PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PETUGAS KESEHATAN DALAM PENCAPAIAN PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TAHUN 2013
TESIS
TETTY MAHRANI 117032158/IKM
PRORAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PETUGAS KESEHATAN DALAM PENCAPAIAN PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
TETTY MAHRANI 117032158/IKM
PRORAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PETUGAS KESEHATAN DALAM
PENCAPAIAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Tetty Mahrani Nomor Induk Mahasiswa : 117032158
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 12 Februari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PETUGAS KESEHATAN DALAM PENCAPAIAN PROGRAM
PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN
TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Terhadap Kinerja Petugas Kesehatan Dalam Pencapaian Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari begitu banyak yang memberikan dukungan, bimbingan, bantuan moril maupun materil dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku pembimbing yang telah memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.
5. dr. Heldy B. Z, M.P.H dan Drs.Tukiman, M.K.M selaku tim penguji yang telah memberikan masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.
6. Seluruh dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
7. Seluruh Kepala Puskesmas Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah memberikan izin melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
8. Seluruh pengelola KIA dan staf KIA di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Selatan yang telah memberikan informasi bagi penulis selama melakukan penelitian. 9. Seluruh rekan-rekan dan sahabat Angkatan 2011 Minat Studi Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
10.Ayahanda H. Choiruddin Nasution dan ibunda Hj. Mahyar Diana Lubis dan seluruh keluarga besar serta seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.
12. Ibu Langga Sari Nasution dengan dukungan dan bantuannya serta Ibu Mega atas dukungan dan semangatnya selama pendidikan pasca sarjana.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak mempunyai kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Tetty Mahrani yang dilahirkan di Padangsidimpuan tanggal 12 April 1977 dari pasangan H. Choiruddin Nasution dan Hj. Mahyar Diana Lubis. Beragama Islam dan bertempat tinggal di Jl. Nusa Indah No. 12 Padangsidimpuan.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... ... 1
1.2. Permasalahan ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 12
1.4. Hipotesis.. ... 12
1.5. Manfaat Penelitian ... 12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1. ASI Eksklusif ... 14
2.1.1. Pengertian ASI Eksklusif ... 14
2.1.2. Kandungan ASI ... 16
2.1.3. Komposisi ASI ... 19
2.1.4. Manfaat ASI ... 21
2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi ASI ... 28
2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ... 32
2.3.1. Faktor Internal ... 32
2.3.2. Faktor Eksternal ... 41
2.4. Landasan Teori ... 49
2.5. Kerangka Konsep ... 52
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 53
3.1. Jenis Penelitian ... 53
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 53
3.3. Populasi dan Sampel ... 53
3.3.1. Populasi ... 53
3.3.2. Sampel ... 54
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 55
3.4.1. Data Primer ... 55
3.4.2. Data Sekunder ... 55
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 56
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 57
3.5.1. Variabel Penelitian ... 57
3.5.2. Definisi Operasional ... 58
3.6 Metode Pengukuran ... 60
3.7. Metode Analisis Data ... 65
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 67
4.1.1. Distribusi Penduduk Kecamatan Darussalam Berdasarkan Desa ... 67
4.1.2. Distribusi Jumlah Bayi Di Kecamatan Darussalam Berdasarkan Kelompok Umur ... 68
4.1.3. Sarana Pendukung Kesehatan Di Kecamatan Darussalam ... 69
4.2. Analisis Distribusi Frekuensi Faktor Pendorong (Predisposing) ... 69
4.2.1. Umur Ibu ... 69
4.2.2. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif ... 70
4.2.3. Pendidikan Ibu ... 71
4.2.4. Pekerjaan Ibu ... 71
4.2.5. Sikap Ibu ... 72
4.2.6. Mitos ... 74
4.2.7. Paritas ... 75
4.2.8. Pendapatan Keluarga ... 75
4.3. Analisis Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung (Enabling) ... 76
4.3.1. Tempat Melahirkan ... 76
4.3.2. Penolong Persalinan ... 76
4.4. Analisis Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga ... 77
4.4.1 Dukungan Informasional ... 77
4.4.2 Dukungan Penilaian ... 78
4.4.3 Dukungan Instrumental ... 79
4.4.4. Dukungan Emosional ... 81
4.5. Analisis Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif ... 82
4.6. Hubungan Faktor Pendorong (Predisposing) dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 83
4.6.1. Umur Ibu ... 83
4.6.2. Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif ... 84
4.6.3. Pendidikan Ibu ... 84
4.6.4. Pekerjaan Ibu ... 85
4.6.5. Sikap Ibu ... 86
4.6.6. Mitos ... 86
4.6.7. Paritas ... 87
4.6.8. Pendapatan Keluarga ... 88
4.7. Hubungan Faktor Pendukung (Enabling) dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 88
4.7.1. Tempat Melahirkan ... 88
4.7.2. Penolong Persalinan ... 89
4.8. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 90
4.8.1 Dukungan Informasional ... 90
4.8.2 Dukungan Penilaian ... 91
4.8.4. Dukungan Emosional ... 92
4.9. Faktor yang Paling Dominan dalam Pemberian ASI Eksklusif ... 93
BAB 5. PEMBAHASAN ... 96
5.1. Pengaruh Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar ... 96
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
6.1. Kesimpulan ... 115
6.2. Saran ... 115
DAFTAR PUSTAKA ... 117
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 3.1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan, Mitos, Sikap,
Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan
Instrumental Dan Dukungan Emosional ... 57 3.2. Variabel, Cara, Alat, Hasil dan Skala Pengukuran ... 64 4.1. Distribusi Penduduk Kecamatan Darussalam Berdasarkan Desa .... 67 4.2. Distribusi Jumlah Bayi Di Kecamatan Darussalam Berdasarkan
Umur ... 68 4.3. Distribusi Frekuensi Umur Responden Di Kecamatan
Darussalam ... 69 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Ibu Tentang ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 70 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang ASI Eksklusif Di
Kecamatan Darussalam ... 71 4.6. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Responden Di Kecamatan
Darussalam ... 71 4.7. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Responden Di Kecamatan
Darussalam ... 71 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Ibu Tentang ASI Eksklusif
Di Kecamatan Darussalam ... 72 4.9. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Responden Di Kecamatan
Darussalam ... 73 4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Mitos Ibu Tentang ASI Eksklusif
Di Kecamatan Darussalam ... 74 4.11. Distribusi Frekuensi Mitos Responden Di Kecamatan
4.12. Distribusi Frekuensi Paritas Responden Di Kecamatan
Darussalam ... 75 4.13. Distribusi Frekuensi Pendapatan Responden Di Kecamatan
Darussalam ... 76 4.14. Distribusi Frekuensi Tempat Melahirkan Responden Di
Kecamatan Darussalam ... 76 4.15. Distribusi Frekuensi Penolong Persalinan Responden Di
Kecamatan Darussalam ... 77 4.16. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Informasional
Responden Tentang ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 77 4.17. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional Responden
Tentang ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 78 4.18. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Penilaian Responden
Tentang ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 79 4.19. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Responden Tentang
ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 79 4.20. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Instrumental
Responden Tentang ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 80 4.21. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Responden
Tentang ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 81 4.22. Distribusi Frekuensi Jawaban Dukungan Emosional Responden
Tentang ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 81 4.23. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Responden Tentang
ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam ... 82 4.24. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif Responden Di
Kecamatan Darussalam ... 83 4.25. Hubungan Umur Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
4.26. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 84 4.27. Hubungan Pendidikan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 85 4.28. Hubungan Pekerjaan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 85 4.29. Hubungan Sikap Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 86 4.30. Hubungan Mitos Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 87 4.31. Hubungan Paritas Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 87 4.32. Hubungan Pendapatan Keluarga Ibu Menyusui Dengan
Pemberian ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun
2013 ... 88 4.33. Hubungan Tempat Melahirkan Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 89 4.34. Hubungan Penolong Persalinan Ibu Menyusui Dengan
Pemberian ASI Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun
2013 ... 90 4.35. Hubungan Dukungan Informasional Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 90 4.36. Hubungan Dukungan Penilaian Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 91 4.37. Hubungan Dukungan Instrumental Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 92 4.38. Hubungan Dukungan Emosional Dengan Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 92 4.39. Hasil Analisis Multiple Regresi Logistic antara Pendidikan,
Informasional, dan Dukungan Emosional dalam Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 93 4.40. Hasil Analisis Multiple Regresi Logistic antara Pekerjaan,
Mitos, Pengetahuan, Sikap, Pendapatan, Dukungan Informasional, dan Dukungan Emosional dalam Pemberian ASI
Eksklusif Di Kecamatan Darussalam Tahun 2013 ... 94 4.41. Hasil Akhir Analisis Multiple Regresi Logistic antara Pekerjaan,
Mitos, Pengetahuan, Sikap, Pendapatan, Dukungan Informasional, dan Dukungan Emosional dalam Pemberian ASI
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 122
2. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan, Mitos, Sikap, Dukungan Informasional, Dukungan Penilaian, Dukungan Instrumental dan Dukungan Emosional ... 130
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabelitas ... 132
4. Hasil Analisis Data ... 139
5. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 154
ABSTRAK
Permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja meliputi Hubungan Seksual Pra Nikah, aborsi yang tidak aman, hubungan seksual bebas, penyalahgunaan narkotika dan alkohol, merokok, penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV-AIDS, Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) dan aborsi hingga kasus pernikahan dini. Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja serta efektif dan efisien dalam memnuhi kebutuhan tersebut. Dari pengamatan diketahui petugas masih belum memahami secara detail program PKPR, dan karena ketidaktahuannya menjadikan motivasi dan menjadikan kinerjanya dalam menjalankan program PKPR masih rendah. Hasilnya program PKPR di puskesmas tersebut masih belum maksimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Populasi adalah 32 petugas. Sampel berjumlah 32 petugas kesehatan yang diperoleh dengan cara total sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kompetensi (p=0.001), kebutuhan berprestasi (p= 0.001), kebutuhan berafiliasi (p=0.001), dan kebutuhan berkuasa (p=0.029) terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan peduli remaja.
Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa kompetensi paling berpengaruh terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan peduli remaja. Diharapkan peningkatan kompetensi kerja petugas kesehatan terhadap program pelayanan kesehatan peduli remaja melalui pemberian pelatihan kepada petugas mengenai pelayanan kesehatan peduli remaja.
.
ABSTRACT
Reproductive health problems faced by teenagers include premarial sexual intercourse, unsafe abortion , free sexua, drug and alcohol abuse, smoking , transmission sexually transmitted infections and HIV-AIDS, unwanted pregnancy and abortion, and the cases early marriage . The teenage Health Care is Program is health service intended and deserved by teenagers and is effective and efficient in meeting those needs. The results of observations showed that the health worked have not understood The teenage Health Care in detials, and this made the motivation and performance of the health workers inadequate in implementating the teenage health care program . in Puskesmas (community health center) this programis not yet maximum that is it necessary to conduct a research on the influence of competency and motivation on performance of health workers in the achievement of the teenage health care service program in South Tapanuli District.
The purpose of the study to analyze the influence of competency and motivation on the performance of health workers achievement of the teenage health care service program in South Tapanuli District 2013.
The analytical explanatory study was explain the inter-variabel influence through hypothesis testing . The population is 32 health workers . all of them selected to be the samples for this study trough total sampling method. the data for this study were obtained trough interviews and observation. Data obtained were analysis trough chi square test and multiple logistic regression tests.
The results showed no relationship between competence ( p = 0.001 ) , need for achievement ( p = 0.001 ) , need for affiliation ( p = 0.001 ) , and need for power ( p = 0.029 ) on the performance of health workers in health care services teenager .
The conclusions is that competence of most influencing variabel in teenager care health service. It is expected that work competency of the health workers in teenager care health service is improved trainings on teenager care health service to the health workers.
.
ABSTRAK
Permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja meliputi Hubungan Seksual Pra Nikah, aborsi yang tidak aman, hubungan seksual bebas, penyalahgunaan narkotika dan alkohol, merokok, penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV-AIDS, Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) dan aborsi hingga kasus pernikahan dini. Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja serta efektif dan efisien dalam memnuhi kebutuhan tersebut. Dari pengamatan diketahui petugas masih belum memahami secara detail program PKPR, dan karena ketidaktahuannya menjadikan motivasi dan menjadikan kinerjanya dalam menjalankan program PKPR masih rendah. Hasilnya program PKPR di puskesmas tersebut masih belum maksimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Populasi adalah 32 petugas. Sampel berjumlah 32 petugas kesehatan yang diperoleh dengan cara total sampling. Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistic berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kompetensi (p=0.001), kebutuhan berprestasi (p= 0.001), kebutuhan berafiliasi (p=0.001), dan kebutuhan berkuasa (p=0.029) terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan peduli remaja.
Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa kompetensi paling berpengaruh terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan peduli remaja. Diharapkan peningkatan kompetensi kerja petugas kesehatan terhadap program pelayanan kesehatan peduli remaja melalui pemberian pelatihan kepada petugas mengenai pelayanan kesehatan peduli remaja.
.
ABSTRACT
Reproductive health problems faced by teenagers include premarial sexual intercourse, unsafe abortion , free sexua, drug and alcohol abuse, smoking , transmission sexually transmitted infections and HIV-AIDS, unwanted pregnancy and abortion, and the cases early marriage . The teenage Health Care is Program is health service intended and deserved by teenagers and is effective and efficient in meeting those needs. The results of observations showed that the health worked have not understood The teenage Health Care in detials, and this made the motivation and performance of the health workers inadequate in implementating the teenage health care program . in Puskesmas (community health center) this programis not yet maximum that is it necessary to conduct a research on the influence of competency and motivation on performance of health workers in the achievement of the teenage health care service program in South Tapanuli District.
The purpose of the study to analyze the influence of competency and motivation on the performance of health workers achievement of the teenage health care service program in South Tapanuli District 2013.
The analytical explanatory study was explain the inter-variabel influence through hypothesis testing . The population is 32 health workers . all of them selected to be the samples for this study trough total sampling method. the data for this study were obtained trough interviews and observation. Data obtained were analysis trough chi square test and multiple logistic regression tests.
The results showed no relationship between competence ( p = 0.001 ) , need for achievement ( p = 0.001 ) , need for affiliation ( p = 0.001 ) , and need for power ( p = 0.029 ) on the performance of health workers in health care services teenager .
The conclusions is that competence of most influencing variabel in teenager care health service. It is expected that work competency of the health workers in teenager care health service is improved trainings on teenager care health service to the health workers.
.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja merupakan kelompok yang unik dengan kebutuhan yang khas, yaitu kebutuhan untuk mengenal identitas/ jati dirinya. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan sesuatu tanpa didahului pertimbangan matang, yang akhirnya dapat mendorong remaja ke arah perilaku berisiko yang dapat menimbulkan berbagai masalah yang akan memengaruhi kesehatannya. Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan matang, dan rasa ingin tahu tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuannya (Depkes RI, 2012).
Remaja masih termasuk ke dalam kelompok usia anak. Menurut WHO, remaja adalah anak yang berusia antara 10-19 tahun. Sedangkan menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia, remaja adalah laki-laki atau perempuan yang belum kawin dengan batasan usia meliputi 15-24 tahun (SKRRI, 2007).
reproduksi. Kemudahan akses informasi, memungkinkan remaja untuk berperilaku bebas dan menyimpang. Pengaruh informasi global (seperti paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses oleh remaja akan menstimulasi remaja untuk
mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan yang tidak sehat seperti merokok, minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, perkelahian antar remaja atau tawuran (Depkes, 2013). Kebiasaan-kebiasaan tersebut secara kumulatif akan mempercepat usia awal seksual aktif remaja serta mengantarkan remaja pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi. Hal ini dikarenakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, sehingga memerlukan pembinaan dari berbagai pihak termasuk bidang kesehatan (Susanto, 2011).
Permasalahan kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja meliputi Hubungan Seksual Pra Nikah (HSPN), aborsi yang tidak aman (Unsaved Abortion), hubungan seksual yang bebas dan tidak bertanggung jawab, penyalahgunaan narkotika dan alkohol, merokok, penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus dan Aquired Immunodeficiency Syndrome), Kehamilan Tak
kematian bayi baru lahir adalah 50% lebih tinggi di antara bayi dari ibu remaja dibanding pada bayi perempuan berusia 20-29 tahun. Selanjutnya bayi dari ibu remaja lebih cenderung untuk memiliki berat badan lahir rendah (WHO, 2012).
Banyak hal yang menarik bila kita membahas tentang kelompok ini antara lain: jumlah populasi yang cukup besar yaitu 18,3% dari total penduduk (> 43 juta), keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun sosial di mana mereka memasuki masa yang penuh dengan strorm and stress, yaitu masa pubertas. Dibanding dengan kesehatan pada golongan umur yang lain, masalah kesehatan pada kelompok remaja lebih kompleks, yaitu terkait dengan masa pubertas. Hasil Riskesdas 2007 menunjukankan bahwa angka anemi pada anak usia <14 tahun 9,8%, sementara pada anak usia >15 tahun, pada perempuan 19,7% dan pada laki-laki 13,1%. SKRRI 2010, umur pertama kali merokok 15-19 tahun (43,3%) meningkat dibandingkan survei tahun 2007 (33,1%), demikian juga prevalensi hubungan seks pranikah. Berdasarkan laporan triwulan Ditjen P2PL, Kemenkes, sampai dengan September 2011 persentase kumulatif kasus AIDS terbesar adalah pada kelompok umur 20-29 sebesar (47,8%) (Depkes RI, 2012).
permasalahan diatas terjadi akibat pengetahuan remaja mengenai PHBS dan kesehatan reproduksi remaja masih kurang dan tidak tepat. Dengan demikian diperlukan adanya pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku positif anak usia sekolah dan remaja tentang kesehatan khususnya PHBS dan kesehatan reproduksi remaja. Dengan mengetahui informasi yang benar dan resiko-resikonya, diharapkan anak usia sekolah dan remaja dapat lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2012).
Remaja berada dalam masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak untuk menjadi dewasa. Secara fisik, remaja dapat dikatakan sudah matang tetapi secara psikis/kejiwaan belum matang, oleh karena itu kelompok anak usia remaja dianggap termasuk dalam kelompok beresiko untuk terkena berbagai masalah termasuk kesehatan.. Beberapa sifat remaja yang menyebabkan tingginya resiko antara lain: rasa keingintahuan yang besar tetapi kurang mempertimbangkan akibat dan suka mencoba hal-hal baru untuk mencari jati diri. Bila tidak diberikan informasi/pelayanan remaja yang tepat dan benar, maka perilaku remaja sering mengarah kepada perilaku yang beresiko, seperti: penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), perilaku yang menyebabkan mudah terkena infeksi HIV/AIDS, Infeksi menular seksual (IMS), masalah gizi (anemia/kurang darah, kurang energi kronik (KEK), obesitas/kegemukan) dan perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku (Widyantoro, 2005).
remaja, bila menjadi salah satu pengunjung puskesmas masih diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya. Pelayanan kesehatan remaja merupakan peluang untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kualitas generasi yang akan datang ditentukan oleh peran semua sektor pemerhati remaja pada saat ini dengan intervensi yang tepat. Dengan melakukan upaya pelayanan kesehatan remaja kita telah berinvestasi terhadap asset bangsa (Depkes RI, 2012).
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang turut serta berperan aktif dalam PKPR. dari 33 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara, terdapat 138 puksesmas yang telah mampu menjalankan PKPR. tiap tahunnya, targetan dan pencapaian PKPR diperbarui dan dievaluasi. Namun, berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, pencapaian target PKRP di Sumatera Utara masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Masih terdapat puskesmas yang memiliki capaian target program di bawah targetan yang telah ditetapkan. Salah satu faktornya adalah kinerja petugas yang diberi tanggung jawab menjalankan program tersebut masih kurang baik (Dinkes Provsu, 2011).
kinerja). Motivasi kerja sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Selain itu, karakteristik atau kompetensi pribadi dari individu juga memengaruhi kinerja karyawan dalam mencapai kinerja yang diharapkan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan mewawancarai dua orang kepala puskesmas di Kabupaten Tapanuli Selatan dalam sebuah pertemuan menunjukkan bahwa kinerja bawahannya dalam menjalankan PKPR masih sangat kurang baik. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa petugas masih belum memahami secara detail program PKPR, dan karena ketidaktahuannya menjadikan motivasi dan menjadikan kinerjanya dalam menjalankan program PKPR masih rendah. Hasilnya, target-target program PKPR di puskesmas tersebut masih belum maksimal. Contohnya ada 10 pernikahan usia dini akibat kehamilan di luar pernikahan selama sebulan terakhir dan usia terendah pernikahan dini pada umur 13 tahun. Selain itu pelaporan-pelaporan program PKPR juga dinilai tidak baik dan tidak sesuai waktunya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan.
1.2 Permasalahan
terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013. Selain itu permasalahan lain adalah belum diketahui variabel dominan yang berpengaruh terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
b. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan mengenai seberapa pentingnya faktor kompetensi dan motivasi petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja. c. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) 2.1.1 Latar Belakang PKPR
Sejak tahun 2003 model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan dan selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
PKPR dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung Puskesmas termasuk Poskestren, menjangkau kelompok remaja sekolah dan kelompok luar sekolah, seperti kelompok anak jalanan, karang taruna, remaja mesjid atau gereja, dan lain-lain yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat.
2190 puskesmas dan jumlah tenaga kesehatan yang dilatih PKPR sampai Desember 2008 sebanyak 2232 orang (Depkes RI, 2010).
2.1.2 Pengertian PKPR
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.
2.1.3 Tujuan PKPR Tujuan Umum:
Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas. Tujuan Khusus:
a) Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.
b) Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
c) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus pada remaja.
2.1.4 Karakteristik PKPR
Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003), yang menyebutkan agar Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapat diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:
1. Kebijakan yang peduli remaja
Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk:
• Memenuhi hak remaja sesuai kesepakatan internasional.
• Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang rapuh dan rawan.
• Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status. • Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan
pelayanan.
• Menjamin privasi dan kerahasiaan.
• Mempromosikan kemandirian remaja, tidak mensyaratkan persetujuan orang tua, dan memberikan kebebasan berkunjung.
• Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya pembebasan biaya untuk kunjungan remaja.
2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja.
• Dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa perjanjian terlebih dahulu. Bila petugas PKPR masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih baik, mencegah kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa bertemu dengan petugas yang dikehendaki.
3. Petugas khusus yang peduli remaja.
• Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat, memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan khusus kepada remaja, mempunyai keterampilan komunikasai interpersonal dan konseling.
• Termotivasi bekerja-sama dengan remaja.
• Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar tidak menyenangkan.
• Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan.
• Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan. • Dapat ditemui pada kunjungan ulang.
• Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya. • Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan
pilihan tepat untuk mengatasi masalahnya atau memenuhi kebutuhannya. 4. Petugas pendukung yang peduli remaja.
• Mempunyai kompetensi sesuai bidangnya masing-masing.
• Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada remaja. 5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja
• Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang dan membuat remaja tidak segan berkunjung kembali.
• Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri, mudah dicapai tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain sehingga menghilangkan kekhawatiran akan bertemu seseorang yang mungkin beranggapan buruk tentang kunjungannya (stigma).
• Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan yang sama dengan jam sekolah menjadi salah satu faktor penghambat terhadap akses pelayanan. Jam pelayanan yang menyesuaikan waktu luang remaja menjadikan konseling dapat dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
• Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan stigma misalnya tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap pasti mempunyai masalah seksual atau penyalahgunaan NAPZA.
• Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di ruang konseling. Perlu disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini selain berguna untuk memberikan pengetahuan melalui bahan bacaan juga merupakan promosi tentang adanya PKPR kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut.
6. Partisipasi/keterlibatan remaja
• Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebar luaskan keberadaannya.
mereka. Sebagai contoh ide tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera remaja, ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja, atau cara rujukan praktis yang dikehendaki. 7. Keterlibatan masyarakat
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
• Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya. • Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan sebaya
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya adalah KIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih menjadi pendidik sebaya (peer educator). atau konselor sebaya (peer counselor)
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif
• Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial. • Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja
dengan pemberi layanan kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik.
• Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting. 10. Pelayanan yang efektif
• Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji. • Memiliki sarana prasarana cukup untuk melaksanakan pelayanan esensial. • Mempunyai sistem jaminan mutu bagi pelayanannya.
11. Pelayanan yang efisien
Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya dan mempunyai sistem agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan.
2.2 Puskesmas
2.2.1 Pengertian Puskesmas
2.2.2 Visi dan Misi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo, 2007).
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota (Sulastomo, 2007).
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi tingginya (Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan per orangan, keluarga, dan masyarakat, serta lingkungannya (Depkes RI, 2003).
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Menurut Depkes RI (2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda. Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997).
Menurut Pardede (2002), masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan. 2.3.3 Perubahan Fisik Remaja
Pada m Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja, sebagaimana dikemukakan oleh Monks dkk. (2002), kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, seorang remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja ini, perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif terhadap penilaian diri.
Secara umum perubahan-perubahan fisik remaja sebagai berikut : Perempuan
• Pertumbuhan payudara (3 - 8 tahun)
• Menarche/menstruasi (10 – 16 tahun, kadang 7 thn) • Pertumbuhan bulu ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
• Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)
Laki-laki
• Pertumbuhan testis (10 – 13,5 tahun)
• Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan (10 – 15 tahun) • Pembesaran badan (10,5 – 16 tahun)
• Pembesaran penis (11 – 14,5 tahun)
• Perubahan suara karena pertumbuhan pita suara (Sama dengan pembesaran penis) • Tumbuhnya rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
• Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (Sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)
2.4 Kinerja
2.4.1 Definisi Kinerja
Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi. Sedangkan, menurut Prawirosentono (1999), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangkan upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Menurut Guilbert (dalam Hasibuan 2001) kinerja adalah sesuatu yang dapat dikerjakan seseorang sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya yang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Mangkunegara (2005) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, dan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai seperti minat, inteligensi, pendidikan, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.
b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antara tenaga kerja dengan atasan maupun sesama pegawai.
Gibson (1997), menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu:
a. Variabel individu, yang terdiri dari sub variabel kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial dan faktor demografis.
b. Variabel organisasi, terdiri sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.
c. Variabel psikologis, yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
2.4.3 Strategi Meningkatkan Kinerja
Menurut Schuller, etal. (1999), ada beberapa strategi untuk meningkatkan kinerja karyawan, yaitu:
1. Dorongan Positif (Positive Reinforcement)
semestinya, orang dimungkinkan memperbaiki kinerjanya. Sistem dorongan positif dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip teori dorongan:
a. Lakukan audit kinerja
Audit kinerja mengkaji seberapa baik pekerjaan dilaksanakan. b. Tetapkan standar dan tujuan kinerja
Standar adalah tingkat minimum kinerja yang diterima, tujuan adalah tingkat kinerja yang ditargetkan. Keduanya harus ditetapkan setelah audit kinerja dan harus dikaitkan langsung dengan pekerjaan. Tujuan dan standar harus dapat diukur dan dapat dicapai.
c. Berikan umpan balik kepada karyawan mengenai kinerjanya
Standar kinerja tidak efektif tanpa ukuran dan umpan balik terus menerus. Umpan balik harus netral dan bahan evaluatif bersifat menilai dan bila mungkin harus disampaikan secara langsung kepada karyawan, bukan kepada penyelia. Umpan balik langsung yang tepat memberi pengetahuan yang dibutuhkan pekerja untuk dipelajari. Umpan balik memungkinkan pekerja mengetahui apakah kinerja mereka meningkat, tetap sama atau bertambah buruk.
kegiatan, peluang untuk mengukur perbaikan kerja secara pribadi dan peluang untuk mempengaruhi mitra kerja dan manajemen. Penghargaan untuk kinerja tertentu harus diberikan sesegera mungkin setelah perilaku itu berlangsung.
2. Program Disiplin Positif
Program ini memberi tanggung jawab perilaku karyawan di tangan karyawan sendiri. Bagaimanapun, program ini memberitahu karyawan bahwa perusahaan peduli dan akan tetap mempekerjakan karyawan selama ia berkomitmen untuk bekerja dengan baik. Jika karyawan membuat komitmen tersebut, perusahaan mempunyai karyawan yang baik. Jika karyawan memutuskan untuk keluar, ia tidak punya alasan riil untuk menyalahkan perusahaan.
3. Program Bantuan Karyawan
Program bantuan karyawan menolong karyawan mengatasi masalah-masalah kronis pribadi yang menghambat kinerja dan kehadiran mereka di tempat kerja. 4. Manajemen Pribadi
2.5 Motivasi
2.5.1 Pengertian Motivasi
Istilah motivasi (motivation) berasal dari Bahasa Latin, yakni movere yang berarti menggerakkan (to move).Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku). Rumusan motivasi
oleh Mitchell (1982) bahwa motivasi mewakili
menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.
Winardi ( 2007) menyatakan bahwa motivasi sebagai sejumlah proses, yang
bersifat
sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Menurut kamus Bahasa Indonesia Modern, karangan Muhammad Ali, motif diartikan sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan seseorang; dasar pikiran dan pendapat; sesuatu yang menjadi pokok. Dari pengertian motif tersebut dapat diturunkan pengertian motivasi sebagai sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan bagi seseorang untuk bekerja.
mencapai tujuan sesuai dengan fungsi untuk keberhasilan suatu organisasi dalam rumah sakit, khususnya perawat sebagai pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2.5.2 Teori Motivasi Mc Clelland
Mc Clelland (dalam Ilyas, 2001), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for Achievement (kebutuhan akan prestasi)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
Jadi, kebutuhan akan prestasi atau motivasi untuk berprestasi timbul karena karyawan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
lakukan. Misalnya saja saat perawat melaksanakan tugasnya sesuai dengan SOP rumah sakit, maka pimpinan atau rekan sekerjanya memberikan penghargaan walaupun hanya sekedar pujian saja.
• Need for Afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap tersebut antara lain:
a). Pencapaian lebih penting daripada materi.
b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
perawat. Selain itu, dalam melaksanakan tujuan rumah sakit diperlukan juga kerja sama dan yang baik dari seluruh pihak di rumah sakit. Kerja sama yang baik akan terbentuk jika terbentuk hubungan yang baik antar tenaga kesehatan di rumah sakit, termasuk perawat.
• Need for Power (dorongan untuk mengatur).
Kebutuhan akan kekuasaan atau need for power adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
Kebutuhan akan kekuasaan adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
baik dari jabatannya saat ini. Hal ini berkaitan dengan kekuasaan, kehidupan yang lebih baik, serta kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
2.5.3 Motivasi Kerja Petugas Kesehatan
Gibson (2003) menyebutkan bahwa motivasi kerja merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Sejalan dengan Gibson, Robbins (dalam Gibson dkk, 2003) mengemukakan bahwa motivasi kerja sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.
Menurut Stoner (dalam Foster dkk, 2001) motivasi adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Motivasi merupakan unsur yang sangat penting dalam memacu karyawan agar berbuat lebih baik dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Tanpa adanya motivasi seorang karyawan tidak akan bekerja secara optimal karena ketiadaan dorongan bagi dirinya dalam melaksanakan berbagai tugas yang akan dibebankan kepadanya.
2.6 Kompetensi
2.6.1 Pengertian Kompetensi
bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam kesuksesan organisasi. Kompetensi kini telah menjadi bagian dari bahasa manajemen pengembangan. Standar pekerjaan atau pernyataan kompetensi telah dibuat untuk sebagian besar jabatan sebagai basis penentuan pelatihan dan kualifikasi ketrampilan. Kompetensi menggambarkan dasar pengetahuan dan standar kinerja yang dipersyaratkan agar berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau memegang suatu jabatan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kompetensi untuk mendukung kemampuan dikonsentrasikan pada hasil perilaku.
Definisi kompetensi menurut Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:47), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik. Menurut Wahjosumidjo (1995:34), kompetensi adalah merupakan kinerja tugas rutin yang integratif, yang menggabungkan resources (kemampuan, pengetahuan, asset dan proses, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat) yang menghasilkan posisi yang lebih tinggi dan kompetitif.
Salah satu masalah berkaitan dengan konsep kompeten atau kompetensi adalah istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada kemampuan untuk melaksanakan suatu jabatan atau tugas secara kompeten dan juga pada bagaimana seharusnya orang berperilaku untuk menjalankan peran secara kompeten. Banyak komentator akademis yang berpendapat bahwa kompeten harus dibedakan dengan kompetensi. Pada umumnya orang mencampuradukkan pengertian kedua istilah tersebut. Kedua konsep ini harus dipisahkan yaitu :
• Kompetensi harus digunakan untuk merujuk pada bidang kerja dimana seseorang kompeten.
• Kompetensi harus digunakan untuk merujuk pada dimensi perilaku yang mendasari kinerja yang kompeten.
Kerumitan lebih jauh muncul dengan adanya perbedaan antara kompetensi dasar dan kompetensi pembeda. Kompetensi dasar adalah kompetensi/ keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau menjalankan suatu jabatan. Kompetensi pembeda adalah karakteristik perilaku yang ditunjukkan oleh mereka yang berkinerja tinggi yang berbeda karakteristiknya dengan orang yang tidak efektif.
ketrampilan itu sendiri. Salah satu cara untuk keluar dari rimba bahasa ini adalah dengan mengingat bahwa gaji berkait dengan kompetensi harus tergantung pada metode pengukuran kompetensi. Untuk melakukan hal ini penting bagi kita untuk membedakan aspek kinerja input, proses, output, dan penting bagi kita untuk memahami bagaimana kompetensi diukur pada masing-masing aspek kinerja tersebut. a) Sebagai input, kompetensi bisa diukur sebagai kapasitas seseorang untuk
menjalankan pekerjaannya. Kapasitas disini merujuk pada pengertian apa yang dibawa orang ke dalam pekerjaannya dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan atribut pribadi.
b) Sebagai sebuah proses, kompetensi bisa diukur dalam bentuk perilaku yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan agar bisa secara efektif mengubah input menjadi output.
c) Sebagai sebuat output, kompetensi diukur melalui hasil perilaku orang dalam menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan atribut pribadi terbaiknya.
Untuk mencapai kompetensi tertentu, seseorang perlu memiliki sejumlah kapabilitas. Kapabilitas biasanya merupakan kombinasi dari dimensi sifat pribadi, ketrampilan dan pengetahuan. Menurut Thoha (2003:88) ada 5 tipe karakteristik dasar dari kompetensi yaitu :
b) Sifat (Trait) yaitu karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi dan informasi.
c) Konsep pribadi (Self Concept) yaitu pelaku, nilai – nilai dan kesan pribadi seseorang.
d) Pengetahuan (Knowledge) yaitu informasi mengenai seseorang yang memiliki bidang substansi tertentu.
e) Ketrampilan (Skill) yaitu kemampuan untuk melakukan tugas fisik dan mental tertentu.
2.6.2 Pembagian Kompetensi
Menurut Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:56), kompetensi itu ada 2 (dua) yaitu kompetensi inti dan kompetensi generik atau kompetensi khusus.
1. Kompetensi Inti.
Kompetensi inti adalah merupakan hal-hal yang harus dilakukan organisasi dan orang yang ada didalamnya agar bisa berhasil. Kompetensi inti ini merupakan hasil dari pembelajaran kolektif dalam organisasi. Mereka mengatakan bahwa kompetensi inti adalah komunikasi, keterlibatan dan komitmen mendalam untuk bekerja dalam organisasi. Kompetensi inti melibatkan banyak orang dari banyak level dan fungsi dalam organisasi.
Kompetensi inti dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu
kompetensi yang bisa memberdayakan bisnis untuk beradaptasi secara cepat dengan peluang yang terus berubah.
b) Kompetensi inti perilaku adalah kualitas fundamental yang diterapkan oleh individu dalam organisasi. Kompetensi inti prilaku bisa berdiri sendiri untuk membuat kerangka kompetensi yang berlaku untuk setiap orang dalam organisasi, meskipun dengan tingkatan yang berbeda – beda.
2. Kompetensi Generik
Kompetensi generik adalah kompetensi yang berlaku untuk kategori karyawan tertentu, seperti manajer, pemimpin tim, teknisi desain, manajer cabang, spesialis kepersonaliaan, akuntan, operator mesin, asisten penjualan atau sekretaris. Sebagai contoh, kompetensi generik manajer cabang bisa mencakup kepemimpinan, perencanaan dan pengorganisasian, pengembangan bisnis, hubungan pelanggan, keputusan komersial, ketrampilan komunikasi dan hubungan antar pribadi. Kompetensi generik bisa ditetapkan untuk kelompok jabatan yang secara fundamental sifat – sifat tugasnya sama, tetapi level pekerjaan yang ditangani berbeda – beda.
3. Kompetensi Spesifik
2.7 Landasan Teori
Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi. Sedangkan, menurut Prawirosentono (1999), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangkan upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Mc Clelland (dalam Ilyas, 2001), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu: Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Kebutuhan akan kekuasaan atau need for power adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain.
pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.
Amstrong & Murlis dalam Ramelan (2003:47), mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik mendasar individu yang secara kausal berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik. Menurut Wahjosumidjo (1995:34), kompetensi adalah merupakan kinerja tugas rutin yang integratif, yang menggabungkan resources (kemampuan, pengetahuan, asset dan proses, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat) yang menghasilkan posisi yang lebih tinggi dan kompetitif.
2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teoritis, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
[image:61.612.119.527.460.592.2]Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kinerja Petugas Kesehatan
dalam Pencapaian Kompetensi
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Soedigdo, 2006), yaitu menganalisis pengaruh kompetensi dan motivasi terhadap kinerja petugas kesehatan dalam pencapaian program pelayanan kesehatan peduli remaja di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan. Alasan dilakukan penelitian di wilayah ini adalah karena belum pernah dilakukan penelitian sejenis dan mengacu kepada latar belakang, masih belum maksimalnya kinerja Program PKPR di wilayah ini. Waktu penelitian berlangsung dari bulan September 2013 sampai Januari 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang telah didisain, kemudian dilakukan wawancara kepada petugas kesehatan yang menjalankan program PKPR di Kabupaten Tapanuli Selatan. Data sekunder diperoleh dari studi dokumen yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan.
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan sebagai alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 petugas kesehatan yang bertugas untuk program PKPR di Kabupaten Mandaliling Natal.
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumut teknik korelasi Corrected Item-Total Correlation (r), dengan ketentuan jika nilai r-hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Nilai r-tabel untuk 30 responden yang diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika :
Reliabilitas dapat merupakan indeks yang menunjukkan sejuah mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha > r-tabel, maka dinyatakan relialibel. Nilai r-Alpha untuk penentuan reliabilitas adalah :
1. Nilai r-Alpha ≥ r-tabel dikatakan reliabel. 2. Nilai r-Alpha < r-tabel dikatakan tidak reliabel.
[image:65.612.112.522.389.622.2]Adapun hasil uji validitas dan reabilitas dari kuesioner dapat dilihat dari tabel 3.1 Berikut :
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Item N Corrected Item-Total Correlation Keterangan Kompetensi
k1 30 0.689 Valid
k2 30 0.511 Valid
k3 30 0.465 Valid
k4 30 0.443 Valid
k5 30 0.635 Valid
Cronbach's Alpha 30 0.771 Reliabel
Kebutuhan Berprestasi
kp1 30 0.765 Valid
kp2 30 0.780 Valid
kp3 30 0.399 Valid
kp4 30 0.715 Valid
kp5 30 0.712 Valid
Tabel 3.1 (Lanjutan)
Item N Corrected Item-Total Correlation Keterangan Kebutuhan Berafiliasi
ka1 30 0.646 Valid
ka2 30 0.646 Valid
ka3 30 0.489 Valid
ka4 30 0.624 Valid
ka5 30 0.759 Valid
Cronbach's Alpha 30 0.832 Reliabel
Kebutuhan Berkuasa
kk1 30 0.677 Valid
kk2 30 0.844 Valid
kk3 30 0.708 Valid
kk4 30 0.718 Valid
kk5 30 0.718 Valid
Cronbach's Alpha 30 0.890 Reliabel
Kinerja
Kr1 30 0.522 Valid
kr2 30 0.452 Valid
krr3 30 0.401 Valid
kr4 30 0.452 Valid
kr5 30 0.559 Valid
kr6 30 0.381 Valid
kr7 30 0.522 Valid
kr8 30 0.493 Valid
Cronbach's Alpha 30 0.773 Reliabel
Berdasarkan tabel 3.1 diatas dapat dilihat bahwa kuesioner untuk semua variabel memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehinga semua kuesioner valid
[image:66.612.115.512.154.532.2]3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah :
1. Kompetensi adalah kemampuan petugas kesehatan dalam menjalankan program PKPR di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013 yang dilihat berdasarkan latar belakang dan bidang keahliannya.
2. Kebutuhan berprestasi adalah keinginan petugas kesehatan untuk menunjukkan suatu pencapaian atau prestasi dalam menjalankan program PKPR di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
3. Kebutuhan berafiliasi adalah keinginan petugas kesehatan untuk menunjukkan rasa kebersamaan atau sosial dalam menjalankan program PKPR di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
4. Kebutuhan berkuasa adalah keinginan petugas kesehatan untuk menjadi atau mencapai keadaan yang lebih tinggi dari saat ini dalam menjalankan program PKPR di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2013.
3.6. Aspek Pengukuran
Tabel 3.2. Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Kriteria Penilaian Indikator, dan Kategori Variabel
No Nama Variabel
Cara dan Alat Ukur Kriteria Penilaian Indikator Kategori Variabel Variabel Independen
1 Kompetensi Wawancara dengan kuesioner
1= Ya 0= Tidak
> 3 = Baik < 3 = Tidak Baik 2 Kebutuhan
berprestasi
Wawancara dengan kuesioner
1= Ya 0= Tidak
> 3 = Baik < 3 = Tidak Baik 3 Kebutuhan
berafiliasi
Wawancara dengan kuesioner
1= Ya 0= Tidak
> 3 = Baik < 3 = Tidak Baik 4 Kebutuhan
berkuasa
Wawancara dengan kuesioner
1= Ya 0= Tidak
> 3 = Baik < 3 = Tidak Baik Variabel Dependen
5 Kinerja petugas PKPR
Wawancara dengan kuesioner
1= Ya 0= Tidak
> 4 = Baik < 4 = Tidak Baik
3.7. Metode Analisis Data 3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini mencakup :
Y =
2. Analisis bivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan karakteristik variabel bebas dan veriabel terikat dengan menggunakan uji chi square, dengan pertimbangan skala data yang merupakan skala ordinal. 3. Analisis multivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor yang
berpengaruh dan paling dominan dari varibel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kepercayaan 95%. Variabel bebas yang diujikan adalah variabel bebas yang memiliki nilai p < 0,25. (Sugiyono, 2006). Dengan model persamaan regresi logistik sebagai berikut :
Keterangan:
Y = Kinerja petugas PKPR a,b,c,d,e,f = Konstanta variabel X1
X