BAB IV SISTEM SCADA
4.1 Definisi SCADA
SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) merupakan suatu sistem komputerisasi dan sistem komunikasi terintegrasi yang berfungsi melakukan pengawasan, pengendalian serta akuisisi data dari peralatan proses secara real time dari jarak jauh. Sistem ini telah banyak digunakan dalam berbagai macam aktifitas dunia industri, antara lain sebagai berikut : • Pengaturan jaringan listrik pada area yang luas
APD Jawa Timur, merupakan salah satu unit di bawah PT PLN Distribusi Jawa Timur yang bertanggung jawab dalam pengaturan sistem tenaga listrik 20 kV di wilayah Jawa Timur. Latar belakang diterapkannya sistem SCADA karena adanya kebutuhan untuk melakukan pengawasan terhadap penyaluran tenaga listrik dengan melakukan pengumpulan informasi keadaan peralatan di lapangan serta mengambil tindakan atas dasar informasi tersebut secara jarak jauh, real time dan terpusat sehingga kehandalan system distribusi listrik tenaga listrik sangat bergantung pada keandalan dari sistem SCADA itu sendiri.
Keandalan sistem SCADA bergantung pada keandalan masing-masing komponen atau sub sistemnya, yaitu master station, RTU, dan sistem telekomunikasi. Sistem SCADA yang handal akan membantu dalam mengoptimalkan sistem distribusi listrik secara keseluruhan terutama membantu dalam kemudahan pengoperasian sistem tenaga listrik dan kecepatan pemulihan gangguan.
Gambar 4.3 Sistem SCADA PLN APD Jatim
Sehubungan dengan bertambahnya jaringan dan kebutuhan akan kehandalan dalam penyaluran tenaga listrik, selain SCADA yang mengatur gardu induk untuk incoming dan out going penyulang 20 kV, saat ini APD Jatim juga memasang sistem SCADA di jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 kV yang dapat mengontrol maupun memonitor perangkat LBS motorized dan Recloser. Tujuan utamanya adalah untuk memudahkan manuver beban dan dapat mempercepat pemulihan (restorasi) gangguan.
4.2 Fungsi dan Peran SCADA Pada Distribusi Listrik
Fungsi utama SCADA yang diterapkan APD Jatim pada sistem distribusi listrik antara lain :
a. Telekontrol
Merupakan fungsi dimana SCADA dapat melakukan kontrol terhadap peralatan listrik secara jarak jauh.
b. Telemetering
Merupakan fungsi dimana SCADA dapat melakukan pengukuran terhadap parameter besaran listrik yang ada pada gardu induk dan jaringan SUTM 20kV secara jarak jauh.
c. Telesignal
Peran SCADA yang diterapkan APD Jatim pada proses distribusi listrik antara lain :
1. Memonitor parameter terukur pada tiap penyulang (arus, tegangan, frekuensi, daya reaktif, daya nyata, dan lain-lain). Parameter ini digunakan sebagai laporan, analisa beban serta acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengendalian jaringan 20 kV seperti pada gambar 4.4.
2. Mengetahui status dan mengontrol peralatan dari peralatan yang terdapat pada jaringan distribusi (PMT,LBS, Recloser, dan lain-lain)
3. Memberikan informasi /peringatan mengenai gangguan yang terjadi di jaringan (event/al arm logger).
4. Menyimpan data historical mengenai gangguan yang pernah terjadi pada jaringan.
Gambar 4.4 Grafik Beban Pada Salah Satu Penyulang
Gambar 4.5 Komponen Utama Sistem SCADA
Sistem SCADA tidak dapat berdiri sendiri, namun harus didukung oleh beberapa komponen seperti terlihat pada Gambar 4.5, yaitu : 1. Master Station
2. Sistem Telekomunikasi
3. Remote Terminal Unit (RTU) dan Peripheral
Seiring dengan bertambahnya banyaknya titik remote SCADA dan semakin kompleknya sistem maka diperlukan keandalan akan SCADA agar dapat digunakan setiap saat.
Master station dan perangkat remote (RTU/LBS/Recloser) terhubung melalui media komunikasi tertentu untuk melakukan komunikasi data sehingga apabila salah satu dari komponen SCADA terganggu maka akan menyebabkan tidak berfungsinya sistem. Melalui ruang DCC, petugas/dispatcher dapat mengetahui, mengontrol peralatan proses pada jaringan maupun mengetahui parameter terukur melalui monitor peraga/mimic board.
4.3.1 Master Station/ DCC APD Jatim
Master station merupakan ruang kontrol utama dimana terdapat peralatan komputer terintegasi yang berfungsi untuk :
2. Memberikan perintah ke RTU/LBS Motorize/Recloser untuk diteruskan ke peralatan mekanik maupun elektrik untuk memutus atau menyambung PMT pada jaringan 20 kV.
3. Menyimpan event logger dari semua gangguan yang terjadi pada jaringan 20 kV area Jawa Timur.
Software SCADA yang digunakan di PLN APD Jatim adalah Survalent. Sofware ini mempunyai beberapa keunggulan, salah satunya adalah mendukung multi protokol komunikasi seperti ditunjukkan oleh gambar 4.6 (IEC 101, IEC 104, DNP 3.0, Modbus) sehingga mampu berkomunikasi dengan RTU eksisting ataupun peralatan akuisisi data.Penggunaan protokol ini disesuaikan dengan spesifikasi protokol yang didukung oleh RTU yang terhubung.
Gambar 4.6 List Protokol SCADA Survalent
Fitur SCADA Survalent yang sudah digunakan saat ini antara lain: a. Data beban incoming transformator dan penyulang.
b. Event Historical.
c. SMS gateway (down, manuver oleh DCC, Communication Fail/Normal, dan RTU Fail/Normal).
d. Disaster Recovery.
a. Telemetering yang melewati ambang batas yang telah ditetapkan. b. Perubahan status telesignal single (TSS) dan telesignal double
(TSD).
c. Kegagalan tindakan remote control.
d. Gangguan sistem pengolahan data di pusat kontrol yakni pada subsistem komunikasi data, server, dan workstation)
e. Gangguan remote station (RTU dan IED). f. Gangguan link telekomunikasi.
g. Gangguan peripheral. h. Fail over master station.
i. Alarm catu daya di master station j. Alarm sinkronisasi waktu.
4.3.1.1 Protokol Komunikasi
Protokol adalah sebuah aturan yang mendefinisikan beberapa fungsi yang ada dalam sebuah jaringan komputer, misalnya mengirim pesan, data, informasi, dan fungsi lain yang harus dipenuhi oleh pengirim (transmitter) dan penerima (receiver) agar komunikasi dapat berlangsung dengan benar. Protokol yang digunakan di PLN APD Jatim antara lain :
1. IEC 60870-5-101
Merupakan protokol dasar yang dikembangkan khusus untuk pengaturan distribusi sistem tenaga listrik mencakup kemampuan telekontrol dan telesignal. Protokol ini digunakan PLN APD Jatim untuk komunikasi dengan RTU tipe lama seperti Schneider Quantum dan Siemens SICAM.
2. DNP.3
Merupakan protokol komunikasi data yang dirancang untuk lebih tahan terhadap distorsi dan gangguan komunikasi. Protokol ini digunakan PLN APD Jatim untuk menghubungkan master dengan RTU yang mendukung ini antara lain Scout, MG Talus, D20 Harris. 3. Modbus
tersebut. Hanya alamat tujuan yang akan memproses perintah, meskipun peralatan yang lain mungkin menerima perintah tersebut. Setiap perintah modbus memiliki informasi pemeriksaan kesalahan untuk memastikan data diterima tanpa kerusakan. Protokol ini memiliki beberapa kelebihan antara lain:
a. Mudah dalam instalasi, perawatan, dan perbaikan. b. Dapat dilakukan multidrop perangkat secara serial.
Gambar 4.7 Konfigurasi Modbus
APD Jatim menggunakan protokol ini untuk menghubungkan beberapa peralatan diantaranya untuk :
a. Menghubungkan beberapa IED relay dari beberapa penyulang di satu gardu induk untuk disambungkan ke RTU secara multidrop. b. Menghubungkan beberapa digital meter dari beberapa penyulang
di satu gardu induk untuk disambungkan ke RTU secara multidrop
4.3.1.2 Wilayah kerja DCC APD Jatim
Gambar 4.8 Pembagian Wilayah APD Jatim
4.3.1.3 Konfigurasi Perangkat pada Master Station
Peralatan yang terpasang di master station harus mempunyai syarat sebagai berikut :
1. Keamanan, keandalan, dan ketersediaan.
2. Kemudahan, kelangsungan, dan keakuratan pengiriman, penyimpanan, dan pemrosesan data.
3. Kebutuhan dan kapabilitas sistem komputer. 4. Kemudahan untuk dioperasikan dan dipelihara. 5. Kemampuan untuk dikembangkan.
Perencanaan dan pembangunan master station sesuai dengan Standar PLN S3.001: 2009 sebagai referensi dasar untuk konfigurasi master station distribusi level 3. Konfigurasi master station dimasing-masing wilayah ditunjukkan oleh gambar 4.9 – 4.11. Operating system pada master station ini menggunakan Windows baik pada server maupun workstation. Untuk mengantisipasi kemungkinan terinfeksi virus maka dilakukan langkah-langkah antisipasi berikut ini:
a. Jaringan LAN SCADA private b. Menggunakan firewall berlapis
c. Instalasi dan update anti virus berlisensi
Gambar 4.10 Konfigurasi Master Station DCC Leces
Kinerja master station dapat diukur dengan menguji kapasitas maksimum sesuai spesifikasi dimana beban puncaknya tidak boleh melebihi 50% dari RAM, tidak boleh melebihi 50% dari kemampuan CPU, dan tidak boleh melebihi 40% dari kapasitas LAN. Kinerja serta aplikasi master station sendiri meliputi :
c. Operatingsystem d. Akuisisi frekuensi e. Sinkronisasi waktu f. Simbol dan warna
Perangkat penyusun konfigurasi master station level 3 seperti pada gambar 4.9 – 4.11 adalah :
1. Workstation dispatcher & engineer (1 set)
2. Server SCADA, data historikal, sub sistem komunikasi (1 set ) 3. GPS +Firewall (1 set )
4. Projection multimedia (1 set)
5. Terminal server 1, terminal server 2, & router GPRS 6. Modem & switch PT.Icon +
7. Printer laser hitam putih & warna (1 buah) 8. Gateway atau Router (1 set)
Gambar 4.11 Konfigurasi Dispatcher DCC Kertosono Server yang digunakan pada sistem SCADA untuk kebutuhan master station terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Server SCADA
Berfungsi sebagai penyimpan semua data dan informasi baik yang dinamis maupun statis serta semua perubahan informasi yang didapat dari server SCADA.
c. Sub Sistem Komunikasi
Berfungsi sebagai kontrol komunikasi ke RTU/remote station dengan model polling serta sinkronisasi yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Model polling yang dapat diterapkan adalah: • Intelligent Reply, merupakan jawaban dari broadcast polling
jika mengalami perubahan saja.
• Active Reply, RTU secara aktif menyampaikan informasi jika terjadi perubahan tanpa menunggu polling.
• Sampling Reply, yaitu polling yang dilakukan terhadap masing-masing RTU/remote station untuk mendapat jawaban langsung 4.3.1.4 Disaster Recovery
Gambar 4.12 Peta Mitigasi Bencana Propinsi Jatim
Gambar 4.13 Sistem SCADA Keadaan Normal
Surabaya mengalami gangguan maka keseluruan sistem di back-up oleh server DCC Probolinggo seperti ditunjukkan oleh gambar 4.15. Tampilan HMI di DCC dapat dilihat pada gambar 4.16 dan 4.17.
Gambar 4.14 Skema Recovery SCADA Wil. Timur
Gambar 4.16 Tampilan HMI SCADA di Worldview
Sistem telekomunikasi di dalam SCADA mencakup media komunikasi serta peralatan pendukungnya. Media komunikasi ini menjadi penghubung antara master station dengan remote station untuk melakukan pertukaran data. Media dikatakan baik apabila memenuhi
e. Operasi yang bebas interferensi elektromagnetik yang tinggi.
Gambar 4.18 Komunikasi GPRS Titik Remote SUTM 20 kV
Gambar 4.19 Komunikasi Wifi Titik Remote SUTM 20 kV
Beberapa media komunikasi data yang dipakai PLN APD Jatim antara lain :
1. Fiber Optic
Fiber Optic merupakan media komunikasi dimana data di konversi menjadi sinyal cahaya kemudian dilewatkan melalui pipa yang terbuat dari kaca (serat optik). Media ini paling banyak digunakan oleh PT.Indonesia Comnet sebagai vendor penyedia layanan komunikasi di PLN APD Jatim. Keunggulan fiber optic dibanding media komunikasi yang lain adalah :
a. Mempunyai lebar bandwidth yang besar. b. Memiliki kecepatan transmisi tinggi c. Ukuran relatif kecil
d. Mempunyai rugi-rugi yang relatif kecil e. Keamanan dan kehandalan tinggi
perangkat yang terhubung dapat dilihat pada gambar 4.20 dan gambar 4.21
Gambar 4.20 Setting Commline di Gardu Induk 2. Digital Radio
Digital radio merupakan komunikasi yang memanfaatkan udara bebas sebagai media transfer data melalui antena. PLN APD Jatim mulai meninggalkan media ini karena mudah terinterfensi oleh sinyal lain yang mempunyai frekuensi berdekatan maupun pengaruh cuaca sehingga komunikasi ini dinilai kurang reliable.
3. Data GPRS (General Packet Radio Service)
Data GPRS merupakan salah satu media komunikasi data wireless yang disediakan oleh operator seluler. Bentuk komunikasi ini pada penerapan di APD Jatim dapat dilihat pada gambar 4.18. Jenis komunikasi ini digunakan PLN APD Jatim untuk :
a. Menghubungkan master dengan LBS/Recloser di gardu hubung. b. Monitoring kwh meter pembanding (incoming 20 kV) di tiap
gardu induk.
Wifi adalah suatu teknologi transfer data melalui udara bebas dengan menggunakan gelombang radio melalui antenna seperti ditunjukkan pada gambar 4.19. Jenis komunikasi ini digunakan PLN APD Jatim untuk :
a. Menghubungkan LBS/Recloser dengan gardu induk.
b. Menghubungkan antar gardu induk yang terkendala geografis.
Gambar 4.21 Setting Commline di Titik Remote Motorize 5. Radio Trunking
Gambar 4.22 Kontroler Motorola Quantar Intelli
Pada gambar 4.23 menjelaskan perbedaan antara sistem radio konvensional dan trunking,. Pada sistem konvensional, ketika akan melakukan komunikasi tetapi channel sedang digunakan maka akan terjadi antrian meskipun channel yang lain sedang kosong. Berbeda dengan sistem trunking, channel komunikasi diatur oleh kontroler sehingga tidak akan terjadi antrian selama ada channel lain yang sedang kosong. Kontroler pada trunking dapat diprogram dan disesuaikan dengan kebutuhan seperti kebutuhan private supervisory maupun panggilan group. Konsep panggilan group pada gambar 4.24, digunakan untuk melakukan komunikasi antar anggota kelompok pembicaraan / talkgroup yang sama sedangkan group lain tidak dapat berinteraksi. Sedangkan konsep private supervisory pada gambar 4.25, digunakan untuk mencegah agar para pengguna radio yang tidak diinginkan mendengar isi pembicaraan walaupun mereka berada pada kelompok pembicaraan/talkgroup yang sama. Perangkat kontroler yang dipakai di APD Jatim yaitu Motorola Quantar Intelli seperti ditunjukkan pada gambar 4.22.
Gambar 4.24 Ilustrasi Konsep Panggilan Group
Gambar 4.25 Ilustrasi Konsep Private Supervisory
4.3.3 Remote Terminal Unit (RTU) dan Peripheral
RTU merupakan perangkat yang berfungsi sebagai konsentrator pada remote station (gardu Induk atau gardu hubung) untuk menerima data dari master station dan melakukan kontrol ke peralatan tenaga listrik serta mengirimkan data akuisisi ke master station. Dengan kata lain RTU merupakan perangkat pada lapangan yang menjalankan fungsi telemetering, telesignal dan telekontrol. RTU ditempatkan pada suatu backplane dalam rak/kubikel yang terdiri dari beberapa modul, yaitu : a. Modul power supply.
b. Modul CPU.
Merek RTU yang dipakai di PLN APD Jatim beserta area penggunaannya dijelaskan pada tabel 4.1 dan bentuk fisik dapat dilihat pada gambar 4.26 sedangkan spesifikasi protokol tiap RTU dijelaskan pada tabel 4.2.
Tabel 4.1 Penggunaan RTU Pada Area Operasional SCADA
Tabel 4.2 Penggunaan Protokol Pada RTU
Pengaturan protokol antara RTU dan master station harus sama jika tidak maka komunikasi tidak dapat dilakukan. Penggunaan protokol di remote station dapat dilihat pada gambar 4.27.
Gambar 4.27 Konfigurasi Protokol Pada Remote Station
Gambar 4.28 Alur Informasi Sistem SCADA
Pada gambar 4.28 menjelaskan alur informasi yang terjadi pada sistem SCADA, dimana informasi tersebut terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1. Informasi Kejadian/Event
Memuat informasi yang berkaitan dengan : a. Gangguan catu daya
b. Gangguan penyulang c. Komunikasi RTU terputus d. Deteksi OCR
2. Informasi Change State
Memuat informasi yang berkaitan dengan status CB (Buka, Tutup, Invalid)
3. Informasi Telekontrol
Memberikan informasi perintah yang berkaitan dengan buka/tutup PMT
4. Informasi Telemetering
Memuat informasi yang berkaitan parameter terukur CB (arus,tegangan,daya, dan lain-lain)
4.3.3.1 Konfigurasi RTU Pada Sistem Konvensional Telah dibahas sebelumnya bahwa RTU hanya sebagai konsentrator sehingga RTU berhubungan dengan perangkat lain yang berkaitan dengan fungsi utama SCADA seperti perangkat akuisisi data (meter/status) dan perangkat kontrol (tripping coil). Arsitektur RTU pada sistem konvensional dapat dilihat pada gambar 4.29.
Gambar 4.29 Arsitektur RTU dan Penggunaan Modulnya
1. Konfigurasi Fungsi Telemetering
Peralatan telemetering yang berfungsi mengambil besaran listrik berupa tegangan (V), arus (A), frekuensi (F), daya aktif (MW) dan daya reaktif (MVAR), yang diakuisisi oleh modul analog input RTU. Konsep metering dengan mengambil output sekunder dari CT/PT kemudian dikonversi menjadi besaran berarus lemah dan diolah oleh tranducer untuk selanjutnya diteruskan ke RTU. Pada sisi master station, besaran dalam bentuk digital yang diterima dikonversi kembali menjadi nilai aslinya sesuai dengan karakteristik tranducer. Perbandingan lilitan CT biasanya menggunakan 400/5
• Tranduser tegangan, adalah tranducer dengan output berupa tegangan (1-5VDC, 0-5VDC, dan lain-lain) • Tranduser arus, , adalah tranducer dengan output berupa
arus (0-10 mA, 4-25mA, dan lain-lain).
Gambar 4.31 Skematik Pengukuran Arus (Amp)
Gambar 4.32 Skematik Pengukuran Tegangan (kV)
b. Menggunakan Digital Meter
Digital meter merupakan perangkat digital pengganti berbagai macam transduser yang dipakai pada sistem konvensional. Besaran yang dapat diukur dan ditampilkan antara lain :
• Per phase kVAr • Per phase kVA • 3 phase PF
• 3 phase kW • 3 phase kVAr • 3 phase kVA • Frequency • Amps Peak • Phase volts Peak • Netra Currentl.
Gambar 4.33 Digital Meter (Schneider Power Meter)
Gambar 4.34 Konfigurasi Digital Meter Pada RTU
Gambar 4.35 Tampilan Besaran Listrik di HMI
2. Konfigurasi Fungsi Telekontrol
keluaran sinyal digital dari RTU berupa kondisi on/off atau open/close. Fungsi telekontrol ini menggunakan modul digital output RTU dibantu dengan relay eksternal untuk mengerakkan tripping coil PMT/PMS. Relay ini diperlukan karena tripping coil memerlukan catu 110 V, sedangkan output dari RTU hanya 48 V. Skematik rangkaian dapat dilihat pada gambar 4.36.
Gambar 4.36 Skematik Remote Kontrol Digital 3. Konfigurasi Fungsi Telesignal
Peralatan telesignal berfungsi untuk mengirimkan status dari peralatan tenaga listrik yang dipantau dan dikontrol. Ada dua jenis skematik indikasi yang digunakan yaitu :
a. Indikasi tunggal/ Telesignalling Single (TSS)
Gambar 4.37 Skematik Telesignalling Single
b. Indikasi ganda/Telesignalling Double (TSD)
Gambar 4.38 Skematik Telesignalling Double.
Gambar 4.39 Event Logger Pada HMI
4.3.3.2 Konfigurasi RTU dengan Perangkat IED (Intelligent Electronic Device).
Gambar 4.40 Konfigurasi Port IED Relay MICOM P220
Gambar 4.41 Konfigurasi IED Pada RTU
4.3.3.3 Peripheral (Sistem Catu Daya)
Peripheral yang dimaksud merupakan peralatan pendukung sistem SCADA dalam hal ini adalah sistem pencatuan. Keberlangsungan sistem SCADA yang baik tidak terlepas dari kemampuan sistem pencatuan yang baik. Tujuan utamanya adalah menjaga keberlangsungan sistem dengan sumber cadangan ketika sumber utamanya mati. Sistem pencatuan pada SCADA yaitu :
a. Sistem Pencatuan di Master Station
beroperasi. Keberhasilan sistem back-up ini ditentukan oleh seberapa lama UPS dapat mencatu server sebelum genset beroperasi.
Sistem pencatuan di master station pada gambar 4.42 disuplai oleh dua penyulang, yaitu dari gardu induk Simpang dan gardu induk Kupang. Tujuannya agar dapat dilakukan pengalihan jaringan ke gardu induk Kupang apabila gardu induk Simpang mengalami gangguan. Timeline perpindahan catu daya dapat dilihat pada gambar 4.43.
Gambar 4.43 Timeline Perpindahan Catu Daya
b. Sistem Pencatuan di RTU
Sistem operasi dikatakan dalam kondisi normal dimana sistem catu utama RTU berasal dari jaringan PLN yang disearahkan oleh rangkaian rectifier seperti pada gambar 4.44. Ketika sumber utama mati maka baterai akan menyuplai RTU sesuai kapasitas baterai.