• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan pengujian wadah semai berbahan dasar organik untuk pembibitan gmelina (gmelina arborea roxb.) Di persemaian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan dan pengujian wadah semai berbahan dasar organik untuk pembibitan gmelina (gmelina arborea roxb.) Di persemaian"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

GMELINA (

Gmelina arborea

Roxb.) DI PERSEMAIAN

TOMI SYAPUTRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Development and Testing of Organic Container Seedlings for forest tree production of Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) in the Nursery

by:

Tomi Syaputra and Sri Wilarso Budi R

Organic Container Seedlings (OCS) is a container seedling made from organic materials used for forest trees seedling production its easily decomposer. OCS have an advanlage compared to polybags and environmentally friendly. The objective of this study was to develop container seedling based organic matter materials for forest trees seedling stock production.

This study used Completely Randomized Experimental Design with 2 factors experiment, namely raw material composition and natural adhesive. The observed seedling growth, seedling height, seedling diameter, variables top root ratio and plants biomass. The data obtained were analyzed with F test (Analysis of Variance), further test and with Duncan multiple range test.

The result showed that the interaction between raw material composition and natural adhesive had highly significant effect on gmelina growth in the nursery. Raw material has highly significant effect on top root ratio and biomass plant. The raw material of news paper : compos 1:1 sive the best performance of seedling growth, and increased their height and diameter by 3.90% and 1.07% respectively, whereas the adhesive of tannin was better than tapioca.

(3)

Tomi Syaputra dan Sri Wilarso Budi R

Wadah semai organik adalah wadah semai yang terbuat dari bahan organik yang digunakan untuk pembibitan yang mudah terurai. Wadah semai memiliki keuntungan dibandingkan dengan polybag dan ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat wadah semai berbahan dasar organik untuk persediaan pembibitan benih.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan 2 faktor percobaan, yaitu komposisi bahan baku dan perekat alami. Pertumbuhan bibit yang diamati yaitu tinggi benih, diameter bibit, variabel rasio akar dan biomassa tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F (Analisis Varians), pengujian lebih lanjut dengan Uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi bahan baku dan perekat alami memiliki efek yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea) di persemaian. Bahan baku memiliki efek yang sangat signifikan pada rasio akar dan biomassa tanaman. Bahan baku kertas Koran Kompos memberikan pertumbuhan terbaik untuk pertumbuhan benih, dan meningkatkan tinggi dan diameter berturut-turut sebesar 3,90% dan 1,07%, sedangkan perekat tanin lebih baik dari tapioka.

(4)

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN WADAH SEMAI

BERBAHAN DASAR ORGANIK UNTUK PEMBIBITAN

GMELINA (

Gmelina arborea

Roxb.) DI PERSEMAIAN

TOMI SYAPUTRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina

(Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian adalah benar-benar hasil karya saya

sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan

sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(6)

Judul Penelitian : Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) di Persemaian

Nama Mahasiswa : Tomi Syaputra

NRP : E44050198

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS NIP : 19620210 198803 1 003

Mengetahui,

Plh. Ketua Departemen Silvikultur

Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si NIP 19660921 199003 2 001

(7)

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas

segala limpahan rahmat, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar

Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian.

Kegiatan penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium

Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Hasil penelitian yang diperoleh

diharapkan dapat mengurangi penggunaan polybag dalam pembibitan tanaman

sehingga dapat mereduksi pencemaran lingkungan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sri Wilaso Budi

R, MS. selaku dosen pembimbing.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan. Penulis berharap

skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Juli 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu, pada tanggal 23 Agustus 1986 sebagai

anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Tustin Dultahar (almh) dan

Jaurah Seta.

Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1993 di SD Negeri 46

yang diselesaikan sampai tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan

sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 4 Bengkulu selama tiga tahun

terhitung dari tahun 1999 sampai dengan 2002. Pendidikan tingkat menengah

diselesaikan di SMA Negeri 2 Bengkulu selama tiga tahun dan lulus pada tahun

2005. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi

Penerimaan Masuk Bersama IPB (SPMB).

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

organisasi kampus, di antaranya sebagai pengurus MAX (Music Agricultural

Expresions) periode 2005-2006, TGC (Tree Grower Community) periode

2007-2008, aktif dalam kepengurusan Asrama Sylvalestari periode 2006-2007, dan

Ketua Asrama Sylvalestari pada tahun 2009. Selain itu penulis pernah melakukan

Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Indramayu dan Taman Nasional

Gunung Ciremai, pada tahun 2007. Kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan

Pendidikan Gunung Walat dilakukan pada tahun 2008, dan Praktek Kerja Profesi

dilakukan di KPH Bogor pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar

Organik untuk Pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian,

(9)

Terselesaikannya penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari

dukungan berbagai pihak baik materiil maupun spirituiil. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan dan pintu

rahmat-Nya.

2. Nabi Muhammad SAW, sumber inspirasi dan suri tauladan bagi setiap

umatnya.

3. Kedua orang tua tercinta atas kasih sayang, nasehat dan doa yang tak pernah

terputus, kakak-kakakku tersayang Sepriadi, Popy Agustini, Tedi Martin, dan

segenap keluarga besar yang selalu memberikan dukungan.

4. Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, nasehat, serta arahan sejak dimulainya penelitian

sampai terselesainya penyusunan skripsi.

5. Bapak Prof.Dr.Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. selaku dosen penguji dan

Bapak Ir. Edje Djamhuri sebagai Ketua Sidang yang telah memberikan saran

serta kritik yang membangun.

6. Seluruh staf KPAP Silvikultur atas segala bantuannya.

7. Keluarga Besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan doanya.

8. Rifa Atunnisa, Devi, Atu Badariah, Fidrianingsih Fiona, Candra, dan

teman-teman Fahutan Angkatan 42 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(10)
(11)

3.3 Metode Penelitian... 13

3.3.1 Persiapan kontainer seedling organik... 13

3.3.1.1 Penyiapan bubur kertas ... 13

3.3.1.2 Penyiapan bahan baku pencampur bubur kertas ... 13

3.3.1.3 Pencampuran ... 14

3.3.1.4 Pemberian perekat ... 14

3.3.1.5 Pencetakan ... 14

3.3.2 Persiapan benih gmelina (Gmelina arborea Roxb.) ... 15

3.3.3 Perkecambahan benih... 15

3.3.4 Penyapihan semai ... 15

3.3.5 Pemeliharaan setelah Penyapihan ... 16

3.3.6 Pemanenan bibit ... 16

3.3.7 Pengamatan pertumbuhan ... 16

3.4 Rancangan Penelitian ... 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 20

4.1.1 Pertumbuhan Tinggi Semai Gmelina ... 20

4.1.2 Pertumbuhan Diameter Semai Gmelina ... 23

4.1.3 Nisbah Pucuk Akar... 25

4.1.4 Berat Kering Total ... 27

4.1.5 Hasil Analisis Kimia Kontainer Seedling ... 29

4.2 Pembahasan ... 31

4.2.1 Pengaruh Perlakuan Media Kertas Koran terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata

pertumbuhan tinggi semai gmelina ... 20

2. Uji Duncan interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi ... 20

3. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan tinggi ... 21

4. Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan tinggi ... 22

5. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata pertumbuhan diameter semai gmelina ... 23

6. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan diameter ... 23

7. Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter ... 24

8. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nisbah pucuk akar semai gmelina ... 25

9. Uji Duncan interaksi perlakuan nisbah pucuk akar... 25

10. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap nisbah pucuk akar ... 26

11. Uji Duncan pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar ... 26

12. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nilai Berat Kering Total ... 28

13. Nilai Berat Kering Total ... 28

14. Hasil analisis kimia kontainer seedling ... 29

(13)

No. Halaman

1. Pencetakan kontainer; (a) Pengovenan, (b) Perapihan ... 14

2. Bagan Alur Kegiatan Penelitian ... 19

3. Grafik pertumbuhan tinggi semai gmelina selama 12 minggu ... 22

4. Hasil pengukuran diameter semai gmelina pada awal dan akhir pengamatan .... 24

5. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Berat Kering Akar

dan Berat Kering Pucuk ... 27

6. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Nisbah Pucuk Akar ... 27

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi Analisis sidik ragam tinggi semai Gmelina ... 42

2. Rekapitulasi Analisis sidik ragam diameter semai Gmelina ... 42

3. Rekapitulasi Analisis sidik ragam nisbah pucuk akar semai Gmelina ... 42

4. Rekapitulasi Analisis sidik ragam biomassa semai Gmelina ... 42

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Departemen Kehutanan telah menurunkan laju deforestasi dan degradasi

hutan dan lahan dari 2,83 juta ha/tahun pada tahun 1999-2000 menjadi 960.000

ha/tahun pada tahun 2000-2006, selain itu juga telah menurunkan lahan yang

terdegradasi atau kritis dari 59,3 juta ha sebelum tahun 2005 menjadi 28 juta ha

setelah tahun 2008 (Masyud 2009). Kerusakan hutan tersebut menyebabkan

semakin berkurangnya luas hutan. Diperkirakan luas hutan yang tersisa saat ini

adalah kurang dari 60 juta Ha atau setengah dari total kawasan hutan seluas 120

juta Ha (Saputra 2009). Sementara itu, data dari Departemen Kehutanan pada

tahun 2010 menunjukkan sebanyak 26 juta hektar hutan di Indonesia telah dijarah

total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Menurut Hasan (2010), sekitar

70 persen dari luas daratan Indonesia adalah kawasan hutan, yaitu sekitar 130 juta

ha luas hutan Indonesia. Dari luas 130 juta hektar, 43 juta ha merupakan hutan

primer atau sekitar 4,2 persen. Namun kondisi saat ini 42 juta ha sudah tidak

berhutan lagi, mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak. Laju deforestasi

hutan di Indonesia paling besar disebabkan oleh kegiatan industri, terutama

industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH sehingga mengarah pada

pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik

setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan)

sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World

Bank adalah 22 juta kubik meter setahun. Penyebab kerusakan hutan di Indonesia

yang lainnya yaitu disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan)

menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa

sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.

Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, sekitar 42 juta Ha perlu

direhabilitasi, ditambah dengan lahan-lahan hutan yang ditebang setiap tahunnya.

(Hasan 2010). Dalam upaya untuk memenuhi kegiatan rehabilitasi hutan tersebut,

maka dilakukan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) yang

(16)

2

GERHAN seluas 42 juta Ha dengan perhitungan minimal 4,2 milyar pohon, maka

kebutuhan polybag yang diperlukan adalah sebanyak 14.000 ton.

Keuntungan menggunakan polybag diantaranya yaitu biaya lebih murah

untuk pembelian polybag dibandingkan pot, mudah dalam perawatan,

pengontrolan/pengawasan per individu tanaman lebih jelas untuk pemeliharaan

tanaman seperti serangan hama/penyakit, kekurangan unsur hara, tanaman

terhindar dari banjir, tertular hama/penyakit, polybag mampu ditambahkan bahan

organik/pupuk kandang sesuai takaran, menghemat ruang dan tempat penanaman,

komposisi media tanam dapat diatur, serta nutrisi yang diberikan dapat langsung

diserap oleh akar tanaman. Adapun kerugiannya adalah benda bermaterial plastik

menyisakan masalah bagi lingkungan. Selain itu, kelemahan menggunakan

polybag adalah polybag mempunyai daya tahan terbatas (maksimal 2-3 tahun)

atau 2-3 kali pemakaian untuk media tanam, kurang cocok untuk usaha skala

besar, produktivitas tidak maksimal dibandingkan pada lahan, media tanam akan

terkuras/berkurang unsur organik dan media lainnya. Kebanyakan polybag terbuat

dari polyethylene yang merupakan produk dari industri minyak bumi. Tidak hanya

ada masalah dengan daya urai kantong plastik ini, tetapi juga masalah bahan kimia

yang dilepaskan sebagai bagian dari proses pembusukan, organo-chlorine (sangat

beracun), methane (gas rumah kaca yang memberikan kontribusi untuk

pemanasan global) dan nitrous oxide (Marzoeki 1995).Sebagai perbandingan,

plastik konvensional membutuhkan waktu ratusan tahun agar dapat

terdekomposisi dengan alam, maka sebagai alternatif pengganti polybag yaitu

penggunaan wadah semai organik yang memiliki waktu untuk terdekomposisi

dengan alam lebih cepat dibandingkan dengan polybag.

Untuk mengatasi kelemahan dari penggunaan polybag, maka perlu adanya

alternatif pengganti polybag yang ramah lingkungan yaitu wadah semai berbahan

dasar organik. Wadah semai organik terbuat dari kertas koran bekas dicampur

dengan serasah daun dan campuran kompos. Untuk memperkuat wadah semai

(17)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji wadah semai

berbahan dasar organik untuk pembibitan Gmelina arborea.

1.3 Hipotesis

Bahan dasar wadah semai dan perekat berpengaruh terhadap pertumbuhan

semai Gmelina arborea di rumah kaca.

1.4 Manfaat

Mengurangi penggunaan polybag dalam pembibitan tanaman sehingga

(18)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polybag

2.1.1 Bahan Dasar

Polybag yang mempunyai bahan dasar plastik dapat merusak lingkungan

tanah. Polybag memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat didegradasi oleh

mikroorganisme di dalam tanah. Meskipun polybag dapat digunakan sebagai

media tanam untuk tanaman, saat ini penggunaan polybag sangatlah tidak ramah

lingkungan. Hal ini dikarenakan bahan dasar polybag ini terbuat oleh

polyethylene, yaitu molekul polimer yang sangat panjang dan besar serta terikat

dengan sangat kuat sehingga sulit dipisahkan atau diasimilasi oleh bakteri

dekomposer (Marzoeki 1995).

2.1.2 Dekomposisi

Dalam penggunaannya sebagai media tanam, polybag bersifat sementara

karena hanya digunakan ketika di rumah kaca saja, setelah di lapangan akan

dibuang dan menjadi sampah. Menurut Marzoeki (1995) plastik akan terurai di

dalam tanah setelah 500-1000 tahun.

2.1.3 Potensi Pencemaran

Menurut Marzoeki (1995), sampah plastik bisa menyumbat saluran air,

mengotori lingkungan, mengakibatkan pendangkalan sungai dan mengganggu

struktur tanah. Sampah plastik yang terkumpul dalam tanah akan membentuk

lapisan kedap air, sehingga mengganggu masuknya air ke dalam tanah. Gangguan

masuknya air ke dalam tanah bisa mengakibatkan banjir di musim hujan.

Sementara itu jika lapisan sampah plastik berada dibawah tanah yang ditumbuhi

tanaman akan menyebabkan tanaman tersebut kesulitan untuk mendapatkan air

sehingga pertumbuhannya terganggu.

Pencemaran plastik secara kimiawi akan terjadi bila ada pembakaran

sampah plastik. Bahan plastik yang mengandung klorin, misalnya polivinilklorida

(PVC) jika dibakar akan mengeluarkan asap pedas yang mengandung

bahan-bahan organoklorin yang membahayakan kesehatan, seperti gas hydrogen klorida

(HCl) dan dioksin. Gas HCl bila terhisap paru-paru bersama butir-butir air yang

(19)

bisa bereaksi dengan bahan-bahan campuran dalam PVC yang ikut terurai ketika

dibakar.

Bahan berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran plastik PVC

adalah dioksin yang bisa merusak kesehatan dan diduga bisa menyebabkan

penyakit kanker. Dioksin yang masuk ke dalam tubuh, sekalipun dengan dosis

rendah, bisa menimbulkan gangguan sistem reproduksi, sistem kekebalan dan

gangguan hormonal. Adanya sampah plastik ini juga dapat menyebabkan polusi

udara, konsumsi berlebih, karena penggunaan minyak, gas, batubara yang

digunakan dalam proses pembuatan plastik.

2.2. Bahan Organik 2.2.1 Kertas Koran

Kertas Koran adalah kertas yang dibuat khusus untuk mencetak surat

kabar. Spesifikasi kertas koran harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu

komposisi lembaran mengandung pulp mekanis atau pulp bagas rendemen tinggi

minimal 65% dan mempunyai gramatur berkisar antara 45-55gr/m2 (Anonimous,

1980 dalam Ahir, 2005).

Menurut Arlov (1997) dalam (Ahir 2005), kertas koran biasanya

mengandung 80-85% pulp mekanis dan 15-20% pulp kimia yang ditambahkan

untuk meningkatkan kekuatan kertas yang dihasilkan, sehingga tidak mudah

putus. Sedangkan Macdonald dan Frankin dalam Ahir (2005), menyebutkan

bahwa kertas koran dibuat dari pulp mekanis dengan jumlah 75-80%. Kertas

koran dapat dibuat dari kayu, bagase, merang, bamboo dan bahan-bahan berserat.

Menurut Kleinau (1987) dalam (Ahir 2005), kertas bekas biasanya

mengandung beberapa material asing seperti tinta, bahan pelapis, kotoran yang

menempel, klip kertas dan lainnya. Oleh karena itu proses yang utama dalam

pendaur ulangan kertas bekas adalah menghilangkan material yang

mengkontaminasi kertas, sehingga serat selulosa yang terdapat didalam kertas

bekas dapat diolah kembali.

Keterbatasan sumber serat yang ada di alam mengakibatkan serat sekunder

sebagai bahan baku kertas semakin meningkat. Serat sekunder dapat diperoleh

dari hasil pengolahan kembali kertas bekas. Untuk industri yang terintegrasi,

(20)

6

Serat sekunder dapat digunakan 100% karena mengandung serat pendek dan serat

panjang.

Kertas koran memiliki peran yang penting, yaitu sebagai salah satu media

komunikasi. Setelah digunakan biasanya kertas koran tidak berguna lagi dan

dibuang. Usaha pemanfaatan kertas koran bekas untuk pulp dan kertas daripada

hanya membuang saja merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada sumber

bahan baku konvensional, khususnya kayu yang dewasa ini potensinya semakin

terbatas. Dikatakan Fengel dan Wegener (1995) dalam Ahir (2005), limbah kertas

sudah merupakan sumber serat yang tidak dapat ditinggalkan dan bahkan akan

menjadi penting dikemudian hari disebabkan oleh perbaikan tekhnik pembuatan

wadah semai.

2.2.2 Serasah

Serasah merupakan materi organik mati yang terdapat di lantai hutan,

sebagian besar tersusun atas tumbuhan mati dan potongan organ, sehingga

produksi serasah dapat didefinisikan sebagai berat material yang mati dalam luas

area tertentu per satuan waktu. Perkiraan jumlah dan komposisi guguran serasah

diperlukan untuk mengetahui siklus nutrient, produksi primer dan menentukan

struktur dan fungsi ekosistem sehingga studi kualitatif jatuhan serasah diperlukan

dalam ekologi hutan. Meskipun begitu rata-rata produksi hutan diseluruh dunia

bervariasi menurut struktur vegetasi, umur tegakan, kondisi geografis

(kemiringan) dan perubahan iklim musiman. Mann (1986) dalam Ahir (2005),

mengemukan bahwa daun-daun di atas tersusun dari 16% berat kering bebas abu

sebagai protein dan yang baru jatuh kandungan proteinnya sekitar 3,1%,

sedangkan yang terdekomposisi menjadi partikulat detritus, mengalami

peningkatan kandungan protein mencapai 22%. Detritus ini merupakan sumber

makanan yang bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis hewan.

2.2.3 Kompos

Tanaman agar dapat berkembang memerlukan makanan berupa zat-zat

(unsur) hara di dalam tanah. Keberadaan unsur hara dalam tanah sangat terbatas,

bahkan setiap hari diisap oleh tanaman di atasnya. Apabila tidak diimbangi

(21)

hara. Untuk menjaga ketersediaan unsur hara di dalam tanah, biasanya dilakukan

pemupukan.

Pupuk yang diberikan untuk menambah unsur hara ada dua macam

ditinjau dari bahan bakunya, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

organik atau disebut pula kompos adalah pupuk yang terbuat dari dedaunan,

batang, ranting yang melapuk, atau kotoran hewan. Adapun pupuk anorganik

adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti urea, ZA, TSP, SP-36,

KCl.

Persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relatif tinggi

sehingga petani cenderung menggunakan pupuk ini. Namun, pada saat ini harga

pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCl) semakin naik. Untuk itu, perlu dicarikan

pemecahannya yaitu menggunakan kompos. Kompos merupakan semua bahan

organik yang telah mengalami degradasi, penguraian, pengomposan sehingga

berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna

kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Bahan organik ini berasal dari dedaunan, batang,

ranting yang melapuk, atau kotoran hewan. Adapun humus adalah hasil proses

humifikasi atau perubahan-perubahan lebih lanjut dari kompos. Proses humifikasi

ini dapat berlangsung hingga ratusan tahun (Hetty 1999).

2.3 Perekat Alami

2.3.1 Tanin

Industri bubur kertas banyak menyisakan limbah yang tak terpakai, yaitu

berupa kulit kayu. Selama ini kulit kayu akasia (Acacia mangium) belum

dimanfaatkan dengan baik. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, kulit kayu

akasia yang berasal dari limbah industri pulp ini bisa dimanfaatkan untuk perekat

kayu lapis. Dengan demikian, penggunaan perekat urea fomaldehida yang

berbahaya bagi kesehatan dan tidak ramah lingkungan bisa ditekan. Pada

perkebunan tanaman industri pulp atau bubur kertas, pohon akasia menjadi

andalan. Tanaman ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan beberapa

jenis tanaman lainnya. Selain batang pohonnya cocok dijadikan bubur kertas,

tanaman ini mempunyai kadar selulosa tinggi dan mampu tumbuh dengan cepat.

Pada umur enam hingga delapan tahun, tanaman akasia (Acacia mangium) yang

(22)

8

bisa dipanen. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 800 ribu ha Hutan

Tananam Industri (HTI) untuk jenis akasia. Hampir semua kayu yang dihasilkan

digunakan untuk produksi pulp (bubur kertas) sebagai bahan dasar kertas.

Namun, industri pulp tidak mengambil seluruh bagian dari pohon akasia

untuk dijadikan bubur kertas. Hal ini dikarenakan tidak semua bagian pohon

akasia sesuai untuk dijadikan pulp. Contoh yang belum dimanfaatkan adalah kulit

kayu akasia. Kulit kayu ini pada industri kertas hanya dibiarkan menjadi limbah

tak terurus dengan jumlah sekitar puluhan ton per hari. Limbahnya begitu banyak

dan belum termanfaatkan dengan baik. Hingga kini belum ada upaya pemanfaatan

limbah kulit kayu untuk didaur ulang atau untuk keperluan lain. Padahal kulit

kayu akasia masih menyimpan potensi untuk dikembangkan (Subiyakto 2008).

Potensi yang bisa dimanfaatkan pada limbah ini, menurut Subiyakto,

adalah polipenol alam, yaitu tanin yang terdapat pada serbuk kulit kayu akasia.

Tanin ini, menurut beberapa penelitian, berguna dalam proses perekatan.

Berdasarkan hasil ekstraksi kulit kayu akasia, ternyata terdapat kadar tanin sebesar

40 persen. Kadar tanin ini dalam penelitian begitu reaktifit terhadap urea

formaldehida, yaitu perekat pada industri kayu lapis.

Menurut Karlinasari (2002), tanin adalah senyawa organik yang terdiri

dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari unsur C, H, O, dan

mengandung senyawa polifenolik. Berdasarkan struktur kimianya tanin dapat

digolongkan menjadi 2 macam yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.

Tanin terhidrolisis adalah ester dari asam galat atau asam fenol karbonat lainnya

yang merupakan turunan dari asam galat dengan alkohol multivalen atau gula

yang dapat dipecah menjadi unit bermolekular rendah oleh enzim yang

terhidrolisis atau oleh asam. Karena kereaktifannya yang rendah terhadap

formaldehida maka tanin terhidrolisis menjadi tidak penting pada produksi

perekat.

Untuk menekan emisi yang tidak ramah terhadap kesehatan, pemanfaatan

tanin merupakan sebuah alternatif terobosan. Manfaat tanin yang terdapat pada

serbuk kulit kayu akasia bisa digunakan sebagai perekat tambahan (filler) dalam

proses perekatan kayu lapis. Serbuk kulit kayu akasia juga mampu meningkatkan

(23)

yang digunakan sehingga lebih aman untuk kesehatan dan mengurangi biaya

produksi kayu lapis. Dari sisi ekonomi, pemanfaatan serbuk kulit kayu akasia

membuat ongkos produksi kayu lapis lebih ekonomis (Subiyakto 2008).

2.3.2 Tapioka

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak dapat dimakan. Untuk pemasaran

yang memerlukan waktu yang lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk

lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, keripik

singkong dan lain-lain.

Kegunaan tepung tapioka yang terbuat dari ubi kayu adalah sebagai bahan

pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang

dan terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi

kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.

Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan

oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan

buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak

digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam

industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim,

pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Ampas tapioka banyak

dipakai sebagai campuran makanan ternak.

Menurut Radiyanti dan Agusto (1990), pada umumnya masyarakat di

Indonesia mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus.

Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih

kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak

mengandung gumpalan lagi.

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.

2. Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga

kandungan airnya rendah.

3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu

yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan

zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.

(24)

10

hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.

2.4 Tinjauan Umum Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)

2.4.1 Taxonomi Gmelina

Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)

termasuk dalam suku Verbenaceae. Nama perdagangan yang umum dikenal

adalah Gmelina, di Indonesia secara umum dikenal dengan nama Gmelina.

Sedangkan di beberapa tempat terkenal dengan nama diantaranya yaitu : Arakoko,

koko, kayu titi (Maluku dan Irian Jaya), yemane, mai saw (Burma), gamar

(Bangladesh), gumbar, shiwan (India), dan so-maeo (Thailand) (Martawijaya

1995).

Klasifikasi morfologi Gmelina sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Spesies : Gmelina arborea Roxb.

2.4.2 Penyebaran

Penyebaran alami Gmelina adalah di Nepal, India, Pakistan, Bangladesh,

Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Cina Selatan. Di hutan alam

jenis ini selalu tersebar dan berkelompok dengan jenis yang lain. Dijumpai di

hutan yang selalu hijau di Myanmar dan Bangladesh, dan hutan kering

menggugurkan daun di India Tengah. Sudah ditanam luas di berbagai negara Asia

Tenggara termasuk Indonesia, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia

jenis ini termasuk kayu asing (exotic spesies) dan mendapat prioritas dalam

rangka pembangunan Hutan Tanaman Industri (Sukajadi 1992).

2.4.3 Botani/Morfologi Gmelina

Tanaman Gmelina (G. arborea) merupakan pohon dengan ukuran sedang,

tinggi dapat mencapai lebih (30-40) meter, batang silindris, diameter rata-rata

(25)

kelas kuat III-IV, dan kelas awet III. (Martawijaya 2005). Kulit halus atau

bersisik, warna coklat muda sampai abu-abu. Ranting halus licin atau berbulu

halus. Bunga kuning terang, mengelompok dalam tandan besar (30-350 bunga per

tandan). Daun bersilang, bergerigi, atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran

10-25 cm x 5-18 cm. Bunga sempurna, panjang mencapai lebih dari 10-25 mm,

berbentuk tabung dengan 5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari, penyerbukan

umumnya dilakukan dengan bantuan lebah.

Buah Gmelina berupa buah berdaging dengan panjang 20-35 mm, kulit

mengkilat, mesokarp lunak, agak manis sedangkan bijinya keras seperti batu,

panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung yang lain runcing.

menggugurkan daun. Di luar sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan

dan pembuahan tidak jelas, bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun.

Buah masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan (Martawijaya 2005).

2.4.4 Teknik silvikultur

Tanaman G.arborea dapat diproduksi dengan biji, stump, dan stek. Bahan

untuk keperluan biji ini dikumpulkan dari tegakan yang baik agar diperoleh

tegakan yang baik (Alrasyid dan Widiarti 1992).

Biji atau benih dapat dilakukan penyimpanan pada wadah kedap udara.

Biji atau benih dikumpulkan lebih baik ketika buah masih hijau atau kuning. Daya

kecambah benih dari buah coklat atau hitam sangat rendah. Biji yang mengapung

dalam air sebaiknya tidak dipakai. Benih tidak mengalami dormansi dan tidak

memerlukan perlakuan pendahuluan. Benih yang akan ditabur sebaiknya

direndam dalam air dingin selama 24-48 jam. Benih umumnya cepat berkecambah

dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih dari 100% karena dari satu biji

tumbuh lebih dari satu kecambah. Kecambah Gmelina termasuk epigeal

(kotiledon terangkat dari permukaan tanah). Bibit Gmelina ditanam pada musim

(26)

12

meter. Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu

sejenis semut perusak daun dan Calapepla leayana yaitu umumnya menyerang

daun tunas dan ranting pohon (Sukajadi 1992).

2.4.5 Pemanfaatan

Gmelina (G.arborea Roxb.) ringan dan memiliki berat jenis 0,42-0,64.

Pada mulanya pohon ini dikenal sebagai penghasil kayu energi, karena kayunya

menghasilkan arang berkualitas terbaik, kurang berasap, dan cepat terbakar.

Pohon ini juga dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan partikel, core

kayu lapis, korek api, peti kemas, dan bahan kerajinan kayu (Alrasyid 1991).

Martawijaya (1995) menambahkan, bahwa kayu Gmelina bisa juga untuk bahan

venir dan kayu lapis, papan partikel dan moulding.

Kayu Gmelina menghasilkan pulp yang berkualitas baik. Pulp semi

campuran sesuai digunakan sebagai papan karton atau kertas tulis kualitas rendah,

namun pulp (kraft) sesuai digunakan sebagai kertas tulis yang berkualitas tinggi.

Akar, kulit batang, daun, buah dan benih dari gemelina digunakan sebagai

pengobatan bagi masyarakat Hindu. Buah dan kulit kayu Gmelina digunakan

sebagai obat penyakit hati. Gmelina sering ditanam pada kebun kopi dan coklat

untuk melindungi pohon muda dan untuk menekan rumput yang berbahaya. Daun

dari Gmelina digunakan sebagai makanan ternak. Bunga dari Gmelina

menghasilkan nektar yang melimpah yang akan menghasilkan madu yang

berkualitas tinggi (Soerianegara dan Lemmens 1994).

2.4.6 Hama dan Penyakit

Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu

sejenis semut perusak daun dan Calapepla leayana yaitu umumnya menyerang

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium Silvikultur

Fakultas Kehutanan IPB Darmaga selama enam bulan dimulai dari bulan April

sampai dengan September 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : semai Gmelina

berumur 2 minggu (benih berasal dari laboratorium Silvikultur Fakultas

Kehutanan IPB) koran bekas, arang sekam, pasir, pupuk aneka kompos, kulit kayu

akasia (Acacia mangium), tepung tapioka, serasah yang telah dihaluskan, dan cat.

Alat yang digunakan yaitu alat pencetak kontainer, alat tulis, cangkul,

kompor, drum berukuran besar, ember, gelas ukur, gunting, calliper, kamera

digital, kalkulator, kertas label, korek api, oven, panci, plastik, rak policup, neraca

Ohauss, dan seperangkat komputer.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Persiapan wadah semai organik

3.3.1.1 Penyiapan bubur kertas.

Kertas koran disobek-sobek menjadi ukuran 10 cm x 10 cm kemudian

direndam dengan air dalam drum selama 5-6 hari. Setelah kertas koran menjadi

bubur kemudian diambil untuk dilakukan penyaringan yang berguna untuk

mengurangi kadar air. Pengurangan kadar air bisa juga dilakukan dengan

melakukan peremasan pada bubur kertas koran dengan menggunakan tangan.

3.3.1.2 Penyiapan bahan baku pencampur bubur kertas.

Bahan pencampur yang digunakan adalah serasah daun yang berasal dari

jenis jati (Tectona grandis), dimana serasah tersebut sebelumnya dilakukan

penghalusan, agar memudahkan pencampuran dengan bubur kertas dan pupuk

kompos yang dijual di pasar. Tannin yang merupakan extraksi dari kulit kayu

(28)

14

3.3.1.3 Pencampuran

Pencampuran antara pulp atau bubur kertas dengan bahan pencampur

lainnya dengan perbandingan sebagai berikut:

1. Kertas koran 100% (KKO)

2. Kertas koran 100% + Perekat Tanin 5% (KKTn5)

3. Kertas koran 100% + Perekat Tapioka 5% (KKTp5)

4. Kertas koran + Serasah (50:50) (KKSrO)

5. Kertas koran + Serasah + Perekat Tanin 5% (KKSrTn5)

6. Kertas koran + Serasah + Perekat Tapioka 5% (KKSrTp5)

7. Kertas koran + Kompos (50:50) (KKKO)

8. Kertas koran + Kompos (50:50) + Perekat Tanin 5% (KKKTn5)

9. Kertas koran + Kompos (50:50) + Perekat Tapioka 5% (KKKTp5)

3.3.1.4 Pemberian perekat

Perekat yang digunakan berasal dari tepung tapioka dengan konsentrasi

5%, tanin 5%, dan tanpa perekat (0%). Semua bahan pada tahapan sebelumnya

dilakukan pencampuran dengan tahapan ini. Pengadukan dilakukan secara manual

dan diharapkan dalam pengadukan semerata mungkin agar media dan perekat

benar-benar menyerap. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah berapa

jumlah air yang harus diberikan pada saat pembuatan perekat dan berapa kadar air

yang terdapat pada media. Hal ini untuk menghindari agar tidak terjadi kelebihan

dalam pemberian air, baik terhadap pembuatan perekat itu sendiri maupun kadar

air yang terdapat di dalam koran.

3.3.1.5 Pencetakan

Pencetakan dilakukan secara manual dengan menggunakan alat pencetak

wadah semai. Kontainer di oven pada suhu 800 C selama 2 hari (Gambar 1a),

setelah itu dilakukan perapihan dengan memotong bagian bawah kontainer agar

dapat berdiri (Gambar 1b).

(29)

3.3.2 Persiapan Benih Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)

Benih Gmelina berukuran kecil dan keras. Pada penelitian ini perlakuan

benih sebelum proses penyapihan adalah benih direndam dengan menggunakan

air selama 24 jam. Setelah perendaman benih ditabur ke dalam media semai.

3.3.3 Perkecambahan benih

Persiapan media. Media yang digunakan dalam pengecambahan adalah

pasir halus, sedangkan untuk media sapih digunakan media dengan komposisi

tanah (subsoil) dicampur dengan arang sekam dengan perbandingan 1:1.

Perkecambahan benih. Benih Gmelina dikecambahkan berasal dari

laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Dramaga. Benih Gmelina

(Gmelina arborea (Roxb.)) sebanyak 1 kg disebar secara merata pada bak

kecambah berukuran ± 25 cm x 30 cm. Sebelum benih ditabur dapat dicampur

dengan pasir halus agar tersebar merata. Perbandingan benih dan pasir adalah 1:1

(v/v). Pemeliharaan selama pengecambahan yaitu dengan menyiram dua kali

sehari, pagi dan sore.

3.3.4 Penyapihan semai

Setelah benih Gmelina tumbuh menjadi semai dan memiliki 2-3 pasang

daun selebar ±0,7-1 cm, semai dipindahkan kedalam wadah semai organik yang

berisi media campuran berupa tanah (subsoil) sebanyak 2/3 volume dari wadah

semai organik, dan arang sekam.

Teknik penyapihan semai Gmelina dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Persiapan media penyapihan. Media yang digunakan berupa campuran

tanah subsoil dan arang sekam dengan perbandingan 1:1. Ditempatkan

dalam wadah semai organik dan disiram sampai jenuh.

b. Pencabutan semai dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar.

Sebelum semai dicabut, media pengecambahan disiram sampai basah,

tujuannya agar mempermudah semai untuk dicabut. Saat pencabutan,

media pengecambahan diusahakan terbawa agar akar tetap utuh dan tidak

rusak.

c. Penanaman dalam wadah semai organik dengan cara melubangi tanah

(30)

16

tersebut hingga bagian akar terbenam, kemudian dilakukan penyiraman

secara hati-hati agar semai yang baru ditanam tidak roboh.

Jumlah semai yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 50 kali ulangan.

3.3.5 Pemeliharaan setelah Penyapihan

Pemeliharaan semai yang meliputi pembersihan media dari rumput

(gulma), penyiraman tanaman yang dilakukan setiap hari (pagi dan sore), dan

pemupukan.

Pemupukan dilakukan setiap 1 minggu sekali dimulai ketika semai

berumur 1 BSP (bulan setelah penyapihan). Pupuk yang digunakan berupa pupuk

daun (gandasil-D) dengan dosis 1 gram untuk 1 liter air.

3.3.6 Pemanenan bibit

Pemanenan dilakukan dengan cara menghancurkan wadah semai organik

kemudian memisahkan tanaman dengan tanah. Hal ini dilakukan dengan hati-hati

agar akar tanaman tidak ikut tercabut ketika dipisahkan dengan tanah. Setelah itu

bagian pucuk dan akar tanaman dipisahkan menggunakan pisau carter kemudian

masing-masing bagian ditimbang.

3.3.7 Pengamatan pertumbuhan

Parameter yang diamati dalam pengamatan uji ketahanan wadah semai

organik adalah:

1. Tinggi semai; diukur 2 minggu sekali selama 3 bulan (12 minggu)

menggunakan penggaris. Kotiledon (daun pertama) digunakan sebagai

batas terbawah dan pucuk semai sebagai batas teratas.

2. Diameter semai; diukur pada awal dan akhir pengamatan (±2 cm dari

permukaan tanah) dengan menggunakan calliper.

3. Berat Basah Pucuk (BBP) dan Berat Basah Akar (BBA); diperoleh dengan

memisahkan bagian pucuk dan akar semai setelah pemanenan lalu

masing-masing bagian ditimbang dengan neraca Ohauss.

4. Bobot Kering Total (BKT); dihitung pada akhir pengamatan. Akar dan

pucuk dipisah lalu dioven pada suhu 105ºC selama 1 hari (24 jam)

ditimbang dengan neraca Ohauss. Didapat bobot kering pucuk dan akar.

(31)

5. Penghitungan Nisbah Pucuk Akar (NPA):

NPA = Berat Kering Pucuk (gram) Berat Kering Akar (gram)

6. Analisis kandungan unsur hara (N, P, K, ) pada media tumbuh dan analisis

jaringan pada daun Gmelina dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah,

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan menggunakan faktorial sebagai berikut:

Faktor 1 (bahan baku) yaitu :

M1 : Kertas Koran

M2 : Kertas Koran + Serasah

M3 : Kertas Koran + Kompos

Faktor 2 (perekat) yaitu :

K0 : Tanpa perekat 0%

K1 : Tannin 5%

K3 : Tapioka 5%

Model persamaan umum rancangan penelitian ini adalah

Yijk = µ + Ai + Bj + AiBj +

ε

ijk

Keterangan :

Y

ijk : Nilai respon pengamatan

µ

: Nilai rata-rata umum

Ai : Nilai pengaruh taraf faktor perlakuan bahan baku ke-i

Bj : Nilai pengaruh taraf faktor perlakuan perekat ke-j

AiBj : Nilai pengaruh interaksi antara bahan baku dan perekat

ε

ijk : Nilai galat dari unit percobaan yang diberikan taraf i faktor perlakuan

bahan baku dan taraf j faktor perlakuan perekat pada ulangan ke-k

Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

H0: Gmelina arborea Roxb. dapat tumbuh dan tahan dalam wadah semai

(32)

18

H1: Gmelina arborea Roxb. tidak dapat tumbuh dan tahan dalam wadah semai

berbahan organik

Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:

Jika F hitung ≤ F table, maka terima H0

Jika F hitung > F table, maka terima H1

Apabila hasil uji menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut

yaitu Uji Duncan.

(33)

(34)

20

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan

tinggi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata

pertumbuhan tinggi semai gmelina umur 3 BSP

Sumber

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas

koran, perekat dan interaksi perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tinggi semai Gmelina hinggga umur 3 BSP (bulan setelah

penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 2 Uji Duncan interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina umur 3 BSP

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada Tabel 2

menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) saling berbeda nyata

dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) tetapi tidak berbeda nyata

dengan perlakuan media kertas koran + tanin 5% (KKTn5), sedangkan pada

perlakuan media KKTp5 saling berbeda nyata dengan perlakuan media KKO dan

(35)

menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap media kertas koran +

serasah (KKSrO) tetapi saling berbeda nyata dengan media kertas koran + serasah

+ tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran + kompos + tapioka

5% (KKKTp5) tidak berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos

(KKKO) tetapi saling berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos + tanin

5% (KKKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKKO saling berbeda nyata

dengan perlakuan media KKKTn5. Faktor perlakuan media kertas koran kompos

tapioka 5% (KKKTp5) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada

Tabel 2 bahwa pengaruh interaksi perlakuan media KKKTp5 memiliki nilai

rata-rata tinggi yang paling besar yaitu sebesar 35.85 cm terhadap pertumbuhan tinggi

semai Gmelina.

Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan

tanpa perekat 0% (K1) memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan

tinggi semai Gmelina dibandingkan dengan perekat tapioka 5% (K3) dan perekat

tanin 5% (K2). Pengaruh faktor perlakuan tanpa perekat terhadap pertumbuhan

tinggi semai Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi lebih besar daripada

perlakuan perekat tanin dan perekat tapioka (Tabel 3) yaitu sebesar 27.06 cm.

Pengaruh faktor perlakuan perekat tanin (K2) dan perekat tapioka (K3)

memberikan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina

ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa perlakuan perekat tanin (K2) mengalami

peningkatan sebesar -3.16%, sedangkan perlakuan perekat tapioka (K3)

mengalami peningkatan sebesar -5.13% terhadap perlakuan tanpa perekat (K1).

Tabel 3 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan tinggi

Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap tanpa perekat (%)

K1 (tanpa perekat) 27.0653a 0

K2 (perekat tanin 5%) 26.2093ab -3.16

K3 (perekat tapioka 5%) 25.6747b -5.13

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil uji Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa untuk faktor media kertas

koran kompos (M3) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi semai

Gmelina. Perlakuan media kertas koran kompos (M3) saling berbeda nyata

(36)

22

perlakuan media kertas koran kompos terhadap pertumbuhan tinggi semai

Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi yang lebih besar daripada perlakuan media

kertas koran serasah dan kertas koran (Tabel 4) yaitu sebesar 34.31 cm. Pengaruh

faktor perlakuan media kertas koran kompos dan kertas koran serasah

memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina

ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa perlakuan media kertas koran kompos (M3)

mengalami peningkatan sebesar 63.14%, sedangkan pada perlakuan media kertas

koran serasah memberikan peningkatan sebesar 12.25% terhadap perlakuan media

kertas koran (M1).

Tabel 4 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap media kertas koran (%) M3 (kertas koran kompos) 34.3107a 63.14

M2 (kertas koran serasah) 23.6080b 12.25

M1 (kertas koran) 21.0307c 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 3 Grafik pertumbuhan tinggi semai Gmelina selama 12 minggu

(37)

4.1.2 Pertumbuhan Diameter Semai Gmelina Selama 3 BSP

Pengukuran diameter dilakukan setiap dua minggu sekali selama 3 bulan.

Data yang digunakan adalah data pengukuran bulan ke tiga dikurangi bulan ke

nol.

Tabel 5 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata

pertumbuhan diameter semai Gmelina umur 3 BSP

Sumber

Galat 441 0.49435400 0.00112098

Total 449 0.55481800

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas

koran dan perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

diameter semai Gmelina hinggga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada

selang kepercayaan 95%.

Berdasarkan uji lanjut Duncan pada table 6, perlakuan perekat tapioka

memiliki nilai rata-rata diameter yang lebih besar daripada perlakuan perekat

tannin dan tanpa perekat terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina. Faktor

perlakuan perekat tapioka memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap

pertumbuhan diameter semai Gmelina ditunjukkan pada Tabel 6 bahwa perlakuan

perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar 4.05% terhadap faktor

perlakuan tanpa perekat (K1), sedangkan pada faktor perekat tanin (K1)

mengalami peningkatan sebesar 0.14%.

Tabel 6 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan diameter semai

Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

tanpa perekat (%)

K3 (perekat tapioka) 0.2927a 4.05

K2 (perekat tanin) 0.2817b 0.14

K1 (tanpa perekat) 0.2813b 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji

(38)

24

Berdasarkan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan media kertas koran

serasah (M2) terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina memiliki nilai

rata-rata diameter lebih besar daripada perlakuan media kertas koran kompos (M3) dan

media kertas koran (M1) (Tabel 7). Faktor perlakuan media kertas koran kompos

(M3) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 7 bahwa

perlakuan media kertas koran kompos mengalami peningkatan sebesar 2.88%

terhadap perlakuan media kertas koran.

Tabel 7 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter semai

Gmelina umur 3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

media kertas koran (%)

M2 (kertas koran serasah) 0.2725c -5.21

M3 (kertas koran kompos) 0.2958a 2.88

M1 (kertas koran) 0.2875b 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji

lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil pengukuran pada awal pengamatan (minggu 0 = m0) dan akhir

(minggu ke 12 = m12) pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan media kertas

koran mengalami pertambahan (Gambar 3).

Gambar 4 Hasil pengukuran diameter semai Gmelina pada awal dan akhir

(39)

4.1.3 Nisbah Pucuk Akar

Nisbah pucuk akar penting dihitung karena menunjukkan keseimbangan

antara penyerapan unsur hara dan air oleh akar dengan proses transpirasi melalui

tajuk.

Hasil sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan bahwa pada perlakuan media,

perekat dan interaksinya menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nisbah

pucuk akar semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada

selang kepercayaan 95%.

Tabel 8 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata

nisbah pucuk akar semai Gmelina umur 3 BSP

Sumber

Galat 180 47.01933333 0.26121852

Total 188 64.96978095

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Tabel 9 Uji Duncan interaksi perlakuan nisbah pucuk akar semai Gmelina

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil uji Duncan interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada

Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) tidak berbeda

nyata dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) dan perlakuan media

kertas koran + tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah +

tanin 5% (KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap media

kertas koran + serasah (KKSrO), tetapi tidak berbeda nyata terhadap media kertas

koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran +

kompos + tanin 5% (KKKTn5) berpengaruh positif terhadap nilai NPA semai

(40)

26

kompos (KKKO) dan media kertas koran + kompos + tapioka 5% (KKKTp5).

Faktor perlakuan media kertas koran + kompos + tanin 5% memberikan pengaruh

yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 9 bahwa pengaruh interaksi perlakuan

media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5) memiliki nilai rata-rata

nisbah pucuk akar yang paling besar yaitu sebesar 2.13 gram.

Uji lanjut Duncan pada perlakuan perekat (Tabel 10) menunjukkan

perlakuan perekat tanin (K2) berbeda nyata dengan perlakuan perekat tapioka

(K3) dan tanpa perekat (1) dengan rata-rata rasio pucuk akar sebesar 1.70 gram.

Tabel 10 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap nisbah pucuk akar Gmelina umur

3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

tanpa perekat (%)

K2 (perekat tanin) 1.7019a 40.02

K3 (perekat tapioka) 1.2918b 6.28

K1 (tanpa perekat) 1.2154b 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji

lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 11 Uji Duncan pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar Gmelina umur

3 BSP

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kertas koran (%)

M3 (kertas koran kompos) 1.4997a 1.88

M2 (kertas koran serasah) 1.2375b -15.92

M1 (kertas koran) 1.4719a 0

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji

(41)

Gambar 5 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Akar

dan Berat Kering Pucuk semai Gmelina umur 3 BSP

Gambar 6 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Nisbah Pucuk Akar

semai Gmelina umur 3 BSP

4.1.4 Berat Kering Total

Berat kering total digunakan sebagai parameter pertumbuhan tanaman

karena dianggap sebagai hasil dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam

pertumbuhan tanaman. Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat

kering tanaman bagian atas dan berat kering tanaman yang ada dalam tanah

(akar). Berat kering menggambarkan hasil fotosintesis netto tanaman. Tanaman Perlakuan

(42)

28

yang memiliki berat kering total yang tinggi memiliki perkembangan sel-sel

jaringan cepat dan produktivitas yang tinggi berarti pertumbuhan tanaman baik.

Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media

berpengaruh nyata terhadap berat kering total semai Gmelina hingga umur 3 BSP

(bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 12 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata

nilai Berat Kering Total semai Gmelina umur 3 BSP

Sumber

Galat 180 9.12626667 0.05070148

Total 188 14.77206455

Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%

Uji Duncan pada berat kering total semai Gmelina tidak dilakukan karena

hasil uji pada perekat dan interaksinya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Perlakuan media kertas koran dan perekat pada media tumbuh dapat

meningkatkan berat kering total semai Gmelina sebesar 1.81% - 81.81%. Berat

kering total semai Gmelina terbaik diperoleh pada perlakuan media kertas koran

kompos tanpa perekat (KKKO) dengan berat 1.00 gram atau meningkat sebesar

81.81% sedangkan berat terkecil diperoleh pada media berbahan dasar kertas

koran tanpa perekat (KKO) dan media dengan bahan dasar kertas koran + tanin

5% (KKTn5) yaitu sebesar 0.55 gram (Tabel 13).

Tabel 13 Nilai berat kering total semai Gmelina pada umur 3 BSP

Perlakuan BKT rata-rata (gram) Peningkatan (%)

(43)

Gambar 7 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Total semai Gmelina umur 3 BSP

4.1.5 Hasil Analisis Kimia Wadah semai

Analisis kimia wadah semai dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Analisis

kimia wadah semai bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan unsur nitrogen

(N), fospor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga

(Cu), seng (Zn), mangan (Mn), timbal (Pb), dan karbon (C) pada wadah semai,

serta untuk mengetahui jumlah kandungan unsur (N), pospor (P), kalium (K),

kalsium (Ca), Magnesium (Mg) pada jaringan tanaman Gmelina (Tabel 14).

Tabel 14 Hasil analisis kimia wadah semai Gmelina

Jenis Perlakuan

C N P K Ca Mg Fe Cu Zn

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (ppm) (ppm) (ppm)

KKO 54.51 0.42 0.05 0.04 2.30 0.46 660 20 40

KKSrO 52.00 0.63 0.11 0.11 9.90 1.38 1,100 40 60

KKKO 46.54 0.70 0.21 0.25 4.63 3.00 2,755 45 80

KKTp5 55.15 0.35 0.06 0.07 4.63 0.81 549 15 40

KKSrTp5 52.62 0.91 0.15 0.12 8.23 1.86 1,475 30 68

KKKTp5 35.00 1.18 0.39 0.33 6.20 2.60 6,480 35 75

KKTn5 54.21 0.28 0.07 0.10 5.74 0.73 1,345 15 30

KKSrTn5 51.98 0.66 0.10 0.14 8.88 1.38 1,395 35 55

(44)

30

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai unsur C terbesar terletak pada perlakuan

KKTp5, KKO, KKTn5 yaitu sebesar 55,15%, 54,51%, 54,21%, untuk perlakuan

KKKTp5 jumlah unsur C sangat rendah yaitu sebesar 35,00%. Kandungan unsur

N tertinggi terdapat pada perlakuan KKKTp5 dan KKKTn5 yaitu sebesar 1,18%

dan 1,15% sedangkan terendah terdapat pada perlakuan KKTn5, KKTp5, KKO

sebesar 0,28%, 0,35%, 0,42%. Pada perlakuan KKO jumlah unsur P, dan K sangat

rendah sebesar 0,05% dan 0,04% sedangkan nilai pospor (P) terbesar terdapat

pada perlakuan KKKTp5 dan KKKTn5 yaitu sebesar 0,39% dan 0,33% . Untuk

nilai unsur Kalium (K) terbesar terdapat pada perlakuan KKKTn5 dan KKKTp5

sebesar 0,38% dan 0,33%.

Tabel 15 Hasil analisis serapan hara pada tanaman Gmelina

Jenis

Berdasarkan hasil analisis serapan hara pada tanaman Gmelina (Tabel 15)

diketahui bahwa pada tanaman gmelina yang terdapat di perlakuan KKKO

(Koran+Kompos), KKKTp5 (Koran+Kompos+Tapioka) dan KKKTn5

(Koran+Kompos+Tanin) menyerap jumlah unsur nitrogen (N) lebih banyak

dibandingkan perlakuan lain yaitu berturut-turut 0,46 gram, 0,42 gram dan 0,60

gram. Adapun nilai serapan hara terendah terdapat pada perlakuan KKSrO

(Koran+Serasah), KKTp5 (Koran+Tapioka) dan KKTn5 (Koran+Tanin), yaitu

sebesar 0.19 gram, 0.19 gram dan 0,17 gram. Unsur pospor (P) paling banyak

(45)

0,19 gram dan 0,17 gram sedangkan terendah terdapat pada perlakuan KKO

(Koran), KKTp5 (Koran+Tapioka), dan KKTn5 (Koran+Tanin).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Perlakuan Media Kertas Koran terhadap Pertumbuhan

Semai Gmelina

Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi,

pertambahan diameter, nisbah pucuk-akar, berat kering total, analisis kimia media

semai dan analisis jaringan pada daun Gmelina. Berdasarkan hasil analisis sidik

ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran, perekat dan

interaksi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

pertumbuhan tinggi semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah

penyapihan) pada selang kepercayaan 95%. Faktor perlakuan media kertas koran

kompos memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa

persen peningkatan perlakuan media kertas koran kompos (M3) sebesar 63.14%

terhadap perlakuan media kertas koran (M1). Menurut Indriani (2001) sifat baik

dari kompos yang merupakan pupuk organik terhadap kesuburan tanah yaitu dapat

menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro dalam jumlah

relatif kecil, dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat, membuat

permeabilitas tanah menjadi lebih baik dan juga dapat dijadikan sebagai pupuk

bagi tanaman. Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang

dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang

bertambah dari pupuk organik masih lebih kecil dibanding pupuk organik secara

umum, fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut : kebutuhan tanah bertambah,

adanya penambahan unsur hara, humus, dan bahan organik kedalam tanah

menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh dalam jangka panjang. Sifat fisik

dan kimia tanah diperbaiki. (Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya

perbaikan struktur tanah). Sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme

jasad renik yang ada menjadi hidup (Indriani, 2001).

Disamping itu, menurut Indriani (2001) kompos mempunyai beberapa

sifat yang menguntungkan antara lain: memperbaiki struktur tanah, memperbesar

daya ikat tanah berpasir, menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki

(46)

32

ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan menurunkan aktivitas

mikroorganisme yang merugikan.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi perlakuan (Tabel

2), menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5)

saling berbeda nyata dengan media kertas koran (KKO) dan media kertas koran +

tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah + tanin 5%

(KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan media kertas

koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran +

kompos + tapioka 5% (KKKTp5) saling berbeda nyata dengan media kertas koran

+ kompos + tanin 5% (KKKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKKO saling

berbeda nyata dengan perlakuan media KKKTn5. Faktor perlakuan media kertas

koran + tanin (KKTn5%) memiliki tinggi sebesar 21.98 cm, nilai itu tidak lebih

besar dari 34.81 cm yaitu pada perlakuan media kertas koran + kompos (KKKO),

sedangkan pada perlakuan media kertas koran + kompos + tapioka (KKKTp5)

memiliki nilai rata-rata tinggi terbesar yaitu 35.85 cm.

Pengaruh faktor perlakuan perekat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa

peningkatan perlakuan tanpa perekat (K1) memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu

sebesar 27.06 cm, nilai itu tidak lebih kecil dari 26.20 cm yang ditunjukkan pada

perlakuan perekat tanin (K2), sedangkan pada perlakuan perekat tapioka (K3)

memiliki rata-rata terkecil yaitu sebesar 25.67 cm. Pada perlakuan perekat tanin

(K2) mengalami peningkatan sebesar -5.41%, sedangkan pada perlakuan perekat

tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar -3.16% terhadap perlakuan tanpa

perekat, artinya perlakuan perekat memberikan pengaruh yang lambat pada

pertumbuhan semai Gmelina.

Berdasarkan uji lanjut Duncan semai Gmelina pada Tabel 4, menunjukkan

bahwa untuk faktor perlakuan media kertas koran kompos (M3) saling berbeda

nyata dengan media kertas serasah (M2) dan media kertas koran (M1). Pengaruh

faktor perlakuan media kertas koran kompos dan kertas koran serasah

memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina,

Pada perlakuan media kertas koran serasah (M2) memiliki rata-rata sebesar 23.60

cm dan memberikan peningkatan sebesar 12.25% terhadap perlakuan media kertas

Gambar

Gambar 2 Bagan alur kegiatan penelitian
Gambar 3 Grafik pertumbuhan tinggi semai  Gmelina selama 12 minggu
Tabel 7 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter semai
Gambar 5 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Akar
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam kadar protein koro benguk akibat lama perendaman dan konsentrasi natrium bikarbonat tidak terdapat interaksi antara kedua faktor, tetapi berbeda nyata

Penelitian Tatty (2004) menyatakan bahwa Indeks Efusi Pleura atau Pleural Effusion Index (PEI) mempunyai peranan terbesar untuk memprediksi syok, sesuai dengan teori patogenesis

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kulit pisang dapat mengantarkan arus listrik, sehingga dapat digunakan untuk menggantikan elektrolit pada baterai komersil yang

Pengaruh tidak berbeda nyata diduga karena unsur hara yang dibutuhkan untuk membentuk anakan pada tanaman hanjeli sudah tercukupi, sehingga pemberian pupuk silika

Cuplikan hasil tes berpikir kreatif matematis S21 mengenai indikator keluwesan pada butir soal nomor 1 disajikan pada Gambar 4.43 berikut. Gambar 4.43 Cuplikan S21

En annan faktor som kan bidragit till lägre medelskördar och kanske därmed ökad utlakning är att tillgången på mineralkväve före sättning i medeltal minskade jämfört med

Alasan utama disampaikannya pelajaran matematika adalah adanya kepercayaan bahwa matematika berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dapat membantu pencapaian

Sedangkan menurut Rangkuti (2004) persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode