• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Diabetes Mellitus Pada Pasien Sindroma Koroner Akut Dengan Masa Perawatan Di RSUP Haji Adam Malik Medan Pada Periode Januari Sampai Dengan Desember 2013"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Lampiran 5.Hasil Analisis Data

Frequencies

Statistics

Jenis

Kelamin Umur

Diabetes

Melitus Hipertensi Merokok Dislipidemia

Masa Rawat

N Valid 80 80 80 80 80 80 80

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 67 83.8 83.8 83.8

Perempuan 13 16.2 16.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <50 Tahun 21 26.2 26.2 26.2

51-60 tahun 36 45.0 45.0 71.2

>60 tahun 23 28.8 28.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

Diabetes Melitus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Positif 40 50.0 50.0 50.0

Negatif 40 50.0 50.0 100.0

(5)

Hipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Positif 50 62.5 62.5 62.5

Negatif 30 37.5 37.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Positif 35 43.8 43.8 43.8

Negatif 45 56.2 56.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Dislipidemia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Positif 15 18.8 18.8 18.8

Negatif 65 81.2 81.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Masa Rawat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <7 hari 42 52.5 52.5 52.5

≥7 hari 38 47.5 47.5 100.0

(6)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Masa Rawat 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Jenis Kelamin * Masa Rawat Crosstabulation

Masa Rawat

<7 hari >7 hari Total

Jenis Kelamin Laki-laki Count 35 32 67

% of Total 43.8% 40.0% 83.8%

Perempuan Count 7 6 13

% of Total 8.8% 7.5% 16.2%

Total Count 42 38 80

(7)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Masa Rawat 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Umur * Masa Rawat Crosstabulation

Masa Rawat

<7 hari >7 hari Total

Umur <50 Tahun Count 12 9 21

% of Total 15.0% 11.2% 26.2%

51-60 tahun Count 18 18 36

% of Total 22.5% 22.5% 45.0%

>60 tahun Count 12 11 23

% of Total 15.0% 13.8% 28.8%

Total Count 42 38 80

(8)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Diabetes Melitus * Masa

Rawat 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Diabetes Melitus * Masa Rawat Crosstabulation

Masa Rawat

<7 hari >7 hari Total

Diabetes Melitus Positif Count 8 32 40

% of Total 10.0% 40.0% 50.0%

Negatif Count 34 6 40

% of Total 42.5% 7.5% 50.0%

Total Count 42 38 80

% of Total 52.5% 47.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 33.885a

1 .000

Continuity Correctionb 31.328 1 .000

Likelihood Ratio 36.855 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 33.461 1 .000

N of Valid Cases 80

(9)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Hipertensi * Masa Rawat 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Hipertensi * Masa Rawat Crosstabulation

Masa Rawat

<7 hari >7 hari Total

Hipertensi Positif Count 25 25 50

% of Total 31.2% 31.2% 62.5%

Negatif Count 17 13 30

% of Total 21.2% 16.2% 37.5%

Total Count 42 38 80

% of Total 52.5% 47.5% 100.0%

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Merokok * Masa Rawat 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Merokok * Masa Rawat Crosstabulation

Masa Rawat

<7 hari >7 hari Total

Merokok Positif Count 20 15 35

% of Total 25.0% 18.8% 43.8%

Negatif Count 22 23 45

% of Total 27.5% 28.8% 56.2%

Total Count 42 38 80

(10)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Dislipidemia * Masa Rawat 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Dislipidemia * Masa Rawat Crosstabulation

Masa Rawat

<7 hari >7 hari Total

Dislipidemia Positif Count 8 7 15

% of Total 10.0% 8.8% 18.8%

Negatif Count 34 31 65

% of Total 42.5% 38.8% 81.2%

Total Count 42 38 80

(11)

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Masa Rawat 80 1.00 2.00 1.4750 .50253

(12)
(13)
(14)

DAFTAR PUSTAKA

Ali.M.K., Narayan V.K.M., & Tandon N. Diabetes & coronary heart disease : Current perspectives 2010.

Bahrudin.M.,2012.Terapi Modalitas Kardiovaskuler & Aplikasinya .Edisi Petama. 101-121.

Budaj A,David B,Gabriel S,Shaun GG,Omar HD,KeithAA,et al.2003.Global Patterns of Use Of Antithrombotic and Antiplatelet Therapies in

Patients with Acute Coronary Syndromes :insights from The Global

Regstry of Acute Coronary Events (GRACE), Am AmHeart

J.2003;999-106.

Dr.Sastroasmoro.S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Halaman 128-146.

Efimov A, Sokolov M., 2011. Institute of Endocrinology and Metabolisme, Departement of Diabetology; Diabetes Mellitus and Coronary Heart Disease 2011.

Fransiska Ervin I. A, S. Ked. Sindroma Koroner Akut (Diagnosis Dan Terapi Awal)

Hess. K, Marx. N, Lehrke. M. 2012 Cardiovaskular disease and diabetes : the vulnerable patient, Department of Internal Medicine I, University Hospital, Pauwelsstrabe, Germany 2012.

(15)

Ohadian., 2007., A. Clinical Science Session (Sindroma Koroner Akut) Universitas Padjadjaran., Bandung.

OktarinaR., Karani Y., Edwar Z., 2013. Hubungan Kadar Glokoa Darah Pada Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) di RSUP Dr. M. Djamil PadangJurnal Kesehatan Andalas, 2013;2 ( 2 )

Rationale and design of the GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events). 2001. Project : A Multinational Registry of Patients Hosplitalized with Acute Coronary Syndromes.Am Heart J. 2001 ; 141 (2) : 190-9.

Rosmiatin, M. Analisis Faktor-Faktor Resiko terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Wanita Lanjut Usia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Depok, FIK-UI, 2012.

Taufik, Sindrome Koroner Akut pada Pasien DM Tipe 2 dan Pasien bukan DM di RSCM : Perbandingan Karakteristik Klinis dan Komplikasinya, 2006.

Van der Werf F, Ardissino D, Betriu A , Cokkions DV, Falk E,Fox KA, et al. 2003 Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presentinh with ST-Segment Elevation. The Task Force on the Management of Acute Myocardial Infraction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J. 2003 ; 24(1) : 28-66

Wasid ,2007.Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penangan Sindroma Koroner Akut.

(16)

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KONSEP TEORI

3.1. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka maka kerangka teori pada penelitian ini adalah pada gambar di bawah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Peneliti

3.2. Definisi Operasional

1. Sindroma Koroner Akut  Angina Pektoris Tak Stabil

o Angina Pektoris Tak Stabil adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversible dan sementera.

 Infrak Miokard dengan ST-elevasi (STEMI )

o Infrak Miokardium menunjukkan terbentuknya suatu dearah nekrosis miokardium akibat iskemia total.

 Infrak Miokard Akut Tanpa ST-elevasi (NSTEMI )

o Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke rumah sakit.

Usia Jenis Kelamin Ras Riwayat Keluarga Merokok Hipertensi Obesitas Dislipidemia Diabetes Mellitus Faktor Risiko

(17)

2. Faktor Mempengaruhi Sindroma Koroner Akut • Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah adanya peningkatan kadar gula darah puasa > 120mg/dl atau kadar gula sewaktu > 200 mg/dl pada penderita sindroma koroner akut sesuai dengan rekam medic periode Januari-Desember 2013.

3.3. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini mengambil variabel yang akan diteliti yaitu variabel dependen dan variabel indepeden.Variabel Independen adalah diabetes mellitus dan waktu perawatan.Variabel dependen adalah pasien sindroma koroner akut.

.

Gambar 3.2.Kerangka Variabel Dependen dan Variabel Indepeden Pasien Sindroma Koroner Akut (SKA)

Non Diabetes Diabetes Mellitus

(18)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. R

ancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian case control, yaitu rancangan penelitian yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor peneliti) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pada pasien sindroma koroner akutdengan faktor risiko diabetes mellitus dan tanpa risiko diabetes mellitus masa perawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2. T

empat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2014 hingga Desember 2014

4.3. P

opulasi dan Sampel

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2013.

4.3.2. Sampel Penelitian

(19)

kelompok kasus adalah total sampling dan untuk kelompok kontrol (1:1) diperoleh dengan teknik sampel random sampling.

Keterangan :

n1 : Jumlah sampel pada populasi 1 (sindroma koroner akut dengan faktor risiko diabetes mellitus)

n2 : Jumlah sampel pada populasi 2 (sindroma koroner akut dengan faktor risiko diabetes mellitus)

α : Tingkat kemaknaan (%) 1-β : Power of the Test

p1 : Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari pada populasi 2 (sindroma koroner dengan faktor risiko diabetes mellitus)

p2 : Proporsi penyakit atau keadaan yang dicari pada populasi 2 (sindroma koroner akut tanpa faktor risiko diabetes mellitus)

Besar sampel adalah 40 pasien untuk setiap populasi

4.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.4.1. Inklusi

• Pasien sindroma Koroner Akut (diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, merokok, masa rawat, dan usia)

4.4.2. Ekslusi

• Data rekam medis yang tidak lengkap (ras, riwayat keluarga, obesitas)

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medis di RSUP Haji Adam Malik.

(20)

1) Meminta rekam medis pasien sindroma koroner akut pada tahun 2013 di RSUP Haji Adam Malik.

2) Data yang diambil merupakan jenis sindroma koroner akutyang diderita oleh pasien dan dilakukan perhitungan sehingga angka kejadian sindroma koroner akut dapat diperoleh.

3) Kemudian diambil juga data pasien yang terdiagnosa dengan sindroma koroner akut dengan riwayat diabetes mellitus dan tanpa diabetesmellitusdilakukan perhitungan untuk menilai angka kejadian sindroma koroner akutdengan diabetes mellitus sekaligus menilai apa ada hubungan diantara kejadian sindroma koroner akutdengan diabetes mellitus dan masa perawatanya.

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1. Pengolahan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan total sampling dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dibagian rekam medis (kartu staus) RSUP Haji Adam Malik Medan tentang Hubungan diabetes mellituspada pasien sindroma koroner akutdengan masa perawatannya pada Januari hingga Desember 2013. Kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diteliti. Data yang diperoleh dimasukkan dan diolah dengan program SPSS.

4.6.2 . Analisa Data

Data yang dikumpulkan rekam medis sesuai dengan tujuan penelitian yaitu Hubungan diabetes mellitus pada pasien sindroma koroner akut dengan masa perawatannya pada bulan Januari hingga Desember 2013.Kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variable yang diteliti. Data yang diperoleh dimasukkan dan diolah dengan program SPSS.

4.7. Etika Penelitian

a. Validitas data sangat akurat

b. Validitas data bergantung pada validitas dan akurasi metode yang digunakan.

(21)

d. Kejanggalan pada data yang berasal dari dua atau lebih sumber pengukuran harus dicermati.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/ 1990. RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(22)

5.1.2. Karakteristik Pasien Sindroma Koroner Akut

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Pasien SKA

No Karakteristik Pasien Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin

1 Laki-laki 67 83.8

2 Perempuan 13 16.2

Total 80 100.0

Umur

1 ≤50 Tahun 21 26.2

2 51-60 tahun 36 45.0

3 >60 tahun 23 28.8

Total 80 100.0

Diabetes Melitus

1 Positif 40 50.0

2 Negatif 40 50.0

Total 80 100.0

Hipertensi

1 Positif 50 62.5

2 Negatif 30 37.5

Total 80 100.0

Merokok

1 Positif 35 43.8

2 Negatif 45 56.2

Total 80 100.0

Dislipidemia

1 Positif 15 18.8

2 Negatif 65 81.2

Total 80 100.0

(23)

≤50 tahun sebanyak 21 orang (26,2%), kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 36 orang (45%), dan kelompok umur >60 tahun sebanyak 23 orang (28,8%). Berdasarkan diabetes melitus dapat diketahui bahwa pasien positif diabetes sebanyak 40 orang (50%) dan non diabetes sebanyak 40 orang (50%). Berdasarkan hipertensi dapat diketahui bahwa pasien hipertensi sebanyak 50 orang (62,5%) dan tidak ada hipertensi sebanyak 30 orang (37,5%). Berdasarkan merokok dapat diketahui bahwa pasien merokok sebanyak 35 orang (43,8%) dan tidak merokok sebanyak 65 orang (56,2%). Berdasarkan dislipidemia dapat diketahui bahwa pasien dislipidemia sebanyak 15 orang (18,8%) dan tidak ada dislipidemia sebanyak 65 orang (81,2%).

5.1.3. Distribusi Karakteristik Pasien Sindroma Koroner Akut dengan Masa Perawatan

Distribusi karakteristik pasien sindroma koroner akut dengan masa perawatan pada periode Januari sampai dengan Desember 2013 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Pasien Berdasarkan Masa Rawat

No Masa Rawat Frekuensi Persentase (%)

1 <7 hari 42 52.5

2 ≥7 hari 38 47.5

Total 80 100.0

(24)

Tabel 5.3. Distribusi Jenis Kelamin dengan Masa Rawat

No Jenis Kelamin

Masa Rawat

Jumlah <7 hari ≥7 hari

N % N % N %

1 Laki-laki 35 43,8 32 40 67 83,8

2 Perempuan 7 8,8 6 7,5 13 16,2

Jumlah 42 52,5 38 37,5 80 100

Dari tabel 5.3distribusi jenis kelamin dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 67 pasien laki-laki sebanyak 35 orang (43,8%) dengan masa rawat <7 hari dan sebanyak 32 orang (40%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 13 pasien perempuan sebanyak 7 orang (8,8%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 6 orang (7,5%) dengan masa rawat ≥7 hari.

Tabel 5.4. Distribusi Umur dengan Masa Rawat

No Umur

Masa Rawat

Jumlah <7 hari ≥7 hari

N % N % N %

1 ≤50 Tahun 12 15 9 11,2 21 26,2

2 51-60 tahun 18 22,5 18 22,5 36 45

3 >60 tahun 12 15 11 13,8 23 28,8

Total 42 52,5 38 37,5 80 100

(25)

Tabel 5.5. Distribusi Hipertensi dengan Masa Rawat

No Hipertensi

Masa Rawat

Jumlah <7 hari ≥7 hari

N % N % N %

1 Positif 25 31,2 25 31,2 50 62,5%

2 Negatif 17 21,2 13 16,2 30 37,5%

Total 42 52,5 38 37,5 80 100

Dari tabel 5.5 hasil distribusi hipertensi dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 50 pasien positif hipertensi masing-masing sebanyak 25 orang (31,2%) dengan masa rawat <7 hari dan ≥7 hari. Dari 30 pasien yang tidak ada hipertensi sebanyak 17 orang (21,2%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 13 orang (16,2%) dengan masa rawat ≥7 hari.

Tabel 5.6. Distribusi Merokok dengan Masa Rawat

No Merokok

Masa Rawat

Jumlah <7 hari ≥7 hari

N % N % N %

1 Positif 20 25 15 18,8 35 43,8%

2 Negatif 22 27,5 23 28,8 45 56,2%

Total 42 52,5 38 37,5 80 100

(26)

Tabel 5.7. Distribusi Dislipidemia dengan Masa Rawat

No Dislipidemia

Masa Rawat

Jumlah <7 hari ≥7 hari

N % N % N %

1 Positif 8 10 7 8,8 15 18,8%

2 Negatif 34 42,5 31 38,8 65 81,2%

Total 42 52,5 38 37,5 80 100

Dari tabel 5.7 hasil distribusi dislipidemia dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 15 pasien dislipidemia, sebanyak 8 orang (10%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 7 orang (8,8%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 65 pasien tidak ada dislipidemia, sebanyak 34 orang (42,5%) dengan masa rawat <7 hari dan sebanyak31 orang (38,8%) dengan masa ≥7 hari.

5.1.4. Tabulasi Silang Hubungan Diabetes Mellitus pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan Masa rawat

Tabel 5.8. Tabulasi Silang Hubungan Diabetes Mellitus pada pasien SKA

dengan masa rawat

No DM

Masa Rawat

Jumlah

P-Value <7 hari ≥7 hari

N % N % N %

1 DM 8 10 32 40 40 50

0,000

2 Non DM 34 42,5 6 7,5 40 50

Total 42 52,5 38 37,5 80 100

Dari tabel 5.5 hasil distribusi Diabetes Melitus dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 40 pasien DM ada 8 orang (10%) dengan masa rawat <7 hari dan sebanyak 32 orang (40%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 40 pasien Non DM sebanyak 34 orang (42,5%) dengan masa rawat <7 hari dan hanya 6 orang (7,5%) dengan dengan masa ≥7 hari.

(27)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Pasien

Berdasarkan tabel 5.1 distribusi karakteristik pasien hubungan diabetes melitus pada pasien sindroma koroner akut dengan masa perawatan pada periode Januari sampai dengan Desember 2013 adalah sebagai berikut: berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwapasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 67 orang (83,8%) dan perempuan sebanyak 13 orang (16,2%). Berdasarkan umur dapat diketahui bahwa pasiendengan kelompok umur ≤50 tahun sebanyak 21 orang (26,2%), kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 36 orang (45%), dan kelompok umur >60 tahun sebanyak 23 orang (28,8%). Berdasarkan diabetes melitus dapat diketahui bahwa pasien positif diabetes sebanyak 40 orang (50%) dan non diabetes sebanyak 40 orang (50%). Berdasarkan hipertensi dapat diketahui bahwa pasien hipertensi sebanyak 50 orang (62,5%) dan tidak ada hipertensi sebanyak 30 orang (37,5%). Berdasarkan merokok dapat diketahui bahwa pasien merokok sebanyak 35 orang (43,8%) dan tidak merokok sebanyak 65 orang (56,2%). Berdasarkan dislipidemia dapat diketahui bahwa pasien dislipidemia sebanyak 15 orang (18,8%) dan tidak ada dislipidemia sebanyak 65 orang (81,2%).

5.2.2. Distribusi Karakteristik Pasien SKA dengan Masa Perawatan

Dari tabel 5.2 berdasarkan masa rawat dapat diketahui bahwa pasien dengan masa rawat <7 hari sebanyak 69 orang (86,2%) dan masa rawat ≥7 hari sebanyak 11 orang (13,8%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rosi (2012) yang menyebutkan bahwa lama hari rawat inap penderita SKA berkisar 6-9 hari.

(28)

laki-laki lebih banyak menderita infark miokard akut dan didukung oleh penelitian Taufik (2006), bahwa laki-laki yang paling banyak mengalami sindrom koroner akut dengan DM atau tanpa DM.

Berdasarkan tabel 5.4 hasil distribusi umur dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 21 pasien kelompok umur ≤50 tahun sebanyak 12 orang (15%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 9 orang (11,2%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 36 pasien kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 18 orang (22,5%) dengan masa rawat <7 hari dan juga sebanyak 8 orang (22,5%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 23 pasien kelompok umur >60 tahun sebanyak 12 orang (15%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 11 orang (13,8%) dengan masa rawat ≥7 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Richman et.al (2009), tidak dijumpai perbedaan rerata umur pada pasien yang mengalami infark miokard akut dengan diabetes atau tanpa diabetes. Hal ini berbeda dengan penelitian Zia (2004), dimana dalam penelitiannya Zia mengemukakan usia penderita infark miokard akut dengan DM tipe 2 lebih banyak terjadi pada usia muda. Umur merupakan salah satu faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi untuk terjadinya aterosklerosis. Pada penelitian ini usia tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan masa rawat pasien SKA dengan DM maupun tanpa DM.

Berdasarkan tabel 5.5 hasil distribusi hipertensi dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 50 pasien positif hipertensi masing-masing sebanyak 25 orang (31,2%) dengan masa rawat <7 hari dan ≥7 hari. Dari 30 pasien yang tidak ada hipertensi sebanyak 17 orang (21,2%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 13 orang (16,2%) dengan masa rawat ≥7 hari. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jenny (2005) yang mengemukakan bahwa kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit cukup berpengaruh terhadap lama hari rawat pasien infark miokard akut (salah satu manifestasi SKA), namun setelah diuji dengan analisis multiple regression, variabel yang paling berpengaruh adalah hipertensi dengan nilai p<0,01).

(29)

sebanyak 20 orang (25%) dengan masa rawat <7 hari dan sebanyak 15 orang (18,8%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 45 pasien tidak merokok sebanyak 22 orang (27,5%) dengan masa rawat <7 hari dan sebanyak 23 orang (28,8%) dengan masa rawat ≥7 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Stevano (2013) dalam penelitiannya 11 (sebelas) orang penderita SKA memiliki riwayat merokok sedangkan 23 (dua puluh tiga) orang tidak memiliki riwayat merokok. Penelitian ini didukung pula oleh penelitian Rosmiatin (2012), yang menunjukkan 9 orang penderita SKA memiliki riwayat merokok sedangkan 69 orang penderita SKA tidak memiliki riwayat merokok.Menurut peneliti rokok merupakan menjadi salah satu faktor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi. Merokok akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang meningkatkan tekanan darah sehingga menyebabkan hipertensi. Namun demikian, merokok merupakan faktor resiko yang potensial untuk dihilangkan dalam upaya mencegah terjadinya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.

Berdasarkan tabel 5.7 hasil distribusi dislipidemia dengan masa rawat pada Pasien Sindroma Koroner Akut dapat diketahui bahwa dari 15 pasien dislipidemia, sebanyak 8 orang (10%) dengan masa rawat <7 hari dan ada 7 orang (8,8%) dengan masa rawat ≥7 hari. Dari 65 pasien tidak ada dislipidemia, sebanyak 34 orang (42,5%) dengan masa rawat <7 hari dan sebanyak31 orang (38,8%) dengan masa ≥7 hari.

5.2.3. Tabulasi Silang Hubungan Diabetes Mellitus pada pasien SKA dengan Masa rawat

(30)
(31)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian hubungan diabetes melitus pada pasien sindroma koroner akut dengan masa perawatan pada periode Januari sampai dengan Desember 2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pasien sindroma koroner akut dengan masa perawatan mayoritas dirawat <7 hari sebesar 52,5%, dengan pasien laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 72,5%, dengan umur 51-60 tahun sebesar 40%, pasien non diabetes sebesear 48,8%, dengan positif hipertensi sebesar 53,8%, pasien merokok sebesar 50%, dan ada dislipidemia sebesar 70%. 2. Ada hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dengan masa

perawatan pada penderita sindroma koroner akut (p-value = 0,000 ; p<0,05),

6.2. Saran

1. Diharapkan agar masyarakat berhati-hati dan mengambil langkah pencegahan terhadap Penyakit Sindroma Koroner Akut (SKA)

2. Diharapkan penelitian dapat membantu mahasiswa kedokteran untuk mengaitkan hubungan Diabetes Mellitus dengan Penyakit Sindroma Koroner Akut (SKA). Mahasiswa juga dapat mengetahui waktu perawatan pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) dengan Diabetes Mellitus dan tanpa Diabetes Mellitus.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindroma Koroner Akut

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah kondisi dimana adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan oksigen di jaringan otot jantung (Amaylia Oehandian, 2007).

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut,yang terdiri dari Infrak Miokard Akutdengan ST-elevasi segmen (ST segment elevation myocardial infarction=STEMI),infrak miokard akut tanpa ST-elevasi segmen (non ST segment elevation myocardial infarction=NSTEMI),dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris=UAP).Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat,hanya perbedaannyahanya dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardium yang megalami kerusakan nekrosis (Amaylia Oehandian, 2007).

Unstable Angina Pectoris(UAP)dan Non ST Segment Elevation Myocardial Infarction(NSTEMI) merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis.Perbedaan antara Angina Pectoris Tidak Stabil(UAP) dengan Infrak Miokard Akut tanpa ST-elevasi(NSTEMI) adalah apakah iskemi yang ditimbulkan kerusakan miokardium sehingga adanya merker kerusakan miokardium dapat diperiksa(Amaylia Oehandian, 2007).

2.1.1 Epidemiologi Umum

Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang bermanifestasi klinis akut sebagai sindroma koroner akut sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai dari Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.Hasil dari Euro Heart Survey of ACS(Carlo dkk,2011)dan data registrasi internasional yang besar seperti Global Registry of Acute Coronory Events(GRACE),menekankan prognosis yang tidak diduga pada pasien dengan

(33)

dengan derajat tingkat keparahan penyakit yang menyertainya.Hal ini menunjukan bahwa sebanyak 30% pasien Infrak Miokard Akut Tanpa ST-elevasi Segmen (NSTEMI) dan 20% pasien dengan Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) mengalami Komplikasi mayor (kematian atau sindroma koroner non fatal)selama tahun pertama setelah perawatan di rumah sakit (Van der Welf dkk,2003).

[image:33.595.128.493.287.446.2]

Data dari GRACE 2001,menunjukkan pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata yang terbanyak adalah IMA-STE (34%),IMA non STE (31%) dan APTS (29%)(Budaj dkk,2003).

Gambar 2.1. Data GRACE 2001

Angka morbilitas dalam rawatan di rumah sakit pada IMA-STE dibanding IMA non STE adalah 7% dibandingkan 4%,tetapi pada jangka panjang (4 tahun),angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibandingkan pasien IMA-STE (Rationale and Design of GRACE,2001).

2.1.2 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu faktor risiko yang dapat di modifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia,jenis kelamin,ras,dan riwayat keluarga.Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu merokok,hiperlipidemia,diabetes mellitus,dan obesitas.

34%

29% 31%

7%

0% 10% 20% 30% 40%

(34)

1. Usia

Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat sindroma koroner akut.Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur.Kadar kolestrol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun.Pada laki-laki-laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.Pada perempuan sebelum menopause (45-0 tahun)lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama.Setelah menopause kadar kolestrol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki (Bahrudin, 2012).

2. Jenis Kelamin

Di Amerika Serikat gejala sindroma koroner akut sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko sindroma koroner akut 2-3 kali lebih dari perempuan(Bahrudin, 2012).

3. Ras

Perbedaan risiko sindroma koroner akut antara ras didapatkan sangat menyolok,walaupun bercampur baur dengan faktor geografis,sosial dan ekonomi.Di Amerika Serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia (tidak termasuk negro) didapatkan risiko penyakit jantung koroner pada non caucasia kira-kira separuhnya(bahrudin, 2012).

4. Riwayat Keluarga dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK)

(35)

2.1.3. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasikan 1. Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukan sebagai salah satu faktor risiko utama sindroma koroner akut.Disamping hiperkolesterolami orang yang merokok>20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama risiko lainnya.Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat penyakit jantung koronerpada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4.5 kali lebih dari pada bukan perokok.Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan kata lain dapat menyebabkan Tachikardi,vasokonstrisi pembuluh darah dan merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5%-10%.Hb menjadi carboksi-Hb.Disamping itu dapat menurunkan HDL kolestrol tetapi mekanismenya belum jelas.Makin banyak jumlah rokok yang dihidap,kadar HDL kolestrol makin menurun.Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok.Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes mellitusdisertai obesitas dan hipertensi,sehingga orang yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok.Apabila berhenti merokok penurunan risiko sindroma koroner akut akan berkurang 50% pada akhir tahun petama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun (Bahrudin,2012).

2. Hipertensi

(36)

infrak.Dari penelitian 50% penderita miokard infrak.Dari 50% penderita miokard infrak menderita hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri akibat hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena:

- Meningkatnya tekanan darah

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri(faktor miokard).Keadan ini tergantung dari berat dan lama hipertensi.

- Mempercepat timbulnya arterosklerosis

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahan terjadinya angina pectoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi disbanding orang normal.Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.Kejadian penyakit jantung koroner pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik.Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan miokard infark.Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard infark.Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat-obatan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Tekanan darah yang nomal merupakan penunjang kesehatan yang utaman dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukkan Na dan K yang seluruhnyaadalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan tekanan darah sistolik,seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk.Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optional tekanan darahnya cenderung rendah.

(37)

25%.Keadaan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan penggobatan hipertensi,pemakaian betablocker dan bedah koroner seta perubahan kebiasaan merokok(Bahrudin,2012)

3. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh>19%pada laki-laki dan >21% pada perempuan.Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi,diabetes mellitus,dan hipertrigliseridemi.Obesitas juga dapat meningkatkan kadarkolestrol dan LDL kolestrol.Risiko penyakit jantungakan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20% dari berat badan ideal.Penderita yang gemuk dengan kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolestrol dengan mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise(Bahrudin,2012).

4. Dislipidemia

Lipid plasma (kolesterol,trigliserida,fosfolipid,dan asam lemah bebas)berasal dari makanan (ekosogen) dan sintesis lemah endogen.Kolestrol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis.Lipid terikat pada protein,karena lipid tidak larut dalam plasma.Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu ;kilomikron,VLDL,LDL dan HDL.LDL paling tinggi kadar kolestrolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida.Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner,sementera kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner,sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.Risiko kadar LDL dan HDL dalam darah mempunyai makna klinis untuk terjadi aterosklerosis(Bahrudin,2012). 2.1.4 Diabetes Mellitus

(38)

persen (5%) hingga 10 persen (10%) merupakan tipe-1 (tergantung-insulin ) dan 90% hingga 95% merupakan tipe-2 (tidak tergantung-insulin).

Diabetes Mellitus, baik tipe-1 atau tipe-2, merupakan faktor risiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner, penyakit vaskuler perifer dan stroke.Delapan puluh persen (80%) kematian pada pasien diabetes mellitus diakibatkan oleh aterosklerosi, dibandingkan dengan sekitar 30% pada pasien non diabetes mellitus.Rasio risiko relatifpenyakit jantung koronerbaik untuk laki-laki dan wanita dengan diabetes mellitussemakin meningkat,dengan insiden pada pasien diabetes mellitussekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan non diabetes mellitus.Dua tipe penyakit vascular yang timpul yaitu penyakit makrovaskular,menyebabkan aterosklerosis dan arteriosklerosis; dan penyakit mikrovaskular, menyebabkan retinopati, nefropati,dan kemungkinan oklusi arteri kecil pada jantung.

Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko dari kejadian atrogenik dibandingkan pada non DiabetesMellitus, termasuk hipertensi, obesitas,abnormalitas lipid, insulin, dan peningkatan fibrogen plasma.Komplikasi penyakit diabetesmellituspada sistem kardiovaskular meliputi manifestasi makrovaskular meliputi aterosklerosis dan klasifikasi medial; manifestasi mikrovaskular meliputi retinopati dan nefropati, merupakan penyebab utama dari kebutaan dan gagal ginjal tahap akhir.

(39)
[image:39.595.117.508.125.409.2]

Gambar 2.2. Kerentanan pasien dengan diabetes mellituspasien dengan

risiko tinggi kejadian komplikasi kardiovaskular

2.1.4.1 Kerentanan Pembuluh Darah

Selama berpuluh-puluh tahun,aterogenesis yang dikarakteristik dengan remodeling arteri dan menimbulkan akumulasi subendotel komponen lemah

(plak),telah diketahui sebagai penyakit progresif dari pembuluh darah, yang menyebabkan reduksi diameter lumen hingga pada suatu kondisi dimana beberapa platelet aktif cukup untuk menutup pembuluh darah dan menghasilkan infrak miokard akut. Perkembangan lesi aterogenesis ini dipertimbangkan meliputi proses inflamasi yang kompleks.Tahap awal perkembangan plak dikenal dengan disfungsi endotel,dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor risiko,selain interaksi langsung dari sitokin-peradangan jaringan,seperti TNF-a dan IL-6, mengaktifkan endotel.Sel-sel inflamasi akan memasuki dinding pembuluh

darah,dan tahap ini dikenal dengan pembentukan fatty streak,dimana otot polos

vascular berproliferasi dan bermigrasi dari media kedalam lesi yang menambah

(40)

nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan peningkatan aktivitas proteotik

dan akumulasi lipid.Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah menjadi tidak

stabil,yang dikarateristik dengan inti lipid nekrotik yang besar,infiltrasi sel

inflamasi,dan kapsul fibrous yang tipis dan rapuh(European Heart Journal

[image:40.595.114.512.237.527.2]

Supplements, 2012).

Gambar 2.3. Kerentanana Pembuluh Darah.

2.1.4.2 Kerentanan Darah

Kerentanan darah merupakan komponen darah seperti mediator

inflamasi,gangguan fungsi platelet, hiperkoagulabilitas dan hipofibrinolisis,seperti

mikropartikel (MPs) yang berkontribusi terhadap kejadian

(41)

Gambar 2.4. Kerentanan Darah

2.1.4.3. Kerentanan Miokard

Miokard dapat berkontribusi terhadap baik perkembangan sindroma

koroner akutdan gagal jantung.Pada keadaan sindroma koroner akut,penyumbatan

cabang arteri anterior desendens kiri pada satu pasien dapat menyebabkan infrak

miokard yang tidak bergejala,sedangkan penyumbatan cabang sisi arteri kecil

pada pasien yang lain menyebabkan kematian mendadak.Pemahaman diatas

menunjukkan bahwa terdapat penanda yang berhubungan dengan iskemik

aterosklerosis,seperti abnormalitas EKG, gangguan perfusi dan viabilitas,seperti

abnormalitas gerakan dinding jantung.Gagal jantung kronik mempengaruhi satu

dari lima pasien dengan Diabetes Mellitus,dan menyebabkan risiko hingga 4 kali

lebih besar.Peningkatan risiko ini berhubungan dengan beberapa faktor risiko

kardiovaskular,termasuk obesitas dan hipertensi,yang menyebabkan penyakit

(42)
[image:42.595.117.508.115.385.2]

Gambar 2.5. Kerentanan Miokard

2.1.5 Patogenesis

(43)

mengaruhi fase atereogenesis pasien dengan diabetes mellitus, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat rupture dan menyebabkan kejadian penyakit jantung koroner akut. Atreosklerosis adalah bentuk arteriosklerosis dimana terjadi penebalan dan pengesaran dari dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi makrofag yang berisi lemak sehingga menyebabkan terbentuknya lesi yang disebut plak.

Atereosklerosis bukan merupakan kelainan tunggal namun merupakan proses patologi yangdapat mempengaruhi sistem vaskuler seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan sindroma iskemik yang bervariasi dalam manifestasi klinis dari tingkat keparahan. Hal ini merupakan penyebab utama penyakit arteri koroner.Pada pasien diabetes mellituspenyebab aterosklerosis adalah disebabkan oleh perubahan-perubahan fungi sel endotel.

Oksidasi LDL merupakan langkah terpenting pada atherogenesis.Inflamasi dengan stres oksidatif dan aktivasi makrofag adalah mekanisme primer, diabetes mellitus,merokok,dan hipertensi dihubungkan dengan peningkatan oksidasi LDL yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar angiotensin ll melalui stimulasi resptor AT-L, penyebab lain dapat berupa peningkatan creactive protein,peningkatan fibrinogen serum,resistensi insulin,stres oksidatif,infeksi dan penyakit periodontal.

(44)

pembuluh darah dan menyumbat aliran darah yang lebih distal,terutama pada saat olahraga sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten).

Banyak plak yang unstable(cendurung menjadi rupture)tidak menimbulkan gejala klinis sampai plak tersebut mengalami rupture.Ruptur plak terjadi akibat aktivasi reaksi inflamasi dari proteinase seperti metalloproteinase matriks dan cathepsin sehingga menyebabkan pendarahan lesi.

Plak atherosclerosis dapat diklasifikasikan berdasarkan strukturnya yang memperlihatkan stabilitas dan kerentanan terhadap rupture.Plak yang terjadi rupture plak kompleks.Plak yang unstable dan cendurung menjadi rupture adalah plak yang intinya banyak mengandung deposit LDL teroksidasi dan yang diliputi oleh fibrosa caps yang tipis.Plak yang robek (ulserasi atau rupture)terjadi karenashear forces,inflamasi dengan pelepasan mediator inflamasi yang multiple,sekresi macrophage-deriveddegradavative enzyme dan apotosis sel pada tepi lesi.Ketika rupturterjadi adhesi platelet terhadap jaringan yang terpajang,inisiasi kaskade pembekuan darah,dan pembentukam thrombus yang sangat cepat.Thrombus tersebut dapat langsung menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi iskemik dan infrak (Amaylia Oehadian, 2007).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari tiga komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker), antara lain :

1. Anamnesis

Pasien dengan sidroma koroner akut biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang khas kardial (gejala kardinal), yaitu:

a. Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial

b. Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.

c. Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah, punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.

(45)

e. Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.

f. Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi

g. Faktor risiko: laki-laki usia>40 tahun, wanita menopause, diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2. Elektro Kardiografi

Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV pada lead ekstremitas, atau ≥ 2mV pada lead precordial) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.

Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium: a. Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T

Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse (simetris).Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium.Jika terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.

b. ST-elevasi Segmen

Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan gelombang ST-elevasi Segmen menggambarkan jejak miokardium.Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

c. Muncul gelombang Q baru

(46)
[image:46.595.114.513.139.311.2]

Tabel. 2.1. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG

Lokasi Lead Perubahan EKG

Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang Rtinggi Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).

Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial : a. Cardiac specific troponin (cTn)

- Paling spesifik untuk infark miokard. - Troponin C à Pada semua jenis otot - Troponin I & T à Pada otot jantung

- Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi

b. Myoglobin

- Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri

- Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot c. Creatine Kinase (CK)

(47)

d. Lactat Dehidrogenase (LDH) - Ditemukan di seluruh jaringan

- LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1

[image:47.595.114.510.285.433.2]

- Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2 e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)

Tabel 2.2. Spesifik untuk miokard infark

Tabel 2.3. Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI

Perbedaan APTS NSTEMI STEMI

Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

EKG Normal/iskemik iskemik evolusi

Cardiac marker normal meningkat meningkat (Fransiska Erwin l.A,S.Ked)

2.1.7 Penatalaksanaan

2.1.7.1 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tidak Stabil 1. Tindakan Umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu di istirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen;pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi,2006).

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

[image:47.595.107.511.476.560.2]
(48)

2. Terapi medikamentosa : - Obat anti iskemia

- Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium - Obat anti agregasi trombosit

- Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/IIIa - Obat anti thrombin

- Unfractionnated Heparin, low molecular weight heparin - Direct thrombin inhibitors.

3. Tindakan revaskularisasi pembuluh darah :

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di ventrikel kiri atau penyempitsn pada tiga pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan Coronary Artery Bypass Gragting (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi

risiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruh dari pada bedah elektif.Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau bila kontraindikasi pembedahan, Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan pilihan utama.Pada angina tidak stabilperlu dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien. Pada risiko tinggi, seperti angina terusmenerus, adanya depresi segmen ST, kadar tropin meningkat, faal ventrikel yang buruh gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini.

2.1.7.2 Penatalaksanaan Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI)

(49)

Empat komponen utama terapi harus dipertimbangan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

- Terapi anti iskemia

- Terapi anti platelet/antikoagulan

- Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)

- Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

2.1.7.3 Penatalaksanan Infrak Miokard ST-elevasi (STEMI)

ICCU: Aktivitas,Pasien harus istiharat dalam 12 jam pertama.Diet,karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infrak miokard,pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama.Diet mencakup lemah<30% kolari total dan kandungan kolesterol <300mg/hari.Menu harus diperkaya serat,kalium,magnesium,dan rendah natrium.Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga dianjurkan penggunan pencahar ringan secara rutin.Sedasi,pasien memerlukan sedasi selama perawatan,untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang.

Terapi Farmakologis - Fibrinolitik

- Antitrombotik - Inhibitor ACE - Beta-Blo1ker.

2.1.8. Jenis-jenis Obat sindroma koroner akutdan mekanisme kerjanya.

Menggunakan tahap awal dan cepat pengobatan pada pasien sindroma koroner akut:

a. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin (NTG)

(50)

nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

c. Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV.

d. Acetyl salicyc acid (ASA)

ASA merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum Sindroma Koroner Akut (SKA).Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 76-162 mg.

(51)

diphosphate)pada reseptor platelet, sehingga menurunkankejadian iskemi.

Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard.Dapat dikombinasi dengan aspirin untuk prevensihombosis dan iskemi berulang pada pasien yang telah mengalamiimplantasi stent koroner. Padapemasanganstent koroner dapat memicuterjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberianaspirindosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x250 mg/hari.Perlu diamati efek samping netropenia

dantrombositopenia(meskipunjarang) sampaidengandapatterjadi purpuratrombotiktrombositopeniasehinggaperlu evaluasihitung sel

darahlengkappadaminggu II-III.Clopidogrel samaefektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasidengan Aspirin dan namuntidak adakorelasi dengannetropeniadan lebihrendahkomplikasi gastrointestinalnyabila dibandingkanaspiria meskipun tidakterlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien sindroma koroner akutyang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan transfusi darah.Clopidogrel 1x75 mh/hari peroral, cepat diabsorbsidan mulai bereaksisebagai antiplatet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40-60% inhibisi dicapai dalam 3-7 hari.

Penanganansindroma koroner akut lebih lanjut:

1. Heparin : Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudahpemantauannya(tanpa aPTI).Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsungpada pembentukantrombin, namun dapat merangsangaktivas platelet.Dosis UFH yang dianjurkan terakhir ialah 60 ug/kg bolus, dianjurkan dengan infus 1.000 ug/jam pasiendenganberatbadan< 70 kg.

2. LowMolecular Heparin Weight Heparin (LMWH : Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibandingkan dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama, high bioavailabiliy, doseindependentlearance, mempunyai tatanan yang tinggi untuk menghambat

(52)

lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparia Enoxaparin, dan Fraxiparin.

3. Warfarin : Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pengobatan jangka panjang dan dapat memperoleh efek aritikoagulan secara dini. Tidak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin saja sehingga tidak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.

4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): Obat ini perlu diberikan pada NSTEMI dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan Percutaneoas Coronary Intervention (PCD). PadaSTEMI, bila diberikan bersama trombolitik

akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulant seperti thrombin, dan ADP, kolagen, dan serotonin. Ada tiga perparaf yaitu : Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara inhavena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara inbavena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan bahkan dapat meningkatkan mortalitas.Secara invitro, obat ini lebih kuat dari pada aspirin dan dapat dipergunakan untuk mengurangi akibat plak pada tindakan PCI.Namun, tetap perlu diamati ukomplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius.Disebut trombositopenia berat bila jumlah platelet<50.000ml.

Obat-obatlain :

(53)

2. Antagonis Kalsium:Dapatdigunakanpada APTSAISTEMIjikaada kontraindikasi penghambatBeta adrenergik.Diltiazem jangan diberikanpada disfungsi ventrikel kiri dan ataugagaljantungkongestif..

3. PengbambatEnzimKonversiAngiotensin:Boleh diberikan pada pasiendengan disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi < 40%) maupun gagal jantung koroner. Dalarnjangka pendek tidak banyak perubahan,namun akan banyak berarti dalam jangka panjang. Efeknyaialahmembatasi perluasan infark, menurunkan sistem neurohumoral,dan meningkatkanaliran darahkolateral.

4. Magnesium :Tidak dianjurkan secararutin. Mempunyai efekmenurunkan risiko aritmi ventrikel sehinggamenurunkanmortalitas.

5. PenurunanKadar Lipid : Terutamagolongan statin yang dalam jangka lama dapatmembantumemperbaikipasiensetelah infark miokard akut dan APTS Statinmempunyaimanfaat lebih, selain penurun kadar Lipid (LDL/TG) juga mempunyaiefek antitrombotik dan antiagregasiplatelet melalui mekanisme hambatanterhadapeNOS (Endothelial Cell Nitric Axide Syrthase), sehingga mencegahdisfungsi endoteldandisebutsebagaiefek "pleiotropic".

2.1.9 Penanganan Diabetes Mellitus pada Sindroma Koroner Akut

Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa merupakan faktor yangberkaitan dengan prognosis buruk pasca‐MI. Studi DIGAMI1 menunjukkan bahwa kontrol ketat kadar gula darah (awal dengan infus glukosa‐insulin, diikuti dengan 4 kali/hari injeksi insulin subkutan) menurunkan mortalitas absolut 11%, manfaat ini juga terlihat untuk 1 tahun hingga 3,5 tahun kemudian.

DIGAMI‐2 menunjukkan bahwa yang penting adalah kontrol ketat glukosa darah, tidak tergantung obat yang digunakan (insulin atau obat oral antidiabet standard).DIGAMI‐1 dan 2 dilakukan pada pasien MI akut, tetapi diketahui bahwa control ketat glukosa darah ini juga bermanfaat untuk pasien NSTEMI.

(54)
[image:54.595.114.510.300.522.2]

Pasien dengan irama atrial fibrilasi AF yang baru muncul setelah serangan ima menunjukan peningkatkan angka risiko kejadian kardiovaskuler dan kematian.AF merupakan aritmia yang paling sering muncul setelah serangan ima dan menjadi predictor utama untuk hasil akhir klinis pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) (Antoni dkk,2010). Hasil GRACE menunjukkan bahwa persentase kejadian kematian lebih tinggi pada ima Non STE dibandingkan dengan ima STE (13% vs 8%),namun pada kejadian masuk kembali ke rumah sakit dijumpai persamaan persentase antara ima Non STE dan APTS (20%).

(55)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindroma Koroner Akut (SKA)adalah kondisi dimana adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan oksigen di jaringan otot jantung.Sindroma Koroner Akut (SKA) mencakup Penyakit Jantung Koroner (PJK), termasuk didalamnya Angina Pectoris Tidak Stabil (APTS ),Infrak Miokard dengan ST-elevasi (STEMI) dan Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI).Ketiga gangguan ini disebut SindromaKoroner Akut (SKA) karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa.

Menurut WHO, pada tahun 2004,penyakit Infrak Miokard Akut merupakan penyebab kematian utama dunia(World Health Organization,2004). Menurut hasil Statistik American Heart Association (AHA)2008,pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat sindroma koroner akut hampir mencapai 1,5 juta orang dengan 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus angina pektoris tidakstabil atau infark miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI),sedangkan 20% kasus tercatat menderita infrak miokard dengan ST-elevasi (STEMI)(World Health Organization,2004).

Hasil dari Jakarta Cardiovasculer Studypada tahun 2008 mencatat prevalensi infrak miokard pada wanita mencapai 4,12% dan 7,6% pada pria atau 5,29% secara keseluruhan.Angka ini jauh di atas prevalensi infrak miokard pada tahun 2000,yakni hanya 1,2% saja.Hal ini mendukung hasil survei Departemen Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia semakin meningkat (Okraria,2011).

(56)

hingga sepuluh persen (10%)merupakan tipe-1 (tergantung-insulin) dan 90% hingga 95% merupakan tipe -2 (tidak tergantung-insulin).

Diabetes Mellitusbaik tipe -1 atau tipe 2,merupakan faktor risiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner,penyakit vaskuler perifer dan stroke. Delapan puluh persen (80%) kematian pada pasien diabetesmellitus adalah aterosklerosis,dibandingkan dengan sekitar 30% pada pasien non diabetesmellitus.Ratio risiko penyakit jantung koroner pada laki-laki dan wanita semakin meningkat,dengan angka insiden pada penderita diabetesmellitus sekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan nondiabetesmellitus (Andy Luman).

Oleh karena tingginya prevalensi diabetes mellitus dan tingginya risiko penyakit arteri koroner (aterosklerosis koroner) sebagai komplikasi,dan mengambarkan bagaimana hubungan sindroma koroner akutdengan faktor risiko diabetes mellitus dan tanpa faktor risiko diabetes mellitus terhadap masa perawatan, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai perbedaan pasien sindroma koroner akutdengan faktor risiko diabetes mellitus dibandingkan tanpa risiko diabetes mellitus.

Penelitian ini dilakukan karena peningkatan kasus penyakit sindroma koroner akutdi Indonesia.Penelitian ini memberi kesadaran masyarakat terhadap diabetes mellitus dengan hubungan terhadap sindroma koroner akut.Penelitian ini membantu mahasiswa kedokteran dan tenaga kesehatan untuk mengetahui hubungan diabetesmellitus dengan penyakit sindroma koroner akut.Saya memilih Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan di Kota Medan.

1.2. Perumusan Masalah

(57)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada korelasi atau hubungan diabetes mellitus dengan lamanya masa rawatan pada pasien sindroma koroner akut.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi diabetes mellitus dan non diabetes mellitus masing-masing spectrum sindroma koroner akut.

2. Untuk mengetahui lamanya masa rawatan rata-rata pada pasien sindroma koroner akut dan non sindroma koroner akut.

1.4. Hipotesa

Masa rawatan pasien sindroma koroner akut dengandiabetes mellitus sama dengan atau tidak lebih lama dibandingkan non diabetes mellitus.

1.5. Manfaat Penilitian

Penelitian inimembantu masyarakat yang menderita diabetes mellitus,agar berhati-hati dan mengambil langkah pencegahan terhadap penyakit sindroma koroner akut.

Penelitian ini juga dapat membantu mahasiswa kedokteran untuk mengaitkan hubungan diabetes mellitus dengan penyakit sindroma koroner akut.Mahasiswa juga dapat mengetahui waktu perawatan pada pasien sindroma koroner akut dengan diabetes mellitus dan tanpa diabetes mellitus.

(58)

ABSTRAK

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah sebuah kondisi dimana adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan oksigen di jaringan otot jantung. Sindroma Koroner Akut (SKA) mencakup penyakit jantung koroner (PJK), termasuk didalamnya Angina Pectoris Tidak Stabil (APTS), Infrak Miokard dengan ST-elevasi (STEMI) dan Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI). Ketiga gangguan ini disebut Sindroma Koroner Akut (SKA) karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa. Menurut WHO, pada tahun 2004, penyakit Infrak Miokard Akut merupakan penyebab kematian utama dunia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian case control, yaitu rancangan penelitian yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor peneliti) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2013, dengan sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan “Teknik Sampling” tertentu yang biasa memenuhi atau mewakili populasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara diabetes melitus dengan masa perawatan pada penderita sindroma koroner akut (p-value = 0,000, p<0,05). Rata-rata masa rawat pasien diabetes melitus dan non diabetes melitus pada pasien sindroma koroner akut adalah <7 hari.

(59)

ABSTRACT

Acute Coronary Syndrome (ACS) is a condition where there is an imbalance between oxygen supply and demand of oxygen in the heart muscle tissue. Acute Coronary Syndrome (ACS) includes coronary heart disease (CHD), including Unstable angina pectoris (APTS), Infrak with ST-elevation myocardial (STEMI) and Infak without ST-elevation myocardial (NSTEMI). All three of these disorders is called Acute Coronary Syndrome (ACS) because the early symptoms are often similar and initial management. According to WHO, in 2004, the disease acute myocardial Infrak a major cause of death world.

This type of research used in this research is analytic survey with case control study design, is the design of research that studies the relationship between exposure (factors researchers) and disease by comparing the case group and the control group based on the status of his presentation. The population in this study were all patients who visit the Adam Malik Hospital Medan in September to December 2014. The population in this study were all patients who visit Haji Adam Malik Hospital in January to December 2013, the sample is part of the population that is selected by the "Sampling Techniques" certain commonly meet or representative of the population.

The results of this study showed association between diabetes mellitus with treatment period in patients with acute coronary syndrome (p-value = 0.000, p <0.05.The average age for patients with diabetes mellitus and non-diabetic patients with acute coronary syndrome is <7days

(60)

PROFIL PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA PENDERITA

HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

OLEH :

IBRENA FLORENSIA SITEPU 110100329

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(61)

PROFIL PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PADA PENDERITA

HIV/AIDS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2013

KARYA TULIS ILMIAH

KaryaTulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH :

IBRENA FLORENSIA SITEPU 110100329

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(62)
(63)

ABSTRAK

Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah sebuah kondisi dimana adanya ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan permintaan oksigen di jaringan otot jantung. Sindroma Koroner Akut (SKA) mencakup penyakit jantung koroner (PJK), termasuk didalamnya Angina Pectoris Tidak Stabil (APTS), Infrak Miokard dengan ST-elevasi (STEMI) dan Infak Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI). Ketiga gangguan ini disebut Sindroma Koroner Akut (SKA) karena gejala awal serta manajemen awal sering serupa. Menurut WHO, pada tahun 2004, penyakit Infrak Miokard Akut merupakan penyebab kematian utama dunia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian case control, yaitu rancangan penelitian yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor peneliti) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2013, dengan sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan “Teknik Sampling” tertentu yang biasa memenuhi atau mewakili populasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara diabetes melitus dengan masa perawatan pada penderita sindroma koroner akut (p-value = 0,000, p<0,05). Rata-rata masa rawat pasien diabetes melitus dan non diabetes melitus pada pasien sindroma koroner akut adalah <7 hari.

(64)

ABSTRACT

Acute Coronary Syndrome (ACS) is a condition where there is an imbalance between oxygen supply and demand of oxygen in the heart muscle tissue. Acute Coronary Syndrome (ACS) includes coronary heart disease (CHD), including Unstable angina pectoris (APTS), Infrak with ST-elevation myocardial (STEMI) and Infak without ST-elevation myocardial (NSTEMI). All three of these disorders is called Acute Coronary Syndrome (ACS) because the early symptoms are often similar and initial management. According to WHO, in 2004, the disease acute myocardial Infrak a major cause of death world.

This type of research used in this research is analytic survey with case control study design, is the design of research that studies the relationship between exposure (factors researchers) and disease by comparing the case group and the control group based on the status of his pr

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Peneliti
Gambar 3.2.Kerangka Variabel Dependen dan Variabel Indepeden
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Pasien SKA
Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Pasien Berdasarkan Masa Rawat
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Pengadaan media pengujian kimia 67.870.000 Pengadaan Langsung LPPMHP Semarang PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH. RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA

1 Sistem informasi perikanan budidaya, 1 paket 200.000.000 Seleksi Sederhana Kota Semarang. VII Kegiatan Peningkatan Pelayanan Mutu Usaha

1 Pengadaan kapal &gt; 30 GT Bagi Nelayan, 7 Unit 11.613.000.000 Lelang Umum Jawa Tengah PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI JAWA TENGAH. RENCANA UMUM PENGADAAN

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 18

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 18

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS BINA MARGA.. BALAI PELAKSANA TEKNIS BINA MARGA

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN.. JL Sulaw

Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum frying dengan alat thermometer digital ditempatka pada air pendingin keluar kondensor, air pendingin masuk