• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Buku Dongeng Fabel Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Buku Dongeng Fabel Jawa Barat"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN BUKU DONGENG FABEL

JAWA BARAT

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011

Oleh:

Putra Gumilar 51907244 Program Studi

Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)

i KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kekhadirat Allah SWT dan atas segala rahmat serta hidayah-Nya yang telah dilimpahkan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan pengantar tugas akhir yang berjudul:

“PERANCANGAN BUKU DONGENG FABEL JAWA BARAT” sebagai salah satu

syarat untuk mencapai kelulusan mata kuliah Tugas Akhir dalam menempuh program sarjana di Universitas Komputer Indonesia prodi Desain Komunikasi Visual.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan pengantar tugas akhir ini masih banyak kekurangan, namun dengan kemampuan terbatas penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun laporan pengantar tugas akhir ini.

(3)

ii Dengan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari dongeng fabel sehingga hal-hal yang baik diatas terus diwariskan dari generasi yang dulu, generasi sekarang dan kepada generasi yang akan datang.

Bandung, Juli 2011

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia termasuk Jawa Barat sebagai memiliki warisan cerita rakyat atau dongeng berbentuk fabel. “Fabel adalah cerita tentang binatang yang dianggap seperti manusia. Biasanya cerita ini mengandung unsur pendidikan bagi anak-anak dan petuah-petuah mengenai hal baik dan

buruk;” (Suyono, 1985, h.74). Fabel sarat akan nilai-nilai luhur,

norma-norma hidup & perilaku yang relevansi dengan kehidupan anak-anak Indonesia masa kini, termasuk Jawa Barat dikarenakan fabel dapat digunakan sebagai alat pendidikan untuk anak.

Fabel dari Jawa Barat mendapat “pesaing” yang serius dari cerita

(5)

2 warna, namun pada halaman isi, gambar-gambarnya tidak berwarna atau hitam putih. Terkesan sederhana memang, namun apabila buku cerita dikemas dengan seoptimal mungkin bisa jadi mempunyai daya tarik yang besar dan nilai estetika yang lebih tinggi. Selain itu belum ada buku dongeng fabel Jawa Barat yang tulisannya memakai Basa Sunda. Hanya di majalah berbahasa Sunda saja masyarakat dapat menemukan cerita rakyat Jawa barat berbahasa Sunda.

Bagaimanapun juga dongeng fabel Jawa Barat memiliki unsur pendidikan yang baik bagi anak-anak dan tidak lupa bahwasannya Basa Sunda adalah bahasa ibu masyarakat Jawa Barat yang harus dilestarikan pula selaras dengan materi cerita yang berasal dari Jawa Barat.

1.2 Identifikasi masalah

Dari uraian di atas maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain :

1. Dongeng fabel Jawa Barat mendapat pesaing yang serius dari cerita kepahlawanan dari luar negeri.

(6)

3 3. Kurangnya usaha yang kreatif pada pengemasan buku dongeng fabel

Jawa Barat.

1.3 Fokus Permasalahan

Dari uraian di atas, terdapat fokus permasalahan yakni bagaimana merancang media informasi berupa buku dongeng fabel Jawa Barat yang baik & menarik.

1.4 Tujuan Perancangan

Adapun tujuan perancangan antara lain:

1. Membantu melestarikan dongeng fabel Jawa Barat dan Bahasa Sunda melalui media buku dongeng.

(7)

4 BAB II

BUKU DONGENG FABEL JAWA BARAT

2.1 Pengertian Fabel

Menurut buku Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi-III bahwa Fabel itu adalah cerita yang mengambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang (berisikan pendidikan moral dan budipekerti), misalnya kancil merupakan tokoh utama di Indonesia yang berperan sebagai manusia cerdik. Fabel adalah dongeng binatang yang mengandung ajaran moral, yakni ajaran baik buruk perbuatan dan kelakuan (Danandjaya, 1986, h.98). Biasanya cerita ini mengandung unsur pendidikan bagi anak-anak dan petuah-petuah mengenai hal baik dan buruk. Teks fabel merupakan teks persuasif. Melalui tokoh binatang, pengarang ingin mempengaruhi pembaca agar mencontoh yang baik dan tidak mencontoh yang tidak baik (Sugihastuti, 1996, h.21). Umumnya bersifat universal artinya dapat diterima di daerah mana pun tanpa menghiraukan batas-batas geografis, politik dan sebagainya.

Indonesia terdapat banyak dongeng fabel disetiap provinsi. Tak terhitung jumlahnya, karena fabel bisa dibuat oleh siapa saja. Di Jawa Barat sendiri

Pada buku “Cerita Rakyat Jawa Barat” yang diterbitkan Departemen

(8)

5 212 cerita rakyat termasuk cerita berjenis fabel di dalamnya. Namun dari jumlah sekian banyak tersebut, cerita fabel masih bisa dihitung dengan jari. Ada 3 cerita fabel dalam buku tersebut, yakni: Sakadang Peucang jeung Sakadang Buhaya, Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyet Maling Cabe,

dan Mak Musang nu Sarakah. Namun pada saat ini siapa pun dapat membuat atau mengarang cerita berjenis fabel. Seperti cerita Wawales ka nu Telenges karya Ki Umbara atau Sakadang Ekek : Ganjaran ka nu hade hate karya Drs. Ahmad Hadi Spk. Dan masih banyak lagi fabel-fabel dari Jawa Barat lainnya.

Secara sederhana, fabel didefinisikan sebagai cerita dengan hewan sebagai tokohnya. Dalam fabel, tokoh hewan itu digambarkan dapat bicara dan berpikir layaknya manusia. Biasanya ada seekor binatang yang memegang peranan pentingyang pada umumnya binatang yang kecil dan lemah, tetapi dengan kecerdasannya ia mampu memperdaya binatang-binatang lain yang lebih besar dan lebih kuat darinya.

(9)

6 2.2 Ruang Lingkup Fabel

Fabel masuk dalam ruang lingkup folklor dan menjadi bagian dari cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk dari sastra daerah yang bersifat lisan. Djamaris (dalam Yundafi, 2003, h.2) menyatakan bahwa animal folktale dibedakan dalam tiga tipe, yaitu etiological tale, fable, dan beast epic. Yang dimaksud dengan etiological tale adalah cerita tentang asal usul binatang. Fable adalah cerita binatang yang mengandung pesan moral. Sedangkan beast epic adalah siklus cerita binatang dengan seekor fabel adalah salah satu bagian dari cerita binatang.

Dalam kesusastraan Bahasa Indonesia disebutkan bahwa cerita rakyat atau dongeng dibagi menjadi lima jenis yaitu mite, legenda, sage, fabel, dan parable. Sage adalah cerita rakyat atau dongeng yang mengandung unsur-unsur kesejarahan, sedangkan parable adalah cerita rakyat atau dongeng yang tidak masuk keempat katagori sebelumnya (mite, sage, legenda, fable).

(10)

7 oleh masyarakat Indonesia keseluruhannya. Termasuk dongeng fabel Jawa Barat sebagai sastra lisan yang menjadi bagian dari ruang lingkup kajian folklor. Berikut pembagian folklor menurut Yus Rusyana :

2.2.1 Folklor

Folklor merupakan khazanah sastra lama. Secara etimologi, folk artinya kolektif, atau ciri-ciri pengenalan fisik atau kebudayaan yang sama dalam masyarakat, sedangkan lore merupakan tradisi dari folk. Atau menurut pendapat Alan dalam Danandjaja (1997, hal.1) folklor adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya.

Arti folklor secara keseluruhan menurut pendapat Danandjaja (1997)

“sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan

turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)” (h.2).

Menurut pendapat Soeryawan (1984) “folklor adalah bentuk kesenian

(11)

8 manusia yang khas ialah dalam bentuknya yang estetis-artistis” (h.21). Karena di dalam melaksanakan hubungan-hubungan yang komunikatif, seni mengungkapkannya melalui bentuk-bentuk estetis yang dipilihnya.

Pendapat Rusyana (1978) “folklor adalah merupakan bagian dari

persendian ceritera yang telah lama hidup dalam tradisi suatu

masyarakat” (hal.1). Sedangkan menurut pendapat Iskar dalam H.U.

Pikiran Rakyat (22-Januari-1996) folklor adalah kajian kebudayaan rakyat jelata baik unsur materi maupun unsur non-materinya. Kajian tersebut kepada masalah kepercayaan rakyat, adat kebiasaan, pengetahuan rakyat, bahasa rakyat (dialek), kesusastraan rakyat, nyanyian dan musik rakyat, tarian dan drama rakyat, kesenian rakyat, serta pakaian rakyat.

2.2.2 Ciri-ciri Folklor

Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut pendapat Danandjaja (1997: hal.3), ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan sebagai berikut :

(12)

9 2. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif

tetap atau dalam bentuk standar.

3. Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).

4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.

5. Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.

6. Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.

8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.

(13)

10 apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.

2.2.3 Folklor Pada Masyarakat Sunda

Folklor pada masyarakat Sunda, sama dengan folklor dengan daerah lain, yaitu terbagi menjadi folklor lisan (verbal folklore), folklor setengah lisan (partly folklore), dan folklor bukan lisan (nonverbal folklore).

1. Folklor lisan (Verba Folklore)

Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.

2. Cerita Prosa Rakyat (Dongeng)

“Sekelompok cerita tradisional Sunda dalam sastra Sunda istilahnya

(14)

11 cerita prosa rakyat. Karena menurut pendapat Rusyana (2000: 207) istilah dongeng digunakan untuk menyebut sekelompok serita tradisional dalam sastra Sunda. Di dalam sastra Sunda terdapat jenis cerita yang diketahui sudah tersedia dalam masyarakat, yang diterima oleh para anggota masyarakat itu dari generasi yang lebih dulu. Dongeng dituturkan oleh seseorang kepada yang lainnya dengan menggunakan bahasa lisan.

Jenis-jenis dongeng menurut Rusyana (2000: 208), yaitu (1) dongeng mite, (2) dongeng legenda, dan (3) dongeng biasa.

1. Dongeng mite

Dongeng mite ialah cerita tradisional yang pelakunya makhluk supernatural dengan latar suci dan waktu masa purba. Di dalamnya terdapat peristiwa yang membayangkan kejadian berkenaan dengan penciptaan semesta dan isinya, perubahan dunia, dan kehancuran dunia. Masyarakat pendukung (pemilik) mite biasanya menganggap cerita itu sebagai suatu yang dipercayai (Rusyana, 2000, hal.208-209).

2. Dongeng legenda

Dongeng legenda ialah cerita tradisional yang pelakunya

(15)

12 juga dibayangkan terdapat di dunia itu dan waktu di masa lalu, tetapi bukan masa purba. Di dalamnya terdapat peristiwa yang dibayangkan seolah-olah terjadi dalam sejarah. Biasanya dalam peristiwanya terdapat juga hal-hal yang luar biasa (Rusyana, 2000, h.210).

3. Dongeng biasa

Dongeng biasa adalah yang dalam leteratur lain disebut sebagai dongeng tau folktale, yaitu cerita tradisional yang pelaku dan latarnya dibayangkan seperti dalam keadaan sehari-hari, walaupun sering juga mengandung hal yang ajaib. Waktunya dibayangkan dahulu kala. Oleh masyarakat pemiliknya cerita jenis ini tidak diperlakukan sebagai suatu kepercayaan atau suatu yang dibayangkan terjadi dalam sejarah, melainkan diperlakukan sebagai cerita rekaan semata-mata (Rusyana, 2000, h.211).

Lebih lanjut Rusyana menjelaskan, bahwa dalam sastra Sunda dongeng-dongeng itu dapat digolongkan lagi ke dalam:

(16)

13 Cerita yang pelakunya manusia yang berperan sebagai pendahulu dan perbuatannya dianggap bermanfaat bagi suatu kelompok masyarakat. Masyarakat menganggap tokoh cerita itu sebagai karuhun, yaitu nenek moyang atau sesepuh yang sudah meninggal, dan menghormatinya (Rusyana, 2000, h.212).

b) Cerita kajajaden

Cerita yang pelakunya manusia yang setelah meninggal kemudian berperan sebagai binatang jadi-jadian (Rusyana, 2000, h.212).

c) Cerita sasakala

Cerita yang peranan pelaku utamanya atau pelaku lain yang berupa benda dianggap sebagai asal-usul suatu keadaan atau suatu nama (Rusyana, 2000, h.213).

d) Cerita dedemit

(17)

14 melanggar larangan atau kebiasaan di suatu tempat (Rusyana, 2000 h.213).

1. Fabel

Fabel adalah dongeng binatang yang mengandung ajaran moral, yakni ajaran baik buruk perbuatan dan kelakuan (Danandjaya 1986, h.98)

2.3 Buku Cergam (Picture book)

(18)

15 Menurut Bambang Trim yang seorang praktisi perbukuan di Indonesia, dalam tulisan pada laman blog pribadinya (manistebu.blogspot.com) yang diunggah 24 April 2010, Setidaknya terdapat dua jenis picture book yang beredar di masyarakat. Pertama ada yang disebut wordless picture book yang kerap diidentikkan dengan buku bergambar mini kata (biasanya hanya terdiri atas satu kalimat) atau buku bergambar minus kata (hanya gambar yang ada). Lanjutnya beliau memberikan contoh pertama, “A Day in the Garden” karya Bettina Stietencron yang merupakan terjemahan dari buku

anak Jerman berjudul “Ein Tag im Garten”. Selain itu, buku Kyoko Sakai berjudul “Ofuroya-San” karya Shigeo Nishimura yang menceritakan kegiatan mandi bersama di kamar mandi umum di Jepang juga merupakan buku bergambar mini kata.

Kedua adalah picture book berteks yang dalam hal ini kekuatan ilustrasi/gambar hampir seimbang dengan teks, bahkan boleh dikatakan kekuatan gambarlah yang lebih banyak bicara dibandingkan teks. Begitulah, sebuah picture book terkadang hanya mengandung 1.000 kata atau kurang.

“Karena itu, kata haruslah terpilih dan kalimat haruslah tersusun apik

(19)

16 Picture book cenderung memiliki dua fungsi dalam kehidupan anak-anak. Pertama, picture book pertama kali dibaca oleh orang dewasa yang kemudian diceritakan kepada anak-anak. Kedua, dimana picture book dibaca secara langsung oleh anak. Tak hanya untuk anak beberapa picture book juga ditulis ditujukan untuk orang dewasa. “Tibet: Through the Red Box” oleh Peter Sis adalah salah satu contoh dari picture book yang ditujukan untuk audiens dewasa.

Gambar.1 : Jilid picture book berjudul “Tibet: Through the Red Box” karya Peter Sis

.(sumber: www.petersis.com) 5-5-2011

(20)

17 Sejak tahun 1970 diawali oleh Ajip Rosidi telah ada usaha untuk mengumpulkan & menerbitkan cerita rakyat daerah Jawa Barat melalui Proyek Penelitian Pantun. Kemudian dilanjutkan pada tahun 1975/1976 dan tahun 1976/1977 Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Serta pada tahun 1977/1978 Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah pula meneliti cerita rakyat daerah Jawa Barat. Jumlah cerita yang diteliti oleh kedua proyek yang disebut terakhir setidaknya mencatat ada 212 (duaratus duabelas) buah cerita rakyat yang terdapat di Jawa Barat.

(21)

18 Buku cerita bergambar akan lebih efektif sebagai pewarisan nilai luhur dan pesan moral dari dongeng fabel. Karena buku cergam tidak membutuhkan media lain sebagai perantara. Buku dikalangan masyarakat juga lebih dikenal sebagai jendela ilmu. Media buku juga jika ditinjau dari segi segmentasi dan ekonomi juga dapat menjangkau semua elemen masyarakat. Dalam bentuk cergam anak akan mengikuti sesuai alur penceritaan tanpa merasa digurui, karena itu penyampaian materi juga yang penting akan diselipkan secara perlahan agar menyatu dengan cerita.

Saat ini buku dongeng/cerita fabel Jawa Barat sudah mulai tersisih oleh cerita dengan tema kepahlawanan dari luar negeri ataupun oleh cerita percintaan. Sehingga semakin sulit bagi para orang tua di Jawa Barat dalam memperkaya pembendaharaan cerita rakyatnya untuk didongengkan kepada anak. Kalau pun ada dikemas kurang optimal sehingga kurang menarik untuk dibaca

(22)

19 contoh pada Majalah Ujung Galuh edisi 06 terbitan tahun 2008 di halaman 33-36 terdapat artikel cerita rakyat Jawa Barat berjudul Perang Bubat. Pada artikel yang diketik 4 halaman tersebut hanya memakai sebuah ilustrasi (gambar) dan diulang ditiap-tiap halaman. Dan itu pun lagi-lagi tidak berwarna (hitam-putih). Bagaimanapun juga Basa Sunda adalah bahasa ibu masyarakat Jawa Barat yang harus dilestarikan pula. Kegiatan mendongeng fabel ataupun cerita berjenis lain umumnya dilakukan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda usianya, di rumah sering dilakukan oleh orangtua baik ayah atau ibu kepada anak-anaknya ataupun kakek/nenek kepada cucunya. Di sekolah dilakukan oleh guru, dan di masyarakat luas kegiatan mendongeng sering dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap perkembangan jiwa anak dan sastra anak. Di Jawa Barat dikenal dengan jurupantun, yakni orang yang mengetahui cerita rakyat yang sering mendongengkan kembali kepada khalayak terutama anak-anak. Oleh karena itu para pendongeng tahu benar bahwa dongeng dapat memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai hidup dan kehidupan.

2.5 Dongeng Fabel & Manfaatnya

(23)

seolah-20 olah mereka ada di dunia hewan dan bercakap-cakap dengan hewan yang ada dalam cerita tersebut. Namun memiliki pesan moral, petuah-petuah mengenai hal baik dan buruk. Sehingga sangat mendidik bagi khususnya bagi anak-anak.

Dilain pihak, fabel dimanfaatkan untuk pengajaran anak-anak dalam upaya pengembangan dasar meliputi daya cipta, bahasa, daya fikir, keterampilan dan jasmani. Karena anak-anak dapat menunjuk dan mengenal binatang yang bersifat baik dan kurang baik. Selain itu fabel merupakan salah satu media pengenalan lingkungan dan alam sekitar. Seperti habitat sakadang peucang itu berada.

Secara garis besar manfaat mendongeng menurut editor Penerbit Erlangga, Dani Widyoputranto mengatakan mendongeng adalah cara paling efektif untuk menanamkan gagasan atau pemikiran, juga nilai moral, budi pekerti serta konsep sebab akibat terutama pada anak (http://oase.kompas.com).

(24)

21 Secara umum mendongeng bermanfaat bagi perkembangan emosional, kognitif, dan sosial anak, terutama dalam perkembangan bahasanya, yaitu :

1. Mempererat Hubungan Orangtua-anak

Mendongeng adalah sarana untuk orangtua-anak berkomunikasi dan bertukar pikiran. Jika dilakukan secara rutin, mendongeng dapat mendekatkan orangtua-anak dan membangun kedekatan emosi karena ia tahu bahwa ia memiliki waktu khusus bersama orangtua.

2. Memperkaya Pembendaharaan Kata Anak

Anak yang lebih banyak dibacakan dongeng, maka akan lebih banyak mendengar berbagai kosakata. Hal ini akan berpengaruh pada ragam kosakata yang dipilihnya saat berbicara.

3. Mempengaruhi Perkembangan Literasi Anak, Yaitu Dalam Hal Membaca dan Menulis

(25)

22 4. Melatih Anak Untuk Menjadi Public Speaker Yang Handal

Ketika anak didongengkan dan diminta untuk menceritakan kembali, misalnya dalam metode dongeng tipe 4. Anak akan belajar untuk berbicara di depan orang lain, hal ini akan berpengaruh pada kemampuannya untuk berbicara di depan orang depan kelak. Apalagi jika orangtua juga mendorong, memuji, dan memberikan respon positif saat anak bercerita ulang atau menjawab pertanyaan seputar dongeng.

5. Memperkaya Imajinasi Anak

Dongeng tidak seperti buku komik yang hanya memuat gambar untuk beberapa adegan cerita. Cerita yang diceritakan oleh orangtua dan disertai sedikit gambar di buku dongeng, akan membuat anak mengembangkan imajinasinya sendiri. Hal ini berguna dalam mengembangkan ide dan berpikir kreatifnya.

6. Melatih Kemampuan Sosial Anak

Ketika anak dibacakan cerita, ia akan menjalin komunikasi dua arah dengan orangtuanya, hal ini sangat berguna dalam mengembangkan kemampuan sosial anak, yaitu saat nantinya ia harus berkomunikasi dengan orang lain di luar keluarganya.

(26)

23 Aktivitas mendongeng mempunyai manfaat yang lengkap dari segi perkembangan anak. Namun menurut Statistik dan Psikologi untuk Indonesia kurang lebih hanya 15 % dari orang tua di Indonesia yang rutin mendongeng untuk anak-anaknya. Salah satu penyebab utama adalah pengetahuan orangtua akan manfaat kegiatan mendongeng sedikit (Nurfahmi, 2009). Ada beberapa faktor penyebab hal itu terjadi. Diantaranya :

1. Pergeseran Budaya

Pergeseran budaya pada saat ini menjadi faktor yang menyebabkan orangtua seakan melupakan kegiatan ini (mendongeng). Kalau pada jaman dahulu orangtua di Jawa Barat hampir pasti melakukan „ritual‟

mendongeng kepada anaknya sebelum tidur. Namun pada saat ini „riual‟

tersebut seakan berkurang secara perlahan-lahan dikarenakan berubahnya kegiatan diwaktu bersamaan. Saat ini pun ada begitu banyak tontonan di TV yang sangat tidak mendidik (meski tidak semua), dari mulai tontonan sinetron, berita miring, dan masih banyak lagi. Sehingga mereka (orang tua) seakan lupa bahwasannya ada sesuatu yang lebih penting yakni mendongeng daripada berlama-lama menonton sinetron prime time.

(27)

24 Jurupantun adalah seorang penutur cerita rakyat. Namun jumlahnya sudah tidak banyak lagi. Kebanyakan seorang jurupantun tidak memiliki usia yang muda dan keberadaannya yang jauh di pelosok daerah. Tidak jarang pula penutur yang mulanya enggan menuturkan cerita rakyat yang dikenalnya, terutama cerita yang berhubungan dengan nenek moyangnya (Anonim, 1981: hal. 5). Hal itu disebabkan oleh adanya kepercayaan bahwa cerita semacam itu tidak boleh disampaikan kepada sembarang orang, hanya boleh diwariskan kepada anggota keluarga keturunan nenek moyangnya. Hal tersebut sedikit mempengaruhi penyebaran & pewarisan nilai-nilai cerita rakyat di Jawa Barat.

3. Sedikitnya Pembendaharaan Cerita Rakyat Pada Orangtua

Orangtua merupakan sosok yang paling dekat dengan anak. Setidaknya hal tersebut menjadi landasan bahwasannya orang tua adalah sosok pengganti jurupantun. Namun tidak sedikit orang tua yang lupa atau bahkan tidak tahu cerita rakyat di daerahnya. Sehingga tidak memungkiri para orang tua melupakan kegiatan mendongeng. Ini menimbulkan tersendatnya arus pewarisan nilai moral dari cerita rakyat.

2.7 Solusi Permasalahan

(28)
(29)

26 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1 Strategi Perancangan

Ilustrasi anak dalam buku Dongeng Fabel Jawa Barat menambah minat orangtua pada kegiatan mendongeng. Sehingga tradisi mendongeng pada jaman dahulu terus menerus dilakukan agar lancarnya pewarisan nilai luhur dan pesan moral pada cerita rakyat Jawa Barat. Dengan penerapan children illustration secara tidak langsung menggugah anak berimajinasi & berkreasi ketika didongengkan oleh orangtua. Perancangan buku dongeng cerita rakyat Jawa Barat berpijak pada kata kunci yang didapat dari tinjauan dan

analisa data. Kata kunci tersebut adalah : “fabel, imajinasi, & ilustrasi”.

1. Fabel

“fabel adalah cerita tentang binatang yang dianggap seperti manusia.

Biasanya cerita ini mengandung unsure pendidikan bagi anak-anak dan petuah-petuah mengenai hal baik dan buruk; sedangkan” (Suyono,1985, hal.74).

2. Imajinasi

kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide”. (B. Maranda

(30)

27 3. Ilustrasi

“adalah gambar yang dapat berbicara dan menyampaikan pesan” (Arleen

Amidjaja, 2010).

3.1.1 Pendekatan Komunikasi

Pada pendekatan komunikasi penulis lebih menitik beratkan pada komunikasi visual berupa ilustrasi dengan digital painting. Karena pada media ini porsi ilustrasinya lebih banyak daripada tulisan/teks. Sehingga target audience dapat lebih berimajinasi dengan lebih luas. Sedangkan untuk tulisan (verbal), Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Sunda dengan teks yang dipakai lebih kompleks ditujukan kepada orang tua yang nantinya mendampingi anaknya dalam membaca buku Dongeng Fabel Jawa Barat. Pada strategi komunikasi ditunjukan pada khalayak sasaran Skunder dan khalayak sasaran Primer.

4. Khalayak Sasaran Primer

(31)

28 Demografis

Secara demografis target market sebagai konsumen pembaca meliputi kedua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, dengan katagori usia mulai 7-11 tahun dengan kelas sosial masyarakat golongan menengah dan menengah ke atas. Buku ini juga diharapkan dapat mencakup segala macam suku, ras dan agama.

Geografis

Secara geografis target audience dari buku ini adalah semua orang dengan batasan yang telah dijelaskan pada bagian demografis tersebut di atas, yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan di Jawa Barat yang memiliki jalur distribusi bukunya dalam jangkauan, dalam arti banyak terdapat took buku.

Psikografis

(32)

29 sudah termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian. Behaviour

Target audience adalah anak-anak yang sudah dalam tahap membaca, anak-anak dibuat agar dapat menyukai buku cerita bergambar dan mengidolakan tokoh di dalam buku cerita tersebut. Dan rancangan buku ini memberikan nuansa baru yang berbeda dari pada kebanyakan buku cergam pada umumnya.

5. Khalayak Sasaran Skunder

Target Audiens Skunder merupakan target tambahan di luar target audiens utama atau primer, dimana target audiens ini juga mempunyai minat dan membaca buku cergam. Para target audiens skunder ini meliputi orang tua anak-anak yang dapat mendampingi anak-anak dalam membaca buku cergam dan memberikan penjelasan-penjelasan yang dibutuhkan sang anak saat membaca buku tersebut.

(33)

30 Strategi kreatif yang dipilih berupa desain buku cergam dongeng fabel Jawa Barat. Sehingga memperbanyak referensi dongeng Jawa Barat kepada anak khususnya dongeng fabel.

3.1.3 Strategi Media

Dalam perancangan Buku Dongeng Fabel Rakyat Jawa Barat, akan digunakan media utama, media promosi dan media gimmick sebagai penunjang.

1. Media Utama

(34)

31 akan diselipkan secara perlahan agar menyatu dengan cerita. Namun, akan ada fakta-fakta yang sekilas akan dibahas sehingga antara hiburan dan pendidikan akan seimbang porsinya.

2. Media Promosi

Sedangkan media promosi yang digunakan sebagai pendukung adalah:

• Pembatas buku

• Pin

Sticker

(35)

32 3.2 Konsep Visual

3.2.1 Format Desain

Format desain berupa ilustrasi yang diaplikasikan kedalam sebuah buku dongeng cerita rakyat Jawa Barat berbentuk landscape.

3.2.2 Gaya Visual

IIlustrasi yang digunakan dalam media informasi ini menggunakan ilustrasi gaya kartun yang sederhana namun tetap menarik sesuai dengan gaya yang sedang diminati saat ini. Semua ilustrasi yang terdapat dalam media informasi ini adalah ilustrasi original dan tidak mengambil dari sumber lain. Berikut adalah referensi yang akan

digunakan dalam cerita pertama yakni “Sakadang Peucang jeung

(36)

33 Gambar 2. Ilustrasi karya Reinsstudio

(sumber: www.reinsstudio.deviantart.com) 11-5-2011

(37)

34 Berikut referensi ilustrasi yang digunakan dalam cerita kedua, yakni

Sakadang Monyet jeung Sakadang Kuya Maling Cabe”.

Gambar 4-5. Ilustrasi karya Christine Pym (sumber: www.christine-pym.com)

11-5-2011

(38)

35 Kemudian, Berikut referensi ilustrasi yang digunakan dalam cerita

ketiga, yakni “Sakadang Ekek: Ganjaran ka nu Hade Hate”.

Gambar 7. Ilustrasi burung karya Shandy. (sumber: www.shandyrp.deviantart.com)

11-6-2011

(39)

36 3.2.3 Tata Letak

Tata letak antara ilustrasi dengan tulisan diatur dengan menempatkan tulisan di halaman samping dari halaman ilustrasi. Atau dengan kata lain antara ilustrasi dengan text ditempatkan terpisah.

Ukuran Lay out yang digunakan dalam media informasi ini adalah ukuran kertas A4 dengan detail ukuran 29.7 x 21 cm.

Gambar 9. Layout berukuran 29.7 cm x 21 cm. (sumber: dokumentasi pribadi)

3.2.4 Tipografi

(40)

37 Gambar 10. Contoh aplikasi huruf pada media.

(sumber: dokumentasi pribadi)

(41)

38 Gambar 11. Contoh aplikasi huruf pada media.

(sumber: dokumentasi pribadi)

3.2.5 Ilustrasi

Ilustrasi yang terdapat pada buku dongeng ini adalah ilustrasi yang berkarakter anak-anak dengan sentuhan digital painting serta diberi nilai estetis dengan ornament khas Jawa Barat.

3.2.6 Warna

(42)

39 yang digunakan adalah mode kalibrasi berupa RGB karena dikerjakan dengan media digital.

Gambar 12. Studi warna. (sumber: dokumentasi pribadi)

1.2.7 Cerita Dongeng Fabel Jawa Barat

1. Sakadang peucang jeung sakadang buhaya

(43)

40 Namun karena sakadang peucang cerdik dan tidak panik, sakadang peucang pun mempunyai akal untuk lepas dari cengkraman sakadang buhaya. Diperintahkanlah sakadang buhaya untuk memanggil teman-temannya dengan alasan daging peucang menyebabkan bahaya apabila dimakan sendiri oleh sakadang buhaya. Lalu setelah terkumpul banyak buhaya, diperintahkan oleh sakadang peucang untuk berjajar dari sampai tepi seberang sungai. Setelah itu dengan mudah sakadang peucang melompat dari satu punggung buhaya satu ke buhaya yang selanjutnya. Dan pada akhirnya sakadang peucang sampai di seberang sungai dengan selamat menggunakan punggung para buhaya sebagai jembatannya. Pesan moral dari cerita ini adalah menganjurkan anak-anak supaya menjadi anak yang jujur dan pintar juga harus cerdik.

2. Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyét

(44)
(45)

42 dikalahkan oleh kebenaran atau kebohongan dikalahkan oleh kejujuran.

3. Sakadang Ekek : Ganjaran ka nu Hade Hate

(46)

43 terbakar dikarenakan cuaca panas. Tetapi sarangnya tidak terbakar sedikitpun. Sakadang ékék bergumam, mungkin ini berkah dari waktu lalu menolong seorang anak yang kelaparan. Tapi sakadang ékék tak bisa menyembunyikan sedih karena melihat pohon-pohon disekitar yang merupakan sarang burung lain hangus terbakar. Pesan moral dari cerita ini adalah orang yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi pasti akan mendapat balasan yang berlipat dan tidak diduga sebelumnya dari Allah SWT.

3.2.8 Penokohan

Gambar 13. Gambar Sakadang Peucang. (sumber: dokumentasi pribadi)

Nama Lengkap : Sakadang Peucang Usia : 3 Tahun

(47)

44 walaupun situasinya sedang tersudut

Gambar 14. Gambar Sakadang Buhaya. (sumber: dokumentasi pribadi)

Nama Lengkap : Sakadang Buhaya Panggilan : Buhaya

Usia : 6 Tahun Jenis : Hewan reptil

(48)

45 Gambar 15. Gambar Sakadang Kuya.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Nama Lengkap : Sakadang Kuya Usia : 6 Tahun

(49)

46 Gambar 16. Gambar Sakadang Monyet.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Nama Lengkap : Sakadang Monyet Usia : 4 Tahun

Jenis : Kera beruk (Macaca fascicularis) Karakter : Rakus, ceroboh & mudah dikelabui

(50)

47 Nama Lengkap : Sakadang Ekek

Usia : 3 Tahun

Jenis : Burung Bayan Asia (Psittaculini) Karakter : Baik, selalu berbesar hati

3.2.9 Studi Lokasi

Konsep lokasi yang terdapat dalam Dongeng Fabel Rakyat Jawa Barat sebagai setting lokasi dengan cara penyerhanaan objek sesungguhnya dengan teknik pewarnaan. Lokasi yang telah ada di ilustrasikan dengan lebih sederhana dan penuh warna. Adanya penambahan warna dan pengembangan property diperlukan agar dalam mempebanyak hal yang dapat digambarkan dan menambah ramai suasana.

Gambar 18. hutan hujan tropis Gambar 19. Studi ilustrasi hutan hujan (sumber: http://www.rnw.nl}. Tropis (sumber: dokumentasi pribadi)

(51)

48 3.2.10 Studi Properti

Segala bentuk properti yang terdapat dalam Dongeng Fabel Jawa Barat ini dibuat dengan mensimbolkan sesuatu yang berhubungan dengan pesan tiap halaman.

Gambar 20. Batang kayu lapuk Gambar 21. Studi ilustrasi (sumber: http://www.123rf.com). Kayu lapuk

27-6-2011 (sumber: dokumentasi pribadi)

3.2.11 Studi Media Utama

(52)

49 Back Cover berisikan kata-kata sekilas tentang cerita didalam buku sehingga dapat mengundang rasa penasaran.

Gambar 22. Cover depan. (sumber: dokumentasi pribadi)

(53)

50 Kemudian pada halaman selanjutnya ditempatkan halaman pembuka setelah Cover. Di halaman sebelah kanan berisikan ilustrasi Sakadang Peucang sekilas tentang gambar karakter.

Gambar 24. Halaman pembuka. (sumber: dokumentasi pribadi)

(54)

51 Gambar 25. Halaman pembuka & halaman kepemilikan.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Kemudian dihalaman selanjutnya masih halaman pembuka atau halaman jeda. Namun pada halaman 6 terdapat judul cerita yang ceritanya terdapat pada halaman selanjutnya.

Gambar 26. Halaman jeda & halaman judul cerita.

(sumber: dokumentasi pribadi)

(55)

52 Gambar 27. Halaman 1 & 2

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 28. Halaman 3 & 4. (sumber: dokumentasi pribadi)

(56)

53 Gambar 30. Halaman 7 & 8.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 31. Halaman 9 & 10. (sumber: dokumentasi pribadi)

(57)

54 Gambar 32. Halaman 11 (pesan moral) & 12.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 33. Halaman 13 & 14. (sumber: dokumentasi pribadi)

(58)

55 Gambar 35. Halaman 17 & 18.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 36. Halaman 19 & 20. (sumber: dokumentasi pribadi)

(59)

56 Gambar 38. Halaman 23 & 24.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 39. Halaman 25 & 26. (sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 40. Halaman 27 & 28. (sumber: dokumentasi pribadi)

(60)

57 yang terakhir yakni Sakadang Ekek: Ganjaran ka nu Hade Hate. Berbeda dari dua cerita sebelumnya, pada cerita ketiga ini terdapat dua halaman yang bersambung menjadi satu ilustrasi, yaitu pada halaman 39 & 40 Ini dimaksudkan agar target audience mendapat point of surprise sebagai pengingat akan isi buku ini.

Gambar 41. Halaman 29 & 30. (sumber: dokumentasi pribadi)

(61)

58 Gambar 43. Halaman 33 & 34.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 44. Halaman 35 & 36. (sumber: dokumentasi pribadi)

(62)

59 Gambar 46. Halaman 39 & 40.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar 47. Halaman 41 & 42. (sumber: dokumentasi pribadi)

(63)

60 Gambar 48. Halaman 43 & 44.

(64)

61 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

4.1 Media Utama

4.1.1 Buku Cerita Bergambar

Media utama adalah buku cerita yang menggunakan kertas ukuran A4, yaitu 29,7 cm x 21 cm dengan format landscape. Jenis kertas yang digunakan adalah jenis Artpaper 230 gram dengan teknik digital printing.

Gambar 49. Media utama buku cerita bergambar (cover). (sumber: dokumentasi pribadi)

Media : Buku Cerita Bergambar (cover) Ukuran : 29,7 cm x 21 cm

(65)

62 4.2 Media Promosi

4.2.1 Poster

(66)

63 Gambar 50. Media promosi poster.

(sumber: dokumentasi pribadi)

Media : Poster

(67)

64 4.2.2 Flyer

Media flyer digunakan untuk memberikan informasi baik itu komersil atau non-komersil yang dapat disimpan untuk kebutuhan di kemudian hari karena mayoritas media flyer diberikan secara gratis. Material yang digunakan yaitu art paper 150gr, dengan ukuran 90mm x 180mm serta teknik Digital printing.

Gambar 51. Media promosi flyer. (sumber: dokumentasi pribadi)

Media : Flyer

(68)

65 4.2.3.Flagchain

Untuk menarik perhatian dari target sasaran yang dituju, perlu berbagai media untuk dijadikan sebagai umpan bagi target sasaran. Salah satu media yang dapat menarik perhatian konsumen adalah media flagchain. Material yang digunakan yaitu art paper 150 gr, dengan ukuran 15 cm x 20 cm serta teknik cetak digital print.

Gambar 52. Media promosi flag chain. (sumber: dokumentasi pribadi)

(69)

66 Material : Art Paper 150 gr

Teknis Produksi : Offset

4.2.4 Mini X-Banner

Media mini x-banner adalah media penegasan dari suatu informasi yang akan diberikan dengan penempatan medianya di area promosi suatu produk hingga di area pejalan kaki. Material yang digunakan yaitu backlite, dengan ukuran 25 cm x 40 cm serta teknik separasi.

Gambar 53. Media promosi mini x-banner (sumber: dokumentasi pribadi)

(70)

67 Ukuran : 25 cm x 40 cm

Material : Backlite

Teknis Produksi : Cetak separasi

4.2.5 Tempat buku

Material yang digunakan art paper 260 gr, teknik cetak digital print dengan ukuran 64.41 cm x 21.49 cm.

Gambar 54. Media gimmick tempat buku. (sumber: dokumentasi pribadi)

Media : tempat buku

(71)

68 4.3 Media Gimmick

4.3.1 Pembatas Buku

Material yang digunakan BW paper ukuran 7 cm x 25 cm, teknik cetak digital print.

Gambar 55. Media gimmick pembatas buku. (sumber: dokumentasi pribadi)

(72)

69 4.3.2 Pin

Material yang digunakan art paper dilapis plastik dengan ukuran diameter 4,5 cm, teknik cetak digital print laminasi glossy.

Gambar 56. Media gimmick pin (sumber: dokumentasi pribadi)

Media : Pin

Ukuran : 4,5 cm (diameter) Material : Art paper

(73)

70 4.3.3 Sticker

Material yang digunakan Chromo paper dengan ukuran 6 cm x 6 cm serta teknik cetak digital print.

Gambar 57. Media gimmick sticker (sumber: Dokumentasi pribadi)

(74)

71 4.3.4 Packaging

Material yang digunakan art paper 260 gr dengan ukuran 37.99 cm x 51.86 cm, teknik cetak digital print laminasi glossy.

Gambar 58. Packaging (sumber: Dokumentasi pribadi)

Media : Packaging

(75)

72 DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku:

Abdul Majid, Abdul Aziz. 2002. Mendidik Dengan Cerita Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anonim. 1983. Cerita Rakyat Jawa Barat: Proyek Inventarisasi & Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bandung: Departemen Pendidikan & Kebudayaan.

Danandjaja, James. 1997 Folklor Jepang. Jakarta : PT Utama Pustaka grafiti.

Dipodjojo, Asdi. 1966. Sang Kantjil. Gunung Agung: Jakarta

Rusyana, Yus. 2000. Memperlakukan Sastra Berbahasa Indonesia dan Sastra Berbahasa Daerah sebagai Sastra Milik Nasional, Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional HISKIdi Solo 2-4 Oktober.

(76)

73 Sumber dari internet :

Adicita.com (2010). Folklor, diakses pada 17 September 2010 http://www.adicita.com/artikel/detail/id348/Folklor

Adicita.com (2010). Membangun-Empati-Anak-Melalui-Dongeng, diakses pada 17 September 2010

http://www.adicita.com/artikel/detail/id/560/Membangun-Empati-Anak-Melalui-Dongeng

Adicita.com (2010). Dahsyatnya-Pengaruh-Dongeng, diakses pada 17 September 2010

http://www.adicita.com/artikel/detail/id/590/Dahsyatnya-Pengaruh-Dongeng

(77)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi / Personal Details

Nama / Name : Putra Gumilar

Alamat / Address : Jl. Bina Bakti No.16 RT.3/16 Kec. Cimahi

Utara KOTA CIMAHI

Kode Post / Postal Code : 40512.

Nomor Telepon / Phone : 081221539868

Email : gumbs_vandjaloe@yahoo.com.

Jenis Kelamin / Gender : Laki-Laki.

Tanggal Kelahiran / Date of Birth : Ciamis 14-Maret-1989.

Status Marital / Marital Status : Lajang.

Warga Negara / Nationality : Indonesia.

Agama / Religion : Islam.

Pendidikan / Education : - SDN 1 BANJARANGSANA. (1995-2001)

- SMP NEGERI 5 CIMAHI. (2001-2004)

- SMA NEGERI 1 PANJALU. (2004-2007)

- DESAIN KOMUNIKASI VISUAL,

UNIVERSITAS KOMPUTER

Gambar

Gambar 2. Ilustrasi karya Reinsstudio
Gambar 7. Ilustrasi burung karya Shandy.
Gambar 10. Contoh aplikasi huruf pada media. (sumber: dokumentasi pribadi)
Gambar 14. Gambar Sakadang Buhaya.  (sumber: dokumentasi pribadi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan juga dengan adanya sanggar batik Jawa Barat anak ini, anak-anak dapat mengetahui mengenai budaya Indonesia terutama batik Jawa Barat dan mereka pun lebih mencintai

Jawa Barat merasa turut memiliki dan mencintai TVRI Jawa Barat melalui program-program yang mengangkat kearifan lokal. TVRI Jawa Barat juga memiliki berbagai program

karena atas kehendak, rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Buku Edukasi Permainan Tradisional Jawa Barat” dengan lancar dan

Selanjutnya, Sunda menjadi nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawa, Kerajaan Sunda, yang berdiri pada abad ke-7 dan berakhir pada tahun 1579 M, yang

Di wilayah barat Indonesia, khususnya Jawa Barat, fraksionalisasi konflik tidak condong ke masalah etno-linguistik (misal Sunda atau Non-Sunda), namun lebih ke

Maka dari itu tujuan dari perancangan ini adalah untuk memberikan informasi kepada anak- anak tentang berbagai macam kemasan makanan di Jawa Barat yang menggunakan

Bahasa Sunda dituturkan di hampir seluruh provinsi Jawa Barat dan Banten, serta wilayah barat Jawa Tengah mulai dari Kali Brebes (Sungai Cipamali) di wilayah Kabupaten Brebes dan

Tujuan dari perancangan ini adalah merancang buku cerita fabel yang mengajarkan tata krama untuk anak usia 6 – 8 tahun yang menarik, menambah pengetahuan dan