• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PULAU JAWA, BALI DAN NUSA TENGGARA (Studi Kasus antar Provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Periode 2007-2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DETERMINAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PULAU JAWA, BALI DAN NUSA TENGGARA (Studi Kasus antar Provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Periode 2007-2013)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI PULAU JAWA, BALI DAN NUSA TENGGARA

(Studi Kasus antar Provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Periode 2007-2013)

DETERMINANT OF ECONOMIC DEVELOPMENT INEQUALITY IN JAVA, BALI AND NUSA TENGGARA

(Study Case Province in Java, Bali and Nusa Tenggara Period 2007-2013)

DISUSUN OLEH: EGI PRANAJAYA

20120430284

FAKULTAS EKONOMI

(2)

DETERMINANT OF ECONOMIC DEVELOPMENT INEQUALITY IN JAVA, BALI AND NUSA TENGGARA

(Study Case Province in Java, Bali and Nusa Tenggara Period 2007-2013) SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DISUSUN OLEH: EGI PRANAJAYA

20120430284

FAKULTAS EKONOMI

(3)
(4)

Maka Nikmat Manakah yang Kamu Dustakan? (QS. Ar-Rahman)”

“Allah tidak akan merubah suatu kaum, jika mereka tidak merubah diri mereka

sendiri” (QS. Ar-Ra’d)

“Berkarya tanpa batas meskipun hidup dalam keterbatasan”(Diffable House)

“Orang yang pintar adalah orang yang tahu diri sendiri. Orang yang bodoh adalah orang yang tidak tahu diri sendiri”.(Imam Ali Ibn Abi Thalib)

“Kita lebih banyak belajar dari kegagalan dari pada belajar dari keberhasilan. Kita

mengetahui apa yang harus kita lakukan setalah tahua pa yang belum kita

(5)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang maha mendengar dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Tugas Akhir Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan, kasih sayang dan perhatiannya serta yang tak pernah lelah untuk selalu memberikan yang terbaik.

 Kakak dan adik tercinta yang selalu ada setiap saat.

 Sahabat tercinta kepompong (Weni, Ida, Bila, Reni) yang selalu menemani saat suka dan duka.

 Sahabat Alay (Mar-mar, Anif dan Bang Andri) yang selalu menghibur dikala suka dan duka.

 Bidikmisi DIKTI dan Keluarga Bidikmisi UMY yang telah memberikan kesempatan untuk belajar di Perguruan Tinggi.

 Sahabat pejuang iklim Youth For Climate Change (Mba Kimi, Mas Putra, Lalu, Mba Ina, Mas Didim, Kholik, Mahfud, Monik dkk)

 Keluarga HIMIE (Daeng, Wafi, Malik, Mba dila dkk) yang memberikan pengalaman menjadi organisator.

 Keluarga GBN (Deni, Wida, Yuni, Cupit, Amar, Fahri dkk) yang selalu berjuang untuk masyarakat.

 Keluarga Forum Intelektual Ekonomi Syariah yang telah memberikan banyak pengalaman dan ilmu mengenai Ekonomi Islam.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh, penulis panjatkan atas kehadirat-Muyang telah memberikan limpahan kemudahan, karunia, dan rahmat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Determinan Ketimpangan Ekonomi

Pembangunan di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Studi Kasus Provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Periode 2007-2013)”. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan tuntunan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Dr. Endah Saptutyningsih, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi, yang sangat sabar memberikan arahan dan masukan serta bimbingan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Ekonomi, yang telah memberikan dorongan serta semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bidikmisi, yang telah memberikan kesempatan untuk bisa melanjutkan

sekolah hingga jenjang yang lebih tinggi.

Yogyakarta, 6 Maret 2016 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

b. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Ketimpangan Ekonomi ... 19

3. Indeks Pembangunan Manusia ... 21

a. Teori Indeks Pembangunan Manusia ... 21

(8)

4. Aglomerasi ... 25

a. Teori Aglomerasi ... 25

b. Hubungan Aglomerasi dengan Ketimpangan Ekonomi ... 26

B. Penelitian Terdahulu ... 26

C. Kerangka Pemikiran ... 30

D. Penurunan Hipotesis ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian dan Subjek Penelitian... 32

1. Objek Penelitian ... 32

2. Subjek Penelitian ... 32

B. Jenis Data dan Sumber Data ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ... 33

D. Definisi Operasional Variabel ... 33

E. Alat Analisis ... 36

F. Model Penelitian ... 37

G. Uji Kualitas Data ... 37

1. Uji Multikolineritas ... 37

2. Uji Heteroskedastisitas ... 38

H. Uji Hipotesis dan Analsis Data ... 38

1. Uji Chow ... 40

2. Uji Hausman ... 41

3. Uji Parameter Model ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Objek Penelitian ... 44

1. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Jawa Barat ... 44

2. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Jawa Tengah ... 46

3. Gambaran Umum Wilayah DIY ... 49

4. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Jawa Timur ... 51

5. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Banten ... 53

6. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Bali ... 54

(9)

8. Gambaran Umum Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data ... 68

F. Pembahasan (Interpensi Ekonomi) ... 77

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi antar Provinsi di Indonesia ... 3

Tabel 1.2 Indeks Gini Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara... 7

Tabel 4.1 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Jawa Barat ... 45

Tabel 4.2 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Jawa Tengah ... 48

Tabel 4.3 Kondisi Demografi Daerah Provinsi DIY ... 50

Tabel 4.4 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Jawa Timur ... 52

Tabel 4.5 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Banten ... 54

Tabel 4.6 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Bali ... 56

Tabel 4.7 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat ... 58

Tabel 4.8 Kondisi Demografi Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 60

Tabel 4.9 Indeks Gini Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara ... 62

Tabel 4.10 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara ... 63

Tabel 4.11 Indeks Pembangunan Manusia Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara ... 65

Tabel 4.12 Aglomerasi Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara ... 67

Tabel 5.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park ... 68

Tabel 5.2 Hasil Uji Chow Menggunakan Test Rebudant Fixed effect-Likelihood Ratio ... 69

Tabel 5.3 Hasil Uji Hausman Test ... 70

Tabel 5.4 Perbandingan Hasil Estimasi Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect ... 70

Tabel 5.5 Hasil Estimasi Model Fixed Effect Cross Section Weight (GLS) ... 72

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)
(13)
(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dianggap penting dalam proses kemajuan sebuah negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sadono, 2004). Menurut Todaro (2004) pembangunan ekonomi merupakan suatu tekad masyarakat untuk berupaya mencapai kehidupan yang lebih baik dalam peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang pokok, peningkatan standar hidup secara ekonomis dan sosial.

Pembangunan pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejahtera merupakan kondisi tidak miskin dan menjadi keinginan setiap orang, sedangkan kemakmuran merupakan bagian yang memungkinkan orang-orang bermasyarakat dengan baik, tenang dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial (Dumairy,1996). Untuk mencapai kesejahteraan, keberhasilan pembangunan sering diidentikan dengan tingkat pertumbuhan ekonominya karena semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara akan semakin rendah tingkat ketimpanganya. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka ketimpangana akan turun dan pembangunan ekonomi semakin tinggi.

(15)

2

Namun tingginya pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak berarti semua wilayahnya memiliki tingkat pertumbuhan yang sama, di karenakan perbedaan sumber daya alam, sumber daya manusia maupun lembaga institusi yang mendukung. Sebab pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang bersamaan, pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensi yang berbeda (Arsyad, 1999).

.Ketimpangan pembangunan seringkali menjadi permasalahan serius dalam pembangunan sebuah negara. Kemtipangan memiliki dampak diantaranya dampak positif dan negatif. Dampak positif dari ketimpangan yaitu dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya sehingga akan tercapai kesejahteraannya. Dampak negatif dari ketimpangan antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi akan sering dipandang tidak adil (Todaro, 2004). Dampak negatif ketimpangan bisa menyebabkan kesejahteraan masyarakat yang tidak merata. Ketimpangan antar wilayah (regional disparity)

muncul karena tidak meratanya dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antar wilayah yaitu adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang kurang maju. Adanya desentralisasi juga semakin mendorong kesenjangan antar wilayah semakin melebar.

(16)

wilayah Jawa dengan pulau-pulau lainnya atau antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Timbulnya masalah ketimpangan tidak lepas dari sistem perencanaan pembangunan daerah yang belum sempurna. Perencanaan pembangunan daerah yang sering dilakukan saat ini bersifat fisik seperti perencanaan pembangunan proyek dari pada perencanaan pembangunan daerah secara terpadu (Helena,2010).

Ketimpangan wilayah disebabkan juga karena adanya perbedaan kondisi demografi yang cukup besar antar wilayah. Menurut Syafrizal (1997). Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, memiliki wilayah atau daerah yang tersebar luas yang terdiri dari beberapa provinsi, kepulauan, dan sumber daya alam yang melimpah. Perbedaan sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya, sosial dan ekonomi merupakan salah satu penyebab dari terjadinya ketimpangan antar daerah. Ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Berikut ini ketimpangan pembangunan ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2010–2013 :

TABEL 1.1.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Antar Provinsi di Indonesia 2010-2013

(17)

4

Sumber: BPS Nasional dan statistika Indonesia 2014

(18)

yang digunakan untuk mengkaji tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah adalah didasari pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita pada masing-masing daerah. Akan tetapi kemampuan tiap-tiap daerah dalam menjalankan proses pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan kenaikkan pendapatan per kapita adalah berbeda karena beberapa daerah mengalami pertumbuhan yang cepat dan menjadi wilayah maju (developed

region), tetapi kondisi daerah lain yang luput dari perhatian pemerintah justru

menjadi lambat dalam pertumbuhannya dan menjadi wilayah terbelakang

(underdeveloped region) (Rumagit, 2013).

Pembangunan ekonomi tidak hanya menjadi agenda pemerintah pusat atau secara nasional, tetapi juga menjadi agenda setiap daerah dalam suatu negara. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2010). Pembangunan daerah sebenarnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Putra, 2008). Konsentrasi kegiatan ekonomi yang belakangan ini banyak diterapkan oleh berbagai wilayah di Indonesia termasuk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yaitu aglomerasi.

(19)

6

besar di kawasan barat Indonesia yang menjadi pusat sentralisasi pembangunan ekonomi, meskipun demikian tidak mungkin terlepas dari masalah ketimpangan perekonomian dan mempunyai tingkat laju pertumbuhan yang tinggi. Pulau Jawa yang terdiri dari 6 (enam) Provinsi ini tentu saja memiliki berbagai persoalan-persoalan penting yang harus diselesaikan,

(20)

TABEL 1.2.

Indeks Gini Rasio Indonesia wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2010 – 2013

Sumber: BPS Nasional dan statistika Indonesia 2014

(21)

8

kegiatan produksi (aglomerasi) yang hanya berpusat di daerah yang lebih maju menimbulkan ketimpangan di daerah tertinggal. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan ekonomi seperti yang dijelaskan dalam penelitian penelitian Nikoloski (2010) yang berjudul “Economic and

Political Determinants of Income Inequality” dengan alat analisis GMM bahwa

GDP perkapita berpengaruh positif pada jangka pendek dan negatif pada jangka panjang. Begitu pula menurut penelitian Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan yang sedang berkembang. Hasil penelitian ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih matang dilihat dari pertumbuhan ekonomi tampak adanya keseimbangan antar daerah di mana disparitas berkurang dengan signifikan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis hendak melakukan penelitian dengan judul “Determinan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan ekonomi di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara?

2. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap ketimpangan ekonomi di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara?

(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan ekonomi di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara.

2. Mengetahui seberapa besar pengaruh Indeks Pembangunan Manusia terhadap ketimpangan ekonomi di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara.

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh Aglomerasi terhadap ketimpangan ekonomi di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Pemerintah

a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan pembangunan yang mementingkan ketimpangan pembangunan antar wilayah disamping pertumbuhan ekonomi.

b. Penelitian ini dapat diharapkan mampu memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketimpangan wilayah, sehingga dapat memahami lebih jauh dalam pengambilan kebijakan selanjutnya.

2. Manfaat Bagi Penulis

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi

a. Teori Ketimpangan Pembangunan Ekonomi

Permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah dimunculkan pertama kali oleh Douglas C. North dalam analisisnya tentang teori pertumbuhan Neo-Klasik (Mopangga, 2010). Teori tersebut menyebutkan adanya hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah, yang kemudian hipotesa ini dikenal dengan hipotesa Neo-Klasik.

Terjadinya ketimpangan antar daerah juga dijelaskan oleh Mydral (1957) membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonomi pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal itu menggunakan spread effect dan backwash effect sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Spread effect

(dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favourable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Backwash effect

(dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan

(infavourable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar

atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran

(24)

yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti.

Pembangunan ekonomi memiliki tujuan pemerataan, pemerataan berarti meningkatnya pertumbuhan ekonomi dilihat dari pendapatan yang meningkat. Pengertian pendapatan menurut Soediyono (1992) adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh para anggota masyarakat dalam waktu tertentu sebagai balas jasa atas faktor-faktor produksi nasional. Faktor-faktor produksi nasional meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan kewirausahaan (skill). Pemerataan pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi. Pertama pembagian pendapatan antar lapisan masyarakat. Kedua, pembagian pendapatan antar daerah, yaitu daerah perkotaan dan pedesaan. Ketiga pembagian pendapatan antar wilayah, dalam hal ini antar kabupaten/kota (Dumairy, 1996). Ketimpangan distribusi pendapatan dalam penelitian ini adalah ketimpangan pembangunan ekonomi yang dilihat dengan menggunakan pendekatan kurva Lorenz dan Indeks Gini

b.Kurva Lorenz

(25)

12

penduduk dengan prosentase pendapatan yang diterima. Berikut ini adalah gabungan kurva Lorenz (Arsyad, 1999).

Sumber : Arsyad, 1999 GAMBAR 1.1.

Kurva Lorenz

Penentuan tingkat ketimpangan dengan pendekatan Kurva Lorenz dilihat dari jauh dekatnya garis lengkung terhadap garis diagonal. Semakin dekat garis lengkung dengan garis lurus diagonal, maka distribusi pendapatan semakin merata. Sebaliknya, semakin jauh garis lengkung terhadap diagonal, maka ketimpangan yang terjadi semakin buruk. Cara untuk menggambar kurva Lorenz dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Mengurutkan data pengeluaran dari nilai terkecil hingga terbesar. (2) Menentukan desil pertama hingga ke sepuluh pada distribusi data. (3) Menghitung besarnya pendapatan pada masing-masing kelompok desil.

(26)

desil.

(5) Menghitung persentase kumulatif pendapatan masing-masing desil. (6) Memetakan dalam plot 2 dimensi antara tiap-tiap desil sebagai sisi horizontal dan nilai persentase kumulatif pendapatan pada sisi vertikal.

Kurva Lorenz menjelaskan tingkat ketimpangan dengan menampakkan area timpang yang dibentuk oleh garis lurus dan lengkung pada kurva. Sehingga fluktuasi angka ketimpangan dari waktu ke waktu atapun perbandingan antar tempat sulit untuk dibedakan. Ukuran secara kuantitatif akan diperjelas dengan perhitungan indeks Gini.

a. Indeks Gini

(27)

14

1. Angka 0 menunjukkan kemerataan sempurna, sedangkan 1 menunjukkan ketidakmerataan sempurna. Berikut formula untuk mencari indeks Gini:

(28)

poin7.

(9) Menjumlahkan seluruh nilai pada satu kolom.

(10) Indeks Gini diperoleh dengan mengurangi angka satu dengan nilai pendapatan pada kolom poin 9.

b. Hipotesis Kuznets

Kuznet (1955) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan menaik. Observasi inilah yang kemudian, dikenal sebagai kurva Kuznet “U-Terbalik”. Hipotesis Kuznet dapat memperlihatkan hubungan antara indeks ketimpangan (indeks gini) dengan pertumbuhan PDRB

Sumber : Kuznet, 1955 GAMBAR 2.1. Kurva Kuznets

Hipotesis tersebut berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga sampai pada suatu tingkat

(29)

16

pertumbuhan tertentu selanjutnya menurun. Kuznet menyebutkan bahwa diantara faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi pola U, terdapat faktor penting yaitu terpusatnya modal pada kelompok pendapatan tinggi dan adanya pergeseran penduduk dari sektor pertanian tradisional menuju sektor industri modern.

2. Penyebab Ketimpangan Ekonomi

Menurut Sjafrizal (2008), ketimpangan pembangunan dipengaruhi faktor- faktor sebagai berikut:

a. Perbedaan kandungan sumber daya alam, yang akan mempengaruhi kegiatan produksi di daerah tersebut. Daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoduksi barang-barang tertentu dengan harga yang lebih murah sehingga mempercepat pertumbuhan ekonominya.

b. Perbedaan kondisi demografis, meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kondisi ketenagakerjaan, tingkah laku dan etos kerja masyarakatnya.

c. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, yang menyebabkan kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat diperdagangkan/dijual ke daerah lain yang membutuhkan sehingga daerah yang kurang maju tersebut pertumbuhannya lebih lambat.

(30)

e. Alokasi dana pembangunan antar wilayah (investasi yang ditanamkan). Sumber investasi terdiri dari dua pelaku ekonomi yaitu pemerintah dan swasta.

3. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai dengan perubahan strktural yakni perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat permulaan, pembangunan ekonomi dibarengi pula dengan pertumbuhan dan sebaliknya (Suparmoko, 1992).

Djojohadikusumo (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan pembangunan ekonomi mengandung pengertian yang lebih luas dan mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai dengan perubahan strktural yakni perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.

(31)

18

Domestic Bruto atau GDP). Namun demikian cara tersebut memiliki kelemahan karena cara itu tidak secara tepat menunjukkan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang dicapai. Pada saat terjadi pertambahan kegiatan ekonomi masyarakat, terjadi pula pertambahan penduduk. Oleh karena itu pertambahan kegiatan ekonomi ini digunakan untuk mempertinggi kesejah teraan ekonomi masyarakat. Apabila pertambahan GDP/GNP lebih rendah dibandingkan pertambahan penduduk maka pendapatan per kapita akan tetap sama atau cenderung menurun. Ini berarti bahwa pertambahan GDP/GNP tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi. Perbedaan yang timbul ini menyebabkan beberapa ekonom membedakan pengertian pembangunan ekonomi (economic development)

dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Para ekonom menggunakan istilah pembangunan ekonomi sebagai (Arsyad, 1999) :

(1) Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan GDP/GNP pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk.

(2) Perkembangan GDP/GNP yang terjadi disuatu negara diberengi oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP

(32)

pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara maju, sedangkan pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan di negara sedang berkembang (Arsyad,1999).

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses suatu proses yang multidimensional yang mencakup berbagai perubahan-perubahan mandasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan, serta pemberantasan kemiskinan (Todaro, 2004).

b. Hubungan antara Pertumbuhan ekonomi dengan Ketimpangan ekonomi

Pembangunan ekonomi suatu negara dinyatakn berhasil jika terjadinya pertumbuhan ekonomi yanag diiringi dengan berkurangnya ketimpangan distribusi pendapatan. Pada dasarmya pertumbuhan ekonomi hakikatnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan tetap berpengaruh terhadap ketimpangan daerrah. Ketimpangan ekonomi dalam hal ini pembagian pendapatan adalah ketimpangan perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004).

(33)

20

menguatamakan pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan semakin meningkatnya ketimpangan pembagian pendapatan dengan penelitiannya dibeberapa negara. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tidak mungkin perekonomian sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi diperlukan adanya peran pemerintah dalam hal mengatur ekonomi.

Dalam penelitian yang telah dilakukan Kuznets, menyimpulkan bahwa korelasi pertumbuhan dan ketimpangan sangat kuat, pada permulaannya pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan peningkatan ketimpangan yang disebabkan belum meratanya distribusi pendapatan, namun setelah tahapan yang lebih lanjut pemerataan akan semakin tercapai kemudian tingkat ketimpangan akan mengalami penurunan. Kuznets menggambarkan pola peningkatan dan penurunan tersebut dengan metode U terbalik yang ia ciptakan setelah meneliti kesenjangan diberbagai Negara.

(34)

pembangunannya sudah lebih baik sedangkan daerah yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itulah, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisi yang lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan.

4. Indeks Pembangunan Manusia

a. Teori Indeks Pembangunan Manusia

Pemanfaatan sumber daya alam sangat tergantung oleh kualitas sumber daya manuasia sebagai pengelola sumber daya alam tersebut. Menurut Arsyad (1999) sumber daya manusia merupakan salah faktor penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia melalui tingkat pendapatan, distribusi pendapatan dalam masyarakat. Sedangkan pembangunan manusia melalui pendidikan dan kesehatan yang baik sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi.

Pengukuran pembangunan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluh dunia itulah yang dimaksud dengan Indeks Pembangunan Manusia(IPM). IPM digunakan segai alat untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah, dengan mengklasifikasikan kabupaten/kota.

(35)

22

terendah) hingga 1 (IPM tertinggi) berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir IPM:

1) Masa hidup yang diukur dengan usia harapan hidup

2) Pengetahuan yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara terimbang (dua pertiga) dan rata-rata sekolah (satu pertiga)

3) Standar kehidupan yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuaikan dengan disparitas daya beli dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas yang semakin menurun dari pendapatan.

Adapun metode perhitungan IPM yang diukur dengan ketiga komponen tersebut dengan mebuat perbandingan selisih nilai indikator penentu dan nilai minimumnya dengan selisih penentu indikator maksimum dan minimum yaitu sebagai berikut:

(i) = [X(i)‒ X(i)

] / [X(i)

(36)

3. Rata-rata lama bersekolah : 0-100

Adapun metode perhitungan IPM dengan rumus sebagai berikut : IPM = 1/3 [X(1) + X (2) + X (3)]

Keterangan :

X(1) = Indeks harapan hidup kelahiran/Lamanya hidup (Tahun) X(2) = Tingkat pendidikan; [2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata- rata lama bersekolah)]

X(3) = Pendapatan riil per kapita (rupiah) / paritas daya beli IPM mengukur kinerja pembangunan manusia dengan skala 0-1. Nol sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah dan satu sebagai tingkatan pembangunan manusia tertinggi (Kuncoro, 2012).

Salah satu keuntungan terbesar IPM adalah indeks ini mengungkapkan bahwa sebuah negara dapat berbuat jauh lebuh baik pada tingkat pendapatan yang rendah dan bahwa kenaikan pendapatan yang besar dapat berperan relatif lebih kecil dalam pembangunan manusia (Todaro dan Smith, 2004).

(37)

24

dan pendidikan bukan hanya fungsi produksi namun juga merupakan tujuan pembangunan yang fundamental.

b. Hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia dengan Ketimpangan Ekonomi

Indeks pembangunan manusia menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan.

Ketimpangan yang terjadi pada suatu wilyah akan berpengaruh pada tingkat kesejateraan masyarakat diwilayah tersebut. Pada hakiaktnya IPM memiliki hubungan saling keterkaitan dengan ketimpangan ekonomi. Dalam penelitian Dwi (2015) mengenai pengaruh IPM terhadap ketimpangan ekonomi di Yogyakarta menunjukan pengaruh postif. Hal ini dikarenakan usia harapan hidup yang tinggi menyebabkan banyaknya usia non-produktif yang tinggal DIY. Sehingga memicu terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan.

(38)

harapan hidup, angka melek huruf rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita.

5. Aglomerasi

a. Teori Aglomerasi

Menurut Mudrajad Kuncoro (2004), aglomerasi yaitu konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan yang diakibatkan adanya lokasi saling berdekatan (economies of

proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para

pekerja, dan konsumen untuk menekan biaya-biaya, seperti biaya transportasi, informasi, dan komunikasi. Kekuatan aglomerasi dan deaglomerasi dapat menjelaskan terjadinya konsentrasi dan dekonsentrasi industri. Ada tiga manfaat yang ditimbulkan oleh kegiatan di atas, yaitu : penghematan skala (scale economies), penghematan lokasi (localization

economies), dan penghematan urbanisasi (urbanisation economies).

(39)

26

b. Hubungan Antara Aglomerasi dengan Ketimpangan antar wilayah Menurut Jamie Bonet (2006), aglomerasi yaitu pemusatan aktifitas produksi digunakan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk mengetahui ketimpangan antar wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam perekonomian. Aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara, pertama adalah dengan menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut dan yang kedua adalah dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi (Bonet, 2006).

B. Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Nikoloski (2010) yang berjudul “Economic and

Political Determinants of Income Inequality” dengan alat analisis GMM

(40)

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Angelia (2010) mengenai “Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah di Provinsi Dki Jakarta Tahun 1995-2008” menyimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan PDRB per kapita relatif tingkat ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu 1995-2008 masih tinggi. Sedangkan Hipotesis Kuznets terbukti pada wilayah ini.

Menurut Astuti (2015) dalam penelitiannya mengenai “Analisis Determinan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2005-2013” dengan pendekatan indeks Gini bahwa ketimpangan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipengaruhi variable PDRB, IPM dan populasi menunjukan menunjukkan bahwa: 1) Indeks pembangunan manusia memiliki pengaruh positif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, 2) PDRB per kapita berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, dan 3) Populasi penduduk berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di DIY.

(41)

28

ketimpangan yang tinggi untuk Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku dan Irian yaitu antara 0,521 sampai 0,996, pada Pulau Sulawesi taraf ketimpangannya rendah yaitu antara 0,050- 0,109, sedangkan untuk Pulau Bali taraf ketimpangannya sedang yaitu antara 0,379-0,498. Kemudian trend ketimpangan pendapatan antar pulau menunjukkan bahwa trend ketimpangan pendapatan yang terjadi selama periode analisis menunjukkan trend ketimpangan yang menurun. Trend ketimpangan pendapatan menurut pulau juga menunjukkan trend yang menurun kecuali Pulau Jawa dan Sulawesi. Hasil analisis korelasi dan koefisien determinan menunjukkan bahwa hubungan pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan pendapatan lemah dan besarnya kontribusi pertumbuhan PDRB terhadap perubahan ketimpangan pendapatan kecil yaitu sebesar 14 persen.

Dalam penelitian Faiz (2009) mengenai “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi, Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan Terhadap Ketimpangan antar Wilayah menurut Tipologi Klassen Pada 25 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2008” dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa pada periode tahun 2004 hingga tahun 2008, pertumbuhan ekonomi, aglomerasi, tingkat pengangguran berpengaruh positf signifikan terhadap ketimpangan wilayah, akan tetapi panjang jalan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan wilayah.

(42)

faktor-faktor yang dapat dianggap dapat mengurangi ketimpangan regional seperti pemerataan alokasi investasi pemerataan tingkat pendidikan dan pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja barang belum memberikan hasil yang maksimal, justru pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal semakin memperlebar ketimpangan regional. Hipotesis Kuznets masih berlaku di Indonesia yaitu pertumbuhan ekonomi justru memperlebar ketimpangan. Untuk mengurangi ketimpangan regional diperlukan kemauan politik dari pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan pada daerah-daerah tertinggal dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan yang efektif dan produk perundangan-undangan yang memungkinkan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah tertentu dapat dinikimati oleh seluruh rakyat Indonesia.

(43)

30

Menurut penelitian Sjafrizal (1997) dengan judul “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat” menjelaskan bahwa perkembangan pembangunan regional di Wilayah Bagian Barat dalam periode 1987-1995 ternyata lebih baik dibandingkan dengan keadaan rata-rata seluruh Indonesia, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan antar wilayah.

Selanjutnya dalam penelitian Bonet (2006) yang berjudul “Fiscal Desentralization and Regional Income Disparities : evidence from the

Colombian experience” menyatakan bahwa tingkat perekonomian terbuka dan

aglomerasi berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan.

C. Kerangka Berfikir

Gambar 2.4.

Kerangka Berfikir Penelitian Aglomerasi

Bonet, 2009 Pertumbuhan Ekonomi

Ramly, 2012

Ketimpangan Ekonomi

(+)

(+)

(+)

(44)

D. Penurunan Hipotesa

1. Diduga pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan ekonomi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

2. Diduga Indeks Pembanguanan Manusia berpengaruh positif terhadap ketimpangan ekonomi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang terdiri :

a. Jawa Barat b. Jawa Tengah c. D.I Yogyakarta d. Jawa Timur e. Bante f. Bali

g. Nusa Tenggara Barat h. Nusa Tenggara Timur 2. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang digunakan, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tingkat Ketimpangan Ekonomi dengan pendekatan Indeks Gini, sedangkan variabel independen adalah Pertumbuhan Ekonomi, IPM dan Aglomerasi.

(46)

B. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif angka yang berupa data sekunder dalam bentuk time series dengan kurun waktu 2007-2013. Sumber data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Nasional.

C. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi non perilaku, yaitu pengamatan atau observasi dengan tidak melibatkan diri pada seperti pada pengumpulan data primer. Dalam penelitian ini peneliti hanya terlibat sebagai pengamat independen. Data dikumpulkan dengan cara mempelajari dokumen serta catatan-catatan yang berkaitan dengan peneliti yang dilakukan (Sugiyono, 2012).

D. Definisi Operasional Variabel

1. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi

Ketimpangan pembangunan ekonomi merupakan perbedaan pendapatan antar wilayah sehingga terjadi ketidakmerataan. Koefisien Gini ini merupakan salah satu alat ukur untuk melihat ketidakmerataan agregat yang nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan sempurna) :

(47)

34

G < 0,3 → ketimpangan rendah

0,3 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan sedang

G > 0,5 → ketimpangan tinggi

Indeks Gini merupakan koefisien yang didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pendapatan kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Koefisien Gini didefinisikansebagai A/(A+B), jika A=0 koefisien Gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna, jika B=0 koefisien Gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan sempurna. Satuannya rasio. Satuan dari variabel Gini adalah rasio.

2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan PDRB rill (PDRB sektoral atas dasar atas dasar harga konstan 2000) yang di hitung dengan formulasi :

Pertumbuhan ekonomi =

(48)
(49)

-36

E. Alat Analisis

Dalam penelitian ini, alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Data panel merupakan gabungan antara data runtut waktu

(time series) dan data silang (cross section). Menurut Agus Widarjono dalam

Basuki (2014) menjelaskan bahwa penggunaan data panel dalam sebuah observasi memiliki beberapa keuntungan yang diperoleh. Pertama, data panel merupakan gabungan dua data time series dan cross section yang mampu menyediakan data lebih banyak sehingga akan lebih menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika masalah penghilangan variabel (omitted-variabel).

F. Model Penelitian

Berdasarkan studi empiris maka model regresi dalam penelitian ini sebagai berikut :

IGit = β0+ β1*PEit + β2*IPMit + β3*AGit + et Dimana :

IG = Tingkat Ketimpangan Ekonomi PE = Laju Pertumbuhan Ekonomi IPM = Indeks Pembangunan Manusia

AG = Aglomerasi

Β0 = Konstanta

Β1-β3 = Koefisien Parameter

i = Kabupaten

t = Periode waktu

(50)

G. Uji Kualitas Data 1. Uji Multikolinearitas

Uji multikoliniearitas bertujuan menguji apakah model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Apabila variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel tidak ortugal. Variabel tidak ortugal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol. Menurut Gujarati dalam Astuti (2015). Jika terjadi kolerasi maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya model yang tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Adapun Beberapa cara mendeteksi adanya multikolinearitas yaitu :

a. R2 cukup tinggi (0,7 -0,1), tetapi uji-t untuk masing-masing koefisien regresinya tidak signifikan

b. Tingginya R2 merupakan syarat yang cukup tetapi bukan yang syarat yang perlu untuk terjadinya multikoliniearitas. Sebab pada R2 yang rendah <0,5, bisa juga terjadi multikolinearitas.

c. Meregresikan variabel independen X dengan variabel-variabel independen yang lain, kemudian menghitung R2 dengan uji F; Jika F hitung > F tabel berarti Ho di tolak, ada multikolinearitas Jika F hitung < F tabel berarti Ho di terima, tidak ada multikolinearitas

(51)

38

komputer. Jika terdapat koefisien yang lebih besar dari (0,9), maka terdapat gejala multikoliearitas.

Untuk mengatasi masalah multikolinearitas, satu variabel independen yang memiliki korelasi dengan variabel independen lain harus dihapus. Dalam ini model fixed effect yang ditransformasikan ke dalam model GLS, model ini sudah diantisipasi dari terjadinya multikolinearitas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali dalam Rahmawaty (2014) deteksi heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heteroskedastisitas, maka kondisi ini disebut homoskedastis. Akan tetapi jika berbeda, maka disebut heteroskedastis. Model regresi yang baik adalah model yang bersifat homoskedastis. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastis adalah dengan me-regress model dengan log residu kuadrat sebagai variabel terikat.

Ho : homoskedastis Ha : heteroskedastis

Apabila, probabilitas dari masing-masing variabel bebas lebih dari 0,05 maka terjadi penerimaan terhadap Ho. Sehingga tidak terdapat heteroskedastis pada model tersebut atau hasilnya data dalam kondisi homosedastis.

H. Uji Hipotesis dan Analisis Data Panel

(52)

untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam meneliti Tingkat Ketimpangan Ekonomi yang ada di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Menurut Basuki dan Yuliadi (2015) data panel (pooled data) diperoleh dengan cara menggabungkan data time series dengan cross section. Analisis regresi dengan data panel memungkinkan peneliti mengetahui karakteristik antar waktu dan antar individu dalam variabel yang bisa saja berbeda-beda.

Ada tiga metode yang digunakan dalam pengolahan dalam data panel: a. Model Pooled Least Square (Common Effect)

Model ini dikenal dengan estimasi Common Effect yaitu teknik regresi yang paling sederhana untuk mengestimasi data panel dengan cara hanya mengkombinasikan data time series dan crossection. Model ini hanya menggabungkan data tersebut tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu sehingga dapat dikatakan bahwa model ini sama halnya dengan metode OLS karena menggunakan kuadrat terkecil biasa.

(53)

40

b. Model Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Model pendekatan ini menggunakan variabel boneka atau dummy variabel yang dikenal dengan sebutan mode efek tetap atau Least Square Dummy

Variable (LSDV) atau disebut juga dengan Covariance Model. Pada metode

Fixed Effect estimasi dilakukan dengan tanpa pembobot atau no weight atau

LSDV dan dengan pembobot (crossection weight) atau Generated Least

Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi

heterogenitas antar unit cros section (Gujarati 2012). Penggunaan model ini tepat untuk melihat perilaku data dari masing-masing individu variabel sehingga data lebih dinamis dalam menginterpretasi data.

c. Model Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

Model data panel pendekatan ketiga yaitu model efek acak. Dalam model ini, paramet-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukan ke dalam error. Karena hal inilah, model efek acak juga disebut model komponen error (error correction model).

Dalam menguji spesifikasi model pada penelitian, penulis menggunakan beberapa metode :

1. Uji Chow

Uji spesifikasi bertujuan untuk menentukan model analisis data panel yang akan digunakan. Uji Chow digunakan untuk memilih antara model fixed effect

(54)

Apabila hasil uji spesifikasi ini menunjukkan probabilitas Chi-Square

lebih dari 0,05 maka model yang dipilih adalah common effect. Sebaiknya dipakai adalah fixed effect. Ketika model yang terpilih adalah fixed effect maka perlu dilakukan uji lagi, yaitu Uji Hausman untuk mengetahui apakag sebaiknya memakai fixed effect model (FEM) atau random effect model (REM).

Uji Chow dapat dilihat menggunakan Uji F signifikan estimasi fixed effect, yang digunakan untuk memilih antar OLS pooled tanpa variabel dummy atau fixed

effect. F statistik di sini adalah sebagai uji Chow. Dalam hal ini, uji F digunakan

untuk menentukan model terbaik antara kedua dengan melihat uji residual kuadrat (RSS).

Uji F adalah sebagai berikut :

Dimana :

RSS 1 : merupakan jumlah residual kaudrat pooled OLS RSS 2 : merupakan jumlah residual kuadrat fixed effect

m : merupakan pembilang n-k : merupakan denumerator

Jika hipotesis nol ditolak, dapat disimpulkan model fixed effect lebih baik dari pooled OLS.

2. Uji Hausman

(55)

42

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

(56)

b. Uji F-Statistik

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen (bebas) secara keseluruhan terhadap variabel variabel dependen (terkait). Adapun langkah-langkahnya yang dapat dilakukan dalam uji ini adalah sebagai berikut:

1) Peumusan Hipotesa

Ho: β1 = β2 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen

H1: β1 ≠ β2 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen 2) Pengambilan keputusan

Pengambilan dalam pengujian uji F ini adalah dengan cara membandingkan probobilitas pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen dengan nilai α yang

digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan α = 0,05.

Jika probobilitas variabel independen > 0,05 maka hipotesa Ho diterima, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependen.

(57)

44

c. Uji Parsial (T-Statistik)

Uji statistik (parsial) merupakan pengujian terhadap tingkat signifikan setiap variabel independen secara individual terhadap variabel dependen dalam suatu model regresi.

1) Merumuskan Hipotesa

Ho: β1 = β2 = 0 artinya tidak ada pengaruh secara individu masin

g-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

H1: β1 ≠ β2 ≠ 0 artinya ada pengaruh secara individu masing-masing

variabel independen terhadap variabel dependen. 2) Pengambilan keputusan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan α = 0,05.

Jika probobilitas variabel independen > 0,05 maka hipotesa Ho diterima, artinya variabel independen secara partial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

(58)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Jawa Barat

Batas-batas wilayah provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut : (1) Sebelah Utara, dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta. (2) Sebelah Timur, dengan Provinsi Jawa Tengah. (3) Sebelah Selatan, dengan Samudra Indonesia. (4) Sebelah Barat, dengan Provinsi Banten.

Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan serta dataran rendah di wilayah utara. Memiliki kawasan hutan dengan fungsi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi yang proporsinya mencapai 22,10 persen dari luas Jawa Barat; curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/th dengan tingkat intensitas hujan tinggi; memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan debit air permukaan 81 milyar m3/tahun dan air tanah 150 juta m3/th. Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan,

(59)

45

Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar serta terdiri dari 626 kecamatan, 641 kelurahan, dan 5.321 desa. b. Gambaran Demografis Provinsi Jawa Barat

Gambaran umum demografis wilayah Provinsi Jawa Barat, tercermin dari Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat dalam kurun waktu tahun 2012-2013 mengalami peningkatan sebesar 0,11 persen yaitu dari 1, persen pada Tahun 2012 meningkat menjadi 1,77 persen pada tahun 2013.

TABEL 4.1.

Data Kondisi Demografi Jawa Barat 2012-2013

Indikator Satuan Tahun

2012 2013

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 44.548.431 45.340,8*

(1) laki-laki (2) Perempuan

Jiwa 22,609,621 23.004,3*

Jiwa 21.938,810 22.336,5*

b. Laju Pertumbuhan Penduduk

(LPP) Persen 1.66 1.77

c. Kepadatan Pendudu Jiwa Per Km2 1.198 1.222

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat. Januari 2014 *) dalam ribuan

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Provinsi Jawa Barat

(60)

mengalami penurunan sebesar 0,15 persen, diikuti dengan naiknya tingkat inflasi akibat dari kenaikan harga BBM. Secara umum produktivitas ekonomi Jawa Barat meningkat dan berdampak pada peningkatan PDRB per kapita (ADHB) Tahun 2013 sebesar Rp 23,5 juta. Namun demikian kondisi ekonomi tidak berdampak pada perbaikan pemerataan pendapatan, hal ini diindikasikan dengan angka indeks gini yang tetap dan terkategori mempunyai ketimpangan moderat.

2. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah

a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Jawa Tengah

(61)

47

19 persen; dan lahan dengan kemiringan lebih dari 40 persen sebesar 12 persen. Selain itu, keadaan iklim di Jawa Tengah termasuk dalam kategori iklim tropis basah. Menurut Stasiun Klimatologi Klas I Semarang pada tahun 2012, suhu udara di Jawa Tengah berkisar antara 250C - 280C, dan kelembaban udara berada pada kisaran antara 75 persen - 83 persen. Curah hujan tertinggi sebesar 4.972 mm (tercatat di Stasiun Meteorologi Bojongsari) dan hari hujan terbanyak 203 hari (tercatat di Stasiun Meteorologi Cilacap).

b. Gambaran Demografis Provinsi Jawa Tengah

(62)

TABEL 4.2.

Data Kondisi Demografi Jawa Tengah 2011-2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2013

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

Pembangunan ekonomi diarahkan pada pembangunan inklusif, yang menitikberatkan pada pertumbuhan tanpa disparitas inter-regional dan ketidaksetaraan sosial. Konsep pertumbuhan dalam pembangunan inklusif mengacu pada suatu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan juga strategi untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial dengan menyediakan kesempatan bagi orang/kelompok yang terpinggirkan dan rentan untuk berkontribusi pada proses pembangunan. Dengan demikian peluang ekonomi yang dihasilkan harus dapat dinikmati atau terdistribusi ke semua lapisan masyarakat termasuk kaum miskin termarjinalkan. Selama kurun waktu Tahun 2008 - 2012, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah cenderung meningkat meskipun laju pertumbuhannya bergerak secara perlahan, yaitu sebesar 5,61% di Tahun 2008 menjadi 6,34 persen di Tahun 2012. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah tersebut, ditopang oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel

Indikator Satuan Tahun

(63)

49

dan restoran yang merupakan sumber pertumbuhan PDRB Jawa Tengah terbesar setiap tahunnya.

3. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta a. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta

(64)

b. Gambaran Demografis Daerah Istimewa Yogyakarta

Selama tahun 1971 hingga 2010 jumlah penduduk DIY terus mengalami peningkatan. Jumlah penduduk DIY tahun 1971 sebanyak 2.489.360 orang meningkat menjadi 3.457.491 orang pada tahun 2010 kemudian diperkirakan meningkat sebanyak 29.834 orang menjadi 3.487.325 orang pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2012 dari hasil estimasi diperkirakan mencapai 3.514.762 jiwa.

TABEL 4.3.

Data Kondisi Demografi Daerah Istimewa Yogyakarta 2012

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah , 2013

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Selama kurun waktu 2009-2013, rata-rata pertumbuhan ekonomi DIY mencapai 5,04 persen per tahun. Kondisi tahun 2013, laju pertumbuhan ekonomi DIY mencapai 5,40 persen yang berarti bahwa kinerja perekonomian DIY mengalami pertumbuhan dari tahun sebelumnya yang sebesar 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2013 bahkan merupakan angka tertinggi selama sepuluh tahun terakhir.

Indikator Satuan Tahun

2012

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 3.514.762

(1) laki-laki Jiwa 1.737.506

(2) Perempuan Jiwa 1.777.256

b. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Persen 0,69

(65)

51

4. Gambaran Umum Daerah Provinsi Jawa Timur a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Jawa Timur

Wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Panjang bentangan Barat-Timur Provinsi Jawa Timur sekitar 400 kilometer dan lebar bentangan utara-selatan sekitar 200 kilometer. Jawa Timur memiliki wilayah kepulauan yang terdiri dari pulau bernama sebanyak 232 pulau, pulau tanpa nama sebanyak 55 sehingga total keseluruhan pulau kecil yang dimiliki Provinsi Jawa Timur sebanyak 287 pulau (Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, 2004). Pulau Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, di sebelah timur Pulau Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara pulau Jawa, sedangkan bagian selatan meliputi pulau Nusa Barung, Sempu, Sekel dan Panehan. Kondisi kawasan pada Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 4 aspek antara lain kondisi kawasan tertinggal, kondisi kawasan pesisir, kondisi kawasan pegunungan dan kondisi kawasan kepulauan.

b. Gambaran Demografis Daerah Provinsi Jawa Timur

(66)

pertumbuhan penduduk provinsi Jawa Timur mecapai 0,72 persen pada tahun 2012. sebagaimana tabel berikut:

TABEL 4.4.

Data Kondisi Demografi Daerah Provinsi Jawa Timur 2011- 2012

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, 2014

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Daerah Jawa Timur

Kondisi perekonomian Jawa Timur menunjukkan perkembangan cukup menggembirakan, hal ini dapat dilihat dari perkembangan nilai PDRBnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2009 PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp. 684,234 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp. 1.136,330 triliun pada tahun 2013. Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) Jawa Timur tahun 2009 meningkat dari Rp. 320,861 triliun menjadi Rp. 419,430 triliun pada tahun 2013. Pada tahun 2009 perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh 5,01 persen, kemudian tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2012 masing-masing tumbuh sebesar 6,68 persen, 7,22 persen dan7,27 persen, namun pada tahun 2013 mengalami perlambatan menjadi 6,55 persen. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama kurun waktu tersebut lebih cepat dari rata-rata nasional.

Indikator Satuan Tahun

2011 2012

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 37.781.599 38.052.950

(1) laki-laki Jiwa 18.599.308 18,740.05

(2) Perempuan Jiwa 19.182.291 19.312.896

(67)

53

5. Gambaran Umum Daerah Provinsi Banten a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Banten

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, secara geografis luas wilayah Provinsi Banten adalah 8.651,20 km2, yang terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta yang terdiri dari 4 (empat) kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan 2 (dua) kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008, Provinsi Banten memiliki luas sebesar 9.662,92 km2 atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring dengan tuntutan dan perkembangan pembangunan, tahun 2008 telah terjadi pemekaran wilayah dengan terbentuknya Kota Serang sebagai pemekaran dari Kabupaten Serang dan Kota Tangerang Selatan sebagai pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Saat ini jumlah kabupaten/kota di Provinsi Banten menjadi 4 (empat) kabupaten dan 4 (empat) kota dengan batas wilayah sebagai berikut:

(1) Sebelah Utara dengan Laut Jawa

(2) Sebelah Timur dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. (3) Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia

(68)

b. Kondisi Demografis Daerah Provinsi Banten

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2012 jumlah penduduk Provinsi Banten mencapai 11.248.947 jiwa yang terdiri dari 5.741.942 orang laki- laki dan 5.507.005 orang perempuan. Laju pertumbuhan rata-rata penduduk Banten pada tahun 2012 sebesar 2,16 persen.

TABEL 4.5.

Data Kondisi Demografi Daerah Provinsi Banten 2012

Sumber BPS Provinsi Banten, 2014

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Daerah Banten

Kinerja pembangunan dengan fokus kesejahteraan dan pemerataan ekonomi secara umum bisa dilihat dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Laju Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penurunan angka kemiskinan dan lain sebagainya. LPE merupakan indikator yang dapat menggambarkan perkembangan ekonomi di suatu wilayah.

6. Gambaran Umum Daerah Provinsi Bali a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Bali

Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah Utara : Laut Bali, Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), Selatan : Samudera Indonesia, Barat :Selat Bali (Propinsi Bali). Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan

Indikator Satuan Tahun

2012

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 11.248.947

(1) laki-laki Jiwa 5.741.942

(2) Perempuan Jiwa 5.507.005

(69)

55

kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Provinsi Bali terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten dan 1 (satu) Kota, 57 Kecamatan, 716 desa serta 4.295 SLS (satuan lingkungan setempat/dusun).

b. Kondisi Demografis Daerah Provinsi Bali

(70)

TABEL 4.6.

Data Kondisi Demografi Daerah Provinsi Bali 2011

Indikator Satuan Tahun

2011

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 3.643.472

b. Laju Pertumbuhan Penduduk

(LPP) Persen 0.21

c. Kepadatan Penduduk Jiwa Per Km2 646

Sumber BPS Provinsi Bali, 2014

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Daerah Provinsi Bali

(71)

57

sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi serta sekaligus pendorong pertumbuhan ekonomi Bali adalah: pertambangan dan penggalian (10,51 persen), sektor jasa (9,97 persen, dan sektor perdagangan (8,65 persen).

7. Gambaran Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Provinsi NTB terdiri atas 2 (dua) pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau- pulau kecil. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 pulau yang telah berpenghuni. Luas wilayah Provinsi NTB mencapai 20.153,20 km2. Luas Pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2 (76,49 persen) atau 2/3 dari luas Provinsi NTB, dan luas Pulau Lombok hanya mencapai 1/3 saja. Pusat pemerintahan Provinsi NTB terdapat di Kota Mataram Pulau Lombok. Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu 166 mdpl sementara Taliwang terendah dengan 11 mdpl. Kota Mataram sebagai tempat Ibukota Provinsi NTB memiliki ketinggian 27 mdpl. Dari tujuh gunung yang ada di Pulau Lombok, Gunung Rinjani merupakan tertinggi dengan ketinggian 3.726 mdpl.

b. Kondisi Demografis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat

(72)

dan yang terkecil di Kabupaten Sumbawa Barat. Jumlah rumahtangga di Provinsi NTB adalah 1.296.432 rumahtangga dengan rata-rata anggota rumahtangga sebesar 3,57 orang. Bila dilihat menurut kelompok umur. komposisi penduduk Provinsi NTB berbentuk pyramid dengan komposisi penduduk terbanyak pada umur 0 - 4 tahun yaitu sebanyak 489.623 jiwa. terkecil pada kelompok umur 60 – 64 tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.13.

TABEL 4.7.

Demografis Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013

Sumber BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2014

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat

Perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB) masih didominasi sektor primer yakni sektor pertanian dan pertambangan. Kontribusi sektor pertanian mencapai 26,15 persen, sedangkan kontribusi sektor pertambangan mencapai 18.58 persen. Peran sektor sekunder seperti industri pengelohan masih relatif kecil. Kontribusi industri pengolahan terhadap perekonomian sebesar 3,74 persen. Dilihat dari penggunaan PDRB yang tercipta di Nusa Tenggara Barat, 55,58 persen digunakan

Indikator Satuan Tahun

2013

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 4.630.302

(1) laki-laki Jiwa 2.244.721

(2) Perempuan Jiwa 2.385.581

(73)

59

untuk konsumsi masyarkat dan 29,15 persen digunakan untuk kegiatan investasi. Investasi sangat dibutuhkan oleh suatu daerah untuk meningkatkan perekonomiannya. PDRB atas dasar harga konstan tahun dasar 2000 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun meski pada 2 tahun terakhir mengalami penurunan.

8. Gambaran Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur a. Kondisi Geografis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur

(74)

Tenggara Timur, yaitu untuk daratan seluruhnya 4.734.991 Ha ( 47.349,9 Km2) atau 2.50 persen dari luas Indonesia, dan luas perairan 18.311.539 Ha. Secara fisik batas wilayah propinsi ini adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Flores

b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia c. Sebelah Timur : berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Laut Timor

d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Sape (Propinsi NTB) b. Kondisi Demografis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Jumlah penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 4.683.827 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 905 943 jiwa (19,34 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 3.777.884 jiwa (80,66 persen). Penduduk laki-laki Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 2.326.487 jiwa dan perempuan sebanyak 2.357.340 jiwa.

TABEL 4.8.

Demografis Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013

Sumber BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

Indikator Satuan Tahun

2013

Demografi

a. Jumlah Penduduk Jiwa 4.683.827

(1) laki-laki Jiwa 2.326.487

(2) Perempuan Jiwa 2.357.340

(75)

61

c. Kondisi Umum Pemerataan Ekonomi Nusa Tenggara Timur

Sektor-sektor ekonomi yang dominan dalam perekonomian Nusa Tenggara Timur adalah sektor pertanian, sektor hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Peranan dari ketiga sektor ini pada kurun 2000 – 2003 merupakan yang terbesar yaitu sekitar 88,34 persen dari seluruh PDRB Nusa Tenggara Timur masing-masing tahun pada kurun waktu tersebut. Meskipun cenderung terus menurun peranannya dalam kurun 2000 – 2003, namun sektor pertanian masih merupakan yang paling besar sumbangannya terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2000 peranan nilai tambah bruto sektor pertanian sebesar 43,36 persen dari seluruh nilai PDRB harga berlaku. Peranan tersebut kemudian terus menurun hingga menjadi hanya sekitar 39,24 persen pada tahun 2003. PDRB per kapita NTT tahun 2010 sebesar Rp. 5,23 juta atau seperlima PDRB Nasional sebesar Rp. 24,26 juta. Produktivitas tenaga kerja di sektor Pertanian rendah dengan elastisitas 0,53 sebagai akibat PDRB sektor pertanian menurun, sedangkan tenaga kerja meningkat. Isu-isu pembangunan daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi NTT antara lain :

a. 20 Kabupaten di NTT masuk katagori daerah tertinggal, kecuali Kota Kupang

(76)

d. Rendahnya investasi swasta

e. Nilai ekspor/perdagangan antar pulau lebih rendah dibandingkan impor

B. Gambaran Umum Variabel Penelitian

1. Ketimpangan Ekonomi Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Tingkat ketimpangan ekonomi yang terjadi di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berkategori tinggi, menunjukkan perekonomian di ketiga wilayah besar tersebut belum merata. Penyebab kesenjangan ekonomi antar wilayah di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara adalahmasih terpusatnya pembangunan di wilayah Jawa. Selain itu ketimpangan terjadi karena karakteristik Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau menyebabkan sulitnya aksebilitas dalam pembangunan. Ketimpangan antara wilayah tersebut dapat dilihat dari perkembangan indeks Gini rasio dari tahun ke tahun :

TABEL 4.9.

Indeks Gini Rasio Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2007-2013

(77)

63

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat wilayah pulau jawa memiliki tingkat ketimpangan yang sedang dari tahun 2007 hingga 2013 nilai indeks Gini semakin menjauhi angka nol yang artinya tingkat ketingan semakin rendah sementara untuk wilayah Bali hampir sama dengan pulau Jawa yang memiliki tingkat ketimpangan yang sedang, berbeda dengan wilayah pulau Nusa Tenggara meskipun memiliki letak strategis dengan Bali dan Jawa namun ketimpangan di wilayah ini cenderung tinggi dan setiap tahunnya mengalami peningkatan.

2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara memiliki karakteristik yang berbeda, pengembangan ekonomi wilayah Jawa yang berfokus pada industri sementara Bali dan Nusa Tenggara yang berfokus pada pariwisata. Laju pertumbuhan ekonomi di Wilayah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara secara umum mengalami peningkatan.

TABEL 4.10.

Gambar

TABEL 1.1.
TABEL 1.2.
GAMBAR 1.1.
GAMBAR 2.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Spasso diposisikan sebagai brand yang menyenangkan dan menjadi pilihan utama konsumen dalam mengkonsumsi puding, sehingga untuk menunjukkan identitas tersebut Spasso

Tetapi ketrampilan tersebut tidak ditunjang dengan kemampuan metode penyampaian dan teknik presentasi yang baik, sehingga sebaik apapun karya yang dihasilkan oleh mahasiswa,

Kajian derni kajian telah dijalankan oleh penyelidik dari Jabatan Biologi, UPM untuk menghalang penyebaran gondang emas ke kawasan sawah padi dan sistem saliran di sekitar..

Secara umum, baik berdasarkan hasil dari angket maupun wawancara yang dilakukan, minat mahasiswa terhadap bidang otomotif mempengaruhi ketertarikan mahasiswa konsentrasi

Perbandingan data sambaran petir dari detektor petir dengan data medan listrik atmosfer dapat memberikan nilai durasi waktu yang dibutuhkan dari awal mulai badai petir

Biasanya atribut merupakan teks string yang bernilai tunggal, bilangan atau daftar suatu nilai ( enumerated values ). Tetapi, pada suatu saat juga perlu menetapkan

Apabila tujuan-tujuan penelitian terhadap iklim organisasi kelas yang tercipta atas dasar perilaku kepe mimpinan guru dan yang memberikan pengaruh terhadap terbentuknya pola

Bolango”, yang disusun oleh Rahmawaty Singgili Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo, 2013. Penelitian ini membahas tentang dampak