DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK
DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
ERAWATY RASYID
037011022/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK
DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam
Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERAWATY RASYID
037011022/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah Diuji Pada
Tanggal : 29 Januari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. M. Yamin, S.H., M.S., C.N. Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH
2. Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn
Judul Tesis : DILEMMA ROYA HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK DIKANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Erawaty Rasyid Nomor Pokok : 037011022 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH. MS, CN) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, Sitepu, SH, MH) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH. MS, CN) (Prof. Dr. Ir. T. Charun Nisa B, MSc)
ABSTRAK
Dalam setiap pemberian kredit dengan Hak Tanggungan harus didahului dengan perjanjian hutang piutang antara debitor dan kreditor dengan membuat Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Disamping itu kreditor meminta agar debitor menyerahkan asli sertifikat tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut untuk pelunasan hutang debitor.
Setelah itu PPAT mencek sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kantor Pertanahan untuk mengetahui apakah masih ada beban Hak Tanggungan atau tidak ada, apabila tidak ada kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke Kantor Pertanahan. Kemudian Kantor Pertanahan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah debitor yang ada di Kantor Pertanahan serta menyalin catatan tersebut didalam sertifikat Hak Atas Tanahnya. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Yang Maha Esa. Kemudian sertifikat hak atas tanah dan sertifikat Hak Tanggungan disimpan oleh kreditor.
Setelah debitor melunasi hutangnya kepada kreditor kemudian kreditor membuat surat permohonan roya kepada Kantor Pertanahan yang isinya menyatakan karena hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan sudah lunas maka Hak Tanggungan hapus atas dasar itu mohon roya atau pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah debitor. Dalam surat permohonan roya tersebut kreditor melampirkan asli sertifikat hak atas tanah dan asli sertifikat Hak Tanggungan dan dalam sertifikat hak atas tanah disebut klausula roya hutang sudah dibayar lunas. Kemudian Kantor Pertanahan melakukan roya atau pencoretan catatan Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah dan buku tanah debitor, dengan demikian Hak Tanggungan tersebut hapus. Setelah di roya sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada debitor, sedangkan sertifikat Hak Tanggungan ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi, demikian juga buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan roya, syarat - syarat apa yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan roya tersebut, hambatan-hambatan apa yang terdapat dalam roya dan bagaimana cara mengatasinya, manfaat roya itu sendiri bagi debitor, kreditor, dan bagi pihak yang mendapat fasilitas kredit dari Bank, khususnya Kantor Pertanahan.
ABSTRACT
In every credit approval between debtor and creditor must perform debit and credit agreement with Responsibility Right in front of Land Certificate Maker Officer ( PPAT). In addition the creditor also ask for guarantee of all debtor wealth/ property which are already exist or will exist to pay his debt.
After the agreement listed in Land Affairs Office, then the Office make Responsibility Right Certificate and report it in related Land Certificate.
If the debt already pay by the debtor should perform Roya. Roya is a procedure to perform write-off on the report of debtor’s land certificate, in land affair office on behalf of creditor. In the Roya petition letter creditor should give back the original land certificate and also original responsibility right certificate after the Roya of Responsibility right is dismissed, then the land certificate return to debtor, meanwhile the responsibility right certificate collect by the Land Affair office and state that the certificate is not valid any longer.
This research is descriptive analytical that is to describe the implementation of Roya, the requirements to be fulfilled, the hindrances found and ways to overcome, the advantages of Roya for debtor, creditor, third party and it is particularly land affairs office.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah
memberikan kekuatan jasmani dan rohani sehingga penulis telah dapat
merampungkan penulisan Proposal Tesis dengan judul “DILEMMA ROYA HAK
TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK DIKANTOR PERTANAHAN KOTA
MEDAN”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah Pascasarjana,
Universitas Sumatera Utara Medan, Penulisan tidak terlepas dari bimbingan, arahan,
dan bantuan dari semua pihak, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini saya sampaikan penghargaan dan mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada para Komisi Pembimbing yaitu Bapak Prof. Dr. M.
Yamin Lubis, SH,MS,CN, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.MH, Notaris Syahril
Sofyan SH.MKn dan Almarhum Notaris Djaidir SH. MKn yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan, petunjuk, saran-saran serta masukan-masukan
untuk kesempurnaan Tesis ini.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. IR. T. Chairun Nisa B, MSc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarajana
Sumatera Utara, dan Para Asisten Direktur beserta seluruh staf atas kesempatan
2. Para Bapak dan Ibu dosen di lingkungan sekolah Pasca Sarjana khususnya Bapak
dan Ibu di lingkungan Magister Kenotariatan yang telah memberikan ilmu-ilmu
yang sangat bermanfaat dan berguna sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.
3. Para pegawai Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara yang telah membantu saya selama menyelesaikan pendidikan.
4. Kepada Bapak Syafrudin Chandra, SH.MKn, Bapak Emri Rangkutan SH.MKn,
serta rekan – rekan di kantor Pertanahan Kota Medan yang banyak memberikan
bantuan informasi data-data dan masukan-masukan yang sangat berharga atas
untuk kesempurnaan Tesis ini.
5. Kepada Bapak Junaidi, SH yang telah memberikan informasi dan masukan dalam
rangka penyelesaian Tesis ini.
6. Kepada Notaris Kartiningsih, SH, SPN beserta staff yang banyak menberikan
informasi, data-data serta masukan-masukan dalam rangka penyelesaian tesis ini.
7. Kepada Dr. T. Keizerina Devi. A, S.H., C.N., M.Hum yang telah memberikan
saran-saran masukan-masukan yang berharga demi kesempurnaan tesis ini.
Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada suami tercinta Drs. M. Yusuf
dan Ananda Silvia Anggraini (Anggi) yang dengan setia membantu dan mendampingi
penulis dalam penyelesaian Tesis ini. Juga kepada Adinda Drg. Lisna Unita Rasyid,
Erawaty Rasyid : Dillema Roya Hak Tanggungan Dalam Praktek Di Kantor Pertanahan Kota Medan, 2008 USU e-Repository © 2008
mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan studi di Magister Kenotariatan.
Juga kepada orang tua yang sangat Penulis sayangi Almarhum Bapak anda
Mohd. Rasyid dan Ibunda Nuriam yang tidak sempat melihat menyelesaikan studi ini.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada adik-adik Almarhum Mesfi, Elvi,
Epa, An, Ita, Yanti, Dedek, yang senantiasa memberikan dorongan pada Penulis
dalam menyelesaikan Studi ini.
Akhir kata Penulis memohon maaf apabila ada tutur kata dan sikap Penulis
yang tidak berkenan pada Bapak, Ibu sekalian selama mengikuti Pendidikan di
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, semoga Allah SWT memberikan
amal jariah kepada pihak-pihak yang telah berjasa dalam menyelesaikan Studi dan
Tesis ini.
Medan, Januari 2008
Penulis
ERAWATY RASYID
RIWAYAT HIDUP
Nama : Erawaty Rasyid
Alamat : Jl. Rahmadsyah No. 336 B Medan
Tempat Tanggal Lahir : Sigli, 30 Oktober 1949
Pekerjaan : Pensiunan
Nama Suami : Drs. M. Yusuf
Nama Anak : Silvia Anggraini
Pendidikan : SD Widya Segara Medan Tahun 1960
SMP Widya Segara Medan Tahun 1963
SMA Widya Segara Medan Tahun 1966
S-1 Sarjana Hukum USU Tahun 1980
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR... v
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 16
C. Tujuan Penelitian ... 16
D. Manfaat Penelitian ... 17
E. Keaslian Penelitian ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19
A. Pengertian Roya Hak Tanggungan ... 19
B. Tujuan Roya dan Fungsi Roya dalam Hak Tanggungan ... 21
1. Tujuan Roya dalam Hak Tanggungan ... 21
C. Prosedur Roya ... 24
D. Jenis-jenis Roya ... 26
1. Roya yang Tidak Dapat Dibagi-Bagi... 26
2. Roya Parsial ... 28
3. Persyaratan yang Diperlukan untuk Permohonan Roya Parsial ... 31
E. Roya Akibat Peralihan Hak Tanggungan... 31
F. Roya Hak Tanggungan Sebagai Kegiatan Administratif ... 36
G. Sejarah Roya di Indonesia... 43
1. Sebelum lahirnya undang-undang No. 4 Tahun 1996 Roya terdapat pada hipotik dan kredit verband... 43
a. Roya pada Hipotik ... 43
b. Roya pada Credit Verband ... 44
2. Saat berlakunya UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun ... 45
3. Setelah Keluarnya Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Roya terdapat pada Hak Tanggungan ... 46
1) Permohonan dari Pihak Yang Berkepentingan ... 46
2) Pencoretan Berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
B. Lokasi Penelitian... 48
C. Metode Pengumpulan Data ... 49
D. Analisa Data ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan ... 51
1. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Medan... 51
2. Bidang yang Bertugas Melayani Roya Hak Tanggungan Pada Kantor Pertanahan Kota Medan ... 53
3. Syarat-syarat Permohonan Roya ... 54
4. Sumber Daya Manusia di Kantor Pertanahan ... 55
B. Roya Hak Tanggungan Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit yang Menjadi Objek Lelang... 55
C. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Roya di Kantor Pertanahan Kota Medan ... 76
1. Jangka Waktu Roya Melebihi 7 (tujuh) Hari Sejak Tanggal Permohonan ... 76
2. Biaya Roya Melebihi Ketentuan ... 78
3. Roya Partial Objek Hak Tanggungan yang Bukan Terdiri dari Beberapa Hak Atas Tanah ... 80
D. Langkah yang ditempuh dalam Mengatasi HambatanPelaksanaan
Roya di Kantor Pertanahan Kota Medan ... 83
1. Ketepatan Waktu Dalam Penyelesaian Roya Hak Tanggungan... 83
2. Kepastian Biaya Roya Hak Tanggungan ... 83
3. Kelengkapan Persyaratan Roya Harus Dipenuhi ... 85
a. Harus terdapat Surat Pengantar Roya dari Kreditor... 85
b. Harus Melampirkan Sertifikat Hak Atas Tanah... 86
c. Harus Melampirkan Sertifikat Hak Tanggungan ... 87
d. Apabila ada Cessie wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan 92 4. Roya Partial yang Bukan Terdiri dari Beberapa Hak Atas Tanah ... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
A. Kesimpulan ... 97
B. Saran... 99
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Biaya Roya yang dilakukan secara keseluruhan (bukan Partial)……….. 78
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Para pelaku usaha baik
pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) / Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), badan usaha swasta maupun perorangan memerlukan dana yang
cukup besar dalam mengembangkan usahanya. Mereka melaksanakan kegiatan
ekonomi dalam berbagai sektor seperti perdagangan, industri, jasa dan lain-lain yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Disamping dengan modal sendiri, dana besar yang dibutuhkan ini dapat
diperoleh dari jasa perbankan melalui fasilitas kredit. Kredit perbankan merupakan
salah satu pendukung dunia usaha yang pada gilirannya memberikan peranannya
dalam pembangunan di Indonesia.1
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.2
1
Satrio J. Parate, Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Bandung, Penerbit Citra Aditya Bhakti, 1993, hal. 4.
2
Tanpa bantuan kredit dari Bank, dunia usaha akan lesu karena banyak
perusahaan-perusahaan baik yang dikelola oleh pemerintah, perorangan ataupun
badan usaha swasta tidak dapat lagi menjalankan usahanya, sehingga pelaksanaan
pembangunan tersendat-sendat dan para produsen tidak lagi memproduksi
barang-barang jadi karena ketiadaan modal, hal ini akan menimbulkan dampak negatif yaitu
akan terjadi pengangguran, kejahatan merajalela, rakyat miskin bertambah sehingga
masyarakat adil dan makmur seperti yang dicita – citakan tidak akan terwujud.
Setiap kredit yang dikeluarkan oleh perbankan harus disertai dengan
pemberian jaminan oleh debitor kepada kreditor (Bank). Jaminan kredit ini
merupakan segala harta kekayaan debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan
ada dikemudian hari. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi, “ Segala harta kekayaan seorang debitor
berupa benda – benda bergerak maupun benda – benda tetap baik yang sudah ada
maupun yang baru ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi semua perikatannya”.
Dengan adanya jaminan yang diberikan debitor kepada kreditor akan
memberikan motivasi bagi debitor untuk melunasi hutangnya3, karena fasilitas kredit
yang diterimanya dari Bank merupakan hutang yang wajib dibayar. Apabila debitor
tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka Bank
dapat menjual jaminan barang tersebut untuk melunasi seluruh hutang debitor.
3
Menurut C.S.T Kansil, mengingat pentingnya kedudukan kredit Bank tersebut sudah semestinya pemberi dana dan penerima dana serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan 4.
Pasal 8 UU Perbankan No. 10 Tahun 1988 tentang perubahan atas Undang –
Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Bank dalam memberikan kredit wajib
mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan perjanjian. Hal tersebut dimaksudkan karena kredit yang
diberikan oleh kreditor (Bank) mengandung risiko, untuk mengurangi risiko tersebut
Bank sebelum memberikan kredit harus memberikan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitor.
Sebelumnya yang dipakai sebagai lembaga jaminan atas tanah yaitu hipotek
seperti yang diatur dalam buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan
Crediet Veerband seperti yang diatur dalam S. 1908 No. 542, kemudian dengan
dengan keluarnya Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, maka Undang – Undang
ini merupakan satu – satunya lembaga jaminan dimana tanah sebagai agunannya.
Karena Undang – Undang Hak Tanggungan ini tidak berpedoman lagi pada Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata, sehingga dengan keluarnya Undang – Undang ini
Buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sepanjang mengenai tanah tidak
berlaku lagi. Demikian juga berdasarkan Pasal 29 Undang – Undang Hak
4
Tanggungan, maka hipotek dan crediet verband sepanjang mengenai tanah
dinyatakan tidak lagi berlaku kecuali hipotek kapal laut dan kapal terbang.
Sejarah terbentuknya Undang – Undang Hak Tanggungan ini berdasarkan
ketentuan Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang terdapat dalam Pasal 51
yang memerintahkan pembuatan Undang – Undang Hak Tanggungan. Isi dari Pasal
51 Undang – Undang Pokok Agraria yaitu : Hak Tanggungan yang dibebankan pada
Hak Milik Guna Usaha, Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, 39 diatur
dengan Undang – Undang.
Bahwa Hak Pakai diatas tanah negara dapat dibebani dengan Hak
Tanggungan, karena Hak Pakai atas tanah negara tersebut wajib didaftarkan dan
dapat dipindah tangankan yaitu yang diberikan kepada perorangan dan badan – badan
hukum. Sedangkan bagi Hak Pakai diatas tanah Hak Milik dapat dibebani dengan
Hak Tanggungan atas izin dari pemilik tanah.
Dengan berlakunya undang – undang Hak Tanggungan maka masalah yang paling rumit yang pernah ada dalam Hukum Indonesia setidak – tidaknya dapat diatasi malahan sekaligus dapat diharapkan akan memberikan sesuatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dan benda - benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan.5
Kondisi hukum jaminan sejak di undangkannya Undang – Undang Hak Tanggungan Nomot 4 tahun 1996, bukan saja mempengaruhi hukum jaminan yang pernah dikenal dan berlaku di Indonesia, namun disamping itu juga menginvestasikan modalnya berhubungan dengan hak – hak atas tanah
5
sebagaimana kebebasan dalam menjamin hak – hak atas Landlease Holds maupun atas tanah yang sering disebut Free holds6
Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi Hak
Tanggungan merupakan perjanjian accesoir yang berdasarkan perjanjian pokok yaitu
perjanjian hutang piutang dan keberadaannya ditentukan oleh adanya hutang
piutang/kredit antara debitor dan kreditor yang dijamin pelunasannya. Oleh karena itu
apabila utang itu hapus karena pelunasan dengan sendirinya Hak Tanggungan itu
hapus.
Hal ini tercermin dalam Pasal 10 ayat ( 1 ) dan Pasal 18 ayat ( 1 ) huruf a
Undang – Undang Hak Tanggungan yaitu :
a) Pasal 10 ayat ( 1 ) Undang – Undang Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan di dahului dengan janji untuk memberikan
Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan sebagai pelunasan hutang
tertentu yang dituangkan didalam dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan atau
perjanjian lainnya yang menimbulkan hutang tersebut.
b) Pasal 18 ayat ( 1 ) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus karena
hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
6
Apabila seorang debitor meminta fasilitas kredit dari Bank dengan
jaminannya Hak atas tanah. Harus melalui 2 tahapan yaitu :
1. Tahapan pemberian Hak Tanggungan.
Dalam pemberian Hak Tanggungan tersebut haruslah didahului dengan
perjanjian hutang piutang antara debitor dengan kreditor. Pemberian Hak
Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) .
PPAT adalah merupakan pejabat yang berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum dalam pembebanan hak atas tanah dan dalam pembuatan
hukum tersebut, maka akta-akta yang diperbuat di depan PPAT
merupakan Akte Otentik7
Sebelum dilaksanakan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) debitor
harus menyerahkan asli sertifikat hak atas tanahnya kepada PPAT,
kemudian PPAT mencek sertifikat hak atas tanah tersebut ke Kantor
Pertanahan. Apakah masih ada Hak Tanggungan atau tidak, apabila tidak
ada Hak Tanggungannya barulah kemudian PPAT membuatkan Akta Hak
Tanggungannya. Dalam Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan
disebut debitor dan penerima Hak Tanggungan disebut kreditor.
7
Dalam pemberian Hak Tanggungan pemberi Hak Tanggungan (debitor) dan
penerima Hak Tanggungan (kreditor) wajib hadir dihadapan PPAT untuk
menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan. Apabila pemberi Hak
Tanggungan (debitor) karena sesuatu hal tidak hadir, maka pemberi Hak Tanggungan
(debitor) wajib memberi kuasa kepada pihak lain dengan Surat Kuasa Memasang Hak
Tanggungan (SKMHT). Dalam praktek biasanya SKMHT langsung diberikan oleh
pemberi Hak Tanggungan (debitor) kepada penerima (kreditor) sehingga dengan
demikian penerima Hak Tanggungan (kreditor) yang dalam hal ini bertindak untuk
dan atas nama pemberi Hak Tanggungan (debitor) yang menandatangani APHT
tersebut. Dalam pembuatan Surat Kuasa Pemasangan Memegang Hak Tanggungan
(SKPMHT) haruslah dalam bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT.
Dalam hal ini Notaris PPAT mempunyai keyakinan bahwa objek yang menjadi
jaminan Hak Tangungan tersebut benar milik debitor.
Menurut Pasal 11 Undang-undang Hak Tanggungan ayat 1 :
“Di dalam pemberian Hak Tanggungan Wajib dicantumkan :
1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan.
2. Domisili para pihak
3. Perjanjian utang piutang yang dijaminkan.
4. Nilai Hak Tanggungan.
Ayat 1 ini merupakan ketentuan wajib untuk sahnya Hak Tanggungan apabila
tidak disebutkan secara lengkap maka akta yang bersangkutan batal demi Hukum.
Selambat-lambatnya setelah tujuh hari APHT ini dibuat, PPAT harus mendaftarkan
Hak Tanggungan ini pada Kantor Pertanahan.
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan yang merupakan
lahirnya Hak Tanggungan.
Pasal 13 ayat 1 menyebutkan :
“ Bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan. Ini adalah merupakan Azas Publisitas/keterbukaan dalam Hak
Tanggungan karena dengan didaftarkanya Hak Tanggungan tersebut maka
Hak Tanggungan tersebut akan mengikat pihak ketiga dan pendaftaran
tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan dalam pemberian Hak
Tanggungan, karena apabila pemberian Hak Tanggungan tidak didaftarkan
maka akan Hak Tanggungan tersebut tidak sah menurut hukum.
Setelah didaftarkan maka Kantor Pertanahan akan membuat buku tanah Hak
Tanggungan dan mencatat dalam buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan
atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut, serta menyalin
catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Tanggal buku tanah Hak Tanggungan tersebut adalah pada hari ketujuh
jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah diberi tanggal pada hari
berikutnya. Jadi lahirnya Hak Tanggungan pada hari tanggal buku tanah Hak
Tanggungan.
Momen lahirnya Hak Tanggungan menciptakan moment yang penting sekali
untuk menentukan tingkat / kedudukan kreditor terhadap sesama kreditor preferent
dan menentukan posisi kreditor dalan hal ada sita jaminan atas benda jaminan.8
Selain membuat buku tanah Hak Tanggungan Kantor Pertanahan juga
membuat Sertifikat Hak Tanggungan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3)
Ayat (1) : Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan
menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (2) : Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat
irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Ayat (3) : Sertifikat Hak Tanggungan tersebut sebagaimana dimaksud ayat (2)
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan
Negeri yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap dan berlaku sebagai
Grose Akta Hipotik sepanjang hak atas tanah.
Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan pada kreditor. Hal ini adalah logis
karena orang yang paling berkepentingan terhadap Sertifikat Hak Tanggungan adalah
8
kreditor. Kalau sertifikat Hak Tangungan tidak berada ditangan kreditor, tidak bisa
menuntut eksekusi.
Sedangkan sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada debitor namun dalam
praktek sertifikat itu disimpan oleh kreditor. Hal ini dibuat dengan suatu pernyataan
dari kreditor tersebut tentang penyimpanan dan diketahui oleh debitor semuanya ini
berkaitan kemudahan bagi kreditor jika debitor cidera janji, kreditor tidak perlu
meminta kembali sertifikat tanahnya jika akan dieksekusi, demikian juga sertifikat
tanah tersebut harus dilampirkan pada waktu balik nama dan roya di Kantor
Pertanahan.
Dengan dipasangnya Hak Tanggungan ini adalah untuk menjaga apabila
debitor cidera janji, kreditor tidak kesulitan untuk melakukan eksekusi terhadap
objek Hak Tanggungan yang dijadikan jaminan hutang ini, karena kreditor yang
menerima Hak Tanggungan ini mempunyai Hak Preferent yaitu memperoleh hak
yang didahulukan dari kreditor lainnya.
Pendaftaran pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. Hanya dengan cara pencatatan atau pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya Hak Tanggungan didaftarkan di Kantor Pertanahan.9
Dengan dibuatnya Sertifikat Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan
Hak Tanggungan mengikat pada pihak ketiga. Demikianlah asas publisitas dalam
9
kebendaan yang memberikan perlindungan kepada semua pihak yang terlibat dalam
Hak Tanggungan.10
Apabila Hak Tanggungan hapus karena pelunasan hutang oleh debitor kepada
kreditor, ataupun karena pelepasan Hak Tanggungan secara sukarela oleh kreditor,
maka hapusnya Hak Tanggungan harus dilakukan dengan mengadakan pencoretan
atau roya di Kantor Pertanahan dimana Hak Tanggungan tersebut didaftarkan,
sehingga pihak ketiga mengetahui bahwa Hak Tanggungan itu sudah dihapus, jika
tidak diroya maka pihak ketiga menganggap bahwa Hak Tanggungan itu masih
berlaku.
Mengenai roya ini atas pencoretan catatan beban diatur dalam Pasal 22 ayat
(1) UU Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai berikut : “Hak Tanggungan hapus
sebagai mana dimaksud pada Pasal 18, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak
Tanggungan tersebut pada buku Tanah dan sertifikat hak atas tanahnya.
Roya adalah suatu prosedur untuk melakukan pencoretan catatan beban Hak
Tanggungan pada buku tanah11 dan sertifikat tanah12 yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan dimana Hak Tanggungan itu didaftarkan, apabila debitor telah melunasi
hutangnya pada kreditor. Dalam melaksanakan roya ini kreditor (Bank)
10
Mariam Darus Badrulzaman. Serial Hukum Perdata II. Kompilasi Hukum Jaminan, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2004, hal. 112
11
Buku Tanah tanda bukti hak kepemilikan atas tanah yang tinggal di kantor pertanahan.
12
mengembalikan asli Sertifikat Hak Tanggungan13 dan asli sertifikat tanah yang
bersangkutan ke Kantor Pertanahan disertai permohonan tertulis untuk menghapus
atau roya atas Hak Tanggungan yang melekat. Dalam sertfikat tanah dituliskan
klausula roya karena hutang telah dibayar lunas.
Setelah di roya sertifikat hak atas tanah diberikan kembali kepada debitor,
Buku Tanah tinggal di kantor pertanahan sedangkan sertifikat Hak Tanggungan
ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Roya merupakan
tindakan administratif yang perlu dilakukan agar data mengenai tanah selalu up to
date sesuai dengan kenyataan yang ada. Hak Tanggungan bukan hapus karena ada
roya tetapi justru karena Hak Tanggungan hapus maka ia perlu diikuti dengan
pengroyaan atau pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada buku tanah dan
sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Dalam praktek terutama dipedesaan debitor telah melunasi hutangnya pada
Bank dan mendapat surat roya, tetapi pada sertifikat hak atas tanahnya masih memuat
catatan pembebanan Hak Tanggungan sekalipun kenyataannya tanah itu sudah bersih
dari beban. Hal ini terjadi karena pihak debitor tidak segera mengajukan permohonan
roya yang diberikan kreditor / Bank ke kantor Pertanahan untuk segera melakukan
pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertifikat hak atas
13
tanahnya. Hal ini merugikan si debitor sendiri karena seolah – olah si debitor masih
memiliki hutang ke Bank tempat ia meminjam kredit dengan jaminan Hak
Tanggungan, padahal kenyataannya hutang telah lunas dibayar.
Jadi dengan demikian roya atau pencoretan beban Hak Tanggungan wajib
dilaksanakan apabila debitor telah melunasi hutangnya pada kreditor ( Bank ) dan
bagi pihak yang terlibat perjanjian pemberian Hak Tanggungan perlu diberikan sanksi
apabila tidak segera melakukan roya.
Krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia, semenjak
pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan terhadap kemampuan
perekonomian negara ini terutama disektor riil. Kelangsungan perekonomian secara
de facto sangat berpengaruh terhadap kehancuran usaha sehingga banyak perusahaan
– perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri tidak dapat lagi melanjutkan
usahanya, dan para debitor tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya terhadap
kreditor untuk mengembalikan pinjaman pada Bank, karena dalam menjalankan
perusahaan ini para pengusaha mendapat fasilitas kredit dari Bank. Dalam ajaran
yuridis, debitor harus membayar kewajibannya tanpa menyentuh soal – soal mendasar
mengapa hutang itu harus terjadi.14
Bagi perusahaan yang ditangguhkan kreditnya yang telah disetujui ataupun
adanya pengetatan penyaluran kredit dapat menyebabkan terganggunya jalan
perusahaan. Hal ini menyebabkan produksi terganggu, yang pada akhirnya
pembayaran angsuran dan bunga yang tinggi ikut terganggu.
Disamping itu kebijakan uang ketat Bank menaikkan bunga pinjaman
sehingga bagi perusahaan dengan keadaan demikian belum sanggup membayar bunga
yang tinggi, yang jelas andil kebijakan uang ketat cukup besar dalam memasok angka
kredit macet karena adanya kebijakan justru menimbulkan deflasi. 15
Karena para pengusaha atau debitor tidak lagi mampu untuk mengangsur
hutang pokok dan bungannya dari hasil usaha yang dimodali fasilitas kredit dari Bank
makanya disebut kredit macet.
Berdasarkan surat Edaran Direksi Bank Indonesia No 31/147/KEP DIR
Tanggal 12 November 1998 Tentang Kualitas Aktifa Produktif yang menentukan
kredit macet adalah :
14
Sulaiman Robinta, Joko Prabowo, Lebih Jauh tentang Kepailitan, Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan Pemegang Saham, Jakarta, Pusat Srudi Hukum Bisnis Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, XII
15
1. Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari (9
bulan).
2. Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada. 16
Sebaliknya suatu kredit dinamakan macet karena debitor wanprestasi atau
ingkar janji atau cidera janji atau tidak menyelesaikan kewajibannya kepada kreditor
sesuai dengan perjanjian baik jumlah maupun waktu misalnya pembayaran atas
perhitungan bunga maupun hutang pokok.17
Faktor-faktor yang menyebabkan kredit macet : a. Penyalahgunaan fasilitas kredit oleh debitor
b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari pihak kreditor kepada debitor
c. Gagalnya usaha debitor atau bangkrut yang diakibatkan persaingan yang
tajam, profesionalisme yang kurang dan akibat di luar kemampuan manusia
d. Keadaan ekonomi yang tidak mengantungkan dunia usaha
e. Itikad yang kurang baik dari debitor itu sendiri
f. Memang usaha debitor tidak mampu lagi untuk membayar angsuran maupun
pelunasannya
g. Terjadinya krisis moneter yang menyebabkan usaha debitor tidak dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan
h. Perangkat hukum atau peraturan tidak mendukung pelaku ekonomi
i. Lingkungan yang tidak aman untuk berusaha
j. Kebijakan moneter dan fiskal
k. Debitor tidak mampu untuk mengelola kredit yang diterimanya atau
kemampuan manajemen debitor kurang (lemah).18
Selanjutnya, bila dilihat dari faktor kealpaan dari pihak kreditor memang ada,
sebab kreditor tidak hati-hati atau kurang selektif dalam memberikan kredit dan nilai
16
Mantay Borbir, Iman Djauhari, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa 2003, Hal 23
17
Mantay Borbir, Iman Djauhari, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa 2003, Hal 23
18
anggunan terlalu rendah harganya bila dibandingkan dengan jumlah kredit yang
diberikan.
Disamping itu para konglomerat dengan didukung dari pihak-pihak tertentu
memperoleh kredit triliun rupiah bahkan banyak diantara mereka yang beritikad tidak
baik untuk membayar hutangnya sehingga menyebabkan kredit yang diterima macet
atau sengaja dimacetkan.
Apabila terjadi kredit macet debitor tidak dapat lagi melunasi hutangnya,
terhadap tanah/bangunan milik debitor yang jadi objek Hak Tanggungan itu berhak
dijual oleh kreditor tanpa persetujuan debitor agar penjualan ini dapat dilakukan
secara jujur, objek Hak Tanggungan dijual dimuka umum atau lelang untuk
mengambil perlunasan piutang dari hasil penjualan tersebut.
Melalui penjualan lelang terbuka dapat diharapkan akan diperoleh harga yang
wajar ataupun paling tidak mendekati wajar, karena dalam suatu lelang tawaran yang
rendah bisa diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba
mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran barang.
Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan dimuka umum yang dipimpin
oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan naik-naik untuk memperoleh
harga yang semakin meningkat atau semakin menurun dan atau tertutup / tertulis
yang didahului dengan pengumuman lelang sebagai usaha untuk mengumpulkan
Lelang dapat dilaksanakan dengan cara penawaran :
1. Terbuka/lisan dengan penawar harga naik-naik atau harga yang semakin
menurun.
2. Tertutup tertulis dengan penawaran amplop tertutup.
Lelang dengan cara ini apabila penawarannya belum mencapai harga limit
yang dikehendaki dari penjual maka dapat dilanjutkan dengan cara penawaran lisan
terbuka.
Harga limit adalah harga terendah untuk pelepasan tanah yang dilelang
berpedoman pada harga taksasi yang dibuat oleh perusahaan jasa penilai.
Dari hasil penjualan lelang setelah dikurangi hutang debitor dan biaya-biaya
lelang, apabila ada sisanya, sisanya akan dikembalikan pada kreditor. Tetapi apabila
hasil penjualan lelang belum bisa melunasi hutang debitor, maka harta debitor yang
lain dapat dijual melalui lelang untuk melunasi hutangnya pada kreditor (Bank).
B. Perumusan Masalah
Beberapa hal yang dikemukakan diatas melatarbelakangi judul yang penulisan
tesis ini dan terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan. Adapun rumusan
dalam permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara pelaksanaan roya Hak Tanggungan hak atas tanah yang
merupakan agunan debitor pada perbankan yang dilelang oleh pejabat lelang
2. Apakah hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan roya atas
tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan?
3. Bagaimanakah langkah-langkah yang ditempuh Kantor Pertanahan Kota
Medan untuk mengatasi hambatan - hambatan yang terjadi didalam
pelaksanaan roya hak tanah tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada judul – latar belakang, dan perumusan masalah yang
dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara pelaksanaan roya Hak Tanggungan atas tanah yang
merupakan agunan debitor pada perbankan yang dilelang oleh pejabat lelang
karena kreditnya macet.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang sering terjadi pada pelaksanaan
roya Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan.
3. Untuk mencari jawaban langkah-langkah apa yang ditempuh untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis dan
praktis. Secara teoritis hasil penelitian yang diperoleh nanti dapat menjadi khasanah
pelaksanaan roya, pada Kantor Pertanahan dan dapat dikembangkan lagi oleh para
peneliti sehingga memberi manfaat bagi banyak pihak.
Secara praktis diharapkan penelitian ini nantinya dapat bermanfaat sebagai
masukan untuk praktisi hukum, masyarakat umum, para debitor, kreditor, pembuat
undang – undang khususnya para pihak yang terlibat dalam kegiatan dunia khususnya
bagi yang mendapat fasilitas kredit dari bank.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pada informasi yang ada dan penelusuran kepada daftar
kepustakaan secara khusus pada Universitas Sumatera Utara penelitian yang
berhubungan dengan masalah roya ini, belum pernah ada yang meneliti baik itu
mengenai roya Hipotik, roya Crediet Verband maupun roya Hak Tanggungan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peneltian berkenaan dengan topik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Roya Hak Tanggungan
Istilah Roya dalam UU No. 4 Tahun 1996 ditemukan dalam penjelasan umum
butir 8 dan penjelasan Pasal 22 ayat 1 undang-undang ini. Kalau diperhatikan
penggunaan istilah roya dalam penjelasan undang-undang tersebut, roya memiliki
arti pencoretan catatan tentang pembebanan Hak Tanggungan yang bersifat
administratif di Kantor Pertanahan.
Dalam penjelasan Pasal 22 ayat 1 UU No. 4 Tahun 1996 disebutkan bahwa
roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai
pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan tersebut yang sudah hapus.
Jika diperhatikan Pasal 31 Staatsblad 1834-27, disebutkan bahwa penghentian
hipotik dinamakan “Roya”, yang berarti pencoretan. Ini berarti, bahwa terhentinya
hipotik itu dicatat dalam surat-surat yang bersangkutan, terutama pada surat
eigendom, dimana semula dicatat adanya hipotik itu. Roya artinya penghapusan
pengikatan suatu agunan berupa tanah sehingga hak kepemilikan atas tanah
bersangkutan kembali kepada pemilik aslinya ( reconveyance).1911
Istilah parsial memiliki pengertian berhubungan atau merupakan bagian dari
keseluruhan. Pengertian ini diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia,
19
Departemen Pendidikan Nasional 20.17Sedangkan istilah roya parsial dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada dapat dijumpai dalam Surat Deputi
Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN
No.600-1610.D.IV perihal pelaksanaan roya partial ( sebagian) tanggal 16 Juni 1995.
Roya Partial ini dapat diperhatikan dalam UU No.16 tahun 1985 tentang
Rumah Susun dalam Pasal 16.
1). Dalam pemberian hipotik atau fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang yang dijamin dengan hipotik atau fidusia itu dapat dilakukan dengan cara angsuran sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun, yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang terjual.
2). Dalam hal dilakukan pelunasan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka satuan rumah susun yang harganya telah dilunasi tersebut bebas dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya.
Penjelasan dalam Pasal ini menyebutkan sebagai berikut :
1). Ketentuan ini dimaksudkan sebagai kelembagaan hukum baru yang memungkinkan penyelesaian praktis mengenai pembayaran kembali kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun secara bertahap, yaitu sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah susun yang bersangkutan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka ketentuan dalam Pasal 1163 KUH Perdata Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
2). Tiap satuan rumah susun yang terjual akan membebaskan bagian rumah susun yang bersangkutan dari hipotik atau fidusia yang semula membebaninya, sebesar nilai hipotik atau fidusia satuan rumah susun tersebut, yang besarnya dapat diperhitungkan sebagai perbandingan antara nilai satuan yang bersangkutan terhadap nilai keseluruhan rumah susun, termasuk benda
20
bersama dan tanah bersama. Selanjutnya rumah susun tersebut hanya dibebani hipotik atau fidusia pada bagian yang belum terjual untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi.
Dalam pandangan praktisi perbankan, roya parsial atau roya sebagian adalah
roya yang dilakukan terhadap sebagian tanah dari seluruh tanah yang dibebankan Hak
Tanggungan. Roya terhadap sebagian tanah, tidak menyebabkan sisa tanah lain yang
menjadi obyek Hak Tanggungan menjadi hapus. Sisa tanah lainnya tetap menjadi
beban Hak Tanggungan 21.18
B. Tujuan Roya Dan Fungsi Roya Dalam Hak Tanggungan
1. Tujuan Roya Dalam Hak Tanggungan
Seperti telah diterangkan bahwa roya adalah pencoretan beban pada buku
tanah dan sertifikat hak atas tanah yang dibebani oleh Hak Tanggungan, atas
permintaan tertulis kreditor ( Bank ) pemberi kredit yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan dimana Hak Tanggungan itu didaftar karena hutang telah dibayar lunas
oleh debitor. Hal ini sesuai dengan sifat accesoir dari Hak Tanggungan.
Adanya Hak Tanggungan karena adanya piutang yang dijamin pelunasannya
apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab – sebab lain, maka dengan
21
sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus.2219Tindakan
mencoret Hak Tanggungan adalah tindakan mengikuti hapusnya Hak Tanggungan.
Jadi tujuan dari roya yaitu membersihkan catatan – catatan dan beban – beban
diatas tanah yang dibebani Hak Tanggungan apabila hutang telah dibayar lunas oleh
debitor. Dalam hal ini debitor mempunyai kepentingan agar catatan pembebanan
dalam buku tanah dan sertifikat tanahnya dihapus atau di roya. Dengan demikian,
debitor bebas untuk menjual tanah tersebut atau memasang kembali Hak
Tanggungan. Calon pembeli atau penerima jaminan yang berikutnya menghendaki
agar tanah / bangunan yang dibeli olehnya atau yang akan diberikan jaminan
kepadanya memang harus bersih dari pembebanan hutang dan Hak Tanggungan
sehingga si pembeli dan si penerima jaminan tidak dirugikan di kemudian hari.
Apabila telah dilakukan roya si debitor sebagai pemilik tanah berikut
bangunan di atasnya benar-benar telah bebas dari hutang Hak Tanggungan yang
selama ini membebaninya. Tanah berikut bangunan tersebut mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi dibandingkan masih dibebani Hak Tanggungan.
Dalam pandanganan praktisi perbankan, tujuan diciptakan roya parsial untuk
menampung kegiatan perekonomian dengan pembangunan perumahan suatu kawasan
wilayah. Roya menyeluruh yang diatur dalam hipotik sudah tidak dapat menampung
22
perkembangan perekonomian bahkan menghambat transaksi yang berkenaan dengan
rumah di suatu proyek perumahan. Diciptakannya roya parsial ini sangat mendukung
kreditor-kreditor yang memberikan kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan,
sekaligus memberikan kredit pemilikan rumah untuk membeli rumah yang dibangun
dengan kredit konstruksi tersebut 23.20.
2. Fungsi Roya Hak Tanggungan
Bahwa setiap pembeli yang ingin membeli tanah berikut bangunan, demikian
juga kreditor yang ingin memberikan kredit pada seseorang debitor, terlebih dahulu
melakukan pemeriksaan Sertifikat hak atas tanah (cek bersih) ke Kantor Pertanahan
untuk mengetahui apakah tanah yang akan dibeli atau yang akan di jaminkan tersebut
masih dalam sengketa atau masih dibebani dengan Hak Tanggungan.
Dengan adanya roya maka si pembeli tanah atau kreditor dapat mengetahui
bahwa tanah bangunan yang akan dibeli atau yang akan dijaminkan tersebut telah
benar – benar bersih dari segala beban hutang dan Hak Tanggungan. Apabila benar –
benar bersih tidak dibebani Hak Tanggungan barulah sipembeli atau kreditor bersedia
untuk membeli atau menjaminkan tanah tersebut karena benar – benar aman, terjamin
dan terlindungi dari kepentingan pihak ketiga.
Demikian juga apabila si pembeli ingin melakukan jual beli tanah tersebut
dihadapan PPAT, sebelum membuat akta jual beli, disyaratkan untuk memperlihatkan
23
sertifikat hak atas tanah, jika hak atas tanah tersebut masih dibebani hutang dan Hak
Tanggungan, maka PPAT wajib untuk menolak membuat akta jual beli tersebut.
Alasan – alasan bagi PPAT untuk menolak membuat akta, sebagaimana diatur dalam
Pasal 39 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 yang berbunyi :
“ PPAT menolak membuat akta jika :
a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas rumah
susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang
bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan dengan daftar yang ada di
Kantor Pertanahan “24.21.
Yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 39 ayat ( 1 ) tersebut adalah bahwa
untuk mengetahui tentang kesesuaian asli sertifikat dan daftar – daftar tanah
pemeriksaan.
Kemudian J. Kartini Soejendro menyebutkan :
“ Bahwa Akta PPAT dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak, maka PPAT bertanggungjawab untuk memeriksa syarat – syarat untuk sahnya pembuatan hukum yang bersangkutan dengan mencocokkan data yang terdapat dalam sertifikat dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan”2522
24
Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997
25
Jadi fungsi roya adalah sebagai alat pembuktian bahwa tanah dan bangunan
yang akan dijamin dengan Hak Tanggungan sudah dilunasi oleh debitor tidak diberati
lagi dengan beban hutang dan Hak Tanggungan, yang selama ini membebaninya.
Setelah roya Hak Tanggungan dilakukan, sertifikat tanah diserahkan kepada
debitor, kini si debitor bebas untuk melakukan jual beli atau menjaminkan kembali
dengan Hak Tanggungan baru.
C. Prosedur Roya
Setelah debitor melunasi hutangnya pada kreditor (bank), kemudian kreditor
membuat surat permohonan roya kepada Kantor Pertanahan dimana Hak Tanggungan
tersebut didaftarkan yang isinya menyatakan karena hutang yang dijamin dengan
Hak Tanggungan sudah dilunasi, maka Hak Tanggungan hapus dan atas dasar itu
mohon untuk roya atau pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak
atas tanah debitor. Dalam surat permohonan roya tersebut dilampirkan asli sertifikat
hak atas tanah dan asli sertifikat Hak Tanggungan dan dalam sertifikat hak atas tanah
diberi catatan oleh kreditor bahwa hutang sudah lunas. Setelah diberi materai dan
ditanda tangani oleh kreditor, surat permohonan roya itu diberikan kepada Debitor
atau Notaris/PPAT di mana Hak Tanggungan tersebut dilaksanakan. Oleh Notaris
dibuatkan kembali Surat Permohonan ke Kantor Pertanahan.2623Setelah itu debitor
26
Contoh Surat Permohonan Roya dari Notaris ke Kantor Pertanahan Bersama ini kami sampaikan berkas surat-surat yang terdiri dari :
1. Asli Sertifikat Hak No…… terdaftar … Kecamatan Medan…… terdaftar atas nama ....
atau Notaris menyerahkan surat permohonan roya tersebut ke Kantor Pertanahan
untuk dilakukan pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas
tanah debitor.
Isi surat roya tersebut :
Roya dari PT Bank Pemberi Bank X dari nomor 05 tanggal... tahun 2007
cabang Medan Pemuda.
Hak Tanggungan ini hapus atas tanah Hak Milik atas nama Tuan ... yang
Sertifikat Tanah Nomor... terletak di Kecamatan... dengan adanya kata-kata
tersebut dalam buku tanah dan sertifikat tanah yang bersangkutan maka beban Hak
Tanggungan hapus.
Kemudian disudut sebelah kanan bawah dengan cap BPN yang ditanda
tangani oleh Kepala Kantor Badan Pertanahanan. Setelah dilakukan pencoretan
catatan beban Hak Tanggungan tanah debitor, sertifikat tanah dikembalikan pada
Debitor, buku tanah tetap tinggal di Kantor Pertanahan, sedangkan sertifikat Hak
Tanggungan ditarik oleh Kantor Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
3. Asli Sertifikat Hak Tanggungan, tanggal ……..September No...
4. Surat Permohonan PeRoyaan Hak Tanggungan, tanggal ... No. yang dikeluarkan oleh. BANK ... Foto copy KTP pemohon, dengan permohonan ini agar kiranya Bapak dapat melaksanakan penghapusan (Roya) Hak Tanggungan I untuk kepentingan BANK... Berkedudukan di Jakarta, Cabang
D. Jenis-Jenis Roya
1. Roya yang tidak dapat dibagi-bagi
Dalam roya ini debitor meminta fasilitas kredit dari Bank dengan jaminan
satu buah sertifikat Hak Atas Tanah. Apabila hutang hapus karena pelunasan ataupun
karena debitor melepaskan Hak Tanggungan tersebut maka roya dilakukan.
Jadi apabila debitor ingin melunasi hutangnya pada Bank, tidak bisa melunasi
hutang tersebut sebagian – sebagian tapi harus melunasi seluruh hutang – hutang
tersebut, karena Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan
tersebut. Apabila debitor melunasi sebagian dari hutang yang dijamin, tidak berarti
terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan melainkan
Hak Tanggungan membebani seluruh objek Hak Tanggungan untuk sisa hutang yang
belum dibayar.
Contoh :
Misalnya A meminjam uang pada sebuah Bank sebesar Rp. 100.000.000,-
dengan Hak Tanggungan, dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) dengan menjaminkan satu sertifikat hak atas tanah. Kemudian PPAT
mendaftarkan perjanjian tersebut ke Kantor Pertanahan. Setelah didaftarkan
Kantor Pertanahan membuat Buku Tanah Tanggungan dan mencatat dalam
Buku Tanah yang ada di Kantor Pertanahan atas tanah yang menjadi objek
atas tanah yang bersangkutan. Selain itu Kantor Pertanahan juga menerbitkan
sertifikat Hak Tanggungan, kemudian sertifikat hak atas tanah dan sertifikat
Hak Tanggungan disimpan oleh kreditor.
Apabila A ingin melunasi hutangnya pada pihak bank tersebut maka A harus
melunasi seluruh hutangnya sebesar Rp. 100.000.000.- tersebut. Tetapi jika A
hanya melunasi Rp. 50.000.000,- sertifikat tanahnya tidak bisa diroya,
sedangkan sisanya yang Rp. 50.000.000,- tetap membebani seluruh objek
Hak Tanggungan tersebut, tetapi jika A melunasi sisanya yang Rp.
50.000.000,- maka barulah hutang A dinyatakan benar – benar lunas dan Hak
Tanggungan tersebut dinyatakan hapus.
Setelah A melunasi hutangnya Rp. 100.000,- kepada kreditor kemudian
kreditor membuat surat permohonan roya kepada Kantor Pertanahan untuk
mencoret catatan beban Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah
debitor. Setelah diroya Kantor Pertanahan mengembalikan sertifikat hak atas
tanahnya kepada A, sertifikat Hak Tanggungannya ditarik oleh Kantor
Pertanahan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
2. Roya Parsial
Roya Parsial merupakan kelembagaan hukum baru untuk memenuhi
parsial diatur dalam Undang – undang rumah susun tetapi dapat pula untuk menyelesaikan roya parsial diluar rumah susun.2724
Roya parsial menyimpangi prinsip Hak Tanggungan yang tidak dapat dibagi –
bagi dengan jalan memberikan kesempatan kepada para pihak, untuk memperjanjikan
roya atas sebagian dan pada beberapa persil yang dijaminkan dengan besarnya yang
sudah disepakati bersama – sama oleh debitor dan kreditor.
Apabila debitor ingin meminjam uang pada Bank, dapat menjaminkan
beberapa buah sertifikat tanah, kemudian jika debitor ingin melunasi hutang –
hutangnya dapat dilakukan sebagian – sebagian yang besarnya sebanding dengan
nilai sertifikat tanah yang akan dilunasi. Apabila debitor ingin melunasi hutangnya
dengan melakukan pencoretan beban atau roya terhadap sertifikat tanah yang
diinginkannya maka dalam surat permohonan roya kreditor harus disebutkan dengan
jelas sertifikat hak atas tanah yang mana yang akan dimohon roya. Kemudian Kantor
Pertanahan melakukan roya terhadap buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang
bersangkutan, setelah di roya buku tanah dan sertifikat hak atas tanah tersebut telah
bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.
Sedangkan beberapa sertifikat tanah yang belum dilunasi masih tetap dibebani
Hak Tanggungan sebesar sisa hutangnya yang belum dibayar.
27
Contoh :
A meminjam uang kepada Bank sebesar Rp. 100.000.000,- yang dengan
jaminan hak atas tanah yang terdiri dari 4 (empat) buah sertifikat hak atas
tanah yang diikat dengan Hak Tanggungan, yaitu :
Sertifikat hak atas tanah I
dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000
Sertifikat hak atas tanah II
Dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000
Sertifikat hak atas tanah III
Dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000
Sertifikat hak atas tanah IV
Dengan Hak Tanggungan senilai Rp. 25.000.000
Perjanjian tersebut dibuat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kemudian PPAT mendaftarkan
perjanjian tersebut ke Kantor Pertanahan setelah didaftarkan Kantor Pertanahan
membuat 4 (empat) buah buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya kedalam 4
(empat) buah buku tanah A yang ada di Kantor Pertanahan dan kemudian menyalin
catatan tersebut kedalam 4 (empat) buah sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Tanggungan, ke 4 (empat) buah sertifikat hak atas tanah dan sertifikat Hak
Tanggungan disimpan oleh kreditor.
A dapat melunasi sebagian hutang dari Hak Tanggungan sebesar
Rp. 50.000.000 yaitu dengan melunasi sertifikat hak atas tanah I sebesar Rp.
25.000.000 dan sertifikat hak atas tanah II sebesar Rp. 25.000.000.
Setelah mendapat pelunasan dari A, kemudian kreditor membuat surat
permohonan roya pada Kantor Pertanahan mohon untuk mencoret catatan beban
Hak Tanggungan pada sertifikat hak atas tanah I dan sertifikat hak atas tanah II
dengan melampirkan kedua buah sertifikat tersebut beserta sertifikat Hak
Tanggungan masing-masing, setelah dilakukan pencoretan atau roya oleh Kantor
Pertanahan maka kedua buah sertifikat tersebut telah bebas dari Hak Tanggungan
yang selama ini membebaninya. Kemudian ke 2 buah sertifikat tersebut dikembalikan
kepada debitor. Sedangkan sertifikat Hak Tanggungan tidak ditarik oleh Kantor
Pertanahan tetapi hanya diberikan catatan pada buku tanah Hak Tanggungan sertifikat
mana yang dikeluarkan dari jaminan Hak Tanggungan, kemudian sertifikat Hak
Tanggungan dikembalikan kepada kreditor. Sedangkan sertifikat hak atas tanah III
dan sertifikat hak atas tanah IV yang belum dilunasi masih tetap dibebani tanggungan
sebesar sisa hutang yang belum dilunasi.
Sebagaimana diuraikan diatas, Hak Tanggungan pada prinsipnya memiliki
Pemberian Hak Tanggungan. Janji itu dapat diperhatikan dalam formulir Akta
Pemberian Hak Tanggungan yaitu :
Debitor dapat melakukan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan di atas, dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari Obyek Hak Tanggungan yang akan disebut di bawah ini, dan yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa yang yang belum dilunasi :---
3. Persyaratan yang diperlukan untuk permohonan roya parsial.
a. Sertifikat hak milik atas rumah susun atau sertifikat hak atas tanah yang akan diroya.
b. Sertifikat Hak Tanggungan
c. Surat – surat permohonan roya parsial dari kreditor yang bersangkutan yang berisi :
1. Sebab / alasan roya parsial ( dilunasi hutang/dilepaskan dan sebagainya ).
2. Menyebutkan nomor sertifikat yang diroya.
3. Ditandatangani langsung oleh pimpinan instansi perbankan yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk.
4. Surat – surat lain yang diperlukan ( surat kuasa dan sebagainya ) 2825
E. Roya Akibat Peralihan Hak Tanggungan
Prinsipnya orang yang telah menjaminkan benda miliknya, tidak menjadikan
ia kehilangan hak dan kewenangan untuk mengambil tindakan pemilikan atas benda
yang dijaminkan tersebut, artinya dengan dilakukannya perjanjian atas benda yang
telah dijaminkan tersebut, tidak menjadikan dirinya kehilangan wewenang atas benda
yang telah dijaminkan kepada kreditor / Bank dan ia sebagai pemilik benda tersebut
masih mempunyai hak untuk mengalihkan atau menjaminkan benda itu kembali.
Sepanjang mendapat persetujuan dari kreditor.
Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena Cessie,
Subrogasi, Pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih
karena hukum kepada kreditor yang baru.( Pasal 16 ayat 1 UU No.4 tahun 1996).
28
Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib
didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan .( Pasal 16 ayat 2 UU
No.4 tahun 1996). Ketentuan ini dimaksudkan agar terdapat perlindungan terhadap
kreditor baru yang menerima pengalihan hak tagih atau piutang yang dijamin dengan
Hak Tanggungan.
Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak
Tanggungan dan pada buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak
Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan
sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan .( Pasal 16 ayat 3 UU No.4 tahun 1996).
Tanggal pencatatan pada buku tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 3
adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang
diperlukan bagi pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu
jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari
tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat 4. Menurut Pasal 9 UU No.4
tahun 1996 pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dalam hal pemegang Hak
Tanggungan adalah orang perseorangan meninggal dunia maka Hak Tanggungan ini
Dalam penjelasan Pasal 16 ayat 1 UU No.4 tahun 1996, Cessie adalah
perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor, pemegang Hak Tanggungan
kepada pihak lain. Cessie sendiri dalam sudut pandang hukum perdata merupakan
suatu bentuk penyerahan hak milik sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 584
KUHPerdata yang mengikuti suatu peristiwa hukum yang bertujuan untuk
mengalihkan hak milik atas suatu benda. Dalam hal ini, menurut Pasal 613
KUHPerdata adalah piutang atas nama. Dengan demikian Cessie bukanlah suatu
perbuatan hukum yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu kelanjutan dari
suatu perstiwa hukum perdata yang dibaut dengan tujuan untuk mengalihkan hak
milik atas piutang atas nama tersebut. Tanpa adanya peristiwa hukum yang dimaksud,
Cessie tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi.
Subrograsi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi utang
debitor. Hal ini diatur dalam pasal 1400 KUHPerdata. Ini berarti pihak ketiga yang
telah membayar hutang debitor tersebut demi hukum muncul sebagai kreditor baru
menggantikan kreditor lama. Karena hutang yang telah dibayar oleh pihak ketiga
tersebut dengan sendirinya hutang tersebut menjadi hapus, tapi saat bersamaan
perjanjian hutang piutang hidup lagi dengan pihak ketiga sebagai kreditor baru, dapat
menagih kepada debitor, dan memperoleh hak-hak tunututannya yang berupa jaminan
Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi
karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta
yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditor baru.
Selain itu Hak Tanggungan turut beralih dengan beralihnya hutang yang
dijamin dengan Hak Tanggungan atas dasar waris.Obyek Hak Tanggungan dapat
beralih karena debitor yang juga merupakan pemilik jaminan sebagai obyek Hak
Tanggungan tersebut meninggal dunia. Hukum mengatur bahwa ahli waris tidak saja
akan mewarisi kekayaan pewaris yang meninggal dunia, tetapi juga mewarisi segala
utangnya kepada pihak ketiga. Peralihan itu terjadi demi hukum, kecuali apabila
menurut hukum pewarisan itu dapat ditolak oleh ahli waris yang bersangkutan.
Apabila pemberi Hak Tanggungan yang merupakan pemilik obyek Hak
Tanggungan meninggal dunia, maka ahli waris mendaftarkan peralihan haknya atas
obyek Hak Tanggungan itu kepada Kantor Pertanahan.
Untuk membuktikan seseorang itu adalah ahli waris dibuktikan dengan Surat
Akta Keterangan Waris.
1. Bagi mereka yang tunduk kepada hukum adat keterangan waris dibuat sendiri
oleh ahli waris kemudian diketahui oleh Lurah dan Camat.
2. Bagi mereka yang tunduk pada BW (WNI) keturunan Cina keterangan
3. Bagi keturunan Arab atau Timur Asing lainnya keterangan warisnya dibuat
oleh Balai Harta Peninggalan.
Peralihan obyek Hak Tanggungan karena pewarisan ini tidak mengakibatkan
hapusnya Hak Tanggungan, karena Hak Tanggungan memiliki asas droit de suite
yaitu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada,
hal ini sesuai dengan Pasal 7 UU No.4 tahun 1996. Roya Hak Tanggungan dapat
dimohonkan oleh ahli waris selaku pemilik hak atas tanah yang telah diberi catatan
oleh kreditor bahwa piutang yang dijamin pelunasannya oleh Hak Tanggungan sudah
lunas, atau kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Dalam praktek perbankan, hubungan utang piutang atau pinjam meminjam
dalam perjanjian kredit juga disertai dengan asuransi jiwa bagi debitor. Sehingga,
pada saat debitor meninggal dunia maka utang kepada kreditor dibayarkan oleh
asuransi untuk pelunasannya. Pelunasan utang oleh asuransi kepada kreditor ini
mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan yang dapat menjadi alasan untuk
dimohonkan Roya Hak Tanggungan.
Roya Hak Tanggungan terhadap Hak Tanggungan yang beralih akibat Cessie
dan Subrogasi atau sebab lain ini hanya dapat dilakukan oleh yang berkepentingan
dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh
kreditor baru, bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin
pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau kreditor baru melepaskan
F. Roya Hak Tanggungan Sebagai Kegiatan Administratif
Dalam penjelasan Pasal 22 ayat 1 UU No.4 tahun 1996, disebutkan bahwa
pencoretan catatan atau Roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban
administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan yang
bersangkutan sudah hapus. Hak Tanggungan hapus karena peristiwa-peristiwa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-undang No.4 tahun 1996.
Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang No.4 tahun 1996, Hak Tanggungan
hapus karena hal-hal sebagai berikut :
1). Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
2). Dilepaskan Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan
3). Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri.
4). Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan merupakan konsekwensi dari sifat accesoir dari Hak Tanggungan yaitu
adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya
Hak Tanggungan itu hapus juga.
Hak Tanggungan merupakan jaminan utang yang pembebanannya adalah
kreditor untuk menghapuskan Hak Tanggungan yang dimilikinya, keadaan ini
berbeda dengan pemberi Hak Tanggungan yang tidak mungkin dapat membebaskan
Hak Tanggungan itu.
Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri adalah berkaitan
dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUHT. Menurut ketentuan ini, pembeli obyek
Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atau atas perintah Ketua
Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada
pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala
beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
Hapusnya hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan dapat
mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan. Hak atas tanah antara lain dapat hapus
karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 UUPA
atau peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini Hak Tanggungan hapus
karena tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang
berhubungan dengan kewajiban adanya objektif tertentu, yang salah satunya meliputi
keberadaan dari bidang tanah yang dijaminkan.
Pasal 27 Undang-undang Pokok Agraria menetapkan faktor-faktor penyebab
hapusnya Hak Milik atas tanah dan tananya jatuh kepada Negara yaitu :
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.
3. Karena diterlantarkan.
4. Karena subyek hak atas tanah tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak
milik atas tanah.
5. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak
lain, tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Pokok Agraria, Hak Guna Usaha hapus
karena :
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
dipenuhi.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berkahir.
4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Diterlantarkan.
6. Tanahnya musnah.
Berdasarkan Pasal 40 Undang-undang Pokok Agraria, Hak Guna Bangunan
hapus karena :
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
dipenuhi.