• Tidak ada hasil yang ditemukan

Japanese Ensefalitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Japanese Ensefalitis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu penyakit infeksi virus pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh flavivirus dan ditularkan oleh nyamuk sehingga termasuk sebagai salah satu mosquito borne viral disease dengan perantaraan hewan lain seperti babi. Japanese Encephalitis Virus (JEV) pertama kali diisolasi di Jepang pada tahun 1935 dari otak pasien JE yang meninggal. JEV kemudian dapat diisolasi dari nyamuk Culex tritaeniorchynchus yang bertindak sebagai vektor utama dalam penularan JE. Penyakit ini kemudian menyebar ke semenanjung Korea, cina dan terus ke negara Asia lainnya termasuk Indonesia. JEV dapat diisolasi dari nyamuk Culex, kemudian dari nyamuk Anopheles di Indonesia pada tahun 1971 dan diagnosis JE baru dapat ditegakkan sejak tahun 1981 berdasarkan kriteria WHO dan pemeriksaan IAHA (immune adherence hemaglutination). Suatu penelitian yang dilakukan di RSUP Denpasar pada tahun 1992 menunjukan pada JE diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium dari spesimen serum dan cairan serebrospinal pada stadium akut dan konvalesens dengan memakai ELISA, dari total 49 kasus 40,82% positif menderita JE.

Nyamuk Culex bersifat zoofilik yaitu lebih menyukai binatang sebagai mangsanya daripada manusia sehingga JEV pada umumnya menyerang binatang, hanya secara kebetulan saja menyerang manusia terutama bila dalam keadaan densitas Culex yang sangat padat. Tidak semua manusia yang tergigit culex yang infektif akan menunjukan gejala ensefalitis. Suatu hasil penelitian di Jepang menunjukan dari setiap 500-1000 anak yang terinfeksi JEV terdapat 1 kasus JE yang simptomatis sedangkan sisanya asimptomatik dan data lain menunjukan dari 300 kasus JE hanya 1 kasus yang berkembang menjadi ensefalitis. Hasil surveilans di Bali yang dilakukan atas kerja sama dengan ditjen PPM&PL DepKes, FK Udayana dan Interational Vaccine Institute Korea dalam kurun waktu 2001-2002 ditemukan 74 kasus JE yang diantaranya terjadi pada anak usia 13-24 bulan dengan angka kematian secara keseluruhan 9,46% sedangkan 47,30% sembuh dengan gejala sisa mulai dari depresi emosi sampai kelainan saraf kranial, deserebrasi, dekortikasi dan paresis.

(2)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian

Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu penyakit yang menyerang susunan saraf pusat (otak, medula spinalis dan meningen) yang disebabkan oleh JEV yang ditularkan dari binatang melalui gigitan nyamuk. Penyakit JE termasuk arthropod borne viral disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh arthropoda. Reservoir virus pada penyakit JE yakni pada babi, sapi, kuda, kerbau, kambing, tikus, burung, kera, ayam dan kucing. Virus ini jarang menyebabkan penyakit pada hewan kecuali kalau secara langsung disuntikan pada susunan saraf pusat. Artropoda yang bertindak sebagai vektor adalah nyamuk Culex, Anopheles, Aedes. Vektor yang sangat efisien menularkan JE adalah Cx. tritaeniorchynchus, Cx. gellidus, Cx. fuscophalas. Vektor yang cukup efisien adalah Cx. pipiens pallens, Cx. p. Quinquefasciatus, Cx. p. Mollestus, Cx. tarsalis, Cx. pseudovisinui, Anopheles tessalatus. JEV berkembang biak dalam jaringan artropoda tanpa menimbulkan penyakit dan artropoda tersebut akan menderita infeksi seumur hidup setelah menghisap darah vertebra yang menderita viremia.

2.2 Epidemiologi

JE penyebarannya sangat berkaitan dengan keadaan lingkungan. Penyakit ini ditemukan hampir diseluruh daratan Asia mulai dari Asia Timur yaitu Jepang dan Korea sampai ke Asia Selatan seperti di India dan Sri Lanka serta Asia Tenggara termasuk kepulauan Indonesia bahkan sampai ke negara bagian Northern Teritory di Australia. Penyakit ini awalnya muncul di Jepang pada tahun 1871 dan kemudian menyebar ke Korea dan tercatat ditemukan pertama kali pada tahun 1940. Insidens JE sangat meningkat tahun 1966 dengan jumlah kasus 40.000 orang. JE juga termasuk penyakit yang endemis di negara-negara asia lainnya termasuk Indonesia.

Vektor penyebar virus pada JE adalah nyamuk yang biasa ditemukan di sekitar rumah. Nyamuk ini biasa menggigit pada sore dan malam hari. Daerah persawahan yang terutama pada musim tanam selalu digenangi air diduga berhubungan dengan timbulnya daerah endemis JE. Musim hujan juga meningkatkan populasi nyamuk sehingga akan memudahkan transmisi penyakit.

JE menyerang semua umur namun lebih banyak menyerang anak-anak. Data hasil penelitian menunjukan proporsi umur terbanyak menderita JE di Denpasar masing-masing

(3)

pada usia 5-9 tahun, 2-5 tahun dan 2-3 tahun. JE awalnya menyerang anak-anak di Jepang tetapi kemudian orang dewasa lebih banyak terserang JE sebab anak-anak telah banyak mendapat vaksinasi JE di sekolah-sekolah di Jepang. JE lebih banyak menyerang anak laki-laki daripada perempuan.

Kasus JE di daerah tropis terutama ditemukan sepanjang tahun secara endemis dan pada bulan-bulan tertentu terutama pada musim hujan menunjukan adanya peningkatan kasus. Peningkatan jumlah kasus tergantung keadaan masing-masing negara atau daerah misalnya jumlah kasus di India meningkat pada bulan Oktober-November.

Bukan hanya nyamuk Culex yang berperan pada penyebaran penyakit JE, babi merupakan amplifier terbaik bagi perkembangbiakan virus JE tetapi antibodi JE juga ditemukan pada sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, anjing dan unggas.

Angka endemisitas JE cukup tinggi di hampir seluruh provinsi di Indonesia di mana masyarakat umumnya hidup berdekatan dengan hewan ternak mereka. Data subdit zoonosis Ditjen PPM-PL DepKes RI menunjukan antara tahun 1993-2000 spesimen positif JE pada manusia ditemukan di 14 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia.

JEV sangat membutuhkan hewan vertebrata seperti babi sebagai reservoir dan nyamuk Culex sebagai vektornya sehingga siklus kehidupan JEV dapat berlangsung. Infeksi pada manusia timbul secara kebetulan terutama pada orang yang tinggal dekat dengan reservoir dan vektornya cukup banyak misalnya di pedesaan atau di daerah pertanian yang memakai irigasi perairan.

2.3 Etiologi

JEV termasuk dalam Arbovirus grup-B, genus flavivirus famili flaviviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan diameter 40-60 nm, inti virion terdiri dari RNA rantai tunggal yang sering bergabung dengan protein yang disebut nukleoprotein. Inti virion dilindungi oleh kapsid yang terdiri dari polipeptida tersusun simetri ikosahedral yaitu bentuk tata ruang yang dibatasi oleh segi 20 sama sisi, mempunyai aksis rotasi berganda dan diluar kapsid terdapat selubung. Virus relatif labil terhadap demam, rentan terhadap berbagai pengaruh desinfektan, deterjen, pelarut lemak, dan enzim proteolitik. Infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9 namun dapat diiinaktifkan oleh radiasi elektromagnetik, eter dan natrium deoksikolat. JEV berkembang biak dalam sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma. Setelah adanya infeksi alamiah pada babi dan kuda biasanya akan menimbulkan viremia tetapi tanpa gejala

(4)

klinis, diikuti dengan pembentukan neutralizing antibody dan complement fixing antibody, tetapi hanya sedikit kuda dan babi yang mati akibat ensefalitis.viremia terjadi dalam 6 hari atau lebih setelah penyuntikan virus subkutan atau akibat gigitan nyamuk yang infektif pada kelelawar tetapi tidak ada kelelawar yang menjadi sakit.

2.4 Patogenesis

Segera setelah culex yang infektif menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah bening sekitar gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Viremia ini sangat ringan dan berlangsung sebentar melalui aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan saraf pusat dan organ ekstra neural tersebut. Virus dilepaskan dan masuk kedalam peredaran darah menyebabkan viremia kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan gejala penyakit sistemik. Cara virus dapat menembus sawar darah otak masih belum diketahui dengan pasti namun diduga bahwa setelah terjadinya viremia, virus menembus sawar darah otak, virus berkembang biak pada sel endotel vaskuler dengan cara endositosis sehingga dapat menembus sawar darah otak setelah mencapai jaringan susunan saraf pusat, virus berkembang biak dalam sel dengan cepat dalam retikulum endoplasma kasar serta badan golgi dan setelah itu menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, glia dan endotel meningkat mengakibatkan cairan di luar sel mudah masuk ke dalam sel dan timbulah edema sitotoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini memberikan manifestasi klinis berupa ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, serebelum, hipokampus dan korteks serebral.

JEV sebagai virus yang tergolong neurotropik dapat menimbulkan kerusakan jaringan saraf yakni setelah terjadinya viremia yang kedua tubuh manusia membentuk antibodi antivirus. Antibodi ini bereaksi dengan antigen membentuk kompleks antigen-antibody yang beredar dalam darah dan masuk ke susunan saraf pusat, di dalam susunan saraf pusat menimbulkan proses inflamasi dengan akibat timbulnya edema dan selanjutnya terjadi anoksia yang pada akhirnya terjadi kematian susunan sel saraf pusat yang luas. Spektrum patogenesis JEV berupa ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dn perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat, ensefalitis sub klinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan, infeksi asimtomatik yag ditandai oleh hampir tidak adanya viremia sangat terbatasnya replikasi ekstraneural serta tidak adanya neuroinvasi dan infeksi persisten

(5)

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis JE tidak berbeda secara klinis dengan ensefalitis yang disebabkan oleh virus lain namun bervariasi tergantung berat ringannya kelainan susunan saraf pusat umur dan lain-lain. Spektrum penyakit dapat berupa hanya demam, diertai nyeri kepala, meningitis aseptik, dan meningoensefalitis. Masa inkubasi 1-14 hari setelah itu perjalanan penyakit akan melalui 4 stadium klinis yaitu:

1. Stadium prodormal

Stadium prodormal berlangsung selama 2-3 hari dimulai dari keluhan sampai timbulnya gejala terserangnya susunan saraf pusat. Gejala yang paling dominan antara lain demam, nyeri kepala dengan atau menggigil. Gejala lain berupa malaise, anoreksia, keluhan traktus respiratorius seperti batuk, pilek, dan keluhan traktus gastrointestinal seperti mual, muntah, dan nyeri daerah epigastrium. Nyeri kepala dirasakan di daerah dahi atau seluruh kepala biasanya berupa nyeri hebat dan tidak bisa dihilangkan dengan pemberian analgesik. Demam selalu ada dan tidak mudah diturunkan dengan obat antipiretik namun mungkin saja seorang pasien JE hanya mengalami demam ringan atau gangguan pernafasan ringan. 2. Stadium akut

Stadium akut dapat berlangsung selama 3-4 hari ditandai dengan demam tinggi yang tidak turun dengan pemberian obat antipiretik. Apabila selaput otak telah terinfeksi dan membengkak maka pasien akan merasakan nyeri dan kekakuan pada leher. Pasien mulai merasakan pembengkakan jaringan otak dan peningkatan tekanan intra kranial. Gejal tekanan intra kranial meninggi berupa gangguan keseimbangan dan koordinasi, kelemahan otot-otot, tremor, kekakuan pada wajah (wajah seperti topeng), nyeri kepala,mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran dari apatis hingga koma. Iritasi meningens seperti kaku kuduk biasanya timbul 1-3 hari setelah sakit. Demam tetap tinggi, kontinu dan lamanya demam dari permulaan penyakit berlangsung 7-8 hari. Otot-otot kaku dan terdapat kelemahan otot. Kelemahan otot yang menyeluruh timbul pada minggu ke 2 atau ke 3 bila berlangsung hebat dan luas kadang-kadang memerlukan istirahat lama bahkan dapat menetap sampai kebanyakan gejala lain mereda. Muka seperti topeng, tanpa ekspresi, ataksia, tremor kasar, gerakan-gerakan tidak sadar, kelainan saraf sentral, paresis, refleks deep tendon meningkat atau menurun, dan refleks patologis babinsky positif. Berat badan menurun disertai dehidrasi, pada kasus ringan penyakit terjadi secara perlahan-lahan, demam tidak tinggi, nyeri kepala ringan,

(6)

demam akan menghilang pada hari ke 6 atau ke 7 dan kelainan neurologik menyembuh pada akhir minggu ke 2 setelah mulainya penyaki. Pada kasus berat onset penyakit sangat akut, kejang menyerupai epilepsi, hiperpireksia, kelainan neurologik yang progresif, penyulit kardiodepresi dan koma diakhiri kematian pada hari ke 7 dan ke 10 atau pasien hidup membaik dalam jangka waktu yang lama kadang-kadang terkena penyulit infeksi bakteri dan meninggalkan gejala sisa permanen. Tanda yang agak khas pada JE adalah terjadinya perubahan gejala susunan saraf pusat yang cepat misalnya penderita hiperefleksi diikuti dengan hiporefleksi. Status kesadaran pasien dapat bervariasi dari disorientasi, delirium, somnolen sampai koma dapat disertai oligouria, diare dan bradikardi relatif pada stadium ini pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukan leukositosis yang pada awalnya didominasi sel PMN tetapi setelah beberapa hari menjadi limfositosis. Albuminuria sering ditemukan. Apabila penderita dapat melalui stadium ini, maka demam akan turun pada hari sakit ke 7 dan gejala akan menghilang pada hari ke 14 apabila tidak demam akan tetap tinggi dan gejala memburuk, pada kasus yang fatal perjalanan penyakit berlangsung cepat, penderita mengalami koma dan meninggal dalam 10 hari

3. Stadium sub akut

Gejala gangguan saraf pusat berkurang namun seringkali pasien menghadapi masalah pneumonia ortostatik, infeksi saluran kemih, dan dekubitus. Gangguan fungsi saraf dapat menetap, seperti paralisis spastik, hipotrofi otot, sebagai akibat perawatan lama dan pemasangan kateter urin, fasikulasi, gangguan saraf kranial dan gangguan ekstrapiramidal.

4. Stadium konvalesens

Stadium konvalesens berlangsung lama dan ditandai dengan kelemahan, letargi, gangguan koordinasi, tremor dan neurosis. Berat badan dapat sangat menurun. Stadium ini dimulai saat menghilangnya inflamasi yaitu pada saat suhu kembali normal. Gejala neurologik bisa menetap dan cenderung membaik. Bila penyakit JE berat dan berlangsung lama maka penyembuhan lebih lambat, tidak jarang sisa gangguan neurologik berlangsung lama. Pasien menjadi kurus dan kurang gizi. Gejala sisa yang sering dijumpai adalah gangguan mental berupa emosi tidak stabil, paralisis upper atau lower motor neuron. Afasia dan psikosis organik jarang dijumpai.

5. Sekuelae atau gejala sisa

Sekuelae atau gejala sisa ditemukan pada 5-70% kasus, umumnya pada anak usia di bawah 10 tahun dan pada bayi akan lebih berat. Kekerapan terjadinya sekuelaer

(7)

berhubungan langsung dengan beratnya penyakit. Sekuele tersebut dapat berupa gangguan pada sistem motorik halus (72%), kelumpuhan 44%, gerakan abnormal 8%. Perilaku agresif 72%, emosi tidak terkontrol 72%, gangguan perhatian 55%, depresi 38%. Gangguan intelektual, dan gangguan fungsi neurologis lainnya seperti gangguan ingatan, afasia, epilepsi, paralisis saraf kranial dan kebutaan. 2.6 Diagnosis

2.7 Pengobatan 2.8 Pencegahan

Referensi

Dokumen terkait

Peran Sekolah dalam Kegiatan pembiasaan Menyanyikan Lagu wajib Nasional. Peran Guru dalam Pembiasaan Menyanyikan Lagu

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas panen kacang tanah, harga produktivitas kacang tanah, harga kacang tanah, harga kedelai, harga ubi kayu, harga jagung,

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan yang kurangnya persaingan bekerja dalam sektor wisata yang mana disebabkan minimnya perhatian pemerintah dalam menganggarkan belanja

Private allele yang merupakan allele spesifik pada masing-masing varietas dapat membedakan jenis jati Sungu dan jati lokal asal Jember. Analisa dendrogram memperjelas bahwa jati

Sebelum melaksanakan suatu perkawinan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah pelamaran ( madduta) pada saat inilah pihak perempuan mengajukan jumlah Uang Panaik

BBNI memiliki indikator MACD dan Rsi mengindikasikan pola Uptrend, BBNI belum berhasil menembus Resistance di level harga 5550 sehingga terbuka peluang untuk kembali menguji

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

ada 29 Oktober 2012 yang lalu, pihak sekolah telah mengadakan program gubahan tuala untuk pendedahan kepada murid-murid SKPKBP.. Beberapa tenaga pengajar dari pihak luar