• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK

PENINGKATAN JALAN KERETA API PERLANAAN – GUNUNG BAYU ANTARA SATUAN KERJA PENGEMBANGAN PERKERETAAPIAN

SUMATERA UTARA DAN PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARMAN ANUGERAH WARUWU

110200478

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK

PENINGKATAN JALAN KERETA API PERLANAAN – GUNUNG BAYU ANTARA SATUAN KERJA PENGEMBANGAN PERKERETAAPIAN

SUMATERA UTARA DAN PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI

Oleh

ARMAN ANUGERAH WARUWU

110200478

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Edy Ikhsan, SH., M.A Zulkifli Sembiring, SH.M.H

(3)

ABSTRAK

* Arman Anugerah Waruwu ** Edy Ikhsan

*** Zulkifli Sembiring

Perjanjian kerjasama yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah perjanjian kerjasama penggantian bantalan yang ditandatangani tanggal 30 Januari 2013 (perjanjian) antara PT KAI sebagai penyelenggara operasi sarana dan prasarana perkeretaapian di seluruh wilayah Indonesia dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi sebagai perusahaan yang akan melanjutkan penyelenggaraan pelayanan jasa kereta api yang selama ini dilaksanakan PT KAI khusus untuk wilayah Sumatera Utara seperti tertera dalam tujuan pembentukan perusahaan PT. Wahana Adidaya Pertiwi.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah hambatan dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu. Faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu. Cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian barang dan jasa. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis,yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan oleh bahan hukum primer,bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Hambatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu bahwa tidak adanya keseimbangan antara PT. KAI dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi dalam perancangan kontrak dalam pembuatan isi kontrak dan akibat-akibat hukumnya pihak kontraktor hanya berorientasi kepada proyek dalam arti kontraktor hanya mempunyai target menjadi pemenang tender. Faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu, yaitu Keterbatasan SDM yang dimaksud adalah keterbatasan kemampuan yang dimiliki SDM pihak kontraktor terhadap pengunaan alat pengerjaan dan mengaplikasi keinginan dari pihak PT KAI dalam pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan - Bunung Bayu. Upaya untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api Perlanaan-Gunung Bayu yang berupa keterbatasan SDM adalah dengan memilih dan mendatangkan tenaga ahli yang profesional dalam memenuhi standarisasi pengerjaan tersebut. Keterbatasan SDM ini dapat menjadikan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api gunung bayu menjadi terhambat. Selain faktor diatas juga terdapat hambatan antara lain Faktor Eksternal yang terbagi dan Faktor Non Teknis. Cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian barang dan jasa antara PT. KAI dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi, yaitu bahwa jika terjadi perselisihan antara penyediaan pekerjan kontruksi (PPK) dan penyedia barang, maka para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui musyawarah dan mufakat, apabila penyelesaian tidak tercapai maka perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan di Medan.

Kata Kunci : Perjanjian, Pengadaan Barang, Jasa * Mahasiswa Fakultas Hukum

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah

Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya Pertiwi.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi

ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian

penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan

penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis

terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Safaruddin Hasibuan, SH, MHum, DFM selaku Wakil Dekan II

(5)

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan

6. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH., M.A, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Zulkifli Sembiring, SH., M.H, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Syaiful Azam, SH, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Hukum USU yang dengan

penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti

perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis papa

(Alm) Hasamoni Waruwu, SE dan mama Niberia Zebua yang telah banyak

memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak

pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

11.Bapak Bedali Zebua, Bsc, selaku proyek manajer PT. Wahana Adidaya

Pertiwi yang memberikan kesempatan untuk melakukan wawancara sehingga

(6)

12.Buat teman-teman stambuk 011, Inda Puspita Sari Hasibuan, Adriza Mutaqin

Siregar, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukung

dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

13.Buat Sri Rezeki yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi

ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah

dilakukan mendapatkan Balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis memohon

maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan

kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

ARMAN ANUGERAH WARUWU

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ... . 14

A. Pengertian Perjanjian ... . 14

B. Asas-Asas Perjanjian Perjanjian ... . 21

C. Syarat Sahnya Perjanjian ... . 28

D. Jenis dan Fungsi Perjanjian ... . 32

E. Berakhirnya Perjanjian ... . 30

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PT. KAI DAN PT. WAHANA ADIDAYA PERTIWI ... . 46

(8)

B. Isi Perjanjian dan Tanggungjawab Para Pihak (Objektif) ... . 60

C. Aspek-aspek dalam Pengadaan Barang dan Jasa Untuk Peningkatan Jalan Kereta Api ... . 62

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA JALAN KERETA API PERLANAAN – GUNUNG BAYU ... . 64

1. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian ... . 64

2. Faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian ... . 80

3. Cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian barang dan jasa ... . 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK

* Arman Anugerah Waruwu ** Edy Ikhsan

*** Zulkifli Sembiring

Perjanjian kerjasama yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah perjanjian kerjasama penggantian bantalan yang ditandatangani tanggal 30 Januari 2013 (perjanjian) antara PT KAI sebagai penyelenggara operasi sarana dan prasarana perkeretaapian di seluruh wilayah Indonesia dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi sebagai perusahaan yang akan melanjutkan penyelenggaraan pelayanan jasa kereta api yang selama ini dilaksanakan PT KAI khusus untuk wilayah Sumatera Utara seperti tertera dalam tujuan pembentukan perusahaan PT. Wahana Adidaya Pertiwi.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah hambatan dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu. Faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu. Cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian barang dan jasa. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis,yang dilakukan melalui penelusuran data-data yang dikumpulkan oleh bahan hukum primer,bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Hambatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu bahwa tidak adanya keseimbangan antara PT. KAI dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi dalam perancangan kontrak dalam pembuatan isi kontrak dan akibat-akibat hukumnya pihak kontraktor hanya berorientasi kepada proyek dalam arti kontraktor hanya mempunyai target menjadi pemenang tender. Faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu, yaitu Keterbatasan SDM yang dimaksud adalah keterbatasan kemampuan yang dimiliki SDM pihak kontraktor terhadap pengunaan alat pengerjaan dan mengaplikasi keinginan dari pihak PT KAI dalam pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan - Bunung Bayu. Upaya untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api Perlanaan-Gunung Bayu yang berupa keterbatasan SDM adalah dengan memilih dan mendatangkan tenaga ahli yang profesional dalam memenuhi standarisasi pengerjaan tersebut. Keterbatasan SDM ini dapat menjadikan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa jalur kereta api gunung bayu menjadi terhambat. Selain faktor diatas juga terdapat hambatan antara lain Faktor Eksternal yang terbagi dan Faktor Non Teknis. Cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian barang dan jasa antara PT. KAI dengan PT. Wahana Adidaya Pertiwi, yaitu bahwa jika terjadi perselisihan antara penyediaan pekerjan kontruksi (PPK) dan penyedia barang, maka para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui musyawarah dan mufakat, apabila penyelesaian tidak tercapai maka perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan di Medan.

Kata Kunci : Perjanjian, Pengadaan Barang, Jasa * Mahasiswa Fakultas Hukum

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu

penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat

membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

Pengangkutan yang murah, efisien, dan cepat berpengaruh terhadap perorangan,

masyarakat, pembangunan perekonomian dan sosial politik suatu negara terlebih

lagi apabila sarana dan prasaran penunjang lainnya sudah lengkap. Transportasi

sangat bermanfaat bagi masyarakat, dalam arti hasil-hasil produksi dan

bahan-bahan baku suatu daerah dapat dipasarkan kepada perusahaan industri. Hasil-hasil

barang jadi yang diproduksi oleh pabrik dijual oleh produsen kepada masyarakat

atau perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran. Untuk

mengangkut bahan-bahan baku dan barang-barang jadi dibutuhkan jasa-jasa

transportasi.1

Sejak zaman kolonial dahulu, Indonesia sudah mengenal kereta api

sebagai moda transportasi untuk angkutan umum mulai dari pembangunan jalur

sepanjang 26 KM. Pada zaman modren ini kereta api di Indonesia memang masih

ada tetapi sarana dan prasaran penunjang bukan semakin meningkat melainkan

semakin hari semakin tidak dapat di benahi, terbukti banyak rel dan bantalan yang

masih terbuat dari kayu dan relnya juga masih berukuran kecil bekas dari

1

(11)

pembangunan kolonial terdahulu bahkan sudah banyak jalur yang ditutup karena

pembangunan infrastruktur lainnya. Padahal pada era global saat ini

negara-negara maju berlomba-lomba menjadikan kereta api sebagai transportasi yang

utama untuk menyelesaikan masalah kemacetan yang berada di suatu negara.

Berkaca pada keadaan Indonesia yang saat ini terus berkembang dan akan

menjadi negara maju maka perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi

yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus sangatlah cocok untuk

Indonesia. Kereta api memiliki kemampuan daya tampung penumpang yang besar

baik angkutan barang maupun angkutan orang serta menghemat energi dan

menghemat penggunaan ruang seperti yang sedang di prioritaskan oleh

pemerintahan saat ini, kereta api juga memberi keamanan yang tinggi dan angka

pencemaran yang rendah dapat diminimalisir dengan penggunaan transportasi ini

pula.Bila di bandingkan dengan angkutan darat lainnya seperti bus, angkutan

umum,becak mesin sangat jauh berbeda dan bermanfaat jika kereta api ini di

benahi secara sistematis.

Terkait tinjauaan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) (selanjutnya

disebut PT. KAI) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

bergerak dalam bidang transportasi umum dalam negeri yang meliputi angkutan

penumpang, angkutan barang dan angkutan non barang. Begitu pula dengan

perkembangan yang terjadi di PT. KAI Sumatera Utara, konsep pembangunan

yang terjadi di PT. KAI Sumatera Utara di tujukan pada pelayanan jasa khususnya

jasa angkutan Kereta Api. Terlebih lagi di Sumatera Utara ini sangat dibutuhkan

(12)

bahan mentah seperti hasil minyak terlebih lagi Perlanaan-Gunung Bayu baru di

buka sehingga ingin dimaksimalkan. PT KAI dimana sebagai penyedia angkutan

massal, mampu memberikan jaminan keselamatan dan menghindari risiko

kecelakaan kereta api sehingga perlu adanya pemeliharaan atau penggantian rel

dan bantalan yang rusak agar terpenuhinya standarisasi keamanan transportasi. Di

mana Indonesia dengan penduduk terbanyak ingin membuat Kereta Api sebagai

moda transportasi modern yang mampu mengubah tingkat

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan salah satu BUMN yang

bergerak dalam bidang transportasi umum dalam negeri yang meliputi angkutan

penumpang, angkutan barang, dan angkutan non barang. Begitu pula dengan

perkembangan yang terjadi di PT. KAI Sumatera Utara, konsep pembangunan

yang dilakukan di PT. KAI Sumatera Utara di tujukan pada pelayanan jasa

khususnya jasa angkutan Kereta Api. Terlebih lagi di Sumatera Utara sangat

penting akamodasi transportasi Kereta Api yang diperlukan angkutan non barang

seperti bahan bakar minyak, bahan suplay pertanian dari satu kota, terlebih lagi

jalur Perlanaan – Gunung Bayu baru dibuka sehingga dapat dimanfaatkan. PT.

KAI dimana sebagai penyedia angkutan massal, mampu memberikan jaminan

keselamatan dan menghindari risiko kecelakaan kereta api sehingga perlu adanya

pemeliharaan atau penggantian rel dan bantalan yang rusak agar terpenuhinya

standarisasi keamanan transportasi. Di mana Indonesia dengan penduduk

terbanyak ingin membuat Kereta Api sebagai moda transportasi modern yang

mampu mengubah tingkat kepadatan kendaraan di jalan raya beralih memakai

(13)

publik merupakan aspek yang terpenting dalam pemilihan jasa oleh masyarakat

yang harus disediakan oleh PT. KAI didalam memberikan pelayanan yang prima

kepada masyarakat.

Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkerataapian (UUKA) telah

diundangkan sejak tahun 2007 namun sampai dengan saat dirancangnya skripsi

ini, masih banyak peraturan pelaksanaan yang terkait dengan UUKA yang belum

diselaraskan dengan ‘jiwa’ UUKA itu sendiri. Peraturan pelaksaaan dari UUKA

yang baru diterbitkan oleh Pemerintah sampai tahun 2009 ada dua Peraturan

Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2009 tentang

Penyelenggaraan Perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api. Terbukti pula dengan adanya

pembukaan jalur-jalur Kereta Api baru serta merawat segala jenis infrastruktur

yang telah ada demi untuk mencapai ketersediaan jaminan mutu di PT. KAI

dengan rehabilitasi secara mendasar.

Perjanjian kerjasama yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini

adalah perjanjian kerjasama penggantian bantalan yang ditandatangani tanggal 30

Januari 2013 (perjanjian) antara PT KAI sebagai penyelenggara operasi sarana

dan prasarana perkeretaapian di seluruh wilayah Indonesia dengan PT. Wahana

Adidaya Pertiwi sebagai perusahaan yang akan melanjutkan penyelenggaraan

pelayanan jasa kereta api yang selama ini dilaksanakan PT KAI khusus untuk

wilayah Sumatera Utara seperti tertera dalam tujuan pembentukan perusahaan PT.

(14)

1. Memberikan peningkatan pelayanan lebih baik kepada masyarakat khususnya

pengguna jasa kereta api di wilayah Sumatera Utara

2. Memberi nilai tambah bagi PT. Kereta Api (Persero) baik secara finansial

maupun citra perusahaan

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik menulis dalam

bentuk skripsi dengan judul perjanjian kerjasama Peningkatan Jalur Kereta Api

antara Perlanaan-Gunung Bayu antara PT. Wahana Adidaya Pertiwi dengan

Satuan Kerja Perkeretaapian Wilayah Sumatera Utara.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah

4. Apakah hambatan dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan

barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu?

5. Apakah faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian pengadaan

barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu?

6. Bagaimanakah cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak

dalam perjanjian barang dan jasa ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah

1. Untuk mengetahui hambatan dan kendala dalam pelaksanaan perjanjian

(15)

2. Untuk mengetahui faktor terjadinya hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian

pengadaan barang dan Jasa Jalur Kereta Api Perlanaan – Gunung Bayu.

3. Untuk mengetahui cara atau metode penyelesaian sengketa antara para pihak

dalam perjanjian barang dan jasa.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui dan mengembangkan

tentang pengadaan barang dan jasa khususnya terhadap perjanjian pengadaan

barang dan jasa jalur kereta api Perlanaan – Gunung Bayu

2. Secara praktis

Sebagai sumbangan pemikiran dan menjadi masukan bagi para pihak yang

berkepentingan yaitu PT. KAI (Persero) sebagai prinsipal dan PT. Wahana

Adidaya Pertiwi.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan yuridis

normatif dan penelitian yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah metode

(16)

peraturan perundang-undangan.2 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan

yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau

masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.3

Sifat dalam penelitian dalam skripsi ini deskriptif analitis. Penelitian yang

bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,

menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum. 4 Dengan

menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini

dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Statute Approach)5

2. Sumber data

terhadap Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Untuk

Peningkatan Jalan Kereta Api Antara Perlanaan – Gunung Bayu Antara Satuan

Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dengan PT. Wahana

Adidaya Pertiwi serta data empiris lapangan yang terjadi dilapangan.

Penelitian ini menitik beratkan pada penggunaan data sekunder sebagai

penyalur kelengkapan data. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara

tidak langsung dari sumber aslinya. Data primer yaitu data yang diperoleh secara

langsung dari objek yang diteliti melalui wawancara dengan Bedali Zebua selaku

penanggungjawab PT. Wahana Adidaya Pertiwi. Data sekunder yaitu data yang

diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti, antara lain; buku-buku

2

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal 1.

3

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010, hal 87.

4

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal 10. 5

(17)

literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli, peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam penelitian ini yang merupakan

penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar penelitiannya, menggunakan data

sekunder, yakni bahan-bahan yang diperoleh dari bahan pustaka lazimnya. Data

sekunder yang digunakan sebagai bahan dasar penelitian ini terdiri atas:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum

yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat

hukum, seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, dalam penelitian semacam ini, hukum

ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi

hukum dipandang sebagai variabel bebas dan peraturan lainnya.6 Selain itu, hasil

wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan PT. Wahana Adidaya Pertiwi

menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah dalam

penelitian ini.7

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku

teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan

bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut

atas bahan hukum primer.8

6 Ibid 7

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal 13. 8

(18)

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier memberikan petunjuk/penjelasan bermakna terhadap

bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan

lainnya.9

3. Pengumpulan data

Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dasar

penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents study)

atau studi kepustakaan (library research) sebagai alat pengumpul data.10

4. Analisis data

Studi

dokumen tersebut merupakan penelitian bahan hukum primer, yaitu peraturan

peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama

Peningkatan Jalan Kereta Api antara Perlanaan-Gunung Bayu antara PT. Wahana

Adidaya Pertiwi dengan Satuan Kerja Perkeretaapian Wilayah Sumatera Utara.

Selain studi dokumen, penulis juga menggunakan studi lapangan (field research)

melalui alat wawancara sebagai alat pengumpul data guna mendapat data primer

sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan bahan hukum primer yang

telah dipedomani sebelumnya.

Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian

pustaka maupun penelitian lapangan. Data primer yang didapat dari lapangan

terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklarifikasi serta

dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan

melakukan analisis. Data primer inipun terlebih dahulu diedit untuk menyeleksi

9 Ibid. 10

(19)

data yang paling relevan dengan perumusan permasalahan yang ada dalam

penelitian ini.

Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara

sistematis sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil

data penelitian baik pustaka maupun lapangan ini dilakukan pembahasan secara

deskriptif analisis. Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian dengan tujuan

agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematik terutama

mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan dalam

skripsi ini. Analisis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan analisis

secara cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian ini sendiri

yaitu membuktikan permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam

perumusan permasalahan yang ada pada latar belakang penulisan skripsi. Tahap

selanjutnya adalah pengolahan data yaitu analisis dilakukan dengan metode

kualitatif komparatif yaitu penguraian dengan membandingkan hasil penelitian

pustaka (data sekunder) dengan hasil penelitian lapangan (data primer) sehingga

dapat dibuktikan yang ada dalam penelitian ini sehingga dapat dibuktikan tujuan

dari penelitian.

F. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengetahuan dan berdasarkan informasi yang ada dan

penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara, sudah banyak judul skripsi mengenai perjanjian pengadaan

(20)

1. Monica Sylvana, (2013), dengan judul penelitian Analisis Hukum terhadap

Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana kontrak

pengadaan barang dan jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera

Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres

No. 70 Tahun 2012? Bagaimana pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan

jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai

Besar Latihan Kerja Industri Medan Bagaimana penyelesaian terhadap

kontrak yang bermasalah?

2. Reiza Amien Nasution (2012), dengan judul penelitian Tanggungjawab

Hukum Pemborong Terhadap Pemerintah dalam Kontrak Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota

Medan). Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah

Bagaimana pengaturan hukum tentang pengadaan barang/jasa pemerintah?

Bagaimana bentuk-bentuk kontrak dalam perjanjian pengadaan barang/jasa

pemerintah dan Bagaimana tanggungjawab hukum pemborong terhadap

pemerintah dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah?

3. Widya Agnes Hamid (2015), dengan judul Analisis Hukum Kontrak

Pengadaan Alat-alat Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kota Tanjung Balai.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana

proses pembuatan kontrak pengadaan alat-alat kesehatan oleh Dinas

(21)

pengadaan alat-alat kesehatan? Bagaimana analisis hukum kemungkinan

kontrak bermasalah dan Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap kontrak

yang bermasalah

Tetapi, penulisan skripsi dengan judul “Perjanjian Pengadaan Barang dan

Jasa untuk Peningkatan Jalan Kereta Api Pelanaan-Gunung Bayu antara Satuan

Kerja Pengembangan Perkeretaapian Sumatera Utara dan PT. Wahana Adidaya

Pertiwi” belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian berdasarkan

perumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini,

maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan

bukan merupakan hasil jiblakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat

berdasarkan hasil pemikiran sendiri.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat

dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan

yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub

bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam

skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan Latar Belakang,

Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode

(22)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

Bab ini berisikan pengertian perjanjian, asas-asas dalam perjanjian,

syarat sahnya perjanjian, jenis dan fungsi perjanjian dan berakhirnya

perjanjian

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA

Bab ini berisikan tentang para pihak dalam perjanjian (subjektif), isi

perjanjian dan tanggungjawab para pihak (objektif), aspek-aspek dalam

pengadaan barang dan jasa untuk peningkatan jalan kereta api.

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN

JASA JALAN KERETA API PERLANAAN – GUNUNG BAYU

Bab ini berisikan mengenai hambatan dan kendala dalam pelaksanaan

perjanjian dan faktor terjadinya hambatan dalam pelaksanaan

perjanjian serta Cara atau metode penyelesaian sengketa antara para

pihak dalam perjanjian barang dan jasa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran terhadap hasil

analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan intisari dari

pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini

(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian

Perikatan dan perjanjian suatu hal yang dapat berbeda. Secara umum

perbedaan dimaksud dapat dilihat dari sumber lahirnya suatu perikatan. Perikatan

dapat lahir dari suatu perjanjian dan undang-undang. Dengan kata lain, suatu

perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak

yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan yaitu: suatu hubungan hukum

(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada

yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang

yang lainnya, diwajibkan memenuhi tuntutan tersebut. 11

Pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang kepada

seseorang yang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal. Dari peristiwa ini ditimbulkan suatu perhubungan antara dua orang itu

yang dinamakan perikatan. Jadi perjanjian yang dibuat menerbitkan suatu

perikatan antara orang yang membuat perjanjian. Dalam bentuknya perjanjian itu

berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan

yang diucapkan atau ditulis. Berikut beberapa pendapat ahli mengenai pengertian

perjanjian.

11

(24)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan

tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”12

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang

dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat

untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.”

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”.13

Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu

luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu

perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga,

tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri

sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga

mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan

hukum ini tidak ada unsur persetujuan.14

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek

yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek

hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2012, hal. 458.

13

Sudarsono, Kamus Hukum, Rincka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 363. 14

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan

(25)

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.”15

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut

Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.16

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu: Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama

undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan

yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat

dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352

KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu

perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena

suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari

suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang

berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

1. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subyek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum.

Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap

untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah

suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi

syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah,

15

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 27.

16

(26)

mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada

organisasi;

2. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau

dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk

mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

3. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun

oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai

tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban

umum;

4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya

saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi

prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat

sesuai dengan ketentuan yang ada;

6. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada

syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai

(27)

dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah

memenuhi syarat-syarat tertentu.17

Berdasarkan beberapa pendapat para sarjana tentang perjanjian maka dapat

disimpulkan bahwa perjanjian pada dasarnya adalah suatu perhubungan hukum

antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang lain berkewajiban untuk

memenuhi tuntutan itu, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut

sesuatu hal dari pihak yang lain

Perbedaan Antara Perjanjian dan Perikatan

No Perjanjian Perikatan

1. Perjanjian menimbulkan atau

melahirkan perikatan.

Perikatan adalah isi dari perjanjian.

2. Perjanjian lebih konkrit daripada

perikatan, artinya perjanjian itu

dapat dilihat dan didengar.

Perikatan merupakan pengertian

yang abstrak (hanya dalam alam

pikiran saja).

3. Pada umumnya perjanjian

merupakan hubungan hukum bersegi

dua, artinya akibat hukumnya

dikehendaki oleh kedua belah pihak.

Hal ini bermakna bahwa hak dan

kewajiban dapat dipaksankan.

Pihak-pihak berjumlah lebih dari

Perikatan bersegi satu, artinya:

belum tentu menimbulkan akibat

hukum, sebagai contoh, perikatan

alami tidak dapat dituntut di sidang

pengadilan (hutang karena judi)

karena pemenuhannya tidak dapat

dipaksakan. Pihaknya hanya

17

(28)

atau sama dengan dua pihak

sehingga bukan pernyataan sepihak,

dan pernyataan itu merupakan

perbuatan hukum.

berjumlah satu sehingga ia disebut

bersegi satu dan pernyataannya

merupakan pernyataan sepihak

serta merupakan perbuatan biasa

(bukan perbuatan hukum).

Perjanjian merupakan sumber perikatan. Dasar hukumnya adalah Pasal

1233 KUH Perdata, yang menentukan tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena

persetujuan, maupun karena undang-undang. Dari ketentuan tersebut disimpulkan

bahwa sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Perjanjian

melahirkan perikatan-perikatan karena memang perjanjian seringkali (bahkan

kebanyakan) melahirkan sekelompok perikatan.

Sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Perjanjian

sebagai sumber perikatan berarti perikatan itu dikehendaki oleh para pihak yang

berjanji, sedangkan undang-undang sebagai sumber perikatan berarti tanpa ada

kehendak dari para pihak yang terikat. Perikatan dapat lahir karena tanpa para

pihak melakukan suatu perbuatan tertentu, perikatan bisa lahir karena para pihak

berada dalam kondisi tertentu sesuai Pasal 1352 dan Pasal 1353 KUH Perdata.

Sehingga penafsiran terhadap ketentuan dalam Pasal 1233 KUH Perdata tersebut

sebagai sumber dari hukum perikatan berasal dari perjanjian dan undang-undang.

Selain itu di samping berasal dari perjanjian dan undang-undang, sumber

perikatan dapat juga berasal dari kesusilaan. Sehingga dikenal pula istilah

(29)

perjanjian yang ditentukan di dalam undang-undang, yang secara khusus

ditentukan di dalam Bab V sampai dengan XVIII Buku III KUH Perdata.

Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ditentukan

dalam undang-undang tetapi terjadi di dalam praktik yang diperbolehkan

berdasarkan asas kepantasan, kepatutan, dan kesusialaan.

Hukum perjanjian adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur

mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah perjanjian. Hukum

perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang dibuat

oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan

pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut. Hukum perjanjian merupakan

suatu lapangan dalam hukum perdata yang lebih sempit daripada hukum

perikatan. Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan yang lebih

luas cakupannya.

Hukum perjanjian kadang-kadang diidentikkan pula dengan hukum

kontrak. Bagaimana pula perbedaan antara kedua hal ini. Beberapa literatur

ditemukan membedakan kedua istilah ini tetapi makna dari kedua istilah

sebenarnya sama, yakni sama-sama menyatakan suatu kesepakatan. Hanya

penggunaan dalam penempatan istilahnya saja yang berbeda, tetapi hakikatnya

adalah sama. Walaupun hukum perjanjian bersifat lebih luas daripada hukum

kontrak, atau hukum kontrak merupakan derivatif dari hukum perjanjian, tetapi

hakikatnya tetap lah sama.

Hukum kontrak lahir dari kehendak para pihak yang menghendaki suatu

(30)

ditemukan ada kontrak yang tidak dilaksanakan secara tertulis, atau tidak ada

kontrak yang dilaksanakan dalam bentuk lisan. Perlunya perjanjian dalam bentuk

tertulis dimaksudkan untuk menciptakan kepastian hukum bagi para pihak dalam

melaksanakan prestasi.

Wajar saja dalam kegiatan bisnis atau kegiatan perdagangan mudah

ditemukan banyak persoalan dagang, oleh karena itu perjanjian harus dibuat

dalam bentuk tertulis, perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis inilah yang

sering diidentikkan dengan kontrak. Tapi ada juga ahli hukum dengan tegas

menentang para pendapat yang menyamakan penggunaan kedua istilah ini

walaupun maksudnya sama.

Banyak orang mencampuradukkan kedua istilah ini dalam menafsirkan

perjanjian (overeenkomst) dalam Buku III KUH Perdata), padahal sebenarnya

hukum kontrak (contract law) merupakan bidangnya dalam kegiatan bisnis atau

kegiatan perdagangan. Hukum kontrak memiliki pengertian yang lebih sempit dari

hukum perjanjian. Sedangkan di sisi lain diartikan tidak sependapat untuk

membedakan kedua istilah itu, ia justru menyamakan pengertian antara perjanjian

dan kontrak18

F. Asas-asas Perjanjian

Asas-asas hukum bukanlah suatu peraturan yang konkret, melainkan

merupakan pikiran dasar yang bersifat umum atau yang merupakan latar belakang

dalam pembentukan hukum positif, maka asas hukum merupakan dasar atau

18

(31)

petunjuk pembentukan hukum positif. Oleh karena itu asas hukum bersifat umum

dan abstrak. Fungsi asas hukum adalah sebagai pendukung bangunan hukum,

menciptakan kepastian hukum didalam keseluruhan tertib hukum. Hukum

perjanjian mengenal beberapa asas hukum yang berkaitan dengan lahirnya suatu

perjanjian, isi perjanjian, pelaksanaan dan akibat perjanjian, yang merupakan

dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan dari perjanjian.

Adapun kebebasan untuk membuat perjanjian itu terdiri dari beberapa hal

yaitu:

a. Kebebasan untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian

Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat

perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang

hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat

perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1330

KUH Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang

bebas untuk memilih pihak yang diinginkan untuk membuat perianjian,

asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut

dalam Pasal 1331, ditentukan bahwa andaikatapun seseorang membuat

perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut Pasal 1330

KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut

pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap.

b. Bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja ia ingin membuat

(32)

Kata "semua" menunjukkan adanya kebebasan bagi setiap orang untuk

membuat perjanjian dengan siapa saja dan tentang apa saja, asalkan tidak

dilarang oleh hukum. Artinya bahwa semua ketentuan dalam perjanjian

yang telah disepakati para pihak mengikat dan wajib dilaksankan oleh

para pihak yang membuatnya. Apabila salah satu pihak tidak

melaksanakan perjanjian maka pihak yang dirugikan dapat menuntut

ganti rugi kepada pihak yang tidak melaksanakan tadi

Kalimat 'yang dibuat secara sah' diartikan pemasok bahwa apa yang

disepakati, berlaku sebagai undang-undang jika tidak bertentangan

dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Apabila

bertentangan, kontrak batal demi hukum

c. Bebas untuk menentukan isi perjanjian yang dibuatnya

Ketentuan Pasal 1320 ayat (1) tersebut memberikan petunjuk bahwa

hukum perjanjian dikuasai oleh "asas konsensualisme". Ketentuan Pasal

1320 ayat (1) tersebut juga mengandung pengertian bahwa kebebasan

suatu pihak untuk menentukan isi kontrak dibatasi oleh sepakat pihak

lainnya. Dengan kata, lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas

konsensualisme.

d. Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian, dan

Para pihak dapat dengan bebas menentukan bentuk perjanjian yang

(33)

e. Kebebasan untuk menentukan terhadap hukum mana perjanjian itu akan

tunduk.

Perjanjian sebagai suatu figure hukum harus mengandung kepastian

hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu

yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

Di dalam perjanjian dikenal beberapa jenis asas-asas hukum yang

merupakan asas-asas umum yang harus diindahkan oleh setiap yang terlibat di

dalamnya, antara lain :

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Kontrak atau contracts (dalam bahasa inggris) dalam pengertian yang

lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah

Peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang

bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiabn untuk menaati dan

melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum

yang disebut perikatan (verbintenis).

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat

(1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dari perkataan

‘semua’ dapat ditafsirkan, bahwa masyarakat diberikan kebebasan yang

seluas-luasnya untuk membuat perjanjian yang berisi apa saja asal tidak melanggar

(34)

membuat seperti mengikatnya suatu undang-undang, seperti halnya yang telah

ditentukan dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

2. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas Konsensualisme ini memberi isyarat bahwa pada dasarnya setiap

perjanjian yang dibuat lahir sejak adanya konsensualisme atau kesepakatan dari

para pihak yang membuat perjanjian. Atau perjanjian telah ada dan sah sejak saat

terjadinya kesepakatan.

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata. Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini

merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak

diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah

pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum

Jerman. Di dalam Hukum Jerman tidak dikenal adanya istilah asas

konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian

formal. Perjanjian rill adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara

nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal

adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik

berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal

istilah contractus verbis literis dan contractur innominat .Yang artinya bahwa

(35)

Konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata berkaitan dengan bentuk

perjanjian.19

3. Asas Kekuatan Mengikat Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kekuatan mengikat atau pacta sunt servanda berarti bahwa perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang

membuatnya. Asas ini berkenaan dengan akibat dari adanya suatu perjanjian. Asas

ini tersimpul dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH Perdata. Pasal 1338

ayat (1) dinyatakan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan tersebut

berarti bahwa perjanjian yang dibuat dengan cara yang sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yang berarti mengikat para pihak

dalam perjanjian, seperti undang-undang juga mengikat orang terhadap siapa

undang-undang itu berlaku. Tujuannya tentu saja ‘demi kepastian hukum’.

Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian

itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”. Dari

ketentuan tersebut terkandung maksud bahwa perjanjian tidak dapat ditarik

kembali selain adanya kata sepakat dari kedua belah pihak. Asas kepastian hukum

ini dapat dipertahankan sepenuhnya asalkan kedudukan para pihak seimbang, jika

kedudukan itu tidak seimbang, undang-undang memberi perlindungan dalam

bentuk perjanjian tersebut dapat dibatalkan, baik atas perintah pihak yang

dirugikan maupun oleh hakim karena jabatannya. Kecuali apabila dapat

19

(36)

dibuktikan bahwa pihak yang dirugikan itu sepenuhnya menyadari akibat-akibat

yang timbul.

5. Asas Iktikad Baik (good faith)

Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik, seperti yang

tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Jadi dalam perikatan yang

dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata

perjanjian itu dan oleh kata-kata ketentuan-ketentuan perundang-undangan

mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh iktikad baik. Asas iktikad baik

dibagi menjadi dua macam yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada

iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari

subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaianya pada akal sehat dan keadilan, dibuat

ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut

norma-norma yang objektif. 20

6. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH

Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak

dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti

ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang

tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata

berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini

20

(37)

mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku

bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat

pengecualiannya sebagaimana di intridusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang

menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga,

bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada

orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”

G. Syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:

1. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai

subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang

menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan

hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum,

maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang

antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu,

mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;

2. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam

membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan

tawar-menawar diantara mereka;

3. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh

pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai

tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

(38)

4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling

berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi,

bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

5. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai

dengan ketentuan yang ada;

6. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat

tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai

suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat

tertentu.21

Suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian

harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1320

KUHPerdata yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mempunyai arti bahwa

para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau saling menyetujui

kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak tanpa adanya

paksaan, kekeliruan, dan penipuan.

21

(39)

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan

hukum. Yang dapat melakukan suatu hubungan hukum adalah pendukung

hak dan kewajiban, baik orang atau badan hukum, yang harus memenuhi

syarat-syarat tertentu. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan

hukum, badan hukum tersebut harus memenuhi syarat sebagai badan

hukum yang sah. 22

c. Suatu hal tertentu

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika

tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata

dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang

dapat menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata

barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi objek

perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

d. Suatu sebab yang halal

Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat

perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi

hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.23

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang

berkembang, digolongkan ke dalam:

1) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan

perjanjian (unsur subjektif), dan;

22

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan , Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal 25. 23

(40)

2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek

perjanjian (unsur objektif). 24

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari

para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan

perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan

yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan causa dari objek yang berupa

prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak

dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur

dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian

tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika

terdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum (dalam

hal tidak terpenuhinya unsur objektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang

lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.25

Perbedaan antara dapat dibatalkan dengan batal demi hukum dapat

dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu.

Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan

(oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak

yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah

ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

26

24

Muljadi Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Lyyagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 3 hal 93.

25 Ibid. 26

(41)

H. Jenis dan Fungsi Perjanjian

Menurut Satrio jenis-jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu :

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang

memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Jenis perjanjian ini

yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat.27

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada

satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban

menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak

menerima benda yang diberikan itu.

2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan

kepada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah

perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat

kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya

menurut hukum.

3. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang

dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. erjanjian

bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus

dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya

perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain.

27

(42)

Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak

mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas. Ketentuannya diatur

dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan

ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari

beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak

bernama.

4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik

dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan

perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan

perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban

pihak-pihak. Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas

pembayaran harga, pembeli berkewajiban untuk menyerahkan barang.

Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu

ada penyerahan (leverning) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah

menurut hukum atau tidak.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada

persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di

samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari

barangnya.

Berdasarkan jenis perjanjian dan fungsi perjanjian dapat disimpulkan

(43)

perjanjian sepihak, perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang,

membebani, perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama perjanjian

kebendaan dan perjanjian obligator dan perjanjian konsensual dan perjanjian real,

sedangkan fungsi suatu perjanjian adalah agar kedua belah pihak tahu akan hak

dan kewajibanya.

I. Berakhirnya Perjanjian

Suatu perjanjian berakhir apabila tujuan dari perjanjian tersebut telah

tercapai, yaitu dengan terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini

hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan, yaitu apabila

suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut, misalnya sebagai akibat daripada

pembatalan berdasarkan wanprestasi Pasal 1266 KUHPerdata, maka semua

perikatan yang telah terjadi menjadi hapus, perikatan tersebut tidak perlu lagi

dipenuhi dan apa yang telah dipenuhi harus pula ditiadakan. Dalam Pasal 1381

KUHPerdata dinyatakan tentang cara berakhimya suatu perikatan, yaitu :

“Perikatan-perikatan hapus karena :

1. Pembayaran;

2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

3. Karena pembaharuan hutang;

4. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi; 5. Karena percampuran hutang;

6. Karena pembebasan hutangnya;

7. Karena musnahnya barang yang terhutang; 8. Karena kebatalan atau pembatalan;

9. Karena berlakunya suatu syarat batal;

10.Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri"

(44)

ad.1. Pembayaran

Nama”pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara

suka rela. Dalam arti yang sangat luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar

uang harga pembelian, tetapi pihak penjual pun dikatakan “membayar” jika ia

menyerahkan atau “melever” barang yang dijualnya. Yang wajib membayar suatu

utang bukan saja si berhutang (debitur) tetapi juga seorang kawan berhutang dan

seorang penanggung hutang (“borg”). Menurut pasal 1322 KUHPerdata bahwa

suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak

mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga bertindak atas nama dan

untuk melunasi hutangnya si berhutang, atau jika ia bertindak atas namanya

sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.

Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada

seorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan

hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran-pembayaran bagi si

berpiutang. Pembayaran yang dilakukan kepada seorang yang tidak berkuasa

menerima bagi si berpiutang adalah sah, sekedar si berpiutang telah

menyetujuinya atau nyata-nyata telah mendapat manfaat karenanya. Si debitur

tidak boleh memaksa krediturnya untuk menerima pembayaran hutangnya

sebagian demi sebagian,meskipun hutang itu dapat dibagi-bagi. Mengenai

tempatnya pembayaran, Pasal 1933 KUHPerdata menerangkan sebagai berikut :

“Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian,jika

(45)

suatu barang tertentu,harus dilakukan di tempat di mana barang itu berada

sewaktu perjanjian dibuat.

Di luar kedua hal tersebut, pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal

si berpiutang, selama orang itu terus menerus berdiam dalam keresidenan di mana

ia berdiam sewaktu dibuatnya perjanjian, dan di dalam hal-hal lainnya di tempat

tinggalnya si berhutang”.

Ketentuan dalam ayat pertama yang menunjuk pada tempat di mana

barang berada sewaktu perjanjian ditutup adalah, sama dengan ketentuan dalam

Pasal 1477 KUHPerdata dalam jual beli , dimana juga tempat tersebut ditunjuk

sebagai tempat dimana barang yang dijual harus diserahkan. Memang sebagai

mana sudah diterangkan “pembayaran” dalam arti yang luas juga ditujukan pada

pemenuhan prestasi oleh si penjual yang terdiri atas penyerahan barang yang telah

diperjual belikan.

Ketentuan dalam ayat kedua, berlaku juga dalam pembayaran-pembayaran

di mana yang dibayarkan itu bukan suatu barang tertentu, jadi uang atau barang

yang dapat dihabiskan, teristimewa ketentuan tersebut adalah penting untuk

pembayaran yang berupa uang. Dengan demikian maka hutang-hutang yang

berupa uang pada asasnya harus dibayar di tempat tinggal kreditur,dengan

perkataan lain pembayaran itu harus dihantarkan. Hutang uang yang menurut

undang-undang harus dipungut di tempat tinggalnya debitur hanyalah hutang

wesel. Sesuai dengan ketentuan tersebut di atas maka oleh pasal 1395 ditetapkan

bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran harus

(46)

Suatu masalah yang muncul dalam soal pembayaran, adalah masalah

subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang (kreditur) oleh seorang ketiga

yang membayar kepada si berpiutang itu. Dalam subrogasi atau penggantian ini,

seorang ketiga yang membayar suatu utang menggantikan kedudukan si kreditur

,terhadap si debitur. Subrogasi atau penggantian tersebut di atas dapat terjadi baik

dengan perjanjian, baik demi undang-undang. Dari apa yang telah dibicarakan di

atas, dapat dilihat bahwa jika seorang membayar hutangnya orang lain, maka pada

umumnya tidak terjadi subrogasi, artinya : pada umumnya orang yang membayar

itu tidak menggantikan kreditur. Hanya apabila itu dijanjikan atau dalam hal-hal

di mana itu ditentukan oleh undang-undang , maka barulah ada penggantian.

ad.2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penyimpanan Atau Penitipan

Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si

berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Caranya sebagai berikut: barang atau

uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau

seorang juru sita pengadilan. Notaris atau juru sita membuat suatu perincian dari

barang-barang atau uang yang akan dibayarkan itu dan pergilah ia ke rumah atau

tempat tinggal kreditur, kepada siapa ia memberitahukan bahwa ia atas perintah

debitur datang untuk membayar hutangnya debitur tersebut, pembayaran mana

akan dilakukan dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau uang yang telah

diperinci itu. Notaris atau juru sita tadi sudah menyediakan suatu proses verbal.

Apabila kreditur suka menerima barang atau uang yang ditawarkan itu, maka

(47)

memang sudah dapat diduga maka notaris atau juru sita akan mempersilahkan

kreditur itu menandatangani proses verbal tersebut dan jika kreditur tidak suka

menaruh tanda tangannya maka hal itu akan dicatat oleh notaries atau juru sita di

atas surat proses verbal tersebut. Dengan demikian terdapatlah suatu bukti yang

resmi bahwa si berpiutang telah menolak pembayaran.

Langkah yang berikutnya ialah : si berhutang (debitur) di muka pengadilan

negeri dengan permohonan kepada pengadilan itu supaya pengadilan

mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu. setelah penawaran

disimpankan atau dititipkan kepada panitera pengadilan negeri dengan demikian

hapuslah hutang piutang itu. Barang atau uang tersebut di atas berada dalam

simpanan di kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tanggungan atau resiko si

berpiutang. Si berhutang sudah bebas dari hutangnya. Segala biaya yang

dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan

penyimpanan, harus dipikul oleh si berhutang.

ad.3 Pembaharuan Hutang

Menurut Pasal 1413 KUHPerdata ada tiga macam jalan untuk

melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi itu, yaitu :

a. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna

orang yang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang

lama yang dihapuskan karenanya.

b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang

Referensi

Dokumen terkait

In our study, the density of neurons in the MD and AV/AM nuclei of schizophrenic subjects was normal even though total neuron numbers were significantly reduced in these nuclei..

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan Tunjangan Jurusita dan Jurusita Pengganti adalah tunjangan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang

Berijazah magister atau doktor dari program studi atau perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang ilmu yang sesuai dengan bidang ilmu.. penugasannya;

07108247128 Ponijo Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw di Kelas V SDN N Bantulan

bahwa sebagai hasil Sidang Assembly of the Parties INTELSAT ke-25 pada tanggal 13 - 17 Nopember 2000 di Washington DC, Amerika Serikat, Pemerintah Republik Indonesia

Sehubungan dengan pekerjaan PENGAWASAN PEMBANGUNAN PASAR RAKYAT SAMPOLAWA , dengan ini kami mengundang saudara sebagai calon penyedia jasa untuk melaksanakan klarifikasi

Pertama, perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik memiliki arti bahwa (i) kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan

BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Dalam