PREVALENSI NITROSAMINE PADA SALIVA
PEREMPUAN PENYUNTIL SUKU KARO
DI PANCUR BATU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
EGIA NINTA NIM : 070600027
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Biologi Oral
Tahun 2011
Egia Ninta
Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil Suku Karo Di Pancur Batu
xi + 61 halaman
Di Sumatera Utara, menyuntil masih banyak dilakukan oleh penduduk
perempuan suku Karo, khususnya yang telah berumah tangga. Menyuntil memiliki
komposisi yang berbahaya, antara lain tembakau dan pinang yang mengandung
nitrosamine. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pada saliva
perempuan penyuntil suku Karo di Pancur Batu dijumpai nitrosamine, serta
mengetahui hubungan antara lama kebiasaaan menyuntil, lama paparan menyuntil,
frekuensi menyuntil, dan komposisi tambahan menyuntil dengan adanya nitrosamine
di dalam saliva.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. 68 orang
sampel penelitian dibagi atas 2 bagian, yaitu: 63 orang penyuntil dan 5 orang kontrol.
Saliva dikumpul di dalam pot sampel sebanyak 50 ml. Pemeriksaan nitrosamine
dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapisan Tipis untuk mendapatkan ada
tidaknya nitrosamine di dalam saliva, kemudian data dianalisa dengan uji Chi –
Dari 63 orang penyuntil, diperoleh 93,7% saliva yang mengandung
nitrosamine, dan 6,3% saliva tidak mengandung nitrosamine. Analisa statistik
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kebiasaan menyuntil,
lama paparan menyuntil, frekuensi menyuntil, dan komposisi tambahan menyuntil
dengan adanya nitrosamine pada saliva.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara
menyuntil dengan terdapatnya nitrosamine pada saliva penyuntil dibandingkan
dengan kelompok kontrol (p < 0,05) dan terdapatnya nitrosamine tidak tergantung
kepada lama tidaknya kebiasaan menyuntil, lama tidaknya keterpaparan menyuntil,
banyak tidaknya frekuensi menyuntil, maupun komposisi tambahan yang digunakan
atau tidak dalam dalam menyuntil.
PREVALENSI NITROSAMINE PADA SALIVA
PEREMPUAN PENYUNTIL SUKU KARO
DI PANCUR BATU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
EGIA NINTA NIM : 070600027
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 27 Juli 2011
Pembimbing : Tanda tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
Pada tanggal 27 Juli 2011
TIM PENGUJI
KETUA : Rehulina Ginting, drg., MSi
ANGGOTA : 1. Lisna Unita R, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus penasehat akademik yang selama ini telah
banyak memberikan nasehat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Rehulina Ginting, drg., M.Si., selaku Ketua Departemen Biologi Oral FKG
USU dan selaku dosen pembimbing skripsi yang bersedia memberikan arahan, saran,
waktu, dan motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Lisna Unita R, drg., M.Kes. dan Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes
selaku tim penguji skripsi, Yendriwati, drg., M.Kes., Minasari, drg., dan Yumi
Lindawati, drg., selaku para staf pengajar Depertemen Biologi Oral, Ngaisah dan
Dani Irma Suryani selaku staf pegawai yang telah memberikan saran, arahan, dan
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D., selaku Ketua Departemen Kimia Organik
5. Mustika Furi dan Abdi Wira Septama, selaku operator yang membantu
penelitian di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU.
6. Erna Mutiara, Ir., MKM., Dr., selaku staf pengajar bidang statistika FKM
USU atas bimbingan dan bantuan dalam rancangan penelitian dan pengolahan data.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU yang telah memberikan
bimbingan dan semangat selama penulis menjalankan pendidikan di FKG USU.
8. Seluruh perempuan suku Karo di Pancur Batu yang telah bersedia
meluangkan waktu dan turut serta dalam penelitian ini.
9. Teristimewa kepada Bapak (Gunawan) dan Ibu (Erliany br. Sitepu) yang
telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, kesabaran, dan semua
dukungan moral dan materil. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua abang (Beny Harist beserta istri (Rika) dan Andrea Eriawan), kedua adik (Eta
Karina dan Panca Gundari), nenek (Litta br.Gtg), paman (Agus Kembaren) dan bibi
(Sabar Ulin), untuk semua doa, semangat, dukungan dan kasih sayangnya.
10. Teman-teman penulis yang telah memberikan semangat, Harry Dwi, Lee
Zuo Loong, Kanti, Hessy, Rani, Gensik, Psms, Harepa, Natalia, Uta, Amira, Doni,
dan teman – teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
yang berguna bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kedokteran gigi.
Medan, 25 Juli 2011
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL --- i
HALAMAN PERSETUJUAN --- ii
HALAMAN TIM PENGUJI --- iii
1.4 Manfaat Penelitian --- 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA --- 5
2.1 Cara dan Komposisi Menyuntil --- 5
2.2 Bahan – bahan Karsinogenik Dalam Komposisi Menyuntil --- 7
2.2.1 Kapur Sirih --- 7
2.2.2 Buah Pinang --- 8
2.2.3 Tembakau --- 9
2.3 Nitrosamine --- 11
2.3.1 Mekanisme Terbentuknya Nitrosamine Secara Umum --- 11
2.3.2 Mekanisme Terbentuknya Nitrosamine Dalam Rongga Mulut Saat Menyuntil --- 12
2.4 Pengaruh Nitrosamine Terhadap Kesalahan DNA Dalam Proses Penerjemahan --- 14
2.4.1 Pengaruh Nitrosamine Terhadap Perubahan Sel – Sel Mukosa Rongga Mulut --- 15
2.4.1.3 Kanker Rongga Mulut --- 17
2.5 Metode Untuk Mendeteksi Nitrosamine Dalam Saliva --- 18
2.5.1 Metode Kromatografi Lapisan Tipis --- 18
2.5.1 Teknik Kerja Kromatografi Lapisan Tipis --- 20
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS --- 24
3.1 Kerangka Konsep --- 24
3.2 Hipotesis --- 25
BAB 4 METODE PENELITIAN --- 26
4.1 Jenis Penelitian --- 26
4.2 Tempat Dan Waktu --- 26
4.3 Populasi Dan Sampel --- 26
4.4 Kriteria Pemilihan Sampel --- 27
4.5 Variabel Penelitian --- 28
4.6 Definisi Operasional --- 28
4.7 Alat dan Bahan --- 29
4.8 Cara Kerja --- 32
4.9 Analisis Data --- 35
4.10 Alur Penelitian --- 35
4.11 Masalah Etika --- 36
BAB 5 HASIL PENELITIAN --- 38
5.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti --- 38
5.2 Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Penyuntil Perempuan Suku Karo di Pancur Batu --- 40
5.2 Lama Kebiasaan Menyuntil dengan Nitrosamine --- 40
5.3 Lama Paparan Menyuntil dengan Nitrosamine --- 42
5.4 Frekuensi Menyuntil dengan Nitrosamine --- 44
6.6 Komposisi Tambahan Menyuntil dengan Nitrosamine --- 45
BAB 6 PEMBAHASAN --- 47
6.1 Karakteristik Umum Perempuan Penyuntil Suku Karo di Pancur Batu --- 47
6.2 Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil Suku Karo di Pancur Batu --- 49
6.3 Hubungan Lama Kebiasaan Menyuntil dengan Nitrosamine --- 52
6.4 Hubungan Lama Paparan Menyuntil dengan Nitrosamine --- 52
6.5 Hubungan Frekuensi Menyuntil dengan Nitrosamine --- 53
6.6 Hubungan Komposisi Tambahan Menyuntil dengan Nitrosamine -- 53
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN --- 57
DAFTAR PUSTAKA --- 58
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis nitrosamine dalam buah pinang --- 9
2. Jenis nitrosamine dalam tembakau --- 11
3. Persentase distribusi frekuensi karakteristik umum subjek yang
diteliti --- 38
4. Lama kebiasaan menyuntil dengan nitrosamine --- 41
5. Hubungan nitrosamine antara kelompok kontrol dengan kelompok
menyuntil (lama kebiasaan) --- 42
6. Lama paparan menyuntil dengan nitrosamine --- 43
7. Hubungan nitrosamine antara kelompok kontrol dengan kelompok
Menyuntil (lama paparan) --- 43
8. Frekuensi menyuntil dengan nitrosamine --- 44
9. Hubungan nitrosamine antara kelompok kontrol dengan kelompok
menyuntil (frekuensi) --- 45
10. Komposisi tambahan dalam menyuntil dengan nitrosamine --- 46
11. Hubungan nitrosamine antara kelompok kontrol dengan kelompok
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Komposisi menyuntil --- 6
2. Cara menyuntil perempuan suku Karo --- 7
3. Kapur Sirih yang ditambahkan pada komposisi buah pinang dan gambir akan menyebabkan pembentukan superoxide anion, hydroxy radical, dan hydrogen peroxide --- 8
4. Mekanisme terbentuknya beberapa jenis nitrosamine dari buah pinang --- 13
5. Mekanisme terbentuknya beberapa jenis nitrosamine dari tembakau --- 14
6. Pengaruh nitrosamine terhadap kesalahan DNA dalam proses penerjemahan --- 15
7. Leukoplakia non homogen --- 16
8. Oral submucous fibrosis --- 16
9. Oral carcinoma --- 17
10. Kromatografi lapisan tipis --- 19
11. Plat silica gel 60 GF254 --- 31
12. TLC visualizer --- 31
13. Bejana kromatografi --- 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Skema Penelitian
2. Kerangka Teori
3. Kuesioner
4. Informed Consent
5. Ethical Clearance
6. Hasil Pemeriksaan Kromatografi Lapisan Tipis
7. Hasil Pengolahan Data dan Uji Statistik
Fakultas Kedokteran Gigi
Biologi Oral
Tahun 2011
Egia Ninta
Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil Suku Karo Di Pancur Batu
xi + 61 halaman
Di Sumatera Utara, menyuntil masih banyak dilakukan oleh penduduk
perempuan suku Karo, khususnya yang telah berumah tangga. Menyuntil memiliki
komposisi yang berbahaya, antara lain tembakau dan pinang yang mengandung
nitrosamine. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pada saliva
perempuan penyuntil suku Karo di Pancur Batu dijumpai nitrosamine, serta
mengetahui hubungan antara lama kebiasaaan menyuntil, lama paparan menyuntil,
frekuensi menyuntil, dan komposisi tambahan menyuntil dengan adanya nitrosamine
di dalam saliva.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. 68 orang
sampel penelitian dibagi atas 2 bagian, yaitu: 63 orang penyuntil dan 5 orang kontrol.
Saliva dikumpul di dalam pot sampel sebanyak 50 ml. Pemeriksaan nitrosamine
dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapisan Tipis untuk mendapatkan ada
tidaknya nitrosamine di dalam saliva, kemudian data dianalisa dengan uji Chi –
Dari 63 orang penyuntil, diperoleh 93,7% saliva yang mengandung
nitrosamine, dan 6,3% saliva tidak mengandung nitrosamine. Analisa statistik
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kebiasaan menyuntil,
lama paparan menyuntil, frekuensi menyuntil, dan komposisi tambahan menyuntil
dengan adanya nitrosamine pada saliva.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara
menyuntil dengan terdapatnya nitrosamine pada saliva penyuntil dibandingkan
dengan kelompok kontrol (p < 0,05) dan terdapatnya nitrosamine tidak tergantung
kepada lama tidaknya kebiasaan menyuntil, lama tidaknya keterpaparan menyuntil,
banyak tidaknya frekuensi menyuntil, maupun komposisi tambahan yang digunakan
atau tidak dalam dalam menyuntil.
Daftar Rujukan: 31(1984-2010)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Di Sumatera Utara masih banyak dijumpai masyarakat suku Karo yang
melakukan kebiasaan menyirih disertai menyuntil. Kebiasaan ini dilakukan oleh
perempuan yang berusia 30 tahun ke atas. Menurut Dawn F. Rooney, cara dan
komposisi menyirih yang paling umum dilakukan oleh penduduk di Asia Tenggara
adalah dengan mengolesi kapur sirih (Calcium Hidroksid) dan meletakkan beberapa
potongan kecil buah pinang (Areca Catechu) di atas lembaran daun sirih (Piper Betle
Leaves), kemudian daun sirih dilipat seperti membungkus hadiah untuk mendapatkan
bentuk dan ukuran yang menggumpal, dan terakhir gumpalan tadi dimasukkan ke
dalam mulut di antara gigi dan pipi, kemudian dikunyah. Terkadang gumpalan ini
dibiarkan berada di dalam mulut selama beberapa jam, bahkan beberapa orang
membiarkannya berada di dalam mulut saat tidur.1
Cara dan komposisi menyirih yang digunakan oleh perempuan suku Karo
sedikit berbeda dengan yang dijelakan Rooney karena ada ditambahkan komposisi
tembakau (Nicotiana tobaccum) yang dipakai untuk menggosok – gosokkan mukosa
bukal dan permukaan labial gigi sambil mengunyah campuran daun sirih. Masyarakat
Karo biasanya menyebut kebiasaan ini dengan menyuntil.
Kebiasaan menyuntil dapat menyebabkan prekanker rongga mulut, seperti
gingiva.2,3-5 Laporan kasus B. Shah dkk (2001) menunjukkan hubungan antara
terjadinya oral submucous fibrosis dengan kebiasaan mengunyah buah pinang dan
produk tembakau.2 Penelitian Sayuti Hasibuan di Tanah Karo (2002) menemukan
hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara lesi – lesi mukosa penyirih, oral
submucous fibrosis, preleukoplakia, dan leukoplakia dihubungkan dengan lama,
frekuensi, exposure time, serta lokasi menyirih. Penelitian tersebut menemukan
sebanyak 64,3% kasus lesi mukosa penyirih, oral submucous fibrosis, preleukoplakia,
dan leukoplakia.3 Penelitian PA Jayalekshmi dkk di Karunagappally, India (2009)
juga menunjukkan hubungan yang sangat signifikan (p < 0,001) antara terjadinya
kanker rongga mulut dengan frekuensi mengunyah tembakau.4 Penelitian R.
Sankaranarayanan dkk di Kerala, India (1989), menemukan hubungan yang
signifikan (p < 0,001) pada kasus kanker gingiva pada perempuan yang memiliki
kebiasaan menyuntil dihubungkan dengan frekuensi menyuntil dan lama menyuntil.5
Komposisi menyuntil yang berhubungan erat dengan terjadinya kanker rongga
mulut adalah tembakau, buah pinang, tembakau, dan kapur sirih.6 Zat karsinogen
yang terdapat dalam kapur sirih adalah hidroksida.6 Zat karsinogen yang terdapat
dalam buah pinang dan tembakau adalah nitrosamine.6,7-9 Jenis nitrosamine yang
terkandung dalam buah pinang ada beberapa, seperti: MNPN
(3-{methylnitrosoamino}propionitrile)7, NGL (N–nitrosoguvacoline)8, NGC(N– nitrososoguvacine)8. Jenis nitrosamine yang terkandung dalam tembakau ada
beberapa, seperti: NNN (N' – nitrosonornicotine), NAT (N'-nitrosoanatabine), dan
Bogdan Prokopczyk dkk (1987) dalam penelitiannya menemukan nitrosamine
jenis MNPN (3-{methylnitrosoamino}propionitrile) dalam saliva penyuntil sebanyak
0,50 – 11,39 μg/l.7 Penelitian J. Nair dkk (1984) menemukan NGL sebanyak 0 – 7,1 ng/ml, NGC sebanyak 0 – 30.4 ng/ml, NNN sebanyak 1,6 – 59,7 ng/ml, NAT
sebanyak 1,0 – 51,7 ng/ml, dan NNK sebanyak 0 – 2,3 ng/ml dalam saliva penyuntil.8
Sementara itu, G. Wenke dkk (1984) dalam penelitiannya menemukan NNN pada
saliva penyuntil sebanyak 1,2 – 38,3 ppb dan NAT sekitar 3,2 – 39,5 ppb.9
Berdasarkan hal di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai kandungan nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku Karo di
Pancur Batu. Namun, penelitian ini hanya terbatas untuk menguji nitrosamine secara
kualitatif, yaitu menguji ada atau tidaknya nitrosamine dengan menggunakan
Kromatografi Lapisan Tipis.10,11
1.1Perumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Berapakah prevalensi nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku
Karo di Pancur Batu?
2. Apakah ada hubungan antara lama kebiasaan menyuntil, lama paparan
setiap menyuntil, frekuensi menyuntil, dan komposisi tambahan dalam menyuntil
dengan ditemukannya nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku Karo di
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ditemukan atau tidak ditemukannya nitrosamine dan
prevalensi nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku Karo di Pancur Batu.
2. Untuk mengetahui hubungan antara lama kebiasaan menyuntil, lama
paparan setiap menyuntil, frekuensi menyuntil, dan komposisi tambahan dalam
menyuntil dengan ditemukannya nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku
Karo di Pancur Batu.
1.4Manfaat Penelitian
1. Di bidang kedokteran, khususnya mengenai pengaruh nitrosamine terhadap
terjadinya kanker rongga mulut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi menyuntil yang digunakan perempuan suku Karo hampir sama
dengan komposisi paan, yang merupakan sebutan menyirih untuk para imigran di
Asia Selatan.12 Dalam komposisi menyuntil terdapat beberapa bahan karsinogenik,
salah satunya adalah nitrosamine.6,7-9
2.1 Cara dan Komposisi Menyuntil
Cara menyuntil yang dilakukan oleh perempuan penyuntil suku Karo di
Pancur Batu adalah dengan meletakkan kapur sirih (Calcium Hidroksid) dan beberapa
potongan kecil buah pinang (Areca Catechu) di atas lembaran daun sirih (Piper Betle
Leaves), terkadang campuran lain seperti gambir (Uncaria Gambier) dan tembakau
(Nicotiana tabaccum) ikut ditambahkan.1 Daun sirih dilipat bersamaan dengan
campuran, selanjutnya dimasukkan ke dalam mulut di antara gigi dan pipi, kemudian
dikunyah.1 Gumpalan tembakau digosok – gosokkan pada permukaan labial gigi dan
mukosa bukal sambil mengunyah campuran daun sirih. Terkadang campuran sirih
dan gumpalan tembakau dibiarkan berada di dalam mulut selama beberapa jam,
bahkan beberapa orang membiarkan campuran menyuntil berada di dalam mulut saat
tidur. Saliva hasil menyuntil kemudian dibuang dan warnanya kemerahan seperti
Cara menyirih yang dilakukan di India adalah dengan mengoleskan kapur
sirih di permukaan daun sirih, menambahkan buah pinang, tembakau, rempah –
rempah, seperti: kunyit, kapulaga, cengkeh, dan penambah rasa manis sesuai selera
masing - masing. Setelah itu, daun sirih dilipat bersamaan dengan campuran tadi, lalu
dikunyah.Aktivitas seperti ini dinamakan paan atau pan di India, buyo di Filipina,
Lao – Hwa di Taiwan.13 Cara menyirih yang dilakukan penduduk di India sedikit
berbeda dengan di Pancur Batu, di mana penduduk India memasukkan tembakau di
dalam lipatan daun sirih, sedangkan di Pancur Batu, gumpalan tembakau diletakkan
di luar lipatan daun sirih, dan digunakan untuk menggosok – gosokkan permukaan
labial gigi dan mukosa bukal sambil mengunyah campuran daun sirih.
a. b.
Gambar 1. Komposisi menyuntil, (a) daun sirih, buah pinang, gambir, kapur sirih, dan tembakau, dan (b) campuran buah pinang, gambir,kapur
Gambar 2. Cara menyuntil perempuan suku Karo
2.2 Bahan – bahan Karsinogenik Dalam Komposisi Menyuntil
Bahan – bahan karsinogenik yang terdapat dalam komposisi menyuntil
berasal dari kapur sirih, buah pinang, dan tembakau.6,7-9 Proses timbulnya bahan –
bahan karsinogenik ini dipicu oleh zat alami yang memang terdapat dalam kapur
sirih, buah pinang, dan tembakau maupun dari reaksi pembentukan zat - zat di dalam
tubuh.6
2.2.1 Kapur Sirih (Calcium Hidroksid)
Kapur sirih mengandung kalsium hidroksida atau Ca(OH)2. pH kalsium
hidroksida yang tinggi akan menyebabkan rongga mulut bersifat basa dan
menghasilkan suatu jenis oksigen reaktif berbentuk hydroxyl radical (OH• ).6 (OH• )
Gambar 3. Kapur sirih yang ditambahkan pada komposisi buah pinang dan gambir akan menyebabkan pembentukan superoxide anion, hydroxy radical, dan hydrogen peroxide6
2.2.2 Buah Pinang (Areca catechu)
Buah pinang disebut dengan supari di India, puwak di Sri Lanka, gua di
Bangladesh, mak di Thailand, pinang di Malaysia, daka di Papua Nugini, pugua di
Guam, dan kun – ywet di Myanmar.13
Beberapa bahan karsinogenik yang terdapat dalam buah pinang adalah
nitrosamine spesifik buah pinang, berjenis MNPN
(3 - {methylnitrosamino}propionitrile)7, NGL (N – nitrosoguvacoline)8, dan NGC (N – nitrosoguvacine8). MNPN dan NGC berasal dari hasil nitrosasi salah satu
senyawa alkaloid buah pinang, yaitu arecoline, sedangkan NGC berasal dari hasil
Tabel 1. JENIS NITROSAMINE DALAM BUAH PINANG
No Nama Kimia Rumus
Struktur
Rumus Molekul Berat
Mole
2.2.3 Tembakau (Nicotiana tabaccum)
Ada beberapa bentuk tembakau yang digunakan untuk menyuntil, yaitu:
tembakau yang dijemur di sinar matahari langsung, seperti yang dilakukan
masyarakat di India, tembakau yang difermentasi, daun tembakau mentah, bubuk
tembakau yang dicampur gula, dan tembakau rebus.13
Mengunyah tembakau memiliki peranan dalam terjadinya berbagai jenis
kanker, seperti: rongga mulut14,15-17, paru – paru, rongga hidung, laring, orofaring,
servik.16 Beberapa bahan karsinogenik yang terdapat dalam produk tembakau adalah
sebagai berikut: volatile nitrosamine, nonvolatile nitrosamine, nitrosamine spesifik
tembakau18, benzo(a)pyrene, formaldehyde, acetaldehyde, cadmium,16 hydrocarbon,
dan polonium-210.17
Namun, bahan karsinogenik yang paling sering ditemukan dalam produk
tembakau adalah zat spesifik nitrosamine, seperti: NNK
(4-{methylnitrosoamino}-1-{3-pyridyl)-1-butanone) dan NNN (N’-nitrosonornicotine)8,9. Kedua zat ini berasal dari nikotin dan beberapa turunan alkaloid tembakau yang terbentuk selama
pemrosesan, fermentasi, dan pembentukan di dalam mulut dengan bantuan sistem
enzim saliva.19
G. Wenke dkk (1984) dalam penelitiannya menemukan NNN pada saliva
penyuntil sebanyak 1,2 – 38,3 ppb dan NAT sekitar 3,2 – 39,5 ppb.9 Penelitian J. Nair
dkk (1984) menemukan NNN sebanyak 1,6 – 59,7 ng/ml, NAT sebanyak 1,0 – 51,7
ng/ml, dan NNK sebanyak 0 – 2,3 ng/ml dalam saliva penyuntil.8
TABEL 2. JENIS NITROSAMINE DALAM TEMBAKAU
3. N’-Nitrosoanabasine (NAB) C10H13N3O 191.2
4. N’-Nitrosoanatabine (NAT) C10H11N3O 189.2
2.3 Nitrosamine
Nitrosamine merupakan senyawa kimia yang dipublikasikan pertama kali di
literatur kimia 100 tahun yang lalu, dan cukup banyak menarik perhatian setelah dua
orang ilmuwan Inggris, John Barnes dan Peter Magee melaporkan bahwa
dimethylnitrosamine menyebabkan tumor liver pada tikus.20 Penelitian – penelitian
selanjutnya berkembang dan menemukan sebanyak 300 dari komponen nitrosamine
yang diteliti merupakan karsinogenik dan mutagenik21 terhadap berbagai jenis hewan
percobaan. Senyawa nitrosamine cenderung menyerang organ, seperti: liver, ginjal,
paru – paru, kulit, dan mata.20
2.3.1. Mekanisme Terbentuknya Nitrosamine Secara Umum
Amine merupakan komponen kimia yang diturunkan dari ammonia (NH3).
Adanya substitusi satu atau semua struktur hidrogen (H) pada gugus ammonia dengan
karbon yang mengandung grup (-R), akan menyebabkan terbentuknya amine primer,
sekunder, dan tersier. Penggantian satu struktur atom hidrogen dengan satu struktur
atau tiga struktur atom hidrogen dengan dua atau tiga struktur karbon yang
mengandung grup (-R) akan membentuk amine sekunder dan amine tersier.21
R R
NH + NOX N-N=O
R R
Amine sekunder Nitrogen oxide Nitrosamine
Nitrosamine dibentuk dari amine sekunder bereaksi dengan oxide dari
nitrogen. Akselerator seperti dithiocarbamates, sulphenamides, dan thiurams akan
menghasilkan amine sekunder. Oxide dari nitrogen dibentuk dari proses pemanasan
beberapa bahan yang mengandung nitrogen, bahkan udara (oxide atmosphere).
Reaksi ini dinamakan dengan nitrosasi.21
Reaksi amine sekunder (R2-NH) paling sering menghasilkan nitrosamine bila
dibandingkan dengan amine primer (R1-NH2). Ini disebabkan sifat amine primer
yang tidak stabil dan mudah terurai. Amine tersier (R3-N) tidak membentuk
nitrosamine.21
2.3.1. Mekanisme Terbentuknya Nitrosamine Dalam Rongga Mulut Saat
Menyuntil
Zat nitrosamine yang mudah menguap dan nitrosamine spesifik tembakau
yang ditemukan dalam saliva penyirih, dapat berasal dari zat nitrosamine yang
memang sudah ada dalam tembakau, atau bisa juga dihasilkan dari nitrosasi dalam
tubuh.6 Pengertian nitrosasi adalah pemasukan suatu gugus nitro ke dalam suatu
Gambar 4. Mekanisme terbentuknya beberapa jenis nitrosamine dari buah pinang6,7-8
Sekunder amine dan tersier amine yang terdapat dalam pinang dan tembakau
dapat mengalami nitrosasi di dalam mulut selama mengunyah sirih disertai
menyuntil. Sekunder amin dan tersier tadi akan bereaksi dengan nitrit dengan
katalisatornya thiocyanat. Dalam keadaan oral hygiene yang baik biasanya tidak
ditemukan nitrit. Sedangkan bila oral hygiene buruk, seperti adanya plak dental,
maka adanya aktivitas enzim bakteri dapat memicu perubahan konversi dari nitrat
Gambar 5. Mekanisme terbentuknya beberapa jenis nitrosamine dari
tembakau7
2.4. Pengaruh Nitrosamine Terhadap Kesalahan DNA Dalam Proses
Penerjemahan
Nitrosamine jenis NNN dan NNK menyebabkan kesalahan DNA dalam proses
penerjemahan. Nitrosamine jenis MNPN juga menyebabkan perubahan G A
mengikuti replikasi DNA.7 G (Guanine) dan A (Adenine) termasuk basa purine dan
pyrimidine yang diperlukan untuk membentuk DNA. Secara normal, guanine
seharusnya berpasangan secara ikatan hidrogen dengan basa cytosine (C), namun
dengan adanya nitrosamine, pasangan basa berikatan secara tidak benar, sehingga
mempengaruhi pembentukan rantai DNA dan proses – proses dalam DNA, seperti
Gambar 6. Pengaruh nitrosamine terhadap kesalahan DNA dalam proses penerjemahan6
2.4.1 Pengaruh Nitrosamine Terhadap Perubahan Sel – Sel Mukosa
Rongga Mulut
Rongga mulut tersusun dari sel – sel yang membentuk jaringan seperti:
jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan saraf, jaringan darah, dan jaringan otot.22
Nitrosamine yang berasal dari komposisi menyuntil maupun yang terbentuk pada
saliva akan menyebabkan nitrosamine berkontak dengan sel – sel rongga mulut,
sehingga berakibat pada proses kontrol pertumbuhan sel. Kesalahan DNA dalam
penerjemahan, sistem imun tubuh yang tidak kuat, inflamasi kronis, serta mungkin
faktor lain akan dapat menyebabkan sel – sel normal di rongga mulut menjadi tidak
normal, seperti terbentuknya lesi oral leukoplakia dan oral submucous fibrosis yang
2.4.1.1 Oral Leukoplakia
Oral leukoplakia merupakan lesi yang paling umum ditemukan pada orang
yang menyirih dan menyuntil.23 Secara klinis, leukoplakia dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu: leukoplakia homogen dan leukoplakia non homogen.23 Leukoplakia
non homogen memiliki karakteristik lesi putih yang multiple, tidak teratur, datar, dan
bernodul.24 Leukoplakia non homogen yang bernodul cenderung memiliki potensi
berubah menjadi malignant.23
Gambar 7. Leukoplakia non homogen24
2.4.1.2 Oral Submucous Fibrosis
Oral submucous fibrosis merupakan lesi premalignan pada mukosa bukal
yang diakibatkan mengunyah campuran sirih.25 Lesi ini akan mengakibatkan
ketidakmampuan untuk membuka mulutdengan ciri khas adanya fibrosis di mukosa
lamina propria dan submukosa dan sering meluas hingga bagian muskulus yang
mengakibatkan terbentuknya jaringan fibrous yang bertambah padat.26 Penelitian B.
submucous fibrosis dengan kebiasaan mengunyah buah pinang dan produk
tembakau.2
Gambar 8. Oral submucous fibrosis, (a) pada komisura menyebabkan keterbatasan dalam membuka mulut, dan (b) pada mukosa labial dengan lesi yang berkeratin24
2.4.1.3 Kanker Rongga Mulut
Kanker rongga mulut dapat disebabkan oleh salah satu dari faktor
predisposisi, seperti tembakau yang digunakan sebagai campuran dalam mengunyah
daun sirih, buah pinang, gambir, dan kapur sirih.14,15-17 Penelitian R.
Sankaranarayanan (1989), menemukan hubungan yang signifikan (p < 0,001) pada
kasus kanker gingiva pada wanita yang memiliki kebiasaan menyuntil dihubungkan
dengan frekuensi menyuntil dalam sati hari dan lama menyuntil. Penelitian PA
Jayalekshmi dkk (2009) juga menunjukkan hubungan yang sangat signifikan
(p < 0,001) antara terjadinya kanker rongga mulut dengan frekuensi mengunyah
Kanker rongga mulut merupakan neoplasma sel epitel malignant yang
menyerang rongga mulut. Lebih dari 90% termasuk kategori oral squamous cell
carcinoma, dan paling sering ditemui pada bibir, mukosa bibir, lidah, palatum,
gingiva, dasar mulut, dan mukosa pipi.27
a. b.
Gambar 9. Oral carcinoma, (a) dengan lesi ulserari dan indurasi, dan (b) dengan perubahan exophytic dan mukosa atrofi24
2.5 Metode Untuk Mendeteksi Nitrosamine Dalam Saliva
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi nitrosamine
dalam saliva, seperti: TLC (Thin Layer Chromatography) atau Kromatografi Lapisan
Tipis, HPLC (High Pressure Liquid Chromatography), dan GC – MS (Gas
Chromatography – Mass Spectra) yang dimodifikasi dengan detektor TEA (Thermal
Energy Analyzer).7,8-10,21
2.5.1 Metode Kromatografi Lapisan Tipis (KLT)11
Kromatografi Lapisan Tipis dapat digunakan untuk mendeteksi nitrosamine
dalama saliva. Kromatografi Lapisan Tipis digunakan untuk memisahkan substansi
gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Gambar 10. Kromatografi Lapisan Tipis, (a) plat silica gel, (b) pipa kapiler, (c)
visualizer kromatografi lapisan tipis, (d) komputer, (e) sprayer, (f) bejana kromatografi
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika
atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang
keras. Gel silika atau alumina ini merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang dapat berpendar
flour dalam sinar ultra violet. Hal ini berarti, jika plat disinari dengan sinar
ultraviolet, maka akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak
dilihat dengan mata. Sedangkan, yang termasuk fase gerak adalah pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai.
2.5.1.1 Teknik kerja Kromatografi Lapisan Tipis
Teknik kerja Kromatografi Lapisan Tipis, yaitu:11
a. Preparasi plat lapisan tipis
Plat yang digunakan untuk kromatografi lapisan tipis adalah kaca. Sedangkan,
lapisan tipis yang dapat digunakan sebagai adsorben adalah silica gel, alumina,
diatomaceous earth, dan bubuk selulosa. Namun, bahan – bahan lain seperti
sephadex, resin, atau anorganik juga digunakan untuk tujuan tertentu. Lapisan tipis
sebagai adsorben yang sering digunakan adalah silica gel, karena memiliki sifat asam
dan memiliki kapasitas tinggi yang berguna untuk adsorbsi dan pemisahan zat dalam
kromatografi.
b. Penotolan standard dan sampel
Plat yang telah dipreparasi dapat ditotolkan dengan pipa kapiler. Pipa kapiler
berisi standard ditotolkan di sisi kiri plat dan pipa kapiler berisi sampel ditotolkan di
sisi kanan plat.
c. Elusi
Elusi merupakan pemutusan ikatan antara senyawa organik yang terdapat
pada sampel dengan bahan adsorben. Untuk memutus ikatan ini, maka dibutuhkan
suatu larutan yang disebut eluent. Eluent yang digunakan harus disesuaikan dengan
kondisi sampel yang digunakan. Eluent yang digunakan untuk mengelusi senyawa
9 : 1.28 Eluent yang diletakkan dalam suatu bejana kromatografi akan berinteraksi
dengan plat yang telah ditotolkan sampel, sehingga terjadi elusi. Elusi ini akan
menyebabkan senyawa organik bergerak ke atas.
d. Fiksasi
Fiksasi merupakan penyemprotan plat dengan senyawa kimia tertentu setelah
dilakukan elusi. Fiksasi ini berguna sebagai media identifikasi noda komponen
tertentu pada plat dengan menggunakan sinar ultra violet. Reagent yang digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa nitrosamine adalah reagent Diphenylamine –
Palladium Chloride dengan perbandingan volume 5 : 1.29
e. Pendeteksian noda
Pendeteksian noda merupakan proses identifikasi untuk melihat apakah
terdapat noda atau tidak, letak noda, dan warna noda pada plat lapisan tipis saat
disinari dengan sinar ultraviolet. Warna noda yang terbentuk pada senyawa
nitrosamine yang telah difiksasi dengan reagent Diphenylamine – Palladium
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
Lama kebiasaan menyuntil, lama paparan menyuntil, frekuensi menyuntil, dan
komposisi tambahan dalam menyuntil yang digunakan antara setiap orang berbeda.
Kondisi yang menunjukkan lamanya seseorang melakukan kebiasaan menyuntil
dimulai dari waktu pertama kali sampai saat penelitian dilakukan (tahun) dinamakan
lama kebiasaan menyuntil.3 Lama paparan setiap kali menyuntil adalah kondisi yang
menunjukkan berapa menit seseorang menyuntil dan bahan tembakau berkontak
dengan bagian mukosa mulut dalam satu kali menyuntil.3 Frekuensi menyuntil adalah
kondisi yang menunjukkan berapa kali seseorang menyuntil dalam satu hari.3
Komposisi tambahan dalam menyuntil adalah beberapa bahan atau ramuan yang
ditambahkan dalam komposisi dasar menyuntil, yang terdiri dari: kemiri, cengkeh,
kayu manis, gula, dan sebagainya.13 Komposisi menyuntil yang terdiri dari tembakau
dan buah pinang mengandung beberapa senyawa berjenis nitrosamine yang
karsinogenik.6,7-9
Aktivitas menyuntil akan menyebabkan saliva terstimulus dan terjadi reaksi
nitrosasi di dalam mulut dan di dalam tubuh. Nitrosasi ini merupakan proses
pemasukan gugus nitro yang berasal dari komposisi tembakau dan buah pinang ke
dalam molelul – molekul saliva, seperti nitrit, kemudian interaksi ini akan
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pada setiap saliva orang yang
menyuntil kemungkinan akan ditemukan nitrosamine. Ada tidaknya senyawa
nitrosamine dapat diperiksa dengan menggunakan metode Kromatografi Lipis
3.1 Kerangka Konsep
Ditemukan nitrosamine atau tidak ? Reaksi pemasukan
gugus nitro ke dalam molelul saliva
Menyuntil
Nitrosasi Saliva Lama kebiasaan
Lama paparan
Frekuensi
3.2 Hipotesis
1. Ada hubungan antara menyuntil dengan terdapatnya nitrosamine pada pada
saliva perempuan penyuntil suku Karo di Pancur Batu.
2. Ada hubungan antara lama kebiasaan menyuntil dengan terdapatnya
nitrosamine, lama paparan menyuntil dengan terdapatnya nitrosamine, frekuensi
menyuntil dengan terdapatnya nitrosamine, dan komposisi tambahan menyuntil
dengan terdapatnya nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku Karo di
Pancur Batu.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik.
4.2. Tempat dan Waktu
Tempat : Pancur Batu dan Laboratorium Farmasi USU
Waktu : Bulan Februari sampai bulan Mei 2011
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah wanita suku Karo yang memiliki kebiasaan
menyuntil dengan usia 30 – 60 tahun di Pancur Batu.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian diperoleh dari populasi wanita suku Karo yang memiliki
kebiasaan menyuntil lebih dari 5 tahun dengan usia 30 – 60 tahun di Pancur Batu
yang dipilih dengan metode consecutive sampling, yaitu pemilihan sampel
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sampai jumlah subjek minimal dipenuhi.30
Dari sampel tersebut, diperoleh saliva hasil menyuntil.
4.3.2.1 Besar Sampel
Keterangan :
Zα : deviat baku alfa (nilai Zα yang dipakai adalah 5%, maka Zα = 1,64) P : proporsi kategori variabel yang diteliti (karena belum ada penelitian yang
dilakukan sebelumnya, maka nilai P = 0,5)
Q : 1 – P ( Q = 0,5)
d : presisi (nilai presisi yang ditentukan peneliti adalah 10 %)
Maka, berdasarkan perhitungan rumus, didapatkan besar sampel sebanyak 68
orang.
4.4 Kriteria Pemilihan Sampel
Sampel
Kriteria Eksklusi
Penyakit sistemik Kriteria Inklusi
1. Komposisi menyuntil
2. Kebiasaan menyuntil lebih dari 5 tahun
3. Lama paparan setiap satu kali menyuntil lebih dari 5 menit
4.5. Variabel Penelitian
4.6. Definisi Operasional
a. Nitrosamine adalah senyawa yang dibentuk dari amine sekunder bereaksi
dengan nitrogen oxide yang bersifat karsinogen21 dan terkandung dalam beberapa
komposisi menyuntil, yaitu dalam tembakau dan buah pinang.6,7-9
b. Saliva hasil menyuntil adalah saliva yang dihasilkan oleh kelenjar saliva
selama kegiatan menyuntil.
c. Lama kebiasaan menyuntil adalah kondisi yang menunjukkan lamanya
seseorang melakukan kebiasaan menyuntil dimulai dari waktu pertama kali sampai
saat penelitian dilakukan (tahun).3 Variabel bebas
Saliva hasil menyuntil
Lama kebiasaan menyuntil
Variabel tergantung
d. Lama paparan setiap kali menyuntil adalah kondisi yang menunjukkan
berapa menit seseorang menyuntil dan bahan tembakau berkontak dengan bagian
mukosa mulut dalam satu kali menyuntil.3
e. Frekuensi menyuntil adalah kondisi yang menunjukkan berapa kali
seseorang menyuntil dalam satu hari.3
f. Komposisi tambahan dalam menyuntil adalah beberapa bahan atau ramuan
yang ditambahkan dalam komposisi dasar menyuntil, yang terdiri dari: kemiri,
cengkeh, kayu manis, gula, dan sebagainya.13
g. Wanita suku karo usia 30 – 60 tahun adalah seorang wanita yang memiliki
usia 30 – 60 tahun saat penelitian dilakukan.
h. Banyak komposisi menyuntil adalah jumlah berat setiap bahan maupun
ramuan yang digunakan saat menyuntil.
i. Faktor diet adalah faktor yang berhubungan dengan makanan, minuman,
vitamin, dan obat yang dikonsumsi sehari – hari.
4.7. Alat dan Bahan Penelitian
4.7.1 Alat - alat:
1. Plat silica gel 60 GF254
2. Bejana kromatografi
3. TLC Visualizer (sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm)
4. Pot sampel
5. Pipa kapiler
6. Corong pisah
7. Erlenmeyer
8. Corong
9. Labu ukur
10. Magnetic stirer
11. Sprayer
12. Sarung tangan
13. Masker
14. Tissue
15. Alat tulis
4.7.2 Bahan - bahan:
1. Saliva penyuntil
2. Nitrosodimethylamine (Supelco)
3. Diphenylamine (Merck)
4. Palladium Chloride (Merck)
5. Dichloromethan (Merck)
8. Chloroform (Merck)
7. Methanol (Merck)
8. Sodium Chloride
Gambar 11. Plat silica gel 60 GF254
Gambar 13. Bejana Kromatografi
4.8. Cara Kerja
4.9 Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi
17:
1. Menggunakan tabel univariat, untuk melihat gambaran karakterisasi umum,
serta gambaran masing – masing variabel bebas dan tergantung, seperti: lama
kebiasaan menyuntil, lama paparan setiap menyuntil, frekuensi menyuntil, komposisi
tambahn dalam menyuntil, dan nitrosamine.
2. Menggunakan tabel bivariat, untuk melihat hubungan antara variabel bebas,
seperti: lama kebiasaan menyuntil, lama paparan setiap menyuntil, frekuensi
menyuntil, dan komposisi tambahan dalam menyuntil dengan variabel tergantung,
yaitu nitrosamine.
3. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi - Square, di mana tingkat
kemaknaan yang diinginkan adalah p < 0,05.
4.10 Alur Penelitian
Sampel saliva Pengambilan Saliva
Analisa Kualitatif Nitrosamine dengan Metode Kromatografi Lapisan Tipis
4.9 Masalah Etika
Penelitian berjudul Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil
Suku Karo di Pancur Batu telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian
Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor:
69/KOMET/FK USU/2011
Analisis Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi saliva yang mengandung
nitrosamine pada penyuntil wanita suku Karo di Pancur Batu. Subjek yang diteliti
adalah sebanyak 68 yang terdiri dari: 63 orang wanita dengan kebiasaan menyuntil
dan 5 orang wanita yang tidak menyuntil sebagai kontrol. Setiap subjek yang diteliti
diberikan pertanyaan sesuai dengan isi kuesioner terlebih dahulu dan harus memenuhi
beberapa kriteria inklusi, yaitu: lama kebiasaan menyuntil harus lebih dari 5 tahun,
lama paparan menyuntil harus lebih dari 5 menit/kali, frekuensi menyuntil harus lebih
dari 5 kali/hari, dan komposisi menyuntil harus mengandung tembakau. Selanjutnya,
subjek yang memenuhi kriteria inklusi diminta untuk menyuntil dan menampung
saliva hasil menyuntil ke dalam pot sampel sebanyak 50 ml.
Pot – pot sampel yang telah berisi sampel saliva disimpan dan disusun di
dalam kotak untuk dibawa ke Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU.
Sampel saliva kemudian disaring dengan corong yang dilapisi kain kasa, kemudian
hasil saringan diekstraksi dengan Dichloromethan sebanyak 25 ml. Hasil ekstraksi
diuapkan selama satu malam di dalam lemari asam. Hasil penguapan dilanjutkan
dengan beberapa tahapan pemeriksaan melalui Kromatografi Lapisan Tipis, seperti:
penotolan saliva pada plat silica gel , pengelusian plat dengan campuran Chloroform
dan Dichloromethan dengan perbandingan volume 9 : 1 di dalam bejana
ultra violet dengan panjang gelombang 366 nm untuk melihat noda violet. Noda
violet yang timbul pada plat saat disinari oleh sinar ultraviolet 366 nm menandakan
bahwa sampel saliva mengandung nitrosamine.
5.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapatkan beberapa
karakteristik umum subjek yang diteliti (tabel 3).
Tabel 3. PERSENTASE DISTRIBUSI FREKUENSI KARAKTERISTIK UMUM SUBJEK YANG DITELITI
Karakteristik Kelompok Dengan
Frekuensi Terbanyak
Alasan menyuntil Pikiran
(36,5%)
Adat istiadat (1,6%) Umur pertama kali menyuntil
(tahun)
27 – 33 dan 34 – 40 (22,2%)
48 – 54 (3,2%)
Aktivitas setelah menyuntil Berkumur (84,1%)
Berdasarkan tabel 3, maka dapat dideskripsikan beberapa karakteristik umum
umur 45 – 49 tahun (20,6%) dan umur penyuntil dengan frekuensi tersedikit adalah
pada kelompok 60 – 64 (4,8%).
Menurut pekerjaan, sebagian besar subjek yang diteliti adalah pedagang
(61,9%) dan tersedikit adalah tukang pijat (1,6%). Sementara itu, tingkat pendidikan
yang paling umum adalah SD (33,3%) dan yang paling jarang adalah Diploma dan
Sarjana (1,6%). Alasan menyuntil yang terbanyak disebabkan oleh pikiran (36,5%)
dan tersedikit adalah adat istiadat (1,6%). Lalu, umur pertama kali menyuntil yang
paling banyak frekuensinya adalah umur 27 – 33 tahun dan 34 – 40 tahun (22,2%)
dan tersedikit adalah umur 48 – 54 tahun (3,2%).
Aktivitas setelah menyuntil yang paling sering dilakukan adalah berkumur
dengan air (84,1%) dan yang paling sedikit adalah tidak melakukan apapun (15,9%).
Lalu, frekuensi menyikat gigi yang paling banyak dilakukan subjek yang diteliti
adalah sebanyak 2 kali/hari (84,1%) dan yang paling sedikit adalah sebanyak 3
kali/hari (3,2%).
Frekuensi mengkonsumsi daging yang paling sering dilakukan oleh subjek
yang diteliti adalah sebanyak 4 - 5 kali/bulan (34,9%), sedangkan jumlah frekuensi
mengkonsumsi ikan asin yang paling sering adalah sebanyak 8 – 11 kali/bulan
5.2 Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil Suku Karo
di Pancur Batu
Gambar 14 menunjukkan distribusi frekuensi ditemukan dan tidak
ditemukannya nitrosamine. Dari 63 orang penyuntil, sebanyak 59 orang (93,7%)
ditemukan adanya nitrosamine dan sebanyak 4 orang (6,3%) tidak ditemukan adanya
nitrosamine.
Gambar 14. Diagram prevalensi nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku Karo di Pancur Batu
5.3 Lama Kebiasaan Menyuntil Dengan Nitrosamine
Tabel 4 menunjukkan distribusi frekuensi antara lama kebiasaan menyuntil
dengan nitrosamine. Tabel ini menunjukkan bahwa prevalensi ditemukannya saliva
yang mengandung nitrosamine untuk setiap kelompok berdasarkan lama kebiasaan
menyuntil adalah ≥ 83,3 %. Tabel 4 juga menunjukkan hasil uji Chi-Square antara lama kebiasaan menyuntil dengan nitrosamine adalah hubungan yang tidak signifikan
dengan nilai p > 0,05. Ini berarti hipotesis penelitianditolak, yang artinya menyuntil
TABEL 5. HUBUNGAN NITROSAMINE ANTARA KELOMPOK KONTROL DENGAN KELOMPOK PENYUNTIL (LAMA KEBIASAAN)
Kelompok Kelompok lama kebiasaan
(tahun) Asymp.Sig
Tabel 5 menunjukkan hasil uji Chi-Square antara kelompok kontrol dengan
kelompok menyuntil (lama kebiasaan) dihubungkan dengan nitrosamine. Hasil yang
diperoleh dari uji ini adalah hubungan yang signifikan dengan nilai p < 0,05. Ini
berarti teori yang mengatakan bahwa nitrosamine dijumpai pada orang menyuntil
diterima.
5.4 Lama Paparan Menyuntil Dengan Nitrosamine
Tabel 6 menunjukkan distribusi frekuensi antara lama paparan menyuntil
dengan nitrosamine. Tabel ini menunjukkan prevalensi ditemukannya saliva
mengandung nitrosamine untuk setiap kelompok lama paparan menyuntil adalah
≥ 89,5%. Tabel 6 juga menunjukkan hasil uji Chi-Square antara lama paparan
menyuntil dengan nitrosamine adalah hubungan yang tidak signifikan dengan nilai
menyebabkan terdapatnya nitrosamine pada saliva dan tidak tergantung kepada lama
tidaknya keterpaparan menyuntil.
Tabel 6. LAMA PAPARAN MENYUNTIL DENGAN NITROSAMINE
Lama
TABEL 7. HUBUNGAN NITROSAMINE ANTARA KELOMPOK KONTROL
DENGAN KELOMPOK MENYUNTIL (LAMA PAPARAN)
Kelompok Kelompok Lama Paparan
(menit/kali) Asymp.Sig
Tabel 7 menunjukkan hasil uji Chi-Square antara kelompok kontrol dengan
kelompok menyuntil (lama paparan) dengan nitrosamine. Hasil yang diperoleh dari
uji ini adalah hubungan yang signifikan dengan nilai p < 0,05. Ini berarti teori yang
5.5 Frekuensi Menyuntil Dengan Nitrosamine
Tabel 8 menunjukkan distribusi frekuensi antara frekuensi menyuntil dengan
nitrosamine. Tabel ini menunjukkan bahwa prevalensi ditemukannya saliva
mengandung nitrosamine untuk setiap kelompok frekuensi menyuntil adalah
≥ 87,5%. Tabel 8 juga menunjukkan hasil uji Chi-Square antara frekuensi menyuntil
dengan nitrosamine adalah hubungan yang tidak dengan nilai p > 0,05. Ini berarti
hipotesis penelitian ditolak, yang artinya menyuntil dapat menyebabkan terdapatnya
nitrosamine pada saliva dan tidak tergantung kepada banyak tidaknya frekuensi
menyuntil.
Tabel 8. FREKUENSI MENYUNTIL DENGAN NITROSAMINE
TABEL 9. HUBUNGAN NITROSAMINE ANTARA KELOMPOK KONTROL DENGAN KELOMPOK MENYUNTIL (FREKUENSI)
Kelompok Kelompok Frekuensi
Menyuntil (kali/hari) Asymp.Sig
Kontrol
Tabel 9 menunjukkan hasil uji Chi-Square antara kelompok kontrol dengan
kelompok menyuntil (frekuensi) dengan nitrosamine. Hasil yang diperoleh dari uji ini
adalah hubungan yang signifikan dengan nilai p < 0,05. Ini berarti teori yang
mengatakan bahwa nitrosamine dijumpai pada orang menyuntil diterima.
5.6 Komposisi Tambahan Dalam Menyuntil Dengan Nitrosamine
Tabel 10 menunjukkan distribusi frekuensi antara komposisi menyuntil
dengan nitrosamine. Tabel ini menunjukkan bahwa prevalensi ditemukannya saliva
mengandung nitrosamine untuk setiap kelompok komposisi menyuntil adalah
≥ 92,2%. Tabel 10 juga menunjukkan hasil uji Chi-Square antara komposisi
menyuntil dengan nitrosamine adalah hubungan yang tidak signifikan, dengan nilai
p > 0,05. Ini berati hipotesis penelitian ditolak, yang artinya menyuntil dapat
menyebabkan terdapatnya nitrosamine pada saliva dan tidak tergantung kepada ada
Tabel 10. KOMPOSISI TAMBAHAN DALAM MENYUNTIL DENGAN
TABEL 11. HUBUNGAN NITROSAMINE ANTARA KELOMPOK KONTROL
DENGAN KELOMPOK MENYUNTIL (KOMPOSISI TAMBAHAN)
Kelompok Kelompok Komposisi Menyuntil Asymp.Sig
Kontrol
Daun sirih, gambir, kapur, tembakau 0,000*
Daun sirih, pinang, gambir, kapur, tembakau 0,000* Daun sirih, pinang, gambir, kapur, kemiri, tembakau 0,005* Uji Chi-Square, signifikan p < 0,05
Tabel 11 menunjukkan hasil yang signfikan (p < 0,05) antara kelompok
kontrol dengan kelompok menyuntil (komposisi tambahan). Ini berarti teori yang
BAB 6
PEMBAHASAN
Nitrosamine dalam saliva dapat dideteksi dengan menggunakan metode
Kromatogfrafi Lapisan Tipis (KLT).11 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
prevalensi saliva yang mengandung nitrosamine pada penyuntil wanita suku Karo di
Pancur Batu. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara lama kebiasaan menyuntil, lama paparan setiap menyuntil, frekuensi
menyuntil, dan komposisi yang digunakan dalam menyuntil terhadap adanya
nitrosamine.
Hubungan lama kebiasaan, lama paparan, frekuensi, serta komposisi
menyuntil dengan nitrosamine diuji secara statistik dengan menggunakan uji Chi -
Square, di mana tingkat kemaknaan yang diinginkan adalah p < 0,05.
6.1 Karakteristik Umum Perempuan Penyuntil Suku Karo di Pancur
Batu
Berdasarkan tabel 3, maka dapat dilihat beberapa karakteristik umum
penyuntil seperti: umur, pekerjaan, pendidikan, alasan menyuntil, umur pertama kali
menyuntil, aktivitas setelah menyuntil, frekuensi menyikat gigi, dan frekuensi makan
daging dan ikan asin.
Umur penyuntil dengan frekuensi terbanyak adalah pada kelompok umur 45 –
49 tahun (20,6%) dan umur pertama kali menyuntil terbanyak adalah pada kelompok
yang diteliti adalah pedagang (61,9%). Hasil penelitian ini berbeda bila dibandingkan
dengan penelitian terdahulu di Tanah Karo yang menemukan kebanyakan pekerjaan
dari subjek yang diteliti adalah petani.3 Ini mungkin disebabkan para penyuntil yang
bertani mulai memperdagangkan hasil pertaniannya sendiri di pasar, sehingga mereka
lebih condong menjawab pedagang sebagai pekerjaan utamanya. Sementara itu,
tingkat pendidikan yang paling umum adalah SD (33,3%). Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian terdahulu di Tanah Karo. Tingkat pendidikan dan pekerjaan menjadi hal
yang lumayan penting untuk diketahui sehingga dapat dijadikan pedoman tenaga
kesehatan dalam menyusun rencana penyuluhan kesehatan.
Alasan menyuntil yang terbanyak disebabkan oleh pikiran (36,5%). Pikiran
menjadi alasan menyuntil yang paling banyak dipilih mungkin disebabkan kandungan
arecoline dalam buah pinang yang dapat menyebabkan euphoria ringan.1
Aktivitas setelah menyuntil yang paling sering dilakukan adalah berkumur
dengan air (84,1%). Lalu, frekuensi menyikat gigi yang paling banyak dilakukan
subjek yang diteliti adalah sebanyak 2 kali/hari (84,1%). Berkumur dengan air minum
dipilih sebagai persentase terbanyak mungkin disebabkan cara ini lebih mudah dan
cepat membersihkan rongga mulut dari ampas – ampas bekas menyuntil bila
dibandingkan dengan menyikat gigi. Saat penelitian terlihat bahwa kebanyakan para
penyuntil ini selalu menyediakan botol air minum saat beraktivitas.
Temuan lain yang didapat saat penelitian ini adalah bahwa kebanyakan subjek
yang diteliti tidak menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur dan hanya berkumur
mulut penyuntil yang mengarah ke keadaan oral hygiene yang buruk. Adanya oral
hygiene yang buruk akan meningkatkan produksi nitrit dan berinteraksi dengan
komposisi menyuntil untuk mengkatalisasi pembentukan nitrsosamine dalam rongga
mulut.6 Aktivitas setelah menyuntil dan frekuensi menyikat gigi cukup penting
diketahui untuk mengetahui gambaran kepedulian para penyuntil terhadap oral
hygiene, sehingga dapat dijadikan acuan praktisi kesehatan bila ingin menyusun
program untuk penyuluhan kepada masyarakat.
Frekuensi mengkonsumsi daging yang paling sering dilakukan oleh subjek
yang diteliti adalah sebanyak 8 – 11 kali/bulan (95,2%), sedangkan jumlah frekuensi
mengkonsumsi ikan asin yang paling sering adalah sebanyak 20 – 23 dan 28 – 31
kali/bulan (36,76%). Pola diet sehari – hari yang dilakukan oleh subjek yang diteliti
cukup penting untuk diketahui, mengingat hasil penelitian Delfitri Munir pada suku
Batak di Medan dan sekitarnya yang menemukan hubungan yang bermakna antara
makan ikan asin yang merupakan salah satu sumber nitrosamine dengan terjadinya
salah satu tumor, yaitu karsinoma nasofaring.31
6.2 Prevalensi Nitrosamine Pada Saliva Perempuan Penyuntil Suku Karo
di Pancur Batu
Penelitian mengenai nitrosamine pada saliva penyuntil ini merupakan
penelitian pertama yang dilakukan di Pancur Batu, Sumatera Utara. Berdasarkan
gambar 14, maka nitrosamine sebagai bahan karsinogenik ditemukan pada saliva
perempuan penyuntil suku Karo di Pancur Batu sebanyak 93,7% (59 orang). Hal ini
saliva penyirih dan penyuntil.7,8-9 Namun, sebanyak 4 orang (6,3%) perempuan
penyuntil suku Karo di Pancur Batu tidak ditemukan adanya nitrosamine pada saliva
hasil menyuntilnya. Hal ini mungkin disebabkan ada pengaruh faktor lama kebiasaan,
lama paparan, frekuensi, dan komposisi dalam menyuntil, atau ada faktor – faktor lain
yang mempengaruhi tidak ditemukannya nitrosamine. Untuk menjawab kemungkinan
tersebut, maka akan coba dianalisis melalui tabel 4, 6, 8, dan 10.
Bila dianalisis dari lama kebiasaan (tabel 4), pada 4 subjek yang salivanya
tidak ditemukan nitrosamine, terdistribusi pada kelompok 6-11 tahun, 12-17 tahun,
24-29 tahun, dan 21 – 27 tahun yang merupakan kelompok dengan persentase
ditemukan nitrosamine ≥ 83,3%. Bila dianalisis dari lama paparan (tabel 6), pada 4 orang subjek yang tidak ditemukan nitrosamine dalam salivanya termasuk kelompok
15 menit/kali yang merupakan kelompok dengan persentase ditemukannya
nitrosamine≥ 89,5%.
Jika dianalisis dari frekuensi menyuntil (tabel 8), 4 orang yang melakukan
kebiasaan menyuntil ternyata dalam salivanya tidak ditemukan nitrosamine, padahal
ke 4 orang ini berada pada kelompok frekuensi menyuntil yang sama dengan
kelompok 10 – 11 menit/kali, 14 – 15 menit/kali, dan 20 – 21 menit/kali dengan
persentase ditemukannya nitrosamine≥ 87,5%.
Bila dianalisis dari komposisi menyuntil (tabel 10), 4 orang yang melakukan
kebiasaan menyuntil ternyata dalam salivanya tidak ditemukan nitrosamine, padahal
ke 4 orang ini berada pada kelompok dengan komposisi menyuntil daun sirih, pinang,
Setelah menganalisis keempat faktor, seperti: lama kebiasaan, lama paparan,
frekuensi, dan komposisi menyuntil, mengindikasikan ada faktor lain yang
menyebabkan 4 orang subjek tidak ditemukan nitrosamine pada salivanya. Faktor
lain yang menjadi kemungkinan adalah oral hygiene. Oral hygiene yang baik akan
menurunkan aktivitas enzim bakteri yang dapat memicu perubahan nitrat menjadi
nitrit, sehingga menghambat terjadinya nitrosasi dan terbentuknya nitrosamine.6
Nitrosamine tidak ditemukan pada ke 4 subjek yang diteliti mungkin karena
jenis tembakau yang digunakan berbeda dengan penyuntil lainnya, sehingga dapat
dijadikan salah satu saran untuk penelitian selanjutnya agar mengklasifikasikan jenis
tembakau yang digunakan setiap penyuntil, begitu juga dengan berat masing –
masing komposisi menyuntil. Kemungkinan lain yang dapat dijadikan alasan tidak
ditemukannya nitrosamine dalam ke 4 subjek ini adalah pengaruh makanan maupun
minuman yang dikonsumsi penyuntil sebelum saliva diambil yang berpengaruh
terhadap komposisi saliva dan akibatnya berpengaruh juga terhadap pembentukan
nitrosamine. Untuk itu, dibutuhkan penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih
menyeluruh mengenai peran faktor diet sebelum saliva hasil menyuntil diambil.
Selain itu, mungkin juga tidak ditemukannya nitrosamine dalam saliva
beberapa orang penyuntil ini disebabkan pola diet sehari – hari yang baik,
kemampuan tubuh memetabolisme bahan – bahan karsinogenik nitrosamine masih
berjalan dengan sempurna, kemampuan untuk memperbaiki DNA yang dirusak oleh
mutagen seperti nitrosamine juga masih baik, dan sistem imun tubuh untuk
6.3 Hubungan Lama Kebiasaan Menyuntil dengan Nitrosamine
Berdasarkan tabel 4 yang menggambarkan distribusi frekuensi lama kebiasaan
menyuntil dengan nitrosamine, menunjukkan bahwa prevalensi ditemukannya
nitrosamine pada saliva untuk semua kelompok lama kebiasaan menyuntil adalah
≥ 83,3% dan hasil ini mendukung teori yang menyatakan bahwa nitrosamine
dijumpai pada orang yang menyuntil.7,8-9
Hasil uji Chi – Square (tabel 4) menyatakan bahwa hubungan antara lama
kebiasaan menyuntil dengan nitrosamine tidak signifikan dengan nilai p = 0,703. Hal
ini mungkin disebabkan beberapa faktor, seperti: jumlah sampel untuk setiap
kelompok berbeda, oral hygiene6, diet31, jumlah bahan – bahan menyuntil yang
digunakan. Untuk itu, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyamakan
jumlah sampel setiap kelompok, memeriksa oral hygiene terlebih dahulu,
menganalisa diet sebelum saliva diambil, maupun menghitung berat setiap bahan –
bahan yang digunakan saat menyuntil.
6.4 Hubungan Lama Paparan Menyuntil dengan Nitrosamine
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa prevalensi ditemukannya
nitrosamine pada saliva untuk semua kelompok lama paparan menyuntil adalah
≥ 89,5% dan hasil ini mendukung teori yang menyatakan bahwa nitrosamine
dijumpai pada orang yang menyuntil.7,8-9
Hasil uji Chi – Square (tabel 6) menyatakan bahwa hubungan antara lama
paparan menyuntil dengan nitrosamine tidak signifikan dengan nilai p = 0,245. Hal
kelompok berbeda, oral hygiene6, diet31, jumlah bahan – bahan menyuntil yang
digunakan. Untuk itu, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyamakan
jumlah sampel setiap kelompok, memeriksa oral hygiene terlebih dahulu,
menganalisa diet sebelum saliva diambil, maupun menghitung berat setiap bahan –
bahan yang digunakan saat menyuntil.
6.5 Hubungan Frekuensi Menyuntil dengan Nitrosamine
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa prevalensi ditemukannya
nitrosamine pada saliva untuk semua kelompok frekuensi menyuntil adalah ≥ 87,5% dan hal ini mendukung teori bahwa nitrosamine dapat dijumpai salah satunya pada
orang yang menyuntil.7,8-9
Hasil uji Chi – Square (tabel 8) menyatakan bahwa hubungan antara frekuensi
menyuntil dengan nitrosamine tidak signifikan dengan nilai p = 0,801. Hal ini
mungkin disebabkan beberapa faktor, seperti: jumlah sampel untuk setiap kelompok
berbeda, oral hygiene6, diet31, jumlah bahan – bahan menyuntil yang digunakan. Untuk itu, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyamakan jumlah sampel
setiap kelompok, memeriksa oral hygiene terlebih dahulu, menganalisa diet sebelum
saliva diambil, maupun menghitung berat setiap bahan – bahan yang digunakan saat
menyuntil.
6.6 Hubungan Komposisi Menyuntil dengan Nitrosamine
Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa prevalensi ditemukannya
adalah ≥ 92,2%dan hal ini mendukung teori bahwa nitrosamine dapat dijumpai salah satunya pada orang yang menyuntil.7,8-9
Hasil uji Chi – Square (tabel 10) menyatakan bahwa hubungan antara
komposisi menyuntil dengan nitrosamine tidak signifikan dengan nilai p = 0,605. Hal
ini mungkin disebabkan beberapa faktor, seperti: jumlah sampel untuk setiap
kelompok berbeda, oral hygiene6, diet31, jumlah bahan – bahan menyuntil yang
digunakan. Untuk itu, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyamakan
jumlah sampel setiap kelompok, memeriksa oral hygiene terlebih dahulu,
menganalisa diet sebelum saliva diambil, maupun menghitung berat setiap bahan –
bahan yang digunakan saat menyuntil.
Dibandingkan dengan penelitian – penelitian terdahulu di luar Indonesia,
penelitian yang dilakukan di daerah Pancur Batu, Sumatera Utara ini masih banyak
memiliki kekurangan karena hanya menganalisa nitrosamine secara kualitatif, yaitu
ada atau tidak, bukan secara kuantitatif untuk menghitung kadarnya. Keterbatasan
dalam menguji secara kuantitatif ini disebabkan scanner Kromatografi Lapisan Tipis
belum dapat dioperasikan pada saat penelitian berlangsung, sehingga perlakuan yang
digunakan dari preparasi awal adalah kualitatif, maksudnya jumlah pengekstraksi,
jumlah hasil ekstraksi, waktu mengekstraksi, dan sebagainya tidak sama untuk
masing - masing sampel. Untuk itu, maka perlu dilakukan penelitian selanjutnya
untuk menganalisa kuantitatif nitrosamine di dalam saliva penyuntil.
Penelitian ini juga memiliki kekurangan disebabkan jumlah sampel yang
sampel yang digunakan harus sama. Penelitian ini juga tidak menghitung berat setiap
masing – masing komposisi menyuntil yang mungkin berpengaruh terhadap kadar
nitrosamine. Pemeriksaan oral hygiene secara klinis dan memeriksa diet juga tidak
dilakukan sebelum pengambilan sampel saliva hasil menyuntil, sehingga penelitan ini
belum begitu lengkap.
Berdasarkan penemuan nitrosamine pada saliva perempuan penyuntil suku
Karo di Pancur Batu, tidak dapat disimpulkan bahwa semua penyuntil mengalami dan
akan mengalami kanker rongga mulut, seperti yang diungkapkan oleh penelitian –
penelitian di India. Hal ini dikarenakan kanker, seperti salah satunya kanker rongga
mulut bukan hanya disebabkan satu faktor, seperti nitrosamine, melainkan multi
faktor, seperti: kekurangan vitamin A, E, atau C atau mungkin elemen lainnya,
melemahnya kemampuan untuk memetabolisme bahan – bahan karsinogenik,
melemahnya kemampuan untuk memperbaiki DNA yang dirusak oleh mutagen, dan
rusaknya sistem imun tubuh.27 Untuk itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut pada para
penyuntil wanita suku Karo di Pancur Batu untuk melihat hubungan antar
ditemukannya kanker rongga mulut dengan nitrosamine serta faktor – faktor lain
yang mungkin berperan dalam terbentuknya nitrosamine.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada hubungan yang
signifikan antara menyuntil dengan terdapatnya nitrosamine pada saliva penyuntil
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p < 0,05) dan terdapatnya nitrosamine tidak
tergantung kepada lama tidaknya kebiasaan menyuntil, lama tidaknya keterpaparan