• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah Yang Belum Digunakan Dan Yang Telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah Yang Belum Digunakan Dan Yang Telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN BILANGAN ASAM PADA

MINYAK GORENG CURAH YANG BELUM DIGUNAKAN

DAN YANG TELAH DIGUNAKAN TIGA KALI

PENGGORENGAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

TITIN KRISTIANI BR SURBAKTI NIM 102410007

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sesuai dengan yang diharapkan.

Tugas Akhir ini berjudul “Perbandingan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah Yang Belum Digunakan Dan Yang Telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar bagi penulis hingga terselesaikannya tugas akhir ini. Khususnya dorongan dari orang tua dan keluarga penulis baik moril maupun materil serta doa.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan perhatiannya dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi D-3 Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

(4)

3. Seluruh dosen/staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Darwati, beserta Koordinator dan Staf Laboratorium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPTD BPSMB) Medan.

5. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dikuasai, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun, oleh karena itu penulis akan menerima dengan senang hati bagi yang ingin menyumbangkan masukan dan kritik demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Medan, April 2013

(5)

The Comparison of Acid Numbers In Cooking Oil Before Used and After Used Three Times Fried

Abstrac

Cooking oil is food’s material with the first composition trigliseride from the vegetable oil with or without chemistry changed, in hydrogenation, freezer, and after puring process. Acid numbers is how many mg KOH who needed to netralisation 1 gram fatty. Free fatty acid is the consentration of the free fatties acid in the fatty. The purpose of this experiment is to coclude the acid numbers who influenced for the quality from cooking oil with titration method used NaOH 0,1 N. so can be used as one of test pharameter to conclude it’s quality in UPDT BPSMB Medan.

The palm oil can be used as the food product with fragsination process, rafination, and hydrogenation. Olein fraksion used as the first material to make the cooking oil. The specific quality of cooking oil from SNI 01-3741-2002 for the acid numbers for the first quality is maximum 0,6 and for the second quality maximum 2. In this experiment the result from the cooking oil before used and after used three times fried is 0,2002 and 0,6032. This part told that the quality of cooking oil will be less after used for a few times because it has improved of acid numbers.

Keyword: cooking oil, acid numbers, fraksination, olein fraksion

(6)

Perbandingan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah Yang Belum Digunakan Dan Yang Telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan

Abstrak

Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian. Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan 1 gram lemak. Asam lemak bebas adalah kadar asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak. Tujuan penelitian ini adalah menentukan bilangan asam yang mempengaruhi mutu dari minyak goreng dengan metode titrasi menggunakan pentiter NaOH 0,1 N, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu parameter uji untuk menentukan mutunya di UPDT BPSMB Medan.

Minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai produk pangan baik melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Fraksi olein digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan minyak goreng. Syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002 untuk bilangan asam pada persyaratan mutu I adalah maksimal 0,6 dan persyaratan mutu II maksimal 2. Pada percobaan yang dilakukan didapatkan hasil untuk minyak goreng curah yang belum digunakan dan yang telah digunakan tiga kali penggorengan masing-masing adalah 0,2002 dan 0,6032. Hal ini menunjukkan bahwa mutu minyak goreng curah berkurang apabila telah digunakan beberapa kali penggorengan karena mengalami peningkatan jumlah bilangan asam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Lembar pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 3

2.1.1 Klasifikasi Dan Morfologi Kelapa Sawit ... 3

2.1.2 Ekologi Kelapa Sawit ... 4

2.2.3 Kandungan Minyak Kelapa Sawit ... 5

2.2 Minyak Goreng ... 6

2.3 Ragam minyak Dan Lemak ... 8

2.3.1 Asam Lemak Bebas ... 9

(8)

2.4 Pembuatan Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 10

2.4.1 Standar Mutu ... 12

2.5 Kegunaan Minyak Goreng Kelapa Sawit ... 12

2.6 Bilangan Asam ... 13

2.7 Kadar Air ... 13

BAB III METODE PENGUJIAN ... 14

3.1 Pentuan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng ... 14

3.1.1 Alat dan Bahan ... 14

3.1.2 Prosedur Kerja ... 14

3.2 Penentuan Kadar Air Pada Minyak Goreng ... 14

3.2.1 Alat ... 14

3.2.2 Cara Kerja ... 15

3.2.3 Rumus Kadar Air ... 16

BABIV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Hasil ... 17

4.2 Pembahasan ... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1 Kesimpulan ... 20

5.2 Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Parameter Syarat Mutu Minyak goreng kelapa sawit ... 17 Tabel 2 Hasil Penetapan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah

Yang Belum Digunakan ... 17 Tabel 3 Hasil Penetapan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah

Yang telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan ... 17 Tabel 4 Hasil Penetapan Kadar Air Pada Sampel Minyak Goreng Curah 18 Tabel 5 Hasil Standarisasi NaOH 0,1 N ... 24

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Perhitungan Molaritas dan Normalitas Asam Oksalat ... 22 Lampiran 2 Hasil dan Perhitungan Standarisasi NaOH 0,1 N ... 23 Lampiran 3 Perhitungan Pengujian Bilangan Asam Pada Minyak Goreng

Kelapa Sawit Curah yang Belum Digunakan ... 25 Lampiran 3 Perhitungan Pengujian Bilangan Asam Pada Minyak Goreng

Kelapa Sawit Curah yang Telah Digunakan Tiga Kali Peng-

(11)

Perbandingan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah Yang Belum Digunakan Dan Yang Telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan

Abstrak

Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian. Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan 1 gram lemak. Asam lemak bebas adalah kadar asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak. Tujuan penelitian ini adalah menentukan bilangan asam yang mempengaruhi mutu dari minyak goreng dengan metode titrasi menggunakan pentiter NaOH 0,1 N, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu parameter uji untuk menentukan mutunya di UPDT BPSMB Medan.

Minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai produk pangan baik melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Fraksi olein digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan minyak goreng. Syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002 untuk bilangan asam pada persyaratan mutu I adalah maksimal 0,6 dan persyaratan mutu II maksimal 2. Pada percobaan yang dilakukan didapatkan hasil untuk minyak goreng curah yang belum digunakan dan yang telah digunakan tiga kali penggorengan masing-masing adalah 0,2002 dan 0,6032. Hal ini menunjukkan bahwa mutu minyak goreng curah berkurang apabila telah digunakan beberapa kali penggorengan karena mengalami peningkatan jumlah bilangan asam.

Kata kunci: minyak goreng curah, bilangan asam, fraksinasi, fraksi olein

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak yang umum dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen, dan sebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa (Sartika, 2009).

Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali, sehingga mudah dibentuk menjadi produk untuk berbagai keperluan, seperti untuk pelumas mesin dalam berbagai proses industri. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit, seperti karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun, dan sebagainya (Amang, 1996).

(13)

1.1 Tujuan

- Untuk mengetahui perbandingan nilai bilangan asam pada minyak goreng

curah yang belum digunakan dan yang telah digunakan tiga kali penggorengan.

- Untuk mengetahui kadar air yang terdapat pada sampel minyak goreng

curah yang digunakan.

1.2 Manfaat

Adapun manfaat dari tugas akhir ini yaitu:

- Untuk mengetahui bilangan asam yang terdapat dalam minyak goreng

curah yang belum digunakan dan yang telah digunakan tiga kali penggorengan apakah memenuhi syarat SNI atau tidak.

- Untuk mengetahui mutu minyak goreng curah yang diuji.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit

Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin, dan minyak makan lainnya. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali (Amang, 1996).

Menurut perkiraan, kurang lebih 90% dari produksi minyak sawit dunia dipergunakan sebagai bahan pangan. Dibandingkan minyak nabati dan lemak hewan yang lain, minyak kelapa sawit ternyata mempunyai kandungan kolestrol yang rendah. Dengan melihat unsur-unsur yang terkandung dalam minyak sawit, tak dapat disangkal bahwa minyak sawit merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung kalori cukup tinggi (Penebar Swadaya, 1997).

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

Kerajaan

Divisi

Kelas

Ordo

Famili

Genus : Elaeis

(15)

Kelapa sawit berbent terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip dan berwarna hijau tua serta memiliki pelepah berwarna sedikit lebih muda (Wikipedia, 2011).

2.1.2 Ekologi Kelapa Sawit

Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun faktor dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi Faktor-faktor lingkungan, Faktor-faktor genetis, dan faktor teknis-agrobisnis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit. Faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain (Penebar Swadaya, 1977).

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Secara umum kondisi iklim yang cocok bagi kelapa sawit terletak antara 15o LU-15o LS. Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Kekurangan atau kelebihan sinar matahari akan berakibat buruk bagi tanaman kelapa sawit (Penebar Swadaya, 1977).

Untuk tumbuh dengan baik tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum yaitu berkisar antara 29o-30oC. Faktor-faktor yang mempengaruhi

(16)

kelembapan udara adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 80-90%. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5 (Penebar Swadaya, 1977).

2.1.3 Kandungan Minyak Kelapa Sawit

Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%) (Penebar Swadaya, 1997).

Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit, seperti karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun,dan sebagainya. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan bahan baku lainnya (Amang, 1996).

(17)

anti kanker. Sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E (Penebar Swadaya,1997).

Dari nilai gizinya, penggunaan minyak sawit sebagai minyak goreng cukup menguntungkan. Adanya karoten dan tokoferol yang terkandung didalamnya menyebabkan minyak sawit ini perlu dikembangkan menjadi sumber vitamin. Keunggulan lainnya adalah karena kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi (Penebar Swadaya, 1997).

2.2 Minyak Goreng

Pada masa sebelum Orde Baru dan sampai pada awal PJP I, minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat didominasi oleh jenis minyak goreng asal kelapa, akan tetapi sejak tahun 1970-an sejajar dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, minyak goreng asal kelapa tergeser oleh minyak goreng asal sawit. Dalam satu dekade terakhir, sejalan dengan semakin menurunnya produksi kelapa dan meningkatnya produksi sawit, konsumsi minyak goreng asal sawit terus mengalami peningkatan (Amang, 1996).

Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun diperkotaan. Dalam satu dekade terakhir, sejalan dengan semakin menurunnya produksi kelapa dan meningkatnya produksi sawit, konsumsi minyak goreng asal sawit terus mengalami peningkatan (Amang, 1996).

(18)

Parameter syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002

No Jenis Uji Satuan

Persyaratan Mutu I Mutu II 1. Keadaan :

1.1. Bau - normal Normal

1.2. Rasa - normal Normal

1.3. Warna - Putih, kuning

pucat sampai kuning

Putih, kuning pucat sampai kuning

2. Kadar air % b/b maks 0,1 maks 0,3

3. Bilangan Asam mg KOH/g maks 0,6 maks 2

4. Asam Linolenat ( C18:3) dalam

komposisi asam lemak minyak

% maks 0,1 maks 2

5. Cemaran logam :

5.1. Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1 maks 0,1 5.2. Timah (Sn) mg/kg maks 40,0/250 maks 40,0/250 5.3. Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05 5.4. Tembaga (Cu) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

6. Cemaran arsen (As) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

(19)

Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian (SNI, 2002).

2.3 Ragam Jenis Minyak Dan Lemak

Berdasarkan sumber bahan baku untuk memproduksinya, minyak goreng dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok agrerat. Kelompok pertama adalah minyak yang dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilahkan sebagai lemak (fat). Penggunaan minyak hewani untuk konsumsi langsung rumah tangga sebagai bahan pangan lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi daging (Amang, 1996).

Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang populer dikonsumsi manusia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak. Di Indonesia, lebih dari 95 persen minyak goreng yang berasal dari minyak nabati adalah berasal dari sawit dan kelapa (Amang, 1996).

Pada dasarnya lemak dan minyak adalah gugus gliserida asam lemak. Salah satu sifat terpenting dari asam lemak adalah tingkat kejenuhannya (degree of saturation) yang ditunjukkan oleh bilangan jodium (iodium number). Lemak dengan bilangan jodium yang tinggi memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi dan umumnya berbentuk cair pada suhu kamar. Sebaliknya, bila memiliki bilangan jodium yang rendah maka kandungan asam lemak jenuhnya

(20)

lebih tinggi dan cenderung padat atau setengah padat pada suhu kamar, dengan menggunakan bilangan jodium, minyak/lemak dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu: (i) cair (fluid), dan (ii) padat/setengah padat (solid/semisolid) (Amang, 1996).

2.3.1 Asam Lemak Bebas (free fatty acid)

Kadar asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya reaksi panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk (Penebar Swadaya, 1997).

2.4 Pembuatan Minyak Goreng Kelapa Sawit

(21)

minyak mentah atau dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) dan dari bagian biji buah disebut Palm Kernel Oil (PKO). Kedua jenis minyak mentah tersebut masih mengandung bahan ikutan seperti asam lemak bebas, phospat, pigmen, bau, air dan sebagainya. Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit ini dilanjutkan dengan proses bleaching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang bau) agar minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa disebut refined, bleached and deodorized (RBD) stearindan olein (Amang, 1996).

Pada dasarnya proses produksi dari bahan baku CPO menjadi minyak goreng melalui 2 (dua) tahap yakni proses rafinasi dan fraksinasi, dimana antara keduanya merupakan satu kesatuan proses untuk menghasilkan minyak goreng yang berkualitas. Rafinasi (Refining) atau proses pemurnian adalah proses untuk menghilangkan zat-zat yang tidak di kehendaki yang ada dalam CPO, sehingga minyak bebas dari bau, FFA (rendah), dan residu lainnya (Amang, 1996).

Proses pemurnian secara basah dapat digolongkan menjadi 4 kelompok proses yaitu proses pemurnian yang menggunakan alkali, pemutihan (bleaching), penghilang bau (deodorizing) dan penguapan. Pemurnian dengan alkali mempunyai tujuan untuk menghilangkan atau menetralisasi pospat dengan cara memberi soda api. Pemutihan (bleaching) adalah proses untuk menghilangkan bahan-bahan warna yang terlarut dalam minyak. Deodorizing (penghilang bau) adalah proses terakhir dari proses pemurnian minyak yang mempunyai tujuan untuk menghilangkan bau yang keras maupun bau yang tidak normal (Amang, 1996).

(22)

Proses pemurnian secara kering adalah proses pemurnian dengan cara penguapan, yaitu pertama dilakukan netralisasi menggunakan alkali seperti soda api dan kemudian diikuti dengan penguapan dengan menggunakan uap panas untuk menghilangkan bau (Amang, 1996).

Fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Seperti diketahui bahwa minyak nabati memiliki karakteristrik terdiri dari bermacam-macam trigliserida, dimana trigliserida ini tersusun dari asam-asam lemak dengan komponen karbon yang berbeda satu sama lain dan berbeda pula titik didihnya (Amang, 1996).

Adapun proses produksi minyak goreng sendiri dapat dibedakan menjadi 2 cara, yaitu proses produksi cara kering dan cara basah. Sebagian besar pabrik minyak goreng di Indonesia menggunakan cara kering yaitu dengan pemanasan atau proses non kimia. Melalui proses ini CPO dirafinasi untuk menjernihkan dan menghilangkan bau. Dari proses ini didapatkan FFA (4-5 persen) dan RBDPO (94 persen), sedangkan 1-2 persen lainnya tidak dapat diketahui (Amang, 1996).

(23)

2.4.1 Standar Mutu

Istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit yang dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam, besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting (Penebar Swadaya, 1997).

2.5 Kegunaan Minyak Goreng Kelapa Sawit

Baik oleh rumah tangga maupun oleh industri makanan, fungsi minyak goreng pada umumnya bukan sebagai bahan baku, namun sebagai bahan pembantu. Fungsinya sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga peningkatan nilai gizi. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan bahan baku lainnya. Dari refined, bleaching and deodorized (RBD) olein dan stearin dengan proses pemisahan akan dihasilkan bermacam-macam produk yang biasa disebut industri oleochemic (Amang, 1996).

Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibanding minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui

(24)

berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E (Penebar Swadaya, 1997).

2.6 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan 1 gram lemak. Asam lemak bebas adalah kadar asam-asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak (SNI, 1998).

Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa per 1 gram minyak. Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada minyak terutama pada saat pengolahan (Burhanuddin, 2012).

2.7 Kadar Air

Prinsipnya kehilangan bobot pada pemanasan l05o C dianggap sebagai kadar air yang terdapat dalam contoh. Kadar air dinyatakan sebagai persen bobot per bobot, dihitung sampai dua desimaldengan menggunakan rumus:

%

rn1 = bobot cuplikan

(25)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Penentuan Bilangan Asam pada Minyak Goreng (SNI 01-3741-2002)

3.1.1 Alat dan Bahan

3.1.1.1 Alat

- Neraca Analitik, terkalibrasi - Erlenmeyer 250 ml

- Buret 10 ml atau 50 ml, terkalibrasi

3.1.1.2 Bahan

- Sampel minyak goreng - Etanol Netral 95% netral - Indikator fenolftalein - NaOH 0,1N

3.1.2 Prosedur Kerja

3.1.2.1 Pembuatan Pereaksi

- Larutan Alkohol 95% netral

Alkohol 95% dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak yang diperlukan, ditetesi dengan beberapa beberapa tetes indikator fenolftalein kemudian ditetesi dengan larutan standar NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda.

(26)

- Indakator Fenolftalein (PP) 0,5%

Sebanyak 0,5 g fenolftalein dilarutkan dalam 100 ml etanol 95%

- Larutan Standar NaOH 0,1 N

- Pembuatan Larutan NaOH 50%

100 g NaOH dilarutkan dalam air suling bebas CO2 sebanyak 100 ml.

- Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N

Sebanyak 1,26 g asam oksalat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditara sampai tanda garis dengan air suling bebas CO2. 3.1.2.2 Penentuan Bilangan Asam

- Timbang dengan seksama 2 g – 5 g contoh ke dalam Erlenmeyer 250 ml. - Tambahkan 50 ml Etanol 95% netral.

- Tambahkan 3 tetes – 5 tetes indikator PP dan titer dengan larutan standar

NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik).

- Lakukan penetapan duplo.

3.1.2.3 Perhitungan

m

V = Volume NaOH yang diperlukan dalam pentiteran, dinyatakan dalam ml

T = Normalitas NaOH

(27)

3.2 Penetuan Kadar Air Pada Minyak Goreng Dengan Metode Oven

3.2.1 Alat

- Oven

- Timbangan analitik - Desikator

- Botol timbang

3.2.2 Cara kerja

- Timbang dengan seksama 5-6 ml cuplikan pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh berupa cairan, botol timbang dilengkapi kertas saring berlipat.

- Keringkan pada oven suhu 105oC, selama 1 jam. - Dinginkan dalam desikator.

- Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.

3.2.3 Rumus Kadar Air

%

m1 = Adalah bobot cuplikan sebelum dikeringkan

m2= Adalah jumlah cuplikan dikurang bobot yang hilang setelah dikeringkan

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak goreng curah yang belum digunakan dan yang telah digunakan tiga kali penggorengan yang dilaksanakan di Laboratorium Nabati dan Rempah-rempah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

Tabel 2. Hasil Penetapan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah yang

belum digunakan

Parameter Satuan No. Sampel Hasil

Bilangan asam mg KOH/g I II

0,2010 0,1990

Rata- Rata 0,2000

Tabel 3. Hasil Penetapan Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Curah yang

telah digunakan tiga kali penggorengan

Parameter Satuan No. Sampel Hasil

Bilangan asam mg KOH/g I II

0,6050 0,6015

(29)

Hasil penetapan kadar air pada sampel minyak goreng curah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4. Hasil Penetapan Kadar Air Pada Sampel Minyak Goreng Curah

Parameter Jumlah Cuplikan (ml)

No. Sampel

Jumlah cuplikan setelah di oven (ml)

Hasil

Dari hasil data di atas dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata bilangan asam dari dua kali percobaan untuk minyak goreng curah yang belum digunakan dan yang telah digunakan tiga kali penggorengan masing-masing adalah 0,2000 dan 0,6032. Hasil ini memenuhi Persyaratan mutu I pada SNI 01-3741-2002 (lihat Tabel 2) yaitu maksimal 0,6 untuk minyak goreng yang belum digunakan. Tetapi untuk minyak goreng curah yang telah digunakan tiga kali penggorengan melebihi angka maksimal (lihat Tabel 3) untuk bilangan asam pada mutu I yaitu 0,6032. Hal ini menunjukkan bahwa mutu minyak goreng curah berkurang apabila telah digunakan beberapa kali penggorengan karena mengalami peningkatan jumlah bilangan asam.

Bilangan asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa per 1 gram minyak. Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi

(30)

reaksi hidrolisis pada minyak terutama pada saat pengolahan (Burhanuddin, 2012).

Berdasarkan literatur di atas salah satu parameter mutu minyak goreng adalah bilangan asam, hal itu dapat dilihat karena semakin tinggi bilangan asam pada suatu minyak goreng maka asam lemak bebas akan semakin banyak yang dihasilkan oleh hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik pada minyak goreng curah. Penggunaan minyak goreng curah secara berulang-ulang sampai tiga kali penggorengan juga mempengaruhi bilangan asam dan bahkan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada minyak goreng. Sehingga hal ini tidak baik untuk kesehatan.

Tetapi untuk kadar air dari hasil data di atas dapat dilihat bahwa hasil rata-rata yang didapatkan (lihat Tabel 4) adalah 0,1058. Hasil ini memenuhi Persyaratan mutu II pada SNI 01-3741-2002 yaitu maksimal 0,3. Tetapi tidak memenuhi syarat untuk mutu I pada SNI 01-3741-2002 yaitu maksimal 0,1. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan minyak goreng curah. Minyak goreng curah dibuat hanya dengan satu sampai dua kali penyaringan saja. Sehingga mutu dari minyak ini terkadang diragukan oleh sebagian masyarakat umum. Terkadang minyak ini juga terbuat dari sisa-sisa minyak goreng yang telah memenuhi mutu tinggi dan bermerk.

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Rata-rata bilangan asam minyak goreng curah yang belum digunakan dan

yang telah digunakan tiga kali penggorengan masing-masing adalah 0,2000 dan 0,6032.

- Rata-rata kadar air yang terdapat pada sampel minyak goreng curah yang

digunakan adalah 0,1058 %.

5.2 Saran

- Dalam penggunaan minyak goreng curah hendaknya diperhatikan kualitas

dari minyak dengan mengetahui asal dan cirri-ciri minyak yang bermutu baik.

- Diharapkan kepada UPTD BPSMB Medan dapat mempertahankan

fasilitas peralatan pengujian yang sudah ada guna memberikan pelayanan yang terbaik.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Amang, B., Pantjar, S., dan Anas, R. (1996). Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. Jakarta: IPB Press. Halaman 38-42, 190, 191, 269.

Burhanuddin, A. (2012). Penentuan Bilangan Asam Minyak Sawit dan Minyak Kelapa. Bandung: Institut Teknologi dan Sains Bandung. Halaman 6. Sartika, R. (2009). Pengaruh Suhu dan Lama Proses Penggorengan (Deep

Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Depok: UI. Halaman 23.

Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3555-1998, ICS 67.200.10. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Halaman 3-5.

Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3741-2002, ICS 67.200.10. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Halaman 1-2.

Tim Penulis Penebar Swadaya. (1977). Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Halaman 61-64, 146-148, 157-159.

Wikipedia. (2011). Kelapa Sawit. Dalam

(33)

LAMPIRAN

a. Lampiran 1

Perhitungan Molaritas dan Normalitas Asam Oksalat

Diketahui: Massa asam oksalat = 1,26 g

Mr asam oksalat = 126 g

Volume larutan asam oksalat = 100 ml = 0,1 L

Molaritas asam oksalat = (massa asam oksalat/ Mr asam oksalat)/ Volume larutan asam oksalat

= (1,26/126) mol = 0,1 mol/L Normalitas asam oksalat = …………?

Normalitas asam oksalat = n.M

= (2 ek/mol) x (0,1 mol/L) = 0,2 ek/L

(34)

b. Lampiran 2

Perhitungan Standarisasi NaOH 0,1 N

Titrasi I

Diketahui:

Volume asam oksalat = 10 ml Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi = 19,7 ml Normalitas asam oksalat = 0,2 ek/L Pada saat titik ekuivalen

(N x V )asam = (N x V)basa (N x V)oksalat = (N x V)NaOH 0,2 ek/L 10 ml = NNaOH 19,7 ml

NNaOH =

0.2ek

L x 10 ml 19,7 ml

= 0,1015 N

Titrasi II

Diketahui:

Volume asam oksalat = 10 ml

Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi =19,75 ml Normalitas asam oksalat = 0,2 ek/L Pada saat titik ekuivalen

(35)

0,2 ek/L 10 ml = NNaOH 19,7 ml

Hasil standarisasi NaOH 0,1 N dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Hasil Standarisasi NaOH 0,1 N

No. Perlakuan Berat

Normalitas rata-rata NaOH 0,1 N= 0,1015 + 0,1012

2 = 0,1013 N ≈0,1 N

c. Lampiran 3

Perhitungan Pengujian Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Kelapa

Sawit Curah Yang Belum Digunakan

- Berat sampel I (gram) = 2,0059 gram - Berat sampel II (gram) = 2,0293 gram - Volume NaOH I (ml) = 0,1 ml

(36)

- Volume NaOH II (ml) = 0,1 ml

Perhitungan Pengujian Bilangan Asam Pada Minyak Goreng Kelapa

Sawit Curah Yang Telah Digunakan Tiga Kali Penggorengan

(37)
(38)

e. Lampiran 5

Penentuan Kadar Air pada Minyak Goreng Curah (Metode Oven)

Botol Timbang I

- Bobot botol timbangI kosong = 38,9392 g

- Bobot cuplikan setelah pengeringan (m2) = 5,0007- (43,9399 - 43,9348)

Botol Timbang II

- Bobot botol timbangII kosong = 39,5144 g - Bobot botol timbang II setelah = 44,5276 g

dimasukkan cuplikan

- Bobot Cuplikan (m1) = 44,5276 - 39,5144

= 5,0132 g

- Botol timbang II = 44,5221 g

(39)

Gambar

Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002
Tabel 3. Hasil Penetapan Bilangan Asam Pada  Minyak Goreng Curah yang
Tabel 4. Hasil Penetapan Kadar Air  Pada  Sampel Minyak Goreng Curah
Tabel 4 Hasil Standarisasi NaOH 0,1 N

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang akan dibahas mengenai peredaman harmonisa dan perbaikan faktor daya dengan menggunakan double tuned filter dan Type-C

Berdasarkan dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas dan keterbatasan penelitian ini maka saran yang ingin penulis sampaikan adalah bagi perusahaan, diharapkan dapat

Spektrofotometri adalah cara analisa kuantitatif berdasarkan transmitansi atau absorban larutan terhadap cahaya pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan instrumen

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Penertiban Dan Konseling Pelajar Tidak

PREEKLAMPSIA DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO.. Wilis Sukmaningtyas 1) , Marfuatus

Midjan, La, Susanto Azhar, 2001, Sistem informasi Akuntansi I, Edisi Kedelapan, Lingga Jaya,

Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Problem Based Learning dengan metode resitasi dapat meningkatkan aktivitas dan

Perlakuan yang telah dilakukan menunjukkan dan membuktikan pada kelompok APS dan RT secara keseluruhan tidak berpengaruh signifikan (p>0,05) karena pertimbangan faktor