40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Flowchart
B1 = 1,5 kg B2 = 2 kg B3 = 2,5 kg Mulai
Persiapan bahan (udang rebon kering)
Dibersihkan udangrebon
Udang ditumbuk Dihidupkan stopwatch
Dihidupkan motor Dimasukkan udang kedalam
lesung
Analisis data sesuai parameter
selesai
Ditimbang udang rebon Sesuai perlakuan
Dicampurkan udang dengan garam dan air secukupnya
41
Lampiran 2. Data pengamatan waktu yang diperlukan alat untuk beroperasi (jam)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
B1 0,250 0,242 0,256 0,748 0,245
B2 0,316 0,356 0,342 1,014 0,338
B3 0,450 0,478 0,444 1,372 0,457
Total 1,016 1,076 1,042 3,134 1,040
Rataan 0,339 0,359 0,347 1,045 0,347
Lampiran 3. Data pengamatan berat bahan setelah ditumbuk
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
B1 1,43 1,42 1,42 4,27 1,42
B2 1,89 1,88 1.89 5,66 1,88
B3 2,35 2,37 2,35 7,07 2,36
Total 5,67 5,67 5,66 17 5,66
42
Lampiran 4. Data Pengamatan Kapasitas Efektif Alat Per Lesung (kg/jam) Daftar Analisis Sidik Ragam Kapasitas Efektif Alat
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Perhitungan Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas Efektif Alat = Berat bahan yang ditumbuk(Kg)
Waktu penumbukan (jam)
Perlakuan 1 (B1)
0,347 jam= 4,09kg/jam
Rata-rata Kapasitas Efektif Alat = 4,12 +4,09 +4,09
3 = 4,10 kg/jam
Rata-rata Kapasitas Efektif Alat = 5,45 +5,42 +5,45
3 = 5,44 kg/jam
Perlakuan 3
Ulangan 1
=
2,35 kg0,347 jam=6,77kg/jam Ulangan 2 = 2,37 kg
43
Ulangan 3 = 2,35 kg
0,347jam=6,77kg/jam
Rata-rata Kapasitas Efektif Alat = 6,77 +6,97+6,77
3 = 6,83 kg/jam
Data Analisis Sidik Ragam Kapasitas Efektif Alat
SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01
Perlakuan 2 11,236 5,618 1209,57 ** 5,143253 10,9242
Galat 6 0,28 0,05
Total 8 11,263 Ket : tn = tidak nyata
44
Lampiran 5. Data Pengamatan Persentase Bahan yang Hilang (%) dan Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Perhitungan Persentase Bahan yang Hilang Bahan yang Hilang = berat awal-berat akhir
berat awal × 100%
Rata-rata persentase bahan yang hilang = 4,6%+5,3%+5,3%
3 = 5,1%
Rata-rata persentase bahan yang hilang = 5,5%+5,85%+5,5%
45
Ulangan 3 = 2,5-2,35
2,5 ×100%=6,0%
Rata-rata persentase bahan yang hilang = 6,0%+5,2%+6,0%
3 = 5,73%
Data Analisis Sidik ragam Persentase Bahan yang Hilang
SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01
Perlakuan 2 0,761 0,380 2,73 tn 5,143253 10,9242
Galat 6 0,835 0,139
Total 8 1,596
46
Lampiran 6. Data Pengamatan Konsumsi Bahan Bakar Solar (l/jam) dan Daftar Analisis Sidik Ragam konsumsi bahan bakar solar
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Solar
Konsumsi Bahan Bakar Solar = volume penambahan bahan bakar solar (liter)
waktu alat bekerja (jam)
Perlakuan 1 (B1)
Ulangan 1 =0,17 liter
0,347 Jam=0,489liter/jam
Ulangan 2 = 0,165 kg
0,347 jam=0,475 liter/jam
Ulangan 3 = 0,162
0,347 jam= 0,467 liter/jam
Rata-rata konsumsi bahan bakar solar = 0,489+0,475+0,467
3 = 0,477 liter/jam
Perlakuan 2 (B2)
Ulangan 1 = 0,190 liter
0,347 jam=0,547 liter/jam
Ulangan 2 = 0,215liter
0,347 jam=0,605 liter/jam
Ulangan 3 = 0,22 liter
0,347 jam=0,634liter/jam
Rata-rata konsumsi bahan bakar = 0,634 +0,605 +0,634
3 = 0,595 liter/jam
47
Ulangan 1
=
0,25liter0,347 jam=0,720liter/jam
Ulangan 2 = 0,257liter
0,347 jam=0,741 liter/jam
Ulangan 3 = 0,248kg
0,347 jam= 0,715 liter/jam
Rata-rata konsumsi bahan bakar solar = 0,720 +0,741+0,715
3 = 0,725liter/jam
Data Analisis Sidik Ragam Konsumsi Bahan Bakar Solar
SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01
Perlakuan 2 0.093 0.046 60,992 ** 5,143253 10,9242
Galat 6 0.005 0.001
Total 8 0.098
48
Lampiran7 Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Air Terasi Data analisis sidik ragam kadar air
SK Db JK KT Fhit. F0.05 F0.01
Perlakuan 2 18,566 9,283 7,346 * 5,143253 10,9242
Galat 6 7,582 1,264
Total 8 0.876
49
Lampiran 8. Gambar proses pengolahan terasi
udang rebon yang digunakan garam yang digunakan
Air yang digunakan proses pencampuran udang, garam dan air
50
Proses fermentasi terasi yang telah difermentasi
Terasi yang telah dicetak bahan tertinggal di lesung
51
lampiran 9. Gambar alat pengujian kadar air
Timbangan digital Oven
Proses pengovenan Desikator
52
Lampiran 10. Gambar alat penumbuk mekanis
alu dan lesung
53
Tampak belakang alat
54
DAFTAR PUSTAKA
Aji, K. 2007. Deteksi Kerusakan Bantalan Gelinding Pada Pompa Sentifugal Dengan Analisa Sinyal Getaran. http://eprints.uns.ac.id[15 Februari].
Anggo, A. D., F. Swastawati., W. F. Ma’ruf dan L. Rianingsih. 2014. Mutu organoleptik dan kimiawi terasi udang rebon dengan kadar garam berbeda dan lama fermentasi. http://undip.ac.id[18 Desember 2015].
Darmono, K., Oktavianus Y.F.W., Johanes B.P., Andrian, K.M., aditya, P. P., Arief, S. R., Made, A. D., Achmad, F., Stephanus, D. K., dan Abiniswu. 2014. V – Belt. http://www. dharmastiti.staff.ugm.ac.id [15 Februari].
Daywin, FJ, RG. Sitompul, Imam Hidayat., 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Daryanto, 1994. Pengetahuan Teknik Bangunan. Rineka Cipta, Malang.
Daryanto, 2002. Pengetahuan listrik. Bumi Aksara, Jakarta.
Daryanto, 2007. Dasar-Dasar Teknik Mesin. Rineka Cipta, Jakarta.
Eska, P., 2011. Higiene Sanitasi Industri Rumah Tangga Pengolahan Terasi dan Analisa Rhodamin B Pada Terasi Berbagai Merek Di Pasar Kota Medan. http://repository.usu.ac.id [25 Februari 2015].
Fatty, A. R. 2012. Pengaruh Penambahan Udang Rebon Terhadap Kandungan Gizi dan Hasil Uji Hedonik Pada Bola-Bola Tempe. http://www.lib.ui.ac.id [18 Desember 2015].
Fitriani, R., R., Utami., dan E. Nurhartadi. 2013. Kajian karakteristik fisikokimia dan sensori bubuk terasi udang dengan penambahan angkak sebagai pewarna alami dan sumber antioksidan. http://www.ilmupangan.fp.uns.ac.id [18 Desember 2015].
Hardjosentono, M., Wijato, Elon. R., Badra I. W dan R. Dadang. 1996. Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Hermawan, S., 2012. Studi Karakteristik Hidrodinamika pada Slider Bearing dengan Permukaan Slip dan/atau Permukaan Bertekstur. http://www.undip.ac.id [15 Februari].
38
Mudjiman, A., 1982. Budidaya Udang Putih. Penebar Swadaya, Jakarta.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan PengolahanHasil Perikanan. Jakarta, Penebar Swadaya.
Niemann, G., 1982. Elemen Mesin: Desain dan Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros. Penerjemah Bambang Priambodo. Erlangga, Jakarta.
Nofica, G., 2012. Efek Hidromagnetik Terhadap Performa Mesin Diesel Pada Sistem HOT EGR. http://eprintis.undip.ac.id. [15 Juni 2016].
NurYani. 2006. Pengendalian mutu penanganan udang beku dengan konsep hazard analysis critical control point.http://www.undip.ac.id [18 Desember 2015].
Permaswari, A. D., R. Amanah dan Z. D Urbayani. 2013. Modifikasi Lesung Tradisional Menggunakan Prinsip Katrol. [18 Desember 2015].
Pratiwi, G. E. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor udang di indonesia. http://repository.unej.ac.id[18 Desember 2015].
Purwaningsih, S. 2000. Teknologi Pembekuan udang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Putranto, B. M. 2014. Fungsi dan teknik permainan kesenian tradisional gejog lesung di sanggar nitibudhoyo dusun nitiprayan bantul. http://eprints.uny.ac.id[18 Desember 2015].
Ramadhan, E. 2014. Uji Alat Penggiling Flat Burr Mill pada Komunitas Beras, Ketan Putih dan Ketan Hitam. http://repository.usu.ac.id [15 Maret, 2016].
Roth, L., O.F.R Crow, and G.W.A Mahoney, 1982. Agriculture Engineering. AVI Publishing. Wesport, USA.
Thahir, R., 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi melalui Inovasi Penyosohan Mendukung Swasembada Beras dan Persaingan Global. http://pustaka.litbang.pertanian.go.id [14 Maret 2016].
Simamora, S. D. 2014. Panduan Ekspor Udang Ke Uni Eropa. http://apindo.or.id. [18 Desember 2015].
Smith, H. P., dan L. H, Wilkes. 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Soenarto, N dan S. Furuhama, 2002. Motor Serbaguna. Pradnya Paramita, jakarta.
39
Suyanto, S. R dan A. Mujiman. 2001. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno, F. G., S. Fardiaz, D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Zainuri dan A. Muhib. 2006. Mesin Pemindah Bahan. Andi offset, Yogyakarta.
23
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan Agustus 2016, di
Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Utara dan Desa Lorong Pemancar
Jl. Taman Makam Pahlawan Kelurahan Belawan I, pengujian kadar air
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang rebon,
air, garam dan bahan bakar solar.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat penumbuk
mekanis, ember, sendok, alat tulis, kalkulator, oven, gelas ukur, plastik vakum ,
stopwatch, timbangan, timbangan analitik, cawan alumunium, desikator dan kamera.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur
(kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang
pengoperasian alat penumbuk mekanis. Kemudian melakukan analisis terhadap
kapasitas efektif alat, persentase bahan yang hilang, konsumsi bahan bakar solar
dan kadar air.
Penelitian ini menggunakan metode perancangan percobaan rancangan
acak lengkap (RAL) non faktorial dengan dengan satu faktor yaitu uji beban kerja
24
- Menyiapkan udang rebon kering yang akan ditumbuk
- Membersihkan udang dari bahan selain udang
- Menimbang bahan yang akan ditumbuk sesuai dengan perlakuan
- Mencampurkan udang rebon dan garam lalu ditambahkan air secukupnya
- Udang siap untuk ditumbuk
2. Pelaksanaan penelitian
- Memasukkan udang ke dalam lesung sesuai dengan perlakuan
- Menghidupkan mesin penumbuk mekanis
- Menghitung waktu menggunakan stopwatch
- Menumbuk udang sampai halus
- Mematikan stopwatch
- Melakukan pengamatan sesuai dengan parameter yang ditentukan
- Melakukan analisis data
Proses Penumbukan Udang Rebon
Proses penghalusan udang rebon dilakukan dengan cara terlebih dahulu
udang dibersihkan dari ikan-ikan kecil, kotoran kotoran (misalnya kayu, kerikil,
plastik, dll). Udang yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam wadah
(ember) untuk dilakukan pengadonan. Adonan terasi biasanya menggunakan
25
10:1: air secukpnya. Setelah selesai melakukan pengadonan, adonan tersebut
dimasukkan ke dalam lesung untuk dihaluskan. Proses penghalusan dilakukan
dengan cara menambahakan adonan sedikit demi sedikit kedalam lesung sambil
menagduk-aduk adonan tersebut agar tingkat kehalusannya merata dan adonan
tidak menggumpal.
Parameter yang diamati
Adapun parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kapasitas efektif Alat
Kapasitas efektif alat dilakukan dengan membagi hasil udang tumbuk
terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menumbuk udang. Hal ini dapat dihitung
dengan persamaan (1).
2. Persentase bahan hilang
Bahan yang hilang ditandai dengan bahan yang tertinggal di alu dan di
lesung serta bahan yang terjatuh ke tanah. Persentase bahan yang hilang diperoleh
dengan membandingkan antara berat bahan yang hilang dengan berat awal bahan
yang dinyatakan dalam persen. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2).
3. Konsumsi bahan bakar solar
Sebelum mesin penumbuk mekanis dihidupkan, tangki bahan bakar
penumbuk mekanis diisi sampai penuh sebelum penumbuk mekanis dijalankan,
setelah itu alat penumbuk mekanis dioperasikan sesuai dengan berat bahan yang
akan ditumbuk yaitu 1,5 kg, 2 kg dan 2,5 kg. Setelah selesai satu perlakuan, alat
penumbuk mekanis dimatikan, kemudian mengisi bahan bakar ke dalam tangki
26
ke dalam tangki. Hal ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan untuk
masing-masing perlakuan. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (3).
4. Kadar air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat
persatuan berat bahan. Caranya yaitu dengan mengeringkan bahan dalam oven
dengan suhu 60 oC selama 1 jam kemudian dinaikkan suhunya sekitar 80-90 oC
selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu
ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama
30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator selama 15 menit lalu
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan. Hal ini
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pemberian
berbagai beban kerja pada alat penumbuk mekanis berpengaruh nyata terhadap
kapasitas efektif alat konsumsi bahan bakar solar dan kada air, berpengaruh tidak
nyata pada terhadap persentase bahan yang hilang. Hal ini dapat dilihat pada tabel
4. berikut ini:
Tabel 4. Data hasil uji beban kerja terhadap kinerja alat penumbuk mekanis
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kapasitas efektif alat tertinggi
terdapat pada perlakuan B3 yaitu sebesar 6,83 kg/jam dan nilai kapasitas efektif
alat terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 4,10 kg/jam. Persentase bahan
yang hilang tertinggi terdapat pada perlakuan B3 yaitu 5,7% dan persentase bahan
hilang terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 5,1%. Konsumsi bahan bakar
solar tertinggi terdapat pada perlakuan B3 yaitu 0,725 liter/jam dan konsumsi
bahan bakar solar terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 0,477 liter/jam. Nilai
kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan B3 yaitu 19,39% dan nilai kadar air
terendah terdapat pada perlakuan B1 yaitu 15,88%.
Kapasitas Efektif Alat
Kapasitas efektif suatu alat menunjukkan produktifitas alat selama
beroperasi tiap satu satuan waktu. Kapasitas efektif alat diukur dengan membagi
28
yang dibutuhkan selama alat beroperasi. Dari hasil analisis sidik ragam dapat
dilihat bahwa perlakuan beban kerja memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
terhadap kapasitas efektif alat. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan
Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh perbedaan beban kerja terhadap kapsitas efektif alat untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini
Tabel 5. Uji DMRT pengaruh beban kerja terhadap kapasitas efektif alat
Jarak DMRT kode sampel Rataan Notasi
0,05 0,01 0.05 0.01
- B1 4,10 a A
1 0,4467 0,6996 B2 5,44 b B
2 000,4626 0,7016 B3 6,83 c C
Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda
sangat nyata terhadap perlakuan yang lainnya. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan B2 demikian juga terhadap perlakuan B1. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seluruh taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata terhadap satu dengan yang lainnya. Hubungan beban kerja alat
penumbuk mekanis terhadap kapasitas efektif alat dapat dilihat pada Gambar 1.
29
Gambar 2 hubungan beban kerja terhadap kapasitas efektif alat
Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa kapasitas efektif alat tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan B3 dengan massa beban 2,5 kg sebesar 6,83 kg/jam
sedangakan kapasitas alat efektif terendah dihasilkan oleh perlakuan B1 dengan
beban kerja 1,5 kg/jam.
Kemampuan operator dan kinerja alat sangat berpengaruh terhadap angka
kapasitas efektif alat. Oleh karena itu, jika operator kurang mahir dalam
mengoperasikan alat maka waktu yang dibutuhkan selama pengolahan akan lebih
banyak sehingga akan mempengaruhi nilai kapasitas efektif alat.
Persentase Bahan yang Hilang
Bahan yang hilang ditandai dengan bahan yang tertinggal di alu,
lesung dan bahan yang terjatuh ke tanah. Pengukuran bahan yang hilang
dilakukan dengan cara berat awal dikurangi dengan berat akhir bahan. Persentase
bahan yang hilang diperoleh dengan cara membandingkan antara berat bahan
yang hilang dengan berat awal yang dinyatakan dalam persen.
Dari hasil uji analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa beban kerja
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bahan yang hilang, sehingga
pengujian dengan menggunakan uji duncan multiple range test tidak dilanjutkan.
Hubungan beban kerja alat penumbuk mekanis terhadap persentase bahan yang
30
Gambar 3. hubungan beban kerja terhadap bahan yang hilang
Dari gambar3 dapat dilihat persentase bahan yang hilang tertinggi
dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5kg) sebesar 5,7% dan persentase bahan
hilang terendah dihasilkan pada perlakuan B1 (masaa 1,5 kg) sebesar 5,1%.
Adapun bahan yang hilang disebabkan pada saat proses penumbukan bahan yang
ditumbuk keluar dari lesung akibat tumbukan dari alu. Bahan yang hilang ini juga
dapat disebabkan oleh operator yang kurang hati-hati pada saat pengadukan
adonan, dimana pada saat pengadukan berlangsung ada bahan yang terjatuh.
Selain itu bahan yang hilang juga disebabkan oleh operator yang kurang
memperhatikan kebersihan alat sehingga masih banyak bahan yang tertinggal di
alu dan lesung.
Konsumsi Bahan Bakar Solar
Konsumsi bahan bakar menunjukkan banyaknya bahan bakar yang
digunakan alat selama beroperasi. Konsumsi bahan bakar alat penumbuk mekanis
diukur dengan cara membagi volume penambahan bahan bakar solar terhadap
31
Dari hasil uji analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa beban kerja
berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi bahan bakar solar, sehingga
pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji duncan multiple range test. Hasil
pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan
pengaruh beban kerja terhadap konsumsi bahan bakar solar dapat dilihat pada
tabel 6 berikut.
Tabel 6. Uji DMRT pengaruh beban kerja konsumsi bahan bakar solar Jarak
Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
Pada tabel dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda sangat
nyata terhadap perlakuan yang lainnya. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan B2 demikian juga terhadap perlakuan B1. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seluruh taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda
sangat nyata antara satu dengan yang lainnya. Hubungan beban kerja alat
penumbuk mekanis terhadap konsumsi bahan bakar solar dapat dilihat pada
32
Gambar 4. hubungan beban kerja terhadap konsumsi bahan bakar
Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar solar
tertinggi dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5 kg) sebesar 0,725 liter/jam dan
konsumsi bahan bakar solar dihasilkan pada perlakuan B1 (masaa 1,5 kg) sebesar
0,477 liter/jam. Pada penelitian ini konsumsi bahan bakar semakin besar saat
beban kerja alat penumbuk mekanis semakin besar. Semakin banyak bahan yang
diolah maka semakin besar tenaga yang dibutuhkan alat penumbuk mekanis
untukberoperasi sehingga semakin besar pula bahan bakar yang digunakan alat
penumbuk mekanis untuk beroperasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulias
(2014) yang menyatakan bahwa semakin besar tenaga yang diperlukan alat untuk
beroperasi maka akan semakin banyak menghabiskan bahan bakar.
Kadar air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan
bobot bahan. Kadar air suatu bahan diperoleh dengan melakukan pemanasan
33
dipanaskan. Penentuan kadar air dilakukan dengan dengan memanaskan bahan
menggunakan oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Kadar air diperoleh
dengan membandingkan selisih berat bahan sebelum dan sesudah dipanaskan
dengan berat awal yang dinyatakan dalam persen.
Hasil uji analisis sidik ragam kadar air menunjukkan bahwa setiap
perlakuan uji beban kerja alat penumbuk mekanis memberikan pengaruh yang
nyata sehingga pengujian duncan multiple range test (DMRT) dilanjutkan. Hasil
pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan
pengaruh beban kerja terhadap kadar air dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7. Uji DMRT pengaruh beban kerja terhadap kadar air terasi
Jarak
Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.
Pada tabel dapat dilihat bahwa perlakuan yang satu berbeda nyata
terhadap perlakuan yang lainnya. Perlakuan B3 berbeda sangat nyata dengan
perlakuan B2 demikian juga terhadap perlakuan B1 sedangkan perlakuan B1 tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan B2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh
taraf perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara satu dengan
yang lainnya.
Hubungan beban kerja alat penumbuk mekanis terhadap kadar air udang
34
Gambar 5. hubungan beban kerja terhadap kadar air
Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa kadar air udang tumbuk tertinggi
dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5 kg) sebesar 33,878% dan kadar air
terendah dihasilkan pada perlakuan B1 (masaa 1,5 kg) sebesar 33,19%, setelah
dilakukan penjemuran kadar air terasi mengalami penyusutan dimana kadar air
tertinggi dihasilkan pada perlakuan B3 (massa 2,5 kg) sebesar 19,39% dan kadar
air terendah dihasilkan pada perlakuan B1 (massa 1,5 kg) yaitu sebesar 15,88%.
Pada penelitian ini kadar air udang rebon basah yang digunakan yaitu sebesar
44.142%, setelah dilakukan penjemuran terhadap udang basah diperoleh kadar air
udang kering sebesar 21,105%. Udang kering kemudian diolah menjadi terasi
dengan mencampurkan garam dan air secukupnya. Setelah adonan terasi dicetak
lalu dilakukan kembali penjemuran untuk menghilangkan sebagian kadar kair.
Proses menghilangkan sebagian kadar air bertujuan untuk menjaga mutu dari
bahan terasi dan memperpanjang daya simpan terasi tersebut. Hal ini sesuai
35
terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di
dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan
cara penguapan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Uji beban kerja alat penumbuk mekanis memberikan pengaruh nyata
terhadapkapasitas efektif alat, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air
namun berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bahan yang hilang
dan kadar ai.
2. Kapasitas efektif alat penumbuk mekanis tertinggi yaitu dengan
menggunakan beban kerja 2,5 kg sebesar 6,83 kg/jam
3. Persentase bahan hilang pada alat penumbuk mekanis yang paling sedikit
yaitu dengan menggunkan beban kerja 1,5 kg sebesar 5,1%
4. Konsumsi bahan bakar solar alat penumbuk mekanis tertinggi berada
pada perlakuan B3 dengan beban kerja 2,5 kg yaitu sebesar 0,725 l/jam
dan terendah berada pada perlakuan B1 dengan beban kerja 1,5 kg yaitu
sebesar 0,477 l/jam.
5. Kadar air terasi tertinggi dihasilkan pada perlakuan B3 dengan beban
kerja 2,5 kg yaitu sebesar 19.39% dan kadar air trendah dihasilkan pada
perlakuan B1 dengan beban kerja 1,5 kg yaitu sebesar 15,88%.
Saran
1. Perlu dilakukan pengujian lanjut dengan komoditi bahan yang berbeda.
2. Perlu dilakukan penumbukan kembali agar diperoleh adonan terasi yang
lebih halus.
3. Perlu dibuat tempat penjemuran yang baik agar terasi tidak mudah rusak
5
TINJAUAN PUSTAKA
Udang
Udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut.
Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah
sekitar sungai-sungai besar dan rawa-rawa dekat pantai. Udang-udang air tawar
ini pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae sehingga para ahli
sering menyebutnya sbagai kelompok udang palaemonid
(Suyanto dan Mujiman, 2001).
Udang diklasifikasikan ke dalam filum arthopoda, kelas crustacean, dan
bangsa decapoda. Setiap udang kemudian dibagi kembali atas suku, marga, dan
jenis yang berbeda-beda. Udang juga dibedakan menurut tempat hidupnga, yaitu
udang laut dan udang darat. Dari sekian banyak jenis yang terdapat diperairan
Indonesia, jenis udang laut yang dikategorikan memiliki nilai ekonomis penting
antara lain penaeus monodon (udang windu), panaeus merguiensis (udang putih),
dan metapenaeus monoceros (udang dogol). Udang air tawar yang memiliki nilai
ekonomis penting antara lain macrobranchium rosenbergii (udang galah),
panalirus spp (udang kipas), dan lobster (udang karang) (Purwaningsih, 2000).
Udang laut sendiri, terutama terdiri dari udang-udang dalam keluarga
penaeidae, beberapa jenis udang penaeidae yang terkenal dan sering tertangkap oleh para nelayan antara lain adalah : udang windu (penaeus monodon), udang
kembang (penaeus semisulcatus), udang putih (penaeus merguiensis), udang jari
6
belang (parapenaeopsis sculpitilis), udang kipas, dan udang ronggeng
(Suyanto dan Mujiman, 2001).
Buwono 1993 mengatakan bahwa udang merupakan salah satu produk
perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi yang
tinggi. Adapun komposisi kimia daging udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi Kimia Daging Udang
Zat Kimia yang terkandung Persentase (%)
Air 71,5-79,5
Beberapa jenis benih yang biasanya masuk ke dalam tambak
bersama-sama benih udang putih antara lain adalah benih udang werus (Metapenaeus
monoceros), udang cendana (Metapenaeus brevicornis), udang windu (Panaeus monodon), rebon (Acetes sp.), reket (Mesopodopsis sp), dan udang biang atau udang buku (Caridina sp dan Palaemon sp.). Pada waktu rebon (Acetes sp.) masih
kecil (panjang antara 8-15 mm), sungut rebon panjang berwarna merah dan seperti
patah tak jauh dari pangkalnya (Mudjiman, 1982).
Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun
dalam ukuran yang sangat kecil dibanding udang yang lainnya. Udang ini
merupakan bahan baku utama dalam pembuatan terasi. Dipasaran udang ini lebih
mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi atau telah dikeringkan dan sangat
7
Gambar 1 udang rebon (Mysis relicta)
Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Berdasarkan
Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam 100 gram udang rebon segar mengandung
protein 16,2 gram dan mengandung kalsium 757 mg. Namun, udang rebon
mudah busuk jika tidak diolah. Oleh karena itu rebon harus diolah terlebih dahulu
agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh produk olahan yaitu terasi
(fitriani, dkk, 2013).
Tabel 2. Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g
Kandungan gizi Udang rebon kering Udang rebon segar
Energi (kkal) 299 81
Protein (g) 59,4 16,2
Lemak (g) 3,6 1,2
Karbohidrat (g) 3,2 0,7
Kalsium (mg) 2.306 757
Fosfor (mg) 265 292
Besi (mg) 21,4 2,2
Vitamin A (SI) 0 60
Vitamin B1 (mg) 0,06 0,04
Air (g) 21,6 79,0
8
Terasi
Terasi adalah suatu jenis penyedap makanan berbentuk pasta, berbau khas hasil
fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya dengan garam atau bahan tambahan
lain.Hampir semua negara di Asia Selatan dan Tenggara memiliki produk ini yaitu
Hentak, Ngari, dan Tungtap di India, Bagoong di Filipina, Terasi di Indonesia, Belacan di
Malaysia, Ngapi di Myanmar, Ka-pi di Thailand. Pasta ikan atau udang biasanya terbuat
dari berbagai jenis ikan air tawar dan laut serta udang (Anggo., dkk, 2014).
Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari
ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau
fermentasi, disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada
umumnya bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan
memiliki khas aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Fitriyani, 2013).
Mutu Terasi Udang
Persyaratan mutu terasi udang rebon berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-2716.1-2009, dalam Eska (2011) dapat dilihat pada Tabel 1
dibawah ini.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Terasi
Jenis Uji Satuan Persyaratan
I. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7
II. Cemaran Mikroba *
- Escherichia coli APM/g Minimal < 3
- Kadar Abu Tak Larut dalam Asam
% Fraksi Massa Maksimal 1,5
- Kadar Garam % Fraksi Massa Maksimal 10
- Kadar Protein % Fraksi Massa Maksimal 15
9
Proses Pengolahan terasi
Tahapan pembuatan terasi rebon tradisional yakni, pertama dilakukan
pembersihan, pencucian, pengukusan, penjemuran 1 (setengah kering),
penggaraman, penumbukkan 1, pemeraman (fermentasi) 24 jam, penjemuran 2,
penumbukan 2, pemeraman 24 jam, penjemuran 3, penumbukan 3, pemeraman 3
selama 4-7 hari hingga berbau khas terasi, dicetak dipotong-potong dan
terakhir pengemasan. Cara pembuatan terasi rebon modern, yakni pertama
pembersihan, pencucian, penggaraman, penggilingan, pemanasan (mendidih 5
menit), pemeraman 1 (fermentasi) 7 hari, penjemuran 1 (setengah kering).
Jika membandingkan dengan cara pembuatan terasi dia atas maka tahapan
pembuatan terasi yang dilakukan oleh wanita nelayan di Selangan Laut relatif
lebih sederhana, yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan alat yang digunakan untuk membuat terasi
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pembuatan terasi sangat
sederhana, yakni menggunakan lesung dan alu sebagai penumbuk/mengahaluskan
udang, baskom, cetakan terbuat dari kayu, baki,nampan, karung, gayung, dan
kursi duduk rendah terbuat dari kayu.
2. Penyiapan bahan baku
Bahan baku pembuatan terasi adalah rebon (udang kecil) yang
diperoleh dari hasil penyeseran sehingga masih dalam kondisi segar. Rebon
tersebut dijemur kurang lebih sehari agar kering. Jika tidak langsung diolah
menjadi terasi, udang rebon kering paling lama disimpan 1 bulan dan harus segera
diolah. Jika masa penyimpanan lebih dari 1 bulan, maka terasi yang diolah
10
3. Proses pemeraman (fermentasi)
Rebon kering dibungkus dalam karung dan diperam sehari semalam untuk
tujuan fermentasi.
4. Proses penghalusan
Rebon hasil fermentasi ditumbuk atau dihaluskan dengan mencampurkan
air laut sedikit demi sedikit, tanpa pemberian garam karena air laut sudah
cukup asin. Alat yang digunakan untuk menumbuk udang rebon adalah
lesung dan alu. Limbah yang dihasilkan dalam proses ini adalah ceceran
udang rebon saat melakukan penumbukkan.
5. Proses pencetakan dan pengeringan
Adonan yang sudah lembut selanjutnya dicetak dengan cetakan dari kayu,
dipadatkan dengan tangan dan langsung dijemur sampai kering selama 3 hari.
Dengan cara ini terasi baunya tidak terlalu menyengat dan rasanyapun tidak
terlalu asin. Dalam proses pencetakan yang masih menggunakan tangan ini, bau
udang rebon yang khas akan menempel di tangan selama beberapa hari. Terasi
yang sudah kering selanjutnya di kemas dalam kantong plastik, isi 10 atau 15
buah.
(Ma’ruf., dkk, 2013).
Prosedur pengolahan terasi berdasarkan Moeljanto (1992) yang telah
dimodifikasi mengikuti proses pembuatan terasi skala industri rumah tangga di
Semarang. Preparasi dilakukan dengan membersihkan rebon dari kotoran,
kemudian dicampur secara merata dengan garam sesuai perlakuan. Adonan
dimasukkan ke dalam alat penggilingan sedikit demi sedikit sambil
11
diletakkan di atas widig atau alat penjemur untuk penjemuran pertama.
Penjemuran dilakukan selama ±2 jam dengan sinar matahari. Pembalikan secara
berulang selama penjemuran dilakukan supaya adonan kering merata. Adonan
yang telah kering dimasukkan ke dalam baskom plastik sambil diangin-anginkan.
Adonan daging rebon kemudian digiling kembali lalu dijemur lagi selama ±2 jam.
Adonan yang sudah kering selanjutnya digiling lagi untuk menghasilkan
adonan terasi yang halus dan kalis sehingga mempermudah proses pencetakan.
Adonan terasi disimpan dalam baskom plastik dan ditutup tidak terlalu rapat.
Terasi kemudian dieramkan pada suhu ruang selama 48 jam. Proses pemeraman
ini bertujuan untuk melakukan fermentasi awal adonan terasi supaya
menghasilkan aroma khas terasi, kemudian dicetak berbentuk seperti tabung
dengan diameter ±3 cm dan panjang ±10 cm dengan berat per 100 g. Potongan
terasi diletakkan dalam nampan kemudian dijemur selama ±2 hari kemudian
dibungkus rapat dengan daun pisang dan dieramkan. Sampel diuji pada hari ke-8
dan 32 (dihitung sejak bahan baku mulai digiling). Proses pembuatan terasi sudah
selesai ketika bau khas terasi mulai tercium (Anggo, 2014).
Elemen Mesin
Motor Diesel
Motor penggerak adalah motor yang dapat mengubah tenaga panas hasil
dari suatu pembakaran menjadi tenaga mekanik. Motor penggerak dapat
dibedakan dalam 2 golongan, yaitu:
1. Motor dengan pembakaran diluar.
2. Motor dengan pembakaran didalam silinder.
12
Salah satu penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu
mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau
yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Motor
diesel disebut juga motor bakar atau mesin pembakaran dalam karena pengubahan
tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanik dilaksanakan di dalam mesin
itu sendiri. dalam motor diesel terdapat torak yang mempergunakan beberapa
silinder yang di dalamnya terdapat torak yang bergerak bolak-balik (translasi). Di
dalam silinder itu terjadi pembakaran antara bahan bakar solar dengan oksigen
yang berasal dari udara.Gas yang dihasilkan oleh proses pembakaran mampu
menggerakkan torak yang dihubungkan dengan poros engkol oleh batang
penggerak (Nofica, 2012).
Puli
Puli ada dua macam, yaitu puli tetap (fixed pulley) dan puli bergerak
(movable pulley). Puli tetap terdiri dari sebuah cakra dan sebuah tali yang
dilingkarkan pada alur (groove) dibagian atasnya dan pada ujungnya digantungi
beban. Puli bergerak terdiri dari cakra dan poros yang bebas. Tali dilingkarkan
dalam alur dibagian bawah. Salah satu ujung tali diikatkan tetap dan ujung
lainnya ditahan atau ditarik pada waktu pengangkatan, beban digantungkan pada
kait (hook) yang tergantung pada poros (Zainuri, 2006).
Jarak yang jauh antara dua poros sering tidak memungkinkan transmisi
langsung dengan pasangan roda gigi. Dengan demikian, cara transmisi putaran
dan daya lain yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan sebuah sabuk
atau rantai yang dibelitkan disekeliling puli atau sprocket pada poros. Jika pda
13
dpdn puli yang digerakkan n2 dan diameternya Dp, maka pertandingan putaran
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
N1 N2 =
dp Dp
(Roth, dkk., 1982).
Ada beberapa jenis puli yang digunakan untuk sabuk penggerak yaitu:
- Puli datar
Puli ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari baja dengan bentuk
yang bervariasi.
- Puli mahkota
Puli ini lebih efektif dari puli datar karena sabuknya sedikit menyudut
sehingga untuk slip relatif sukar.
- Tipe lain
Puli ini harus mempunyai kisar celah yang sama dengan kaisar urat pada
sabuk penggeraknya.
Pemasangan puli antara lain dapat dilakukan dengan cara:
- Horizontal, pemasangan puli dapat dilakukan dengan cara mendatar dimana
pasangan puli terletak pada sumbu mendatar.
- Vertikal, pemasangan puli dilakukan tegak dimana letak pasangan puli adalah
pada sumbu vertikal
(Daryanto, 1994).
V-belt
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi, kehandalan telah menjadi
indikator kunci untuk mengevaluasi kualitas dari pruduk mesin. V-belt merupakan
14
kebutuhan yang berbeda, untuk memastikan V-belt dapat memenuhi persyaratan
kehandalan yang diharapkan dalam kondisi kerja normal (Sun., et al, 2011).
V-belt merupakan alat transmisi pemindah daya/putaran yang ditempatkan
pada pulley, V-belt adalah belt yang berpenampang trapezium, terbuat dari
tenunan dan serat-serat yang dibenamkan pada karet kemudian dibungkus dengan
anyaman dan karet, digunakan untuk mentransmisikan daya dari poros yang satu
ke poros yang lainnya melalui pulley yang berputar dengan kecepatan sama atau
berbeda (Darmono., dkk, 2006).
Sabuk berbentuk trapesium atau bentuk V dinamakan demikian karena sisi
sabuk dibuat serong, supaya cocok dengan alur roda transmisi yang berbentuk V.
Kontak gesekan terjadi antara sisi sabuk V dengan dinding alur menyebabkan
berkurangnya kemungkinan selipnya sabuk penggerak dengan tegangan yang
lebih kecil daripada sabuk yang pipih.
Susunan Khas sabuk V terdiri atas:
1. Bagian elastis yang tahan tegangan dan bagian yang tahan kompresi
2. Bagian yang membawa beban yang dibuat dari bahan tenunan dengan
daya rentangan yang rendah dan tahan minyak sebagai pembalut
(Smith dan Wilkes, 1990).
Sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium, tenunan
atau teteron atau semacamnya digunakan sebagai inti sabuk untuk membawa
tarikan yang besar, sabuk V dibelitkan disekeliling alur puli yang berbentuk V
pula. transmisi i sabuk sabuk yang bekerja atas dasar gesekan, belitan,mempunyai
15
mudah untuk mendapatkan perbandingan putaran yang diinginkan. Kekurangan
dari sabuk ini adalah terjadi slip antara sabuk dan pulisehingga tidak dipakai
untuk putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap (Daryanto, 2007).
Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk-V karena mudah
penanganannya dan harganya pun murah. Kecepatan sabuk direncanakan untuk
10 sampai 20 (m/s) pada umumnya, dan maksimum sampai 25 (m/s). Daya
maksimum yang dapat ditransmisikan kurang lebih sampai 500 (kW). Sabuk-V
terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapezium. Tenunan tetoron atau
semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk unutk membawa tarikan yang besar.
Sabuk-V dibelitkan dikeliling alur puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar
bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah
karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi data yang besar
pada tegangan yang relatif rendah (Sularso dan Suga, 2004).
Speed reducer
Speed reducer adalah jenis motor yang mempunyai reduksi yang besar. Gearbox bersinggungan ke dalam motor, tetapi secara bersamaan rangkaian ini mengurangi kecepatan keluaran (output speed). Speed reducer digunakan untuk
menurunkan putaran. Dalam hal ini perbandingan speed reducer putarannya dapat
cukup tinggi.
i = N1
N2
i = perbandingan reduksi
N1 = input putaran (rpm)
16
(Niemann, 1982).
Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama
dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Hal-hal yang perlu diperhatikan
di dalam merencanakan sebuah poros adalah:
1. Kekuatan poros
Suatu poros dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan
antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan
seperti poros baling-baling kapal atau turbin dan lain-lain. Kelelahan, tumbukan
atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil atau poros
bertangga, mempunyai alur pasak harus diperhatikan. Sebuah poros harus
direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban di atas.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan cukup tetapi jika lenturan
atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian, atau
menumbulkan getaran dan suara. Karena itu kekakuan dari poros harus
diperhatiakan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan dilayani oleh poros
tersebut.
3. Putaran Kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis.
17
mungkin poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih
rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk propeler dan pompa bila
terjadi kontak dengan media yang korosif. Demikian pula untuk poros yang
terancam kavitasi dan poros mesin yang sering berhenti lama.
(Sularso dan Suga, 2004).
Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros yang mempunyai
beban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara
halus, aman, dan mempunyai umur yang panjang. Bearing harus cukup kokoh
untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika
bearing tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem tidak dapat
bekerja secara semestinya (Hermawan, 2012).
Bantalan digunakan untuk mendukung gerakan relatif diantara komponen
mesin dan memungkinkan berbagai posisi pada masing-masing komponen
tersebut.Rolling bearing atau bantalan gelinding adalah salah satu jenis bantalan
yang memungkinkan gerakan relatif secara radial pada sumbu geraknya.
Elemennya terdiri dari bola, pemisah/pemegang bola (cage), lintasan dalam (inner
race), lintasan luar (outer race) (Aji, 2007).
Berbagai macam bantalan, pada prinsipnya bantalan dapat digolongkan
menjadi:
18
- Bantalan gelinding (bantalan peluru dan bantalan rol)
- Bantalan dengan beban radial
- Bantalan dengan beban aksial
- Bantalan dengan beban campuran (aksial-radial)
(Daryanto, 2007).
Alu
Di Indonesia, alu dan lesung adalah penyosoh padi tradisional pertama
yang digunakan petani, baik secara manual dengan tenaga manusia maupun yang
digerakkan oleh tenaga air. Satu atau beberapa alu dan lesung dapat dioperasikan
melalui tenaga kincir air, yang merupakan bentuk tradisional unit penggilingan
padi. Pada alu dan lesung telah diterapkan prinsip penggerusan untuk memisahkan
butir gabah dan penggesekan untuk mengupas kulit sekam (Thahir, 2010).
Alu atau antan merupakan alat pendamping lesung dalam proses
pemisahan sekam dari beras. Alu digunakan untuk menumbuk padi dan hasil
pertanian lainnya. Biasanya alu dibuat dari kayu. Bentuk alu memanjang seperti
tabung dengan diameter sekitar 7 cm (tergantung besarnya lesung). Selain itu alu
juga berfungsi untuk menggerus, mencampur, dan meracik obat dan lain-lain
(Permaswari, 2013).
Alu sebagai alat penumbuk terbuat dari jenis batang kayu tanaman yang
memiliki serat kayu keras, ulet dan tidak mudah patah. Jenis kayu yang demikian
didapatkan pada pohon luyung, asem, sawo, petai cina, dan jati. Berbeda dengan
lesung, aluhanya membutuhkan bahan dasar batang kayu sebesar betis orang
dewasa dengan ukuran panjang satu setengah sampai dua meter. Alu tersebut
19
lebih kecil dari kedua ujungnya sebagai pegangan sewaktu menumbuk padi
(Putranto, 2014).
Lesung
Lesung adalah lumpang kayu panjang. Lesung berfungsi sebagai tempat
meletakkan bahan-bahan pertanian yang akan ditumbuk. Lesung sendiri
sebenarnya hanya berupa wadah cekung, biasanya terbuat dari kayu besar yang
dibuang bagian dalamnya. Gabah dan hasil pertanian yang akan diolah diletakkan
di dalam lubang tersebut. Gabah lalu ditumbuk dengan alu, tongkat tebal dari
kayu, berulang-ulang sampai beras terpisah dari sekam. Sedangkan hasil pertanian
lainnya, seperti bahan-bahan jamu, ditumbuk dengan alu hingga lembut
(Permaswari, 2013).
Lesungpada dasarnya terbuat dari kayu utuh (glondongan-bahasa jawa)
dengan ukuran panjang yang bervariasi tidak ada ukuran yang baku. Meskipun
dengan demikian pada umumnya lesungberukuran antara dua setengah sampai
tiga meter. Adapun batang kayu yang sering digunakan sebagai bahan dasar
lesung adalah kayu munggur, sawo, kayu asem, dan kayu nangka (Putranto, 2014).
Kapasitas Efektif Alat
Menurut Daywin, dkk., (2008), kapasitas efektif suatu alat atau mesin
didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam mengolah suatu produk
(contoh: ha, kg, lt) persatuan waktu (jam). Dari satuan kapasitas efektif alat dapat
dikonversikan menjadi satuan produk per kW per jam, bila alat/mesin itu
20
Ha.jam/kW, Kg.jam/kW, Lt.jam/kW. Persamaan matematisnya dapat ditulis
sebagai berikut:
Kapasitas Efektif Alat = Produk Yang Diolah
Waktu ... (1)
Bahan yang Hilang
Bahan yang hilang ditandai dengan bahan yang tidak tergiling, atau
tertinggal padaalat. Pengukuran bahan yang hilang dilakukan dengan pemisahan
atau penyortiran yang ditandai dengan bahan yang tidak tergiling, atau tertinggal
pada alat. Persentase bahan hilang diperoleh dengan membandingkan antara
berat bahan yang hilang dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen.
Bahan yang hilang = berat bahan yang hilang
berat awal x 100% ... (2)
(Ramadhan 2014).
Konsumsi Bahan Bakar Solar
Konsumsi Bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang digunakan
alat selama beroperasi.Perhitungan konsumsi bahan bakar dilakukan dengan cara
mengisi penuh tangki bahan bakar lalu mesin dihidupkan. Setelah selesai operator
mematikan mesin, kemudian mengisi bahan bakar ke dalam tangki sampai penuh
dan mencatat volume penambahan bahan bakar yang dimasukkan ke dalam
tangki. Hal ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan untuk masing-masing
perlakuan.
Konsumsi bahan bakar solar = volume penambahan
waktu kerja (liter/jam)
...(3)
21
Kadar Air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini
merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut
sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan air tersebut sering
dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan
pengeringan. Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan
pangan dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai kadar air 70
persen atau lebih. Di dalam bahan pangan air terdapat dalam bentuk air bebas dan
air terikat. Air bebas mudah dihilangkan dengan cara penguapan atau
pengeringan, sedangkan air terikat sangat sukar dihilangkan dari bahan pangan
tersebut meskipun dengan cara pengeringan (Winarno, dkk., 1980).
Kadar air =Berat sampel awal- Berat Sampel akhir
Berat sampel akhir x 100 % ... (4)
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan biasanya dilakukan berdasarkan
bobot basah (wet basis). Dalam hal ini berlaku rumus sebagai berikut :
KA = Wa
Wb x 100% ... (5)
Dimana :
KA = Kadar air bahan berdasarkan bobot basah (%)
22
Wb = Bobot bahan basah (gr)
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang strategis. Dilihat dari posisinya, negara
Indonesia terletak antara dua samudera dan dua benua yang membuat Indonesia
menjadi negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Selain itu, Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar dengan luas lautan tiga per empat dari luas
daratan. Hal tersebut membuat negara ini berpotensi untuk menghasilkan produk
laut dalam jumlah yang besar (Fatty, 2012).
Sektor perikanan di Indonesia mempunyai peluang yang cukup besar
karena geografisnya yang berupa kepulauan. Sektor perikanan dan kelautan
mempunyai nilai yang cukup strategis bagi peningkatan devisa negara dengan
melalui pengembangan tambak udang pada area yang telah dianggap layak baik
secara sumber daya lahan dan perairan maupun teknologi budidaya udang
(Pratiwi, 2013).
Udang merupakan salah satu produk unggulan komoditas perikanan yang
banyak dikembangkan dewasa ini, selain memiliki kandungan gizi yang tinggi,
udang sangat digemari oleh konsumen dalam negeri maupun luar negeri sehingga
tidak mengherankan jika permintaan udang setiap tahun selalu mengalami
peningkatan. Peranan udang terhadap ekspor komoditi perikanan cukup tinggi
yaitu mencapai 13,15%. Jumlah hasil tangkap udang di laut pada tahun 2010
sebesar 227.326 ton dan jumlah hasil budidaya udang pada tahun 2010 sebesar
2
Industri hasil perikanan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan nilai tambah pada ikan. Nilai tambah adalah nilai yang
didapat dari kegiatan mengubah input perikanan menjadi produk perikanan atau
dari kegiatan mengolah hasil perikanan menjadi produk akhir (Fitriani, 2013).
Pengolahan hasil perikanan yang memegang peranan penting dalam
kegiatan pasca panen, sebab dengan melakukan usaha pengolahan, hasil perikanan
sebagai komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk dapat ditingkatkan
daya awetnya, disamping itu usaha pengolahan juga dapat meningkatkan nilai
tambah (added value) produk tersebut (Anggo., dkk, 2014).
Setiap musim udang rebon, para nelayan dengan menggunakan alat
tangkap jaring menyisir gerombolan udang rebon yang tampak kemerahan dari
kejauhan menuju sekitar perairan dekat pemukiman mereka. Udang rebon yang
sudah terjaring langsung dikeringkan, disimpan dalam karung dan diolah sebagai
bahan baku utama pembuatan terasi. Nelayan biasanya secara berkelompok
melakukan kegiatan pengolahan terasi udang bersama-sama. Terasi hasil olahan
mereka murni terbuat dari udang rebon tanpa ditambah bahan apapun. Walaupun
demikian terasi tersebut bisa bertahan lama dan memiliki cita rasa yang khas
(Ma’ruf., dkk, 2013).
Udang rebon mudah busuk jika tidak diolah. Oleh karena itu rebon harus
diolah terlebih dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh
produk olahan yaitu terasi. Terasi adalah suatu jenis penyedap makanan berbentuk
pasta, berbau khas hasil fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya dengan garam
3
Terasi merupakan produk awetan ikan atau rebon yang telah diolah dengan
proses pemeraman dan fermentasi, lalu dilakukan penggilingan dengan cara
penumbukan dan penjemuran selama sehari. Proses pembuatan produk terasi juga
ditambahkan garam yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti
pasta dan berwarna hitam-coklat, dan bisa ditambah dengan bahan pewarna
makanan sehingga menjadi kemerahan.
Udang rebon diolah menjadi terasi dengan cara terlebih dahulu dijemur dan
dihaluskan. Proses penghalusan udang rebon biasanya dilakukan secara tradisional
menggunakan alu dan lesung. Penggunaan cara tradisional dinilai masih kurang efektif
karena membutuhkan waktu yang lama untuk menghaluskan bahan dan membutuhkan
tenaga kerja yang banyak.
Penggunaan alu dan lesung, sebagai alat tumbuk tradisional, mulai
ditinggalkan oleh petani. Misalnya saja pada pembuatan jamu tradisional skala
rumah tangga, alu dan lesung juga semakin jarang digunakan dengan adanya alat
yang lebih efisien, yaitu blender. Hal ini disebabkan oleh tekhnolog yang
berkembang pesat sehingga tercipta berbagai macam alat yang lebih efisien dari
alu dan lesung (Permaswari., dkk, 2013).
Alu dan lesung mulai ditinggalkan oleh industri skala rumah tangga karena
memakan banyak waktu dan menguras tenaga yang cukup besar. Selain itu,
penggunaan alu dan lesung menyebabkan banyaknya aktivitas yang tidak dapat
dilakukan karena penggunaan alu dan lesung membuang banyak waktu. Pengguna
alu dan lesung tidak dapat melakukan aktivitas lain secara bersamaan ketika
4
mengasuh anak. Alat penumbuk pertanian tradisional perlu dimodifikasi sehingga
diperoleh alat yang lebih efisien dalam skala rumah tangga (Putranto, 2014).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh beban kerja terhadap
kinerja alat penumbuk mekanis terhadap kapasitas efektif alat, persentase bahan
yang hilang, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air .
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan
Pertanian fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagi sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan
3. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam pemanfaatan alat penumbuk
mekanis
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh beban kerja pada alat penumbuk mekanis terhadap hasil uji
kapasitas efektif alat, persentase bahan yang hilang, konsumsi bahan bakar solar
i
ABSTRAK
ERMIDA YANTI : Uji beben kerja terhadap kinerja alat penumbuk mekanis, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan NAZIF ICHWAN
Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami perlakuan penggaraman, kemudian dibiarkan beberapa hari agar terjadi proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh beban kerja terhadap kinerja alat penumbuk mekanis. Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan Agustus 2016, di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Utara dan Desa Lorong Pemancar Jl. Taman Makam Pahlawan Kelurahan Belawan I, pengujian kadar air dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara dengan cara studi literatur, pengujian alat dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat, persentase bahan yang hilang, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji beban berpengaruh nyata terhadap kapasitas efektif alat, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air dan berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bahan yang hilang.
Kata kunci: Alat penumbuk mekanis, beban kerja, terasi
ABSTRACT
ERMIDA YANTI: Test of the effect of workload on performance of pestle mechanical supervised by AINUN ROHANAH and NAZIF ICHWAN.
Shrimp paste is one of kind of fermented fish or shrimp that only have salting treatment and then left for several days in order to allowfermentation process happened. This research was purposed to examine the effect of workload on the performance of pestle mechanical. This research was conducted in April until August 2016 in the laboratoryof agricultural engineering, university of north sumatera Desa Lorong Pemancar Jl. Taman Makam Pahlawan Kelurahan Belawan I and laboratory of food technology of science and food technology departement, university of north sumatera, by literature stud, testing equipment and parameters obsevation. Parameters measured were effective capacity, percentage of missing ingredients, diesel fuel consumption and water content.
The result showed that the workload was significantly affected the effective capacity, diesel fuel consumption and water content and not significantly affected percentage of missing ingredients.
UJI BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA ALAT
PENUMBUK MEKANIS
SKRIPSI
Oleh: ERMIDA YANTI
120308046
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UJI BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA ALAT
PENUMBUK MEKANIS
SKRIPSI
Oleh: ERMIDA YANTI
120308046
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ainun Rohana, STP, M.Si Nazif Ichwan, STP, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Ainun Rohanah, STP, M.Si
Ketua Program Studi Keteknikan Pertanian
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
ERMIDA YANTI : Uji beben kerja terhadap kinerja alat penumbuk mekanis, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan NAZIF ICHWAN
Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami perlakuan penggaraman, kemudian dibiarkan beberapa hari agar terjadi proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh beban kerja terhadap kinerja alat penumbuk mekanis. Penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan Agustus 2016, di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Utara dan Desa Lorong Pemancar Jl. Taman Makam Pahlawan Kelurahan Belawan I, pengujian kadar air dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara dengan cara studi literatur, pengujian alat dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat, persentase bahan yang hilang, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji beban berpengaruh nyata terhadap kapasitas efektif alat, konsumsi bahan bakar solar dan kadar air dan berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bahan yang hilang.
Kata kunci: Alat penumbuk mekanis, beban kerja, terasi
ABSTRACT
ERMIDA YANTI: Test of the effect of workload on performance of pestle mechanical supervised by AINUN ROHANAH and NAZIF ICHWAN.
Shrimp paste is one of kind of fermented fish or shrimp that only have salting treatment and then left for several days in order to allowfermentation process happened. This research was purposed to examine the effect of workload on the performance of pestle mechanical. This research was conducted in April until August 2016 in the laboratoryof agricultural engineering, university of north sumatera Desa Lorong Pemancar Jl. Taman Makam Pahlawan Kelurahan Belawan I and laboratory of food technology of science and food technology departement, university of north sumatera, by literature stud, testing equipment and parameters obsevation. Parameters measured were effective capacity, percentage of missing ingredients, diesel fuel consumption and water content.
The result showed that the workload was significantly affected the effective capacity, diesel fuel consumption and water content and not significantly affected percentage of missing ingredients.
ii
RIWAYAT HIDUP
Ermida Yanti, dilahirkan di Pasar Tempurung pada tanggal 05 Desember
1992 dari Ayah Purba Simamora dan Ibu Ratna Sari Siregar. Penulis merupakan
anak pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 1 Kinali dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk ke Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik
Pengolahan Inti Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Pabatu pada
tanggal 07 Juli 2015 sampai dengan 07 Agustus 2015. Kemudian pada tahun 2016
penulis mengadakan penelitian skripsi dengan judul “Uji Beban Kerja Terhadap
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Uji Beban Kerja Terhadap Kinerja Alat Penumbuk Mekanis” yang merupakan
salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua penulis yang telah membesarkan, mendidik, dan membimbing penulis
selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua pembimbing dan
Bapak Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku anggota pembimbing yang telah banyak
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2016
iv
Prosedur Penelitian... 24
Proses Penumbukan Udang Rebon ... 24
KESIMPULAN DAN SARAN ... 35
Kesimpulan ... 35
Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
vi
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Komposisi Kimia Daging Udang ... 6
2. Kandungan Gizi Udang Rebon per 100 g ... 7
3. Persyaratan Mutu Terasi ... 9
4. Data Hasil Uji beban Kerja Terhadap Kinerja Alat Penumbuk Mekanis .... 27
5. Uji DMRT Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kapasitas Efektif Alat ... 28
6. Uji DMRT Pengaruh Beban Kerja Terhadap Konsumsi Bahan Bakar ... 31
7. Uji DMRT Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kadar Air ... 33
8. Data pengamatan waktu yang diperlukan alat untuk beroperasi (jam) ... 40
9. Data pengamatan berat bahan setelah ditumbuk ... 40
10.
Data Pengamatan Kapasitas Efektif Alat Per Lesung (kg/jam) dan Daftar Analisis Sidik Ragam Kapasitas Efektif Alat ... 4111.
Data Pengamatan Persentase Bahan yang Hilang (%) dan Daftar Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal ... 4312.
Data Pengamatan Konsumsi Bahan Bakar Solar (l/jam) dan Daftar Analisis Sidik Ragam konsumsi bahan bakar solar ... 45DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Udang rebon ... 7
2. Hubungan Beban Kerja Terhadap Kapasitas Efektif Alat ... 28
3. Hubungan Beban Kerja Terhadap Bahan Yang Hilang ... 30
4. Hubungan Beban Kerja Terhadap konsumsi Bahan Bakar ... 31
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flow Chart Penelitan ... 39 2. Data pengamatan waktu yang diperlukan alat untuk beroperasi (jam) ... 40
3. Data pengamatan berat bahan setelah ditumbuk ... 40
4.
Data Pengamatan Kapasitas Efektif Alat Per Lesung (kg/jam) danDaftar Analisis Sidik Ragam Kapasitas Efektif Alat ... 41
5.
Data Pengamatan Persentase Bahan yang Hilang (%) danDaftar Analisis Sidik Ragam Persentase Bahan Tertinggal ... 43
6.
Data Pengamatan Konsumsi Bahan Bakar Solar (l/jam) danDaftar Analisis Sidik Ragam konsumsi bahan bakar solar ... 45
7.
Data Pengamatan Kadar Air (%) dan Daftar Analisis SidikRagam Kadar Air ... 46
8. Proses Pengolahan terasi ... 48