• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN MAGISTER

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pola Kuman Dan Sensitivitas Pada Penderita Benign Prostate

Hyperplasia Dengan Infeksi Saluran Kemih

Di RSUP H. Adam Malik Medan

OLEH: Suluh Darmadi

(2)

Judul : POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA PENDERITA BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Nama PPDS : Suluh Darmadi Nomor CHS : 21027

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah Kategori : Bedah Urologi

HASIL PENELITIAN INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing I :

NIP: 19650505 199503 1 001 dr.Syah Mirsya Warli, Sp.U

Pembimbing II :

NIP: 19551008 198303 1 013 Dr. Bungaran Sihombing, SpU

Ketua Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program Studi IlmuBedah,

dr. Emir T Pasaribu, SpB(K) Onk dr. Marshal, SpB. SpBTKV NIP: 195 203 041 980 021 00 NIP: 196 103 161 986 111 001

(3)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Hasil Penelitian

JUDUL : POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA

PENDERITA BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI : SULUH DARMADI

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN, Apri 2014

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(4)

HASIL PENELITIAN

JUDUL : POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA PENDERITA

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PENELITI : SULUH DARMADI

NO. CHS : 21027

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, April 2014

KONSULTAN MIKROBIOLOGI

DEPARTEMEN ILMU BEDAH USU

(5)
(6)

PERNYATAAN

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS PADA PENDERITA BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP

H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini

yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister

Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan

salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr.

Emir T Pasaribu, SpB(K)ONK dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA.

Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program

Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan

membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

dr. Syah Mirsya Warli, SpU; Ketua Subdevisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, dr. Bungaran Sihombing,

SpU; Wakil Ketua Subdevisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara dan Pembimbing penulisan tesis, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah

membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan

dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang

(8)

Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, dr. Asmui Yosodihardjo,

SpB,SpBA, dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di

lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang

telah mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih

memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program

pendidikan ini.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan

waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

dr. R. Lia Kusumawati, MS, Sp.MK (K), yang telah membimbing dan membantu

memberikan kelancaran di bagian mikrobiologi pada penuliasan tugas akhir ini.

Kedua orang tua, ayahanda H. Ahmad Subardi dan ibunda Munisah. Mertua, ayahanda

Alm. Ir. Abdullah dan ibunda Hj. Mirani Aswaty, terima kasih yang sedalam-dalamnya

dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan

penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang

tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam

menghargai dan menjalani kehidupan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr.Renny Junitasari dan anakku

Naifa Aqilla Darmadi dan Rhadit Abiyaza Darmadi atas segala pengorbanan,

pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka

mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

Kepada abang, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis menucapkan terima

kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani

pendidikan.

Para Senior, dan semua rekan seperjuangan peserta program studi Bedah Medan yang

bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga

(9)

Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis

menimba ilmu.

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister spesialisasi ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, Mei 2014

(10)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat ... 3

2.3.3. Pengambilan, Penyimpanan Dan Pengiriman Spesimen 18 2.3.4. Hitung Kuman, Isolasi Dan Identifikasi ... 20

2.3.5. Urinalisa ... 25

(11)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ... 26

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Sampel penelitian ... 26

3.4. Besar Sampel ... 26

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27

3.6. Kerangka Konsep ... 27

3.7. Alur Penelitian ... 28

3.8. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 28

3.9. Analisis Data ... 28

3.10. Definisi Operasional... 28

3.11. Etika Penelitian ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian ... 30

BAB 5 PEMBAHASAN 5. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 36

(12)

DAFTAR ISTILAH

BPH Benign Prostate Hyperplasia

LUTS Lower Urinary Tract Symptoms

RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusoma

DHT DiHydroTestoteron

DRE Digital Rectal Examination

TRUS TranRectal UltraSonography

TAUS TransAbdominal UltraSonography

IPSS International Prostate Symptoms Score

ISK Infeksi Saluran Kemih

WHO World Health Organization

QoL Quality of Life

NANC Non Adrenergic Non Colinergic

PDE-5 PhosphoDiEsterase-5

LH Luteinizing Hormon

LHRH Luteinizing Hormon Releasing Hormon

SBH Serum Binding Hormon

DHT Dihidrotestosteron

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Gejala Obstruksi dan Iritasi 10

Tabel 2.2 International Prostate Symptoms Score ( IPSS ) 11

Tabel 2.3 Epidemiologi Genitourinarius 15

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian 30

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 31

Tabel 4.3 Tabulasi Silang Asal Spesimen Dengan Jenis Mikroorganisme Hasil Kultur Urin 31

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi prostat 3

Gambar 2.2. Zone Prostat 4

Gambar 2.3. Prostat Normal Dibandingkan Dengan BPH 5

Gambar 3.1. Kerangka Konsep 27

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Susunan Penelitian 40

Lampiran 2 Riwayat Hidup 41

Lampiran 3 Rencana Anggaran Penelitian 42

Lampiran 4 Jadwal Penelitian 43

Lampiran 5 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 44

Lampiran 6 Informed Consent 46

Lampiran 7 Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian 47

Lampiran 8 Formulir Data Penelitian 48

(16)

Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

Suluh Darmadi1, Syah Mirsya Warli2, Bungaran Sihombing2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2

Universitas Sumatera Utara-Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Divisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran

Abstrak

Latar belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran prostat jinak yang umum terjadi pada pria dewasa, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat disebabkan oleh BPH dimana keadaan tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan retensi urin sehingga keadaan tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.

Tujuan, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman terbanyak dan sensitivitas antibiotik yang menyebabkan ISK pada pasien BPH di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Metode Data dikumpulkan secara prospektife dari pasien BPH yang disertai ISK yang berobat ke Bagian Urologi RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai April 2014. Sampel urin yang diambil adalah urin porsi tengah yang kemudian diperiksakan urinalisanya di Bagian Mikrobiologi. Pasien dengan leukosit urin > 5 / LPB dilanjutkan untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin dan sensitivitas, kemudian dilakukan pencatatan pola kuman dan sensitivitasnya.

Hasil Terdapat total pasien 15 orang dengan usia 50-80 tahun yang didiagnosis dengan BPH yang disertai ISK. Didapatkan hasil kultur urin 100 % merupakan bakteri gram negatif. Dimana kuman tersebut terdiri dari E. Coli 7 (46,7 %) sampel, Pseudomonas 4 (26,6%) sampel,

Klebsiella 2 (13,3 %) sampel, serta Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae masing-masing 1 (6,7 %) sampel. Semua kuman tersebut sensitive terhadap pemberian obat antibiotik amikacin.

Kesimpulan Bakteri paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan BPH adalah

Escherichia Coli (46.7%) dan bakteri yang paling sedikit ditemukan adalah Citrobacter freundii

dan Enterobacter Cloacae (6,7 %). Menurut penelitian ini, pasien BPH dengan infeksi saluran kemih seluruhnya sensitif terhadap pengobatan dengan Amikacin (100 %).

Keywords : Infeksi saluran kemih,Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Pola Kuman, sensitivitas obat

(17)

Methods Data were collected prospectively from patients with BPH who went to UTI Urology Department H. Adam Malik Hospital from January to April 2014. Urine samples were taken is a midstream urine were then examined urinalysis in Microbiology Department. Patients with urinary leukocytes > 5 per high-power field proceed to the examination of urine culture and sensitivity, then do the recording pattern of microorganism and sensitivity

Results

.

There are 15 patients, 50-80 years of age who were diagnosed with BPH accompanied UTI. Urine culture showed 100% is a gram-negative bacteria. Which is the bacteria E. coli consists of 7 (46.7%) samples, Pseudomonas 4 (26.6%) samples, Klebsiella 2 (13.3%) samples, and Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae, respectively 1 (6,7%) samples. All of these microorganism sensitive to amikacin

Conclusion

.

The most bacteria in patients with BPH were Escherichia coli (46.7%) and the least were Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae (6.7%). According to this study, patients with BPH with urinary tract infection completely sensitive to treatment with Amikacin (

Keywords :

100%).

(18)

Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

Suluh Darmadi1, Syah Mirsya Warli2, Bungaran Sihombing2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2

Universitas Sumatera Utara-Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Divisi Bedah Urologi Fakultas Kedokteran

Abstrak

Latar belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan pembesaran prostat jinak yang umum terjadi pada pria dewasa, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat disebabkan oleh BPH dimana keadaan tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan retensi urin sehingga keadaan tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.

Tujuan, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kuman terbanyak dan sensitivitas antibiotik yang menyebabkan ISK pada pasien BPH di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Metode Data dikumpulkan secara prospektife dari pasien BPH yang disertai ISK yang berobat ke Bagian Urologi RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari sampai April 2014. Sampel urin yang diambil adalah urin porsi tengah yang kemudian diperiksakan urinalisanya di Bagian Mikrobiologi. Pasien dengan leukosit urin > 5 / LPB dilanjutkan untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin dan sensitivitas, kemudian dilakukan pencatatan pola kuman dan sensitivitasnya.

Hasil Terdapat total pasien 15 orang dengan usia 50-80 tahun yang didiagnosis dengan BPH yang disertai ISK. Didapatkan hasil kultur urin 100 % merupakan bakteri gram negatif. Dimana kuman tersebut terdiri dari E. Coli 7 (46,7 %) sampel, Pseudomonas 4 (26,6%) sampel,

Klebsiella 2 (13,3 %) sampel, serta Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae masing-masing 1 (6,7 %) sampel. Semua kuman tersebut sensitive terhadap pemberian obat antibiotik amikacin.

Kesimpulan Bakteri paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan BPH adalah

Escherichia Coli (46.7%) dan bakteri yang paling sedikit ditemukan adalah Citrobacter freundii

dan Enterobacter Cloacae (6,7 %). Menurut penelitian ini, pasien BPH dengan infeksi saluran kemih seluruhnya sensitif terhadap pengobatan dengan Amikacin (100 %).

Keywords : Infeksi saluran kemih,Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Pola Kuman, sensitivitas obat

(19)

Methods Data were collected prospectively from patients with BPH who went to UTI Urology Department H. Adam Malik Hospital from January to April 2014. Urine samples were taken is a midstream urine were then examined urinalysis in Microbiology Department. Patients with urinary leukocytes > 5 per high-power field proceed to the examination of urine culture and sensitivity, then do the recording pattern of microorganism and sensitivity

Results

.

There are 15 patients, 50-80 years of age who were diagnosed with BPH accompanied UTI. Urine culture showed 100% is a gram-negative bacteria. Which is the bacteria E. coli consists of 7 (46.7%) samples, Pseudomonas 4 (26.6%) samples, Klebsiella 2 (13.3%) samples, and Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae, respectively 1 (6,7%) samples. All of these microorganism sensitive to amikacin

Conclusion

.

The most bacteria in patients with BPH were Escherichia coli (46.7%) and the least were Citrobacter freundii and Enterobacter cloacae (6.7%). According to this study, patients with BPH with urinary tract infection completely sensitive to treatment with Amikacin (

Keywords :

100%).

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak prostat pada pria dewasa. Perubahan volume prostat bervariasi dan umumnya terjadi pada usia lebih dari

50 tahun. Gejala pada penderita BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritatif (Purnomo,

2007).

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di sekitar sepertiga dari pria yang lebih tua dari 50 tahun

(Deters, 2013). Menurut database World Health Organization (WHO), tingkat kematian

di sebagian besar negara maju pada tahun 1980-an adalah 0,5 sampai 1.5/100.000,

kematian akibat BPH jarang di Amerika Serikat. Sebanyak 14 juta orang di Amerika

Serikat memiliki gejala BPH. Di seluruh dunia, sekitar 30 juta pria memiliki gejala yang

berhubungan dengan BPH (Deters, 2013). Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti

belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu

RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus (Rahardjo,

1999).

Infeksi saluran kemih merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran

napas. Insidens terjadinya infeksi saluran kemih pada wanita mencapai 9,3% dan pada

pria diatas 65 tahun sebesar 2,5-11 %. Pada penelitian Pondei et al (2012) mengatakan

penyebab tersering dari infeksi saluran kemih adalah E. coli (43%) diikuti dengan

Klebsiella pneumoniae (21,5%), Staphylococcus aureus (17,7%), Coliform (10,5%), Proteus mirabilis (3,8%), dan Pseudomonas aeruginosa (3,4%).

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran

kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari

tindakan yang paling ringan yaitu dengan pemasangan kateter hingga tindakan operasi. (

Roehrborn CG et al., 2010 ).

Infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh penyakit pembesaran prostat. Pria

lansia beresiko untuk terinfeksi saluran kemih karena pembesaran prostat dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan retensi, sehingga pada keadaan

(21)

et al., 2010). Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan kultur urin, dimana dari hasil kultur urin didapatkan hasil kultur bakteri gram positif dan negatif. Menurut Pondei et al

(2012) pada penelitiannya mengatakan bahwa 16% infeksi saluran kemih disebabkan

oleh karena adanya pembesaran prostat. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan,

peningkatan organisme pathogen penyebab ISK ini juga disertai dengan peningkatan

resistensi terhadap pemberian antibiotik, berdasarkan organisme penyebab tersebutlah

maka diperlukan pemeriksaan kultur bakteri untuk memperlihatkan hubungan klinis

yang baik terhadap organisme penyebab ISK.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai pola kuman dan sensitivitas pada penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pola kuman dan sensitivitas pada penderita infeksi saluran kemih

dengan Benign Prostate Hyperplasia di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola kuman pada penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui sensitivitas antibiotik penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan infeksi saluran kemih di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada klinisi mengenai pola kuman pada penderita

infeksi saluran kemih dengan BPH.

2. Memberikan informasi mengenai pilihan antibiotik yang tepat terhadap kuman

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di

depan rectum dan membungkus uretra posterior. ( Roehrborn CG et al., 2010 ).Letak

kelenjar prostat dimulai dengan dasar kerucut (basis) sebagai terusan dari leher vesika

sedang puncak kerucut yang disebut apeks terletak di atas fascia diaphragma

urogenitalis. Prostat pada umur dewasa muda berukuran lebar 3-4 cm dan panjangnya

4-6 cm dengan ketebalannya kira-kira 2-3 cm dan beratnya 20 - 40 gram. ( Roehrborn et al

.,2010 dan John T et al.,2010 ).

Gambar 2.1. Anatomi Prostat

Prostat terdiri dari 70% kelenjar dan 30% stroma fibromuskular. Komponen

stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf, kolagen dan jaringan

penyanggah yang lain. Stroma dan kelenjar berkontraksi selama ejakulasi untuk

mengeluarkan sekresi prostat ke uretra. Bagian fibromuskular terletak sebagian besar di

daerah anterior sedangkan bagian kelenjar terletak di bagian posterior ( Roehrborn CG

(23)

McNeal mengusulkan suatu konsep anatomi zona berdasarkan dari gambaran

anatomi dan histologi prostat. Dasar pembagian zona dari McNeal ini dijadikan dasar

untuk menentukan letak dan asal keganasan prostat. Menurut McNeal, prostat dibagi

menjadi 3 zona, yaitu zona perifer (70% dari volume prostat dewasa muda), zona sentral

(25%), dan zona transisi (5%). Keganasan prostat 60-70% berasal dari zona perifer,

10-20% dari zona transisi, dan 5-10% dari zona sentral. 60% keganasan dari zona sentral

biasanya jenis karsinoma dengan gradasi rendah (low-grade), clear cell carsinoma ( Nickel J et al.,1999 )

Gambar 2.2. Zona-zona Prostat( Nickel J et al.,1999 )

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari

cairan ejakulat. Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang dialirkan melalui

duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan

bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Semen berisi sejumlah asam sitrat

sehingga pH nya agak asam. Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai

fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat

dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. Volume cairan prostate

(24)

prostat. Pleksus ini mendapat masukan parasimpatik dari medulla spinalis setinggi S2-S4

dan serat-serat simpatik dari nervus hipogastrikus presakralis (T10-L2

2.2 Hiperplasia Prostat Jinak

). Kedua sistem

persarafan itu dalam prostat membentuk jaringan persarafan yang terjadi dari gabungan

kolinergik dan noradrenergik dan mempunyai reseptor-reseptor di dalam otot polos

prostat. Saraf-saraf otonom mempersarafi prostat dan juga vesika seminalis, uretra, dan

corpora cavernosa dari pleksus pelvikus yang bersama pembuluh darah membentuk

kompleks saraf dan pembuluh darah (neurovascular bundle) dan kompleks ini berjalan

di bagian posterior dari prostat dari kranial menuju apeks prostat dan umumnya sejajar

dengan dinding rectum (John T et al., 2010). Stimulasi parasimpatik meningkatkan

sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan

pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem

simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsul prostat, dan leher

buli-buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik

menyebabkan dipertahankannya tonus otot polos tersebut ( Roehrborn CG et al., 2010 ).

2.2.1 Definisi

Hiperplasia prostat jinak adalah suatu diagnosis histologis yang ditandai oleh

proliferasi elemen seluler dari prostat. Hiperplasia prostat melibatkan kedua elemen

stroma dan epitel dari zona periuretra dan transisi (Furqan, 2003).

(25)

2.2.2 Epidemiologi

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau hiperplasia prostat jinak adalah tumor jinak yang tersering pada laki-laki, dan insidennya terkait dengan umur pasien. Jika

hiperplasia cukup besar, nodul-nodul dapat menekan dan mempersempit kanal uretra

sehingga terjadi obstruksi uretra parsial maupun total. Prevalensi histologis hiperplasia

prostat jinak pada penelitian autopsi meningkat dari sekitar 20% pada laki-laki 41-50

tahun menjadi 50% pada laki umur 51-60 tahun, sampai akhirnya 90% pada

laki-laki di atas 80 tahun. Gejala pada kasus ini juga terkait dengan umur pasien. Pada umur

55 tahun, sekitar 25% dari laki-laki mengeluhkan gejala obstruksi berkemih. Pada umur

75 tahun, 50% laki-laki melaporkan penurunan kekuatan dan kaliber dari aliran urin

(Taiwo SS et al., 2006).

Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), subbagian urologi, setiap

tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan prostat hipertrofi. Istilah

hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena yang sebenarnya terjadi adalah

hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli

ke perifer dan menjadi kapsul bedah (surgical capsule). (Furqan, 2003).

Faktor risiko untuk perkembangan hiperplasia prostat jinak belum dapat

diketahui dengan baik. Beberapa studi mengemukakan pendapat bahwa terdapat faktor

predisposisi genetik dan beberapa mengatakan berhubungan dengan perbedaan ras.

Kurang lebih 50% pria berusia dibawah 60 tahun yang mengalami hiperplasia prostat

jinak mempunyai bentuk penyakit hiperplasia prostat jinak yang diturunkan. Bentuk ini

mempunyai kecenderungan bersifat autosomal dominan dan hubungan saudara pria pada

derajat pertama mempunyai risiko relatif yang meningkat kira-kira 4 kali. Selain itu,

juga disebutkan bahwa merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan tertentu seperti

histamine, bronkodilator dapat meningkatkan risiko hiperplasia prostat jinak ( Pondei K

et al., 2012 dan Philip M et al., 2007 )

2.2.3 Etiologi

(26)

komponen ini dapat menjadi target dalam penanganan medis kasus hiperplasia prostat (

Pondei K et al., 2012 ).

Hiperplasia prostat jinak merupakan salah satu penyebab LUTS pada pria

berusia lanjut. Secara histopatologi, hiperplasia prostat jinak dikarakteristikkan oleh

peningkatan jumlah sel-sel stroma dan epitel dalam area periuretral prostat. Etiologi

yang pasti dari hiperplasia prostat jinak masih meragukan. Dalam pengamatan,

peningkatan jumlah sel oleh proliferasi epitel dan stroma atau gangguan program

kematian sel mengarah kepada akumulasi seluler. Androgen, estrogen, interaksi

epitel-stroma, growth factor, dan neurotransmitter mungkin memainkan peranan baik tunggal ataupun kombinasi dalam menyebabkan proses hiperplasi ( Rahardjo D, 2009 ).

Testosteron dihasilkan oleh sel leydig atas pengaruh hormon Luteinizing hormon

(LH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis ini menghasilkan LH

atas rangsangan Luteinizing Hormon Releasing Hormon (LHRH). Di samping testis,

kelenjar anak ginjal juga menghasilkan testosteron atas pengaruh ACTH yang juga

dihasilkan oleh hipofisis. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90%

dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10% dihasilkan oleh kelenjar adrenal.

Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam bentuk serum binding hormon

(SBH). Hanya sekitar 2% testosteron dalam keadaan bebas dan testosteron inilah yang

memegang peranan dalam proses terjadinya inisiasi pembesaran prostat. Testosteron

bebas ini dengan pertolongan enzim 5-alfa reduktase akan dihidrolise menjadi

dihidrotestosteron (DHT). Dalam bentuk DHT inilah yang kemudian akan diikat oleh

reseptor yang berada di dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT-reseptor

kompleks. DHT-reseptor kompleks ini kemudian akan masuk ke dalam inti sel dan akan

mempengaruhi asam ribonukleat (RNA) untuk menyebabkan terjadinya sintesis protein

sehingga dapat terjadi proliferasi sel (Taiwo SS et al., 2006).

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan

testosteron-estrogen, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya produksi testosteron dan juga

terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposis di daerah perifer

dengan pertolongan enzim aromatase. Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan

terjadinya hiperplasia stroma (Taiwo SS et al., 2006).

Dalam patogenesis terjadinya hiperplasia prostat jinak disebut pula pentingnya

(27)

basic fibroblast growth factor (b-GFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan merupakan faktor yang penting pada perkembangan prostat jinak. Konsentrasi b-FGF ini lebih besar

ditemukan pada penderita hiperplasia prostat jinak dibanding pada orang normal karena

bertambahnya umur (John et al., 2010).

2.2.4 Patologi

Hiperplasia prostat jinak seutuhnya merupakan proses hiperplasia, yaitu

peningkatan jumlah sel. Stroma tersusun dari kolagen dan otot polos. Komponen

histologis yang dominan dapat menentukan potensi responsivitas terhadap terapi medis.

Alpha-blockers dapat menghasilkan respon yang baik pada pasien hiperplasia prostat jinak dengan komponen otot polos yang signifikan, sedangkan jika komponen sel epitel

yang lebih dominan, kemungkinan respon akan lebih baik terhadap penghambat 5α

-reduktase. Pasien dengan komponen kolagen dalam stroma dapat tidak memberikan

respon terhadap bentuk terapi medis apapun (Pondei K et al., 2012).

Seiring berjalannya hiperplasia, lama-kelamaan zona luar dari prostat akan

terdesak, membentuk suatu formasi yang disebut surgical capsule. Kapsul ini

memisahkan zona transisi dari daerah perifer kelenjar dan berfungsi sebagai batas

pembelahan untuk enukleasi prostat terbuka dalam prostatektomi sederhana

(pembedahan yang mengangkat bagian prostat di sekitar uretra yang berjalan dari bagian

perifer prostat dan kapsul prostat) (Pondei K et al., 2012).

Pada taraf awal setelah tejadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang

bertambah pada leher vesika dan daerah prostat, kemudian detrusor akan mencoba

mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat

detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa

buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampak apabila dilihat dari dalam vesika

dengan sistoskopi. Mukosa vesika dapat menerobos ke luar diantara serat detrusor

sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila

besar dinamakan divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi yang

apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami

(28)

2.2.5 Patofisiologi

Gejala hiperplasia prostat jinak dapat terkait dengan komponen obstruktif dari

prostat atau respon sekunder dari kandung kemih terhadap resistensi saluran kemih

(komponen iritatif). Gejala obstruktif disebabkan oleh karena detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi

terputus-putus, sedangkan gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan yang tidak

sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada

vesika sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh ( Pondei K et al.,

2012 dan Taiwo SS et al., 2006 ).

2.2.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosis suatu BPH melalui :

a. Gambaran Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan

di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan

gejala iritatif seperti terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Gejala Obstruksi dan Iritasi

Obstruksi Iritasi

- Hesitansi - Frekuensi

- Pancaran miksi lemah - Nokturi

- Intermitensi - Urgensi

- Miksi tidak puas - Disuri

- Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah

digunakan system scoring yaitu Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS

(International Prostatic Symptom Score). System scoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan

(29)

dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu, (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang:

skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Gejala pada saluran kemih bagian atas yang muncul berupa gejala obstruksi antara

lain nyeri pinggan, benjolan di pinggang, atau demam.

3. Gejala di luar saluran kemih.

Tabel 2.2 International Prostate Symptoms Score (IPSS)

Selain 7 pertanyaan pada IPSS juga terdapat pertanyaan tunggal mengenai kualitas

hidup (quality of life/QoL) yang terdiri atas 7 kemungkinan jawaban (John T et al.,

(30)

tatalaksana terbaik. Masalah medis yang lain mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana

BPH.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, colok dubur, dan pemeriksaan neurologis terfokus harus

dilakukan pada semua pasien. Ukuran serta konsistensi prostat harus diperhatikan

walaupun tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala ataupun derajat obstruksi.

Pada hiperplasia prostat jinak biasanya akan teraba pembesaran prostat yang elastis,

berbatas tegas, serta permukaannya rata. Jika terdeteksi indurasi, dokter harus

memikirkan kemungkinan kanker, serta pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan (PSA,

transrectal ultrasound, dan biopsi). Pemeriksaan perut bawah seharusnya dilakukan untuk memeriksa kandung kemih yang terdistensi ( Pondei K et al., 2012 )

c. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi.

Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan

infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba

yang diujikan. Selain itu diperiksa juga faal ginjal, kadar glukosa. Jika dicurigai adanya

keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA (Purnomo, 2007).

2. Pencitraan

Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,

adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli

yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin (Purnomo, 2007).

Pemeriksaan USG dianggap sebagai pemeriksaan yang baik untuk mendeteksi

pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi, dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG

dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrectal (Trans Rectal Ultrasonography,

TRUS) ( John T et al., 2010 dan Taiwo SS et al., 2006 ).

2.3. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu

(31)

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme didalam tubuh

penjamu (Linda Tietjen, 2004).

Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan penjamu yang terjadi

melalui kode transmisi kuman tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi

melalui darah, udara, dan dengan kontak langsung.

ISK merupakan respon inflamasi dari urotheliumterhadap invasi bakteri yang biasanya berhubungan denganbakteriuriadanpiuria.

Bakteriuria adalah adanya bakteri dalam urin, yang biasanya bebas dari bakteri. Bakteriuria dapat bergejala dan tidak bergejala. Sedangkan piuria adalah, adanya sel-sel

darah putih (leukosit) dalam urin, umumnya menunjukkan infeksi dan respon inflamasi dari urothelium untuk bakteri. Bakteriuria tanpa piuria umumnya menunjukkan kolonisasi bakteri tanpa infeksi saluran kemih. Sedangkan piuria tanpa bakteriuria bisa dicurigai suatu tuberculosis, batu, atau kanker.

ISK adalah hasil dari interaksi antara pathogen dari saluran kemih dan host. Infeksi saluran kemih ditentukan oleh faktor-faktor virulensi bakteri, ukuran inokulum,

dan ketidak cukupan mekanisme pertahanan host. Faktor-faktor ini juga berperan dalam

menentukan tingkat akhir dari kerusakan pada saluran kemih. Rute infeksi saluran

kemih dapat secara asending, limfatik, dan hematogen.

Manifestasi klinisdapat berupa gejala asimtomatik yang merupakan kolonisasi bakteri dari kandung kemih berupa gejala iritasi seperti frekuensi dan urgensi yang terkait dengan infeksi bakteri yang berhubungan dengan adanya demam, menggigil, dan nyeri pinggang, dan bakteremiaterkait denganmorbiditas berat, termasuksepsis

Pada penderita BPH awalnya dinding otot kandung kemih menjadi hipertrofi dan

menebal pada fase kompensasi. Pada fase ini otot detrusor akan berkontraksi lebih kuat.

Kontraksi detrusor yang terus-menerus akan mengakibatkan penebalan dan penonjolan

serat detrusor ke dalam buli-buli yang disebut pula trabekulasi, bentuknya serupa

balok-balok. Mukosa vesika dapat menerobos antara serat detrusor sehingga membentuk

sakula dan bila semakin membesar disebut divertikel. Detrusor yang terus-menerus

mengkompensasi pada suatu saat akan jatuh pada fase dekompensasi dimana otot

(32)

refluks vesikouretral, yang semakin diteruskan ke atas mengakibatkan dilatasi ureter

(hidroureter) dan sistem pelviokalises ginjal (hidronefrosis). Sisa urin dalam vesika

dapat meningkatkan risiko terjadinya batu endapan dan infeksi. Pada umumnya,

organisme patogen tidak akan berkembang biak dalam urin dan jarang menyebabkan

ISK (Cattell et al, 1974). Namun, flora normal pada urin akan berkembang biak dengan

baik (Asscher et al, 1968). Faktor yang menentukan pertumbuhan bakteri pada urin

adalah osmolalitas, konsentrasi urea, konsentrasi asam organik, dan pH.

2.3.1 Epidemiologi

Epidemiologi ISK dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat

dilihat pada Tabel 2.3. Pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun, bakteriuria dijumpai

dalam 2,7% dari anak laki-laki dan 0,7% pada anak perempuan (Wettergren, Jodal, dan

Jonasson, 1985). Kejadian ISK pada laki-laki yang tidak disunat lebih tinggi dari pada

laki-laki yang disunat (1,12 % dibandingkan dengan 0,11 % ) (Wiswell dan Roscelli,

1986). Pada anak-anak usia 1 sampai 5 tahun, kejadian bakteriuria pada anak perempuan

meningkat menjadi 4,5 %, sementara itu penurunan pada anak laki-laki menjadi 0,5 %

(Randolph dan Greenfield, 1964). Sebagian besar ISK pada anak kurang dari 5 tahun

biasanya berhubungan dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti refluks

vesicoureteral atau obstruksi. Insiden bakteriuria tetap relatif konstan pada anak usia

6-15 tahun . Namun, ISK pada anak-anak lebih mungkin dihubungkan dengan kelainan

fungsional saluran kemih, seperti gangguan berkemih. Selama masa remaja, kejadian

ISK meningkat secara signifikan ( 20% ) pada wanita muda, dan tetap konstan pada pria

muda ( Sanford, 1975).

Pada pria dengan prostatic hipertrofi / obstruksi, kateterisasi, dan pembedahan

merupakan faktor risiko yang berkaitan untuk terjadinya infeksi. Untuk pasien yang

lebih tua dari 65 tahun, kejadian ISK biasanya terus meningkat. Pada usia kurang dari 1

tahun dan yang lebih tua dari 65 tahun, morbiditas dan mortalitas dari ISK adalah yang

(33)

Tabel.2.3 Epidemiologi Genitourinarius

Pondei dkk melakukan penelitian terhadap pasien dengan infeksi saluran kemih

di Nigeria. Didapatkan bahwa kejadian infeksi saluran kemih terjadi sebesar 41,6% pada

pasien dengan gangguan patologi ginjal, 39% pada wanita hamil, 16% pada pasien

dengan pembesaran prostat ( Pondei K et al., 2012 ).

Bakteriuria dapat terjadi pada penderita retensi urin karena BPH sebelum

pemasangan kateter, hal ini dapat disebabkan karena terjadi urin statis yang

berlarut-larut, apalagi pada penderita dengan riwayat pernah pakai kateter berulang. Furqan

melaporkan bakteriuria sudah terjadi sebelum pakai kateter pada 12,12% dari kelompok

yang baru pertama kali pakai keteter, dan 38,46% dari kelompok yang berulang pakai

kateter. Peningkatan bakteriuria yang bermakna ditemukan setelah pemakaian kateter

baik pada pemakaian kateter pertama kali atau berulang. Sesuai dengan literatur bahwa

pertumbuhan bakteri sudah terjadi dalam 24 jam pemakaian kateter menetap, dan terjadi

peningkatan bakteriuria 10% setiap harinya pada perawatan tertutup ( Furqan, 2003 )

Kuman penyebab bakteriuria karena pemakaian kateter menetap dari penelitian ini

banyak disebabkan oleh E.coli, kemudian dikuti oleh Staphylococcus aureus, Klebsiella

(34)

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang mana ditemukan 100 % adalah gram

negatif. E.Coli merupakan jenis bakteri yang sering dijumpai ( Pondei K et al., 2012 ).

Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian ini bakteri yang paling banyak adalah

Escherichia Coli (46.2%) serta yang paling sedikit ditemukan adalah Klebsiella Pneumonia (23.1%). Hasil ini sama dengan hasil kepustakaan Barat, dimana di negara maju infeksi saluran kemih 48,6 % adalah E.coli, dan pada penelitian ini memperoleh

hasil sekitar 46,2%. Dari penelitian lain sebelumnya ada yang melaporkan kuman

penyebab bakteriuria terbanyak bukan oleh E. coli, ini mungkin perbedaan tempat dan

perlakuan terhadap penderita misalnya penderita yang dirawat inap di rumah sakit

penyebab bakteriuria sering oleh kuman nosokomial (pseudomonas) dan juga kerap kali

berkaitan dengan hyegine dan sanitasi penderita dalam merawat kebersihan kateter (

Taiwo SS et al., 2006 ).

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Taiwo SS dan Aderounmu AOA,

meneliti kuman yang diakibatkan oleh pemasangan kateter. Dari total 122 pasien,

sebanyak 76 (62,3%) diakibatkan oleh pembesaran prostat jinak. Kuman yang paling

banyak ditemukan adalah E.Coli dan Pseudomonas Aerogenosa masing-masing 20,6%.

Berdasarkan penelitian ini, pada pasien infeksi saluran kemih sebesar 82.05% sensitif

terhadap Imipenem yang kemudian diikuti dengan Amikacin (74.35%). Namun pada

penelitian yang dilakukan Pondei et al., anti mokroba yang sensitif dan tepat untuk

diberikan adalah nitrofurantoin.

Pondei dkk melaporkan bahwa bakteri gram negatif lebih resisten terhadap

cloxacilin dan amoxicillin-clavulanat. E. Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis lebih sensitive terhadap nitrofurantoin dan kurang sensitive terhadap cloxacilin dan

amoxicillin-clavulanat. Staphilokokus lebih sensitive terhadap ceftazidim dan kurang

sensitive terhadap cloxacilin, lincomicin dan oxacilin. Selain itu pondei dkk juga

melaporkan bahwa tidak ada pengaruh antara usia dan jenis kelamin terhadap

sensitivitas antibiotika pada infeksi saluran kemih (Pondei K et al., 2012).

2.3.2 Cara Pengambilan Sampel

Dalam keadaan normal urine bersifat steril. Pada keadaan infeksi saluran kemih

(ISK), akan ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna di dalam urine. Penyebab

(35)

ISK dapat ditemukan 2 jenis bakteri yang keduanya mungkin merupakan penyebab. Jika

ditemukan 3 jenis bakteri atau lebih, hal ini mungkin disebabkan oleh cara pengambilan

dan pengolahan bahan urine yang tidak sempurna. Walaupun demikian hal ini dapat

terjadi pada penderita ISK yang menggunakan kateter menetap. Pemeriksaan

bakteriologik terhadap urine bertujuan untuk menentukan diagnosis bakteriologik ISK.

Bahan urin utuk pemeriksaan harus segar dan sebaiknya diambil pada pagi hari.

Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi supra pubik (suprapubic puncture=SPP),

dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah

diperoleh adalah urin porsi tengah dan ditampung dengan wadah bermulut lebar dan

steril (Roehrborn CG et al., 2010).

Sampel yang diambil adalah urin porsi tengah. Pria yang tidak dikhitan harus

menarik prepusiumnya, membersihkan ujung penis dengan larutan antiseptik, dan tetap

menarik prepusiumnya selama berkemih. Pasien pria mulai berkemih ke dalam toilet,

kemudian menempatkan wadah steril dengan mulut lebar di bawah penisnya untuk

mengumpulkan sampel urin porsi tengah. Cara ini mencegah kontaminasi spesimen urin

dari organisme kulit dan urethra.

Bila perlu semua sampel urin harus diperiksa dalam kurun waktu 1 jam setelah

pengumpulan dan ditempatkan untuk kultur dan sensitivitas jika ada indikasi. Jika urin

dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu yang lebih lama, bakteri yang muncul akan

tumbuh lebih cepat, pH dapat berubah, dan sel-sel darah merah dan putih dapat tidak

terindikasi. Jika tidak mungkin untuk memeriksa urin dengan segera, sampel harus

diletakkan di dalam pendingin pada suhu 5OC.

2.3.3 Pengambilan, Penyimpanan Dan Pengiriman Spesimen A. Tujuan

Mendapatkan spesimen urine yang memenuhi persyaratan untuk

pemeriksaan bakteriologik.

B. Waktu Pengambilan

(36)

Disarankan urine pagi pertama ( pada malam hari tidak buang air kecil ).

Bila hal ini tidak memungkinkan maka urine diambil 2 jam setelah buang air

kecil terakhir (Roehrborn CG et al., 2010).

C. Peralatan dan Bahan

1. Peralatan

a. Semprit

b. Wadah steril dari gelas atau plastik bermulut lebar bertutup

rapat, volume lebih kurang 50 ml.

2. Bahan

1. Urine Porsi Tengah

a. Penderita harus mencuci tangan memakai sabun

b. Jika tidak disunat tarik kulit preputium kebelakang, keluarkan

urin, aliran yang pertama dibuang, aliran urin selanjutnya

ditampung dalam wadah yang sudah disediakan.

c. Wadah ditutup Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke

laboratorium.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan sendiri, hal ini

dilakukan dengan bantuan perawat.

E. Pemberian Identitas

1. Formulir permintaan pemeriksaan surat pengantar / formulir

permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap

(37)

a. Tanggal permintaan

b.Tanggal dan jam pengambilan spesimen

c. Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor

rekam medik )

d.Identitas pengirim (nama, alamat/ruangan, nomor telpon)

e. Identitas spesimen ( jenis, volume, lokasi pengambilan )

f. Pemeriksaan laboratorium yang diminta

g.Nama pengambil spesimen

h.

i.

Transpor medial pengawet yang digunakan

2. Label

Keterangan klinis : diagnosis atau rawatan singkat

penyakit, riwayat pengobatan

Wadah urine diberi lebel yang memuat :

a. Tanggal pengambilan spesimen

b Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam

medik ).

c. Jenis spesimen

F. Penyimpanan Spesimen

Semua spesimen urine harus sudah sampai di laboratorium dalam waktu

1 jam setelah pengambilan. Jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan, spesimen

harus disimpan di lemari es ( 2°-8°C ) segera setelah pengambilan,

selanjutnya harus sudah diproses di laboratorium dalam waktu 18 jam.

G. Pengiriman Spesimen

Pengiriman spesimen dilakukan dengan menggunakan "cool box" (

(38)

2.3.4 Hitung Kuman, Isolasi dan Identifikasi A.

Hitung kuman bertujuan untuk menilai apakah jumlah kuman yang

tumbuh bermakna atau tidak untuk ISK. Sedangkan isolasi dan identifikasi

bertujuan untuk mengetahui bakteri penyebab ISK. Tujuan

C. Media dan Reagen

1. Agar Darah (AD)

Urine disentrifugasi 3000 rpm selama 5 - 10 menit

c. Teteskan endapan pada 2 kaca objek

d. Tutup kaca objek 1 dengan kaca penutup

e.

f.

Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali

(39)

2. Isolasi, hitung koloni dan identifikasi

g. Terhadap sedimen pada kaca objek 2, lakukan pewarnaan gram

Spesimen urine yang tidak disentrifuge :

a. Masukkan dalarn Brain Heart Infusion (BHI) dengan

perbandingan 1: 9.

b. Lakukan isolasi pada Agar Darah dan Agar Mac Conkey

dengan cara 1 / cara 2.

1.

1. Dengan menggunakan sengkelit (volume 10 Cara I

-3

2. Khusus inokulasi pada Agar Darah dilakukan dengan cara : ), spesimen urine

yang tidak disentrifuge. diinokulasikan pada Agar Darah dan

Agar Mac Conkey.

a. Ambil satu sengkelit (volume 10-3

b. Goreskan secara menyilang di bagian tengah media

Agar Darah.

ml) urine yang tidak

disentrifus.

c. Selanjutnya dibuat goresan sepanjang goresan pertama,

dengan arah tegak lurus terhadap goresan pertama.

Kemudian buat goresan tegak lurus terhadap goresan

terakhir sampai media penanaman penuh.

3. Inkubasi Agar Darah dan Agar Mac Conkey pada suhu 35 -

37°

4. Hitung koloni yang tumbuh pada Agar C selama 24 jam

5.Dari koloni yang tumbuh pada Agar Darah (setelah hitung

koloni) dan Agar Mac Conkey dilakukan pewarnaan Gram.

6. Kuman Gram (+) kokus dan koloni Gram(-) yang tumbuh

pada Agar Darah dilanjutkan dengan uji identifikasi.

2.

(40)

3. Aduk rata dengan cara menggoyangkan ke kanan dan ke kiri

supaya urine tercampur rata dengan perbenihan

4. Inkubasi pada suhu 35°C - 37°C selama 24 jam

5. Hitung koloni yang tumbuh pada Agar

6. Buat sediaan Gram dari koloni yang tumbuh pada Agar Darah

(setelah hitung koloni) dan Agar Mac Conkey

7. Lanjutkan dengan uji identifikasi seperti cara I

3. Pembacaan dan interpretasi hasil

a. Mikroskopis

Hitung jumlah lekosit yang ditemukan. Untuk laki-laki laporkan

bila ditemukan lekosit > 2/LPB, sedangkan untuk wanita bila > 5/LPB,

denaan catatan hasil lengkap hitung kuman isolasi dan identifikasi

menyusul.

b. Hitung Kuman

1. Pembacaan hasil :

Jumlah kuman dalam 1 ml urine adalah jumlah koloni yang

tumbuh dikalikan 1000 (karena volume ose yang dipakai 10 Untuk cara I

-3

ml).

Jumlah kuman dalam 50 µ l urine adalah jumlah Y koloni

yang turnbuh dikalikan dengan pengenceran ( 50 X). Dengan

demikian jumlah kuman dalam 1 ml urine = 20 Y. Untuk cara II

2. Intepretasi Hitung Kuman

a. Kategori 1 :

Jika didapatkan jumlah kuman kurang dari 104

o Pada urine porsi tengah diinterpretasikan

kemungkinan tidak ada infeksi saluran kemih.

per ml urine :

o Pada urine pungsi suprapubik atau kateter,

pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi

(41)

b. Kategori 2 :

Jika jumlah kuman antara 104 - 105

Jika pasien menunjukkan gejala infeksi saluran

kemih, pemeriksaan dilanjutkan dengan identifikasi dan

uji kepekaan. Jumlah kuman pada batas ini, disertai dengan

lekosituri, sangat dicurigai adanya infeksi. Jika meragukan,

mintakan urine kedua untuk pemeriksaan ulang.

per ml urine dan

pasien tidak menunjukkan keluhan, mintakan urine kedua

dan hitung kuman diulangi.

c. Kategori 3 :

Pada urine porsi tengah, jika jumlah kuman lebih dari

105

Kategori ini tidak berlaku bagi urine kateter dan urine

pungsi supra- pubik.

per ml urine, pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi

dan identifikasi serta uji kepekaan, meskipun penderita

tidak menunjukkan gejala.

4. Pencatatan dan pelaporan

Setelah hasil ditemukan lengkap, dicatat dalam buku

registrasi laboratorium dan dilaporkan pada pengiriman dalam

formulir hasil pemeriksaan.

Rekomendasi umum untuk pelaporan hitung kuman pada urine porsi

tengah :

Jika jumlah kuman kurang dari a. Kategori 1 :

104 per ml urine dilaporkan

kemungkinan tidak ada infeksi suprapubik atau kateter, jumlah

kuman ini harus dilaporkan bersama hasil identifikasi dan uji

kepekaan.

b. Kategori 2 :

(42)

c.

Jika jumlah lebih dari 10 Kategori 3 :

5

per ml urine, dilaporkan bersama hasil

identifikasi dan uji kepekaan.

2.3.5

Untuk pasien dengan gejala pemeriksaan urinalisis mikroskopik untuk

bakteriuria, piuria, dan hematuria harus dilakukan. Urinalisis dilakukan untuk

mengidentifikasi bakteri dan leukosit dan sebagai diagnosis dugaan ISK.Biasanya ISK,

ditemukan leukosit urin dengan sedimen > 5 / LPB. Urinalisa

2.3.6 Kultur Urin

Standar baku untuk diagnosa ISK adalah kultur urin secara kuantitatif. Urin harus dikumpulkan dalam wadahsteril dan segera dikultur. Bila tidak langsung dikultur, urin dapat disimpan dalam lemari essampai 24jam. Sampel tersebut kemudiandiencerkandan disebardi piring kultur. Setiap bakteri akan membentuk koloni tunggal pada piring. Jumlah koloni dihitungdandisesuaikanper mililiterurin(CFU/mL) (Stamm etal, 1982). Bakteriuria mikroskopis ditemukan lebih dari 90% dari infeksi dengan jumlah > 105 koloni (CFU)

/mililiter urin dan ini merupakan temuan yang sangat spesifik (Stamm, 1982; Jenkins et

(43)
(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian

cross-sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Urologi Fakultas Kedokteran USU/

RSUP H. Adam Malik dari bulan Januari sampai April 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian semua penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dengan

infeksi saluran kemih yang datang ke poliklinik bedah urologi RSUP H. Adam Malik

Medan. Sampel penelitian adalah penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

dengan infeksi saluran kemih yang datang ke poliklinik bedah urologi RSUP H. Adam

Malik Medan, yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

3.4. Besar Sampel

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus dibawah ini :

(45)

Keterangan:

n : Jumlah sampel

Zα : Tingkat kepercayaan, yaitu sebesar 95% maka nilai Zα = 1,96 P : Proporsi penderita BPH dengan infeksi saluran kemih

Q : 1-P

d : besar penyimpangan sebesar 20 %

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Yang termasuk kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita BPH dengan ; IPSS > 7, DRE teraba pembesaran prostat, USG

volume > 30 gr

2. Adanya tanda-tanda gejala infeksi saluran kemih, berupa ; disuria, leukosit

urin >5/ LPB, kultur bakteri > 105

3. Usia sampel diatas 50 tahun

koloni/ml urin

4. Tidak menkonsumsi antibiotik selama 3 hari

5. Tidak ada batu di traktus urinarius

Yang termasuk kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

1. Pasien yang disertai dengan ca prostate

2. Pasien yang disertai dengan prostatitis

3. Pasien yang terpasang kateter

4. Pasien yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan urinalisa

(46)

3.7. Alur Penelitian

Gambar 3.2. Alur Penelitian

3.8. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien setelah dilakukan

penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan.

3.9. Analisis Data

Data diolah dengan perangkat program komputer, ditabulasi dan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi /diagram dan penjelasan diagram dalam bentuk narasi.

3.10. Definisi Operasional

1. BPH adalah kelainan hyperplasia prostat yg ditentukan berdasarkan gejala

klinik dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan imagine. Dinilai dari IPSS >

7, teraba pembesaran prostat pada DRE dan terdapat pembesaran volume

prostat > 30 gr dari USG dan tidak ditemukan batu di saluran kemih serta

diawali dengan gejala saluran kemih bawah (LUTS). Pasien masuk RSUP. H. Adam

Malik Medan

Kultur urin dan sensitivitas

Pola kuman dan sensitivitas antibiotik Termasuk dalam kriteria inklusi

Pemeriksaan Urinalisa

Urin porsi tengah

(47)

2. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang mengenai saluran kemih yang

ditandai dengan ; disuria, leukosit urin > 5/ LPB, dan adanya bakteri urin >

105

3. Urin porsi tengah adalah bagian urin yang dikeluarkan ditengah proses miksi

(pengeluaran urin), dimana aliran pertama urin dibuang terlebih dahulu

kurang lebih 5 – 10 ml dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah

yang telah disediakan, serta sisa urin setelah ditampung kemudian dibuang. koloni/ml urin.

4. Pola kuman diperiksa di bagian mikrobiologi untuk melihat jenis kuman dan

sesnsitivitas terhadap antibiotik.

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan manusia sebagai subjek

penelitian, yang selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai

kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik. Izin didapat dari Komisi Etika

(48)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan subyek penelitian penderita Benign Prostat

Hiperplasia (BPH) yang berjumlah 15 orang. Karakteristik subjek penelitian dapat

dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa karakteristik subjek penelitian

berdasarkan usia yang terbanyak adalah kelompok umur 71 - 80 tahun (46,7 %) dan

umur 61 – 70 tahun (33,3 %).

Karakteristik Frekuensi

N Total (%)

Kategori Umur (Thn)

50-60 3 20,0

61-70 5 33,3

71-80 7 46,7

Total 15 100,0

Volume Prostat (gr)

30-40 5 33,3

41-50 6 40,0

>50 4 26,7

(49)

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG didapatkan volume prostat terbanyak

dengan berat 41-50 gram (40,0 %) dan terendah dengan berat > 50 gram (26,7 %).

Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan pemeriksaan laboratorium

Berdasarkan jumlah leukosit urin pada pemeriksaan urinalisa maka yang

terbanyak adalah dengan jumlah leukosit urin 26-50 atau (40,0%) sedangkan lainnya

5-10, 16-25 masing-masing (20,0%), > 50 (13,3%), dan yang paling sedikit dengan

jumlah leukosit urin 11-15 (6,7%)

Berdasarkan IPSS untuk menentukan tingkat keparahan maka yang terbanyak Karakteristik

Frekuensi

N Total (%)

Leukosit Urin (LPB) 5 sampai 10

11 sampai 15

3

1

20,0

6,7

16 sampai 25 3 20,0

26 sampai 50 6 40,0

51 sampai 100 2 13,3

Total 15 100,0

Kategori IPSS

Berat 2 13,3

Sedang 13 86,7

(50)

Tabel 4.3Tabulasi silang asal spesimen dengan jenis mikroorganisme hasil kultur urin

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua spesimen yang digunakan

adalah urin porsi tengah dan hasil kulturnya dijumpai mikroorganisme Escherchia coli

(46,7 %), Pseudomonas Aeruginosa (26,6 %), Klebsiella pneumonia (13,3 %),

Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %) sedangkan yang terbanyak dijumpai pada mikroorganisme Escherchia coli pada kultur urinnya (46,7%) dan yang

terendah adalah mikroorganisme Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %).

Berdasarkan dari lampiran 10 menunjukkan bahwa jenis mikroba Eschericia

coli sebagian besar sensitif terhadap antimikroba amikacin sedangkan mikroba Pseudomonas aeroginosa sensitif terhadap antimikroba amikacin dan meropenem, mikroba Klebsiella pneumonia sensitif terhadap amikacin, ertapenem, gentamycin, meropenem, dan tigecycline, mikroba Citrobacter Freundii sensitif terhadap seluruh

antimikroba kecuali amoxicillin, ampicilin, dan cefazoline, dan Enterobacter Cloacae

sensitif terhadap amikacin, ertapenem, meropenem, dan tigecycline. Hasil kultur ini

menunjukkan bahwa antimikroba amikacin seluruhnya sensitif terhadap jenis mikroba

(51)

BAB 5

PEMBAHASAN

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak prostat pada pria dewasa. Perubahan volume prostat bervariasi dan umumnya terjadi pada usia lebih dari

50 tahun. Gejala pada penderita BPH terdiri dari gejala obstruksi dan iritatif (Purnomo,

2007). Hal ini menunjukkan bahwa penderita BPH lebih banyak pada kelompok usia

lanjut.

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan masalah umum yang mempengaruhi kualitas hidup di sekitar sepertiga dari pria yang lebih tua dari 50 tahun

(Deters, 2013). Menurut database World Health Organization (WHO), tingkat

kematian untuk sebagian besar negara maju pada 1980-an adalah 0,5 sampai

1.5/100.000, kematian akibat BPH jarang di Amerika Serikat. Sebanyak 14 juta orang

di Amerika Serikat memiliki gejala BPH. Di seluruh dunia, sekitar 30 juta pria

memiliki gejala yang berhubungan dengan BPH (Deters, 2013). Angka kejadian BPH

di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran di dua rumah

sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997)

terdapat 1040 kasus (Rahardjo, 1999).

Bakteriuria dapat terjadi pada penderita retensi urin karena BPH sebelum

pemasangan kateter, hal ini dapat disebabkan karena terjadi urin statis yang

berlarut-larut, apalagi pada penderita dengan riwayat pernah pakai kateter berulang.

Pemeriksaan yang baku untuk mendiagnosa infeksi saluran kemih adalah

dengan cara mendeteksi dan mengidektifikasi kuman patogen yang ada di urin ( Nickel

J et al., 1999 dan Furqan, 2003 ). Adapun kadar minimum bakteriuria berkisar antara

103-105

Pada penelitian ini didapatkan jumlah pasien BPH dari bulan Januari sampai

April yang berobat ke poliklinik bedah urologi RSUP. H. Adam Malik Medan

(52)

(33,3%). Hal ini serupa dengan penelitian Schenk et al (2011) menunjukkan kelompok

usia terbanyak penderita BPH adalah di atas usia 70 tahun sebanyak 43,6%.

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG didapatkan volume prostat terbanyak

dengan berat 30-40 gram (40,0%) dan terendah dengan berat > 50 gram (26,7%). Hasil

kultur urin menunjukkan bahwa jenis mikroorganisme yang dijumpai adalah

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia, Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae sedangkan yang terbanyak dijumpai adalah jenis mikroorganisme Escherichia coli (46,7%), kemudian Pseudomonas aeruginosa (26,6%), Klebsiella pneumonia (13,3%) dan yang paling sedikit adalah Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %).

Hal tersebut sama dengan penelitian Jai et al (2012) dengan hasil Eschericia

coli (64,4%), Klebsiella (11,3%), Pseudomonas 3,27%). Pondei et al (2012) dengan

hasil Escherichia coli (43,0%), Klebsiella (21,5%), Pseudomonas (3,4%). Dan pada

penelitian Taiwo et al (2006) juga mengutarakan hasil yang sama yaitu dengan hasil

Escherichia coli (20,6%), Psudomonas (19,8%), klebsiella (3,2%). Hal ini

menunjukkan bahwa salah satu penyebab infeksi saluran kemih adalah penderita

dengan pembesaran prostat jinak (BPH). Selain BPH, pemasanagn kateterisasi, dan

pembedahan merupakan faktor resiko yang juga berkaitan untuk terjadinya infeksi

saluran kemih.

Pada penelitian ini juga memberikan hasil mikroorganisme yang terbanyak

adalah jenis gram (-) yang totalnya (100 %), hal tersebut sesuai dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya oleh Pondai dkk yang melaporkan bahwa bakteri gram negatif

merupakan bakteri yang dominan sebagai penyebab infeksi saluran kemih yaitu sekitar

(82,28%).

Berdasarkan penelitian ini dijumpai jenis mikroba Eschericia coli sebagian

besar sensitif terhadap antimikroba amikacin sedangkan mikroba Pseudomonas

aeroginosa sensitif terhadap antimikroba amikacin dan meropenem, mikroba Klebsiella pneumonia sensitif terhadap amikacin, ertapenem, gentamycin, meropenem, dan tigecycline, mikroba Citrobacter Freundii sensitif terhadap seluruh antimikroba kecuali

amoxicillin, ampicilin, dan cefazoline sedangkan mikroba Enterobacter Cloacae Untuk pasien yang lebih tua dari 65 tahun, kejadian ISK biasanya terus

meningkat. Pada usia kurang dari 1 tahun dan yang lebih tua dari 65 tahun, morbiditas

(53)

sensitif terhadap amikacin, ertapenem, meropenem, dan tigecycline . Hasil kultur ini

menunjukkan bahwa antimikroba amikacin seluruhnya sensitif terhadap jenis mikroba

(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Bakteri tersering yang ditemukan dari hasil kultur urin yang diperiksa pada

pasien prostat jinak dengan infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli (46,7 %),

Pseudomonas aeruginosa (26,6 %), Klebsiella pneumonia (13,3 %), Citrobacter Freundii dan Enterobacter Cloacae (6,7 %) yang seluruhnya sensitive terhadap pemberian antibiotik amikacin.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian ulang dalam jumlah yang besar untuk menilai

sensitivitas antibiotik berdasarkan jenis kuman penyebab infeksi saluran kemih

pada pasien prostat jinak serta membagi sensitivitas obat berdasarkan jenis bakteri.

Perlu diperhatikannya pemberian antibiotik yang sesuai guna mencegah

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Barkin, J. 2011. Benign Prostatic Hyperplasiaand Lower Urinary Tract Symptoms: Evidence and Approach for Best Case Management. The Canadian Journal of Urology 18: 14-19.

Brewster S, Cranston S, Noble J, and Reynard J. Urological Oncology. 2001. In : Urology: A Handbook for Medical Students. UK: BIOS Scientific Publisher Limited: 143-150.

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Deters, LA, 2013. Benign Prostatic Hypertrophy. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview#a0156 [Accessed 29 Januari 2014].

Emil, A. et al, 2008. McAninch. Bacterial Infections of the Genitourinary Tract in Smith’s General Urology 17th

European Association of Urology. Guidelines on Benign Prostatic Hyperplasia.2006. edition. New York. Lange Medical Book.: 208-209.

Ganong, William F, 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20.

Irwan, A. et al.,2007. Guidelines Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan Genetalia Pria.

John, T. et al.,2010. Netter’s Clinical Anatomy 2nd

Kirby RS. An Atlas of Erectile Dysfunction. UK: The Parthenon Publishing Group. 2004.

edition. Phiadelphia. Saundres Elsevier inc : 200.

Mc Vary KT. The Definition of Benign Prostatic Hyperplasia: Epidemiology and Prevalence. In: Management Of Benign Prostatic Hypertophy. New Jersey: Humana Press. 2004: 21-27.

Nickel, J. et al.,1999. Asymptomatic inflammation and/or infection in Benign Prostatic Hyperplasia. BJU International, 84 : 976–81.

Patient Instructions. Urine Colection For C & S (Infants). Calgary Laboratory Services. Philip, M. et al.,2007. Hanno, M.D., Alan J. Wein, S. Bruce Malkowicz, M.D.

Prostatitis in Penn Clinical Manual of Urology.Elsevier Health Sciences.

Pondei, K., Oladapo, O., Olowu, OE. 2012. Anti-Microbial Susceptibility Pattern of Microorganisms Associated With Urinary Tract Infections In A Tertiary Health Institution In The Niger Delta Region of Nigeria. African Journal of Microbiology Research Vol. 6(23): 4976-4982.

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Prostat
Gambar 2.2. Zona-zona Prostat ( Nickel J et al.,1999 )
Gambar 2.3  Gambaran Prostat Normal Dibandingkan dengan BPH
Tabel 2.1  Gejala Obstruksi dan Iritasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : BA/18/I/2015/ULP, tanggal 26 Januari 2015, sehubungan dengan pengadaan pekerjaan tersebut di atas, kami Unit

Dimana aplikasi ini dibuat dengan tujuan agar lebih memudahkan proses penerimaan siswa-siswi , dengan tidak mencatat secara manual dibuku bergaris / folio ataupun membutuhkan

Hasil wawancara yang dilakukan kepada 6 ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan, didapatkan bahwa 4 dari ibu tersebut mengalami kegagalan ASI eksklusif dikarenakan

Dengan mencermati ayat di atas, kita akan mengetahui bahwa kalimat yang disebutkan di atas adalah “kembali kepada-Nya” dan bukan “kembali di dalam-Nya” sehingga hal ini tidak

Fenomena kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh guru dalam.. dunia pendidikan dan pengajaran memang tidak identik

Tingginya responden yang tidak melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Banguntapan I Bantul, sesuai dengan hasil penelitian Dewi L (2014) tentang faktor-faktor yang

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Peningkatan Keaktifan Dan Prestasi Belajar

[r]