• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum adat 006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum adat 006"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Ketentuan ini mendukung keberadaan berbagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa (baik provinsi, kabupaten dan kota, maupun desa). Contoh satuan pemerintahan bersifat khusus adalah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta; contoh satuan pemerintahan bersifat istimewa adalah Daerah Istimewa (DI)

Yogyakarta dan Daerah Istimewa (DI) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Satuan pemerintahan di tingkat desa seperti gampong (di NAD), nagari (di

Sumatera Barat), dukuh (di Jawa), desa dan banjar (di Bali) serta berbagai kelompok masyarakat di berbagai daerah hidup berdasarkan adat dengan hak-haknya seperti hak ulayat, tetapi dengan satu syarat bahwa kelompok masyarakat hukum adat itu benar-benar ada dan hidup, bukan dipaksa-paksakan ada; bukan dihidup-hidupkan. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, kelompok itu harus diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah yang ditetapkan oleh DPRD. Selain itu, penetapan itu tentu saja dengan suatu pembatasan, yaitu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip negara kesatuan. - See more at: http://limc4u.blogspot.com/2012/12/penjelasan-pasal-18b-uud-1945.html#sthash.ZgaN5QzK.dpuf

Pendahuluan

(2)

memasukan komponen Pemilihan kepala daerah langsung ternyata membawa

ketidakpuasan beberapa pihak sehingga sampai tulisan ini dibuat, permohonan

uji materiil (judicial review) telah dikeluarkan hasilnya dengan putusan

Mahkamah Konstitusi (Selasa, 22 Maret 2005) yang mengabulkan sebagian

dari tuntutan pihak yang mengajukan, yaitu gabungan sejumlah LSM dan 15

KPUD. Beberapa catatan yang penulis tangkap dan dapat dirangkum secara

sederhana dari UU pemerintahan daerah ini antara lain:

Implikasi

positif

UU

No.32

tahun

2004

UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (dan UU No.33 tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah) menggantikan Undang-undang yang berkaitan dengan kebijakan

desentralisasi melalui otonomi daerah yang dicanangkan pemerintahan baru di

era reformasi ini, yaitu UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999

dengan judul yang sama. Sejak disahkan oleh Presiden Megawati

Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2004, maka Undang-undang ini

berlaku efektif. UU yang lazim disebut UU Pemda ini memiliki jumlah pasal

yang lebih banyak dari UU sebelumnya, yaitu memuat 240 pasal, lebih banyak

dibanding pendahulunya yang hanya 134 pasal.

Perbedaan demikian terkait erat dengan konsekuensi UUD 1945 hasil

perubahan kedua pada tahun 2000. Yaitu pasal 18, pasal 18A dan pasal 18B

yang menggantikan pasal 18. Dalam amendemen UUD 1945, dilakukan

perubahan mendasar. Dalam Pasal 18 UUD 1945 ayat (1) disebutkan, Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah-daerah Provinsi dan Daerah

Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi,

Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan

UU. Dalam kalimat tersebut, terjadi hirarki antara pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah

pusat di daerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut

pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya. Pada UU No. 32,

Pemerintah daerah disebut langsung sebagai provinsi, dan kabupaten/kota

pada tiap-tiap ayatnya. Menegaskan mengenai pembagian yang bersifat

hirarkis ini.

(3)

ditafsirkan tidak adanya hirarki antar pemerintahan sehingga muncul konsep

“kesejajaran antara provinsi dan kabupaten/kota”. Akibatnya, banyak

kabupaten/kota yang tidak tunduk kepada gubernur dengan alasan sesuai

dengan aturan Undang-undang. Ketidak seimbangan antara eksekutif dan

legislatif (Legislative heavy), yang dikuatirkan banyak kalangan pasca UU

No.22 tahun 1999 berlaku mulai hilang. Hal ini dapat dilihat bahwa melalui UU

No.32 ini, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala

daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan

keterangan pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur

terhadap Raperda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

Beberapa hal lain yang niscaya merupakan implikasi positif dari UU yang

menurut versi pemerintah “menyempurnakan” ini. Badjeber (2004), Mecca dan

Riana (2005) mencatat antara lain mekanisme pengawasan kepala daerah yang

semakin diperketat, misalnya presiden tanpa melalui usulan DPRD dapat

memberhentikan sementara terhadap kepala daerah yang didakwa melakukan

tindak korupsi, terorisme, dan makar (Pasal 31). Sementara pengawasan

terhadap DPRD semakin diperketat dengan adanya Badan Kehormatan yang

siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota Dewan. Untuk

melengkapinya DPRD wajib pula menyusun kode etik untuk menjaga martabat

dan kehormatan dalam menjalankan tugasnya. Anggota DPRD pun bisa diganti

sewaktu-waktu apabila melanggar larangan atau kode etik (Pasal 41 s.d Pasal

49).

Kemudian terdapat pula pengaturan dalam pembuatan fraksi di DPRD. Setiap

anggota DPRD harus berhimpun dalam fraksi, dimana jumlah anggota setiap

fraksi sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD. Untuk

menjamin keadilan bagi partai politik, jumlah komisi di DPRD pun diatur sesuai

dengan jumlah anggota DPRD. Bagi anggota yang berasal dari parpol dan tidak

bisa membentuk fraksi harus membentuk fraksi gabungan. Dalam hal usulan

pengajuan calon pimpinan, hanya parpol yang bisa membentuk satu fraksi yang

berhak mengajukan calonnya sedangkan fraksi gabungan tidak.

(4)

dimaksudkan keadilan bagi partai politik. (Pasal 50 s.d Pasal 51). Masih banyak

lagi aturan-aturan yang dimuat dalam pasal demi pasal, namun acapkali aturan

main yang dibentuk ini mengalami batu sandungan, terutama pro-kontra

pasal-pasal tentang Pemilihan kepala daerah langsung yang dimuat dalam UU No.32

tahun

2004

ini.

Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita pengakuan dan

pemakaian istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat disimpulkan ada sesungguhnya

Konstitusi kita sebelum amandemen tidak secara tegas menunjukkan kepada kita

pengakuan dan pemakaian istilah hukum adat. Namun bila ditelaah, maka dapat disimpulkan ada

sesungguhnya rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mengandung nilai luhur dan jiwa hukum

adat. Pembukaan UUD 1945, yang memuat pandangan hidup Pancasila, hal ini mencerminkan

kepribadian bangsa, yang hidup dalam nilai-nilai, pola pikir dan hukum adat. Pasal 29 ayat (1)

Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.

Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan dalam

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan :

Negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara

Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang

.

Dalam memberikan tafsiran terhadap ketentuan tersebut Jimly Ashiddiqie menyatakan

perlu diperhatikan bahwa pengakuan ini diberikan oleh Negara :

1.

Kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang dimilikinya;

2.

Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Artinya

pengakuan diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut dan karenanya

masyarakat hukum adat itu haruslah bersifat tertentu;

3.

Masyarakat hukum adat itu memang hidup (Masih hidup);

(5)

5.

Pengakuan dan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran-ukuran kelayakan bagi

kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembangan keberadaan bangsa. Misalnya tradisi-tradisi

tertentu yang memang tidak layak lagi dipertahankan tidak boleh dibiarkan tidak mengikuti arus

kemajuan peradaban hanya karena alasan sentimentil;

6.

Pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai suatu negara

yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Ashiddiqie, 2003 : 32-33)

Memahami rumusan Pasal 18B UUD 1945 tersebut maka:

1.

Konstitusi

menjamin kesatuan masyarakat adat

dan

hak-hak tradisionalnya

;

2.

Jaminan konstitusi

sepanjang hukum adat itu masih hidup

;

3.

Sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan

4.

Sesuai

dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

.

5.

Diatur dalam undang-undang

Dengan demikian konsitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan

hukum adat bila memenuhi syarat:

1)

Syarat Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat;

2)

Syarat Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan

keberlakuan diatur dalam undang-undang;

Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Identitas budaya dan hak masyarakat

tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

B.

Kedudukan Hukum Adat dalam Putusan Hakim

1.

Hendaklah hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih diperkembangkan ke arah hukum

yang bersifat bilateral/parental yang memberikan kedudukan yang sederajat antara pria dan

wanita.

2.

Dalam rangka pembinaan Hukum Perdata Nasional hendaknya diadakan publikasi jurisprudensi

yang teratur dan tersebar luas.

3.

Dalam hal terdapat pertentangan antara undang-undang dengan hukum adat hendaknya hakim

memutus berdasarkan undang-undang dengan bijaksana.

4.

Demi terbinanya Hukum Perdata Nasional yang sesuai dengan politik hukum negara kita,

diperlukan hakim-hakim yang berorientasi pada pembinaan hukum.

5.

Perdamaian dan kedamaian adalah tujuan tiap masyarakat karena itu tiap sengketa Hukum

hendaklah diusahakan didamaikan.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Fasilitas Penerapan Budidaya Padi Fasilitas Penerapan Budidaya Minapadi Melaksanakan Penyaluran Fasilitas Sarana Produksi

menunjukan bahwa pada masa inflamsi pada post cateterisasi jantung setelah diberi tindakan aff sheath radialis didapatkan 47% responden dengan hasil tidak mengalami

Ancak, kesin olarak bildiğimiz bir şey var ise, o da şudur; ebter tohumlardan elde edilen mahsulleri (ürünleri) tükettiğimiz takdirde, hastalıklara karşı önleyici ve

Pengaruh penambahan karaginan terhadap karakteristik pasta tepung garut dan kecambah kacang tunggak sebagai bahan baku bihun.. Jurnal Pangan

Catatan atas Laporan Keuangan Konsolidasian Interim (Unaudited) Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 30 Juni 2007 dan 2006 (Dinyatakan dalam ribuan Rupiah, kecuali dinyatakan

Berdasarkan hasil tes kemampuan literasi sains diperoleh rata-rata tertinggi yaitu 88,71 pada indikator keterampilan pemecahan masalah dengan menggunakan kemampuan

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: “Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Profesionalisme manajemen, sistem informasi, budaya perusahaan yang tepat, pemanfaatan teknologi, strategi fungsional lainnya perlu secara terpadu mendukung