GMELINA (
Gmelina arborea
Roxb.) DI PERSEMAIAN
TOMI SYAPUTRA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Development and Testing of Organic Container Seedlings for forest tree production of Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) in the Nursery
by:
Tomi Syaputra and Sri Wilarso Budi R
Organic Container Seedlings (OCS) is a container seedling made from organic materials used for forest trees seedling production its easily decomposer. OCS have an advanlage compared to polybags and environmentally friendly. The objective of this study was to develop container seedling based organic matter materials for forest trees seedling stock production.
This study used Completely Randomized Experimental Design with 2 factors experiment, namely raw material composition and natural adhesive. The observed seedling growth, seedling height, seedling diameter, variables top root ratio and plants biomass. The data obtained were analyzed with F test (Analysis of Variance), further test and with Duncan multiple range test.
The result showed that the interaction between raw material composition and natural adhesive had highly significant effect on gmelina growth in the nursery. Raw material has highly significant effect on top root ratio and biomass plant. The raw material of news paper : compos 1:1 sive the best performance of seedling growth, and increased their height and diameter by 3.90% and 1.07% respectively, whereas the adhesive of tannin was better than tapioca.
Tomi Syaputra dan Sri Wilarso Budi R
Wadah semai organik adalah wadah semai yang terbuat dari bahan organik yang digunakan untuk pembibitan yang mudah terurai. Wadah semai memiliki keuntungan dibandingkan dengan polybag dan ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat wadah semai berbahan dasar organik untuk persediaan pembibitan benih.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan 2 faktor percobaan, yaitu komposisi bahan baku dan perekat alami. Pertumbuhan bibit yang diamati yaitu tinggi benih, diameter bibit, variabel rasio akar dan biomassa tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F (Analisis Varians), pengujian lebih lanjut dengan Uji Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara komposisi bahan baku dan perekat alami memiliki efek yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea) di persemaian. Bahan baku memiliki efek yang sangat signifikan pada rasio akar dan biomassa tanaman. Bahan baku kertas Koran Kompos memberikan pertumbuhan terbaik untuk pertumbuhan benih, dan meningkatkan tinggi dan diameter berturut-turut sebesar 3,90% dan 1,07%, sedangkan perekat tanin lebih baik dari tapioka.
PEMBUATAN DAN PENGUJIAN WADAH SEMAI
BERBAHAN DASAR ORGANIK UNTUK PEMBIBITAN
GMELINA (
Gmelina arborea
Roxb.) DI PERSEMAIAN
TOMI SYAPUTRA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina
(Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Judul Penelitian : Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) di Persemaian
Nama Mahasiswa : Tomi Syaputra
NRP : E44050198
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS NIP : 19620210 198803 1 003
Mengetahui,
Plh. Ketua Departemen Silvikultur
Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si NIP 19660921 199003 2 001
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar
Organik untuk pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian.
Kegiatan penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium
Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Hasil penelitian yang diperoleh
diharapkan dapat mengurangi penggunaan polybag dalam pembibitan tanaman
sehingga dapat mereduksi pencemaran lingkungan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Sri Wilaso Budi
R, MS. selaku dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan. Penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Bogor, Juli 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu, pada tanggal 23 Agustus 1986 sebagai
anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Tustin Dultahar (almh) dan
Jaurah Seta.
Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1993 di SD Negeri 46
yang diselesaikan sampai tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 4 Bengkulu selama tiga tahun
terhitung dari tahun 1999 sampai dengan 2002. Pendidikan tingkat menengah
diselesaikan di SMA Negeri 2 Bengkulu selama tiga tahun dan lulus pada tahun
2005. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi
Penerimaan Masuk Bersama IPB (SPMB).
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi kampus, di antaranya sebagai pengurus MAX (Music Agricultural
Expresions) periode 2005-2006, TGC (Tree Grower Community) periode
2007-2008, aktif dalam kepengurusan Asrama Sylvalestari periode 2006-2007, dan
Ketua Asrama Sylvalestari pada tahun 2009. Selain itu penulis pernah melakukan
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Indramayu dan Taman Nasional
Gunung Ciremai, pada tahun 2007. Kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat dilakukan pada tahun 2008, dan Praktek Kerja Profesi
dilakukan di KPH Bogor pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pembuatan dan Pengujian Wadah Semai Berbahan Dasar
Organik untuk Pembibitan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Di Persemaian,
Terselesaikannya penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak baik materiil maupun spirituiil. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan dan pintu
rahmat-Nya.
2. Nabi Muhammad SAW, sumber inspirasi dan suri tauladan bagi setiap
umatnya.
3. Kedua orang tua tercinta atas kasih sayang, nasehat dan doa yang tak pernah
terputus, kakak-kakakku tersayang Sepriadi, Popy Agustini, Tedi Martin, dan
segenap keluarga besar yang selalu memberikan dukungan.
4. Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, serta arahan sejak dimulainya penelitian
sampai terselesainya penyusunan skripsi.
5. Bapak Prof.Dr.Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. selaku dosen penguji dan
Bapak Ir. Edje Djamhuri sebagai Ketua Sidang yang telah memberikan saran
serta kritik yang membangun.
6. Seluruh staf KPAP Silvikultur atas segala bantuannya.
7. Keluarga Besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan doanya.
8. Rifa Atunnisa, Devi, Atu Badariah, Fidrianingsih Fiona, Candra, dan
teman-teman Fahutan Angkatan 42 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
3.3 Metode Penelitian... 13
3.3.1 Persiapan kontainer seedling organik... 13
3.3.1.1 Penyiapan bubur kertas ... 13
3.3.1.2 Penyiapan bahan baku pencampur bubur kertas ... 13
3.3.1.3 Pencampuran ... 14
3.3.1.4 Pemberian perekat ... 14
3.3.1.5 Pencetakan ... 14
3.3.2 Persiapan benih gmelina (Gmelina arborea Roxb.) ... 15
3.3.3 Perkecambahan benih... 15
3.3.4 Penyapihan semai ... 15
3.3.5 Pemeliharaan setelah Penyapihan ... 16
3.3.6 Pemanenan bibit ... 16
3.3.7 Pengamatan pertumbuhan ... 16
3.4 Rancangan Penelitian ... 17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 20
4.1.1 Pertumbuhan Tinggi Semai Gmelina ... 20
4.1.2 Pertumbuhan Diameter Semai Gmelina ... 23
4.1.3 Nisbah Pucuk Akar... 25
4.1.4 Berat Kering Total ... 27
4.1.5 Hasil Analisis Kimia Kontainer Seedling ... 29
4.2 Pembahasan ... 31
4.2.1 Pengaruh Perlakuan Media Kertas Koran terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina ... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata
pertumbuhan tinggi semai gmelina ... 20
2. Uji Duncan interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi ... 20
3. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan tinggi ... 21
4. Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan tinggi ... 22
5. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata pertumbuhan diameter semai gmelina ... 23
6. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan diameter ... 23
7. Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter ... 24
8. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nisbah pucuk akar semai gmelina ... 25
9. Uji Duncan interaksi perlakuan nisbah pucuk akar... 25
10. Uji Duncan pengaruh perekat terhadap nisbah pucuk akar ... 26
11. Uji Duncan pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar ... 26
12. Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata nilai Berat Kering Total ... 28
13. Nilai Berat Kering Total ... 28
14. Hasil analisis kimia kontainer seedling ... 29
No. Halaman
1. Pencetakan kontainer; (a) Pengovenan, (b) Perapihan ... 14
2. Bagan Alur Kegiatan Penelitian ... 19
3. Grafik pertumbuhan tinggi semai gmelina selama 12 minggu ... 22
4. Hasil pengukuran diameter semai gmelina pada awal dan akhir pengamatan .... 24
5. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Berat Kering Akar
dan Berat Kering Pucuk ... 27
6. Pengaruh perlakuan bahan kontainer seedling terhadap Nisbah Pucuk Akar ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Rekapitulasi Analisis sidik ragam tinggi semai Gmelina ... 42
2. Rekapitulasi Analisis sidik ragam diameter semai Gmelina ... 42
3. Rekapitulasi Analisis sidik ragam nisbah pucuk akar semai Gmelina ... 42
4. Rekapitulasi Analisis sidik ragam biomassa semai Gmelina ... 42
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Departemen Kehutanan telah menurunkan laju deforestasi dan degradasi
hutan dan lahan dari 2,83 juta ha/tahun pada tahun 1999-2000 menjadi 960.000
ha/tahun pada tahun 2000-2006, selain itu juga telah menurunkan lahan yang
terdegradasi atau kritis dari 59,3 juta ha sebelum tahun 2005 menjadi 28 juta ha
setelah tahun 2008 (Masyud 2009). Kerusakan hutan tersebut menyebabkan
semakin berkurangnya luas hutan. Diperkirakan luas hutan yang tersisa saat ini
adalah kurang dari 60 juta Ha atau setengah dari total kawasan hutan seluas 120
juta Ha (Saputra 2009). Sementara itu, data dari Departemen Kehutanan pada
tahun 2010 menunjukkan sebanyak 26 juta hektar hutan di Indonesia telah dijarah
total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Menurut Hasan (2010), sekitar
70 persen dari luas daratan Indonesia adalah kawasan hutan, yaitu sekitar 130 juta
ha luas hutan Indonesia. Dari luas 130 juta hektar, 43 juta ha merupakan hutan
primer atau sekitar 4,2 persen. Namun kondisi saat ini 42 juta ha sudah tidak
berhutan lagi, mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak. Laju deforestasi
hutan di Indonesia paling besar disebabkan oleh kegiatan industri, terutama
industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH sehingga mengarah pada
pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik
setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan)
sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World
Bank adalah 22 juta kubik meter setahun. Penyebab kerusakan hutan di Indonesia
yang lainnya yaitu disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan)
menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa
sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.
Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, sekitar 42 juta Ha perlu
direhabilitasi, ditambah dengan lahan-lahan hutan yang ditebang setiap tahunnya.
(Hasan 2010). Dalam upaya untuk memenuhi kegiatan rehabilitasi hutan tersebut,
maka dilakukan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (GERHAN) yang
2
GERHAN seluas 42 juta Ha dengan perhitungan minimal 4,2 milyar pohon, maka
kebutuhan polybag yang diperlukan adalah sebanyak 14.000 ton.
Keuntungan menggunakan polybag diantaranya yaitu biaya lebih murah
untuk pembelian polybag dibandingkan pot, mudah dalam perawatan,
pengontrolan/pengawasan per individu tanaman lebih jelas untuk pemeliharaan
tanaman seperti serangan hama/penyakit, kekurangan unsur hara, tanaman
terhindar dari banjir, tertular hama/penyakit, polybag mampu ditambahkan bahan
organik/pupuk kandang sesuai takaran, menghemat ruang dan tempat penanaman,
komposisi media tanam dapat diatur, serta nutrisi yang diberikan dapat langsung
diserap oleh akar tanaman. Adapun kerugiannya adalah benda bermaterial plastik
menyisakan masalah bagi lingkungan. Selain itu, kelemahan menggunakan
polybag adalah polybag mempunyai daya tahan terbatas (maksimal 2-3 tahun)
atau 2-3 kali pemakaian untuk media tanam, kurang cocok untuk usaha skala
besar, produktivitas tidak maksimal dibandingkan pada lahan, media tanam akan
terkuras/berkurang unsur organik dan media lainnya. Kebanyakan polybag terbuat
dari polyethylene yang merupakan produk dari industri minyak bumi. Tidak hanya
ada masalah dengan daya urai kantong plastik ini, tetapi juga masalah bahan kimia
yang dilepaskan sebagai bagian dari proses pembusukan, organo-chlorine (sangat
beracun), methane (gas rumah kaca yang memberikan kontribusi untuk
pemanasan global) dan nitrous oxide (Marzoeki 1995).Sebagai perbandingan,
plastik konvensional membutuhkan waktu ratusan tahun agar dapat
terdekomposisi dengan alam, maka sebagai alternatif pengganti polybag yaitu
penggunaan wadah semai organik yang memiliki waktu untuk terdekomposisi
dengan alam lebih cepat dibandingkan dengan polybag.
Untuk mengatasi kelemahan dari penggunaan polybag, maka perlu adanya
alternatif pengganti polybag yang ramah lingkungan yaitu wadah semai berbahan
dasar organik. Wadah semai organik terbuat dari kertas koran bekas dicampur
dengan serasah daun dan campuran kompos. Untuk memperkuat wadah semai
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji wadah semai
berbahan dasar organik untuk pembibitan Gmelina arborea.
1.3 Hipotesis
Bahan dasar wadah semai dan perekat berpengaruh terhadap pertumbuhan
semai Gmelina arborea di rumah kaca.
1.4 Manfaat
Mengurangi penggunaan polybag dalam pembibitan tanaman sehingga
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polybag
2.1.1 Bahan Dasar
Polybag yang mempunyai bahan dasar plastik dapat merusak lingkungan
tanah. Polybag memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat didegradasi oleh
mikroorganisme di dalam tanah. Meskipun polybag dapat digunakan sebagai
media tanam untuk tanaman, saat ini penggunaan polybag sangatlah tidak ramah
lingkungan. Hal ini dikarenakan bahan dasar polybag ini terbuat oleh
polyethylene, yaitu molekul polimer yang sangat panjang dan besar serta terikat
dengan sangat kuat sehingga sulit dipisahkan atau diasimilasi oleh bakteri
dekomposer (Marzoeki 1995).
2.1.2 Dekomposisi
Dalam penggunaannya sebagai media tanam, polybag bersifat sementara
karena hanya digunakan ketika di rumah kaca saja, setelah di lapangan akan
dibuang dan menjadi sampah. Menurut Marzoeki (1995) plastik akan terurai di
dalam tanah setelah 500-1000 tahun.
2.1.3 Potensi Pencemaran
Menurut Marzoeki (1995), sampah plastik bisa menyumbat saluran air,
mengotori lingkungan, mengakibatkan pendangkalan sungai dan mengganggu
struktur tanah. Sampah plastik yang terkumpul dalam tanah akan membentuk
lapisan kedap air, sehingga mengganggu masuknya air ke dalam tanah. Gangguan
masuknya air ke dalam tanah bisa mengakibatkan banjir di musim hujan.
Sementara itu jika lapisan sampah plastik berada dibawah tanah yang ditumbuhi
tanaman akan menyebabkan tanaman tersebut kesulitan untuk mendapatkan air
sehingga pertumbuhannya terganggu.
Pencemaran plastik secara kimiawi akan terjadi bila ada pembakaran
sampah plastik. Bahan plastik yang mengandung klorin, misalnya polivinilklorida
(PVC) jika dibakar akan mengeluarkan asap pedas yang mengandung
bahan-bahan organoklorin yang membahayakan kesehatan, seperti gas hydrogen klorida
(HCl) dan dioksin. Gas HCl bila terhisap paru-paru bersama butir-butir air yang
bisa bereaksi dengan bahan-bahan campuran dalam PVC yang ikut terurai ketika
dibakar.
Bahan berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran plastik PVC
adalah dioksin yang bisa merusak kesehatan dan diduga bisa menyebabkan
penyakit kanker. Dioksin yang masuk ke dalam tubuh, sekalipun dengan dosis
rendah, bisa menimbulkan gangguan sistem reproduksi, sistem kekebalan dan
gangguan hormonal. Adanya sampah plastik ini juga dapat menyebabkan polusi
udara, konsumsi berlebih, karena penggunaan minyak, gas, batubara yang
digunakan dalam proses pembuatan plastik.
2.2. Bahan Organik 2.2.1 Kertas Koran
Kertas Koran adalah kertas yang dibuat khusus untuk mencetak surat
kabar. Spesifikasi kertas koran harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu
komposisi lembaran mengandung pulp mekanis atau pulp bagas rendemen tinggi
minimal 65% dan mempunyai gramatur berkisar antara 45-55gr/m2 (Anonimous,
1980 dalam Ahir, 2005).
Menurut Arlov (1997) dalam (Ahir 2005), kertas koran biasanya
mengandung 80-85% pulp mekanis dan 15-20% pulp kimia yang ditambahkan
untuk meningkatkan kekuatan kertas yang dihasilkan, sehingga tidak mudah
putus. Sedangkan Macdonald dan Frankin dalam Ahir (2005), menyebutkan
bahwa kertas koran dibuat dari pulp mekanis dengan jumlah 75-80%. Kertas
koran dapat dibuat dari kayu, bagase, merang, bamboo dan bahan-bahan berserat.
Menurut Kleinau (1987) dalam (Ahir 2005), kertas bekas biasanya
mengandung beberapa material asing seperti tinta, bahan pelapis, kotoran yang
menempel, klip kertas dan lainnya. Oleh karena itu proses yang utama dalam
pendaur ulangan kertas bekas adalah menghilangkan material yang
mengkontaminasi kertas, sehingga serat selulosa yang terdapat didalam kertas
bekas dapat diolah kembali.
Keterbatasan sumber serat yang ada di alam mengakibatkan serat sekunder
sebagai bahan baku kertas semakin meningkat. Serat sekunder dapat diperoleh
dari hasil pengolahan kembali kertas bekas. Untuk industri yang terintegrasi,
6
Serat sekunder dapat digunakan 100% karena mengandung serat pendek dan serat
panjang.
Kertas koran memiliki peran yang penting, yaitu sebagai salah satu media
komunikasi. Setelah digunakan biasanya kertas koran tidak berguna lagi dan
dibuang. Usaha pemanfaatan kertas koran bekas untuk pulp dan kertas daripada
hanya membuang saja merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada sumber
bahan baku konvensional, khususnya kayu yang dewasa ini potensinya semakin
terbatas. Dikatakan Fengel dan Wegener (1995) dalam Ahir (2005), limbah kertas
sudah merupakan sumber serat yang tidak dapat ditinggalkan dan bahkan akan
menjadi penting dikemudian hari disebabkan oleh perbaikan tekhnik pembuatan
wadah semai.
2.2.2 Serasah
Serasah merupakan materi organik mati yang terdapat di lantai hutan,
sebagian besar tersusun atas tumbuhan mati dan potongan organ, sehingga
produksi serasah dapat didefinisikan sebagai berat material yang mati dalam luas
area tertentu per satuan waktu. Perkiraan jumlah dan komposisi guguran serasah
diperlukan untuk mengetahui siklus nutrient, produksi primer dan menentukan
struktur dan fungsi ekosistem sehingga studi kualitatif jatuhan serasah diperlukan
dalam ekologi hutan. Meskipun begitu rata-rata produksi hutan diseluruh dunia
bervariasi menurut struktur vegetasi, umur tegakan, kondisi geografis
(kemiringan) dan perubahan iklim musiman. Mann (1986) dalam Ahir (2005),
mengemukan bahwa daun-daun di atas tersusun dari 16% berat kering bebas abu
sebagai protein dan yang baru jatuh kandungan proteinnya sekitar 3,1%,
sedangkan yang terdekomposisi menjadi partikulat detritus, mengalami
peningkatan kandungan protein mencapai 22%. Detritus ini merupakan sumber
makanan yang bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis hewan.
2.2.3 Kompos
Tanaman agar dapat berkembang memerlukan makanan berupa zat-zat
(unsur) hara di dalam tanah. Keberadaan unsur hara dalam tanah sangat terbatas,
bahkan setiap hari diisap oleh tanaman di atasnya. Apabila tidak diimbangi
hara. Untuk menjaga ketersediaan unsur hara di dalam tanah, biasanya dilakukan
pemupukan.
Pupuk yang diberikan untuk menambah unsur hara ada dua macam
ditinjau dari bahan bakunya, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
organik atau disebut pula kompos adalah pupuk yang terbuat dari dedaunan,
batang, ranting yang melapuk, atau kotoran hewan. Adapun pupuk anorganik
adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti urea, ZA, TSP, SP-36,
KCl.
Persentase kandungan unsur hara dalam pupuk anorganik relatif tinggi
sehingga petani cenderung menggunakan pupuk ini. Namun, pada saat ini harga
pupuk anorganik (urea, TSP, dan KCl) semakin naik. Untuk itu, perlu dicarikan
pemecahannya yaitu menggunakan kompos. Kompos merupakan semua bahan
organik yang telah mengalami degradasi, penguraian, pengomposan sehingga
berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna
kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Bahan organik ini berasal dari dedaunan, batang,
ranting yang melapuk, atau kotoran hewan. Adapun humus adalah hasil proses
humifikasi atau perubahan-perubahan lebih lanjut dari kompos. Proses humifikasi
ini dapat berlangsung hingga ratusan tahun (Hetty 1999).
2.3 Perekat Alami
2.3.1 Tanin
Industri bubur kertas banyak menyisakan limbah yang tak terpakai, yaitu
berupa kulit kayu. Selama ini kulit kayu akasia (Acacia mangium) belum
dimanfaatkan dengan baik. Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, kulit kayu
akasia yang berasal dari limbah industri pulp ini bisa dimanfaatkan untuk perekat
kayu lapis. Dengan demikian, penggunaan perekat urea fomaldehida yang
berbahaya bagi kesehatan dan tidak ramah lingkungan bisa ditekan. Pada
perkebunan tanaman industri pulp atau bubur kertas, pohon akasia menjadi
andalan. Tanaman ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan beberapa
jenis tanaman lainnya. Selain batang pohonnya cocok dijadikan bubur kertas,
tanaman ini mempunyai kadar selulosa tinggi dan mampu tumbuh dengan cepat.
Pada umur enam hingga delapan tahun, tanaman akasia (Acacia mangium) yang
8
bisa dipanen. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 800 ribu ha Hutan
Tananam Industri (HTI) untuk jenis akasia. Hampir semua kayu yang dihasilkan
digunakan untuk produksi pulp (bubur kertas) sebagai bahan dasar kertas.
Namun, industri pulp tidak mengambil seluruh bagian dari pohon akasia
untuk dijadikan bubur kertas. Hal ini dikarenakan tidak semua bagian pohon
akasia sesuai untuk dijadikan pulp. Contoh yang belum dimanfaatkan adalah kulit
kayu akasia. Kulit kayu ini pada industri kertas hanya dibiarkan menjadi limbah
tak terurus dengan jumlah sekitar puluhan ton per hari. Limbahnya begitu banyak
dan belum termanfaatkan dengan baik. Hingga kini belum ada upaya pemanfaatan
limbah kulit kayu untuk didaur ulang atau untuk keperluan lain. Padahal kulit
kayu akasia masih menyimpan potensi untuk dikembangkan (Subiyakto 2008).
Potensi yang bisa dimanfaatkan pada limbah ini, menurut Subiyakto,
adalah polipenol alam, yaitu tanin yang terdapat pada serbuk kulit kayu akasia.
Tanin ini, menurut beberapa penelitian, berguna dalam proses perekatan.
Berdasarkan hasil ekstraksi kulit kayu akasia, ternyata terdapat kadar tanin sebesar
40 persen. Kadar tanin ini dalam penelitian begitu reaktifit terhadap urea
formaldehida, yaitu perekat pada industri kayu lapis.
Menurut Karlinasari (2002), tanin adalah senyawa organik yang terdiri
dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari unsur C, H, O, dan
mengandung senyawa polifenolik. Berdasarkan struktur kimianya tanin dapat
digolongkan menjadi 2 macam yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Tanin terhidrolisis adalah ester dari asam galat atau asam fenol karbonat lainnya
yang merupakan turunan dari asam galat dengan alkohol multivalen atau gula
yang dapat dipecah menjadi unit bermolekular rendah oleh enzim yang
terhidrolisis atau oleh asam. Karena kereaktifannya yang rendah terhadap
formaldehida maka tanin terhidrolisis menjadi tidak penting pada produksi
perekat.
Untuk menekan emisi yang tidak ramah terhadap kesehatan, pemanfaatan
tanin merupakan sebuah alternatif terobosan. Manfaat tanin yang terdapat pada
serbuk kulit kayu akasia bisa digunakan sebagai perekat tambahan (filler) dalam
proses perekatan kayu lapis. Serbuk kulit kayu akasia juga mampu meningkatkan
yang digunakan sehingga lebih aman untuk kesehatan dan mengurangi biaya
produksi kayu lapis. Dari sisi ekonomi, pemanfaatan serbuk kulit kayu akasia
membuat ongkos produksi kayu lapis lebih ekonomis (Subiyakto 2008).
2.3.2 Tapioka
Ubi kayu dalam keadaan segar tidak dapat dimakan. Untuk pemasaran
yang memerlukan waktu yang lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk
lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai, keripik
singkong dan lain-lain.
Kegunaan tepung tapioka yang terbuat dari ubi kayu adalah sebagai bahan
pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang
dan terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi
kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.
Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan
oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, pengalengan
buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak
digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam
industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim,
pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Ampas tapioka banyak
dipakai sebagai campuran makanan ternak.
Menurut Radiyanti dan Agusto (1990), pada umumnya masyarakat di
Indonesia mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus.
Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih
kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak
mengandung gumpalan lagi.
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
2. Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga
kandungan airnya rendah.
3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu
yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan
zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
10
hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.
2.4 Tinjauan Umum Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)
2.4.1 Taxonomi Gmelina
Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)
termasuk dalam suku Verbenaceae. Nama perdagangan yang umum dikenal
adalah Gmelina, di Indonesia secara umum dikenal dengan nama Gmelina.
Sedangkan di beberapa tempat terkenal dengan nama diantaranya yaitu : Arakoko,
koko, kayu titi (Maluku dan Irian Jaya), yemane, mai saw (Burma), gamar
(Bangladesh), gumbar, shiwan (India), dan so-maeo (Thailand) (Martawijaya
1995).
Klasifikasi morfologi Gmelina sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Spesies : Gmelina arborea Roxb.
2.4.2 Penyebaran
Penyebaran alami Gmelina adalah di Nepal, India, Pakistan, Bangladesh,
Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Cina Selatan. Di hutan alam
jenis ini selalu tersebar dan berkelompok dengan jenis yang lain. Dijumpai di
hutan yang selalu hijau di Myanmar dan Bangladesh, dan hutan kering
menggugurkan daun di India Tengah. Sudah ditanam luas di berbagai negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia
jenis ini termasuk kayu asing (exotic spesies) dan mendapat prioritas dalam
rangka pembangunan Hutan Tanaman Industri (Sukajadi 1992).
2.4.3 Botani/Morfologi Gmelina
Tanaman Gmelina (G. arborea) merupakan pohon dengan ukuran sedang,
tinggi dapat mencapai lebih (30-40) meter, batang silindris, diameter rata-rata
kelas kuat III-IV, dan kelas awet III. (Martawijaya 2005). Kulit halus atau
bersisik, warna coklat muda sampai abu-abu. Ranting halus licin atau berbulu
halus. Bunga kuning terang, mengelompok dalam tandan besar (30-350 bunga per
tandan). Daun bersilang, bergerigi, atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran
10-25 cm x 5-18 cm. Bunga sempurna, panjang mencapai lebih dari 10-25 mm,
berbentuk tabung dengan 5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari, penyerbukan
umumnya dilakukan dengan bantuan lebah.
Buah Gmelina berupa buah berdaging dengan panjang 20-35 mm, kulit
mengkilat, mesokarp lunak, agak manis sedangkan bijinya keras seperti batu,
panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung yang lain runcing.
menggugurkan daun. Di luar sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan
dan pembuahan tidak jelas, bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun.
Buah masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan (Martawijaya 2005).
2.4.4 Teknik silvikultur
Tanaman G.arborea dapat diproduksi dengan biji, stump, dan stek. Bahan
untuk keperluan biji ini dikumpulkan dari tegakan yang baik agar diperoleh
tegakan yang baik (Alrasyid dan Widiarti 1992).
Biji atau benih dapat dilakukan penyimpanan pada wadah kedap udara.
Biji atau benih dikumpulkan lebih baik ketika buah masih hijau atau kuning. Daya
kecambah benih dari buah coklat atau hitam sangat rendah. Biji yang mengapung
dalam air sebaiknya tidak dipakai. Benih tidak mengalami dormansi dan tidak
memerlukan perlakuan pendahuluan. Benih yang akan ditabur sebaiknya
direndam dalam air dingin selama 24-48 jam. Benih umumnya cepat berkecambah
dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih dari 100% karena dari satu biji
tumbuh lebih dari satu kecambah. Kecambah Gmelina termasuk epigeal
(kotiledon terangkat dari permukaan tanah). Bibit Gmelina ditanam pada musim
12
meter. Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu
sejenis semut perusak daun dan Calapepla leayana yaitu umumnya menyerang
daun tunas dan ranting pohon (Sukajadi 1992).
2.4.5 Pemanfaatan
Gmelina (G.arborea Roxb.) ringan dan memiliki berat jenis 0,42-0,64.
Pada mulanya pohon ini dikenal sebagai penghasil kayu energi, karena kayunya
menghasilkan arang berkualitas terbaik, kurang berasap, dan cepat terbakar.
Pohon ini juga dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan partikel, core
kayu lapis, korek api, peti kemas, dan bahan kerajinan kayu (Alrasyid 1991).
Martawijaya (1995) menambahkan, bahwa kayu Gmelina bisa juga untuk bahan
venir dan kayu lapis, papan partikel dan moulding.
Kayu Gmelina menghasilkan pulp yang berkualitas baik. Pulp semi
campuran sesuai digunakan sebagai papan karton atau kertas tulis kualitas rendah,
namun pulp (kraft) sesuai digunakan sebagai kertas tulis yang berkualitas tinggi.
Akar, kulit batang, daun, buah dan benih dari gemelina digunakan sebagai
pengobatan bagi masyarakat Hindu. Buah dan kulit kayu Gmelina digunakan
sebagai obat penyakit hati. Gmelina sering ditanam pada kebun kopi dan coklat
untuk melindungi pohon muda dan untuk menekan rumput yang berbahaya. Daun
dari Gmelina digunakan sebagai makanan ternak. Bunga dari Gmelina
menghasilkan nektar yang melimpah yang akan menghasilkan madu yang
berkualitas tinggi (Soerianegara dan Lemmens 1994).
2.4.6 Hama dan Penyakit
Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu
sejenis semut perusak daun dan Calapepla leayana yaitu umumnya menyerang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB Darmaga selama enam bulan dimulai dari bulan April
sampai dengan September 2009.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : semai Gmelina
berumur 2 minggu (benih berasal dari laboratorium Silvikultur Fakultas
Kehutanan IPB) koran bekas, arang sekam, pasir, pupuk aneka kompos, kulit kayu
akasia (Acacia mangium), tepung tapioka, serasah yang telah dihaluskan, dan cat.
Alat yang digunakan yaitu alat pencetak kontainer, alat tulis, cangkul,
kompor, drum berukuran besar, ember, gelas ukur, gunting, calliper, kamera
digital, kalkulator, kertas label, korek api, oven, panci, plastik, rak policup, neraca
Ohauss, dan seperangkat komputer.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Persiapan wadah semai organik
3.3.1.1 Penyiapan bubur kertas.
Kertas koran disobek-sobek menjadi ukuran 10 cm x 10 cm kemudian
direndam dengan air dalam drum selama 5-6 hari. Setelah kertas koran menjadi
bubur kemudian diambil untuk dilakukan penyaringan yang berguna untuk
mengurangi kadar air. Pengurangan kadar air bisa juga dilakukan dengan
melakukan peremasan pada bubur kertas koran dengan menggunakan tangan.
3.3.1.2 Penyiapan bahan baku pencampur bubur kertas.
Bahan pencampur yang digunakan adalah serasah daun yang berasal dari
jenis jati (Tectona grandis), dimana serasah tersebut sebelumnya dilakukan
penghalusan, agar memudahkan pencampuran dengan bubur kertas dan pupuk
kompos yang dijual di pasar. Tannin yang merupakan extraksi dari kulit kayu
14
3.3.1.3 Pencampuran
Pencampuran antara pulp atau bubur kertas dengan bahan pencampur
lainnya dengan perbandingan sebagai berikut:
1. Kertas koran 100% (KKO)
2. Kertas koran 100% + Perekat Tanin 5% (KKTn5)
3. Kertas koran 100% + Perekat Tapioka 5% (KKTp5)
4. Kertas koran + Serasah (50:50) (KKSrO)
5. Kertas koran + Serasah + Perekat Tanin 5% (KKSrTn5)
6. Kertas koran + Serasah + Perekat Tapioka 5% (KKSrTp5)
7. Kertas koran + Kompos (50:50) (KKKO)
8. Kertas koran + Kompos (50:50) + Perekat Tanin 5% (KKKTn5)
9. Kertas koran + Kompos (50:50) + Perekat Tapioka 5% (KKKTp5)
3.3.1.4 Pemberian perekat
Perekat yang digunakan berasal dari tepung tapioka dengan konsentrasi
5%, tanin 5%, dan tanpa perekat (0%). Semua bahan pada tahapan sebelumnya
dilakukan pencampuran dengan tahapan ini. Pengadukan dilakukan secara manual
dan diharapkan dalam pengadukan semerata mungkin agar media dan perekat
benar-benar menyerap. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah berapa
jumlah air yang harus diberikan pada saat pembuatan perekat dan berapa kadar air
yang terdapat pada media. Hal ini untuk menghindari agar tidak terjadi kelebihan
dalam pemberian air, baik terhadap pembuatan perekat itu sendiri maupun kadar
air yang terdapat di dalam koran.
3.3.1.5 Pencetakan
Pencetakan dilakukan secara manual dengan menggunakan alat pencetak
wadah semai. Kontainer di oven pada suhu 800 C selama 2 hari (Gambar 1a),
setelah itu dilakukan perapihan dengan memotong bagian bawah kontainer agar
dapat berdiri (Gambar 1b).
3.3.2 Persiapan Benih Gmelina (Gmelina arborea Roxb.)
Benih Gmelina berukuran kecil dan keras. Pada penelitian ini perlakuan
benih sebelum proses penyapihan adalah benih direndam dengan menggunakan
air selama 24 jam. Setelah perendaman benih ditabur ke dalam media semai.
3.3.3 Perkecambahan benih
Persiapan media. Media yang digunakan dalam pengecambahan adalah
pasir halus, sedangkan untuk media sapih digunakan media dengan komposisi
tanah (subsoil) dicampur dengan arang sekam dengan perbandingan 1:1.
Perkecambahan benih. Benih Gmelina dikecambahkan berasal dari
laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Dramaga. Benih Gmelina
(Gmelina arborea (Roxb.)) sebanyak 1 kg disebar secara merata pada bak
kecambah berukuran ± 25 cm x 30 cm. Sebelum benih ditabur dapat dicampur
dengan pasir halus agar tersebar merata. Perbandingan benih dan pasir adalah 1:1
(v/v). Pemeliharaan selama pengecambahan yaitu dengan menyiram dua kali
sehari, pagi dan sore.
3.3.4 Penyapihan semai
Setelah benih Gmelina tumbuh menjadi semai dan memiliki 2-3 pasang
daun selebar ±0,7-1 cm, semai dipindahkan kedalam wadah semai organik yang
berisi media campuran berupa tanah (subsoil) sebanyak 2/3 volume dari wadah
semai organik, dan arang sekam.
Teknik penyapihan semai Gmelina dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Persiapan media penyapihan. Media yang digunakan berupa campuran
tanah subsoil dan arang sekam dengan perbandingan 1:1. Ditempatkan
dalam wadah semai organik dan disiram sampai jenuh.
b. Pencabutan semai dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak akar.
Sebelum semai dicabut, media pengecambahan disiram sampai basah,
tujuannya agar mempermudah semai untuk dicabut. Saat pencabutan,
media pengecambahan diusahakan terbawa agar akar tetap utuh dan tidak
rusak.
c. Penanaman dalam wadah semai organik dengan cara melubangi tanah
16
tersebut hingga bagian akar terbenam, kemudian dilakukan penyiraman
secara hati-hati agar semai yang baru ditanam tidak roboh.
Jumlah semai yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 50 kali ulangan.
3.3.5 Pemeliharaan setelah Penyapihan
Pemeliharaan semai yang meliputi pembersihan media dari rumput
(gulma), penyiraman tanaman yang dilakukan setiap hari (pagi dan sore), dan
pemupukan.
Pemupukan dilakukan setiap 1 minggu sekali dimulai ketika semai
berumur 1 BSP (bulan setelah penyapihan). Pupuk yang digunakan berupa pupuk
daun (gandasil-D) dengan dosis 1 gram untuk 1 liter air.
3.3.6 Pemanenan bibit
Pemanenan dilakukan dengan cara menghancurkan wadah semai organik
kemudian memisahkan tanaman dengan tanah. Hal ini dilakukan dengan hati-hati
agar akar tanaman tidak ikut tercabut ketika dipisahkan dengan tanah. Setelah itu
bagian pucuk dan akar tanaman dipisahkan menggunakan pisau carter kemudian
masing-masing bagian ditimbang.
3.3.7 Pengamatan pertumbuhan
Parameter yang diamati dalam pengamatan uji ketahanan wadah semai
organik adalah:
1. Tinggi semai; diukur 2 minggu sekali selama 3 bulan (12 minggu)
menggunakan penggaris. Kotiledon (daun pertama) digunakan sebagai
batas terbawah dan pucuk semai sebagai batas teratas.
2. Diameter semai; diukur pada awal dan akhir pengamatan (±2 cm dari
permukaan tanah) dengan menggunakan calliper.
3. Berat Basah Pucuk (BBP) dan Berat Basah Akar (BBA); diperoleh dengan
memisahkan bagian pucuk dan akar semai setelah pemanenan lalu
masing-masing bagian ditimbang dengan neraca Ohauss.
4. Bobot Kering Total (BKT); dihitung pada akhir pengamatan. Akar dan
pucuk dipisah lalu dioven pada suhu 105ºC selama 1 hari (24 jam)
ditimbang dengan neraca Ohauss. Didapat bobot kering pucuk dan akar.
5. Penghitungan Nisbah Pucuk Akar (NPA):
NPA = Berat Kering Pucuk (gram) Berat Kering Akar (gram)
6. Analisis kandungan unsur hara (N, P, K, ) pada media tumbuh dan analisis
jaringan pada daun Gmelina dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan menggunakan faktorial sebagai berikut:
Faktor 1 (bahan baku) yaitu :
M1 : Kertas Koran
M2 : Kertas Koran + Serasah
M3 : Kertas Koran + Kompos
Faktor 2 (perekat) yaitu :
K0 : Tanpa perekat 0%
K1 : Tannin 5%
K3 : Tapioka 5%
Model persamaan umum rancangan penelitian ini adalah
Yijk = µ + Ai + Bj + AiBj +
ε
ijkKeterangan :
Y
ijk : Nilai respon pengamatanµ
: Nilai rata-rata umumAi : Nilai pengaruh taraf faktor perlakuan bahan baku ke-i
Bj : Nilai pengaruh taraf faktor perlakuan perekat ke-j
AiBj : Nilai pengaruh interaksi antara bahan baku dan perekat
ε
ijk : Nilai galat dari unit percobaan yang diberikan taraf i faktor perlakuanbahan baku dan taraf j faktor perlakuan perekat pada ulangan ke-k
Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
H0: Gmelina arborea Roxb. dapat tumbuh dan tahan dalam wadah semai
18
H1: Gmelina arborea Roxb. tidak dapat tumbuh dan tahan dalam wadah semai
berbahan organik
Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah:
Jika F hitung ≤ F table, maka terima H0
Jika F hitung > F table, maka terima H1
Apabila hasil uji menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut
yaitu Uji Duncan.
20
Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan
tinggi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata
pertumbuhan tinggi semai gmelina umur 3 BSP
Sumber
Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas
koran, perekat dan interaksi perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tinggi semai Gmelina hinggga umur 3 BSP (bulan setelah
penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.
Tabel 2 Uji Duncan interaksi perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina umur 3 BSP
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada Tabel 2
menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) saling berbeda nyata
dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan media kertas koran + tanin 5% (KKTn5), sedangkan pada
perlakuan media KKTp5 saling berbeda nyata dengan perlakuan media KKO dan
menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap media kertas koran +
serasah (KKSrO) tetapi saling berbeda nyata dengan media kertas koran + serasah
+ tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran + kompos + tapioka
5% (KKKTp5) tidak berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos
(KKKO) tetapi saling berbeda nyata dengan media kertas koran + kompos + tanin
5% (KKKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKKO saling berbeda nyata
dengan perlakuan media KKKTn5. Faktor perlakuan media kertas koran kompos
tapioka 5% (KKKTp5) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada
Tabel 2 bahwa pengaruh interaksi perlakuan media KKKTp5 memiliki nilai
rata-rata tinggi yang paling besar yaitu sebesar 35.85 cm terhadap pertumbuhan tinggi
semai Gmelina.
Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan
tanpa perekat 0% (K1) memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan
tinggi semai Gmelina dibandingkan dengan perekat tapioka 5% (K3) dan perekat
tanin 5% (K2). Pengaruh faktor perlakuan tanpa perekat terhadap pertumbuhan
tinggi semai Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi lebih besar daripada
perlakuan perekat tanin dan perekat tapioka (Tabel 3) yaitu sebesar 27.06 cm.
Pengaruh faktor perlakuan perekat tanin (K2) dan perekat tapioka (K3)
memberikan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina
ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa perlakuan perekat tanin (K2) mengalami
peningkatan sebesar -3.16%, sedangkan perlakuan perekat tapioka (K3)
mengalami peningkatan sebesar -5.13% terhadap perlakuan tanpa perekat (K1).
Tabel 3 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan tinggi
Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap tanpa perekat (%)
K1 (tanpa perekat) 27.0653a 0
K2 (perekat tanin 5%) 26.2093ab -3.16
K3 (perekat tapioka 5%) 25.6747b -5.13
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Hasil uji Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa untuk faktor media kertas
koran kompos (M3) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi semai
Gmelina. Perlakuan media kertas koran kompos (M3) saling berbeda nyata
22
perlakuan media kertas koran kompos terhadap pertumbuhan tinggi semai
Gmelina memiliki nilai rata-rata tinggi yang lebih besar daripada perlakuan media
kertas koran serasah dan kertas koran (Tabel 4) yaitu sebesar 34.31 cm. Pengaruh
faktor perlakuan media kertas koran kompos dan kertas koran serasah
memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina
ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa perlakuan media kertas koran kompos (M3)
mengalami peningkatan sebesar 63.14%, sedangkan pada perlakuan media kertas
koran serasah memberikan peningkatan sebesar 12.25% terhadap perlakuan media
kertas koran (M1).
Tabel 4 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina umur 3 BSP
Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap media kertas koran (%) M3 (kertas koran kompos) 34.3107a 63.14
M2 (kertas koran serasah) 23.6080b 12.25
M1 (kertas koran) 21.0307c 0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Gambar 3 Grafik pertumbuhan tinggi semai Gmelina selama 12 minggu
4.1.2 Pertumbuhan Diameter Semai Gmelina Selama 3 BSP
Pengukuran diameter dilakukan setiap dua minggu sekali selama 3 bulan.
Data yang digunakan adalah data pengukuran bulan ke tiga dikurangi bulan ke
nol.
Tabel 5 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata
pertumbuhan diameter semai Gmelina umur 3 BSP
Sumber
Galat 441 0.49435400 0.00112098
Total 449 0.55481800
Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Hasil sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas
koran dan perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
diameter semai Gmelina hinggga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada
selang kepercayaan 95%.
Berdasarkan uji lanjut Duncan pada table 6, perlakuan perekat tapioka
memiliki nilai rata-rata diameter yang lebih besar daripada perlakuan perekat
tannin dan tanpa perekat terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina. Faktor
perlakuan perekat tapioka memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
pertumbuhan diameter semai Gmelina ditunjukkan pada Tabel 6 bahwa perlakuan
perekat tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar 4.05% terhadap faktor
perlakuan tanpa perekat (K1), sedangkan pada faktor perekat tanin (K1)
mengalami peningkatan sebesar 0.14%.
Tabel 6 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap pertumbuhan diameter semai
Gmelina umur 3 BSP
Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap
tanpa perekat (%)
K3 (perekat tapioka) 0.2927a 4.05
K2 (perekat tanin) 0.2817b 0.14
K1 (tanpa perekat) 0.2813b 0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
24
Berdasarkan uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan media kertas koran
serasah (M2) terhadap pertumbuhan diameter semai Gmelina memiliki nilai
rata-rata diameter lebih besar daripada perlakuan media kertas koran kompos (M3) dan
media kertas koran (M1) (Tabel 7). Faktor perlakuan media kertas koran kompos
(M3) memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 7 bahwa
perlakuan media kertas koran kompos mengalami peningkatan sebesar 2.88%
terhadap perlakuan media kertas koran.
Tabel 7 Uji Duncan pengaruh media terhadap pertumbuhan diameter semai
Gmelina umur 3 BSP
Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap
media kertas koran (%)
M2 (kertas koran serasah) 0.2725c -5.21
M3 (kertas koran kompos) 0.2958a 2.88
M1 (kertas koran) 0.2875b 0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Hasil pengukuran pada awal pengamatan (minggu 0 = m0) dan akhir
(minggu ke 12 = m12) pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan media kertas
koran mengalami pertambahan (Gambar 3).
Gambar 4 Hasil pengukuran diameter semai Gmelina pada awal dan akhir
4.1.3 Nisbah Pucuk Akar
Nisbah pucuk akar penting dihitung karena menunjukkan keseimbangan
antara penyerapan unsur hara dan air oleh akar dengan proses transpirasi melalui
tajuk.
Hasil sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan bahwa pada perlakuan media,
perekat dan interaksinya menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nisbah
pucuk akar semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah penyapihan) pada
selang kepercayaan 95%.
Tabel 8 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata
nisbah pucuk akar semai Gmelina umur 3 BSP
Sumber
Galat 180 47.01933333 0.26121852
Total 188 64.96978095
Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Tabel 9 Uji Duncan interaksi perlakuan nisbah pucuk akar semai Gmelina
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Hasil uji Duncan interaksi perlakuan media kertas koran dan perekat pada
Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran (KKO) tidak berbeda
nyata dengan media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5) dan perlakuan media
kertas koran + tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah +
tanin 5% (KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap media
kertas koran + serasah (KKSrO), tetapi tidak berbeda nyata terhadap media kertas
koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran +
kompos + tanin 5% (KKKTn5) berpengaruh positif terhadap nilai NPA semai
26
kompos (KKKO) dan media kertas koran + kompos + tapioka 5% (KKKTp5).
Faktor perlakuan media kertas koran + kompos + tanin 5% memberikan pengaruh
yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 9 bahwa pengaruh interaksi perlakuan
media kertas koran + kompos + tanin 5% (KKKTn5) memiliki nilai rata-rata
nisbah pucuk akar yang paling besar yaitu sebesar 2.13 gram.
Uji lanjut Duncan pada perlakuan perekat (Tabel 10) menunjukkan
perlakuan perekat tanin (K2) berbeda nyata dengan perlakuan perekat tapioka
(K3) dan tanpa perekat (1) dengan rata-rata rasio pucuk akar sebesar 1.70 gram.
Tabel 10 Uji Duncan pengaruh perekat terhadap nisbah pucuk akar Gmelina umur
3 BSP
Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap
tanpa perekat (%)
K2 (perekat tanin) 1.7019a 40.02
K3 (perekat tapioka) 1.2918b 6.28
K1 (tanpa perekat) 1.2154b 0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.
Tabel 11 Uji Duncan pengaruh media terhadap nisbah pucuk akar Gmelina umur
3 BSP
Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap
kertas koran (%)
M3 (kertas koran kompos) 1.4997a 1.88
M2 (kertas koran serasah) 1.2375b -15.92
M1 (kertas koran) 1.4719a 0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
Gambar 5 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Akar
dan Berat Kering Pucuk semai Gmelina umur 3 BSP
Gambar 6 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Nisbah Pucuk Akar
semai Gmelina umur 3 BSP
4.1.4 Berat Kering Total
Berat kering total digunakan sebagai parameter pertumbuhan tanaman
karena dianggap sebagai hasil dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam
pertumbuhan tanaman. Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat
kering tanaman bagian atas dan berat kering tanaman yang ada dalam tanah
(akar). Berat kering menggambarkan hasil fotosintesis netto tanaman. Tanaman Perlakuan
28
yang memiliki berat kering total yang tinggi memiliki perkembangan sel-sel
jaringan cepat dan produktivitas yang tinggi berarti pertumbuhan tanaman baik.
Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media
berpengaruh nyata terhadap berat kering total semai Gmelina hingga umur 3 BSP
(bulan setelah penyapihan) pada selang kepercayaan 95%.
Tabel 12 Sidik ragam pengaruh komposisi media dan perekat terhadap rata-rata
nilai Berat Kering Total semai Gmelina umur 3 BSP
Sumber
Galat 180 9.12626667 0.05070148
Total 188 14.77206455
Keterangan : * : berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% tn : tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%
Uji Duncan pada berat kering total semai Gmelina tidak dilakukan karena
hasil uji pada perekat dan interaksinya menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
Perlakuan media kertas koran dan perekat pada media tumbuh dapat
meningkatkan berat kering total semai Gmelina sebesar 1.81% - 81.81%. Berat
kering total semai Gmelina terbaik diperoleh pada perlakuan media kertas koran
kompos tanpa perekat (KKKO) dengan berat 1.00 gram atau meningkat sebesar
81.81% sedangkan berat terkecil diperoleh pada media berbahan dasar kertas
koran tanpa perekat (KKO) dan media dengan bahan dasar kertas koran + tanin
5% (KKTn5) yaitu sebesar 0.55 gram (Tabel 13).
Tabel 13 Nilai berat kering total semai Gmelina pada umur 3 BSP
Perlakuan BKT rata-rata (gram) Peningkatan (%)
Gambar 7 Pengaruh perlakuan bahan wadah semai terhadap Berat Kering Total semai Gmelina umur 3 BSP
4.1.5 Hasil Analisis Kimia Wadah semai
Analisis kimia wadah semai dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Analisis
kimia wadah semai bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan unsur nitrogen
(N), fospor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga
(Cu), seng (Zn), mangan (Mn), timbal (Pb), dan karbon (C) pada wadah semai,
serta untuk mengetahui jumlah kandungan unsur (N), pospor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), Magnesium (Mg) pada jaringan tanaman Gmelina (Tabel 14).
Tabel 14 Hasil analisis kimia wadah semai Gmelina
Jenis Perlakuan
C N P K Ca Mg Fe Cu Zn
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (ppm) (ppm) (ppm)
KKO 54.51 0.42 0.05 0.04 2.30 0.46 660 20 40
KKSrO 52.00 0.63 0.11 0.11 9.90 1.38 1,100 40 60
KKKO 46.54 0.70 0.21 0.25 4.63 3.00 2,755 45 80
KKTp5 55.15 0.35 0.06 0.07 4.63 0.81 549 15 40
KKSrTp5 52.62 0.91 0.15 0.12 8.23 1.86 1,475 30 68
KKKTp5 35.00 1.18 0.39 0.33 6.20 2.60 6,480 35 75
KKTn5 54.21 0.28 0.07 0.10 5.74 0.73 1,345 15 30
KKSrTn5 51.98 0.66 0.10 0.14 8.88 1.38 1,395 35 55
30
Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai unsur C terbesar terletak pada perlakuan
KKTp5, KKO, KKTn5 yaitu sebesar 55,15%, 54,51%, 54,21%, untuk perlakuan
KKKTp5 jumlah unsur C sangat rendah yaitu sebesar 35,00%. Kandungan unsur
N tertinggi terdapat pada perlakuan KKKTp5 dan KKKTn5 yaitu sebesar 1,18%
dan 1,15% sedangkan terendah terdapat pada perlakuan KKTn5, KKTp5, KKO
sebesar 0,28%, 0,35%, 0,42%. Pada perlakuan KKO jumlah unsur P, dan K sangat
rendah sebesar 0,05% dan 0,04% sedangkan nilai pospor (P) terbesar terdapat
pada perlakuan KKKTp5 dan KKKTn5 yaitu sebesar 0,39% dan 0,33% . Untuk
nilai unsur Kalium (K) terbesar terdapat pada perlakuan KKKTn5 dan KKKTp5
sebesar 0,38% dan 0,33%.
Tabel 15 Hasil analisis serapan hara pada tanaman Gmelina
Jenis
Berdasarkan hasil analisis serapan hara pada tanaman Gmelina (Tabel 15)
diketahui bahwa pada tanaman gmelina yang terdapat di perlakuan KKKO
(Koran+Kompos), KKKTp5 (Koran+Kompos+Tapioka) dan KKKTn5
(Koran+Kompos+Tanin) menyerap jumlah unsur nitrogen (N) lebih banyak
dibandingkan perlakuan lain yaitu berturut-turut 0,46 gram, 0,42 gram dan 0,60
gram. Adapun nilai serapan hara terendah terdapat pada perlakuan KKSrO
(Koran+Serasah), KKTp5 (Koran+Tapioka) dan KKTn5 (Koran+Tanin), yaitu
sebesar 0.19 gram, 0.19 gram dan 0,17 gram. Unsur pospor (P) paling banyak
0,19 gram dan 0,17 gram sedangkan terendah terdapat pada perlakuan KKO
(Koran), KKTp5 (Koran+Tapioka), dan KKTn5 (Koran+Tanin).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Perlakuan Media Kertas Koran terhadap Pertumbuhan
Semai Gmelina
Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi,
pertambahan diameter, nisbah pucuk-akar, berat kering total, analisis kimia media
semai dan analisis jaringan pada daun Gmelina. Berdasarkan hasil analisis sidik
ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media kertas koran, perekat dan
interaksi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertumbuhan tinggi semai Gmelina hingga umur 3 BSP (bulan setelah
penyapihan) pada selang kepercayaan 95%. Faktor perlakuan media kertas koran
kompos memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa
persen peningkatan perlakuan media kertas koran kompos (M3) sebesar 63.14%
terhadap perlakuan media kertas koran (M1). Menurut Indriani (2001) sifat baik
dari kompos yang merupakan pupuk organik terhadap kesuburan tanah yaitu dapat
menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro dalam jumlah
relatif kecil, dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat, membuat
permeabilitas tanah menjadi lebih baik dan juga dapat dijadikan sebagai pupuk
bagi tanaman. Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang
dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang
bertambah dari pupuk organik masih lebih kecil dibanding pupuk organik secara
umum, fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut : kebutuhan tanah bertambah,
adanya penambahan unsur hara, humus, dan bahan organik kedalam tanah
menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh dalam jangka panjang. Sifat fisik
dan kimia tanah diperbaiki. (Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya
perbaikan struktur tanah). Sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme
jasad renik yang ada menjadi hidup (Indriani, 2001).
Disamping itu, menurut Indriani (2001) kompos mempunyai beberapa
sifat yang menguntungkan antara lain: memperbaiki struktur tanah, memperbesar
daya ikat tanah berpasir, menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki
32
ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan menurunkan aktivitas
mikroorganisme yang merugikan.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pengaruh interaksi perlakuan (Tabel
2), menunjukkan bahwa interaksi media kertas koran + tapioka 5% (KKTp5)
saling berbeda nyata dengan media kertas koran (KKO) dan media kertas koran +
tanin 5% (KKTn5). Pada interaksi media kertas koran + serasah + tanin 5%
(KKSrTn5) menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan media kertas
koran + serasah + tapioka 5% (KKSrTp5). Untuk interaksi media kertas koran +
kompos + tapioka 5% (KKKTp5) saling berbeda nyata dengan media kertas koran
+ kompos + tanin 5% (KKKTn5), sedangkan pada perlakuan media KKKO saling
berbeda nyata dengan perlakuan media KKKTn5. Faktor perlakuan media kertas
koran + tanin (KKTn5%) memiliki tinggi sebesar 21.98 cm, nilai itu tidak lebih
besar dari 34.81 cm yaitu pada perlakuan media kertas koran + kompos (KKKO),
sedangkan pada perlakuan media kertas koran + kompos + tapioka (KKKTp5)
memiliki nilai rata-rata tinggi terbesar yaitu 35.85 cm.
Pengaruh faktor perlakuan perekat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa
peningkatan perlakuan tanpa perekat (K1) memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu
sebesar 27.06 cm, nilai itu tidak lebih kecil dari 26.20 cm yang ditunjukkan pada
perlakuan perekat tanin (K2), sedangkan pada perlakuan perekat tapioka (K3)
memiliki rata-rata terkecil yaitu sebesar 25.67 cm. Pada perlakuan perekat tanin
(K2) mengalami peningkatan sebesar -5.41%, sedangkan pada perlakuan perekat
tapioka (K3) mengalami peningkatan sebesar -3.16% terhadap perlakuan tanpa
perekat, artinya perlakuan perekat memberikan pengaruh yang lambat pada
pertumbuhan semai Gmelina.
Berdasarkan uji lanjut Duncan semai Gmelina pada Tabel 4, menunjukkan
bahwa untuk faktor perlakuan media kertas koran kompos (M3) saling berbeda
nyata dengan media kertas serasah (M2) dan media kertas koran (M1). Pengaruh
faktor perlakuan media kertas koran kompos dan kertas koran serasah
memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi semai Gmelina,
Pada perlakuan media kertas koran serasah (M2) memiliki rata-rata sebesar 23.60
cm dan memberikan peningkatan sebesar 12.25% terhadap perlakuan media kertas