• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA MADYA TENTANG KONJUNGTIVITIS DI MAN 1 YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA MADYA TENTANG KONJUNGTIVITIS DI MAN 1 YOGYAKARTA"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh INDA RESKY AULIA

20120320020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Inda Resky Aulia

NIM : 20120320020

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sunber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 19 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

(4)

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur atas terselesaikannya karya tulis ilmiah ini peneliti persembahkan kepada orang-orang yang selalu menginspirasi dan memotivasi dalam perjalanan hidup dan masa-masa kuliah. Tiada kata yang lebih pantas selain kata alhamdulillah

dan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua yang membantu dan mendukung penulisan Proposal ini.

Terima kasih peneliti ucapkan kepada:

 Ibunda dan ayahanda tercinta yang telah mencucurkan keringat dan mencurahkan kasih sayang, dukungan dan semangat serta doa restu sehingga kuliah yang peneliti jalani terselesaikan dan berjalan dengan lancar.

 Kakak dan adik tersayang Nidya Anggraini dan Trie Pamungkas yang selalu memberikan dorongan semangat untuk tetap kuat dalam menyelesaikan Proposal ini.

 Keluarga besar Wajdib yang selalu memberi dukungan untuk tetap kuat dalam menyelesaikan proposal ini.

 Sahabat-sahabat saya Finanti Puja, Nina Nur’aini, Aprilliana D. P, Rizsa Ayunir dan Annisa Ul Husna yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan proposal ini

 Teman-teman PSIK 2012 dan semua pihak yang membantu kelancaran penyusunan proposal penelitian ini.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal yang berjudul: “TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA MADYA TENTANG KONJUNGTIVITIS DI MAN 1 YOGYAKARTA”. Proposal ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari peran dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep,.Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Romdzati S.Kep., Ns., MNS. selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran, kelembutan dan pengorbanan sehingga beliau mampu membimbing dan mengarahkan peneliti dalam menyusun Proposal ini.

3. Ibu Arianti, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan dan pengarahan pada proposal ini sehingga proposal ini menjadi lebih baik.

4. Pihak Sekolah MAN 1 Yogyakarta yang telah memberikan tempat untuk melakukan penelitian ini.

(6)

v

Peneliti menyadari bahwa Proposal ini memiliki kekurangan, mengingat keterbatasan peneliti, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan proposal ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, 19 Agustus 2016

(7)

vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ………. i

KEASLIAN PENELITIAN ………. ii

KATA PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ………... .. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

INTISARI ………. xi

ABSTRACT ……….. ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Penelitian Terkait ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Remaja ... 10

B. Pengetahuan ... 12

C. Anatomi Mata ... 16

D. Konjungtivitis ... 19

E. Peran Perawat ……….. ... 30

F. Peran Pemerintah ……… ... 32

G. Kerangka Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Desain Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

E. Definisi Operasional ... 38

F. Instrumen Penelitian ... 38

G. Cara Pengumpulan Data ... 40

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

(8)

vii

J. Etika Penelitian ... . 44

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN... . 46

A. Hasil Penelitian ………. 46

B. Pembahasan …………..………. 54

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ....………. 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... . 64

A. Kesimpulan ………...……… 64

B. Saran ………. ...………. 65

(9)

viii Daftar Tabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional 31

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian 39

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai r Reliabilitas 42

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden 47

Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden di MAN 1 Yogyakarta 48 Tabel 4.3 Persentase Jawaban Responden Setiap Komponen 50 Tabel 4.4 Presentase Tingkat Pengetahuan tentang Konjungtivitis

di MAN 1 Yogyakarta 51

Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Usia

di MAN 1 Yogyakarta 51

Tabel 4.6 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Jenis Kelamin

di MAN 1 Yogyakarta 52

Tabel 4.7 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Riwayat

Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta 53

Tabel 4.8 Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan Sumber

(10)

ix

Daftar Gambar

Gambar 1 Anatomi Mata ………. 18

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Permohonan menjadi responden

Lampiran 2. Pernyataan kesediaan menjadi responden Lampiran 3. Kuesioner penelitian

Lampiran 4. Lembar hasil olah data uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 5. Lembar hasi distribusi frekuensi karakteristik responden dan crosstab tingkat pengetahuan

Lampiran 6. Surat izin survey pendahuluan Lampiran 7. Surat izin uji validitas

(12)

xi

Inda Resky Aulia, (2016), Tingkat Pengetahuan Remaja Madya tentang Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta

Pembimbing : Romdzati, S.Kep., Ns., MNS INTISARI

Latar Belakang : Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Konjungtivitis masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan jalan di rumah sakit di Indonesia sebanyak 135.749 orang. Konjungtivitis harus cepat ditanggapi karena bisa menyebabkan komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi umum dari konjungtivitis adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan sangat mempengaruhi penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta terhadap konjungtivitis.

Metode Penelitian : Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survey. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 251 orang dengan tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 5%. Tehnik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta dalam kategori cukup yaitu sebanyak 115 orang (45,8%), pengetahuan baik sebanyak 96 orang (38,2%) dan pengetahuan kurang sebanyak 40 orang (15,9%).

Kesimpulan dan Saran : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN1 Yogyakarta adalah cukup. Diharapkan pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan yang lebih baik mengenai konjungtivitis melalui Usaha Kesehatan Sekolah atau bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di Yogyakarta.

(13)

xii

Inda Resky Aulia, (2016), Inda Resky Aulia, (2016), The level of middle adolescent knowledge about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta

Supervisor : Romdzati, S.Kep., Ns., MNS

ABSTRACT

Background: Conjunctivitis is a disease occurred around the world and may infect people regardless the age. Conjunctivitis is included as one of 10 diseases mostly suffered by outpatiens in Indonesia hospital (135.749 pasients). Conjunctivitis must be quickly addressed since it may lead to other complication depending on the etiology. A common complication of conjunctivitis is the loss of vision that will influence the patients in doing their daily activities.

Objective: This research aimed to find out the level of middle adolescent knowledge about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta

Methods: This research was a descriptive research using survey as its approach. The sample used was 251 respondents with relative accuracy (d): 5%. The sample was collected through stratified random sampling. The data was collected by using questionnaire. The data was analyzed by descriptive statistic method.

Results: The result indicated that level of middle adolescent knowledge in MAN 1 Yogyakarta in medium category was 115 respondents (45.8%), in good category was 96 respondents (38.2%) and in poor category was 40 respondents (15.9%).

Conclusions and Recommendations: The level of middle adolescent knowledge about conjunctivitis at MAN 1 Yogyakarta was enough. It was expected that schools can provide a better counseling about conjunctivitis through school health program or trough the assistance of the Health Department in Yogyakarta.

(14)
(15)

INTISARI

Latar Belakang : Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Konjungtivitis masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan jalan di rumah sakit di Indonesia sebanyak 135.749 orang. Konjungtivitis harus cepat ditanggapi karena bisa menyebabkan komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi umum dari konjungtivitis adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan sangat mempengaruhi penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta terhadap konjungtivitis.

Metode Penelitian : Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan survey. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 251 orang dengan tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 5%. Tehnik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan metode stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif.

Hasil Penelitian : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN 1 Yogyakarta dalam kategori cukup yaitu sebanyak 115 orang (45,8%), pengetahuan baik sebanyak 96 orang (38,2%) dan pengetahuan kurang sebanyak 40 orang (15,9%).

Kesimpulan dan Saran : Tingkat pengetahuan remaja madya di MAN1 Yogyakarta adalah cukup. Diharapkan pihak sekolah dapat memberikan penyuluhan yang lebih baik mengenai konjungtivitis melalui Usaha Kesehatan Sekolah atau bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di Yogyakarta.

(16)

ABSTRACT

Background: Conjunctivitis is a disease occurred around the world and may infect people regardless the age. Conjunctivitis is included as one of 10 diseases mostly suffered by outpatiens in Indonesia hospital (135.749 pasients). Conjunctivitis must be quickly addressed since it may lead to other complication depending on the etiology. A common complication of conjunctivitis is the loss of vision that will influence the patients in doing their daily activities.

Objective: This research aimed to find out the level of middle adolescent knowledge about conjunctivitis in MAN 1 Yogyakarta

Methods: This research was a descriptive research using survey as its approach. The sample used was 251 respondents with relative accuracy (d): 5%. The sample was collected through stratified random sampling. The data was collected by using questionnaire. The data was analyzed by descriptive statistic method.

Results: The result indicated that level of middle adolescent knowledge in MAN 1 Yogyakarta in medium category was 115 peoples (45.8%), in good category was 96 peoples (38.2%) and in poor category was 40 peoples(15.9%).

Conclusions and Recommendations: The level of middle adolescent knowledge about conjunctivitis at MAN 1 Yogyakarta was enough. It was expected that schools can provide a better counseling about conjunctivitis through school health program or trough the assistance of the Health Department in Yogyakarta.

(17)

1

Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan transparan yang membungkus atau melindungi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbar). Lokasi konjungtiva yang berada di luar, menyebabkan konjungtiva sangat mudah terkena mikroorganisme dan benda-benda asing yang berada di lingkungan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan terjadinya peradangan pada konjungtiva (Vaughan, 2008).

Peradangan pada konjungtiva atau konjungtivitis merupakan istilah umum yang mengacu pada berbagai kelompok penyakit terutama berpengaruh pada konjungtiva (Feder, 2013). Konjungtivitis terbagi menjadi dua kelompok yang termasuk infeksius dan noninfeksius. Konjungtivitis infeksius seperti konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri, dan virus serta yang lain disebabkan oleh chlamydia, jamur, dan parasit. Sedangkan, konjungtivitis yang termasuk noninfeksius yaitu konjungtivitis alergik (Mejia-Lopez dkk, 2011).

(18)

Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia. Sebanyak 135.749 orang yang melakukan kunjungan ke departemen mata, ditemui total kasus konjungtivitis dan gangguan lain konjungtiva sebanyak 99.195 orang, tetapi belum ada data statistik yang akurat mengenai jenis konjungtivitis yang paling banyak (Kemenkes RI, 2010).

Konjungtivitis dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang bervariasi tergantung dari jenis penyebabnya. Komplikasi konjungtivitis secara umum adalah penurunan ketajaman penglihatan yang akan mempengaruhi aktivitas penderita, kerusakan permanen pada mata, abrasi kornea dan pembentukan jaringan parut, serta konjungtivitis adalah gejala awal penyakit sistemik berat, yaitu penyakit Kawasaki (Corwin, 2009).

(19)

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik (Notoatmodjo, 2007). Remaja madya (15-18 tahun) cenderung masih bersifat kekanakan, namun pada usia ini sudah timbul unsur baru, yaitu rasa percaya diri, adanya kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri, mencintai dirinya sendiri dan tidak tahu memilih mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Sehingga pengetahuan sangat penting diberikan pada usia tersebut untuk mengurangi kebingungan pada remaja.

Banyak remaja yang tidak mengetahui apa itu konjungtivitis dan banyak persepsi remaja yang kurang tepat mengenai konjungtivitis terutama pada penularan dan pengobatan. Setelah mewawancarai 10 remaja yang bersekolah di MAN 1 Yogjakarta, 10 remaja ini pernah mengalami konjungtivitis atau yang lebih mereka kenal dengan belekan. Kesepuluh remaja ini tidak pernah ke

puskesmas atau rumah sakit jika mengalami konjungtivitis, mereka hanya menggunakan obat tetes mata yang di beli tanpa mengetahui jenis kandungannya di apotek, dengan alasan konjungitivitis bukanlah penyakit yang berbahaya.

(20)

saliva. Remaja-remaja ini mengatakan bahwa konjungtivitis dapat menular dan delapan diantaranya mengatakan bahwa konjungtivitis dapat menular melalui tatapan mata. Hasil dari studi pendahuluan dengan mewawancarai guru mengatakan bahwa sekolah yang diteliti peneliti MAN 1 Yogyakarta tidak pernah dilakukan penelitian tentang konjungtivitis dan juga tidak adanya pemberian pendidikan kesehatan tentang konjungtivitis baik itu dari pihak sekolah ataupun dinas kesehatan.

Pemerintah perlu membuat kebijakan khusus tentang konjungtivitis terutama pada pengobatannya dalam menangani penyakit tersebut. Hal tersebut seharusnya dapat sejalan dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam meningkatkan pengendalian penyakit (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Indonesia mencanangkan vision 2020 pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden waktu itu. Vision 2020 adalah suatu inisiatif global untuk penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia yang dibuat oleh WHO (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI, 2014). Belum adanya kebijakan khusus dari pemerintah terkait konjungtivitis membuat peran perawat sebagai seorang pendidik (educatar) tidak berjalan dengan baik, sehingga kesadaran masyarakat maupun siswa-siswi dalam memeriksakan kesehatan mata menjadi kurang.

(21)

konjungtivitis adalah sedang. Menurut hasil yang di dapat, siswa mengetahui tentang pengenalan konjungtivitis, tetapi tidak mengetahui cara penularan konjungtivitis serta penyebab terjadinya konjungtivitis. Selain usia, kebudayaan di suatu daerah juga mempengaruhi pengetahuan seseorang. Kebudayaan adalah suatu kesatuan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan seseorang. Sedangkan, di setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda sesuai dengan riwayat daerah termasuk letak geografis daerah seperti di penggunungan, pantai, dan lain sebagainya (Mubarak, 2007).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

B. Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan remaja terhadap konjungtivitis?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja terhadap konjungtivitis 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang penyebab konjungtivitis b. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang tanda dan gejala

(22)

c. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang cara penularan konjungtivitis

d. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang pencegahan terjadinya konjungtivitis.

e. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang pengobatan yang tepat

untuk konjungtivitis

f. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang komplikasi

konjungtivitis

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat untuk : 1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat menjadi sumber data untuk pemerintah untuk mencanangkan program sosialisasi atau penyuluhan tentang kesehatan mata pada remaja terutama konjungtivitis.

2. Bagi Perawat

Membantu mengaplikasikan ilmu yang didapat selama proses belajar mengajar baik dari segi konsep maupun metode dan dapat memberikan intervensi kepada masyarakat atau siswa-siswi yang terkena konjungtivitis. 3. Bagi peneliti selanjutnya

(23)

E. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian yang terkait yaitu :

1. Erwin (2011), dengan judul Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Methodist Pematang Siantar tentang Konjungtivitis. Jenis penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan pengambilan data secara non-probability sampling, yaitu consecutive sampling dengan jumlah sampel 83 orang yang merupakan remaja dari usia 15-19 tahun. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa tingkat pengetahuan siswa di SMA Methodist Pematang Siantar memiliki tingkat pengetahuan sedang sebanyak 61 orang (73,6 %), tingkat pengetahuan baik 14 orang (16,8 %) ,tingkat pengetahuan kurang sebanyak 8 orang (9,6%).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada pengambilan data. Pada penelitian ini peneliti menggunakan stratified random sampling, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan

consecutive sampling. Persamaan pada penelitian ini adalah subyek yang digunakan sama-sama remaja.

(24)

tingkat pengetahuan guru tentang konjungtivitis adalah kurang. Perbedaan peniliti dan penelitian sebelumnya terdapat pada variabel, responden juga pengambilan sampel. Penelitian sebelumnya menggunakan dua variabel untuk melihat tingkat pengetahuan dan perilaku pemberian pendidikan kesehatan mencuci tangan dengan respondennya adalah guru. Persamaan dari penelitian peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah sama dalam menilai tingkat pengetahuan tentang konjungtivitis.

(25)
(26)

10 A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja atau adolescent merupakan masa transisi anatara masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial (Papalia dkk, 2008). Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). WHO menetapkan batas usia remaja dalam dua bagian, yaitu remaja awal usia 10-12 tahun dan remaja akhir usia 15-20 tahun.

2. Tahap-tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja (Konopka dalam Yusuf, 2011) :

a. Remaja awal (12-15 tahun)

(27)

Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti. b. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini remaja masih bersifat kekanakan dan sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, adanya kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri, dan rasa percaya diri, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya

c. Remaja akhir (19-22 tahun)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.

(28)

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum.

Prevalensi yang didapatkan dari data kesehatan Sleman, Yogyakarta (2010) menyatakan bahwa penderita terbanyak yang terkena konjungtivitis adalah remaja pada usia 15-18 tahun. Hasil data ini menunjukan bahwa pentingnya pendidikan tentang konjungtivitis perlu diberikan pada remaja madya.

B. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2010), pengetahuan adalah hasil yang didapat dan diketahui melalui penginderaan yang dimiliki seseorang baik dari penglihatan, penghidu, pendengaran dan sebagainya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang.

2. Tingkatan Pengetahuan

(29)

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang sebelumnya telah dipelajari. Mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari termasuk dalam tingkat ini. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkatan

pengetahuan yang paling rendah. Menyebutkan, menguraikan, mendefinisakan, menyatakan dan sebagainya merupakan kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajarinya

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai mengetahui kemampuan untuk menjelaskan secara langsung tentang apa yang sudah didapat dan dipelajari dengan benar. Contoh: menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu bahan yang telah dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah didapatkan dan dipelajari dalam keadaan yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

(30)

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagaianya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk menjelaskan struktur atau pola dari materi yang telah didapat dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau yang telah ada.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan, antara lain (Mubarak, 2007) :

a. Pendidikan

(31)

b. Minat

Minat merupakan suatu tingkat keinginan seseorang untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan baik pengetahuan maupun ketrampilan. Hal ini dapat menjadikan seseorang memiliki pengetahuan yang lebih dalam.

c. Pekerjaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pekerjaan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pekerjaan dapat mempengaruhi sebuah tingkat pengetahuan berhubungan dengan lingkungan tempat kerja yang membuat seseorang memperoleh pengetahuan secara langsung maupun tidak langsung.

d. Informasi

Informasi adalah suatu data yang diperoleh dari orang lain, media cetak maupun media masa untuk dijadikan bahan pengetahuan yang baru. Cepat lambatnya seseorang mendapatkan pengetahuan baru, tergantung dari seberapa mudah orang tersebut mendapatkan informasi. e. Kebudayaan

(32)

f. Umur

Seiring bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi suatu perubahan fisik maupun psikologis. Sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap daya tangkap dan pola pikir.

g. Pengalaman

Pengalaman merupakan sesuatu yang pernah dilakukan seseorang dilingkungannya dalam berpartisipasi. Seseorang yang mengalami pengalaman buruk, lebih cenderung untuk cepat melupakan dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai pengalaman baik.

C. Anatomi Mata 1. Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam sehingga memiliki bentuk kelengkungan yang berbeda (Illyas, 2014). 2. Sklera

(33)

3. Kornea

Kornea adalah jaringan transparent yang ukuran dan struktur sebanding dengan kristal yang ada di sebuah jam tangan kecil. Rata-rata kornea dewasa adalah 550 micrometer dengan tebal di tengah, 11.75 mm diameter horizontal dan 10.6 mm diameter vertical. Dari anterior sampai posterior, kornea terdiri dari 5 lapis yaitu epithelium, membran bowman, stroma, membran descemet dan endothelium (Illyas, 2014). 4. Uvea

Uvea merupakan lapis vascular yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Uvea dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea memberikan konstribusi pasokan darah ke retina (Vaughan, 2008).

5. Pupil

Ukuran pupil pada anak-anak berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf simpatis. Ukuran pupil orang dewasa adalah sedang, dan pupil akan mengecil akibat adanya cahaya yang dibangkitakan oleh lensa dan sklerosis (Vaughan, 2008).

6. Lensa Mata

(34)

7. Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang tipis, semitransparent, memiliki lembaran yang berlapis-lapis. Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia, merah pada hiperimea (Vaughan, 2008).

8. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (konjungtiva tarsalis) dan dengan epitel kornea di limbus.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitales di fornices

(35)
[image:35.612.160.342.114.276.2]

Gambar I. Anatomi mata

D. Konjungtivitis 1. Definisi

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang pada selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata (Ilyas, 2014). Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi (Vaughan & Asbury’s, 2010)

(36)

Patogen yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus

aureus, Neisseria meningitides, herpes simplex tipe 1 dan tipe 2, dua

picornaviruses dan sebagian besar strain adenovirus pada manusia. Dua agen yang ditularkan melalui seksual adalah Clhamydia trachomatis dan

Neisseria genorrhoeae (Vaughan, 2008).

2. Klasifikasi Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu infeksius dan noninfeksius. Virus dan bakteri adalah penyebab terbanyak dalam kelompok infeksius serta yang lain disebabkan oleh jamur dan parasit. Konjungtivitis yang termasuk dalam noninfeksius adalah konjungtivitis alergi dan konjungtivitis (American Academy of Opthalmology, 2013).

a. Viral conjunctivitis

Virus merupakan penyebab tertinggi dari semua kasus konjungtivitis akut. Banyak kesalahan kasus dalam mendiagnosa

viral conjunctivitis sebagai bacterial conjunctivitis (O’brien dkk,

2009). Sebanyak 60%-90% kasus dari viral conjunctivitis ini disebabkan oleh adenovirus (Kaufman, 2011)

(37)

Masa inkubasi pada viral conjunctivitis adalah 5 sampai 12 hari. Penularan penyakit mulai pada 10 sampai 15 hari (Hovding, 2008)

Pencegahan dalam viral conjunctivitis dengan mencuci tangan, desinfeksi yang ketat pada alat yang digunakan untuk mengobati mata, pisahkan tempat tidur penderita dari tempat tidur orang lain yang tidak terkena konjungtivitis (Amir dkk, 2013).

Walaupun tidak memiliki penatalaksanaan yang efektif,

artificial tears (air mata buatan), antihistamin topikal atau kompres dingin dapat digunakan sebagai penatalaksanaan untuk mengurangi gejala yang muncul (Skevaki dkk, 2011).

Penggunaan antiviral tidak dianjurkan dan penggunaan antibiotik topikal tidak diindikasikan. Penggunaan obat tetes mata antibiotik dapat meningkatkan resiko penularan dari obat itu sendiri dan dapat meningkatkan angka resisten dari bakteri. Pasien dengan gejala yang tidak berkurang lebih dari 7 sampai 10 hari harus di rujuk ke poli mata karena dapat menyebabkan komplikasi (amir dkk, 2013).

b. Bacterial Conjunctivitis

(38)

penularan pada bacterial conjunctivitis. Pada anak, penyakit ini sering terjadi karena H influenzae, S pneumoniae, and Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis ini berlangsung selama 7 sampai 10 hari (Amir dkk, 2013).

Hyperacute conjunctivitis ditandai dengan keluarnya kotoran mata yang bernanah dan penurunan penglihatan, pembengkakan pada kelopak mata, dan mata terasa nyeri ketika dipalpasi.

Bacterial conjunctivitis dikatakan kronik jika terjadi lebih dari 4 minggu dan disebabkan oleh Staphylococcus aureus, dan

Moraxellalacunata. (Yannof, 2004). Masa inkubasi dari konjungtivitis bakteri adalah 1-7 hari dan 2-7 hari adalah masa penularan konjungtivitis bakteri (Amir dkk,2013).

c. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun terganggu (Vaughan, 2010).

d. Allergic conjunctivits

(39)

gatal dan edema merupakan gejala tersering pada konjungtivitis alergi (Bielory dkk, 2012).

Pengobatan untuk konjungtivitis alergi adalah menghindari antigen dan menggunakan larutan salin atau artificial tears ( air mata buatan) untuk mengurangi dan menghilangkan alergen dan kompres dingin untuk menghilangkan edema (Bielory dkk, 2012).

3. Gejala Klinis Konjungtivitis

Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing, sensasi tergores dan terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva (Vaughan, 2010).

4. Komplikasi

a. Komplikasi Pengobatan Antibiotik

(40)

penggunaan antibiotika tidak rasional karena tidak ada indikasi dan tidak tepat jenis (Tampi, 2011).

Terdapat 48 catatan medik dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi berjumlah 27 (56,3 %) dan tidak ada indikasi 21 (43,7%). Berdasarkan ketepatan penggunaan antibiotik, ada 1 (3,7%) tepat dan tidak tepat 26 (96,3%). Hal tersebut terjadi karena konjungtivitis memiliki banyak macam berdasarkan penyebabnya tetapi tanda dan gejala banyak yang hampir sama (Tampi, 2011).

b. Komplikasi Pengobatan Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek antiinflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil, neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut (Sitompul, 2011).

(41)

diturunkan secara perlahan menurut tanda klinis inflamasi. Apabila kortikosteroid digunakan selama lebih dari 2-3 minggu, penghentiannya harus dilakukan secara bertahap (tapering off) (American Academy of Ophthalmology, 2007).

1) Glaukoma

Pada beberapa pasien, kortikosteroid topikal menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) yang disebut sebagai

corticosteroid-induced ocular hypertension. Apabila peningkatan TIO tersebut menetap dan menyebabkan gangguan lapang pandang serta kerusakan saraf penglihatan, maka terjadi

corticosteroid-induced glaucoma. Corticosteroid-induced ocular

hypertension terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah pemberian kortikosteroid potensi kuat atau beberapa bulan setelah pemberian kortikosteroid potensi lemah. Potensi dan konsentrasi sediaan kortikosteroid topikal berbanding lurus

dengan “kemampuan” mencetuskan corticosteroid-induced

ocular hypertension dan corticosteroid-induced glaucoma

(Sitompul, 2011).

(42)

materi ekstraseluler melalui induksi proliferasi apparatus Golgi, peningkatan jumlah retikulum endoplasma, dan peningkatan jumlah vesikel sekretorik, meningkatkan sintesis fibronektin, laminin, kolagen, dan elastin. Struktur aktin sitoskeleton jaringan trabekular mengalami reorganisasi menjadi cross-linked actin networks (CLANs). Seluruh perubahan morfologi dan biokimia pada jaringan trabekular menyebabkan gangguan aliran cairan

aqueous. Gangguan tersebut mengakibatkan peningkatan TIO pada corticosteroid-induced glaucoma (Clark dkk, 2010).

2) Katarak

(43)

5. Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit (Noor, 2006). Pencegahan primer konjungtivitis dapat dilakukan dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, meningkatkan hygiene (mencuci tangan dengan bersih, tidak menggunakan handuk atau barang yang sama dengan penderita)dan sanitasi lingkungan, rajin membersihkan mata dan menggunakan pelindung mata saat bekerja (Hendrawati, 2008).

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi (Noor, 2006). Pencegahan ini dapat dilakukan pada saat melakukan diagnosa. Diagnosis pada konjungtivitis bervariasi tergantung jenisnya. Saat melakukan diagnosis yang perlu diperhatikan adalah jenis dari konjungitivitis, keparahan dan frekuensi gejala, durasi lamanya penyakit, penggunaan obat-obatan (hendrawati, 2008) dan riwayat penggunaan lensa kontak (Marlin, 2009).

(44)

6. Penatalaksanaan

Konjungtivitis juga dapat sembuh sendiri selama 2 minggu walaupun tanpa pengobatan. Pengobatan yang paling sering diberikan untuk penderita konjungtivitis yaitu jenis tetes mata dan salep mata. Perbedaan dalam setiap jenis pengobatan konjungtivitis yaitu kandungan yang terdapat dalam obat tetes mata atau salep mata. (Illyas, 2008).

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebabnya. Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dapat diobati dengan

sulfonamide atau antibiotik. Pengobatan diberikan sebelum pemeriksaan mikroorganisme dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenicol, tobramicin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikroorganisme (Vaughan, 2010)

Konjungtivitis karena jamur sangat jarang terjadi sedangkan konjungtivitis karena virus , pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder (Vaughan, 2010).

(45)

sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian dikompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis (belekan) juga dapat diobati dengan menggunakan pengobatan konvensional. Beberapa pengobatan konvensional tersebut adalah :

a. Air rebusan daun sirih

Penggunaan daun sirih telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Ekstrak daun sirih mengandung daya antibakteri yang terdiri dari fenol dan senyawa turunannya yang mampu menghambat berbagai macam pertumbuhan bakteri. Ekstrak daun sirih efektif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aerus yang merupakan flora normal dalam tubuh manusia yang dapat menjadi pathogen pada kondisi (Inayatullah, 2012).

b. Air kencing (urine)

(46)

zat-zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan (Prayogo, 2009).

Masyarakat menggunakan urine sebagai obat konjungtivitis karena sudah terbukti kasiatnya. Beberapa orang melaporkan pengalaman mereka dalam terapi urine untuk menyembuhkan konjungtivitis. Urine yang digunakan adalah urine yang dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Penggunaannya dengan merendam mata pada urine yang telah di sediakan pada gelas (Fullerton, 2015).

Urine telah terbukti dapat menyembuhkan penyakit konjungtivitis, tetapi hal tersebut tidak memiliki evidence based untuk membenarkan hal tersebut (Fullerton, 2015). Dr.Slazus dari Nelson R Mandela School of Medicine, Durban, South Africa mengatakan bahwa penggunaan urine sebagai obat untuk menangani konjungtivitis dapat menyebabkan infeksi pada kornea mata yang akhirnya terjadi kebutaan ( Raibeard, 2008).

E. Peran Perawat

(47)

1. Pelaksana layanan keperawatan (Care Provider)

Perawat memberikan pelayanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada klien sesuai dengan kewenangannya. Asuhan keperawatan ini diberikan karena adanya kelemahan pada fisik yaitu pada mata, serta keterbatasan pengetahuan tentang konjungtivitis. Perawat sebagai care provider bertugas untuk memberi kenyamanan dan rasa aman bagi klien, dan berusaha mengembalikan kesehatan klien. 2. Pengelola (Manager)

Perawat memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah sakit, posyandu, puskesmas, dll) maupun tatanan pendidikan sesuai dengan konsep manajamemen keperawatan. Manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan layanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pengobatan untuk konjungtivitis serta memberikan rasa aman kepada klien.

3. Pendidik (Educator)

(48)

4. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan

Keperawatan harus terus melakukan upaya untuk mengembangkan dirinya sebagai sebuah profesi. Berbagai tantangan, persoalan dan pertanyaan seputar keperawatan harus mampu dijawab dan diselesaikan dengan baik. Riset keperawatan akan menambah dasar pengetahuan ilmiah keperawatan dan meningkatkan praktik keperawatan bagi klien. Riset keperawatan tentang konjungtivitis sangan membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan, oleh karena itu perawat harus mampu melakukan riset keperawatan tentang konjungtivitis.

F. Peran Pemerintah

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan financial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Salah satu sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) adalah meningkatnya pengendalian penyakit dan status kesehatan masyarakat yang dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan, salah satunya adalah pada remaja (Kemenkes RI, 2015).

(49)

penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Vision 2020 telah dicanangkan di Indonesia pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati Seokarnoputri sebagai wakil presiden saat itu (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI, 2014).

(50)

G. Kerangka Konsep

[image:50.612.131.548.187.572.2]

Berdasarkan tinjauan pustaka pada bab II maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka konsep tingkat pengetahuan remaja madya tentang konjungtivitis

Ket:

Variabel yang di teliti : Variabel yang tidak di teliti :

Baik Cukup

Tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis: 1. Etiologi 2. Gejala klinis 3. Penularan 4. Komplikasi 5. Pencegahan 6. Penatalaksanaan

atau pengobatan

Prilaku penanganan Konjungtivitis A. Farmakologi :

1. Antibiotik 2. Kortikosteroid B. Non Farmakologi :

1. Air rebusan daun sirih

2. Urine

Factor yang mempengaruhi pengetahuan :

1. Pendidikan 2. Minat 3. Pekerjaan 4. Informasi 5. Kebudayaan 6. Umur 7. pengalaman

Kurang

A. Komplikasi Famakologi : 1. Glaukoma dan

katarak pada penggunaan kortikosteroid B. Komplikasi

NonFarmakologi 1. Kebutaan pada

penggunaan

(51)

35 A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis rancangan survey yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antarvariabel dalam suatu populasi (Nursalam, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner pada remaja di MAN 1 Yogyakarta.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi adalah keseluruhan dari semua variabel yang menyangkut masalah

yang diteliti. Populasi target dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di MAN 1 Yogyakarta. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 667 siswa dengan jumlah siswa kelas X sebanyak 233 siswa, kelas XI sebanyak 214 siswa dan kelas XII sebanyak 220 siswa sesuai dengan jumlah pada tahun ajaran 2015/2016.

(52)

a. Remaja yang bersedia menjadi responden b. Remaja yang berusia 15-18 tahun

c. Remaja yang berada di MAN 1 Yogyakarta

Teknik penarikan sampel akan menggunakan stratified random sampling,

dimana pengambilan sampel melihat dari strata atau kedudukan subjek (seseorang) yang digunakan untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi untuk mencapai sampel yang representative (Nursalam,2013). Besar sampel yang digunakan dalam penelitian akan dihitung menggunakan rumus

slovine (Nursalam, 2013) :

Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi d : tingkat signifikasi (p)

Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 % dan kesalahan absolute atau ketetapan relatif (d) yang diinginkan sebesar 5%. Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :

= �

1 +� 2

= �

(53)

= 667 1 + 667 0,05 2

= 667

1 + 667 0,0025

= 667 1 + 1.66

= 667 2,66

= 250,75

= 251

Jumlah sampel yang didapat sebanyak 251 murid dengan pembagian jumlah murid per kelas :

Murid kelas X : 233

667 251 = 87,6 = 88

Murid kelas XI : 214

667 251 = 80,5 = 80

Murid kelas XII : 220

667 251 = 82,7 = 83

Jumlah kelas tiap tingkatan di MAN 1 Yogyakarta terdiri dari 7 kelas. Maka jumlah sampel dibagi menjadi 7 bagian tiap tingkatan dengan hasil bagi yang diperoleh sebagai berikut :

Kelas X : 88

7 = 12,5 = 12−13 murid

Kelas XI : 80

7 = 11,4 = 11−12 murid

Kelas XII : 83

(54)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan MAN 1 Yogyakarta. Adapun pengumpulan data ini dilakukan dalam waktu sehari yaitu pada bulan April 2016. D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel, yaitu tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

[image:54.612.108.536.311.490.2]

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Tingkat

pengetahuan remaja madya tentang konjungtivitis Segala sesuatu yang diketahui responden tentang pengertian, penyebab, penularan, pencegahan serta penatalaksanaan dari konjungtivitis.

Kuisioner Baik dengan

skor ≥12, cukup dengan skor 11-9 kurang dengan skor <9 Ordinal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo. 2012). Instrumen yang digunakan berupa kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner ini adalah 16 soal dengan menggunakan skala

(55)
[image:55.612.135.508.177.325.2]

kisi-kisi kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan remaja tentang konjungtivitis.

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner penelitian

No. Materi Pertanyaan

Favourable

Pertanyaan Unfavourable

Jumlah

1 Pengertian - 1 1

2 Penyebab 2,3,4 - 3

3 Tanda & gejala 5,6 - 2

4 Penularan 7,9 8 3

5 Pengobatan 10,11,12 - 3

6 Pencegahan 13 - 1

7 Komplikasi 15,16 14 3

Total 13 3 16

Penetapan tingkat pengetahuan didasarkan pada penjumlahan skor yang diperoleh dari tiap pernyataan pada kuisioner, dengan nilai tertinggi adalah 16 dan terendah adalah 0. Alternatif jawaban pada setiap butir pernyataan dijumlahkan kemudian bandingkan dengan jumlah nilai maksimal dikalikan 100%. Hasil berupa presentase untuk menilai tingkat pengetahuan remaja tentang konjungtivitis dengan menggunakan rumus uji mean, yaitu:

�= × 100%

keterangan: P : Persentase (%)

(56)

Hasil skor kemudian akan dikategorikan menjadi 3 kategori (Nursalam, 2013) :

a. Baik mencapai skor ≥76%, dengan jawaban benar ≥12

b. Sedang mencapai skor 56 – 75%, dengan jawaban benar 9-11 c. Kurang mencapai skor ≤55%, dengan jawaban benar <9

G. Cara Pengumpulan Data

Penelitian dimulai setelah proposal disetujui pembimbing dan penguji. Setelah mendapatkan kelayakan uji etik dan izin penelitian dari bidang akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, kemudian peneliti meminta surat persetujuan penelitian dari ketua program studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Selanjutnya, peneliti meminta izin kepada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dan surat izin yang dikeluarkan oleh dinas perizinan diserahkan kepada Kepala Sekolah MAN 1 Yogyakarta.

(57)

mengisi kuesioner. Selama pengisian kuesioner, responden tidak diperhatikan oleh peneliti, karena saat pengisian kuesioner tersebut terdapat beberapa ruangan yang dijaga oleh guru mata pelajaran di jam tersebut dan peneliti harus membagikan kuesioner pada responden di ruang kelas lainnya. Kuesioner yang telah selesai dikumpulkan ke ketua kelas dan langsung diberikan pada peneliti untuk dilakukan pengolahan dan analisa data yang telah diperoleh.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 murid di MAN 2 Yogyakarta. Uji validitas menggunakan rumus pearson product moment correlation, dengan menggunakan rumus :

= ( )−( )( )

2− 2) 2− 2)}

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi

∑Xi = jumlah skor item

∑Yi = jumlah skor total item

n = jumlah responden (Arikunto, 2013)

Setiap pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r tabel. Nilai signifikan yang diambil adalah p=0,05, maka valid jika r≥0,05 dan tidak valid jika r≤0,05. Hasil

(58)

sebanyak 16 pernyataan valid yaitu nomor 2, 3, 4, 6, 7, 8, 12, 14, 15, 18, 19, 21, 22, 24, 25 26 dan 10 pernyataan tidak valid pada nomor 1, 5, 9, 10, 11, 13, 16, 17, 20, 23. Pernyataan yang tidak valid tersebut tidak diikuti dalam kuesioner.

Uji reliabilitas instrument tingkat pengetahuan konjungtivitis adalah dengan menggunakan rumus KR-20 menurut Arikunto (2013):

r11 = k k−1

� − �

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal � = varians total

P = proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)

p = banyaknya subjek yang skornya 1

N

q = banyaknya subjek yang mendapat skor 0

(q=1−p)

Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto

Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 0,61 – 0,80 0,41 – 0,60 0,21 – 0,40 0,00 – 0,20

[image:58.612.131.520.236.633.2]

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah Tabel 3.3 Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto

(59)

I. Pengolahan dan Metode Analisis Data 1. Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data agar menjadi data yang akurat dengan menggunakan bantuan computer. Pengolahan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Memeriksa ulang jumlah kuesioner, mengoreksi isi kuesioner antara lain kelengkapan, tulisan jelas, dan jawaban sesuai dengan pertanyaan dalam kuesioner tersebut.

b. Coding

Setiap data kuesioner diberi kode untuk memudahkan dalam melakukan pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Terdapat beberapa kode dalam penelitian ini yaitu pada interpretasi pengetahuan dengan kode 1=baik, 2=cukup, dan 3=kurang.

c. Data Entry

Memasukkan data yang didapat ke dalam komputer dengan menggunakan salah satu program komputer (SPSS).

d. Cleanning

(60)

e. Analysis

Menganalisa kembali data yang telah selesai dimasukkan. 2. Analisa Data

Data dari penelitian ini akan dianalisi dengan menggunakan uji univariat, yaitu analisis yang dilakukan pada variabel yang ada untuk melihat distribusi frekuensi dan kemudian akan dianalisa secara deskripsi dalam bentuk frekuensi dan persentase.

J. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian sangat penting dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat surat izin etik dengan nomor: 031/EP-FKIK-UMY/II/2016 dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan kemudian meminta izin atau persetujuan dari pihak sekolah melalui surat. Setelah mendapatkan izin, peneliti menemui calon responden sebagai partisipan dalam peneliti. Etika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Informed Consent

(61)

2. Kemandirian (autonomy)

Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk bersedia atau tidak dalam mengikuti penelitian.

3. Kejujuran (veracity)

Peneliti jujur dalam meneliti dan mengambil data dengan mengolah data responden menjadi bermanfaat.

4. Keadilan (justice)

Peneliti dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama responden. Murid yang tidak mendapatkan lembar kuesioner akan dijelaskan oleh peneliti mengenai bagaimana cara pengambilan atau pembagian lembar kuesioner dengan baik dan benar sehingga murid dapat mengerti mengapa murid tidak mendapatkan lembar kuesioner.

5. Kerahasiaan (confidentiality)

a. Peneliti memberikan kuesioner yang bersifat tertutup untuk menjaga

kerahasiaan masing-masing responden.

(62)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

MAN 1 Yogyakarta merupakan sekolah setingkat dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) yang berciri agama islam yang terletak di jalan C.Simanjuntak, No. 60 Yogyakarta. Meskipun sekolah ini berada tepat di pinggir jalan yang ramai, akan tetapi keamanan tetap terjaga karena adanya tembok tinggi dan pintu gerbang yang membatasi antara jalan umum dan sekolah ini. Jumlah siswa/siswi di sekolah ini adalah 667 orang yang terdiri dari kelas X berjumlah 233 orang, kelas XI berjumlah 214 orang dan kelas XII berjumlah 220 orang. Siswa/siswi di SMA ini belajar dari pukul 07.00 – 13.30 WIB dengan waktu istirahat pertama pukul 09.00 dan istirahat kedua pukul 11.45.

(63)

Responden dalam penelitian ini adalah siswa/siswi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta dipilih dengan teknis stratified random sampling, sehingga didapatkan responden atau sampel sebanyak 251 orang.

2. Karakteristik Responden

[image:63.612.154.528.251.648.2]

Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden Di MAN 1 Yogyakarta (n=251) No Karakteristik Subyek Penelitian Frekuensi (n) Persentase(%) 1 Kelas

X 88 35,1

XI 80 31,9

XII 83 33,1

Total 251 100

2 Usia

15 36 14,3

16 95 37,8

17 97 38,6

18 23 9.2

Total 251 100

3 Jenis Kelamin

Laki-Laki 105 41,8

Perempuan 146 58,2

Total 251 100

4 Riwayat Konjungtivitis

Ya 167 66,5

Tidak 84 33,5

Total 251 100

5 Sumber Informasi

media cetak 12 4,8

media elektronik 14 5,6

Penyuluhan 2 0,8

Keluarga 120 47,8

tidak mendapat informasi 103 41,0

Total 251 100

(64)

Berdasarkan tabel 4.1, karekteristik kelas dengan responden terbanyak adalah remaja kelas X sebanyak 88 orang (35,1%), dengan mayoritas usia 17 tahun sebanyak 97 orang (38,6%) dan mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 146 orang (58,2%). Pada penilitian ini didapatkan bahwa sebanyak 167 orang (66,5%) memiliki riwayat konjungtivitis. Sumber informasi didapatkan dari keluarga responden sebanyak 120 orang (47,8%).

[image:64.612.133.533.348.685.2]

3. Distribusi jawaban responden

Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden

No. Pernyataan

Jawaban Benar Salah 1 Konjungtivitis (belekan) bukan merupakan

proses peradangan akibat infeksi atau non-infeksi pada konjungtiva

134 (53,4%)

117 (46,6%) 2 Konjungtivitis (belekan) disebabkan oleh

kebersihan mata yang kurang

219 (87,3%)

32 (12,7%) 3 Konjungtivitis (belekan) disebabkan oleh virus,

bakteri, atau akibat alergi

211 (84,1%)

40 (15,9%) 4 Konjungtivitis (belekan) terjadi karena

bertatapan dengan mata penderita

88 (35,1%)

163 (64,9%) 5 Konjungtivitis (belekan) bisa menimbulkan

tanda dan gejala Nyeri dan iritasi mata

205 (81,7%)

46 (18,3%) 6 Konjungtivitis (belekan) bisa menimbulkan

tanda dan gejala Mata merah dan bengkak

215 (85,7%)

36 (14,3%) 7 Konjungtivitis (belekan) dapat menular melalui

sapu tangan atau tisu yang sudah digunakan oleh penderita

164 (65,3%)

(65)

No. Pernyataan

Jawaban Benar Salah 8 Konjungtivitis (belekan) tidak dapat menular

melalui benda- benda yang dipegang penderita setelah penderita memegang mata

122 (48,6%)

1229 (51,4%) 9 Konjungtivitis (belekan) ditularkan dengan

berdekatan dan saling tatap mata dengan penderita

104 (41,4%)

147 (58,6%) 10 Konjungtivitis (belekan) dapat diobati dengan

mengoleskan air kencing pada mata

204 (81,3%)

47 (18,7%) 11 Konjungtivitis (belekan) dapat diobati dengan

menggunakan rebusan air daun sirih

203 (80,9%)

48 (19,1%) 12 Konjungtivitis (belekan) dapat dicegah dengan

cara mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan obat mata

213 (84,9%)

38 (15,1%) 13 Konjungtivitis (belekan) dapat dicegah dengan

cara pemakaian sapu tangan atau tisu sekali pakai untuk membersihkan atau mengompres mata

211 (84,1%)

40 (15,9%)

14 Lambatnya pengobatan dan salahnya pengobatan dalam menangani konjungtivitis (belekan) tidak menyebabkan kerusakan permanen pada mata.

149 (59,4%)

102 (40,6%)

15 Pengobatan dengan obat tetes mata atau salep mata yang mengandung kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi glaukoma, katarak, dan penyakit sistemik

162 (64,5%)

89 (35,5%)

16 Pengobatan dengan obat tetes mata atau salep mata yang mengandung antibiotik dapat menyebabkan bakteri menjadi kebal

113 (45%)

138 (55%)

Sumber : Data Primer 2016

(66)

paling sedikit terdapat pada pernyataan penyebab dengan pertanyaan nomor empat sebanyak 88 orang (35,1%).

[image:66.612.159.459.210.362.2]

4. Persentasi Jawaban Per Komponen

Tabel 4.3 Persentase Jawaban per Komponen tentang Konjungtivitis (n=251)

Sub Item Rata-Rata Jawaban

Benar % Salah %

Pengertian 134 53,4 117 46,6

Penyebab 173 68,8 78 31,2

Tanda dan Gejala 210 83,7 41 16,3

Penularan 130 51,8 121 48,2

Pengobatan 203 81 48 19

Pencegahan 212 84,5 39 15,5

Komplikasi 141 56,3 110 43,7

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jawaban benar paling banyak terdapat pada komponen pencegahan dengan jumlah 212 orang (84,5%) dan jawaban benar paling sedikit terdapat pada komponen penularan dengan jumlah 130 orang (51,8%).

5. Persentase Tingkat Pengetahuan Remaja Madya tentang Konjungtivitis di MAN 1 Yogyakarta

Tabel 4.4 Persentase Tingkat Pengetahuan tentang Konjungtivitis (n=251)

Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 96 38,2

Cukup 115 45,8

Kurang 40 15,9

Jumlah 251 100

Sumber : Data Primer 2016

[image:66.612.153.512.553.632.2]
(67)

konjungtivitis sebanyak 115 orang (45,8%), pengetahuan baik 96 orang (38,2%) dan pengetahuan kurang sebanyak 40 orang (15,9%).

6. Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Riwayat Konjungtivitis dan Sumber Informasi.

[image:67.612.167.525.262.467.2]

a. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia

Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia (n=251)

Usia

Tingkat Pengetahuan Total

Baik (>11) Cukup

(11-9) Kurang (<9)

N % N % N % N %

15 12 4,8 20 8 4 1,6 36 14,3

16 35 13,9 44 17,5 16 6,4 95 37,8

17 39 15,5 42 16,7 16 6,4 97 38,6

18 10 4 9 3,6 4 1,6 23 9,2

Total 96 38,2 115 45,8 40 15,9 251 100 Sumber : Data Primer 2016

Menurut tabel 4.5, tingkat pengetahuan baik terbanyak terdapat

(68)

b. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.6 Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin (n=251)

Jenis Kelamin

Tingkat Pengetahuan

Total Baik (>11) Cukup

(11-9) Kurang (<9)

N % N % N % N %

Laki-Laki 37 14,7 47 18,7 21 8,4 105 41,8 Perempuan 59 23,5 68 27,1 19 7,6 146 58,2 Total 96 38,2 115 45,8 40 15,9 251 100 Sumber : Data Primer 2016

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dalam kategori baik terbanyak adalah perempuan sebanyak 59 orang (23,5%), dengan 68 orang (27,1%) dengan pengetahuan baik dan 19 orang (7,6%) dengan pengetahuan kurang.

c. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Riwayat Konjungtivitis

Tabel 4.7 Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Riwayat Konjungtivitis (n=251)

Riwayat Konjungtivitis

Tingkat Pengetahuan Total Baik

(>11)

Cukup

(11-9) Kurang (<9)

N % N % N % N %

[image:68.612.171.526.169.328.2] [image:68.612.182.534.511.663.2]
(69)

Dilihat dari tabel 4.7, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dalam kategori cukup tertinggi adalah pada responden yang memiliki riwayat konjungtivitis, yaitu sebanyak 78 orang (31,1%), dengan 67 orang (26,7%) pengetahuan baik dan 22 orang (8,8%) dengan pengetahuan kurang.

d. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Sumber Informasi

Tabel 4.8 Gambaran Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Sumber Informasi (n=251)

Sumber Informasi

Tingkat Pengetahuan Total

Baik (>11) Cukup

(11-9) Kurang (<9)

N % N % N % N %

Keluarga 53 21,1 54 21,5 13 5,2 120 47,8 Media

Cetak 4 1,6 8 3,2 0 0 12

4,8 Media

Elektronik 5 2 5 2 4 1,6 14

5,6

Penyuluhan 0 0 0 0 2 0,8 2 0,8

Tidak dapat

Informasi 34 13,5 48 19,1 21 8,4 103 41

Total 96 38,2 115 45,8 40 15,9 251 100 Sumber : Data Primer 2016

[image:69.612.170.535.307.551.2]
(70)

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden a. Kelas dan Usia

MAN 1 Yogyakarta memiliki jumlah murid yang berbeda tiap kelasnya. Kelas X sebesar 88 orang (35,1%), kelas XI sebesar 80 orang (31,9%) dan kelas XII sebesar 83 orang (33,1%). Hal ini disebabkan oleh jumlah murid yang keluar dan masuk di sekolah ini berbeda. Dilihat dari segi usia, sebagian besar dari responden pada penelitian ini adalah yang berusia 17 tahun. Usia 16 -17 tahun merupakan masa remaja pertengahan yang menduduki bangku SMA.

(71)

b. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini, jenis kelamin responden didominasi oleh perempuan dengan jumlah sebanyak 146 orang (58,2%) sedangkan pada laki-laki sebanyak 105 orang (41,8%). Menurut Elliott (2000), terdapat beberapa perbedaan hal pada murid terkait perbedaan gender. Salah satu perbedaan tersebut adalah anak laki-laki lebih unggul dalam hal keterampilan spasial daripada anak perempuan. Meskipun begitu, anak perempuan dinyatakan lebih unggul dalam hal verbal dibandingkan anak laki-laki yang sering mengalami masalah dalam hal berbahasa. Perbedaan gender ini tampaknya juga berpengaruh pada besarnya motivasi siswa untuk berprestasi dalam memperoleh pengetahuan.

Secara biologis, perbedaan beberapa struktur otak anak perempuan dan laki-laki berbeda dalam beberapa

Gambar

Gambar I. Anatomi mata
Gambar 2. Kerangka konsep tingkat pengetahuan remaja madya tentang
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya (zaman Hellenisme) di bawah pimpinan Iskandar Agung(356-323 SM) dari Macedonia, yang merupakan salah seorang

Pintaoppijat perustelivat usein näkymättömyyttään ryhmälle esimerkiksi kiireellä tai sairastelulla, mutta haastatteluissa tuli ilmi myös tapaus, jossa kurssin

Dalam kegiatan pemberian rekomendasi ini instansi daerah (kabupaten dan propinsi) wajib melakukan koordinasi dengan TKPRD. Selanjutnya kepala daerah/bupati menerapkan

GLWLQMDXGDULWHRULPHQXOLVGHVNULSWLISDGDNRPSRQHQLQGLNDWRUSHQFD SDLDQNRPSHWHQVLGDQNHEHQDUDQGHVNULSVLSHUHQFDQDDQGLWLQMDXGDUL

Sesuatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai tindakan risywah (suap- menyuap) jika dilakukan kedua belah pihak secara sukarela. Jika hanya satu pihak yang meminta suap

)umla* emili* Ter Terdafar dalam Dafar dafar dalam Dafar Pemili* Tamba*an +DPTb.. Pemili*

Dan dengan mengharap Ridha dari Allah SWT saya Ijazahkan Asma Singa Rajeh pada semua sedulur anggota KWA yang berkeinginan untuk mengamalkannya dan telah terdaftar

Hidroponik berasal dari bahasa latin (hydro = air; ponos = kerja) yaitu suatu metode bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah, melainkan dengan