PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013
TESIS
Oleh
NURIDA EVA TAMBA 1070322206/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NURIDA EVA TAMBA 1070322206/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL
TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Nurida Eva Tamba
Nomor Induk Mahasiswa : 10703206
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (
Ketua Anggota
dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 30 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
ABSTRAK
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Keberhasilan penanganan pre- eklampsia ditentukan oleh kepatuhan ibu hamil dalam perawatan kehamilan. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang dialami selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena ibu hamil tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil (Antenatal Care, pola makan dan istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013. Metode yang digunakan yaitu survey explanatory dengan desain
cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester III. Sampel penelitian yaitu seluruh ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan sebanyak 47 orang. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kepatuhan dalam istirahat terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia (p = 0,002), sedangkan kepatuhan dalam Antenatal care (p = 0,076) dan kepatuhan dalam pola makan (p = 0,631) tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia.
Disarankan bagi ibu hamil agar mengurangi aktivitas rutin dan melakukan aktivitas ringan dalam upaya mencegah terjadinya preeklampsia, dan diharapkan kepada pihak tenaga kesehatan, agar memberikan konseling bagi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kesehatan, tentang manfaat antenatal care, mengikuti pola makan dan istirahat dalam meningkatkan kesehatan ibu selama kehamilan.
ABSTRACT
Preeclampsia and eclampsia constitute one of pregnant complications directly caused by the pregnancy itself. The success of handling preeclampsia is determined by pregnant mothers’ compliance in pregnancy care. The absence of pregnant mothers in examining their pregnancy causes the high risk factors in pregnancy so that it is not detected. This is caused by their noncompliance with doctors’ advice to examine ANC, arrange eating pattern properly, and take enough rest.
The aim of the research was to know and to analyze the influence of pregnant mothers’ compliance (in antenatal care, eating pattern, and rest) on the success in handling preeclampsia at Restu Ibu Mother-Child Hospital, Medan, in 2013. The research used explanatory survey method with cross sectional design. The population was all pregnant mothers who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital. The samples comprised 47 pregnant mothers in the third trimester who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital Medan. The data were analyzed using multiple logistic regression test.
The result of the research showed that there was influence of compliance in taking rest on the success in handling preeclampsia (p = 0.002), while the compliance in antenatal care (p = 0.076) and eating pattern (0.631) did not have any influence on the success in handling preeclampsia.
It is recommended that pregnant mothers should decrease routine activities and do light activities in preeclampsia prevention and it is expected to the health personnel to give counseling about the benefit of antenatal care, following the eating pattern and taking a rest to the pregnant mothers who examined their health so that health condition of pregnant mothers can increase.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “PENGARUH KEPATUHAN IBU HAMIL
TERHADAP KEBERHASILAN PENANGANAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK RESTU IBU MEDAN TAHUN 2013”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran
dalam penyelesaian tesis ini.
4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota
Komisi Pembimbing dr. Yusniwarti Yusad, M.Si atas segala ketulusannya
dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran
dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.
5. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku tim
penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian
selama penulisan tesis.
6. Bapak dr. M. Karo-karo dan R. br Purba di RSU Restu Ibu yang telah banyak
membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
7. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada
Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Drs. T. Tamba
dan Ibunda S. Siahaan serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan
moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan
9. Teristimewa buat suami tercinta dr. Rudi Adil Tampubolon berkat dukungan
10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat
dalam penyusunan tesis ini.
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nurida Eva Tamba, lahir pada tanggal 5 Mei 1982 di Sei Semayang
Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, beragama
Kristen Protestan, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Drs. T. Tamba
dan Ibunda S. Siahaan, bertempat tinggal di Binjai Km. 12,5 Perjuangan Kecamatan
Sunggal. Penulis beragama Kristen dan bertempat tinggal Jl. Binjai Km 12, Jl.
Pembangunan Medan.
Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SD RK Deli Murni Diski
tamat pada tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan SMP RK Deli Murni Diski
tamat pada tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan SMUN 3 Binjai tamat pada tahun
2000, Diploma III Kebidanan Pemerintah Kabupaten Tarutung Tamat Tahun 2004.
Dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di
Poltekes Medan, tamat pada tahun 2008.
Penulis menikah pada tanggal 14 Mei 2010 dengan dr. Rudi Aidil
Tampubolon. Penulis mulai bekerja sebagai sebagai Bidan Puskesmas di Puskesmas
Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan mulai tahun 2005 sampai 2011. Dan
pindah ke Puskesmas Sei Semayang mulai tahun 2012 sampai sekarang.
Kemudian pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi
DAFTAR ISI
2.1 Preeklampsia/Eklampsia ... 14
2.1.1 Pengertian Preeklampsia/Eklampsia ... 14
2.1.2 Tanda dan Gejala Preeklampsia ... 15
2.1.3 Bahaya Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu dan Janin ... 18
2.1.4 Upaya-upaya Pencegahan Preeklampsia/Eklampsia ... 19
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Preeklampsia ... 21
2.2.1 Karakteristik Ibu Hamil ... 21
2.3 Keberhasilan Penangan Preeklampsia ... 25
2.3.1 Penanganan Preeklampsia Ringan (140/90 mmHg) ... 26
2.3.2 Penanganan Preeklamsia Berat ... 28
2.3.3 Indikator Keberhasilan Penanganan Preeklampsia ... 29
2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Penangan Preeklampsia ... 31
2.5 Kepatuhan ... 33
2.5.1 Pengertian ... 33
2.6 Kepatuhan Ibu Hamil ... 34
2.6.1 Defenisi Kepatuhan Ibu Hamil... 34
2.6.2 Kepatuhan Ibu Hamil dalam Pencegahan Preeklamsia ... 35
2.7 Landasan Teori ... 37
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40
3.7.1 Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 45
3.7.2 Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 45
3.8 Metode Analisis Data ... 48
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50
4.1.1 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Restu Ibu ... 50
4.1.2 Ruang Lingkup Kegiatan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan ... 51
4.1.3 Visi dan Misi Rumah Sakit ... 52
4.2 Analisis Univariat ... 54
4.2.1 Karakteristik Responden ... 54
4.2.2 Keberhasilan dalam Penanganan Preeklampsia ... 57
4.2.3 Kepatuhan dalam Antenatal Care ... 58
4.2.4 Kepatuhan dalam Pola Makan ... 59
4.2.5 Kepatuhan dalam Istirahat ... 61
4.3 Analisis Bivariat ... 62
4.3.1 Hubungan Kepatuhan dalam Antenatal Care dengan Keberhasilan Penanganan Pre Eklampsia ... 62
4.3.2 Hubungan Kepatuhan dalam Pola Makan Ibu Hamil dengan Keberhasilan Penanganan Pre Eklampsia ... 63
4.3.3 Hubungan Kepatuhan dalam Istirahat Ibu Hamil dengan Keberhasilan Penangan Pre Eklampsia ... 64
BAB 5. PEMBAHASAN ... 67
5.1 Pengaruh Antenatal Care terhadap Keberhasilan Pre Eklampsia ... 67
5.2 Pengaruh Pola Makan terhadap Keberhasilan Penanganan Preeklampsia ... 68
5.3 Pengaruh Istirahat terhadap Keberhasilan Penanganan Pre Eklampsia ... 70
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
6.1 Kesimpulan ... 72
6.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Valditas dan Reliabilitas ... 42
3.2 Aspek Pengukuran ... 47
4.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013... 54
4.1 Karakteristik Responden di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013... 54
4.2 Distribusi Diagnosa Preeklampsia di Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013... 56
4.3 Distribusi Terapi Dokter pada Ibu Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 56
4.4 Distribusi Kunjungan pada Ibu Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 57
4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Keberhasilan Penanganan Preeklampsia pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 57
4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Diagnosa Tekanan Darah pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 58
4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kepatuhan dalam Antenatal Care pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 58
4.8 Distribusi Frekuensi Kategori Antenatal Care pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 59
4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pertanyaan Mengenai Kepatuhan dalam Pola Makan pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 60
4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pertanyaan Mengenai Kepatuhan dalam Istirahat pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 61
4.12 Distribusi Frekuensi Kategori Kepatuhan dalam Istirahat pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 61
4.13 Hubungan Kepatuhan dalam Antenatal Care pada Ibu Hamil dengan Keberhasilan Penangan Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 62
4.14 Hubungan Kepatuhan dalam Pola Makan Ibu Hamil dengan
Keberhasilan Penangan Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013 ... 63
4.15 Hubungan Kepatuhan dalam Istirahat Ibu Hamil dengan Keberhasilan Penangan Preeklampsia di Rumah Sakit Restu Ibu Medan Tahun 2013... 64
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 82
2. Master Data ... 90
3. Hasil Data SPSS ... 94
4. Analisis Univariat ... 97
5. Analisis Bivariat... 103
6. Analisis Multivariat ... 108
7. Surat Penelitian ... 111
ABSTRAK
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Keberhasilan penanganan pre- eklampsia ditentukan oleh kepatuhan ibu hamil dalam perawatan kehamilan. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang dialami selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena ibu hamil tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil (Antenatal Care, pola makan dan istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013. Metode yang digunakan yaitu survey explanatory dengan desain
cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester III. Sampel penelitian yaitu seluruh ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan sebanyak 47 orang. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kepatuhan dalam istirahat terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia (p = 0,002), sedangkan kepatuhan dalam Antenatal care (p = 0,076) dan kepatuhan dalam pola makan (p = 0,631) tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia.
Disarankan bagi ibu hamil agar mengurangi aktivitas rutin dan melakukan aktivitas ringan dalam upaya mencegah terjadinya preeklampsia, dan diharapkan kepada pihak tenaga kesehatan, agar memberikan konseling bagi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kesehatan, tentang manfaat antenatal care, mengikuti pola makan dan istirahat dalam meningkatkan kesehatan ibu selama kehamilan.
ABSTRACT
Preeclampsia and eclampsia constitute one of pregnant complications directly caused by the pregnancy itself. The success of handling preeclampsia is determined by pregnant mothers’ compliance in pregnancy care. The absence of pregnant mothers in examining their pregnancy causes the high risk factors in pregnancy so that it is not detected. This is caused by their noncompliance with doctors’ advice to examine ANC, arrange eating pattern properly, and take enough rest.
The aim of the research was to know and to analyze the influence of pregnant mothers’ compliance (in antenatal care, eating pattern, and rest) on the success in handling preeclampsia at Restu Ibu Mother-Child Hospital, Medan, in 2013. The research used explanatory survey method with cross sectional design. The population was all pregnant mothers who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital. The samples comprised 47 pregnant mothers in the third trimester who examined their pregnancy at Restu Ibu Mother-Child Hospital Medan. The data were analyzed using multiple logistic regression test.
The result of the research showed that there was influence of compliance in taking rest on the success in handling preeclampsia (p = 0.002), while the compliance in antenatal care (p = 0.076) and eating pattern (0.631) did not have any influence on the success in handling preeclampsia.
It is recommended that pregnant mothers should decrease routine activities and do light activities in preeclampsia prevention and it is expected to the health personnel to give counseling about the benefit of antenatal care, following the eating pattern and taking a rest to the pregnant mothers who examined their health so that health condition of pregnant mothers can increase.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan
yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblastik (Ammiruddin dkk, 2007). Preeklampsia terjadi karena adanya
mekanisme imunolog yang kompleks, aliran darah ke plasenta berkurang, akibatnya
suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang. Penyebabnya karena
penyempitan pembuluh darah yang unik, yang tidak terjadi pada setiap orang selama
kehamilan (Indiarti, 2009 & Cuningham, 2001). Perdarahan, infeksi, dan eklampsia,
merupakan komplikasi yang tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin
saja terjadi pada ibu hamil yang telah diidentifikasikan normal (Senewe &
Sulistiawati, 2006).
Di seluruh dunia, insiden atau kejadian preeklampsia berkisar antara 2% dan
10% dari kehamilan. Insiden dari preeklampsia awal bervariasi di seluruh dunia.
WHO (World Health Organization) mengestimasi insiden preeklampsia hingga tujuh kali lebih tinggi di negara-negara berkembang (2,8% dari kelahiran hidup)
Menurut WHO preeklampsia memengaruhi tujuh sampai sepuluh persen dari
seluruh kehamilan di Amerika Serikat (WHO, 2009). Di Inggris kurang dari 10
wanita meninggal akibat preeklampsia setiap tahunnya, dan mempengaruhi maternal
yang mengakibatkan kematian, di negara yang kurang berkembang terdapat 50.000
kematian maternal yang disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia (Champman,
2006). Pada sisi lain insiden dari eklampsia pada negara berkembang sekitar 1 kasus
per 100 kehamilan sampai 1 kasus per 1700 kehamilan. Pada negara Afrika seperti
Afrika Selatan, Mesir, Tanzania dam Etiopia bervariasi sekitar 1,8% sampai dengan
7,1%. Di Nigeria prevalensinya sekitar 2% sampai dengan 16,7% (Osungbade dan
Ige, 2011).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Sub Sahara Afrika 270/100.000 kelahiran
hidup, Asia Selatan 188/100.000 kelahiran hidup dan di negara-negara ASEAN
seperti Singapura 14/100.000 kelahiran hidup, Malaysia 62/100.000 kelahiran hidup,
Thailand 110/100.000 kelahiran hidup, Vietnam 150/100.000 kelahiran hidup,
Filipina 230/100.000 kelahiran hidup dan Myanmar 380/100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN
lainnya. Kematian ibu akibat komplikasi dari kehamilan dan persalinan tersebut
terjadi pada wanita usia 15-49 tahun diseluruh dunia (Widyawati, 2010). Indonesia
merupakan negara yang mempunyai AKI tertinggi di ASEAN. Pada tahun 2010,
AKI menjadi 228 per-100.000 (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan sebesar
emboli obat, 8% komplikasi masa puerperium, 11 % lain – lain (Widyawati, 2010).
Kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh multifaktor, baik faktor secara langsung
maupun faktor tidak langsung, 90% kematian ibu disebabkan oleh faktor langsung
yaitu terjadlnya komplikasi pada saat kehamilan dan segera setelah bersalin dengan
rincian 28% akibat pendarahan, 24% akibat eklampsia dan 11% akibat infeksi.
Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain ibu hamil yang kurang asupan energi
atau kekurangan energi protein sebesar 37%, dan adanya kejadian anemia sebesar
40% (Depkes RI, 2001). Salah satu penyebab kematian terbanyak adalah
preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan, diperkirakan
mencakup 75-80 % dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian
preeklampsia-eklampsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E
mencapai 1,4%-1,8% (Ammiruddin dkk, 2007).
Angka kejadian preeklampsia/eklampsia lebih banyak terjadi di negara
berkembang dibanding pada negara maju. Hal ini disebabkan oleh karena di negara
maju perawatan prenatalnya lebih baik. Kejadian preeklampsia dipengaruhi oleh
paritas, ras, faktor genetik dan lingkungan. Kehamilan dengan preeklampsia lebih
umum terjadi pada primigravida, sedangkan pada multigravida berhubungan dengan
penyakit hipertensi kronis, diabetes melitus dan penyakit ginjal (Baktiyani, 2005).
Di negara maju angka kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia
0,1-0,7%, sedangkan angka kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan
dijumpai pada ibu hamil di atas 20 minggu terdiri dari hipertensi dan proteinuria
dengan atau tanpa edema (Amelda, 2009).
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010 menunjukkan
jumlah kematian ibu masih sangat tinggi yaitu 228 kematian pada setiap 100.000
kasus dimana penyebab kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal,
seperti pendarahan yang mencapai 28%, eklampsia atau keracunan saat kehamilan
(24%), infeksi (11%) (Sri, 2011).
Berkat kemajuan dalam bidang anestesi, teknik operasi, pemberian cairan
infus dan transfusi dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka penyebab
kematian ibu karena perdarahan dan infeksi dapat diturunkan dengan nyata. Namun
penderita preeklampsia dapat berkembang menjadi preeklampsia berat karena
ketidaktahuan dan sering terlambat mencari pertolongan. Sehingga angka kematian
ibu karena preeklampsia belum dapat diturunkan (Haryono, 2006).
Frekuensi terjadinya preeklampsia dan eklampsia bertambah seiring dengan
tuanya kehamilan, umumnya pada Primigravida Triwulan III, umur diatas 35 tahun,
bisa dijadikan penyebab pada kejadian preeklampsia dan eklampsia (Mochtar, 2006).
Ibu hamil haruslah mempunyai keberdayaan atau kemandirian untuk mengambil
sikap melakukan pemeriksaan antenatal care, sehingga dapat diketahui terjadinya masalah preeklampsia dalam kehamilannya dan dapat dengan segera dilakukan
pencegahan pada kondisi yang lebih berat (preeklampsia berat) (Rejeki dan Hayati,
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 dilaporkan bahwa pemeriksaan
kehamilan oleh tenaga kesehatan sudah lebih baik, yaitu 84%. Akan tetapi masih ada
2,8% tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, dan 3,2% masih memeriksakan
kehamilan ke dukun. Selain itu diketahui akses (K1) adalah 92,8% ibu hamil
mengikuti pelayanan antenatal, akan tetapi hanya 61,3% selama kehamilan memeriksakan kehamilan minimal 4 kali (K4) (Suparyanto, 2011).
Ibu hamil perlu mewaspadai Preeklampsia dan Eklampsia (PE-E) karena di
Indonesia menjadi penyebab 30-40 % kematian perinatal. Di beberapa rumah sakit di
Indonesia, Preeklampsia-Eklampsia menjadi penyebab utama kematian maternal,
menggeser Perdarahan dan Infeksi. Fakta ini terungkap dalam Simposium Pelantikan
Dokter Periode 163 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta (Kompas, 2008).
Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan normal selama kehamilan. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh
wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan
kehamilan serta dapat mengancam jiwanya. Tujuan utama dari asuhan antenatal
adalah untuk mempersiapkan ibu dan bayinya dalam keadaan sehat dengan cara
membangun hubungan saling percaya dengan ibu, mendeteksi tanda bahaya yang
mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan kepada ibu
(Depkes RI, 2002).
Antenatal Care merupakan pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas,
(Rozikhan, 2006). Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan terdidik dalam bidang kebidanan. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu pada setiap trimester dan trimester terakhir sebanyak 2 kali (Kartika, 2001). Dengan kunjungan ANC yang teratur dan
rutin dapat diketahui tanda-tanda preeklampsia, yang sangat penting dalam usaha
pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia (Wiknjosastro, 2007).
Preeklampsia berat merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping
membahayakan janin. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia berisiko tinggi
mengalami gagal ginjal akut, pendarahan otak, pembekuan darah intravaskular,
pembengkakan paru-paru, kolaps pada sistem pembuluh darah dan eklampsia. Risiko
preeklampsia pada janin antara lain plasenta tidak mendapat asupan darah yang
cukup, sehingga janin bisa kekurangan oksigen dan makanan Hal ini dapat
menimbulkan rendahnya bobot tubuh bayi ketika lahir dan juga menimbulkan
masalah lain pada bayi seperti kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat
kelahiran (Prawirohardjo, 2008).
Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan ibu hamil berdasarkan Program
Keluarga Harapan (PKH) adalah antenatal care, gizi ibu hamil (tablet zat besi) dan imunisasi tetanus toxoid (Prasetyawati, 2012). Menurut hasil penelitian Rozikhan (2004) menyatakan bahwa ibu hamil mempunyai risiko 1,5 kali lebih besar untuk
mengalami preeklampsia berat karena kurang dalam melakukan antenatal care. Menurut hasil penelitian Langelo (2012) di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah
preeklampsia karena berguna untuk mengawasi dan memonitor kesehatan ibu dan
bayi sehingga semuanya berjalan lancar dengan nilai OR 2,72 (95% CI). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rozanna (2009) menunjukkan bahwa ibu yang tidak
melakukan antenatal care merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia dengan nilai OR 2,66 (95% CI).
Kepatuhan seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya sangat
diperlukan agar setiap keluhan dapat ditangani sedini mungkin dan informasi yang
penting bagi ibu hamil dapat tersampaikan sehingga angka kematian ibu dapat
ditekan menjadi seminimal mungkin. Perawatan kehamilan merupakan salah satu
faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan
kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri (Kandrawilko,
2009).
Menurut Roeshadi (2006) yang mengutip hasil penelitian Sukatendel tahun
2005 tentang kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Pirngadi Medan dan Rumah
Sakit Haji Adam Malik tahun 2004 bahwa masalah yang sering dihadapi pada
penderita preeklampsia dan eklampsia adalah penderita tidak melakukan pemeriksaan
antenatal secara teratur dan sering datang terlambat ke rumah sakit. Sekitar 40% serangan kejang pada penderita eklampsia biasanya terjadi sebelum penderita masuk
Konseling yang diberikan petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk
memantau perkembangan dan kesehatan pada masa kehamilan. Informasi yang
diberikan petugas kesehatan kepada ibu yang memiliki risiko preeklampsia/eklampsia
dapat melakukan upaya-upaya pencegahan dengan melakukan pemeriksaan rutin,
menghindari konsumsi makanan yang dapat menimbulkan hipertensi dalam
kehamilannya. Selain itu penyebab kematian ibu dan perinatal dapat dicegah dengan
pemeriksaan kehamilan (antenatal care) yang memadai (Manuaba, 2008). Target cakupan kesehatan ibu yang dicapai pada tahun 2009 masing-masing sebesar 94%
untuk akses pelayanan antenatal (cakupan ibu hamil K1), 84% untuk cakupan pelayanan ibu hamil sesuai standar (K4) (Depkes RI, 2010).
Pelaksanaan antenatal care dilakukan minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Namun jika terdapat
kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan disesuaikan menurut
kebutuhan masing- masing. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan
dikatakan teratur jika melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 kali kunjungan, kurang
teratur jika pemeriksaan kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu
hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan kurang dari 2 kali kunjungan (WHO,
2006).
Penelitian yang dilakukan Soedjones pada tahun 1983 di 12 RS. Pendidikan
Indonesia, didapat kejadian preeklampsia dan eklampsia 5,30% dengan kematian
perinatal 10,83%/1000 (4,9 x lebih besar dibanding kehamilan normal). Sedangkan
insiden preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 84% dan angka kematian akibatnya
22,2% (Ridwananiruddin, 2007). Menurut Sunidaya (2000) mendapatkan angka
kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74
kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13
kasus (0,9%).
Pada tahun 2010 di RS DR.Pirngadi Medan juga ditemukan 43 kasus
preeklampsia berat/eklampsia per 531 (8,1%) kehamilan. Pada tahun 2011 ditemukan
73 kasus per 644 (11,3%) kehamilan. Berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan
kasus preeklampsia dan eklampsia disebabkan karena tidak teraturnya pemeriksaan
antenatal care yang pernah dilakukan ibu hamil sehingga tidak dapat mendeteksi dini secara dini gangguan kesehatan yang dialami selama kehamilan dan kunjungan
pemeriksaan yang dianjurkan belum dilaksanakan sehingga keterpaparan informasi
yang diberikan petugas kesehatan melalui konseling masih terbatas. Penyakit
preeklampsia harus dideteksi sedini mungkin, karena penyakit tersebut merupakan
masalah kebidanan yang belum dapat ditanggulangi dengan tuntas. Kehamilan
dengan preeklampsia dapat terjadi pada wanita yang sebelumnya mempunyai tekanan
darah yang normal. Kehamilan dengan preeklampsia dapat dicegah, jika sebelumnya
ibu patuh dalam melakukan antenatal care. Sebab tidak semua ibu hamil dapat dan mau melaksanakan perawatan kehamilan secara teratur dan patuh terhadap nasehat
Di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu ibu dijumpai peningkatan kasus pre
eklampsia setiap tahun. Pada tahun 2011 terdapat 32 kasus preeklampsia dan pada
tahun 2012 terdapat peningkatan kasus preeklampsia sebanyak 37 kasus.
Preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang
baik pada ibu hamil. Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan
istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring,
dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih
banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat,
garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan
diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui
pemeriksaan antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik yang dilakukan
secara simtomatis menurut etiologi preeklampsia. Penanganan obstetrik bertujuan
agar dapat melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam
kandungan dan sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus (Manuaba, 1998).
Keberhasilan penangan preeklampsia pada preeklampsia ringan terjadi
penurunan tekanan darah diastolik di bawah 15 mmHg dan tidak ditemukan
proteinuria. Tidak ditemukan adanya edema. Meminimalkan gejala-gejala ke arah
preeklampsia berat. Pertumbuhan janin, denyut jantung janin dan gerakan janin baik.
Pemberian obat antihipertensi, jika tekanan diastoliknya di atas 110 mmHg.
penurunan tekanan darah diastolik diatas 110 mmHg sampai mencapai antara 90-100
mmHg, tidak ditemukan edema paru, tidak terjadi dekompensasi kordis atau gagal
ginjal akut, tidak terjadi kejang dan trauma, tanda-tanda vital, refleks, dan denyut
jantung janin dalam keadaan baik, tidak terjadi pembekuan darah, dan tidak terjadi
depresi neonatal (Saifuddin, 2002).
Kemampuan mengenali dan mengobati preeklampsia ringan agar tidak
berlanjut menjadi preeklampsia berat dan mencegah preeklampsia berat menjadi
eklampsia. Hal ini hanya bisa diketahui bila ibu hamil memeriksakan dirinya selama
hamil, meliputi pengukuran tensi setiap saat serta pemberian vitamin dan mineral.
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsia ringan), dan diberikan pengobatan yang cukup supaya
penyakit tidak menjadi lebih berat. Adanya selalu kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya preeklampsia. Memberikan penerangan tentang manfaat
istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak,
serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang
berlebihan (Putri, 2009).
Berdasarkan hasil survei awal pada 6 orang ibu hamil yang pernah menderita
preeklampsia diketahui seluruhnya ibu masih menganggap kehamilan sebagai hal
yang biasa, alamiah dan kodrati. Ada 4 orang ibu yang merasa tidak perlu
memeriksakan dirinya secara rutin ke pelayanan kesehatan karena sebelumnya
merasa tidak pernah mengalami preeklampsia, 2 orang ibu mempunyai 1 orang anak
orang ibu hamil lagi ada kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan, ibu
belum pernah mempunyai anak dan ibu tersebut tidak patuh mengikuti anjuran
peugas kesehatan untuk melakukan ANC. Kedua ibu tersebut hanya 1 kali melakukan
pemeriksaan ANC pada trimester pertama. Salah satu berusia 35 tahun dan yang
satunya lagi berusia 36 tahun. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami.
Risiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah
terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan
disebabkan ibu hamil tersebut tidak mematuhi anjuran dokter untuk melakukan
pemeriksaan ANC, mengatur pola makan dan istirahat yang cukup.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ingin dilakukan penelitian
tentang “Pengaruh kepatuhan ibu hamil terhadap keberhasilan penanganan
preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.”
1.2 Permasalahan
Adanya peningkatan kejadian preeklampsia berat yang dijumpai pada ibu
hamil, sehingga rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana “Pengaruh
kepatuhan ibu hamil terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepatuhan ibu hamil
(kepatuhan dalam Antenatal Care, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam istirahat) terhadap keberhasilan penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Restu Ibu Medan tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh kepatuhan ibu hamil (kepatuhan dalam Antenatal Care, kepatuhan dalam pola makan dan kepatuhan dalam istirahat) terhadap keberhasilan
penanganan preeklampsia di Rumah Sakit Ibu dan Anak Restu Ibu Medan tahun
2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya penanganan preeklampsia dan tempat
pelayanan kesehatan maternal lainnya.
2. Agar tenaga kesehatan dapat melaksanakan perawatan kehamilan yang berkualitas
guna mendeteksi secara dini dalam upaya pencegahan preeklampsia.
3. Memberi masukan kepada tenaga kesehatan pentingnya memberikan pendidikan
kesehatan bagi ibu hamil agar patuh melakukan perawatan kehamilan dalam
pencegahan preeklampsia.
4. Manfaat bagi penelitian lainnya, agar dapat digunakan sebagai bahan referensi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Preeklampsia/Eklampsia
2.1.1 Pengertian Preeklampsia/Eklampsia
Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit
140/90, proteinuria, dan oedema (Rozikan, 2007). Preeklampsia merupakan penyulit
kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala
klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(Sarwono, 2008).
Preeklampsia atau toksemia umumnya terjadi pada trimester ketiga.
Persentasenya adalah 5-10% kehamilan. Kecenderungannya meningkat pada faktor
genetis. Berbeda dengan tekanan darah tinggi menahun, preeklampsia ialah kondisi
peningkatan tekanan darah yang terjadi ketika hamil. Preeklampsia lebih sering
terjadi pada ibu yang mengalami kehamilan yang pertama kali (7%). Wanita yang
hamil berusia 35 tahun, hamil kembar, menderita diabetes, tekanan darah tinggi dan
gangguan ginjal juga mempunyai risiko menderita preeklampsia. Sejauh ini,
penyebab gangguan ini belum diketahui secara pasti. Diduga penyebab preeklampsia
adalah penyempitan pembuluh darah yang unik (Indiarti, 2009).
Komplikasi/penyulit langsung kehamilan yang menyebabkan trias kehamilan
Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyakit yang berkelanjutan dengan batas
atau tambahan “kejang atau koma” (Bandiyah, 2009).
Preeklampsia, gejalanya sakit kepala disertai pusing, mual, penglihatan kabur,
mata berkunang-kunang, dan pembengkakan. Risiko preeklampsia meningkat pada
ibu yang hamil pertama kali, hamil kembar, punya darah tinggi atau diabetes, serta
pada mereka yang anggota keluarganya-seperti ibu atau saudara kandung-menderita
preeklampsia juga (Ayahbunda, 2008).
2.1.2 Tanda dan Gejala Preeklampsia
Preeklampsia ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang
mendadak (sebelum hamil tekanan darah normal) ≥ 140/90 mmHg dan adanya
protein urine (diketahui dari pemeriksaan laboratorium kencing) +1/+2 dan terjadi
pada usia kehamilan di atas 20 minggu (Wibisono dan Dewi, 2009).
Preeklampsia ringan adalah kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan
disebut keracunan kehamilan. Tanda dan gejala preeklampsia ringan dalam
kehamilan antara lain : edema (pembengkakan) terutama tampak pada tungkai, muka
disebabkan ada penumpukan cairan yang berlebihan di sela-sela jaringan tubuh,
tekanan darah tinggi, dan dalam air seni terdapat zat putih telur (pemeriksaan urine
dari laboratorium). Preeklampsia berat terjadi bila ibu dengan preeklampsia ringan
tidak dirawat, ditangani dan diobati dengan benar. Preeklampsia berat bila tidak
ditangani dengan benar akan terjadi kejang-kejang menjadi eklampsia (Bandiyah,
Preeklampsia terjadinya karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks
dan aliran darah ke plasenta berkurang. Akibatnya jumlah zat makanan yang
dibutuhkan janin berkurang. Makanya, preeklampsia semakin parah atau berlangsung
lama bisa menghambat pertumbuhan janin. Preeklampsia menyebabkan tubuh ibu
‘teracuni’ dan membahayakan janin. Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa
bagian tubuh, terutama muka dan tangan. Lebih gawat lagi apabila disertai
peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba, serta kadar protein yang tinggi pada urin
(Indiarti, 2009).
Gangguan pada preeklampsia lebih dari sekedar hipertensi dan proteinuria.
Terdapat keterlibatan multiorgan dan sistem akibat fungsi sel endotel maternal, yang
tampak sebagai bagian dari respons radang intravaskular maternal yang lebih
menyeluruh yang berkaitan dengan vasospasme dan kurang perfusi. Pengkajian
tekanan darah dan urinalisis masih merupakan cara pertama karena mudah dan relatif
mudah untuk dikaji walaupun tidak memusatkan patogenesis preeklampsia
(Billington dan Stevenson, 2010).
Menurut Destiana (2010), preeklampsia gejalanya terjadi secara bertahap,
mula-mula terdapat kenaikan tekanan darah yang ringan di atas 140/90 mmHg; di
bawah 160/110 mmHg); sering disertai bengkak pada muka, kelopak mata, punggung
tangan atau pada kaki. Apabila sudah terjadi keadaan preeklampsia berat (tekanan
darah di atas 160/110 mmHg) ibu bisa merasakan sakit kepala, nyeri ulu hati atau
hamil harus selalu diperiksa dan diulangi apabila ada kecurigaan terjadinya
preeklampsia.
Preeklampsia ringan masih dapat berobat jalan dengan pantang garam, kontrol
setiap minggu dapat diberikan obat penenang dan diuretik (meningkatkan
pengeluaran air seni). Di samping itu bila keluhan makin meningkat disertai
gangguan subjektif, disarankan untuk segera kembali memeriksakan diri (Bandiyah,
2010).
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg.
• Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam
• Edema : edema local tidak dimasukan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
Diagnosis preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik lebih dari ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai
proteinuria lebih 5 gr/24 jam. Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria pre- eklampsia
berat sebagaimana tercantum di bawah ini :
• Sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg
• Proteinuria lebih 5 gr/24 jam
• Oliguria
• Kenaikan kadar kreatinin plasma
• Nyeri epigastrium
• Edema paru-paru dan sianosis
• Hemolisis mikroangiopatik
• Trombositopenia berat
• Gangguan fungsi hepar
2.1.3 Bahaya Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu dan Janin
Menurut Bandiyah (2009), bahaya preeklampsia/eklampsia dalam kehamilan
antara lain: preeklampsia berat, timbul serangan kejang-kejang (eklampsia).
Sedangkan bahaya pada janin antara lain: memberikan gangguan pertumbuhan janin
dalam rahim ibu dan bayi lahir lebih kecil, mati dalam kandungan.
Bahaya preeklampsia berat dalam kehamilan antara lain :
1. Bahaya bagi ibu dapat tidak sadar.
2. Bahaya bagi janin, dalam kehamilan ada gangguan pertumbuhan janin dan bayi
lahir kecil, mati dalam kandungan.
Preeklampsia tidak hanya berisiko menjadi eklampsia, melainkan juga
memicu komplikasi yang mengganggu proses kehamilan dan persalinan. Komplikasi
yang terjadi antara lain:
1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta
Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami
kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir
2. Lepasnya plasenta
Preeklampsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
lahir, sehingga terjadi perdarahan dan dapat mengancam keselamatan bayi
maupun ibunya.
3. Sindroma HELLP
Sindroma HELLP (Hemolysis Elevated Liver and Low Platelet) yaitu meningkatnya kadar enzim dalam hati dan berkurangnya jumlah sel darah dalam
keseluruhan darah).
4. Diabetes
Komplikasi diabetes gestasional dapat membuat bayi mengalami preeklampsia
atau keracunan kehamilan.
2.1.4 Upaya-upaya Pencegahan Preeklampsia/Eklampsia
Upaya pencegahan proaktif dibutuhkan sejak awal kehamilan, selama
kehamilan sampai dekat menjelang persalinan, yang dilakukan bersama-sama oleh
tenaga kesehatan bidan di desa dan ibu hamil, suami dan keluarga (Bandiyah, 2009).
Upaya-upaya pencegahan antara lain:
1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan perawatan
dan skrining antenatal untuk deteksi dini secara proaktif yaitu mengenal masalah
yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya tanda bahaya dan
faktor risiko pada kehamilan.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kondisi dan faktor risiko yang ada pada
3. Meningkatkan akses rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan
kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan berencana bagi ibu
dan janin.
Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan memantau
tekanan darah ibu hamil. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak
suplai kalsium, vitamin C dan A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga perlu banyak minum untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai
petunjuk dokter. Lalu, untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil
mengurangi garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas (Indiarti, 2009).
Bila sejak awal kehamilan tekanan darah ibu hamil sudah tinggi, berarti ibu
hamil harus berhati-hati dengan pola makanannya. Ibu hamil harus mengurangi
makanan yang asin dan bergaram seperti ikan asin, ebi, makanan kaleng, maupun
makanan olahan lain yang menggunakan garam tinggi. Bila tekanan darah meningkat,
istirahatlah sampai turun kembali. Lakukan relaksasi secukupnya, karena relaksasi
dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Indiarti, 2009).
Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan dan telah
banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahan-bahan
non-farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin C,
toxopheral (vit E), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk
Menurut Indiarti (2009), pembengkakan tidak selalu identik dengan gejala
preeklampsia, sebab kondisi yang sering disebut odema ini juga bisa terjadi pada ibu
hamil, terutama di bagian tangan dan kaki. Gejala preeklampsia biasanya disertai
darah tinggi, mual atau muntah. Pencegahan terbaik adalah dengan memantau
tekanan darah. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai
kalsium, vitamin C dan A serta hindari stress.
Destiana (2010), menambahkan upaya untuk mencegah preeklampsia/
eklampsia di antaranya rajin memeriksakan kandungan (ANC) secara teratur
sehingga dapat dideteksi sejak dini ada tidaknya preeklampsia/eklampsia pada ibu
hamil. Pemeriksaan pada ibu hamil di antaranya tes urin untuk mendeteksi
kemungkinan adanya preeklampsia/eklampsia dan mengukur tekanan darah untuk
mendeteksi adanya preeklampsia/eklampsia.
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Preeklampsia 2.2.1 Karakteristik Ibu Hamil
Karakteristik ibu hamil memengaruhi terjadinya preeklampsia antara lain
sebagai berikut :
1. Umur
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada
meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2007). Usia juga
memengaruhi tingkat pengetahuan seseorang karena semakin bertambahnya usia
maka lebih banyak mendapatkan informasi dan pengalaman sehingga secara tidak
langsung tingkat pengetahuan terutama tentang kehamilan lebih tinggi daripada
usia muda (Notoatmodjo, 2005). Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu antara umur
20-35 tahun, di bawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko
kehamilan dan persalinannya. Pada wanita usia muda organ-organ reproduksi
belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum bersedia menjadi ibu,
sehingga kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetrik yang salah
satunya preeklampsia (Royston, 1994).
2. Pekerjaan
Menurut Newburn (2003) ibu yang bekerja ketika hamil meningkatkan risiko
terjadinya preeklampsia. Wanita hamil yang bekerja perlu menggurangi stress
akibat kerja yang mereka alami. Kondisi di tempat kerja sangat rawan memicu
stress yang dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi. Preeklampsia terjadi jika
tekanan darah wanita hamil naik sangat tinggi. Akibatnya dapat terjadi komplikasi
seperti terhambatnya aliran darah serta memicu terjadinya eklampsia. Jika itu
3. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu. Banyaknya anak
yang pernah dilahirkan seorang ibu akan mempengaruhi kesehatan ibu. Paritas
dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu :
1. Golongan nullipara adalah golongan ibu yang belum pernah melahirkan anak
hidup.
2. Golongan primipara adalah golongan ibu dengan paritas 1
3. Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-5
4. Golongan grande adalah golongan ibu dengan paritas diatas 5
Preeklampsia sering terjadi dalam kehamilan anak yang pertama, apalagi berusia
lebih dari 35 tahun dan jarang terjadi pada kehamilan berikutnya, kecuali pada ibu
yang mempunyai kelebihan berat badan, diabetes mellitus dan hipertensi esensial
atau kehamilan kembar. Kasus preeklampsia yang paling banyak terjadi pada ibu
yang melahirkan anak pertama, dimana persalinan yang pertama biasanya
mempunyai risiko relatif tinggi dan akan menurun pada paritas 2 dan 3 (Geoffrey,
1994).
Kejadian preeklampsia delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada
kehamilan, 3-8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan
trimester kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insidensi dunia, dari
5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
(Sarwono, 2001).
Berdasarkan pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi kunjungan
ANC. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi risiko kematian maternal. Risiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro,
2005). Jadi ibu hamil dengan jumlah anak lebih sedikit cenderung akan lebih baik
dalam memeriksakan kehamilannya daripada ibu hamil dengan jumlah anak lebih
banyak.
3. Usia Kehamilan
Kasus preeklampsia dapat timbul pada usia kehamilan 20 minggu. Tetapi sebagian
besar kasus preeklampsia terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan
makin tua kehamilan, maka makin besar kemungkinan timbulnya preeklampsia
(Mey, 1998).
4. Riwayat Hipertensi
Angka kejadian preeklampsia/eklampsia akan meningkat pada hipertensi kronis,
karena pembuluh darah plasenta sudah mengalami gangguan. Faktor predisposisi
terjadinya preeklampsia adalah hipertensi kronik dan riwayat keluarga dengan
preeklampsia/eklampsia. Bila ibu sebelumnya sudah menderita hipertensi maka
keadaan ini akan memperberat keadaan ibu. Status kesehatan wanita sebelum dan
berkembangnya komplikasi. Riwayat penyakit hipertensi merupakan salah satu
faktor yang dihubungkan dengan pre eklampsia (Wiknjosastro, 1994). Wanita
yang lebih tua, yang memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronik seiring
dengan pertambahan usia, berisiko lebih besar mengalami preeklampsia pada
hipertensi kronik. Dengan demikian, wanita di kedua ujung usia reproduksi
dianggap lebih rentan (Cuningham, 2006).
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat memengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan
mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi
biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan
akan lebih mudah menerima gagasan baru (Notoatmodjo,2003). Pendidikan yang
rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap kunjungan ANC
pada ibu hamil. Demikian halnya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan
memeriksakan kehamilannya secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan
dirinya dan anak dalam kandungannya.
2.3 Keberhasilan Penanganan Preeklampsia
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan
obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang
optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur
Menurut Wiknjosastro (2005) pengobatan pada preeklampsia hanya dapat
dilakukan secara simtomatis karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa
dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan
ialah:
a. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia.
b. Melahirkan janin hidup.
c. Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
2.3.1 Penanganan Preeklampsia Ringan (140/90 mmHg)
1. Jika tekanan darah diastolik berkisar 80-90 mmHg atau naik kurang dari 15 mmHg
dan tidak ditemukan proteinuria, wanita tersebut diizinkan untuk tinggal di rumah
dan dianjurkan untuk beristirahat sebanyak mungkin. Pada setiap kunjungan:
a. Memeriksa tekanan darah.
b. Memeriksa urine untuk menemukan adanya protein.
c. Menimbang berat badan pasien.
d. Memeriksa untuk menemukan adanya edema.
e. Meminimalkan gejala-gejala pre-ekalmpsia berat.
f. Memantau pertumbuhan janin, tanyakan pada ibu tentang gerakan janin.
g. Memeriksa denyut jantung janin.
Perawatan dilakukan di rumah sakit bila :
a. Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau meningkat lebih dari 15
pertumbuhan buruk pada janin, wanita tersebut harus masuk ke rumah sakit
untuk diobservasi dan diberikan penatalaksanaan.
b. Di rumah sakit, dilakukan penanganan :
1. Wanita beristirahat di ruang yang tenang.
2. Memeriksa tekanan darah setiap 4 jam (setiap 2 jam bila keadaannya sangat
parah).
3. Melakukan pemeriksaan protein urine dua kali sehari
4. Memantau frekuensi jantung janin dua kali sehari.
5. Menimbang berat badan wanita tersebut dua kai seminggu jika mungkin.
6. Memberikan sedasi (misanya: diazepam- dosis intravena 10 mg diazepam.
Kemudian berikan dosis intravena ulangan 10 mg, setiap 4-6 jam,
maksimum 100 mg per 24 jam)
7. Memerikan obat antihipertensi hanya jika tekanan diastoliknya 110 mmHg
atau lebih dan harus sesuai dengan perintah dokter.
Menurut Widyastuti (2002) penanganan preeklampsia, jika kehamilan < 37 minggu,
dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat
jalan:
1. Memantau tekanan darah, proteinuria, refleks, dan kondisi janin.
2. Lebih banyak istirahat.
3. Diet biasa.
5. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit: diet biasa, memantau
tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1 sehari, tidak memerlukan obat-obatan, tidak
memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau
gagal ginjal akut. Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan. Melakukan istirahat dan memperhatikan tanda-tanda pre-eklampsia
berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan diastolik naik lagi maka rawat
kembali.
2.3.2 Penanganan Preeklampsia Berat
Menurut Saifuddin (2007), penanganan preeklampsia berat dan eklampsia (160/110 mmHg dan preeklampsia disertai kejang). Penatalaksanaan pre-eklampsia
berat sama dengan eklampsia. Dengan tujuan utama menghentikan berulangnya
serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnnya digunakan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penanganan kejang:
a) Memberikan obat antikonvulsan.
b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker oksigen,
oksigen).
c) Melindungi pasien dari kemungkinan trauma.
d) Aspirasi mulut dan tenggorokan
e) Membaringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi.
Menurut Saifuddin (2006) penanganan umum PreEklampsia Berat yaitu:
(1) Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan
diastolik di antara 90-100 mmHg.
(2) Memasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih ).
(3) Mengukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload. (4) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria.
(5) Jika jumlah urin < 30ml per jam, infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam,
memantau kemungkinan edema paru, tidak meninggalkan pasien sendirian.
Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
(6) Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.
(7) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Krepitasi merupakan
tanda edema paru. Jika ada edema paru, menghentikan pemberian cairan, dan
berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg IV.
(8) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati. Antikonvulsan:
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang
pada preeklampsia. Alternatif lain adalah diazepam, dengan terjadinya depresi
neonatal.
2.3.3 Indikator Keberhasilan Penanganan Preeklampsia
Menurut Saifuddin (2007) indikator keberhasilan pada penanganan pre-
1. Preeklampsia ringan
a. Tekanan darah menurun kurang dari 110 mmHg
b. Tidak terdapat proteinuria di dalam pemeriksaan urin (air seni)
c. Tidak terjadi edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah
atau tangan.
d. Mengkonsumsi makanan yang kaya serat dan rendah garam
2. Preeklampsia berat
Keberhasilan dalam penanganan pre eklampsi berat adalah sebagai berikut :
a. Tekanan darah sistolik menurun di bawah 160 mmHg
b. Tekanan darah diastolik menurun di bawah 110 mmHg
c. Penurunan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
d. Trombosit di atas 100.000/mm3
e. Menurunya kadar oliguria (jumlah air seni lebih dari 400 ml / 24 jam)
f. Proteinuria (protein dalam air seni dibawah 3 g/L)
g. Tidak terjadi nyeri pada ulu hati
h. Tidak mengalami gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang
berat
i. Tidak terjadi perdarahan di retina (bagian mata), tidak terjadi edema pada
paru dan koma.
j. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
l. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
2.4 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Penanganan Preeklampsia
Dalam penelitian ini keberhasilan penanganan preeklampsia dianggap sebagai
perilaku. Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia
hasil dari pada segala macam pengalaman, serta interaksi manusia dengan
lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini
bersifat pasif (tanpa tindakan : pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang
nyata atau praktek).
Menurut Taufik (2007) perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah
tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang
tidak dapat diamati secara langsung.
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku dibagi dalam 3
(tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain). Sementara Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilator belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi
a. Predisposing Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku tersebut antara lain
pengetahuan, keyakinan, sikap, karakteristik tertentu dalam kaitannya dengan
kepatuhan dan persepsi.
b. Enabling Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk di realisasikan. Yang termasuk dalam
faktor ini adalah:
1) Ketersediaan sumberdaya kesehatan (sarana kesehatan, rumah sakit dan
tenaga)
2) Keterjangkauan sumberdaya dapat dijangkau baik secara fisik ataupun dapat
dibayar masyarakat, misalnya jarak sarana kesehatan dengan tempat tinggal,
jalam baik, ada angkutan dan upah jasa dapat dijangkau masyarakat
3) Ketrampilan tenaga kesehatan
c. Reinforcing Factors, yaitu faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi
terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. Segala perilaku dapat
dijelaskan sebagai sebuah fungsi pengaruh kolektif dari ketiga tipe faktor ini.
Istilah hubungan kolektif atau sebab-sebab yang berkontribusi , secara khusus
penting karena perilaku adalah sebuah fenomena multidimensi. Ide ini
menyatakan bahwa tidak ada sebuah perilaku atau aksi tunggal yang disebabkan
oleh hanya satu faktor. Semua rencana untuk mempengaruhi perilaku harus
Pada ibu hamil yang mempunyai keberdayaan atau kemandirian akan
mengambil sikap untuk melakukan pemeriksaan antenatal care, sehingga dapat diketahui terjadinya masalah kehamilannya preeklampsia dan dapat dengan segera
dilakukan pencegahan pada kondisi yang lebih berat (preeklampsia berat).
Keberdayaan dan kemandirian ibu hamil dapat dilihat dari bagaimana perilaku
kepatuhan terhadap nasehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam perawatan
kehamilannya. Nasehat yang diberikan tenaga kesehatan berupa bagaimana menjaga
kesehataanya dengan diet yang ditentukan, kecukupan istirahat, keteraturan minum
obat yang diberikan dan bagaimana menepati jadwal pemerikssaan ANC selanjutnya
(Rejeki dan Hayati, 2008).
2.5 Kepatuhan 2.5.1 Pengertian
Menurut Sarfino (1990) dikutip oleh Smet (1994) mendefinisikan kepatuhan
(ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokternya atau yang lain. Kepatuhan adalah perilaku positif penderita
dalam mencapai tujuan terapi (Degrest et al, 1998). Menurut Decision theory (1985) penderita adalah pengambil keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan
keputusan.
Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan.
Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang
dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al, 1999).
Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang
pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda,
yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh
yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas atau tokoh tersebut,
sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami
sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses
identifikasi.
2.6 Kepatuhan Ibu Hamil
2.6.1 Defenisi Kepatuhan Ibu Hamil
Kepatuhan atau ketaatan ibu hamil (compliance/adherence) adalah tingkat pelaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh
orang lain (Smet, 1994). Kepatuhan ibu hamil sebagai sejauh mana perilaku ibu hamil
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002).
Atau juga dapat didefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap pengobatan medis
adalah suatu kepatuhan ibu hamil terhadap pengobatan yang telah ditentukan (Gabit,
1999).
Kepatuhan sulit diukur karena tergantung pada banyak faktor, diantaranya
dianjurkan dokter. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pasien agar
dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan pengobatan (Afnita, 2004).
Taylor (1991) seperti yang dikutip Bart (1994) mengatakan ketidakpatuhan
sebagai suatu masalah medis yang berat. Derajat ketidak patuhan bervariasi sesuai
dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka
pendek. Sackeet dan Snow (1976) menemukan bahwa kepatuhan terhadap sepuluh
hari jadwal pengobatan sejumlah 70-80% dengan tujuan pengobatan.
2.6.2 Kepatuhan Ibu Hamil dalam Pencegahan Preeklampsia
Menurut Wiknjosastro (2005) kepatuhan ibu hamil dalam pencegahan pre-
eklampsia meliputi :
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi
pada ibu dan wanita usia produktif terhadap faktor risiko terjadinya keracunan
kehamilan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menjaga berat badan ibu hamil
agar tetap ideal, mengatur pola makan sehat dan menghindari stress serta istirahat
yang cukup.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya awal sebelum seseorang menderita penyakit
atau upaya untuk mempertahankan orang sehat agar tetap sehat. Dilakukan
a. Istirahat, diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan tinggi protein, juga