO 9001:2008 karena sudah tidak

Pada kasidah Hadrah seperti gambar diatas tentu mempunya banyak kesamaan seperti halnya, lirik atau puji-pujian dimainkan dengan duduk atau bersila, jenis kasidah

Value Chain merupakan rantai nilai yang dapat mengetahui kekuatan perusahaan, keuntungan dan kesuksesan dari rantai aktivitas dalam perusahaan atau industri