• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK CAMPURAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DAN LDPE MENGGUNAKAN SINGLE SCREW EXTRUDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK CAMPURAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DAN LDPE MENGGUNAKAN SINGLE SCREW EXTRUDER"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF PLASTIC FROM THE MIXTURE CELLULOSE OF SOLID WASTE TAPIOCA AND LDPE

USING SINGLE SCREW EXTRUDER

By

Ruli Prayetno

Plastic from the mixture of cellulose and Low Density Polyethylene (LDPE) had been made by using single screw extruder. Plastics were made in the form of film using split capillarity dies. Mixture of plastic was added with glycerol as plasticizer with variations of cellulose as fixed and variable on the contrary. The results show that the plastic produced slightly more rigid due to the addition of cellulose. The thermal properties of film plastics was Differential Scanning Colorimetry (DSC). The DSC thermogram shows the addition of cellulose resulted in shifting melting point of LDPE, while the addition of glycerol resulted in decreasing melting point of a mixture of plastic film. The decomposition process of film plastic using TG/DTA show that the amount of plastic decomposition process is not stable due to unhomogeneous mixture of cellulose-LDPE. The best results from the composition of the plastic is then characterized using FTIR and FTIR results showed that only mixed plastics without chemical interaction because only a shift in wavelength.

(2)

ABSTRAK

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK CAMPURAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DAN LDPE

MENGGUNAKAN SINGLE SCREW EXTRUDER

Oleh

Ruli Prayetno

Telah dilakukan penelitian pembuatan plastik campuran selulosa dari limbah padat tapioka (onggok) dan LDPE menggunakan Single Screw Extruder. Plastik dibuat dalam bentuk film menggunakan split capilarity dies. Campuran plastik ditambahkan gliserol sebagai plasticizer dengan variasi selulosa sebagai variabel tetap dan sebaliknya. Hasil penelitian menunjukan bahwa plastik yang dihasilkan sedikit lebih kaku akibat penambahan selulosa. Karakteristik film plastik dilakukan menggunakan DSC untuk mengetahui sifat termal plastik. Termogram DSC menunjukan penambahan selulosa mengakibatkan pergeseran titik leleh dari LDPE, sedangkan penambahan gliserol mengakibatkan penurunan titik leleh dari campuran film plastik. Uji dekomposisi plastik menggunakan TG/DTA dan didapatkan data bahwa besarnya proses dekomposisi plastik tidak stabil akibat tidak homogennya campuran selulosa-LDPE. Hasil plastik terbaik dari komposisi ini selanjutnya dikarakteristik menggunakan FTIR dan hasil FTIR tersebut menunjukan bahwa plastik hanya bercampur tanpa terjadi interaksi kimia karena hanya terjadi pergeseran panjang gelombang.

(3)
(4)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK CAMPURAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA (ONGGOK) DAN LDPE

MENGGUNAKAN SINGLE SCREW EXTRUDER

(Skripsi)

Oleh

RULI PRAYETNO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Limbah Padat Tapioka (Onggok) Basah ... 10

2. Struktur Selulosa ... 13

3. Reaksi Polimerisasi Etilen... 15

4. Struktur Rantai Polietilena HDPE, LDPE dan LLDPE ... 17

5. Struktur Gliserol ... 18

6. Alat Difference Scanning Calorimetry (DSC) Seri Exstar X-DSC7000 ... 20

7. Alat Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric Analisys (TG/DTA) Seri 7000 dengan Autosampler ... 22

8. Spektrum FTIR Polimer LDPE ... 24

9. Selulosa Hasil Ekstraksi ... 34

10.Spektrum IR limbah Padat Tapioka (A), Selulosa Standar (B) dan Hasil Ekstraksi (C) ... 36

11.Termogram DSC Selulosa Hasil Ekstaksi ... 37

12.Degradasi Termal Selulosa menjadi Senyawa 1,6-anhidro-β-D- glukopiranosa ... 38

13.Termogram TGA Selulosa Hasil Ekstraksi ... 42

(6)

15.Hasil mixing campuran LDPE, Selulosa, Gliserol dengan variasi

komposisi gliserol (a) 15 %, (b) 20%, (c) 25 %, dan (d) 30 % ... 41 16.Plastik campuran LDPE-selulosa-gliserol dengan variable tetap gliserol

10% dan komposisi selulosa: 5% (a), 10% (b), 15% (c), 20 % (d)…. 42 17.Plastik campuran PE-selulosa-gliserol dengan variable tetap selulosa 10%

dan komposisi gliserol: 15% (a), 20% (b), 25% (c), 30 % (d)……… 44 18.Termogram hasil analisis DSC Plastik campuran LDPE-selulosa-

gliserol dengan komposisi selulosa dan gliserol: 0:0 (A), 0:10 (B), 10:10 (C), 15:10 (D), 20:10 (E)……….…. 46 19.Termogram hasil analisis DSC Plastik campuran LDPE-selulosa-

gliserol dengan komposisi selulosa dan gliserol: 0:0 (A), 10:15 (B), 10:20 (C), 10:25 (D),10:30 (E)………... 49 20.Termogram hasil analisis TGA Plastik campuran LDPE-selulosa-

gliserol dengan komposisi selulosa dan gliserol: 0:0 (A), 5:10 (B), 10:10 (C), 15:10 (D), 20:10 (E)……….. 53 21.Termogram hasil analisis TGA Plastik campuran LDPE-selulosa-

gliserol dengan komposisi selulosa dan gliserol: 0:0 (A), 10:15 (B), 10:20 (C), 10:25 (D),10:30 (E)……….. 55 22.Spektrum IR plastik LDPE-Selulosa-Gliserol dengan komposisi

(7)

ii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Beberapa monomer pembentuk polimer ... 6

2. Kandungan nutrisi ampas singkong atau onggok... 15

3. Karakteristik dari Gliserol ... 18

4. Perbedaan antara single screw extruder dengan twin screw extruder ... 28

5. Variabel Komposisi Selulosa Sebagai Variabel Bebas ... 31

6. Variabel Komposisi Gliserol Sebagai Variabel Bebas ... 31

7. Hasil Karakterisasi DSC Sampel LDPE dan Selulosa ... 70

8. Hasil Karakterisasi TGA Sampel LDPE dan Selulosa ... 70

9. Hasil peneriksaan Spektrum FTIR Selulosa Hasil Ekstraksi ... 70

10.Hasil peneriksaan Spektrum FTIR Film Plastik LDPE-Selulosa-Gliserol ... 71

(8)
(9)
(10)

MOTO

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan

sesuatu kaum sehingga mereka mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS Ar Ra'd:11)

Siapa yang memberi kemudahan kepada

orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan

kepadanya di dunia dan akhirat (HR. Muslim)

Banyak kegagalan dalam hidup ini

dikarenakan kita tidak menyadari betapa dekatnya

kita dengan keberhasilan disaat kita menyerah (Thomas Alva Edison)

Seseorang yang tidak pernah berbuat kesalahan,

dia tidak pernah mencoba suatu hal baru (Albert Einstein)

Jadilah dirimu sendiri karena menjadi dirimu sendiri itu

(11)

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai wujud tanda cinta,

kasih, bakti dan tanggung jawabku

Kepada

Orang-orang yang kusayangi:

Kedua orang tuaku, Bapak dan Ibuku yang selalu

mendukung dan selalu mendoakan untuk keberhasilanku,

Kakak-kakakku Setiyowati dan Dwi Ningrum yang selalu

memberi semangat dan dukungan yang luar biasa disetiap

langkahku,

Sahabat dan Teman-yang selalu menemani dan berjuang

bersamaku,

Guru-guru ku yang senantiasa membimbing dan membagi

ilmunya untukku,

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30 Maret 1991 sebagai anak ketiga dari dua bersaudara dan merupakan buah hati dari pasangan Abi Sumarto dan Arimbi.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Pelita Bandar Lampung pada tahun 2003, Sekolah Menengan Pertama di SMP Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2006, dan penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Perintis 2 Bandar Lampung pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matamatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

(13)
(14)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karna berkat rahmat, ridho, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat manusia.

Skripsi dengan judul “ Pembuatan dan karakterisasi Plastik Campuran

Selulosa dari Limbah Padat Tapioka (Onggok) dan LDPE menggunakan Single Screw Extruder” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Pada Kesempatan ini penulis inggin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

(15)

pengetahuan, motivasi, arahan, dan nasehat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Rinawati, M.Si, selaku pembantu pembimbing penulis atas kesediaan waktu, memberikan petunjuk, saran, serta nasehat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Rudy TM Situmeang, M.Sc, selaku pembahas yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan, kepercayaan, arahan, dan saran demi

terselesaikan skripsi ini.

4. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T, selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

5. Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Pak Muttaqin, M.Sc yang telah memberikan arahan dan ilmu pengetahuan kepada penulis pada saat melaksankan kerja praktik.

7. Seluruh dosen, staf adminitrasi, dan karyawan di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

(16)

9. Kakakku Setiyowati dan Dwi Ningrum, atas doa,bantuan dan

dukungan bagi penulis. Terima kasih telah berbagi kebersamaan dan keceriaan yang telah diberikan. Keponakanku Nareswari yang lucu untuk kebersamaan selama ini.

10. Teman sekaligus patner penelitian Lailatul Hasanah S.Si alias ana yang imut dan polos. Atas bantuan dan kerjasama yang luar biasa dalam melaksanakan penelitian. Terima kasih untuk suka duka perjuangan kita dalam menyelesaikan skripsi ini. Sukses dan semangat untuk ana yang baik hati.

11. Kakak tingkat, kak Raffel Stevano dan pak Iip Sugiarta. Terima kasih atas bimbingan, nasehat, kesabaran, dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. Ramos, Edi, Dela, Sofian, Ivan dan Arya adik tingkat yang telah membatu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

12. Sahabat-sahabatku Kimia 2010 Chemut (Chemistry Imut): M. Prastio, Agung, S.Si, Fajri, Awan S.Si, Hanif S.Si, Surtini, Kristi, Rani, Lolita, Sevina S.Si, Widya S.Si, Silvana S.Si, Fauziyah S.Si, Faradila S.Si, Wynda S.Si, Leni S.Si, Funda S.Si, Putri S.Si, Cyntia G S.Si, Cyntia Y S.Si, Rini S.Si, Tata S.Si, Adetia S.Si, Purniawati S.Si, Desi S.Si, Hapin S.Si, Rina S.Si, Ariyanti, Uti, Juni, Fafai, Sifa, Maria. Terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, bantuan, dan yang terpenting kekeluargaan yang terjalin selama ini dengan kalian. Sukses untuk kalian semua.

13. Pimpinan, staf, dan karyawan UPT Laboratorium Biomassa Terpadu. Atas bantuan dan kerjasama selama penulis melaksanakan penelitian dan

(17)

14. Teman-teman seperjuangan KKN tematik Unila 2014 AMJ, Rolan, Kiki, Taufik, Balkis, Sonya, Sofan, Nova dan Sandy atas kebersamaan, bantuan, dan rasa kekeluargaan yang terjalin selama menjalani KKN.

15. Keluarga besar Himaki FMIPA, Kimia 2009, 2011, 2012, dan 2013 atas kebersamaan dan persaudaraan yang terjalin selama ini.

16. Keluarga besar UKMF Natural FMIPA periode kepengurusan 2009-2010 hingga 2013-2014 atas kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.

Bandar Lampung, Desember 2014. Penulis,

(18)
(19)

ii

1. Plastik Konvensioanal (non-biodegradable)... 7

2. Plastik Biodegradable ... 8

C. Limbah Padat Tapioka (Onggok) ... 10

D. Selulosa ... 12

E. Polietilen (PE) ... 15

F. Gliserol ... 17

G. Analisis Termal dan karakteristik ... 20

1. DSC (Difference Scanning Colorimetri ... 20

2. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/ Thermogravimetric Analisys) ... 21

3. FT-IR (Spectroscopy Fourier Transform Infrared) ... 22

4. Ekstruder ... 26

III. METODELOGI PENELITIAN ……….. 29

A. Waktu dan Tempat ... 29

(20)

ii

C. Prosedur Penelitian... 30

1. Ekstraksi Selulosa dari onggok singkong ... 30

2. Pembuatan Plastik Biodegradable Campuran LDPE-Selulosa-Gliserol ... 30

3. Analisi termal dan Karakterisasi Plastik Biodegradable Campuran LDPE-Selulosa-Gliserol a. Analisis Termal dengan DSC ... 32

b. Analisis Termal dengan TG/DTA ... 32

c. Karakteristik dengan Spektrfotometri FT-IR ... 32

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 35

A. Ekstraksi Selulosa dari Onggok Singkong ... 35

B. Karakterisasi Selulosa Hasil Ekstraksi Menggunakan FTIR ... 34

C. Karakterisasi Selulosa dan LDPE Menggunakan DSC ... 36

D. Katakterisasi Selulosa dan LDPE Menggunakan TGA ... 37

E. Pembuatan Plastik ... 39

F. Karakterisasi Plastik ... 45

1. Karakterisasi Plastik Menggunakan DSC ... 45

2. Karakterisasi Plastik Menggunakan TGA ... 51

3. Karakterisasi Plastik Menggunakan FTIR ... 56

VI. KESIMPULAN………...……… 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ………... 60

(21)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan plastik sintetik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan lingkungan, yaitu tidak dapat didaur ulang dan tidak dapat diuraikan secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga terjadi penumpukan sampah plastik yang dapat menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan (Syamsir E, 2008). Pemakaian plastik sintetik tiap tahun selalu meningkat, hal ini dikarenakan plastik memiliki sifat unggul seperti ringan tetapi kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat (Mascial, 1989).

Setiap tahun sekitar 100 juta ton plastik kemasan sintetik diproduksi dunia untuk digunakan diberbagai sektor industri dan kira-kira sebesar itulah sampah plastik yang dihasilkan setiap tahun. Sementara kebutuhan plastik dalam negeri mencapai 2,3 juta ton (Musthofa, 2011). Namun yang menjadi permasalahan, sebagian besar plastik yang sekarang beredar di masyarakat termasuk bahan yang nondegradable (tidak bisa diurai) sehingga akan menjadi permasalah tersendiri bagi lingkungan.

(22)

2

Seiring dengan persoalan ini, maka penelitian bahan kemasan diarahkan pada bahan-bahan organik, yang dapat dihancurkan secara alami dan mudah diperoleh (Pranamuda, 2009).

Upaya untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik sintetik, saat ini telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya plastik ini dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan seperti layaknya plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi air dan karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, maka dikategorikan sebagai plastik yang ramah lingkungan (Charles, 1999).

Keberadaan industri tapioka di Indonesia baik dalam skala besar, kecil, ataupun menengah memberikan manfaat cukup besar yaitu memberikan peluang usaha dan dapat membuka lapangan pekerjaan. Namun seperti industri-industri lainya juga memberikan dampak negatif yaitu hasil buangan industri berupa limbah padat tapioka yang disebut onggok.

(23)

3

kenaikan luas panen sebesar 300 ribu hektar. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok (Anonim, 2012).

Pemanfaatan onggok sebagai bahan baku bioplastik diharapakan dapat mengurangi pemakaian plastik sintetik. Hal ini dikarenakan onggok memiliki kandungan pati yang tersisa dan serat berupa selulosa yang diharapkan dapat menjadi media pencampuran resin Polietilen (PE) yang baik. Selulosa merupakan polimer alam dengan rumus molekul (C6H10O5)n dimana” n” adalah unit ulang dari senyawa tersebut. Polisakarida ini merupakan salah satu polimer alam yang paling banyak digunakan.

Kandungan sisa pati dan selulosa yang terdapat pada limbah padat tapioka masih potensial untuk dimanfaatkan secara optimal. Sementara plastik biodegradable sendiri dapat dibuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa yang terdapat pada tumbuhan.

Menurut Latief (2001), prospek pengembangan biopolimer untuk bahan kemasan plastik di Indonesia sangat potensial. Hal ini didukung oleh adanya sumber daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun. Pemanfaatan limbah padat tapioka menjadi plastik yang mudah terurai merupakan suatu cara alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

(24)

4

singkong (ubi kayu) sebagai polimer alam. Produk plastik yang dihasilakan diharapkan dapat bersifat biodegradable. Untuk mengetahui sifat termal dari plastik yang dihasilkan digunakan DSC (Difference Scanning Colorimetri) dan TG/DTA (Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis). Untuk karakterisasi produk yang dihasilkan digunakan beberapa peralatan seperti Spektrofotometri FT-IR (Fourier Transform Infrared).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengekstraksi selulosa dari limbah padat tapioka yang disebut onggok sebagai bahan campuran pembuatan plastik.

2. Membuat plastik campuran selulosa dan LDPE yang ramah lingkungan. 3. Mengetahui karakteristik plastik campuran selulosa dan LDPE dengan

menggunakan Single Screw Extruder pada variabel komposisi menggunakan FT-IR.

4. Mengetahui sifat termal dari plastik campuran selulosa dan LDPE menggunakan DSC dan TG/DTA.

C. Manfaat Penelitian

(25)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Polimer

Polimer berasal dari bahasa Yunani yaitu poly dan mer. Poly berarti banyak dan mer berarti satuan atau bagian. Polimer juga dapat diartikan sebagai gabungan dari monomer-monomer baik sejenis maupun monomer yang berbeda. Ciri utama polimer adalah mempunyai rantai yang panjang dan berat molekul yang besar.

Polimer adalah molekul yang mempunyai masa molekul besar. Polimer dapat diperoleh dari alam dan juga disintesis di laboratorium. Saat ini bahan polimer sudah banyak digunakan sebagai bahan substitusi untuk logam terutama karena sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi terhadap bahan kimia, dan murah, khususnya untuk aplikasi-aplikasi pada temperatur rendah (Rahmat, 2008).

(26)

6

Tabel 1. Beberapa monomer pembentuk polimer

Polimer Monomer Unit Ulang

Poli (etena) CH2=CH2 -CH2-CH2-)

Poli (kloroetena) CH2=CHCl -(CH2-CHCl-)

Selulosa C6H10O5 -(C6H10O5-)

Berdasarkan asalnya polimer dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer alam adalah polimer yang terjadi melalui proses alami, seperti karet alam dan selulosa yang berasal dari tumbuhan, wol dan sutera yang berasal dari hewan dan silika, tanah liat, dan asbes yang berasal dari mineral. Sedangkan polimer sintetik adalah polimer yang dibuat melalui reaksi kimia, seperti karet fiber, nilon, plastik, poliester, polipropilen, dan lain-lain (Billmeyer dan Fred, 1971).

B. Plastik

Plastik merupakan bahan polimer kimia yang berfungsi sebagai kemasan yang selalu digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Plastik secara sederhana didefinisikan sebagai material yang dapat dicetak atau diekstruksi menjadi bentuk yang diinginkan atau pelarutnya diuapkan (Oxotoby et al., 2003).

(27)

7

(PE), polivinil klorida (PVC), polistiren (PS), polietilen tereftalat (PET), dan sebagainya. Sehingga diperlukan usaha lain dalam mengatasi sampah plastik yaitu dengan membuat plastik yang dapat terurai secara biologis (Pranamuda, 2001).

Secara umum, kemasan biodegradable diartikan sebagai film kemasan yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Bioplastik atau biodegradable plastic merupakan plastik yang mudah terdegradasi atau terurai, terbuat dari bahan terbarukan seperti pati, selulosa, pada tumbuhan dan kitosan, kitin yang terdapat pada hewan. Penggunaan pati sebagai bahan utama pembuatan plastik memiliki potensi yang besar karena di Indonesia terdapat berbagai tanaman penghasil selulosa. Bioplastik mempunyai keunggulan karena sifatnya yang dapat terurai secara biologis, sehingga tidak menjadi beban lingkungan (Dewi, 2009).

1. Plastik Konvensional (non-biodegradable)

Plastik sintetik atau konvensional (non-biodegradable) sangat berpotensi menjadi material yang mengancam kelangsungan makhluk hidup di bumi ini. Limbah atau sampah plastik konvensianal yang berada dalam tanah tidak dapat diurai oleh mikroorganisme sehingga menyebabakan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin berkurang. Hal ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup diareal tersebut. Tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahman dan Dorgan, 2007).

(28)

8

automotif dan berbagai sektor lainnya. Karena memiliki banyak keunggulan antara lain: fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, tidak mudah pecah dan berbentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan stabil (Nurminah, 2002).

Disamping memiliki berbagai kelebihan tersebut plastik sintetik juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah bahan baku utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Selain itu, plastik ini tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup (Careda, 2000).

Dalam upaya menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik tersebut, saat ini telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya plastik ini dapat duraikan kembali mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Biasanya plastik konvensional berbahan dasar petroleum, gas alam, atau batu bara. Sementara plastik biodegradable terbuat dari material yang dapat

diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang terdapat dalam hewan.

2. Plastik Biodegradable

Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan layaknya plastik konvensional, namun plastik ini dapat hancur terurai oleh aktivitas

(29)

9

terpakai dan dibuang ke lingkungan (Pranamuda, 2001). Pengomposan yang sempurna sampai ketahap mineralisasi akan menghasilkan karbon dioksida dan air (Budiman, 2003).

Berdasarkan bahan baku yang dipakai plastik biodegradasi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan selulosa (Firdaus, 2004).

Pada dasarnya terminologi biodegradable plastic, merupakan salah satu pengertian turunan dari bioplastik, dimana bioplastik didefinisikan sebagai: 1. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dalam produksinya (biobased)

- Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil

- Meningkatkan konsumsi sumber daya alam yang dapat diperbaharui - Mempromosikan sumber daya alam sekitar

2. Sifat biodegradabilitas atau kompostabilitas (biodegradable plastic) - Dapat dibuang dan hancur terurai

- Segmentasi produk untuk kemasan pangan

- Mampu mengalihkan pengolahan sampah dari landfill dan incinerator (Narayan, 2006)

Biodegradable plastic dapat dihasilkan melalui tiga cara yaitu: - Biosintesis, seperti pada pati dan selulosa

- Bioteknologi, seperti pada polyhydroxyl fatty acid

(30)

10

Kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan biodegradable plastic, yaitu:

1. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis. Bahan ini memiliki nilai biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas. 2. Poliester. Biopolimer ini dihasilkan secara fermentasi dengan mikroba

genus Alcaligenes dan dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur, dan alga.

3. Polimer pertanian. Polimer pertanian diantaranya, cellophan, seluloasetat, kitin, pullulan (Latief, 2001).

C. Limbah Padat Tapioka (Onggok)

Singkong (Manihot utilissima) yang sering disebut juga dengan ketela pohon atau ubi kayu merupakan bahan baku berbagai produk industri, seperti industri

makanan (tepung tapioka), farmasi, tekstil dan lain-lain.Hasil samping dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka adalah limbah padat tapioka atau ampas singkong yang disebut onggok. Gambar onggok disajikan pada Gambar 1.

(31)

11

Banyaknya onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar 5-10% dari bobot bahan bakunya dengan kadar air 20%. Limbah tersebut termasuk limbah organik yang masih banyak mengandung karbohidrat, protein dan gula. Selain itu juga masih banyak mengandung senyawa-senyawa gula seperti selulosa, sukrosa, glukosa, fruktosa, dekstran, galaktosa dan asam nitrat. Sehingga dengan diketahuinya hal tersebut maka ampas singkong (onggok) bisa dijadikan sebagai alternative bahan campuran untuk pembuatan plastik biodegradable

(Cowd, 1990).

Tabel 2. Kandungan nutrisi ampas singkong atau onggok.

No Parameter Presentase (%)

1. Pati 38,00

2. Serat Kasar (Selulosa, Hemiselulosa, Lignin) 34,58

3. Lemak 1,09

4. Protein 2,88

5. Kadar air 16,55

6. Abu 6,16

Sumber: (Wijayanti dkk, 2012)

Keragaman komposisi kimia onggok sangat bergantung pada varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati, serta penanganan onggok. Hal ini menyebabkan hasil analisis proksimat menunjukkan hasil yang berbeda-beda (Anonim, 1999).

Onggok memiliki ketahanan yang relatif lama dalam keadaan kering. Dalam keadaan basah onggok mudah sekali ditumbuhi kapang dan terjadi pembusukan. Sebagai hasil samping pengolahan tapioka yang umumnya masih dilakukan secara tradisional, onggok masih memiliki kandungan pati dan serat yang tinggi.

(32)

12

ternak. Onggok juga dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi selulase, amilase dan amiloglukosidase (Jenie dan Fachda, 1991).

D. Selulosa

Selulosa adalah homopolimer yang tersusun dari subunit D-glukosa yang

ditautkan satu sama lain dengan ikatan 1,4- -glikosida. Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat polimerisasinya. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka

rangkaian selulosa tersebut mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap

pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa adalah polimer

glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan -1,4

glikosidik. Struktur yang liniear ini menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis.

Selulosa umumnya ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan

perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger, 1993). Selulosa juga merupakan polimer alam berupa zat karbohidrat

(polisakarida) yang mempunyai serat dengan warna putih, tidak dapat larut dalam

air dan pelarut organik yang merupakan polimer tak bercabang dari glukosa yang

(33)

13

Gambar 2. Struktur Selulosa.

Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan

-1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat (Fan et al., 1982).

(34)

14

dengan baik. Bahan dasar selulosa telah digunakan lebih dari 150 tahun dalam berbagai macam aplikasi, seperti makanan, produksi kertas, biomaterial, dan dalam bidang kesehatan.

Derajat polimerisasi (DP) selulosa sangat bervariasi, nilai DP bergantung pada sumber dan perlakuan yang diberikan. Perlakuan kimia secara intensif seperti pembuatan pulp dan transfromasi akan sangat menurunkan harga DP. Proses delignifikasi dan ekstraksi juga dapat menurunkan DP selulosa. Selain itu, semakin tua umur pohon, maka derajat polimerisasi juga semakin menurun (Fengel dan Wegener 1995). Derajat polimerisasi juga menggambarkan perkiraan bobot molekul dari selulosa. Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :

1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat

polimerisasi 600 - 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Selulosa (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, akan mengendap bila larutan tersebut berubah menjadi larutan yang

memiliki suasana asam.

3. Selulosa (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa , tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15, serta memiliki sifat hidrofilik yang lebih besar pada gamma dan beta selulosa daripada alpha selulosanya

(35)

15

E. Polietilen (PE)

Berbagai jenis termoplastik telah banyak digunakan untuk mempersiapkan termpolastik elastomer kompatibilitas tinggi. Ini termasuk polipropilen, low density polyethylene, uv-low-density polyethylene, liniear low density

polyethylene, dikloronasi polietilen, polistiren, poliamida, etilena-vinil asetat, kopolimer, dan poli metil metakrilat. (Charoen Nakason, 2006). Polietilena adalah bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih yang mempunyai titik leleh bervariasi antara 110-137 oC. Pada suhu kamar, polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik (Billmeyer, 1994).

Polietena merupakan suatu poliolefin yang paling banyak digunakan sebagai bahan pembuatan berbagai jenis peralatan rumah tangga ataupun kemasan makanan dan minuman karena harganya yang murah, sifat yang lentur, resisten terhadap suhu rendah, koefisien gesek rendah, kekuatan elektrik yang baik dan umumnya resisten terhadap bahab-bahan kimia (Brydson, 1975). Polietilen dibuat melalui polimerisasi gas etilen, yang diperoleh dengan memberi gas hidrogen atau gas petroleum, pada pemecahan minyak (nafta), gas alam atau asetilen. Reaksi polimerisasi etilen menjadi polietilen disajikan pada Gambar 3.

(36)

16

Menurut Billmeyer and Fred (1971), secara umum Polietilen (PE) dapat dibagi menjadi empat yaitu:

1. Polietilen dengan densitas tinggi atau High Density Polyetilen (HDPE) Strukturnya terdiri dari molekul tidak bercabang dengan beberapa difek menuju bentuk linernya, dengan rendahnya tingkat difek, serta dapat

menghindari dari penggabungan maka mengakibatkan derajat kristalisasi juga tinggi. HDPE mempunyai densitas 0,95-0,97 g/cm3, dan memiliki titik leleh diatas 127oC (beberapa macam berkisar 135 oC). HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras dan tahan terhadap suhu tinggi serta korosi. HDPE sering digunakan sebagai dinding pelapis tahan korosi, bahan-bahan rumah tangga, perisai radiasi dan pipa.

2. Polietilen dengan densitas rendah atau Low Density Polyetilen (LDPE). Polimer ini terdiri dari konsentrasi subtansial cabang yang dapat menghindari proses kristalisasi menghasilkan densitas yang relatif rendah. LDPE memiliki densitas 0,91-0,94 g/cm3, separuhnya berupa kristalin (50-60 %) dan

memiliki titik leleh 115 oC. Kebanyakan LDPE digunakan sebagai bahan pelapis plastik, lapisan pelindung sabun, tenpat penyimpanan makanan dan mainan anak-anak.

3. Polietilen leiner dengan densitas rendah atau Linier Low Density Polyetilen (LLDPE).

(37)

17

4. Polietilen dengan densitas sangat rendah atau Very Low Density Polyetilen (VLDPE).

VLDPE juga dikenal polietilen dengan densitas ultra rendah, secara khusus dibentuk dari polietilen linear densitas redah, dimana memiliki konsentrasi cabang rantai pendek lebih tinggi. Polietilen ini memiliki densitas antara 0,86-0,90 g/cm3.

Struktur berbagai rantai polietilen dasajikan pada Gambar 4.

(a) (b)

(c)

Gambar 4. Struktur rantai polietilena (a). HDPE, (b). LDPE, (c). LLDPE

F. Gliserol

(38)

18

Gambar 5. Struktur Gliserol

Penggunaan pemlastis seperti gliserol lebih unggul karena tidak ada gliserol yang menguap dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter (DEGME), etilena glikol (EG), dietilena glikol (DEG), trietilena glikol (TEG), dan tetraetilena glikol (TEEG). Hal ini disebabkan titik didih gliserol cukup tinggi (berkisar 290°C) jika dan juga tidak ada interaksi antara gliserol dan molekul protein (bahan baku pembuatan film) (Noureddini et al., 1998).

Gliserol sendiri merupakan rantai alkohol trihidrik dengan susunan molekul C3H8O3. Nama gliserol diartikan sebaggai bahan kimia murni namun dalam biadang perdagangan dikenal dengan nama gliserin. Gliserol memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna, dan berbentuk cairan kental. Gliserol bersifat larut sempurna didalam air dan alkohol (memiliki kelarutan tinggi) yaitu 70 gram atau 100 gram air pada suhu 25 oC, serta dapat terlarut dalam pelarut tertentu

(misalnya: eter dan etil asetat), namun tidak bersifat larut dalam hidrokarbon (Anonim, 2009). Beberapa karakteristik dari gliserol disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik dari Gliserol

Sifat

Rumus Molekul C3H5(OH)3

Massa Molar 92,09382 g/mol

Densitas 1,261 g/cm3

Titik Cair 18°C (64,4°F)

Titik Didih 290°C (554°F)

(39)

19

Prinsip dasar kerja suatu zat pemlastis adalah berdasarkan interaksi dengan rantai polimer dalam tingkat molekul sehingga menyebabkan peningkatan

viskoelastisitas polimer. Interaksi tingkat molekul tersebut dijelaskan oleh Darusman et al. (1999), bahwa dapat berupa gaya Van Der Waals, yaitu gaya tarikan lemah antara molekul dalam senyawa akibat adanya dwikutub-dwikutub terinduksi, ataupun karena adanya ikatan hidrogen yaitu gaya tarik elektrostatik antara atom O, N, dan F. Interaksi tersebut menimbulkan peningkatan mobilitas molekul dari rantai polimer dan menyebabkan turunnya suhu transisi glass (Tg).

Menurut Himmer (1994), suatu polimer dengan Tg yang rendah (memiliki lebih banyak rantai elastis) memiliki tingkat kekakuan yang lebih kecil sehingga lebih mudah untuk diproses. Sebaliknya, jika polimer memiliki Tg yang tinggi dan viskositas lelehan yang tinggi pula, proses pembuatan plastik akan sulit dilakukan karena rantai polimer memiliki kekakuan yang tinggi.

G. Analisis Termal dan Karakteristik

1. Difference Scanning Colorimetri (DSC)

Pengukuran sifat termal dilakukan dengan menggunakan Difference Scanning Colorimetri (DSC). Sifat termal plastik komposit yang dianalisis meliputi

(40)

20

lunak dan elastis. Titik leleh mengindikasikan temperatur perubahan wujud padat menjadi cair (Widyasari, 2010).

Differensial Scanning Calorimetri adalah suatu teknik untuk mempelajari perubahan

yang terjadi pada polimer ketika dipanaskan. DSC juga digunakan dalam

penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal polimer. Sampel polimer dan sebuah

benda referensi dipanaskan dalam atmosfer nitrogen, dan selanjutnya transisi termal

yang terjadi pada sampel polimer tersebut dideteksi dan diukur. Sampel polimer

diletakkan dalam wadah aluminium yang sangat kecil (Malcolm P, 2001).

Perubahan entalpi maupun temperatur yang terjadi saat sampel dimonitor oleh sensor yang terpasang oleh DSC, sehingga dapat memberikan informasi tentang temperatur transisi gelas (Tg) dan temperatur pelelehan (Tm). Informasi mengenai sifat termal suatu polimer berguna untuk menentukan aplikasi yang sesuai serta bagaimana kondisi proses terutama temperatur dari polimer tersebut (Jandali and Widmann, 1995). Bentuk alat DSC disajikan pada Gambar 6.

(41)

21

Analisis DSC digunakan untuk mempelajari fasa transisi, seperti melting, temperatur transisi gelas (Tg), atau dekomposisi eksotermik, serta untuk menganalisis kestabilan terhadap oksidasi dan kapasitas panas suatu bahan. Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan salah satu sifat fisik penting dari polimer yang menyebabkan polimer tersebut memiliki daya tahan terhadap panas atau temperatur yang berbeda-beda. Pada saat temperatur luar mendekati

temperatur trasnsisi gelasnya, maka suatu polimer mengalami perubahan dari keadaan yang keras kaku menjadi lunak seperti karet (Hidayat dkk, 2003).

2. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis / Thermogravimetric Analisys)

Differential Thermal Analisys (DTA) adalah suatu teknik analisis termal dimana perubahan material diukur sebagai fungsi temperatur. DTA yang digunakan untuk mempelajari sifat termal dan perubahan fasa akibat perubahan entalpi dari suatu material. Metode ini mempunyai kelebihan antara lain: dapat digunakan pada temperatur tinggi, bentuk dan volume sampel yang fleksibel, serta dapat menentukan reaksi dan temperatur transisi sampel (Steven,2001).

(42)

22

Gambar 7. Alat Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric Analisys (TG/DTA) seri 7000 dengan Autosample (Lab. Biopolimer Universitas Lampung).

Thermogravimetric Analisys (TGA) adalah suatu teknik analisis untuk menentukan stabilitas suatu material dan fraksi komponen volatile dengan menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan temperatur. TGA biasanya digunakan dalam riset untuk menentukan karakteristik material seperti polimer, penurunan temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik di dalam material, dekomposisi bahan yang mudah meledak, dan residu bahan pelarut. TGA juga sering digunakan untuk kinetika korosi pada oksidasi temperatur tinggi

3. FT-IR (Spectroscopy Fourier Transform Infrared).

(43)

23

lainnya, yaitu dengan mengukur eksitasi vibrasi dari atom-atom di sekeliling ikatan yang menghubungkan atom-atom tersebut. Ada dua jenis energi vibrasi yaitu vibrasi bending dan vibrasi stretching. Vibrasi bending yaitu pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atom atau pergerakan dari seluruh atom terhadap atom lainnya. Sedangkan vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara dua atom dapat bertambah atau berkurang (Samsiah, 2009).

Spektroscopy Fourier Transform Infrared (FT-IR) merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap radiasi

elektromagnetik. Fungsi FT-IR adalah untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul sesuatu senyawa anorganik (Steven, 2001). Pencirian dengan

menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan antara lain: dapat mendeteksi sinar yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah (Rebek, 1980).

(44)

24

Gambar 8. Spektrum FTIR polimer LDPE.

Analisis spektrum FTIR polimer LDPE pada puncak pita serapan 2962,66 cm-1 merupakan vibrasi ulur dari gugus -CH alkana (-CH: 3300-2900 cm-1). Pada serapan lainya yaitu pada puncak 1458,18 cm-1 merupakan merupakan daerah ulur -CH (CH lentur: 1300-1475 cm-1) dan pada panjang gelombang 2831,50 cm-1 merupakan serapan gugus etilen (-CH2: 3000-2700 cm-1), sedangkan pada panjang gelombang 717-729 cm-1 merupakan puncak serapan ikatan CH2- CH2- CH2- yang merupakan ciri khas spektrum LDPE. Berdasarkan adanya puncak-puncak untuk gugus -CH2, -CH, dan CH2- CH2- CH2- menandakan bahwa spektra ini adalah spektra dari polimer LDPE (Creswell et al, 1982 dalam Atika, 2008).

(45)

25

tersebut bervariasi dan jarak tertentu dan responya diplot dalam suatu fungsi radasi energi. Struktur dasar suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan letak absorpsi inframerahnya. FT-IR dapat membedakan gugus -OH yang berasal dari alkohol dan karboksilat (Clark, 2000). Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikatan silang. FT-IR juga bermanfaat dalam meneliti polipaduan polimer.

Gugus fungsi suatu senyawa diidentifikasi melalui puncak serapan yang spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Pada umumnya sampel yang dianalisis saat berupa padatan, cairan, atau gas. FT-IR menggunakan pancaran sinar pada daerah inframerah (Hsu, 1994). Secara keseluruhan, analisis menggunakan

Spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metode konvensional lainnya, yaitu :

1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada menggunakan cara sekuensial atau scanning.

2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar dari pada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (Hsu, 1994).

Molekul-molekul organik pada Spektrofotometri FTIR menyerap radiasi

(46)

26

gerakan elektronik atau mekanik di dalam molekul tersebut, proses ini disebut eksitasi. Energi untuk melakukan gerakan ini terkuantisasi. Oleh karena itu sebuah molekul dapat mengalami berbagai jenis eksitasi dan setiap jenis gerakan

membutuhkan jumlah energi tertentu. Sebagai contoh, Sinar X yang merupakan radiasi energi tinggi dapat mempromosikan elektron-elektron dari kulit atom bagian dalam ke kulit atom luar, perubahan ini disebut transisi elektronik yang membutuhkan energi lebih dari 300 kcal mol-1. Radiasi Ultraviolet dan Sinar Tampak mengeksitasi elektron-elektron kulit valensi yaitu dari “a filled bonding molecular orbital” ke “unfilled antibonding“ yang membutuhkan energi 40-300 kca mol-1(Vollhardt, 2000).

5. Ekstruder

Ekstrusi adalah proses pada pelelehan material plastik akibat panas dari luar atau panas gesekan dan yang kemudian dialirkan ke die oleh screw yang kemudian dibuat produk sesuai bentuk yang diinginkan. Proses ekstrusi adalah proses kontinyu yang menghasilkan beberapa produk seperti, film plastik, tali rafia, pipa, pelet, lembaran plastik, fiber, filamen, selubung kabel dan beberapa produk dapat juga dibentuk (Hartomo, 1993).

(47)

27

akan memasuki ruang yang dirancang untuk memastikan aliran merata yang mengalir pada die. Pada die juga terdapat filter yang berfungsi mencegah partikel atau benda asing melalui die. Pada ekstruder untuk melelehkan serpihan plastik digunakan pemanas atau heater yang memiliki suhu ± 230 °C (Rowendal, 2000). Gambar Ekstruder disajikan pada Gambar 8.

Gambar 9. Komponen Ekstruder (Rowendal, 2000).

Pada umumnya dalam dunia industri dikenal dua tipe ekstruder yang didasarkan pada jumlah ulir (screw) yang dimiliki, yaitu ekstruder ulir tunggal (single screw extruder) dan ekstruder ulir ganda (twin screw extruder). Baik ekstruder ulir tunggal maupun ulir ganda dikelompokkan lagi berdasarkan seberapa banyak energi mekanis yang dapat dihasilkan. Sebagai contoh, ekstruder dengan energi mekanis yang rendah dirancang untuk mencegah proses pemasakan pada campuran bahan.

Pada Single Screw Extruder daya untuk menggerakkan bahan berasal dari

(48)

28

bahan. Single Screw Extruder membutuhkan dinding barrel untuk menghasilkan kemampuan menggerakkan yang baik, maka dinding selubung pada Single Screw Extruder memainkan peran penting dalam menentukan rancangan ekstruder. Perbedaan-perbedaan utama di antara kedua tipe tersebut ditunjukan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan antara single screw extruder dengan twin screw extruder Perbedaan Single Screw Extruder Twin Screw Extruder Mekanisme pergerakan Fraksi antara logam dan Pergerakan bahan ke

bahan Bahan makanan arah positif (die).

Penyediaan energi utama Panas gerakan ulir Panas yang di

pindahkan pada barrel Kapasitas (throughput Tergantng kandungan air, Tidak bergantung. kg/hour) lemak dan tekanan.

Perkiraan energi yang 900-1500 Kj/Kg-1 400-600 Kj/Kg-1 digunakan

Distribusi panas Perbedaan temperatur Perbedaan temperatur yang digunakan besar rendah kecil tinggi.

Kandungan air 10,00% 8,00%

minimum

Kandungan air 35,00% 95,00%

maksimum

(49)

31

III. METODELODI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai September 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu: ekstraksi onggok singkong dan pembuatan produk plastik di Laboratoriun Kimia Biopolimer, serta karakteristik produk dilakukan di

Laboratorium Biomassa Terpadu Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

(50)

30

Sedangkan, bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah padat tapioka (onggok), Low Density Polietilen murni (LDPE), gliserol, akuades, indikator universal, larutan NaOH 4%, dan larutan NaClO 1,7%.

C. Prosedur Penelitian

1. Ekstraksi Selulosa dari Limbah Padat Tapioka (Onggok).

Limbah padat tapioka (onggok) dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan hingga kering, selanjutnya direndam dalam akuades selama 3 hari, selama perendaman pada selang waktu 4-5 jam air akuades diganti. Onggok kemudian direbus selama 15 menit dan dicuci dengan akuades, kemudian dikeringkan dan dihaluskan dengan menggunakan blender agar didapatkan serat yang lebih halus Selajutnya sebanyak 5 gram onggok ditambahkan 100 ml NaOH 4% dan

dilakukan pengadukan menggunakan Hot Plate Magnetic Stirrer pada suhu 125 oC selama 2 jam, kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dicuci dengan akuades hingga pH netral, setelah itu dilakukan proses pemutihan (bleaching) menggunakan 100 ml NaClO1,7 % pada suhu 125 oC selama 4 jam menggunakan Hot Plate Magnetic Stirrer, kemudian disaring kembali

menggunakan kertas saring dan dicuci kembali dengan akuades hingga pH netral (Rasha M et al., 2012).

2. Pembuatan Film Plastik Campuran LDPE-Selulosa-Gliserol.

(51)

31

Pada komposisi pertama yaitu komposisi campuran LDPE-selulosa-gliserol dengan gliserol sebagai variabel tetap, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Campuran LDPE-Selulosa-Gliserol dengan gliserol sebagai variabel tetap.

Pada komposisi kedua yaitu komposisi campuran LDPE-selulosa-gliserol dengan selulosa sebagai variabel tetap, disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Campuran LDPE-Selulosa-Gliserol dengan selulosa sebagai variabel tetap.

Campuran LDPE-Selulosa-Gliserol dicampurkan melalui proses mixing menggunakan Rheomex Thermo Haake pada temperatur 160 oC dan kecepatan rotor 30 rpm selama 3 menit dan dicetak dalam bentuk film plastik menggunakan Exrtuder HAAKE Rheomex OS pada kondisi TS1 140 oC, TS2 150 oC, TS3 160 oC dan Tdies 160 oC dengan kecepatan rotor 20 rpm. Plastik yang keluar pada split

(52)

32

3. Analisisi Termal dan Karakteristik Plastik Campuran LDPE- Selulosa- Gliserol.

a. Analisis Termal dengan DSC

Sampel polimer ditimbang dengan kisaran berat antara 2,5 – 5,5 mg dengan menggunakan neraca analitik. Setelah itu, plastik campuran LDPE-selulosa-gliserol dimasukan kedalam almunium pan dan di pres menggunakan alat

crimpper untuk dilakukan analisis menggunakan DSC, dimana rentang suhu yang digunakan adalah 20-300 oC dan laju pemanasan yang digunakan adalah

10 oC/min.

b. Analisis Termal dengan TG/DTA

Sampel polimer ditimbang dengan kisaran berat antara 2,5 – 5,5 mg dengan menggunakan neraca Analitik. Setelah itu, Plastik campuran LDPE-selulosa-gliserol dimasukan kedalam platinum pan untuk dilakukan analisis menggunakan TG/DTA dengan menggunakan rentang suhu 35-500 oC dan laju pemanasan yang digunakan adalah 10 oC/min.

c. Karakterisasi dengan Spektrofotometri FT-IR

(53)

58

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil film plastik yang dihasilkan pada berbagai komposisi menunjukan bahwa selulosa bercampur dengan baik.

2. Perbandingan komposisi terbaik untuk film plastik campuran LDPE-selulosa- gliserol adalah pada perbandingan 80:10:10 yang dilihat dari sifat fisik plastik. 3. Hasil termogram DSC tidak menunjukan terjadinya perubahan termogram dikarenakan plastik hanya murni terjadi pencampuran tanpa adanya perubahan struktur baku.

(54)

59

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan:

1. Menggunakan teknik pencampuran yang lebih baik untuk membuat campuran LDPE, selulosa, dan gliserol agar lebih homogen untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

2. Diperlukan modifikasi selulosa menjadi ukuran nano agar proses crosslink berjalan baik serta uji kemurnian untuk selulosa hasil ekstraksi.

3. Melakukan uji tensile strength untuk mengetahui pengaruh penambahan selulosa dan gliserol terhadap kuat tarik plastik.

(55)

60

DAFTAR PUSTAKA

Ahmann, D and Dorgan J.R., 2007. Bioengineering for Pollution Prevention though Development of Biobased Energy and Materials State of the Science Report, EPA/600/R-07/028. Pages.76-78.

Anonim. 2012. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Kayu Indonesia. http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.

Anonim. 1999. Onggok (Limbah Padat Tapioka). http://www.cisaruafarm.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013.

Billmeyer, F. W. Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. Third Edition, A Wiley Inter Science Publication. Page: 518.

Billmeyer and Fred. Jr. 1971. Text Book of Polymer Science. John Willey and Sons Inc. New York. Page: 394-400.

Brydson, J. A. 1975. Plastic Materials. 3th. Newness –butterworths. London. Page: 72.

Budiman N. 2003. Polimer Biodegradable. http://www.kompas.com/0302/ 28/llpeng/151875.htm. Diakses pada tanggal 28 oktober 2013.

Careda, M.P. 2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron Microscopy. Braz, Journal Food Technology. Pages: 91-95.

(56)

61

Clark J. 2000. Interprating an infrared spectrum. http://www.chemguide.co. uk.htm. (26 Maret 2006).

Cowd, M. A. 1990. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh J. G. Strark. Penerbit ITB. Page: 43.

Coffey, D.G., D. A. Bell and A. Handerson. Cellulose and Cellulose Derivates. New York. Page: 82

Charoen Nakason, Krungjit Nuansomsri, Azizon Kaesaman and Suda

Kiatkamjornwong. 2006. Dynamic Vulcanisation Of Natural Rubber/ High-Density Polyethylene Blend : Effect Of Compatibilization Blend Ration And Curing System. Chulalongkorn University. Bangkok 10330 Thailand.

Dewi, M. 2009. Producers Responsible for Recycling Plastic Waste. http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/11/039 producers responsible039-recling-plastic-waste.htlm. diakses pada tanggal 28 Oktiber 2013.

Fan G, Han Y, Gu Z, dan Chen D. 1982. The Nature of Lignocellulosic and Pretreatment for Enzymatic Hydrolysis. Adv. Bichem. Eng. 23:158-187.

Fengel, D., dan Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia,Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Translated from the English by H. Sastrohamidjojo. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Pages: 27-29.

Firdaus Feris, Chairil Anwar. 2004. Potensi Limbah Padat Cair Industri Tepung Tapioka Sebagai Bahan Baku Film Plastik Biodegradable. Logika Volume I. Hal 3.

Frame, N. D. 1994. The Tecnology of extrusion Cooking. Springer Publiser. http://books.google.com. 29 Oktober 2013.

(57)

62

George P.S. 2003. Polymer Characterization Techniques and Their Application to Blends. Oxford University ser 1-500.

Hendrana. S dan Wiwik. S. S. 2000. Perubahan Berat Molekul Distribusi

Berat Molekul PVC dan Polistirena Pada Waktu Rapuh. National Seminar On Chemistry & Development. Himpunan Kimia Indonesia. Bandung.

Hartomo, A.J. 1993. Penuntun Analisis Polimer Aktual. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 47-49.

Hidayat., Triwikantoro, Fisal H dan Sudirman. 2003. Sintesis dan Karakterisasi Bahan Komposit Karet Alam-Silika. Surabaya. MIPA Fisika, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Hal: 3-5.

Hsu, C.P.S. 1994. Infared Spectroscopy. Handbook of Instrumental Techniques for Analitical Chemistry. Pages: 105-107

Jandali dan Widmann. 1995. Thermoplastics:Collected Applications Thermal Analysis. Mettler Toledo. Switzerland. Pages: 62.

Jefri Ari Susanto. 2010. Pengaruh Penambahan Polibutilensuksinat (PBS) Terhadap Sifat Mekanik dab Biodegrabilitas Linear Low Density Polieteilene (LLDPE). Skripsi. Universitas Indonesia. Depok. Hal: 6.

Jenie, B.S.L. dan F. Fachda. 1991. Pemanfaatan Onggok dan Dedak Padi Untuk Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus. Pertemuan Ilmiah Tahunan, Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Bogor.

Jimmy, Mariana B.Malin, dan Berlian Sitorus. 2012. Analisis Morfologi Selulosa Kristalin Serbuk Kayu Belian (Eusideroxylon Zwageri). Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak. Kalimantan Tengah.Hal. 55 – 56.

Julianti, E. dan M. Nurminah, 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan.

(58)

63

Karelson, M., Katritzky, A.L., Lobanov, V. and Sild, S., 1997, Quantitative Structure-Property Relationship (QSPR) Correlation of Glass Transition Temperature of High Molecular Weight Polymers, J. Chem. Inform. Comp. Sci., 98, 300-304.

Kim H.-S, H.-S. Yang, H.-J. Kim, B.-J. Lee and T.-S. Hwang. 2005. Thermal Properties of Agro-flour Filled Biodegrdable Polymer Bio-composite. Journal of Thermal Analysis and Colorometry. Seri-a; 291:762-772.

Kurnita Kemala. 1998. Chemistry and Application of Chitin and Chitisan, Polymer Degradation and Stability, 59:177-120.

Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable, Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Juni 2001, http://www.hayati-pb.com/users/rudyct/indiv2001/rindam_latief.htm

Lehninger. 1993. Dasar-Dasar Biokimia Jilid Satu. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal 9.

Lynd, L.R. Weimer, P.J. Van-Zyl, W.H. and Pretorius, I.S. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiology. Molecular Biology Review. 66(3): 506-577.

Malcolm, P.S., 2001. Polymer Chemistry : An Introduction, diterjemakankan oleh Lis Sopyan, cetakan pertama, PT Pradnya Paramita : Jakarta. Page: 115.

Mariana, W. 2007. Kombinasi Penggunaan EM4 dan Radiasi UV terhadap tingkat Degradabilitas Plastik Biodegradabel. Jurusan Fisika UNAIR. Surabaya. Hal 4.

Mascia L. 1989. Thermoplastics, Materials Engineering. Elsevier Apllied Science. London. Page: 92.

Mulder M. 1996. Basic Principle of Membrane Technology. Ed ke-2. Dordrecht: Kluwer. 82.

(59)

64

Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya: Malang

Narayan R. 2006. Biobased and Biodegradable. http://www.plasticsindustry.org/ files/events/pdfs/bio-narayan-061906.pdf. Diakses pada 2 September 2013. 1119-1126.

Noureddini HS, Bailey WR and Hunt BA. 1998. Production of Glycerol Ether From Crude Glycerol- The by-Product of Biodiesel Production. Papers in Biomaterial 1998. Chemical and Bimolecular Engineering Research and Publication. Page: 69: 1184-1188.

Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta Pengaruhnya terhadap Bahan yang Dikemas. Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU. Medan. Hal: 81-82.

Oxtoby, D. W., Gillis H. Pat and Campion, A. 2003. Principles of Modern chemistry (7th ed.). Thomson Brooks/Cole. Publication Date: May 31,2011│ISBN 10: 0840049315│ISBN-13: 978-0840049315.

Pecsok R.L, Shield L.D, Cairns T, dan Mc WilliamI.G, 1976. Modern Method of Chemical Analysis. 2ed. John Wiley and Sons. USA, pp. 165-225.

Pranamuda. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable Berbahan Baku Pati Tropis. http://www.std.ryu.titech.ac.jp/indonesia/zoa/paper/html/ paperHardaningPranamuda.html. Diakses November 2013.

Rahmat, S. 2008. Pengetahuan Bahan Polimer. Departemen Metalurgi dan Material. FT UI. Hal 92-94.

Rasha M Sheltami, Ibrahim Abdullah, Ishak Ahmad and Alain Durresne. 2012. Extraction of Cellulose Nanocrystal from Mengkuang Leaves.

(Carbohydrate Polimers). 88(2-12) 772-779.

(60)

65

Rowendal. 2000. Product Applications and Research Center. Mumbai. Polimer extrusien 4th Adition. Pages: 115–120.

Samsiah, R. 2009. Karakterisasi Biokomposist Apatit-Kitosan dengan XRD (X-ray Difraction), FTIR (Fluorier Transform Unfra Red), SEM (Scanning

Electron Microscopy, dan Uji Mekanik. Skripsi. ITB. Bandung.

Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Prodnya Paramita. Jakarta. Hal 33-34.

Sørum, L., 2001, Characteristics of MSW for Combustion System, Technical Report, SINTEF Energy Research. Pages: 44-45.

Sudjadi, 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Yogyakarta. Ghalia. Indonesia. Hal 65-67.

Sukmawati Atika, 2008. Pengikatan Kitosan Pada Polietilen Tergrafting Asam Akrilat dan Uji Aktifitasnya. Skripsi sarjana FMIPA Unila. Bandar Lampung. Hal:63.

Supriyanto, R. 1999. Buku Ajar Kimia Analitik III. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas lampung. Bandar Lampung, Hal 2-3.

Surdia T dan Saito S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 209.

Suyati. 2008. Pembuatan Selulosa Asetat Dari Limbah Serbuk Gergaji

Kayu Dan Identifikasinya. Program Magister Pascasarjana ITB. Bandung. Tesis. Hal 44-45.

Syamsir, E. 2008. Plastik dan Senyawa Limonen. Penerbit UI Press. Jakarta. Hal 22-23.

(61)

66

Viera R. G. P, Filho G.R, Assuncoa R. M. N, Miereles C. S, Vieira J. G, dan oliviera G. S. 2007. Syntesis and Characterization of Mehtylcellulose from Sugar Cane Bagasse Cellulose. Charbohidrate Polymers. 67:182-189.

Rucitra Widyasari. 2010. Kajian Penambahan Onggok Termoplstis Terhadap Karakteristik Plastik Komposit Polietilen.Institut Pertanian Bogor. Tesis. Hal 20.

Wijayanti Dwi Kurnia, Cahyaning Lestari, dan Ir. Mulyanto, M.T. 2012.

Pengaruh Overliming Pada Pembuatan Etanol dari Limbah Padat Pabrik Tepung Tapioka (Onggok) dengan Hidrolisis Asam dan Enzim. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya. Hal: 2.

Wu Shu Jing dan Lean Teik Ng. (2007). Antioxidant and Free Radical

Gambar

Tabel 1. Beberapa monomer pembentuk polimer
Gambar 1. Limbah Padat Tapioka (Onggok) Basah.
Tabel 2. Kandungan nutrisi ampas singkong atau onggok.
Gambar 2. Struktur Selulosa.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan film plastik campuran poli asam laktat (PLA) dengan onggok singkong yang optimum telah dilakukan variasi konsentrasi film plastik onggok

Tujuan penelitian ini antara lain memanfaatkan limbah padat tapioka (onggok) menjadi pakan ternak yang memiliki kadar protein yang lebih tinggi dan menghasilkan hasil samping

Telah dilakukan penelitian sintesis komposit selulosa dari serbuk gergaji kayu kamper dengan limbah plastik LDPE (selulosa-LDPE) dengan reagen Fenton (H 2 O 2 /Fe 2+

Penelitian dengan judul “ Pemanfaatan Limbah Padat Tapioka sebagai Bahan Baku Pembuatan Plastik Mudah Ter ur a i (Biodegradable) ” dengan tujuan untuk membuat plastik

Setelah melewati screw extruder, lelehan plastik dari campuran biji LDPE dan pati granular singkong dialirkan menuju ke blown film machine untuk ditiup sehingga

4.10 Yield Bioetanol Parameter yang digunakan dalam penelitian pembuatan bioetanol dengan bahan baku onggok limbah padat tapioka ini adalah kadar gula terpakai, kadar gula

Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Fermentasi Campuran Limbah Padat dan Limbah Cair Industri Tapioka Terhadap Gas Bio yang Dihasilkan”, berdasarkan hasil

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu fermentasi dan berat ragi terhadap kadar alkohol pada pembuatan bioetanol limbah padat tapioka (onggok)..