• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN ONGGOK SINGKONG-POLI ASAM LAKTAT MENGGUNAKAN METODE SOLUTION CASTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN ONGGOK SINGKONG-POLI ASAM LAKTAT MENGGUNAKAN METODE SOLUTION CASTING"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIKBIODEGRADABLE DARI CAMPURAN ONGGOK SINGKONG-POLI ASAM LAKTAT

MENGGUNAKAN METODESOLUTION CASTING

Oleh

Ayu Aditya Sari

Telah dilakukan penelitian pembuatan plastik biodegradable dari campuran onggok singkong-poli asam laktat menggunakan metode solution casting. Untuk mendapatkan film plastik campuran poli asam laktat (PLA) dengan onggok singkong yang optimum telah dilakukan variasi konsentrasi film plastik onggok singkong-PLA dengan penambahan gliserol dan tanpa penambahan gliserol dalam dua jenis pelarut yaitu asetonitril dan akuades. Plastik yang sudah dihasilkan kemudian dikarakterisasi dengan FT-IR untuk mengidentifikasi gugus fungsi campuran PLA-onggok singkong. Hasil FTIR menunjukkan bahwa daerah 1763 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus karbonil dari PLA, sedangkan 3579,53 cm-1 merupakan ikatan hidrogen (O-H) dari onggok singkong. Penambahan gliserol pada PLA-onggok singkong mengakibatkan menurunnya ikatan hidrogen yaitu pada 3492,22 cm-1(tanpa gliserol) menjadi 3392,53 cm-1(dengan gliserol). Sedangkan untuk menguji morfologi plastik campuran PLA-onggok singkong tanpa dan dengan penambahan gliserol dilakukan analisis dengan menggunakan SEM. Hasil SEM menunjukkan permukaan plastik tanpa penambahan gliserol kurang homogen sedangkan campuran dengan penambahan gliserol menunjukkan permukaan plastik yang rata kasar dan lebih homogen. Untuk mengetahui sifat termal plastik dilakukan analisis dengan menggunakan DSC. Hasil analisis dengan menggunakan DSC menunjukan penurunan suhu leleh PLA (Tl) yaitu 162,9 ºC (tanpa gliserol) menjadi 156 ºC (dengan penambahan gliserol).

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DA

FTAR ISI………...

...

D

AFTAR GAMBAR………...……….

DAFTAR TABEL………...………...

...

I. PENDAHULUAN………...…...………

..

1.1. Latar Belak

ang Masalah……….

1.2. Tujuan

Penelitian………...……….

1.3. Manfaat

Penelitian………..………...

II. TINJAUAN PUSTAKA………...………

..

2.1. Polimer………...

2.

2. Bioplastik………...………

2.3. O

nggok Singkong………...………

2.4. Poli Asam

Laktat (PLA)………...……..

2.5.

Plasticizer………...………

2

.6. Gliserol………...………

2.7.

Spectroscopy Fourier Transform Infrared

(FT-

IR)………..

2.8.

Scanning Electron Microscopy

(S

EM)………..

2.9.

Difference Scanning Calorimetry

(DSC)………...

(6)

III. MET

ODE PENELITIAN………...……….

3.1. Waktu dan Tem

pat Penelitian………...….

3.2. Al

at dan Bahan………...………

3.3. Prose

dur Penelitian………...………..

3.3.1. Pemb

uatan Film Plastik………...……….

3.3.1.1. Film Plast

ik Onggok Singkong………...…...

3.3.1.2. Film

Plastik PLA………...…….

3.3.1.3. Film Plastik Campuran PLA-Onggok Singkong tanpa

Plasticizer

(Gliserol)……….

3.3.1.4. Film Plastik Campuran PLA-Onggok Singkong dengan

Plasticizer

(Gliserol)………

..

…..

3.3.2. Karakterisasi Film Plastik dengan FT-

IR……….

3.3.3. Karakterisasi F

ilm Plastik dengan SEM…………...…………

3.3.4. Karakterisasi Film Plastik dengan DSC…………

...

…………

IV. HASIL

DAN PEMBAHASAN………...…

..

4.1. Pembuatan

Film Plastik………...……..

4.1.1. Pembuatan Film Plasti

k Onggok Singkong……….

4.1.2. Pembua

tan Film Plastik PLA………...………

4.1.3. Pembuatan Film Plastik Campuran PLA-Onggok Singkong

(Tanpa

Plasticizer

Gliserol)………..………...

4.1.4. Pembuatan Film Plastik Campuran PLA-Onggok Singkong

(7)

4.2. Karakterisasi Film Plastik dengan

Spektrofotometri Fourier

Transform Infared

(FT-

IR)………...

4.3. Karakterisasi Film Plastik dengan

Scanning Electron

Microscopy

(SEM

………...…….

4.4. Karakterisasi Film Plastik dengan

Difference Scanning

Colorimetry

(DSC)……….

..

V. SIMPULAN

DAN SARAN………...………...

..

5.1. Simpulan………..……….

5.2. Saran………...………...

DAFTAR PUSTAKA………...………

LAMPIRAN

42

45

49

54

(8)

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini konsumsi dan kebutuhan manusia akan bahan-bahan plastik terus

meningkat karena fungsinya yang luas untuk berbagai penggunaan. Plastik terus

dimanfaatkan oleh manusia dalam banyak hal, seperti pada alat rumah tangga,

sebagai wadah makanan, bantalan mesin dan kebutuhan lainnya. Semakin

banyaknya kebutuhan barang plastik akan menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan karena limbah plastik sulit terurai atau terdegradasi oleh alam. Data

dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia menunjukan bahwa jumlah sampah

plastik yang terbuang mencapai 26.500 ton per hari. Data tersebut juga didukung

oleh data yang diperoleh dari Suyatma (2007) bahwa sampah dunia ternyata

didominasi oleh sampah plastik dengan persentase 32 %.

Proses daur ulang sebagai salah satu cara penanggulangan sampah plastik,

ternyata tidak akan menyelesaikan masalah. Pembuangan produk-produk plastik

yang bersifat tidak dapat didegradasi sangat merugikan karena terkesan kumuh,

kotor dan berserakan bila pengaturannya tidak efektif. Sifat plastik yang non

biodegradabel akan menyebabkan pencemaran lingkungan yang dapat mengurangi

kesuburan tanah dan selanjutnya menyebabkan ketandusan (Sa’id, 1998). Plastik

(9)

dikembangkan karena plastik biodegradabel sangat ramah lingkungan sehingga

dapat dengan mudah terdegradasi di alam. Poli asam laktat ataupoly lactic acid (PLA) merupakan salah satu contoh plastik biodegradabel. Modifikasi poli asam

laktat telah banyak dilakukan oleh para peneliti untuk memperbaiki sifat mekanik

dari bahan tersebut diantaranya adalah teknikblendingatau mencampurkan poli asam laktat dengan polimer alam atau polimer sintetik lain, seperti pencampuran

poli asam laktat dan kitosan.

Damayanti (2011) melaporkan bahwa pembuatan plastik ramah lingkungan dapat

dihasilkan dari campuran kitosan-poli asam laktat dengan tekniksolution-mixing, namun produk bioplastik yang dihasilkan tidak homogen. Penelitian untuk

menetukan variasi pelarut terhadap campuran kitosan-PVA, seperti asam asetat,

asam format, asam sitrat dan asam telah dilaporkan oleh Parket al., (2001). Saputro (2012) juga telah melaporkan bahwa pembuatan bioplastik ramah

lingkungan dapat dihasilkan dari campuran polistirena-poli asam laktat dengan

tekniksolution castingyang menghasilkan produk bioplastik yang homogen. Menurut Muhamed (2006) penelitian untuk mempelajari interaksi antara

campuran poli asam laktat dan polistirena menghasilkan campuran polistirena dan

poli asam laktat yang baik dengan kemantapan suhu saat mencapai puncak

pelelehan. Penelitian yang melibatkan campuran pati dengan poli vinil alkohol

guna memperbaiki sifat kompatibilitas kedua campuran juga telah dilaporkan oleh

Lawtonet al(1996). Beberapa peneliti juga telah melaporkan pembuatan bioplastik dari campuran PLA dan pati gandum (Sun, 2001), campuran PLA dan

(10)

Penggunaan onggok singkong sebagai bahan untuk campuran poli asam laktat

dinilai cukup menarik dikarenakan onggok singkong merupakan limbah atau hasil

samping dari produksi tapioka yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan

mempunyai nilai ekonomis. Apabila limbah tersebut tidak dimanfaatkan akan

mencemari lingkungan di area produksi tersebut karena bau yang mencemari

udara. Selain itu, onggok singkong memiliki kandungan karbohidrat yang

merupakan komponen utama yang terkandung di dalam onggok singkong yaitu

sekitar 65, 90%. Oleh karena itu, sangat mungkin dilakukan modifikasi terhadap

senyawa karbohidrat yang terdapat pada limbah padat onggok. Onggok singkong

mempunyai sifat fisik yang kurang menguntungkan diantaranya elastisitas,

kekerasan, stabilitas mekanik dan peka terhadap kelembaban (Kurniadi, 2010).

Sifat-sifat tersebut dapat ditingkatkan melalui modifikasi, antara lain dengan

teknologi pencampuran (blending), derivatisasi kimia, dan kopolimerisasigrafting (graf co-polymeriztion)(Wang, 2004). Kurniadi (2010) melaporkan bahwa onggok singkong dapat dimodifikasi dengan cara kopolimerisasi menggunakan

monomer asam akrilat.

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan dan karakterisasi plastik

biodegradabel dari onggok singkong dan poli asam laktat dengan dan tanpa

platicizergliserol, hasil film plastik yang di dapat cenderung kurang homogen. Untuk uji karakterisasi bioplastik campuran poli asam laktat-onggok singkong

(11)

SEM( Scanning Electron Microscopy )yang berfungsi untuk mengetahui

permukaan plastik, DSC (Difference Scanning Colometry) yang berfungsi untuk menganalisis dan mengukur perbedaan kalor.

1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membuat plastik biodegradabel dari campuran onggok singkong dan poli

asam laktat.

2. Karakterisasi plastik campuran onggok singkong dan poli asam laktat

dengan menggunakan FTIR, SEM, dan DSC.

1.3.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan

informasi mengenai plastik ramah lingkungan dari campuran onggok

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. POLIMER

Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun

1833. Sepanjang abad 19 para ilmuwan bekerja dengan makromolekul tanpa

memiliki suatu pengertian yang jelas mengenai strukturnya. Sebenarnya, beberapa

polimer alam yang termodifikasi telah dikomersialkan. Polimer berasal dari bahasa

Yunani yaitu

poly,

yang berarti banyak, dan

mer

, yang berarti bagian atau satuan.

Ciri utama polimer yakni mempunyai rantai yang sangat panjang dan memiliki massa

molekul yang besar (Stevens, 2001).

Polimer merupakan rangkaian molekul panjang yang tersusun dari pengulangan

kesatuan molekul yang kecil dan sederhana. Molekul kecil dan sederhana penyusun

polimer disebut dengan monomer. Polimer dengan massa molekul yang besar disebut

dengan polimer tinggi. Polimer tinggi terdapat di alam seperti pati, selulosa, protein,

dan kitosan serta yang dapat disintesis di laboratorium misalnya : polivinil klorida,

polivinil alkohol, poliasam laktat, polimetil metakrilat, polietilena. Plastik

(13)

2.1.1. Klasifikasi Polimer

2.1.1.1. Berdasarkan sumbernya polimer dapat dibagi menjadi polimer alam dan

polimer sintetik.

a) Polimer Alam

Polimer alam adalah polimer yang terjadi melalui proses alami. Contoh polimer

alam anorganik seperti tanah liat, pasir, sol-gel, silika, siloksan. Sedangkan contoh

polimer organik alam adalah karet alam dan selulosa yang berasal dari tumbuhan,

wol dan sutera yang berasal dari hewan serta asbes yang berasal dari mineral.

b) Polimer Sintetik

Polimer sintetik adalah polimer yang dibuat melalui reaksi kimia sepeti karet fiber,

nilon, poliester, polisterena, polietilen.

2.1.1.2. Berdasarkan struktur rantainya, polimer dapat dibagi menjadi tiga jenis

struktur yaitu :

a) Polimer Rantai Lurus

Jika pengulangan kesatuan berulang itu lurus (seperti rantai) maka

molekul-molekul polimer seringkali digambarkan sebagai molekul-molekul rantai atau rantai

polimer.

b) Polimer Bercabang

Beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan silang

membentuk polimer bersambung silang.

(14)

Jika sambungan silang terjadi beberapa arah, maka terbentuk polimer

sambung-silang tiga dimensi yang sering disebut polimer jaringan.

2.1.1.3. Berdasarkan sifat termal polimer dibagi menjadi dua jenis yaitu :

a)

Polimer Termoplastik

Polimer ini mempunyai sifat fleksibel, dapat melunak bila dipanaskan dan kaku

(mengeras) bila didinginkan. Contoh: polietilen (PE), polipropilen (PP), polivinil

klorida (PVC), nilon, dan poliester.

b) Polimer Termoset

Polimer jenis ini mempunyai berat molekul yang ringgi, tidak melunak, dan sukar

larut. Contoh : polimetan sebagai bahan pengemas dan melamin formaldehida

(formika).

2.1.1.4. Berdasarkan komposisinya polimer terdiri dari dua jenis yaitu:

a) Homopolimer

Polimer yang disusun oleh satu jenis monomer dan merupakan polimer yang

paling sederhana.

b) Heteropolimer (kopolimer)

Polimer yang terbuat dari dua atau lebih monomer. Terdapat beberapa jenis

kopolimer yaitu:

1) Kopolimer acak yaitu sejumlah kesatuan berulang yang berbeda tersusun

secara acak pada rantai polimer.

2) Kopolimer berselang-seling yaitu beberapa kesatuan berulang yang berbeda

(15)

3) Kopolimer cangkuk/graf/tempel yaitu kelompok satu macam kesatuan berulang

tercangkuk pada polimer tulang punggung lurus yang mengandung hanya satu

macam kesatuan berulang.

2.1.1.5. Berdasarkan fasenya, polimer terdiri dari dua jenis yaitu:

a) Kristalin

Susunan antara rantai yang satu dengan rantai yang lain adalah teratur dan

mempunyai titik leleh (

melting point

).

b)

Amorf

Susunan antara rantai yang satu dengan yang lain orientasinya acak dan

mempunyai temperatur transisi gelas (Billmeyer, 1984).

Polimer terbentuk dari susunan monomer-monomer dengan melalui proses

polimerisasi. Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer dari monomernya.

Reaksi tersebut akan menghasilkan polimer dengan susunan ulang tertentu.

Polimerisasi dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu polimerisasi adisi dan

polimerisasi kondensasi.

1. Polimerisasi Adisi

Polimerisasi ini melibatkan reaksi rantai dan dapat berupa radikal bebas atau

beberapa ion yang menghasilkan polimer yang memiliki atom sama seperti monomer

(16)

Tahap reaksi polimeriasi adisi:

a)

Inisiasi

Pembentukan pusat aktif hasil peruraian suatu inisiator. Peruraian suatu inisiator

dapat dilakukan menggunakan panas, sinar UV, dan sinar gamma (radiasi).

b) Propagasi (perambatan)

Tahapan dimana pusat aktif bereaksi dengan monomer secara adisi kontinyu

(berlanjut).

c) Terminasi (pengakhiran)

Tahapan dimana pusat aktif dinonaktifkan pada tahap akhir. Penonaktifan ini

dapat dilakukan dengan menggandengkan radikal atau kombinasi dan

disporposionasi yang melibatkan transfer suatu atom dari satu ujung rantai ke

ujung rantai lainnya. Berikut contoh reaksi polimer adisi pada Gambar 1.

(17)

2. Polimerisasi Kondensasi

Polimerisasi kondensasi adalah reaksi yang terjadi antara dua molekul bergugus

fungsi banyak yang menghasilkan molekul besar dengan disertai pelepasan molekul

kecil seperti air melalui reaksi kondensasi. Contoh reaksi polimerisasi kondensasi

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Salah satu contoh reaksi polimerisasi kondensasi.

Ciri-ciri polimerisasi kondensasi:

1. Berlangsung secara bertahap melalui reaksi antara pasangan-pasangan gugus

fungsi ujung.

2. Berat molekul polimer bertambah secara bertahap.

3. Kereaktifan suatu gugus fungsi dalam bentuk polimernya sama dengan dalam

bentuknya sewaktu dalam bentuk monomer.

4. Dapat membentuk struktur cincin, bergantung pada keluwesan gugus yang

terlibat dan ukuran cincin yang terbentuk.

(18)

6. Dalam tahap tertentu terbentuknya struktur jaringan, maka terjadi perubahan

sifat polimer yang mendadak misalnya campuran reaksi berubah dari cairan

menjadi bentuk gel.

7. Derajat polimerisasi dikendalikan dengan variasi waktu dan suhu.

8. Penghentian polimeriasi kondensasi dapat dilakukan dengan penambahan

penghenti ujung seperti asam etanoat, penambahan salah satu monomer

berlebih dan penambahan pada suhu tertentu.

2.2. BIOPLASTIK

Plastik merupakan polimer tinggi yang dibentuk dari proses polimerisasi. Menurut

Shreve dan Brink (1975) plastik didefinisikan sebagai materi yang bahan utamanya

adalah molekul organik terpolimerisasi dengan bobot molekul tinggi. Produk

akhirnya padat, dan pada beberapa bagian tahap produksinya dapat dibentuk sesuai

dengan yang dinginkan. Plastik merupakan salah satu bentuk polimer yang dapat

dengan mudah diubah dari bentuk satu ke bentuk lain. Nama plastik didasarkan pada

sifat bahan yang dalam salah satu tahap pengolahannya bahan tersebut ada dalam

keadaan plastik atau kenyal (Oktaviana, 2002).

Bioplastik merupakan plastik yang terbuat dari bahan alami dan disebut juga sebagai

plastik biodegradabel karena sifatnya yang dapat didegradasi dan akan hancur terurai

(19)

baku yang dipakai, plastik biodegradabel dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia seperti poli (

ɛ

-kaprolakton) (PCL) dan

kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti pati dan selulosa. Jika

kelompok pertama menggunakan sumber daya alam yang tidak terbarukan (

non-renewable resources

), maka yang kedua menggunakan sumber daya alam yang

terbarukan (

renewable resources

). Saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah

diproduksi adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik (Pranamuda, 2001).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan plastik biodegradabel terurai, yaitu :

1. Cahaya (fotodegradasi)

2. Hirolisis (degradasi kimiawi)

3. Bakteri / Jamur

4. Enzim (degradasi enzimatik)

5. Angin, Abrasi (degradasi mekanik)

Beberapa contoh polimer plastik biodegradabel yang sudah diproduksi dalam skala

industri yaitu poli (

ɛ

-

kaprolakton) (PCL), poli (α

-hidroksi butirat) (PHB), poli

(butilena suksinat) (PBS), poliasam laktat (PLA). PCL adalah polimer hasil sintesis

kimia menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat

biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisis oleh enzim lipase dan esterase yang

tersebar luas pada tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Kekurangan dari PCL

(20)

Biodegradable plastic

merupakan suatu bahan dalam kondisi dan waktu tertentu

mengalami perubahan dalam struktur kimianya oleh pengaruh mikroorganisme

seperti bakteri, jamur, dan alga.

Biodegradable plastic

dapat pula diartikan sebagai

suatu material polimer yang berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah

dimana paling sedikit satu atau beberapa tahap degradasinya melalui metabolisme

organisme secara alami (Latief, 2001). Polimer-polimer yang mampu terdegradasi

harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan

asetal, amida, atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta

memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai dengan spesifikasi

teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan pasar sehingga perlu adanya

pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap

biodegradabilitas dan sifat mekanik (Narayan, 2006).

Biodegradable plastic

dapat

dihasilkan melalui tiga cara yaitu:

- Biosintesis, seperti pada pati dan selulosa

- Bioteknologi, seperti pada

polyhydroxyl fatty acid

- Proses sintesis kimia seperti pada pembuatan poliamida, poliester dan polivinil

Alkohol.

Pada dasarnya terminologi

biodegradable plastic

, merupakan salah satu pengertian

turunan dari bioplastik, dimana bioplastik didefinisikan sebagai:

1. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dalam produksinya

(biobased)

-

Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil

(21)

-

Mempromosikan sumber daya alam sekitar

2. Sifat biodegradabilitas atau kompostabilitas

(biodegradable plastic)

-

Dapat dibuang dan hancur terurai

-

Segmentasi produk untuk kemasan pangan

-

Mampu mengalihkan pengolahan sampah dari

landfill

dan

incinerator

(Narayan,

2006).

Kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan

biodegradable

plastic

, yaitu:

1. Campuran biopolimer dengan polimer sintetis. Bahan ini memiliki nilai

biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas.

2. Poliester. Biopolimer ini dihasilkan secara fermentasi dengan mikroba

genus

Alcaligenes

dan dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur, dan

alga.

3. Polimer pertanian. Polimer pertanian diantaranya,

cellophan

, seluloasetat,

kitin,

pullulan

(Latief, 2001).

2.3. ONGGOK SINGKONG

Singkong (

Manihot utilissima

) atau disebut juga ketela pohon atau ubi kayu

merupakan tanaman penghasil pangan kedua terbesar setelah padi di Indonesia,

sehingga mempunyai prospek yang besar sebagai sumber karbohidrat untuk bahan

(22)

menggunakan ubi kayu. Proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka

menghasilkan produk sampingan berupa padatan yang disebut onggok dan hasil

buangan berupa cairan yang disebut “sludge”.

Gambar ampas singkong (onggok) dan

singkong dapat disajikan pada Gambar 3.

a

b

Gambar 3. Singkong (a) dan Ampas Singkong (Onggok) (b).

Produksi tapioka dari satu ton ubi kayu segar diperoleh sekitar 114 kg onggok

(Enie,1989). Haroen (1993) merinci lebih lengkap tentang presentase dari produk

utama berupa tepung tapioka berkisar 20-24 %, sementara limbah yang dihasilkan

selama proses pengolahan berturut-turut untuk kulit luar, kulit dalam, dan onggok

adalah 2 %, 15 %, dan 5-15 %. Onggok masih mengandung karbohidrat yang cukup

tinggi, namun protein kasar dan lemaknya rendah. Komposisi kimia onggok

(23)

Selain itu juga, onggok singkong masih banyak mengandung senyawa-senyawa gula

seperti sukrosa, glukosa, fruktosa, dekstran, galaktosa, asam nitrat, dan lain-lain.

Komposisi kimia dari onggok/ampas singkong dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi Ampas singkong/onggok.

No

Parameter

Persentase (%)

1

2

3

4

5

Karbohidrat

Protein

Lemak

Serat Kasar

Kadar Air

68,00

1,57

0,26

10,00

20,00

Sumber : http://agribisnis.web.id.

Onggok singkong merupakan limbah atau hasil samping dari produksi tapioka yang

belum dimanfaatkan secara maksimal dan mempunyai nilai ekonomis. Selain itu,

onggok singkong memiliki kandungan karbohidrat yang merupakan komponen utama

yang terkandung di dalam onggok singkong yaitu sekitar 65, 90 %. Oleh karena itu,

sangat mungkin dilakukan modifikasi terhadap senyawa karbohidrat yang terdapat

pada limbah padat onggok. Onggok singkong mempunyai sifat fisik yang kurang

menguntungkan diantaranya elastisitas, kekerasan, stabilitas mekanik dan peka

(24)

2.4. POLI ASAM LAKTAT ( PLA )

Poli asam laktat atau

poly lactic acid

(PLA) merupakan suatu polimer biodegradabel

yang diperoleh dari asam laktat. PLA termasuk kedalam golongan poliester alifatik

yang dapat terdegradasi maupun teruraikan di dalam tanah. PLA merupakan bahan

serbaguna yang 100 % dibuat dari bahan baku yang dapat didaur ulang seperti

jagung, gula, gandum, dan bahan-bahan yang memiliki pati dalam jumlah banyak

(Koesnandar, 2004). PLA merupakan termoplastik biodegradabel yang disusun oleh

monomer-monomer asam laktat. Melalui polimerisasi asam laktat akan dibentuk

PLA yang merupakan bahan dasar plastik biodegradabel. PLA bersifat biodegradabel

karena memiliki beberapa gugus hidroksil pada ujung rantainya. Selain itu juga PLA

bersifat biokompatibel artinya polimer ini dapat diterima dalam tubuh tanpa

menimbulkan efek berbahaya.

PLA merupakan kristal polimer dan mempunyai sifat rapuh, sehingga dalam

pembuatannya dibutuhkan

plasticizer

untuk menambah sifat mekanis PLA tersebut.

Struktur PLA dapat dilihat pada Gambar 4 ( Liu

et al,

2004) sementara sifat fisik dan

mekanik PLA dapat dilihat pada Tabel 2.

(25)

Berdasarkan sifat mekanik,

barrier

, fisik, dan kimia PLA mempunyai kombinasi

yang cocok untuk digunakan sebagai bahan sekali pakai atau sebagai bahan pengemas

makanan. PLA diharapkan dapat menggantikan plastik konvensional karena

mempunyai emisi gas CO

2

lebih rendah sehingga dapat mengurangi pemanasan

global (Widiarto, 2009).

Tabel.2 Sifat fisik dan mekanik PLA yaitu sebagai berikut :

Kerapatan

1,25

Titik leleh

161

o

C

Kristalinitas

0-1 %

Suhu peralihan kaca (Tg)

61

o

C

Modulus

2050 Mpa

Regangan

9 %

Biodegradasi

100

Permeabilitas air

172 g/me

Tegangan permukaan

50 mN.nm

Poli asam laktat dapat diproduksi dengan tiga metode yaitu polikondensasi langsung

(

direct condensation polymerization

). Keberadaan gugus hidroksil dan karboksil

pada asam laktat dapat diubah secara langsung menjadi poliester melalui reaksi

polikondensasi konvensional. Namun, reaksi polikondensasi konvensional asam

(26)

yang sangat lama karena sulitnya untuk mengeluarkan air dari produk yang memadat,

sehingga produk air yang dihasilkan justru akan menghidrolisis polimer yang

terbentuk. Reaksi polikondensasi konvensional hanya mampu menghasilkan PLA

dengan bobot molekul kurang dari 1,6 x 10

4

yang cirinya seperti kaca bergetas.

Kedua, yaitu kondensasi dehidrasi azeotropik dengan menggunakan pelarut

azeotropik yang dapat menghasilkan PLA dengan berat molekul mencapai 15.400 dan

rendemen sebesar 89 % dan metode ketiga yaitu polimerisasi pembukaan cincin (

ring

opening polymerization

/ROP) yang dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu

polikondensasi asam laktat, depolimerisasi sehingga membentuk dimer siklik

(

lactida

), dan dilanjutkan dengan polimerisasi pembukaan cincin, shingga diperoleh

PLA dengan berat molekul 2 x 10

4

hingga 6,8 x 10

5

(Hyon

et al

., 1998).

Metode yang umum dipakai untuk menghasilkan PLA adalah melalui reaksi

polimerisasi pembukaan cincin (ROP) laktida. ROP berlangsung dengan

menggunakan katalis dalam bentuk ion logam seperti seng, dibutil seng, timbal,

timah(II) 2-etilheksanoat, timah (IV) halida, dan beberapa alkoksida logam lainnya

(sebagian besar katalis dalam reaksi ROP ini bersifat toksik dan cukup berbahaya

untuk aplikasi pangan serta medis) yang sangat diperlukan untuk memulai reaksi

polimerisasi. Berdasarkan inisiator, reaksi ROP dapat berlangsung melalui beberapa

mekanisme radikal bebas (Touminen, 2003). Dibandingkan dengan metode-metode

polimerisasi asam laktat, metode ROP merupakan metode yang sangat kompleks dan

menghasilkan PLA dengan ciri yang baik untuk berbagai aplikasi seperti pengemasan

(27)

Menurut Botelho (2004), kelebihan poli asam laktat dibandingkan dengan plastik

yang terbuat dari minyak bumi adalah :

1.

Biodegradable

, artinya poli asam laktat dapat diuraikan secara alami di

lingkungan oleh mikroorganisme.

2.

Biocompatible

, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima

oleh sel atau jaringan biologi.

3. Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan

bukan dari minyak bumi.

4. 100 %

recyclable

(dapat di daur ulang) melalui hidrolisis asam laktat dapat

diperoleh dan digunakan kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa

digabungkan untuk menghasilkan produk lain.

5. Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi poli

asam laktat.

6. Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO

2

dan air.

Saat ini, PLA sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang medis,

kemasan dan tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai benang

jahit pada saat operasi serta bahan pembungkus kapsul. Selain itu pada dasawarsa

terakhir PLA juga dikembangkan dalam upaya perbaikan jaringan tubuh manusia.

PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong plastik (

retail bags

),

kontainer, bahkan

edible film

untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk film dan bentuk

foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga

(28)

dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan

penggunaan lain dari jenis plastik ini. Selain itu, dibidang tekstil PLA juga telah

diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di Jepang, PLA bahkan sudah

dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan

compact disc

(CD) oleh Sanyo

(Saputro, 2012).

2.5.

PLASTICIZER

Bahan non volatil dengan berat molekul rendah, mempunyai titik didih tinggi apabila

ditambahkan pada material lain dan dapat merubah sifat material tersebut disebut

plasticizer

. Penambahan

plasticizer

dapat menurunkan kekuatan intermolekular dan

meningkatkan fleksibilitas film dan menurunkan sifat barrier film. Gliserol dan

sorbitol merupakan

plasticizer

yang efektif karena memiliki kemampuan untuk

mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekular,

plasticizer

ditambahkan pada pembuatan film untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan

fleksibilitas dan ketahanan film terutama jika disimpan paa suhu rendah (Kemala,

1998).

Penambahan

plasticizer

ini dapat meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film,

menghindari film dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air

dan zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis

plasticizer

yang

(29)

2.6. GLISEROL

Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis tidak berwarna, cairan kental

dengan titik lebur 20

o

C dan mempunyai titik didih yang tinggi yaitu 290

o

C. Gliserol

dapat larut sempurna dengan air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam minyak.

Sebaliknya banyak zat yang dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam

air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik untuk

melarutkan berbagai senyawa. Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (

anti

freeze

) dan juga merupakan senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan

untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik,

makanan, minuman, dan lainnya (Yusmarlela, 2009). Struktur gliserol dapat dilihat

pada Gambar 5.

(30)

2.7 . Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektrofotometri Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi

molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada panjang gelombang 0,75

1,00 µm atau pada bilangan gelombang 13.000

10 cm

-1

. Radiasi elektromagnetik

dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa

cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai

vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah

rambatan. Pada dasarnya Spektofotometer FTIR adalah sama dengan

Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada

sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh.

Secara keseluruhan, analisis menggunakan spektrofotometer ini memiliki dua

kelebihan utama dibandingkan Spektrofotometer Infra Red jenis dispersi yaitu :

1.

Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan

sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat.

2.

Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara

dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa

harus melalui celah (Hsu, 1994).

Pada sistim optik FTIR digunakan radiasi LASER (

Light Amplification by Stimulated

Emmission of Radiation

) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan

(31)

adalah TGS (

Tetra Glycerine Sulphate

) atau MCT (

Mercury Cadmium Telluride

).

Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada

frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh

temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra

merah.

Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi tekuk, khususnya vibrasi

rocking

(goyangan), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang 2000

400 cm

-1

.

Karena di daerah antara 4000

2000 cm

-1

merupakan daerah yang khusus yang

berguna untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbs yang

disebabkan oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara 2000

400 cm

-1

seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan

absorbsi pada daerah tersebut. Dalam daerah 2000

400 cm

-1

tiap senyawa organik

mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai

daerah sidik jari (

fingerprint region

). Meskipun pada daerah 4000

2000 cm

-1

menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000

400 cm

-1

juga harus

menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa

adalah sama.

Pada analisis dengan spektrofotometer FTIR diharapkan terlihat pita serapan melebar

dengan intensitas kuat pada daerah 3500-3000 cm

-1

yang menunjukkan karakteristik

(32)

(amina primer), diharapkan muncul pita serapan pada daerah 1250-1000 cm

-1

yang

menunjukkan vibrasi ulur CN, pita serapan pada daerah 3000-2850 cm

-1

menunjukkan karakteristik vibrasi ulur CH, pita serapan lainnya pada daerah

1470-1350 cm

-1

yang menunjukkan vibrasi tekuk CH, dan pita serapan pada daerah

1250-970 cm

-1

yang menunjukkan vibrasi tekuk C-O (Hsu, 1994).

Spektroskopi FTIR merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organik, gugus fungsi ini dapat ditentukan

berdasarkan ikatan dari tiap atom. Prinsip kerja dari metode ini adalah sinar yang

terserap menyebabkan molekul dari senyawa tervibrasi dan energi vibrasi diukur oleh

detektor dan energi vibrasi dari gugus fungsi tertentu akan menghasilkan frekuensi

yang spesifik.

Alat ini mempunyai kemampuan lebih sensitif dibanding dengan alat dispersi dan

dapat digunakan pada daerah yang sangat sulit atau tidak mungkin dianalisis dengan

alat dispersi. Keuntungan yang diperoleh dari spektra yang rumit ini adalah dengan

membandingkan spektra senyawa cuplikan asli. Kesesuaian puncak-puncak yang ada

(33)
[image:33.612.140.504.99.349.2]

Gambar 6. Skema Peralatan FTIR.

2.8.

Scanning Electron Microscopy

(SEM)

SEM adalah suatu instrumen penghasil berkas elektron pada permukaan spesimen

target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh

material target. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron, ruang sampel, dan

sistem vakum. Dalam hal analisis morfologi kopolimer penggunaan alat SEM

berkembang luas. Prinsip analisis menggunakan SEM adalah dengan sinyal elektron

(34)

Sumber Elektron

Anoda

Demagnetisasi 1

Demagnetisasi 2

Scan coil

Aperture

[image:34.612.162.528.88.402.2]

Sampel

Gambar 7. Skema Peralatan SEM.

Teknik SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data

yang diperoleh merupakan data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20

µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi

dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi

diperoleh dengan penangkap elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.

Sampel yang akan dianalisis dengan menggunakan teknik ini harus mempunyai

permukaan dengan konduktivitas yang tinggi, karena polimer mempunyai

(35)

dianalisis dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan emas atau campuran emas

dan palladium.

Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh

suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang diguaakan dapat

menghantarkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron.

Berkas elektron yang berinterksi dengan spesimen dikumpulkan untuk mengetahui

intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar

dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola

difraksi elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis

unsur serta distribusinya dan morfologi dari permukaan bahan (Wu

et al

, 2007).

2.9.

Difference Scanning Colorimetry

(DSC)

DSC (

Difference Scanning Colometry

) merupakan teknik yang digunakan untuk

menganalisa dan mengukur perbedaan kalor yang masuk ke dalam sampel dan

referensi sebagai pembandingnya. DSC dapat digunakan untuk mempelajari

perubahan yang terjadi pada bahan pada saat dipanaskan. DSC dapat menentukan

kapasitas panas (

heat capacity

), suhu perubahan dari keadaan kaku ke keadaan

(36)

diisi dengan smpel dan wadah kosong (

reference)

. Wadah tersebut biasanya terbuat

dari alumunium.

Komputer akan memerintahkn

heater

untuk menaikkan suhu dengan kecepatan

tertentu, biasanya 10

o

C per menit. Komputer juga memastikan bahwa peningkatan

suhu pada kedua

heater

berjalan bersamaan. Apabila suhu kedua wadah naik

bersamaan, maka akan terdapat perbedaan

heat

(panas) pada keduanya, karena wadah

pertama berisi sampel sedangkan yang lain kosong. Perbedaan

heat

direkam oleh

komputer dan ditampilkan dalam bentuk kurva

heat flow

berbanding dengan

temperatur (Widiarto, 2007). Analisis DSC digunakan untuk mempelajari transisi

fase, seperti melting, suhu transisi glass(Tg), atau dekomposisi eksotermik, serta

untuk menganalisa kestabilan terhadap oksidasi dan kapasitas panas suatu bahan.

Temperatur transisi gelas (Tg) merupakan salah satu sifat fisik penting dari polimer

yang menyebabkan polimer tersebut memiliki daya tahan terhadap panas atau suhu

yang berbeda-beda. Dimana pada saat temperatur luar mendekati temperatur transisi

glassnya maka suatu polimer mengalami perubahan dari keadaan yang keras kaku

(37)

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai Agustus 2013,

dengan tahapan kegiatan yaitu : pengambilan sampel onggok singkong,

pembuatan plastik dan karakterisasi SEM, DSC, FTIR dilakukan di Laboratorium

Biomassa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam peneitian ini meliputi alat-alat gelas seperti pada

umumnya di Laboratorium, penangas air, cawan petri, mortar, alumunium foil,

magnetic stirer(Wiggen Hauser), neraca digital (Wiggen Hauser),blender,mixer test, FTIRVarian 2000 Scimitar series,Scanning Electron Microscopy(SEM) -EDX merek JED-2300 Analysis Station JEOL,Difference Scanning Calorimetry (DSC) Mettler Toledo Type 821.

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah onggok singkong, poli

(38)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Film Plastik

3.3.1.1. Film Plastik Onggok Singkong

Onggok singkong yang telah kering dihaluskan dengan caradiblendersampai tiga kali, kemudian diayak menggunakan ayakan organik dengan ukuran 106 µm.

Onggok singkong yang sudah halus dibuat film plastik dengan menggunakan

pelarut akuades. Onggok singkong dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi.

Onggok singkong dibuat dengan konsentrasi 1 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (w/v)

dalam akuades. Campuran dipanaskan di atasheating stirerpada suhu 100oC. Larutan kemudian dituang ke dalam cetakan yang sudah dilapisi alumunium foil,

dioven pada suhu 40oC selama 60 menit dan dikeringkan di dalam desikator selama 2 hari. Setelah itu film plastik dikeluarkan dari cetakan. Kemudian pilih

satu film plastik yang paling baik dari variasi untuk dicampurkan dengan PLA.

3.3.1.2. Film Plastik PLA

PLA dibuat dengan konsentrasi 1 % (w/v) dalam asetonitril. Campuran

(39)

3.3.1.3. Film Plastik Campuran PLA-Onggok Singkong tanpaPlasticizer

Plastik campuran dibuat dengan komposisi campuran onggok singkong terhadap

PLA 5 : 1 (v/v). Larutan onggok singkong dituang ke dalam cetakan yang di

letakkan di atas penangas air, setelah itu larutan PLA dituang ke dalam cetakan

yang sudah berisi larutan onggok singkong. Lalu dibiarkan sampai campuran

menjadi kering. Kemudian campuran yang sudah kering di masukkan ke dalam

desikator selama 1 hari. Setelah kering film plastik dikeluarkan dari cetakan.

3.3.1.4. Film Plastik Campuran PLA-Onggok Singkong dengan Plasticizer (Gliserol)

Plastik campuran dibuat dengan komposisi campuran onggok singkong terhadap

PLA dan Gliserol 5 : 1 : 1 (v/v). Larutan onggok singkong dan larutan gliserol di

masukkan dalam erlenmeyer lalu di letakkan di atasheating stirersampai homogen, kemudian dituang ke dalam cetakan yang di letakkan di atas penangas

air, setelah itu larutan PLA dituang ke dalam cetakan yang sudah berisi larutan

onggok singkong. Lalu di biarkan sampai campuran menjadi kering. Kemudian

campuran yang sudah kering di masukkan ke dalam desikator selama 1 hari.

(40)

3.3.2. Karakterisasi Film Plastik dengan FT-IR

Sampel film plastik yang dihasilkan dipotong berbentuk lingkaran dengan

diameter 3,5 cm. Dimasukan dalam Mesin FTIR tipe varian 2000 FTIR scimiter series. Kemudian ditembak dengan sinar Infra Red dan hasil serapan gugus fungsional dari senyawa yang ada dalam sampel akan terekam sebagai spektrum

IR. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung.

3.3.3. Karkterisasi Film Plastik dengan SEM

Analisis SEM dengan metodesecondary electrondengan menggunakanScanning Electron Microscopy(SEM) - EDX merek JED-2300Analysis StationJEOL. Metode ini yaitu pembentukan gambar dihasilkan dari elektron yang telah

bertumbukan dengan spesimen dimana sebelumnya sampel dilapisi dengan emas

99% selama 3 menit dengan arus 230 A. Analisis dilakukan di Laboratorium

Biomassa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

3.3.4.Karakterisasi Film Plastik dengan DSC

Karakterisasi DSC menggunakan alat DSC Mettler Toledo Type 821. Sampel

(41)

kecepatan alir 50 mL/menit. Analisis dilakukan di Laboratorium Biomassa

(42)

V.

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

1.

Hasil SEM menunjukan bahwa pencampuran onggok singkong dan PLA

menghasilkan campuran yang tidak homogen (kompatibel).

2.

Analisis dengan FT-IR menunjukkan terjadinya

blending

antara PLA dan

onggok singkong pada panjang gelombang 1763 cm

-1

yang merupakan

adsorpsi pada ikatan karbonil.

3.

Hasil analisis dengan menggunakan DSC menunjukan bahwa film plastik

onggok singkong tidak termati.

4.

Suhu transisi kaca (Tg) pada hasil analisis menggunakan DSC hanya

memperlihatkan hasil PLA yaitu pada suhu 56,9

o

C.

5.

Hasil termogram DSC pada film plastik

blending

PLA-onggok singkong

dengan penambahan gliserol menunjukan bahwa gliserol menurunkan suhu

lelehan (Tm) pada PLA yaitu dari suhu 162,9

o

C (tanpa gliserol) menjadi 156

o
(43)

5.2. Saran

Dalam penelitian ini penambahan gliserol dapat memperbaiki kompatibilitas

campuran, namun hal ini belum berlangsung dengan baik, oleh karena itu

disarankan sebagai berikut :

1.

Membuat cetakan yang sesuai dan mencari teknik

casting

lain untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik.

2.

Diperlukan penambahan emulsifair untuk memperbaiki tekstur plastik.

3.

Perlu adanya variasi komposisi gliserol yang ditambahkan dan jenis

plasticizer

lain yang digunakan sehingga dapat mengetahui dan

memperoleh

plasticizer

yang paling efektif.

4.

Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pembuatan

plastik

campuran onggok singkong-PLA dengan menggunakan metode selain

solution casting.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Annisa. 2007.

Pengaruh Konsentrasi Monomer terhadap grafting kitosan pada

Film Polietilen dengan Metode Grafting

. Skripsi. Universitas Lampung.

Ajioaka M., K, Enomoto., K.,Suzuki., and A, Yamaguchi. 1998. Basic Properties

of polylactic acid produced by the direct condensation polymerization of

lactic acid

. Bull Chem Soc Jpn

68:2125-2131.

Billmeyer, F.W.1984.

Text Book of Polymer Science 3th Edition

.Jhon Willey and

Sons,Inc.New York.

Botelho, T., N,Teixira., and F, Aguiar. 2004.

Polylactic Acid Production from

Sugar Molasses,

International Patent WO 2004/057008 A1.

Bijarimi M., A, Sahrim., and R, Rozaidi. 2012.

Mechanical, Thermal and

Morphological Properties of PLA/PP Melt Blends

. Dubai (UAE).7

Oktober 2012.

Ciptadi A., dan W, Tan. 1983

. Telaah Kualitas dan Kuantitas Limbah Industri

Tapioka di Bogor Dan Sekitarnya, serta Pembuatan suatu Model cara

Pengendaliannya

. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Damayanti, T. 2010.

Pembentukan dan Karakterisasi Plastik Ramah Lingkungan

dari Campuran Kitosan - Poli Asam Laktat

. (Skripsi). Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.

Enie, A. B. 1987.

Teknologi Pengolahan Singkong

. Makalah pada Seminar

Nasional Peningkatan Nilai Tambah Singkong Jurusan Teknologi Petanian

Fak. Pertanian Univ. Padjajaran Bandung.

Haroen, U. 1993.

Pemanfaatan Onggok dalam Ransum dan Pengaruhnya

terhadap Permormance Ayam Boiler

. (Tesis). Fakultas Teknologi

Pertnian. IPB. Bogor.

(45)

Hidayat. 2003.

Uji Kekuatan Mekanik pada Plastik Ramah Lingkungan.

http://bioindustri.blogspot.com/2008_05_01_archive.html

.

Diakses pada

tangga l8 Oktober 2011.

Hsu, C.P.S. 1994.

Infrared Spectroscopy

.

Handbook of Instrumental Techniques

for Analytical Chemistry.

Nazarrudin. 2012.

Pedoman Teknis Pengembangan Agroindustri Tanaman

Pangan TA 2012.

http://agibisnis.we.id/web/pustaka/teknologi%20proses/Pedoman%20Peng

olahan%20Ubi%20Kayu.pdf. Diakses pada 3 Juni 2012.

Hyon,B., and H, Kashiba. 1998. Glial cell line-derived neurotrophic factor and

nerve growth factor receptor mRNAs are expessed in distinct subgroup of

dorsal root ganglion neuron end are differentially regulated by peripheral

axotomy in the rat.

Neurosci Lett

252 (2) : 107-10.

Julianti E, dan M, Numinah. 2007.

Teknologi Pengemasan

.

http://library.usu.ac.id/download/fmipa/Kimia-Julianti.pdf. Tanggal akses:

11 April 2008.

Kemala,T. 1998.

Pengaruh Zat Pemplastis Dibutil Ftalat pada Polyblend

Polisterenapati

(Tesis). Bandung. Program Pascasarjana. Institut teknologi

Bandung.

Kurniadi, T. 2010.

Kopolimerisasi Grafting Monomer Asam Akrilat pada Onggok

Singkong dan Karakteristiknya

. (Tesis). Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Latief, R. 2001

. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradabel

. http://www.

hayati_ipb. com/users/rudyct/individu 2001/rindam_latief.htm-87k.

Diakses pada 23 Juni 2003.

Lawton, J. H., and G. E, Lkiens. 2000.

Moleculer Methods in Ecology

. Oxford.

Blackwell Science.

Liu, C., FL, Yoa., W, Chen., and KD, Yoa. 2004. Anti-Toxicity Microsphere

Kitosan and Poly Lactat Acid.

Journal of Applied Polymer Science

.

89.3850-4.

Mohamed, A., H, Sherald., Gordon., Biresaw., and Girma. 2006. Poly (lactic

acid)/Polystyrene

Bioblends

Characterized

by

Thermogravimetric

Analysis, Differential Scanning Calorimetry, and Photoacoustic Infrared

Spectroscopy.

Journal of Applied Polymer Science

. Vol. 106. 1689

1696.

Narayan R. 1996.

Biobased and Biodegradable

Plastic

. http://www.

(46)

Oktaviana, T. D. 2002.

Pembuatan dan Analisa Film Bioplastik dari Kitosan

Hasil Iradiasi Kitin yang Berasal dari Kulit Kepiting Bakau (Scylla

serata)

. (Skripsi). Universitas Pancasila. Jakarta.

Pranumuda. 2001.

Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahan Baku

Pati Tropis. Biodegradasi untuk Abad 2

1. Jakarta.

Purnawati, R. 2007.

Pengembangan Produksi Bioinsektisida oleh Bacillus

thuringiensis subsp. Israelensis secara Curah Menggunakan Substrat

Onggok

. (Tesis). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Ristadi, F. A. 2011.

Studi Mengenai Sifat Mekanis Komposit Polylactic Acid

(PLA) Diperkuat Serat Rami.

(Skripsi). Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Sa’id, G.E. 1998.

Penanganan dan Pengolahan Limbah Padat.

Medyatama Saran

Perkasa, London.

Saputro, D. F. 2012.

Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Ramah Lingkungan

dari Campuran Polisterena-Poli Asam Laktat.

(Skripsi). Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.

Lampung.

Sherve, R. N, and J. A, Brink. 1997.

Chemical Proces Industries

. Ed ke-4.

Tokyo: McGraw Hill.

Silverstein. 2002.

Identification of Organic Compund

, 3

rd

Edition. John Wiley &

Sons Ltd. New York.

Stevano, R. 2013.

Karakterisasi Plastik Biodegradabel dari Campuran Kitosan

dan Poli Vinil Alkohol Menggunakan Metode Tanpa Pelarut

. (Skripsi).

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung.

Lampung.

Stevens, M. P. 2001.

Kimia Polimer

. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradnya

Paramita. Jakarta. 33-35 hal.

Sun, S. 2001. Biodegradabel Plastics from Wheat Strarch and Polylactic Acid

(PLA).

Journal of Applied Polymer Science

. 85. 162-168.

Suyatma, N. E., A, Copinet., V, Coma., and L, Tighzett. 2007. Mechanical and

Barrier Properties of Biodegradable Films based on Chitosan and

(47)

Touminen, J. 2003. Chain Linked Lactic Acid Polymer: Polymerization and

Biodegradation Studies. Helsinki University of Technology

. Departement

of Chemical Technology. Polymer Technology.

Wang, X. L . 2004.

Synthesis and Nuclear Nagnetic Resonance Analysis of

Starch-9-poly(1,4-dioxan-2-one)polymers.

J. Of Polymers. Science-Part

A:Polymer Chemistry. 42:3417-3422.

Widiarto, S. 2005.

Modifikasi Plastik Ramah Lingkungan dari Campuran Pati

Sagu-Polivinil Alkohol dengan Penambahan Glutaraldehida

. Laporan

Penelitian Pengembangan Diri Proyek HEDS. Lampung.

Widiarto, S. 2007.

Karakterisasi Bahan Polimer dengan Metode Differential

Scanning Calorimetry; dalam Analisis dan Karakterisasi Kimia, Suatu

Seri . Monograf

. Jurusan Kimia FMIPA UNILA. Kimia Press. Lampung.

Widiarto S., S.M, Indah., dan R. Supriyanto. 2009.

Pembuatan Plastik dari

campuran pati tapioka

PVA dengan radiasi sinar gamma

. Seminar

Nasional MIPA Unila. Lampung.

Wu H., B, Zheng., X, Zheng., J, Wang., W, Yuan., and Z, Jiang. 2007. Surface

modified Y zeolite filled chitosan membrane for direct methanol fuel cell.

Journal of Power Science

173: 842-852

(48)

Dikeringkan dalam suhu ruang selama

1 hari

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan film plastik campuran polistirena

PLA tanpa

Gliserol

Blending

dilarutkan dalam

aquades 5 %

Onggok Singkong

Larutan Onggok 5 %

dilarutkan dalam

asetonitril 1 %

PLA

Larutan PLA 1

%

diaduk dengan

magnetic stirer

Campuran onggok-PLA

dituang

ke dalam cetakan cawan petri

Film plastik onggok

PAL (5:1) tanpa gliserol

FT-IR

SEM

DSC

(49)

Lampiran 2. Diagram alir pembuatan film plastik campuran onggok singkong

PLA

dengan tambahan gliserol

Blending

dilarutkan dalam

aquades 5 %

Onggok Singkong

Larutan onggok 5 %

dilarutkan dalam

asetonitril 1 %

PLA

Larutan PLA 1

%

- ditambah gliserol

- diaduk dengan

magnetic

stirer

Campuran onggok-PLA

dituang

ke dalam cetakan cawan petri

Film plastik onggok - PAL

Dikeringkan dalam suhu 35°C selama

2 hari

FT-IR

SEM

DSC

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)

Lampiran 5. Hasil morfologi SEM onggok singkong, PLA, PLa-onggok singkong

tanpa dan dengan gliserol perbesaran 500x

a.Onggok Singkong

(55)

c. PLA-onggok singkong tanpa gliserol

Gambar

Gambar 1. Prinsip Reaksi Adisi.
Gambar 2. Salah satu contoh reaksi polimerisasi kondensasi.
Gambar 3. Singkong (a) dan Ampas Singkong (Onggok) (b).
Tabel 1. Kandungan nutrisi Ampas singkong/onggok.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian pembuatan plastik campuran selulosa dari limbah padat tapioka (onggok) dan LDPE menggunakan Single Screw Extruder.. Plastik dibuat dalam

Beberapa modifikasi telah dilakukan sejumlah peneliti untuk memperbaiki sifat mekanik dari plastik yang berbahan dasar kitosan ini diantaranya dengan teknik blending atau

Polimer biodegradabel seperti kopolimer poli(asam laktat)-poli(asam glikolat) (PLGA) biasanya dibuat melalui kopolimerisasi pembukaan cincin D,L-laktida dan glikolida

Poli asam laktat atau Poli laktida (PLA) dengan rumus kimia (CH 3 CHOHCOOH)n adalah sejenis polimer atau plastik yang bersifat biodegradable, thermoplastic dan

Semakin banyak jumlah katalis Tin(II) Octoate yang ditambahkan pada proses polimerisasi asam laktat maka semakin besar yield poli asam laktat yang diperoleh. Jumlah

Konsentrasi asam optimum untuk menghidrolisis onggok yang dapat menghasilkan kadar ethanol maksimum adalah 3%, Penambahan jumlah ragi optimum adalah 1%, waktu

Disertasi dengan judul:” Pengolahan dan Karakterisasi Bentonit Alam Aceh sebagai Pengisi Bionanokomposit Poli Kaprolakton/ Poli Asam laktat / Kitosan (PCL/PLA/Kitosan )”,

Perlakuan terbaik adalah perlakuan konsentrasi bakteri asam laktat 3 % dan lama fermentasi selama 9 hari yang menghasilkan tepung pati singkong asam dengan rendemen 19,6, total