1 BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan mengenai hal-hal yang mendasar dalam proses penelitian ini serta sebagai gambaran laporan secara keseluruhan mengenai penelitian yang dilakukan. Bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan, sasaran, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan.
1.1. LATAR BELAKANG
1.1.1. Permasalahan Transportasi Perkotaan “Khususnya Kota Bandung” Sebagian besar kota-kota di Indnesia telah mengalami kemacetan lalu lintas yang sangat tajam, luas pengembangan dan jaringan transportasi yang tidak efesien telah menjadi salah satu perhatian utama bagi kalangan pembuat kebijakan. Tanpa perubahan kebijakan dan investasi dibidang transportasi mendorong semakin meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan ketergantungan pada bahan bakar fosil, sambil meningkatnya polusi udara, kemacetan telah menghabiskan waktu produktif warga perkotaan diperjalanan.
Masalah ini biasanya timbul pada kota yang penduduknya lebih dari 2 juta jiwa seperti kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Jogyakarta dan Makasar. Salah satu penyebab utama kemacetan diperkotaan adalah urbanisasi dan pola penggunaan alat transportasi, lalu lintas yang sangat cepat memburuk dan kondisi lingkungan yaang terdegradasi. Sebagai langkah awal, diperlukan komitmen politis yang kontinue untuk memberikan prioritas terhadap moda transportasi yang efisien (berkendara, berjalan kaki, bersepeda) sehingga mampu mengadaptasi pola penggunaan lahan yang sudah ada (Cervero, 1998).
2 meningkatkan atau mempertahankan pertumbuhan disepanjang koridor utama dan dipusat-pusat kota tersebut.
Sebagai kota yang sedang berkembang, Kota Bandung telah mengalami peralihan menjadi kota perdagangan barang dan jasa, dan banyak industri. Hal ini menjadi salah satu daya tarik untuk tinggal diperkotaan yang lebih menjanjikan peluang pekerjaan.
Tabel I-1
Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan
Tahun % (Persen)
1920 5,8
1980 17
1990 25,4
1925 59,5
(Sumber : Sensus Penduduk Indonesia)
Dari Tabel I-1 di atas, terlihat bahwa pada tahun 2025 sekitar 60% orang akan tinggal diperkotaan, selain tingginya jumlah penduduk diperkotaan semakin mempercepat ekspansi ruang kosong menjadi kawasan terbangun seperti kawasan industri, perumahan, perkantoran dan lain-lain. Faktor lain penyebab kemacetan di Kota Bandung adalah meningkatnya kecenderungan para pemakai jasa transportasi menggunakan kendaraan pribadi (mobil dan motor) dibandingkan dengan kendaraan umum. (Menurut Tamin, 2000) jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona tarikan pergerakan adalah tarikan lalu lintas yang mencakup lalu lintas yang menuju atau tiba kesuatu lokasi yang dipengaruhi oleh pergerakan lalu lintas zona eksternal dan zona internal dalam suatu daerah/kota.
3 Sebagai kampanye praktis yang rutin dilaksanakan, manfaat pelaksanaan Car Free Day Dago awalnya adalah untuk mepublikasikan manfaat penggunaan angkutan umum, sepeda, sepatu roda dan moda alternatif lainnya bagi warga kota. Seiring dengan perkembangan dan penyelenggaraan Car Free Day sampai saat ini, adalah sebuah langkah awal untuk mendapatkan momentum katalisator dalam proses yang jauh lebih besar dan berkesinambungan dalam meningkatkan kesadaran penduduk perkotaan untuk menciptakan ruang publik. Tujuan dari proyek ini adalah untuk :
Mendorong penggunaan alat transportasi alternatif selain kendaraan pribadi seperti angkutan umum, sepeda dan fasilitas pejalan kaki
Meningkatkan kesadaran dan menginformasikan kepada warga kota bahwa apabila penggunaan kendaraan pribadi tidak bisa dikendalikan baik dari sisi kelancaran pergerakan masyarakat maupun dari segi kualitas udara kota maka akan sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan baik dari segi ekonomi, lingkungan dan kesehatan masyarakat sehingga mendorong menurunnya kemampuan suatu kota.
Dapat mensimulasikan suasana dan kondisi kota yang humanis, dimana masyarakat memiliki kesetaraan akses dan kesamaan guna terhadap ruang terbuka publik sehingga diharapkan meningkatkan rasa memiliki kota Menambah simpul-simpul ruang sebagai bentuk peran pemerintah dalam
upaya mengatasi minimnya tempat dan fasilitas kegiatan olahraga dan rekreasi bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan gaya hidup sehat di masyarakat
1.1.2. Munculnya Ide Car Free Day di Kawasan Dago
4 yang bertempat di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda (Dago) hingga Taman Ganesha dalam rangka memperingati Hari Bumi tanggal 22 April.
Kegiatan yang sama dilakukan tahun berikutnya, yaitu pada hari Minggu, 19 April 2009 kali ini mengambil lokasi dari Simpang Dago hingga Taman Cikapayang. Barulah pada Tahun 2010, yaitu pada Tanggal 9 Mei 2010, Dago Walking Day diadakan bersamaan dengan peresmian areal Dago Car Free Day oleh Pemerintah Kota Bandung dan didukung beberapa komunitas kreatif Bandung lainnya.
Inisiatif pelaksanaan awal Car Free Day saat itu, merupakan bagian dari pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi polusi udara dari kendaraan berbahan bakar fosil (bermotor) sebagai dampak modernisasi penggunaan alat transportasi. Ide dibalik Car Free Day adalah untuk mempertimbangkan kembali transportasi perkotaan dengan prospek berbagi jalan yang lebih efisien.
Sebagai isu perkotaan yang diadaptasi oleh fenomena pembangunan berkelanjutan dengan memberikan kesempatan bagi warga kota atau masyarakat luas khususnya masyarakat perkotaan yang ada dicekungan Bandung untuk ikut mengambil tindakan pribadi dan konstruktif yang didasarkan inisiatif global untuk mengurangi efek rumah kaca. Pelaksanaan Car Free Day Dago diharapkan akan memberikan demonstrasi praktis tentang bagaimana kualitas udara dapat ditingkatkan di pusat kota atau lokasi lain.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan Car Free Day di Kota Bandung memiliki fungsi baru sebagai ruang publik yang keberadaannya mulai langka akibat pertumbuhan kota yang diimbangi akan pembangunan gedung dan bangunan sehingga perlahan mengikis kebaradaan ruang terbuka hijau. Sebagai dampak tingginya kebutuhan lahan dan nilai lahan dalam satuan harga mengakibatkan fenomena pelebaran kota, dimana jarak tempat tinggal penduduk dengan lokasi bekerja menjadi sangat jauh sehingga memaksa masyarakat untuk memiliki kendaraan.
5 untuk mendorong perubahan gaya hidup sehat di masyarakat yaitu dengan mendorong pemerintah untuk pentingnya menyediakan/memberikan simpul-simpul ruang bagi masyarakat dalam berolahraga maupun rekreasi.
Dalam rangka mengatasi minimnya ruang terbuka bagi masyarakat, bertepatan dengan aksi inisiatif global dalam mengurangi efek rumah kaca membuat penyelenggaraan Car Free Day Dago sebagai kampanye praktis untuk mengimplementasikan kampanye penyadaran masyarakat agar lebih efisien dalam penggunaan alat transportasi (penggunaan sarana transportasi alternatif) dan mendorong gaya hidup sehat melalui penyediaan simpul-simpul ruang terbuka publik baik untuk olahraga maupun rekreasi yang dapat menjangkau semua lapisan warga. Sehingga keberadaan pelaksanaan Car Free Day Dago menjadi sangat penting dalam menekankan perubahan pola perilaku masyarakat terhadap lingkungan yang berkelanjutan yaitu mempromosikan penggunaan sarana transportasi alternatif dalam rangka mengurangi pencemaran udara.
1.1.3. Perkembangan Pelaksanaan Car Free Day Dago
Menurut (Prasetyo & Argo, 2013) Car Free Day merupakan isu perkotaan yang diadaptasi sebagai isu global, tapi prakteknya bergantung pada identitas lokalnya dimana Car Free Day tersebut berlangsung, termasuk yang terjadi di Kota Bandung. Tarik menarik global–lokal, serta pengaruh budaya, peristiwa sosial, ekonomi dan lingkungan akan sangat mempengaruhi citra dan identitas produksi ruang tersebut.
Keseluruhan situasi sosial yang meliputi aspek tempat (places), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis dan bersamaan akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakat dalam kaitan mengemas pelaksanaan Car Free Day tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan Car Free Day di Kota Bandung saat ini belum diatur dalam suatu aturan secara khusus, keberadaanya masih berada dalam ruang lingkup Peraturan Daerah Kota Bandung Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan keindahan.
6 juga oleh Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah yang bertujuan untuk menghadapi permasalahan sampah yang ada di Kota Bandung yang memberikan dampak negatif bagi estetika, kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan masyarakat.
Kondisi kegiatan Car Free Day Dago saat ini lebih cenderung kepada suatu ajang hiburan dan ruang rekreasi bagi masyarakat Kota Bandung, dengan berbagai aktivitas yang dilakukan didalamnya. Para pengunjung menikmati hiburan-hiburan dan berbelanja di sepanjang area Car Free Day. Dengan semakin padatnya masyarakat yang berdatangan ke area Car Free Day, berdampak pada
- Meningkatnya kondisi lalu lintas mulai dari titik awal pengunjung sampai ke daerah sekitar Kawasan Dago.
- Menurunnya jumlah dan kualitas akses yang tersedia, akibat peningkatan jumlah kendaraan pengunjung yang parkir dan bergerak dipinggiran area tersebut.
- Hilangnya fungsi pejalan kaki akibat parking on street dan pedagang kaki lima (PKL)
7 Gambar 1.1
8 Menurut (Prasetyo & Argo,2012) Car Free Day Dago merupakan manipulasi citra kota melalui aktivitas tertentu agar kota tersebut dapat dipandang sebagai lingkungan hidup perkotaan yang berkelanjutan. Sebagai fenomena aksi global dalam mengurangi efek rumah kaca, melalui Car Free Day Dago yang dibungkus sebagai ruang terbuka publik. Pelaksanaan Car Free Day Dago saat ini, dimaksudkan untuk mendukung transportasi berkelanjutan yaitu, upaya untuk mendukung penggunaan angkutan umum/massal dan tidak bermotor.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung saat ini belum diatur dalam suatu aturan secara khusus, keberadaanya masih berada dalam ruang lingkup Peraturan Daerah Kota Bandung Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan keindahan. Sebagai salah satu upaya mempromosikan penggunaan sarana transportasi alternatif, dengan maksud penyadaran masyarakat untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan yaitu penggunaan angkutan umum/massal dan tidak bermotor di Kota Bandung.
Permasalahan–permasalahan diatas menimbulkan pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian init yaitu :
Bagaimana karakteristik pengunjung yaitu titik awal pergerakan pengunjung dan bentuk kepemilikan masing-masing kendaraan/moda yang dimiliki pengunjung.
Bagaimana pemilihan penggunaan moda oleh pengunjung a. Moda yang digunakan pengunjung ke Car Free Day Dago? b. Moda andalan responden dalam berkativitas?
Bagaimana tingkat ketahuan pengunjung tentang tujuan penyelenggaraan Car Free Day Dago, dalam rangka mendukung pengembangan
transportasi berkelanjutan?
9 1.3. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini berjudul “Evaluasi Penyelenggaraan Car Free Day Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung” yaitu
Mengidentifikasi karakteristik pengunjung yaitu titik awal pergerakan pengunjung dan bentuk kepemilikan masing-masing kendaraan/moda yang dimiliki pengunjung
Mengevaluasi penyelenggaraan Car Free Day Dago dilihat dari kategori kepemilikan kendaraan dan pemilihan pengunaan kendaraan/moda, baik moda yang digunakan ke Car Free Day Dago maupun moda andalan dalam beraktivitas dalam rangka mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.
Mengetahui tingkat ketahuan pengunjung pengunjung tentang tujuan penyelenggaraan Car Free Day Dago, dalam rangka mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan
Mengetahui bobot manfaat yang dirasakan pengunjung terkait penyelenggaraan Car Free Day Dago saat ini, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung
1.4. SASARAN
Melihat dan mengefektifkan pesan kampanye yang disampaikan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.
1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN 1.5.1.Ruang Lingkup Wilayah
10
Gambar 1.2
1.5.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi mencakup pembahasan tentang dampak dan aktivitas pengunjung terkait maksud dan tujuan pelaksanaan Car Free Day diadakan, yang didasarkan pada beberapa elemen : karakteristik penggunaan moda, kepemilikan kendaraan, manfaat Car Free Day terhadap pengunjung. Dimana untuk melaksanakan program hari bebas berkendaraan, memerlukan kemauan politik yang sangat kuat, diamana harus ada hubungan yang sangat kompatibel antara pemerintah dan masyarakat lokal setempat, yang secara langsung akan mempengaruhi program tersebut.
Hari bebas kendaraan bermotor (Car Free Day) merupakan salah satu upaya menyeluruh kampanye praktis dalam pengembangan dan implementasi untuk meningkatkan penggunaan moda transportasi berkelanjutan. Berdasarkan Strategi Inovasi Lingkungan Asia – Pasifik (APEIS), penyelenggaraan Car Free Day bukanlah untuk menghapus semua kendaraan bermotor dari jalan-jalan, melainkan untuk membujuk warga menggunakan moda transportasi yang efektif dan, dimana perilaku transportasi sangat berdampak terhadap kualitas hidup masyarakat, seperti tersedianya ruang terbuka publik yang aman, mempromosikan masyarakat yang aktif dan sehat, dan menyediakan ruang rekreasi sebagai interaksi sosial. Pembahasan dalam penelitian ini berawal dari:
1. Bangkitan kendaraan yang masih tinggi didaerah sekitar pelaksanaan Car Free Day Dago yang disebabkan banyaknya pengunjung yang membawa kendaraan roda empat dan roda dua yang parkir di sekitar kawasan atau ruas-ruas jalan yang terdapat di sekitar area pelaksanaan Car Free Day Dago
13
Gambar 1.3 Kerangka pemikiran
Sebagai bagian dari inisisitiaf global dalam pembangunan transportasi berkelanjutan menjadi suatu tantangan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi semua, untuk saat ini, esok dan generasi mendatang. Sebagai implementasi melalui pendekatan patisipatif pelaksanaan Car Free Day dengan pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan yaitu Masyarakat, Komunitas dan Pemerintah
Munculnya pemanfaatan ruang terbuka kawasan dan jalan sebagai ruang aktivitas publik yang melibatkan banyak fungsi dan interaksi sosial didalamnya, sebagai bagian dari mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan
Perkembangan penyelenggaraan Car Free Day di eropa dan belahan bumi
lainnya
1. Pertumbuhan jumlah penduduk dan proses urbanisasi yang cepat
2. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap kendaraan
Karakteristik penggunaan moda dan tingkat ketahuan pengunjung terkait tujuan penyelenggaraan Car Free Day
Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan
Evaluasi penyelenggaraan Car Free Day Dago untuk mendukung pengembangan
transportasi berkelanjutan di Kota Bandung
1. Karakteristik kepemilikan kendaraan
2. Pemilihan penggunaan kendaraan / moda
1.6. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini mencakup metode pengumpulan data, tehnik pengambilan sampel dan metode analisis data. Berikut akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini. 1.6.1. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan laporan penelitian ini dilakukan beberapa cara untuk mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dengan pelaksanaan Car Free Day Dago. Data/informasi itu terdiri dari data primer dan data sekunder. Untuk lebih jelasnya diuraikan di bawah ini:
1.6.1.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dapat dicari melalui observasi (pengamatan) dan kuesioner. Observasi adalah cara untuk mendapatkan suatu data dengan melakukan kegiatan langsung ke lapangan. Kuesioner adalah cara untuk mendapatkan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang secara tertutup dalam beberapa lembar kertas. Dalam studi ini menggunakan data primer yaitu menyebar kuesioner kesetiap pengunjung yang ditemui di wilayah studi. Penyebaran kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui atau mencari informasi terkait karekteristik penggunaan moda, tingkat ketahuan pengunjung, bentuk kepemilikan kendaraan, asal pengunjung sebagai titik awal pergerakan pengunjung dan persepsi manfat pengunjung dan muatan pesan yang muncul dan disampaikan kepada pengunjung sebagai kemasan (citra) dari hasil Car Free Day tersebut.
1.6.1.2 Data Sekunder
1.6.2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipergunakan sebagai sumber data. Didalam penelitian ini, penarikan sampel yang digunakan adalah Sampling Incidental/kebetulan. Sampling Incidental yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2005). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sample dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Populasi merupakan keseluruhan obyek penelitian sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian, dan sample merupakan himpunan bagian dari populasi yang menjadi obyek sesungguhnya.
Menurut Pamela L.Alreck dan Robert B. Seetle dalam bukunya The Survey Research Hanbook untuk populasi yang besar, sampel minimum kira-kira 100 responden dan sampel maksimumnya adalah 1000 responden, secara lebih rinci Jack E. Fraenkel dan Norman E. Wallen menyatakan bahwa minimum sampel adalah 100 untuk studi deskriptif. Maka jumlah pengunjung yang ditemui di area Car Free Day Dago yang dijadikan sampel adalah sebanyak 100 orang.
1.6.3. Teknik Analisis Data
Berikut metode yang digunakan dalam analisis penelitian ini: 1. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis : terkait karekteristik penggunaan moda, tingkat ketahuan pengunjung, bentuk kepemilikan kendaraan, asal pengunjung sebagai titik awal pergerakan dan persepsi manfaat yang disampaikan kepada pengunjung sebagai kemasan (citra) dari hasil penyelenggaraan Car Free Day.
Day Dago berdasarkan pengetahuan responden maka dilakukan analisis menggunakan analisis tabulasi silang (nilai chi-square). Ada tidaknya hubungan antara bentuk kepemilikan kendaraan dengan karakteristik pemilihan penggunaan moda, (moda yang digunakan ke Car Free Day Dago dan moda andalan dalam beraktivitas) dan tujuan penyelenggaraaan Car Free Day Dago berdasarkan pengetahuan responden dapat diketahui dengan nilai chi-square. Output yang dihasilkan adalah hubungan antara bentuk kepemilikan kendaraan dengan karakteristik pemilihan penggunaan moda, (moda yang digunakan ke Car Free Day Dago dan moda andalan dalam beraktivitas) dan tingkat ketahuan pengunjung tentang tujuan penyelenggaraaan Car Free Day Dago, untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan di Kota Bandung.
3. Metode Pembobotan Skoring
Menurut Malczewski (1999), terdapat beberapa cara pembobotan, pembobotan bisa dilakukan dengan metode ranking, rating, pairwise, comparison, dan trade-off analysis. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode ranking menggunakan scoring dengan metode pemberian bobot yang sederhana, dimana dalam penyusunannya bobot dibuat dalam tingkatan tertentu. Kriteria dan bobot dibuat berdasarkan persepsi responden. Penelitian ini dibagi kedalam 5 variabel yang memiliki skor dari 5 untuk penilaian manfaat Car Free Day dari sangat besar manfaatnya, dan sampai 1 untuk penilaian manfaat Car Free Day dari sangat kecil manfaatnya
Tabel I-2
Pembobotan manfaat Car Free Day Dago berdasarkan persepsi pengunjung dengan metode ranking
No Persepsi Bobot
1 Sangat Besar manfaatnya (SBM) 5
2 Besar Manfaatnya (BM) 4
3 Cukup Manfaatnya (CM) 3
4 Kecil Manfaatnya (KM) 2
Output yang dihasilkan adalah untuk mengetahui manfaat yang paling dirasakan masing-masing pengunjung dalam setiap penyelenggaraan Car Free Day diadakan/dilaksanakan
1.7. Sistematika Penulisan
Secara sistematis penulisan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup wilayah dan materi, kebutuhan data, kerangka pemikiran studi, teknik pengumpulan data, metodologi penelitian studi, analisis data dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka, Fenomena kota tanpa mobil diranah perkotaan, transportasi berkelanjutan, Best Practice penyelenggaraan Car Free Day Bogota sebagai kota berkelanjutan dan partisipasi masyarakat.
Bab III Gambaran Umum Wilayah Penelitian, yang berisikan gambaran umum wilayah studi yaitu Profil wilayah penelitian “Jl, Ir, H Djhuanda, aturan dan ketentuan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, pembanding penyelenggaraan Car Free Day berdasarkan lokasi pelaksanaan, Peranan partisipasi masyarakat/LSM dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, dampak positif pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung dan permasalahan & standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan Car Free Day di Kota Bandung
Bab IV Hasil dan Pembahasan, Dalam bab ini menjelaskan mengenai analisis yang berkaitan dengan hasil penyebaran kuesioner, dimana analisis yang digunakan adalah anilisis tabulasi silang dan pembobotan berdasarkan rangking.
19 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan penjelasan mengenai teori dan
kebijakan-kebijakan/peraturan yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber
dari studi literatur (pustaka), dimana di dalamnya terdiri dari penjelasan mengenai
Fenomena kota tanpa mobil di ranah perkotaan, transportasi berkelanjutan,
keterlibatan Stakeholder, partisipasi masyarakat.
2.1. Fenomena Kota tanpa Mobil di Ranah Perkotaan
Kegiatan bebas mobil dimulai setengah abad yang lalu dikota-kota tua eropa
seperti, Denmark, Swedia, Germany dan Belanda yang dirancang untuk
mengekplorasi pusat kota dan lingkungan perkotaan menjadi zona pejalan kaki
yang lebih menarik dengan mengubah menjadi festival dan pasar. Sehingga
masyarakat dapat menvisualisasikan dan terlibat pergesaran kebijakan untuk
menemukan alternatif moda angkutan yang lebih efisien dan biaya yang efektif,
upaya zona pejalan kaki tersebut ditindak lanjuti dengan pembangunan sistem
angkutan dengan menghubungkan angkutan langsung ke kawasan pejalan kaki.
(Sheurer,2008) menunjukkan bahwa sekitar bahwa 75% dari penduduk seperti di
Dortmund, 41% dari penduduk dikota-kota Jerman Barat hidup tanpa mobil, dan
50% dikota-kota Jerman Timur atau kota-kota besar Eropa dari Amsterdam,
Copenhagen, Edinburgh, dan Wina.
Penolakan penerapan transportasi berkelanjutan diranah perkotaan
seringkali muncul dari tingkah laku para pembuat kebijakan dengan
mencerminkan :
1. Sepeda dianggap sebagai bentuk sarana transportasi tradisional,
samasekali tidak modern dan tidak cocok dengan citra sebuah kota maju
2. Pembuatan jalan baru yang bertingkat, jalan layang, pelebaran jalan atau
peningkatan arus lalu lintas sering dianggap sebagai jalan keluar akibat
kemacetan yang sudah ada
3. Pejalan kaki, pengguna sepeda dan supir angkutan umum dianggap
20 Gambar 2.1
Kepemilikan kendaraan di kota-kota besar dunia
(Sumber : Kemajuan bebas mobil di ranah urban, Andy Likuski, 2009)
Seiring dengan manfaat dan semakin populernya, momentum gerakan tanpa
mobil banyak terjadi diluar Eropa seperti kota-kota Amerika maupun amerika
latin yang berorientasi pada penggunaan sepeda (ciclovia) dan dikaitkan dengan
hari bebas tanpa mobil sebagai inisiatif pembatasan penggunaan kendaraan
bermotor yang berkembang menjadi pemanfaatn ruang jalan sebagai wadah
aktivitas publik. Berdasarkan adaptasi dari buku yang ditulis Michael Dobbins
(2009, p.p134-137) dan organisasi “Project of Public Spaces”, sebuah Pusat Kegiatan Warga sebagai ruang publik dapat memiliki aktivitas sebagai berikut di
dalamnya:
1. Pendidikan (institusional)
2. Kesehatan (institusional)
3. Layanan Publik (institusional)
4. Komunitas (Institusional)
5. Berjalan-jalan (rekreasi)
6. Berolahraga (rekreasi)
7. Bersantai (rekreasi)
21 9. Belanja (rekreasi)
Perubahan daya tarik Kota Bandung saat ini tentunya mempengaruhi
perkembangan ruang‐ruang rekreasi yang muncul dan memiliki segmen pasar
tersendiri, fasilitas rekreasi yang berkembang di Bandung memang tidak hanya
untuk warga Bandung sendiri, tetapi lebih banyak digunakan untuk menarik
pengunjung dari luar kota. Itulah yang disebut dengan komersialisasi kota, dimana
konsep citra kota dijadikan penarik nilai komersialisasi untuk pendapatan kota.
Keberadaan taman hiburan ini semakin menciptakan kesenjangan sosial di
Kota Bandung dengan adanya pembatasan harga dimana elemen masyarakat tidak
memiliki kesempatan dan akses yang sama). Harga yang ditawarkan hanya
mampu dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Fenomena tersebut
mengukuhkan Bandung menjadi kota modern yang terkesan hanya untuk
kalangan menengah ke atas sehingga sangat bertentangan dengan aspirasi publik
dimana perencanaan/pembanguanan suatu kota itu disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi dan keinginan dimasyarakat.
Meskipun juga terdapat tempat‐tempat hiburan yang terjangkau, namun
tidak semenarik tempat‐tempat rekreasi di atas. Beberapa lokasi tempat rekreasi
yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas seperti : mall‐mall
yang ada di Bandung terutama mall‐mall ekslusif PVJ Mall, BSM, BCW, Ciwalk,
dll, kemudian Trans Studio, FO dan Distro, serta kafe‐kafe dan restoran mahal.
Sedangkan untuk masyarakat menengah kebawah biasanya menghabiskan waktu
di taman‐taman kota, pusat perbelanjaan yang terjangkau ataupun diarea
pelaksanaan Car Free Day. Berikut tipologi ruang‐ruang rekreasi berdasarkan
kelas sosial masyarakat (Wardhani,2012).
2.2 Transportasi Berkelanjutan
Tujuan utama dari Transportasi Berkelanjutan berbasis Lingkungan (EST)
adalah untuk membangun pemahaman bersamatentang kebijakan dan
implementasi/praktik teknologi transportasi yang ramah lingkungan seperti
Merangsang teknologi kendaraan yang hemat bahan bakar
Nol kematian, yang didasarkan pada infrastruktur transportasi
22 Standar kebisingan dan pengendalian emisi
Peningkatan pelayanan angkutan umum dan penerapan
manajemen permintaan transportasi yang mengadopsi keadilan
sosial (aman, handal, terjangkau, dan efisien)
Konsep transportasi berkelanjutan ini telah diterapkan hampir diseluruh
dunia termasuk di Indonesia karena dampak positif yang ditimbulkan untuk
lingkungan, masyarakat dan ekonomi.
2.2.1 Definisi Transportasi Berkelanjutan
Indikator transportasi berkelanjutan merupakan sebuah perlengkapan yang
digunakan untuk menganalisa pengaruh dari objek transportasi terhadap
lingkungan serta untuk memeriksa berbagai kemungkinan dan kondisi yang akan
terjadi dari penerapan konsep transportasi berkelanjutan tersebut. Berbagai ahli
transportasi telah mencoba membuat daftar perlengkapan dari indikator tersebut
sehingga daftar tersebut semakin bervariasi dan bermacam-macam. Indikator ini
diperlukan dalam penerapan suatu sistem trasnportasi agar berkelanjutan. Sistem
transportasi tersebut harus memperhatikan berbagai indikator yang ada agar bisa
bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. (Litman, 2003) menyebutkan
beberapa indikator penerapan konsep transportasi berkelanjutan
Tabel II-1
Idikator proyek transportasi berkelanjutan
Indikator Meliputi
Ekonomi
Dinaikkan Diturunkan
1. Aksesibilitas ke tempat komersial.
2. Implementasi kebijakan dan perencanaan pelatihan
3. Moda split: perjalanan dengan, jalan kaki,bersepeda,dan kendaraan umum.
4. Kecepatan dan kemampuan angkutan
5. Hubungan antara institusi yang menangani transportasi dengan para investasi.
1. Waktu perjalanan rata-rata 2. Bagian pengeluaran rumah tangga untuk transportasi pribadi sebesar 20% 3. Biaya untuk pengeluaran
23
4. Aktivitas transportasi dapat meningkatkan kualitas
masyarakat local untuk bergerak tanpa kendaraan
5. Kualitas aksesibilitas pelayanan transportasi tidak bermotor 6. Kualitas fasilitas transportasi dan
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat cacat
7. Tingkat pengaruh transportasi tergantung kepada modeling dan perencanaan transportasi
1. Mengurangi dampak terhadap tata guna lahan
2. Perlindungan habitat 3. Efisiensi sumber daya
1. Konumsi bahan bakar fosil perkapita dan emisi dari CO2 dan emisi dari perubahan iklim lainnya. 2. Emisi udara percapita 3. Polusi udara
Sumber : Comprehensive sustainable transportation indicators(Litman, 2003)
Proyek transportasi berkelanjutan mengacu pada pengurangan emisi karbon
yang menyebabkan meningkatnya efek rumah kaca. Berikut proyek Transportasi
berkelanjutan berdasarkan pengurangan emisi karbon (CO2) yaitu angkutan
massal dan kendaraan tidak bermotor. Penyelenggaraan Car Free Day di Kota Bandung dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 93 Peraturan Daerah Kota
Bandung nomor 2 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan perhubungan di Kota
Bandung yang telah diamanatkan dalam manajemen lalu lintas yaitu dilakukan dengan pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki.”
Pelaksanaan Car Free Day juga merupakan salah satu pelaksanaan 7 agenda
prioritas pembangunan di bidang lingkungan hidup melalui gerakan langit biru
yang bertujuan pada dasarnya, program langit biru ini bertujuan untuk:
Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang
berdaya guna dan berhasil guna
24 Tercapainya kualiatas udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan
manusia dan mahluk hidup lainnya
Terwujudnya perilaku manusia sadar lingkungan
Gambar 2.2
Interaksi mengenai tingkat kesadaran dengan tingkat aksinya dalam penerapan transportasi berkelanjutan
(Sumber : GTZ, meningkatkan kesadaran masyarakat akan transportasi perkotaan berkelanjutan p, 18)
2.2.1.1 Angkutan Massal
Sistem transportasi massal merupakan prioritas utama dalam transportasi
berkelanjutan, hal ini menciptakan alternatif untuk mengurangi kendaraan
bermotor, secara bersamaan mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan
kualitas udara, dan memfasilitasi akses masyarakat miskin terhadap pekerjaan,
pendidikan, pasar, dan jasa. Angkutan massal adalah satu-satunya pilihan selain
kendaraan tidak bermotor untuk memberikan kesempatan warga untuk berjalan
kaki dan menggunakan sepeda.
Sebuah sistem angkutan massal adalah aspek yang sangat diperlukan dari
sistem transportasi yang berkelanjutan untuk sebuah kota besar, dan dapat
25 pembangunan masa depan kota, menuju ke bentuk kota yang ramah angkutan.
Namun demikian, mungkin tidak realistis untuk mengharapkan berkurangnya
kemacetan di kota-kota berkembang.
Dibeberapa kota besar masyarakat miskin kota mengeluarkan hingga 30%
dari pendapatannya untuk transportasi. Orang-orang miskin biasanya menetap di
wilayah denganharga sewa rendah yaitu pada pinggiran kota dan memakan waktu
hingga 2 sampai 4 jam diperjalanan setiap harinya. Yang sangat penting, dalam
jangka panjang dana publik dialirkan ke pembangunan jalan, subsidi bahan bakar
dan fasilitas mobilitas pendukung lainnya yang tidak digunakan untuk perbaikan
kesehatan, pendidikan, lahan umum “ruang publik” dan kualitas hidup masyarakat miskin kota. Kepemilikan mobil secara umum lebih dipengaruhi oleh
ketersediaan lahan parkir dan biaya kepemilikan dibandingkan dengan
ketersediaan angkutan massal.
Tabel II-2 :
Kecenderungan dalam penggunaan transportasi publik di kota-kota internasional sebagai contoh, 1970 - pertengahan 1990-an
Persentase seluruh perjalanan bermotor dengan transportasi umum
Negara 1970 1980 1990 “93-96" Kesimpulan
menggunakan pada penggunaan kendaran
Sumber : Barter, 1999, GTZ SUTP
Mass Rapid Transit adalah layanan transportasi penumpang, biasanya dengan jangkauan lokal, yang tersedia bagi siapapun dengan membayar ongkos
yang telah ditentukan. Angkutan ini biasanya beroperasi pada jalur khusus tetap
atau jalur umum potensial yang terpisah dan digunakan secara eksklusif, sesuai
jadwal yang ditetapkan dengan rute atau lini yang didesain dengan
26 sejumlah besar orang dalam waktu yang bersamaan. Contohnya antara lain Bus Rapid Transit, Heavy Rail Transit, Metro, Kereta Komuter dan Light Rail Transit.
Jenis Mass
Rapid Transit Definisi Bus Rapid
Transit
Satu bentuk angkutan berorientasi pelanggan dan mengkombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan dan elemen-elemen sistem
transportasi yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.
Metro
Sebuah jalur rel penumpang listrik di wilayah dalam kota dengan kapasitas dan frekuensi yang tinggi, dan pemisahan jalur dari sistem transportasi lainnya.[Sistem angkutan cepat ini biasa ditempatkan di terowongan bawah tanah atau rel melayang yang berada di atas tanah.
Kereta komuter
Kereta komuter atau kereta pinggiran merupakan porsi operasional jalur kereta penumpang yang membawa penumpang di dalam wilayah perkotaan, atau antara wilayah perkotaan dengan wilayah pinggiran, secara umum lebih berat, jauhnya jarak rata-rata lebih panjang, dan pengoperasiannya dilakukan di luar jalur-jalur yang merupakan bagian dari sistem jalan kereta dalam sebuah wilayah.
Light Rail Transit
sistem jalur kereta listrik metropolitan yang dikarakteristikkan atas kemampuannya menjalankan gerbong atau kereta pendek satu per satu sepanjang jalur-jalur khusus eksklusifpada lahan bertingkat, struktur menggantung, subway, atau biasanya di jalan, serta menaikkan dan menurunkan penumpang pada lintasan atau tempat parkir mobil (TCRP, 1998).
Heavy Rail Transit
“sistem angkutan menggunakan kereta berkinerja tinggi, mobil rel bertenaga listrik yang beroperasi di jalur-jalur khusus eksklusif, biasanya tanpa persimpangan, dengan bangunan stasiun besar” (TCRP, 1988).
Sumber : Barter, 1999, GTZ SUTP
Tabel II-3
Beberapa kota penting memajukan BRT (Angkutan Massal)
No Kota Sistem Angkutan
1 Curitiba, Brasil Sistem BRT pertama di dunia, diresmikan pada tahun 1970 dan digunakan oleh lebih dari 75% dari populasi.
2 Guadalajara, Meksiko
Garis Macrobus awal berjalan 16 km. Ketika selesai, itu akan mengambil 55.000 kendaraan pribadi dari jalan
27
No Kota Sistem Angkutan
yang dibuka pada tahun 2010 membawa lebih dari 750.000 penumpang setiap hari
4 Guatemala City, Guatemala
Ini pertama Amerika Tengah BRT dibuka pada tahun 2007. awal 11 km termasuk didedikasikan busway median dengan on-tingkat asrama stasiun. Sistem ini mengurangi waktu perjalanan sebesar 20%
5 Istanbul, Turki
Metrobus BRT membawa 450.000 penumpang per hari lebih dari 43 km dari busway terpisah, sehingga kecepatan perjalanan mencapai 40 km per jam - mengurangi waktu perjalanan sebesar 75%.
6
Djakarta, Indonesia
TransJakarta menggunakan sebagian besar CNG bus di 10 koridor, membawa lebih 300.000 pengendara harian
7 Mexico City, Meksiko
Sistem Metrobus membawa 320.000 penumpang per hari. Kecelakaan turun 30%, dan koridor melihat pergeseran moda 5% dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.
8 Bogota, Kolombia
"TransMilenio" mulai beroperasi pada tahun 2000, Terdiri darikendaraan dan juga memiliki
layanan"pengumpan" ke pinggiran kota maupun pusatkota, dan menjadisistem angkutan bus cepatterbesardi dunia, denganperkiraan rata-rata 1.700.000orang menggunakansetiap hari
Sumber : Land Transport Authority singapore, 2010
2.2.1.2 Kendaraan Tidak Bermotor
Kebijakan transportasi perkotaan (Berdasarkan KM 41 Tahun 2005 tentang
Rencana Strategis Departemen Perhubungan, Tahun 2005–2009) bersasaran pada
peningkatan tata cara dan konsep pembinaan, serta inovasi pengembangan dan
teknologi transportasi perkotaan. Pembangunan transportasi perkotaan terutama di
kota-kota besar dan metropolitan diprioritaskan pada pengembangan dan
pemaduan jaringan pelayanan dikawasan perkotaan sesuai dengan hirarki
28 Gambar 2.3
Hirarki pengguna jalan
Didalam penerapan dan publikasi bahwa inisiatif masyarakat memainkan
peran penting dalam pengujian pendekatan baru, meningkatkan kesadaran ide-ide
baru, piloting strategi inovatif, dan menginformasikan dan merangsang dialog
kebijakan dengan cara yang hemat biaya. Misalnya, inisiatif masyarakat dan
dengan organisasi masyarakat/komunitas/LSM di Bogota, meminta pergeseran
kebijakan kota menuju kota yang bisa menjadi alat untuk membangkitkan
kesetaraan dan kesatuan sosial dengan mendukung pengembangan angkutan
umum/massal, pengembangan pejalan kaki, sepeda, bahkan pembatasan
penggunaan kendaraan bermotor. Berikut transformasi sistem transportasi di
Bogota sebagai kota berkelanjutan. Sistem transportasi Bogota terdiri dari:
Sistem bus transit Pedestrian
Meningkatkan penggunaan sepeda
29 Gambar 2.4
Proyek transportasi berkelanjutan mengacu pada Pengurangan emisi gas karbon
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa transportasi tidak bermotor yang
meliputiberjalan, bersepeda, dan bentuk lain dari transportasi manusia yang
bertenaga hewan, merupakan penyumbang atau berkontribusi paling besar dalam
pengurangan emisi gas karbon dari sektor transportasi. Namun, bersepeda dan
berjalan dibuat sulit oleh infrastruktur tidak ramah. Kurangnya trotoar, kurangnya
rute sepeda yang memadai, kurangnya bahu jalan, dan perkembangan pola lalu
lintas yang berbahaya, sehingga menjadi faktor utama mencegah banyak
masyarakat bersepeda dan berjalan.
Bentuk kepemilikan kendaraan yang mengarah pada kendaraan bermotor
serta pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi di kota-kota besar ini tidak saja
menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas tetapi juga menimbulkan masalah
lain seperti kecelakaan lalu lintas, polusi udara, dan kebisingan. Sekitar 87 %
kontribusi pencemaran udara berasal dari sektor transportasi. Saat ini jumlah dan
penggunaan kendaraan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan ratarata
12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah
kendaraan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5
tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada
akhir tahun 2005;
Sebagai dampak perkembangan pola lalu lintas yang berorientasi pada
penggunaan kendaraan bermotor, bersepeda atau berjalan sering orang miskin,
kaum marjinal, dan anak-anak dan orang tua yang menanggung beban paling
besar. Peningkatan bersepeda dan infrastruktur berjalan juga dapat merevitalisasi
30 ekonomi lokal, tidak menghasilkan suara dan polusi, dan merupakan bentuk
mobilitas yang sehat.
Beberapa model kebijakan yang dapat dikembangkan untuk pengendalian
pencemaran udara, yaitu:
Kebijakan emisi kenderaan, yaitu pengendalian emisi atau gas buang
dari sumber kendaraan bermotor
Kebijakan bahan bakar, yaitu dengan penyediaan bahan bakar yangramah
lingkungan
Kebijakan pembatasan populasi kendaraan, yaitu melalui:
a. Pembatasan usia kenderaan, umur efisien dari kenderaan mobil
diperkirakan 10 tahun, sementara umur efisien dari motor adalah 5
tahun
b. pembatasan terbatas, yaitu denan menetapkan setiap hari jenis plat
nomor mobil apa yang boleh jalan (plat mobil ganjil/genap)
c. Jalur terbatas melalui program pemberlakuan hari tanpa berkenderaan,
jalan satu arah, jalur bus terpisah, tarif jalur padat, dsb
d. Larangan masuk, seperti kebijakan ”Three in one”
e. Larangan parkir, yaitu pembatasan jumlah mobil yag boleh parkir di
suatu daerah
f. Daerah bebas mobil
g. Hari tanpa mengemudi
h. Bersepeda
i. Pengaturan jam operasi
j. Pelarangan kendaraan luar kota
2.3. Best Practice Penyelenggaraan Car Free Day Bogota sebagai Kota Berkelanjutan
Kamis 24 Februari 2000, pelaksanaan Car Free Day pertama diadakan
dibogota, di mana seluruh kota dari 7 juta orang ditutup untuk semua mobil
pribadi, dan warga diwajibkan menggunakan sepeda, bus dan taksi untuk pergi
bekerja dan sekolah, dan menarik semua kendaraan pribadi dari jalanan dan
membuka ruang publik untuk akses yang lebih besar untuk moda atau angkutan
31 Pada penyelenggaraan Car Free Day tersebut, daerah perkotaan dibatasi untuk pengendara sepeda, pejalan kaki, dan pengguna angkutan umum yang
memicu dialog dinamis yang mempertanyakan jalur pembangunan infrastruktur
transportasi dan pola transportasi kota pada jangka panjang. Sejak itu, Bogotá
terus bergerak menuju akses yang lebih besar dan keberlanjutan dengan
menggunakan mandat Car Free Day untuk memperluas dan mempromosikan
32 Tabel II -4
Pembanding penyelenggaraan Car Free Day berdasarkan lokasi pelaksanaan NO Lingkup Car Free Day
Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago
1 Latar Belakang
Inisiatif Global
Mengurangi efek rumah kaca
Bagian dari inisiatif Global dalam mengurangi efek rumah kaca
Bagian dari inisiatif global dalam mengurangi efek rumah kaca
2 Permasalah
serikat, dimana kegiatan ekonomi negara tersebut berada pada sektor industri.
Sebagai episentrum proses urbanisasi dinegara-negara amerika latin yang menimbulkan serangkaian tantangan sehubungan dengan kurang memadainya ketentuan infrastruktur, pelayanan publik, perumahan, lapangan kerja, transportasi, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan populasi yang terus meningkat.
Permasalahan sampah dan peliknya permasalahan lalu lintas sebagai dampak meningkatnya modernisasi masyarakat dalam penggunaan kendaraan mendorong timbulnya berbagai permasalahan perkotaan di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Bandung.
3 Faktor Pendorong
Krisis Suez yiatu
terganggunya pasokan minyak dunia, yaitu perang saudara masing-masing pemilik jalur pelayaran global tersebut, sebagai jalur pengiriman minyak
dari negara-negara
penghasil
1. Meningkatnya kenakalan dan
ketidaknyaamanan / privasi, 2. peningkatan penyalahgunaan zat 3. kerusakan ruang fisik
4. Kesenjangan/kesetaraan sosial dan
5. ruang rekreasi yang lebih sedikit daripada ruang untuk mobil.
1. Gejala-gejala fisik seperti sanitasi yang buruk dan banjir 2. Sosial dan prilaku masyarakat itu
sendiri yang mengganggu ketenangan kota seperti polusi udara, kemacetan dan kebisingan
4 Gerakan
Reformasi lahan kota dengan meletakkan dasar pembangunan untuk sistem angkutan umum dan moda transportasi tidak bermotor seperti pembangunan jalur khusus sepeda dan
33 NO Lingkup Car Free Day
Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago
Free Day Without My Car”)
dalam Bentuk Minggu
Mobilitas Eropa
(European Mobility Week). sehingga prospek berbagi jalan yang lebih efisien.
pejalan kaki yaitu dengan maksud melihat hubungan kendaraan bermotor dengan pejalan kaki sebagai bentuk kesetaraan sosial.
1. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan
2. Membujuk warga untuk menggunakan alat transportasi alternatif.
Kebijakan yang dihasilkan:
1. Pembangunan Jaringan / rute sepeda khusus sepanjang 344 km untuk komuter sehari-hari
2. Pembangunan Jaringan / rute pejalan kaki sepanjang 17 km untuk komuter sehari-hari 3. Menciptakan pembatasan jalan berbasis
pada nomor plat yaitu Program "pico y placa". lisensi pelat berakhir pada 1, 2, 3, dan 4 dilarang beredar pada hari Senin; 5, 6, 7, dan 8 pada hari Selasa; 9, 0, 1, dan 2 pada hari Rabu; 3, 4, 5, dan 6 pada hari Kamis; dan 7, 8, 9, dan 0 pada Jumat.
4. Melalui refrendum, pada tahun 2015 warga bogota sepakat untuk tidak menggunakan mobil dari jam 06.00 – 09.00 dan jam 16.30 – 20.30 setiap hari.
simpul-simpul ruang untuk berolahraga dan menambah ruang terbuka hijau. Agenda tersebut disertai dengan aksi yang didasarkan dengan semangat partisipasi dari masyarakat dan komunitas kreatif bandung seperti :
1. Gerakan Penghijauan 2. Hemat dan Menabung Air, 3. Gerakan Cikapundung Bersih, 4. Gerakan sejuta Bunga Untuk
Bandung,
5. Gerakan Udara Bersih,
6. Program K3 (Ketertiban, Kebersihan, Keindahan) dan 7. Program P4LH (Penanaman,
Pembibitan, Pemeliharaan, dan Pengawasan Lingkungan Hidup)
Dasar Pembangun an
Angkutan massal “transmilenio” , Jalur pejalan kaki,
Rute sepeda
Perluasan ruang terbuka publik dan hijau
Penataan Pedagang Kaki Lima Transportasi “TMB”
34 NO Lingkup Car Free Day
Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago
Reformasi lahan melalui pembangunan rusun bagi warga miskin
Penyelengga raan/Pelaks anaan
22 september “hari bebas
kendaraan bermotor” Setiap hari minggu, pukul 07.00 hari libur (selama 7 jam) skala kota bogota – 14.00 dan yaitu dengan penutupan jalan sepanjang “ 121 km jalan arteri utama ”, jalur sepeda dan jalur pejalan kaki permanen yang dibangun pemerintah
Setiap hari minggu, pukul 06.00 – 10.00 (selama 4 jam) penutupan beberapa jalan seperti
1. Jalan IR.H. DJUANDA
(Simpang Dayang
sumbi-Simpang Cikapayang)
2. Jalan MERDEKA (Simpang RE. Martadinata-Simpang Wastu Kencana)
3. Jalan BUAH BATU (Simpang Pelajar Pejuang- Simpang KH Ahmad Dahlan)
Kondisi Pergerakan lalu lintas
1. Transmilenio (BRT) 2. Sepeda
3. Mobil Pribadi
35 NO Lingkup Car Free Day
Internasional Car Free Day Bogota Car Free Day Dago
Bentuk Perayaan Car Free Day
36 2.4. Partisipasi Masyarakat
Smith (2008) menjelaskan, menumbuhkan keinginan dan kebutuhan
merupakan bagian dari kegiatan pengembangan masyarakat dan menjadi cara
terbaik untuk menyediakan struktur bagi warga untuk terlibat dalam kegiatan
perbaikan masyarakat (budaya, ekonomi, sosial dan lingkungan) secara luas.
Beberapa upaya untuk melibatkan masyarakat dalam pembuatan keputusan yang
berdampak kepada lingkungan hidup mereka :
Peran penting dari partisipasi
Suatu kondisi dimana partisipasi masyarakat akan muncul
Pendekatan pelibatan masyarakat dalam program bina sosial-masyarakat
dan program peningkatan kualitas lingkungan
Parwoto (1994) keuntungan yang bisa diperoleh dari partisipasi aktif
masyarakat antara lain:
Masyarakat dapat membawa perubahan yang diinginkan dengan
mengeksperesikan keinginan, baik secara individu atau melalui
kelompok masyarakat secara bersama-sama.
Masyarakat sadar akan persoalan yang mereka hadapi dan potensi yang
mereka miliki dan saling belajar dalam proses pembangunan dengan
rekan-rekan seperjuangan/senasib.
Tumbuhnya masyarakat mandiri, yang mampu mengambil
keputusan-keputusan untuk menentukan masa depan mereka.
Masing-masing individu atau kelompok masyarakat akan belajar aktif bagaimana membuat perubahan yang diinginkan.
Masyarakat akan belajar untuk memahami dan menghargai kebutuhan
individu dan kepentingan semua kelompok masyarakat
Masyarakat akan belajar cara mengatasi dan menghindari konflik
kepentingan untuk kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan berbasis peran masyarakat adalah pembangunan dengan
orientasi yang optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung
37 dan berkontribusi untuk merumuskan program-program pembangunan kota dan
lingkungan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
Manfaat peran aktif masyarakat dalam tahap pembangunan :
1. Adanya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak, kewajiban, dan
peranannya didalam proses pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki
dan tanggung jawab yang kuat terhadap hasil-hasilnya.
2. Dapat meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses kegiatan secara
keseluruhan, serta terbangunnnya suatu ikatan dimasyarakat.
3. Keputusan yangdiambil akan bersifat efesien dan efektif jika sesuai dengan
kondisi yang ada, kebutuhan yang ada, keinginan, maupun sumber daya di
masyarakat.
4. Dapat membentuk dan membangun kepercayaan diri setempat, dalam hal
kemampuan bermasyarakat dan bekerja sama.
Sedangkan prinsip utama yang digunakan pembangunan berbasis
masyarakat antara lain :
Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama (kesepakatan yang dicapai
adalah hasil dialog dan negosiasi berbagai pihak yang terlibat ataupun
pihak yang terkena dampak perencanaan/pembangunan).
Sesuai dengan aspirasi publik (perencanaan disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi dan keinginan dimasyarakat).
Kejelasan tanggung jawab (adanya sistem monitoring, evaluasi dan
pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik sehingga terbuka
kemungkinan adanya gugatan keberatan, saran dan solusi dan masyarakat
tersebut).
Kesempatan yang sama (setiap anggota masyarakat atau pemangku
kepentingan, terutama yang akan terkena dampak langsung dari suatu
kegiatan pembangunan, memiliki kesempatan dan akses yang sama untuk
berkiprah/berkontribusi dalam proses pembangunan.
41 BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai gambaran umum tentang Profil Wilayah
Penelitian, aturan dan ketentuan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, pembanding
pelaksanaan Car Free Day Bogota dengan Car Free Day Dago, peranan partisipasi
masyarakat/LSM dalam pelaksanaan Car Free Day Dago, dampak positif dalam
pelaksanaan Car Free Day Dago dan permasalahan & standar operasional prosedur
(SOP) Pelaksanaan Car Free Day Dago
3.1. Profil Wilayah Penelitian “Jl, Ir, H Djhuanda”
Sebagai pusat kegiatan ekonomi, pendidikan dan perdagangan dan jasayang
berkembang menjadi pusat tujuan wisata dan bisnis. Mobilitas warga Bandung dan
derasnya arus wisata dari luar kota, seperti yang dapat dilihat tiap akhir pekan atau
saat liburan, kawasan Dago khusunya Jl, Ir, H Djhuanda masih menjadi pilihan bagi
para pelancong dan anak-anak muda di Kota Bandung dalam menunjukan eksistensi
mereka. Para anak muda menghadirkan kegiatan-kegiatan kreatif untuk meramaikan
kawasan tersebut menjadi sebuah ruang berkumpul yang menjadi bagian dari gaya
hidup anak muda kota Bandung. Seperti pertunjukan musik yang meriah,
komunitas-komunitas anak muda seperti klub motor, klub sepeda, komunitas-komunitas skateboard dan
komunitas lain yang sering berkumpul disepanjang Jl, Ir, H Djhuanda.
Dapat dikatakan bahwa Jl, Ir, H Djhuanda masih menjadi tempat yang menarik
dan memiliki nilai tersendiri bagi para anak muda dan para wisatawan kota Bandung
untuk menghabiskan waktu mereka berbelanja, seiring dengan banyaknya
pengunjung mengukuhkan citra Jl, Ir, H Djhuanda sebagai wadahpariwisata, yang
tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belanja dan kuliner yang menyebabkan
perkembangan dan pengembangan pusat perbelanjaan yang menjanjikan memotivasi
untuk mengembangkan inovasi baru para pengusaha.
Inovasi tersebut adalah pengembangan Distro dan Factory Outlet sebagai
bagian aktivitas yang berkembang yang sulit dikendalikan mengingat lokasi yang
42 cenderung memicu terjadinya kemacetan sebagai kondisi lalu lintas hariansepanjang
jalan Jl, H, Ir Djhuanda (Sumber: RTRW KOTA BANDUNG 2011-2031). Setiap
akhir pekan tepatnya pada hari minggu pagi, Jl. Ir, H Dhjuanda “Simpang
Cikapayang-Dayang Sumbi” dijadikan sebagai wadah aktivitas publik yaitu tempat
pelaksanaankegiatan Car Free Day Dago dan menjadi tempat bagi semua kalangan
termasuk para anak-anak muda Kota Bandung untuk berkumpul, berbelanja dan
berjalan bersama-sama menikmati sepanjang kawasan Dago.
Pelaksanaan Car Free Day Dago saat ini lebih mengarah menjadi tempat
berkumpulnya warga Kota Bandung. hal ini dapat dilihat di lokasi ini cukup banyak
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat termasuk jalan santai, bersepeda,
menikmati udara pagi, layanan publik, aksi sosial, menikmati hiburan-hiburan baik
secara spontan maupun yang dikelola oleh berbagai event organizer serta perusahaan
radio maupun lembaga lainnya. Yang dipermasalahkan adalah orang-orang datang ke
Car Free Day Dago justru dengan membawa kendaraan dan parkir di persimpangan
jalan sekitar Car Free Day Dago yang menyebabkan tingginya hambatan samping
bagi pejalan kaki maupun kendaraan yang melintas yang sangat mempengaruhi
pergerakan moda.
Tempat-tempat parkir di Car Free Day Dago yaitu berlokasi di Taman
Cikapayang, depan tugu Bandung Creative Emerging City, Jalan Hasanudin (dekat
Rumah Sakit Borromeus), Jalan Ganesha, Jalan Teuku Umar,depan Circle K dekat Jl.
Dayang Sumbi, dan Jl. Dayang Sumbi. Dalam setiap pelaksanaan Car Free Day
Dago, Satpol PP turun melakukan pemantauan, penertiban dan penindakan di Car
Free Day di Jl. H, Ir Juanda (Dago), sebagai bentuk untuk mengarahkan maksud dan
mengevalusai pelaksanaan Car Free Day sebagai ruang publik.
3.2. Aturan dan Ketentuan dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago, Kota Bandung
3.2.1.Aturan dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago
Kegiatan Car Free Day di Kota Bandung saat ini belum diatur dalam suatu
aturan secara khusus, keberadaanya masih berada dalam ruang lingkup Peraturan
43 Kebersihan, dan keindahan. Selain itu, kegiatan Car Free Day di Kota Bandung
dibatasi oleh Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Sampah yang bertujuan untuk menghadapi permasalahan sampah yang
ada di Kota Bandung yang memberikan dampak negatif bagi estetika, kebersihan,
kenyamanan, dan kesehatan masyarakat Kota Bandung.
Kegiatan Car Free Day sebagai sumber sampah yang tergolong ke dalam
sumber sampah yang berasal dari kegiatan lainnya. Pengelolaan sampah merupakan
tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha yang berada di Kota
Bandung. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2011 ini
harus dijalankan secara optimal karena tujuan Car Free Day adalah untuk
menumbuhkembangkan kesadaran pengguna, pedagang, dan berbagai elemen lainnya
pada kegiatan Car Free Day untuk membuang sampah pada tempatnya. (radio Chevy
103.5 FM, narasumber: Feby Ivalerina K, S.H., LL.M.
Gambar 3.1
Sosialisasi Perda Kota Bandung terkait sampah atau kebersihan di Car Free Day
Dago Bandung
44 3.2.2. Ketentuan dalam Pelaksanaan Car Free Day Dago
Berdasarkan salinan surat keputusan Walikota No : 551/Kep.449-Dishub 2011
ketentuan dalam pelaksanaan Car Free Day Dago adalah sebagai berikut :
1. Car Free Day dilaksanakan setiap hari minggu mulai pukul 06.00 WIB s/d
10.00 WIB
2. Kendaraan bermotor baik roda dua, roda empat, atau lebih dilarang memasuki
kawasan Car Free Day
3. Pedagang tidak diperbolehkan mealakukan aktivitas perdagangan dibadan jalan
dan trotoar pada kawasan Car Free Day.
4. Masyarakat dilarang membawa hewan kekawasan Car Free Day
5. Becak dan delman tidak diperbolehkan memasuki kawasan Car Free Day
6. Masyarakat dilarang membuang sampah semabarangan dikawasan Car Free
Day
7. Masyarakat dilarang keras membawa senjata tajam dan minuman keras
kekawasan Car Free Day
8. Masyarakat harus menjaga kebersihan dan ketertiban dikawasan Car Free Day
9. Tingkat kebisingan dari suara musik dan radio tidak melebihi ambang batas
suara yang sudah ditetapkan.
Gambar 3.2
45 3.3. Studi Banding Pelaksanaan Car Free Day
3.3.1. Pelaksanaan Car Free Day Dago
Percepatan proses transit posisi spasial penduduk dari desa ke kota, yang
tercermin dalam tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota-kota besar di
Indonesia, terutama di Kota Bandung, sebagai ibukota provinsi Jawa Barat,
berdampak pada lokasi spasial penduduk yang didasarkan terhadap karakteristik
sosial-ekonomi penduduk dan sistem transportasi yang berkembang didalamnya.
Dampak migrasi ini biasa ditemuin. Seperti disebagian besar ibukota Provinsi di
Indonesia bahkan diseluruh dunia. ibu kota menjadi padat karena memiliki daya tarik
tersendiri bagi penduduk lokal secara umum, dimana didalamnya sebagian besar
entitas pemerintah pusat maupun daerah, perdagangan, industri dan jasa.
Peluang pekerjaan dan kesejahteraan yang ditawarkan oleh mereka menambah
arus migrasi yang kuat dan menghasilkan pendatang dari kota-kota lain, daerah
pedesaan, dan bahkan negara lain. bahwa salah satu fenomena demografis yang
paling menarik ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi, peluang kerja, dan peluang
hidup yang layak dibandingkan didaerah asal para pendatang atau disebut transisi
spasial dari populasibesar di daerah pedesaan, kota kecil menjadi kota besar yang
meliputi seluruh kegiatan utama dalam suatu kota dan pinggirannya, penduduknya
mengusahakan kegiatan ekonomi (Kanafi, 1983).
Perilaku penduduk, kualitas sumber daya manusia dan menajemen transportasi
yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap variasi besaran lalu lintas dari jam ke
jam dalam satu hari, dari minggu ke minggu dalam satu bulan, dari bulan kebulan
dalam satu tahun dan seterusnya. Munculnya ide Car Free Day di Kota Bandung,
tidak terlepas dari dampak perubahan sosial–ekonomi yang berkembang didalamnya
yang membentuk dan menimbulkan kompleksitas permasalahan yang ditanggung dan
menjadi beban masyarakatnya sendiri dalam beraktivitas sehari-hari baik waktu,
tenaga maupun biaya.
Peliknya permasalahan lalu lintas dan meningkatnya modernisasi masyarakat
dalam penggunaan kendaraan mendorong timbulnya berbagai permasalahan
46 nampak gejala-gejala fisik, sosial dan prilaku masyarakat itu sendiri yang
mengganggu ketenangan kota seperti polusi udara, kemacetan dan kebisingan.
Seperti pada umumnya masyarakat perkotaan masih disibukkan dengan urusan
pekerjaannya yang lupa dengan permasalahan lingkungan yang yang timbul di kota
itu sendiri. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang terjadi dan meluasnya
dampak yang dirasakan masyarakat mendorong berbagai aktivis dan komunitas
membuat sebuah kekuatan lokal yang mampu mengajak masyarakat untuk peduli
terhadap permasalahan tersebut
Gambar 3.3
Orasi atau aksi penggiat lingkungan di kawasan Car Free Day Dago (Sumber : Dokumen Pribadi)
Menurut teori Berger dan Neuhaus (1977) Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) lingkungan tersebut dijadikan sebagai institusi mediasi yang berfungsi
menyalurkan kepentingan warga yang memiliki kesamaan dalam prinsip (pemikiran)
atas dampak yang timbul dan resolusi terhadap kualitas udara dengan tujuan utama
kampanye mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kegiatan ini juga menjadi
ajang promosi sarana transportasi alternatif selain kendaraan pribadi dan promosi
uapaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas sarana –sarana alternatif tersebut.
47 pencemaran udara dilokasi pelaksanaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya membatasi penggunaan kendaraan pribadi.
Hal ini terjadi karena tingginya ketergantungan masyarakat Kota Bandung
terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Bahkan untuk perjalanan jarak dekat seperti
ke ruko depan komplek rumah, mengambil uang ke atm dan lain-lain warga Kota
Bandung terbiasa menggunakan mobil pribadi. Melalui pelaksanaan Car Free Day
Dago diharapkan meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa penggunaan
kendaraan pribadi harus dibatasi.
Aktivitas Car-Free Day Dago yang berlangsung saat ini lebih banyak
menyajikan acara-acara yang kurang memiliki hubungan dengan dengan sejarah
lahirnya pelaksanaan Car Free Day Dago, banyak acara-acara tersebut berorientasi
pada promosi pada bidang bisnis, pengumpulan dana, sebagai wadah ulang tahun
lembaga atau perusahaan dan pengenalan program lembaga atau dinas (sumber: hasil
pengamatan), Seyogianya acara Car Free Day Dago dikemas dengan kampanye
yang bertemakan lingkungan hidup seperti kampanye penurunan kebiasaaan
penggunaan kendaraan pribadi atau kampanye mengubah gaya hidup masyarakat
kepada penggunaan angkutan umum/massal maupun kendaraan tidak bermotor
seperti yang diterapkan di kota Bogota Colombia yang didasarkan pada sifat
partisipatif dan kontruktif antara kebijakan pemerintah dan perilaku warganya dalam
mewujudkan tranportasi yang berkelanjutan.
3.3.2. Pelaksanaan Car Free Day Bogota
Amerika Latin dan Karibia telah menjadi episentrum proses urbanisasi yang
cepat. Hal ini telah menimbulkan serangkaian tantangan sehubungan dengan
ketentuan infrastruktur, pelayanan publik, perumahan, lapangan kerja, transportasi,
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan populasi yang terus meningkat. Meskipun
pertumbuhan kota telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan standar hidup
bagi banyak orang, tetapi tidak semua perubahan telah menguntungkan. Kehidupan
perkotaan juga memiliki dampak negatif pada kualitas hidup masyarakat, terutama
48 Perubahan perkotaan yang termasuk merugikan adalah kontaminasi
lingkungan, tidak memadainya pelayanan publik dan transportasi, meningkatnya
kenakalan dan ketidaknyaamanan/privasi, peningkatan penyalahgunaan zat,
kerusakan ruang fisik, sosial dan ruang rekreasi yang lebih sedikit daripada ruang
untuk mobil. Hal ini disebabkan penggunaan kendaraan bermotor menjadi sistem
mobilitas perkotaan yang paling disukai masyarakat.
Ciclovia pertama yang terdaftar muncul ditahun 1960-an. Sejak 1970-an,
inisiatif ini secara bertahap menyebar ke banyak sudut benua Amerika, khususnya
kota-kota Amerika Latin hasil yang baik dan respon positif terhadap Ciclovías telah
membantu menyebarkan berita tentang pengalaman ini. The Ciclovia recreativa
Bogotá, yang dimulai pada tahun 1974 atau dikenal sebagai "Ciclovia," dianggap
sebagai pelopor dalam Amerika dan telah menginspirasi orang banyak di kota-kota
lain. Amerika Latin dan Karibia telah menjadi episentrum proses urbanisasi yang
cepat. Hal ini telah menimbulkan serangkaian tantangan sehubungan dengan
ketentuan infrastruktur, pelayanan publik, perumahan, lapangan kerja, transportasi,
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan populasi yang terus meningkat.
Pertumbuhan terbesar gerakan ini dimulai pada milenium baru yaitu Pada awal
1990-an, Walikota Bogota Antanas Mockus Memulai Budaya Citizen dengan niat
kampanye perubahan perilaku masyarakat menuju masyarakat yang sopan. Mockus
meletakkan dasar pembangunan untuk investasi perintis di sistem angkutan umum
yaitu dengan melihat hubungan kendaraan bermotor dengan pejalan kaki.
Pemerintahan selanjutnya, yang dipimpin oleh Walikota Enrique Peñalosa, dengan
jawaban Strategi Mobilitas yang diprioritaskan angkutan umum dan moda
transportasi tidak bermotor, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, dan
membujuk warga untuk menggunakan alat transportasi alternatif.
Sebagai implementasi proyek mobilitas tidak bermotor pemerintah kota bogota
membangun jaringan/rute sepeda sepanjang 344 km untuk komuter sehari-hari.
setiap hari Minggu dan hari libur, pemerintah juga menutup 121 Km dari jalan arteri
utama untuk membuat jalur sepeda sementara dengan penggunaan rekreasi atau