• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Aparatur Dinas Pemukiman dan Perumahan dalam melaksanakan Program Penataan Ruang di Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Aparatur Dinas Pemukiman dan Perumahan dalam melaksanakan Program Penataan Ruang di Provinsi Jawa Barat"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA APARATUR DINAS PERMUKIMAN DAN PERUMAHAN DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM PENATAAN RUANG

DI PROVINSI JAWA BARAT

LAPORAN KKL

Diajukan sebagai Laporan Kuliah Kerja Lapangan di Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat

pada Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Disusun oleh: Wendi Riyadi

41707817

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN BANDUNG

(2)
(3)
(4)

74

I. Identitas Diri

Nama Lengkap : Wendi Riyadi

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 7 mei 1989 Status Perkawinan : Belum Kawin

Agama : Islam

Alamat Lengkap : Komp. Pemda Blok i No 83 Kel. Padasuka Cimahi Tengah

Email : wendiriyadi@yahoo.co.id

Handphone : 081809510025/ 081394791010

Nama Ayah : Rusyadi Hadi

Pekerjaan Ayah : PNS (Pegawai Negeri Sipil) Nama Ibu : Etty Budiwaty

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat Lengkap : Komp. Pemda Blok i No 83 Kel. Padasuka Cimahi Tengah

II. Pendidikan Formal

1. SD Negeri Padasuka Indah 1996-2001 2. SMP Negeri 5 Cimahi 2001-2004 3. SMA Negeri 4 Cimahi 2004-2007

(5)

75

1. Pelatihan Protokoler Pengurus Hima Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Tahun 2009

2. Table Manner 2009 3. TOEFL Tahun 2011

4. Kuliah Umum Pelaksanaan E-KTP Guna Meningkatkan Pelayanan

Publik Tahun 2012

III. Pengalaman Organisasi

1. Anggota Hima Prodi Ilmu Pemerintahan Tahun 2008-2009 2. Wakil Ketua Hima Prodi Ilmu Pemerintahan Tahun 2010-2011

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya

Bandung, Oktober 2012

(6)

iv

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR………. .. vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang KKL ... 1

1.2 Kegunaan KKL ... 4

1.3 Metode KKL ... 4

1.3.1 Studi Pustaka ... 5

1.3.2 Observasi ... 5

1.4. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan KKL ... 5

1.4.1 Waktu KKL ... 5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kinerja Aparatur ... 7

2.2 Pengertian Aparatur ... 9

2.3 Pengertian Kinerja Aparatur ... 10

2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ... 12

2.4.1 Kemampuan ... 12

2.4.2 Motivasi ... 15

2.5 Faktor Penghambat Kinerja ... 18

2.6 Penilaian Kinerja ... 29

2.7 Penataan Ruang ... 20

2.7.1 Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah ... 22

2.7.2 Paragdigma Penataan Ruang ... 23

(7)

v

2.7.5 Upaya Pelibatan Masyarakat Dalam Penataan Ruang ... 26 2.7.6 Strategi Peningkatan Peran Masyarakat Dalam

Pembangunan ... 27

BAB III HASIL KEGIATAN KKL

3.1 Hasil Kegiatan KKL ... 30 3.2 Pembahasan KKL ... 32

3.2.1 Gambaran Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat ... 40 3.2.2 Visi Dan Misi Dinas Permukiman Dan Perumahan

Provinsi Jawa Barat ... 41 3.2.3 Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Permukiman

Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat ... 42 3.2.4 Kegiatan Dinas ... 50

3.2.4.1 Kualitas Kinerja Aparatur Program Penataan

Ruang Provinsi Jawa Barat ... 51 3.2.4.2 Kuntitas Kinerja Aparatur Program Penataan

Ruang Provinsi Jawa Barat ... 58 3.3 Kinerja Aparatur Dinas Permukiman Dan Perumahan

dalam Melaksanakan Program Penataan Ruang Di Provinsi Jawa Barat ... 58 3.3.1 Mewujudkan Sumber Daya Manusia Jawa Barat

Yang Produktif Dan Berdaya Asing ... 59

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

vi

(9)

vii

Halaman

Lembar Form Aktifitas Harian Dilokasi KKL ... 66

Lembar Form Bimbingan ... 78

Struktur Organisasi Dinas Permukiman Dan Perumahan ... 70

Surat Permohonan KKL ... 71

Surat Persetujuan KKL ... 72

Surat Telah Melaksanakan KKL ... 73

Riwayat Hidup ... 74

(10)

ii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan KKL ini. Dalam laporan KKL ini, penulis mengambil judul “ KINERJA APARATUR DINAS PERMUKIMAN DAN PERUMAHAN DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM PENATAAN RUANG DI PROVINSI JAWA BARAT”.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima.

Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan KKL ini, antara lain :

1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

2. Ibu Nia Karniawati, S.IP.,M.Si. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

3. Ibu Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si. Selaku dosen pembimbing di Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia, yang telah bersedia membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan Laporan KKL ini.

4. Dosen pengajar dan staf di Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

5. Bapak Drs. Darsa, MM. Selaku Kepala Sub Bagian Dan Umum yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksaan Kuliah Kerja Lapangan .

(11)

iii

dorongan dengan do’a yang berarti dalam menyelesaikan Laporan KKL ini.

Semoga Laporan KKL ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca semua. Amin

Bandung, Oktober 2012

(12)

65

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

E, Koswara. (2001). Otonomi Daerah Untuk Demokrasi Dan Kemandirian

Rakyat. Jakarta: Pariba.

Gibson (1996). Lecithochitium exodicum. Canada: Parahemiueas meeas. Handayaningrat, Soewarno.(1982). Administrasi Pemerintahan Dalam

Pembangunan Nasional. Jakarta: PT.Gunung Agung

Hariandja, Marihot TUa Efendi dan Hardiwati Yovita. (2002). Manajemen

sumber daya manusia: pengadaan, pengembangan,

pengkompensasian, dan peningkatan produktivitas pegawai. Jakarta: Grasindo.

Hestu Cipto, B, Handoyo. (1998). Otonomi Daerah Dan Urusan Rumah

Tangga. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1998.

Mangkunegara, Prabu Anwar. (2005). Perilaku Dan Budaya Organisasi.

Bandung: PT Refika Aditama.Moenir, A.S. (2006). Manajemen

Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara,.

(2006). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung:Rafiak Aditama.

Moenir, H.A.S. (2002). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: BumiAksara.

Moeheriono. 2009. Pengkuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia.

Nayono, (1998). Mengenal Kehidupan Berorganisasi. Jakarta: Media Aksara.

Rivai, Veithzal. (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Robbins, & Coulter.

B. Dokumen-dokumen

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

C. Rujukan Elektronik

(13)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang KKL

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan.

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia. c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak

negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota, yang merupakan penjabaran dari RT/RW provinsi, dan yang berisitujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota, rencana struktur ruang wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota, penetapan kawasan strategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Perencanaan program penataan ruang mempunyai tujuan yang ditetapkan Pemerintah Daerah kota yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

(14)

Selain itu adanya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah telah menggeser paradigma pembangunan wilayah di Indonesia. Paradigma pembangunan wilayah telah bergeser dari sentralisasi ke arah desentralisasi pembangunan. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap daerah Kabupaten dan Kota perlu menyusun rencana tata ruangnya sebagai arahan pelaksanaan pembangunan. Sejalan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pembangunan Daerah bahwa kewenangan pelaksanaan pembangunan, termasuk pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten dan Kota berada pada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota.

Pelaksanaan program penataan ruang yang dilakukan oleh Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, memerlukan campur tangan dari aparatur yang berarti adalah sebuah kinerja dalam melaksanakan program tersebut. Kinerja harus mempuyai tujuan yang sama dalam unit kerja yang lebih kecil, dengan pembagian kerja, dan mekanisme kerja yang jelas. Kinerja suatu organisasi merupakan akumulasi kinerja semua individu yang bekerja di dalamnya. Dengan kata lain upaya peningkatan kinerja aparatur dalam hal ini adalah pegawai Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat adalah melalui peningkatan kinerja masing-masing individu.

Suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga yang dinamakan perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang (group of humanbeing) yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan. Tercapainya tujuan lembaga atau perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi lembaga tersebut.

(15)

Akibatnya, dalam proses pelayanan birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasan terhadap pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target semata. Sekarang ini sebaiknya kinerja harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat agar didapatkan hasil atau terdapat hubungan antara penggunaan pelayanan oleh publik dengan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan.

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Pegawai adalah orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah. Unsur manusia sebagai pegawai maka tujuan badan (wadah yang telah ditentukan) kemungkinan besar akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Pegawai inilah yang mengerjakan segala pekerjaan atau kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Definisi kinerja diatas menjelaskan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh seluruh pegawai yang ada disuatu organisasi atau instansi pemerintah. Meningkatkan kinerja dalam sebuah Organisasi atau instansi pemerintah merupakan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh organisasi dan instansi pemerintah dalam memaksimalkan suatu kegiatan.

(16)

1.2 Kegunaan KKL

Adapun kegunaan dari KKL yang dilakukan oleh penulis di Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, yaitu:

1. Kegunaan bagi penulis, dari hasil KKL ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti sebagai hal untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan di bidang pemerintahan terutama mengenai struktur organisasi.

2. Kegunaan teoritis, dari hasil dari KKL ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pemerintahan serta dapat dijadikan bahan acuan untuk masa yang akan datang bagi yang melaksanakan penelitian mengenai pembahasan tentang struktur organisasi.

3. Kegunaan praktis, dari hasil KKL ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sarana untuk membandingkan antara teori yang didapat saat perkuliahan dan penelitian di lapangan.

1.3 Metode KKL

Sesuai dengan masalah yang ditulis pada laporan KKL ini, khususnya yang berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan adalah dengan mencari kebenaran dalam penulisan berdasarkan suatu metode. Metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusun dalam melakukan penulisan dan pengamatan. Dengan demikian, penulis dalam melakukan penulisan ini menggunakan metode penulisan deskriptif.

(17)

1.3.1 Studi pustaka

Studi Pustaka yang penyusun lakukan dalam Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini yakni dengan cara membaca buku-buku yang memiliki muatan mengenai kinerja aparatur. Dan untuk menambah data yang penyusun perlukan, penyusun mencari beberapa data yang penyusun dapatkan dari hasil Kuliah Kerja Lapangan di Dinas Permukiman dan Perumahan.

1.3.2 Observasi

Observasi yang dilakukan penyusun yakni dengan cara mengamati kinerja aparatur Dinas Permukiman dan Perumahan dalam sehari-hari dan mempelajari data Program Penataan ruang Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat.

1.4 Lokasi KKL

Lokasi yang diambil sebagai tempat KKL adalah Kantor Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat yang beralamat Dijalan. Kawaluyaan No. 4 Bandung, Jawa Barat. Telp. 022-7319782 – 7319735 – 7319712, Kode Pos 40286.

1.4.1 Waktu KKL

Penjadwalan proses kuliah kerja lapangan sampai dengan seminar hasil yang terdiri dari:

1. Sosialisasi KKL, bulan Mei 2012.

2. Observasi Lokasi KKL, bulan Mei - Juli 2012. 3. Pengajuan Judul dan Lokasi KKL, bulan Juni 2012. 4. Pengajuan Surat Ke Tempat KKL, bulan Juni - Juli 2012. 5. Pelaksanaan KKL, bulan Juli 2012.

(18)

Lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Jadwal KKL

No

Waktu

Kegiatan

2012 2013

Mei Jun Juli Agst Sept Okt Nov Jan

1 Sosialisasi KKL 2 Penyusunan

Laporan KKL 3 Pelaksanaan

KKL

4 Pengumpulan

Data

5 Penyusunan

Laporan KKL 6 Pengumpulan

Laporan KKL 7 Seminar

(19)

7

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakan.

Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam instansi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya instansi untuk mencapai tujuan. Instansi umumnya mendasarkan perencanaan tujuan yang hendak dicapai di masa depan dengan perilaku yang diharapkan dari keseluruhan personil dalam mewujudkan tujuan tersebut. Tujuan utama penilaian kinerja pegawai adalah untuk memotivasikan karyawan dalam mencapai sasaran operasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Marihot Tua Efendy mengatakan bahwa, Kinerja adalah unjuk kerja yang merupakan hasil kerja dihasilkan oleh pegawai atau prilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. (Efendy, 2002:194).

Definisi di atas menjelaskan tentang hasil kerja dari seorang aparatur dengan kerja yang nyata, menentukan perannya dalam organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi itu sendiri.

Kinerja merupakan hasil dan keluaran yang dihasilkan oleh seorang pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi untuk periode tertentu. Kinerja pegawai yang baik adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam upaya instansi untuk meningkatan produktivitas. Kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi atau instansi.

(20)

lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja berasal dari bahasa job

performance atau actual perpormance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang atau suatu institusi). Kamus bahasa Indonesia. Berikut pengertian kinerja: “Menurut Awar Prabu Mangku Negara dalam bukunya yang berjudul evaluasi kinerja sumber daya manusia “kinerja sumberdaya manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja

output baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai dalam

persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”

(Mangku Negara, 2005:9).

Berhasil tidaknya tujuan dan cita-cita dalam organisasi pemerintahan tergantung bagaimana proses kinerja itu dilaksanakan. kinerja tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Keith Davis dalam buku Anwar Prabu Mangku Negara.

1. “Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan ability terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality knowledge+skill. Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQsuperior, very

superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatan dan terampil dalam menjalankan pekerjaan sehari-harimaka akan mudah menjalankan kinerja maksimal. 2. Faktor motivasi (Motivation)

Motivasi diartiakan sebagai suatu sikap attitude pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja situation dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif fro terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka berpikir negatif kontra terhadap situasi kerjanya akan menunjukan pada motivasi kerja yang rendah. Situasi yang dimaksud meliputi hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.”

(Mangku Negara 2005:13).

Dalam pengertian diatas bahwa suatu kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat berjalannya suatu pencapaian kinerja yang maksimal faktor tersebut meliputi faktor yang berasal dari intern

(21)

yang dikemukakan oleh Andrew E. Sikula dalam buku Anwar Prabu Mangku Negara.

“Evaluasi kinerja atau penilaian merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penapsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun sesuatu barang”

(Mangku Negara, 2005:69).

Dari beberapa pendapat tentang penilaian atau evaluasi kinerja dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk menilai kinerja pegawai dan organisasi. Disamping itu juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja dengan tepat dan memberikan tanggung jawab kepada pegawai atau organisasi sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dimasa yang akan datang.

2.2 Pengertian Aparatur

Aparatur berasal dari kata “aparat” yang berarti badan, alat, instansi, pegawai negeri. Sedangkan kata “aparatur” diartikan sebagai alat negara. Definisikan “aparatur” sebagai aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam menyelenggarakan pemerintahan atau negara sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional. Setiap aparatur pemerintahan dalam menjalankan kinerjanya, harus selalu dilandasi dengan tanggung jawab, dalam melaksanakan tugasnya agar dapat menciptakan kualitas kinerja yang optimal dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pada umumnya. Sebuah lembaga pemerintah tidak lepas dari aparatur sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan, hal ini sesuai dengan pendapat Soerwono Handayaningrat yang mengatakan bahwa:

“Aparatur ialah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Aspek-aspek administrasi itu terutama ialah kelembagaan atau organisasi dan kepegawaian” (Handayaningrat, 1982:154).

(22)

pemerintahan atau negara dalam melayani masyarakat. Aspek-aspek administrasi merupakan kelembagaan atau organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Setiap aparatur pemerintahan dalam menjalankan kinerjanya, harus selalu dilandasi dengan tanggung jawab, dalam melaksanakan tugasnya agar dapat menciptakan kualitas kinerja yang optimal dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pada umumnya. Sebuah lembaga pemerintah tidak lepas dari aparatur sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan, hal ini sesuai dengan pendapat Soerwono Handayaningrat yang mengatakan bahwa:

“Aparatur ialah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Aspek-aspek administrasi itu terutama ialah kelembagaan atau organisasi dan kepegawaian”

(Handayaningrat,1982:154).

Aparatur menurut definisi di atas dikatakan bahwa aparatur merupakan organisasi kepegawaian dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan atau negara dalam melayani masyarakat. Aspek-aspek administrasi merupakan kelembagaan atau organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

2.3 Pengertian Kinerja Aparatur

Kinerja aparatur merupakan suatu konsistensi, produktivitas, kualitas, dan responsivitas terhadap pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian dalam rangka mencapai tujuan bersama. Manajemen sumber daya manusia sama hal nya dengan kinerja aparaturnya namun kinerja aparatur lebih khusus dilibatkan untuk pemerintahan atau instansi yang lainnya untuk memperoleh, memajukan atau mengembangkan, dan memelihara tenaga kerja yang kompeten sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.

(23)

dengan tertib, efektif, dan efisien. Pelaksanaan kegiatan yang merupakan operasional dari peran yang melekat padanya disebut dengan Manajemen Kinerja Aparatur. Manajemen kinerja merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan secara terus-menerus oleh pimpinan kepada aparaturnya. Dalam kerangka organisasi terdapat hubungan antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi (organization

performance). Suatu organisasi pemerintah maupun swasta besar maupun

kecil dalam tujuan yang telah ditetapkan harus melalui kegiatan-kegiatan yang digerakkan oleh orang atau sekelompok orang yang aktif berperan sebagai pelaku, dengan kata lain tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena adanya upaya yang dilakukan oleh orang atau kinerja aparatur dalam organisasi tersebut. Kinerja organisasi akan sangat ditentukan oleh unsure aparaturnya karena itu dalam mengukur kinerja suatu organisasi sebaiknya diukur dalam tampilan kerjadari aparaturnya.

Adapun pengertian kinerja aparatur yang dikemukakan oleh Agus Dharma dalam bukunya “Manajemen Prestasi” yaitu sebagai berikut: “Kinerja aparatur adalah sesuatu yang dicapai oleh aparatur, prestasi kerja yang diperhatikan oleh aparatur, kemampuan kerja dikaitkan dengan penggunaan peralatan kantor”. (Dharma, 1991:105)

Sejalan dengan pengertiant ersebut, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya “Evaluasi Kinerja SDM”, mengatakan bahwa:

“Kinerja aparatur adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

(24)

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Aparatur sebagai pelayan masyarakat, harus memberikan pelayanan terbaik untuk mencapai suatu kinerja. Kenyataannya untuk mencapai kinerja yang diinginkan tidaklah mudah, banyak hambatan-hambatan yang harus dilewati. Menurut Keith Davis dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencapain kinerja, faktor tersebut berasal dari faktor kemampuan dan motivasi aparatur. Berdasarkan hal tersebut maka akan dijelaskan sebagai berikut:

“Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang dirumuskan sebagai berikut: “Human Performance=

Ability+Motivation, Motivation= Atitude+Situation, Ability=

Knowledge+Skill”

(Mangkunegara, 2005:13-14).

Berdasarkan pengertian di atas, aparatur dalam pencapaian kinerja harus memiliki kemampuan dan motivasi kerja. Kemampuan yang dimiliki aparatur dapat berupa kecerdasan ataupun bakat. Motivasi yang dimiliki aparatur dilihat melalui sikap dan situasi kerja yang kondusif, karena hal ini akan berhubungan dengan pencapaian prestasi kerja atau kinerja aparatur pada lingkungan Bapusipda Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2.4.1 Kemampuan

Kemampuan seorang aparatur berbeda-beda, kemampuan didapat dari kecerdasan ataupun bakat dari aparatur tersebut. Pengertian kemampuan menurut Moenir bahwa:

“Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan dengan tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan”

(Moenir, 2002:116).

(25)

dalam bidang perpustakaan yang berhubungan langsung dengan pengguna (user). Maka, kemampuan yang dimiliki aparatur dalam memberikan pelayanan merupakan ujung tombak dan sekaligus gambaran kualitas Bapusipda Provinsi Jawa Barat. Menurut Miftah Thoha sebagaimana dikutip oleh Nayono dalam buku Mengenal Kehidupan Berorganisasi bahwa: “Kemampuan adalah salah satu unsur dari kematangan, berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan dan pengalaman” (Nayono,1998:19).

Berdasarkan teori di atas, kemampuan sebagai keadaan yang dimiliki seseorang sehingga memungkinkan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu berdasarkan keahlian dan ketarampilannya. Kaitannya dengan penerapan (Online Public Access Catalog) OPAC pada Bapusipda Provinsi Jawa Barat, kemampuan aparatur merupakan salah satu faktor penunjang kemampuan Bapusipda Provinsi Jawa Barat untuk dapat meningkatkan kinerja aparaturnya. Setiap organisasi membutuhkan pengelola, dan pengelola tersebut tidak lain adalah aparatur yang terdapat didalamnya. Berkenaan dengan hal tersebut, E. Koswara dalam buku Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat, Tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui kemampuan aparatur adalah:

1. Rasio jumlah pegawai dengan jumlah penduduk 2. Masa kerja pegawai

3. Golongan kepegawaian 4. Pendidikan formal

5. Pendidikan teknis fungsional” (Koswara E, 2001:259).

(26)

Untuk mengetahui kemampuan aparat, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yakni:

1. “Ratio jumlah pegawai dengan jumlah penduduk 2. Pengalaman kerja pegawai

3. Golongan kepegawaian

4. Pendidikan formal yang dicapai 5. Pendidikan non formal

6. Kesesuaian antara pendidikan dengan jabatan” (Handoyo, 1998:102).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa untuk mengetahui kemampuan aparatur ratio jumlah aparatur dengan jumlah penduduk, masa kerja aparatur, golongan kepegawaian, pendidikan formal, pendidikan teknis fungsional menjadi faktor dalam meningkatkan kinerja. Kemampuan (ability) aparatur terdiri dari dua indikator yaitu:

Pertama, kemampuan potensi (IQ), merupakan aspek kemampuan yang ada dalam diri aparatur dan diperoleh dari faktor keturunan (herediter). Kemampuan potensi kemudian dibagi ke dalam dua bagian yaitu:

a. Kemampuan dasar umum (inteligensi atau kecerdasan). Inteligensi atau kecerdasan menurut C.P. Chaplin (1975) bahwa: Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif” (Dalam Syamsu, 2003:9). Inteligensi atau kecerdasan harus dimiliki oleh setiap aparatur Bapusipda Provinsi Jawa Barat agar dalam menjalankan segala tugasnya dapat berjalan dengan efektif.

b. Kemampuan dasar khusus (aptitudes atau bakat). Aptitudes atau bakat adalah kondisi seseorang yang dengan suatu pendidikan dan latihan yang memungkinkannya mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Aptitudes atau bakat merupakan faktor bawaan yang dimiliki oleh aparatur ataupun pengaruh dari lingkungan. Maka apabila seseorang terlahir dengan suatu bakat khusus dididik dan dilatih, bakat tersebut dapat berkembang dan dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya apabila dibiarkan tanpa pengarahan dan penguatan, bakat itu akan hilang dan tak berguna.

(27)

kemampuan sangatlah diperlukan baik melalui pendidikan ataupun melaui pelatihan-pelatihan. Pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari sumberdaya aparatur, semakin lama waktu yang digunakan seorang untuk pendidikan dan pelatihan, semakin tinggi kemampuan melakukan pekerjaan akan semakin tinggi kinerjanya. Oleh karena itu, Bapusipda Provinsi Jawa Barat sebagai lembaga pemerintah yang berorientasikan terhadap pelayanan perlu mengadakan pelatihan dan menempatkan aparatur pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya masing-masing (the right man in

the right place, the right man on the right job).

2.4.2 Motivasi

Motivasi aparatur untuk bekerja biasanya ditunjukkan oleh aktivitas yang terus-menerus, dan berorientasikan tujuan. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri aparatur secara terarah untuk mencapai tujuan kerja. Pengertian lain dikatakan oleh Keith Davis yang dikutip A. A Anwar Mangkunegara, bahwa:

“Motivasi diartikan suatu sikap (attiude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerja akan menunjukan kerja yang rendah, situsi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja”

(Mangkunegara, 2006:14).

Motivasi dalam arti bagaimana aparatur menafsirkan lingkungan kerja mereka. Kemampuan kerja yang ditunjukan aparatur didasari atas faktor-faktor apa yang memberi andil dan berkaitan dengan efek negatif terhadap kemampuan aparatur serta apa yang menimbulkan kegairahan dalam bekerja. Faktor motivasi terdiri dari dua indikator yaitu:

(28)

ditentukan oleh bagaimana cara aparatur memahami situasi yang dihadapinya. Situasi dikatakan oleh Keith Davis bahwa “Suatu keadaan atau kondisi dalam lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi sikap seseorang” (Davis, 1998:7). Situasi kerja yang dimaksud antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Mangkunegara mengatakan terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja aparatur, yaitu:

a. “Prinsip partisipasi yaitu upaya memotivasi kerja, aparatur perlu diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

b. Prinsip komunikasi yaitu pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas dengan informasi yang jelas, sehingga aparatur akan lebih mudah termotivasi dalam kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan yaitu pemimpin mengakui bahwa bawahan (aparatur) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan

d. Prinsip pendelegasian wewenang yaitu pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada aparatur bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat aparatur yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin

e. Prinsip memberi perhatian yaitu pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan aparatur, sehingga memotivasi aparatur untuk bekerja seperti yang diharapkan oleh pemimpin”

(Mangkunegara, 2005:61).

(29)

1. Teknik Pemenuhan kebutuhan aparatur, sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perlindungan fisik, bernafas dan sexual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling mendasar, dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji yang layak pada pegawai.

b) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan pertindungan dari ancaman bahaya dan lingkungan kerja. Maka pemimpin harus memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan perumahan dan dana pensiun.

c) Kebutuhan sosial atau rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk di terima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. Maka, pemimpin perlu menerima eksistensi atau keberadaan pegawai sebagai anggota kelompok kerja melakukan interaksi kerja yang baik dan hubungan kerja yang harmonis.

2. Teknik Komunikasi Persuasif

Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu teknik memotivasi kerja aparatur, yang dilakukan dengan cara mempengaruhi aparatur secara ekstralogis. Teknik ini dirumuskan dalam "AIDDAS".

S = Satisfaction (Kepuasan)

(Mangkunegara, 2005:76-77).

(30)

diharapkan oleh pemimpin sehingga seorang aparatur akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.

2.5 Faktor Penghambat Kinerja

Selain pada sumber kesalahan dalam penilaian kinerja terdapat pula faktor yang didefinisikan Veithzal Rivai sebagai faktor yang dapat menghambat kinerja, dalam hal ini Veithzal mendifinisikan menjadi 3 (tiga) kelompok utama yaitu:

1. “Kendala hukum/legal.

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal. Apapun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputusan dan penempatan mungkin ditentang melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya. Keputusan tidak tepat mungkin dapat terjadi kasus pemecatan yang diakibatkan kepada kelalaian.

2. Bias oleh penilai (penyelia). Setiap masalah yang didasarkan kepada ukuran subyektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk – bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:

a. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai

mempengaruhi pengurukan kinerja baik dalam arti positif dan kinerja jelek dalam arti negatif.

b. Kesalahan yang cenderung terpusat. Beberapa penilai tidak suka menempatkan karyawan ke dalam posisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai sangat positif dan dinilai sangat negatif.

c. Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Bias terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan.

3. Mengurangi bias penilaian. Bias penilaian dapat dikurangi melalu standar penilaian dinyatakan secara jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang sesuai”

(Veithzal Rivai, 2003:317).

(31)

2.6 Penilaian Kinerja

Menurut Sofyandi (2008:122), Penilaian kinerja (performance

appraisal) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja

karyawan. Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi. Apabila penilaian kinerja dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan kepada organisasi.

Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kepegawaian lainnya.

Menurut Moeheriono (2009:106), faktor-faktor penilaian adalah aspek-aspek yang diukur dalam proses penilaian kerja individu.

Faktor penilaian tersebut terdiri atas empat aspek, yakni sebagai berikut: 1. “Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan

kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan beberapa besar kenaikannya, misalnya omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran aset, dan lain-lain.

2. Perilaku, yaitu aspek tindak tunduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan.

3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, kemitraan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif, dan komitmen”. (Moeheriono, 2009:106).

(32)

dengan melalui upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan kepada organisasi.

Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi-kondisi kepegawaian lainnya.

Dari definisi di atas penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan penilaian kerja sangat penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kerja. Dalam persaingan global, perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya dimasa mendatang.

2.7 Penataan Ruang

Penataan ruang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). Dalam Pasal 1 Butir 1 UUPR, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang sendiri terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Ruang Daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.

b. Ruang Lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.

(33)

Di dalam Undang-undang Penataan Ruang (UUPR), ruang terdiri dari ruang wilayah dan ruang kawasan. Pengertian wilayah dalam Pasal 1 Butir 17 UUPR adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sedangkan pengertian kawasan dalam Pasal 1 Butir 20 Undang-undang Penataan Ruang (UUPR) adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

Ruang dalam wilayah nasional adalah wadah bagi manusia untuk melakukan kegiatannya. Hal ini tidaklah berarti bahwa ruang wilayah nasional akan dibagi habis oleh ruang-ruang yang diperuntukan bagi kegiatan manusia (fungsi budidaya) akan tetapi harus dipertimbangkan pula adanya ruang-ruang yang mempunyai fungsi lindung dalam kaitannya terhadap keseimbangan tata udara, tata air, konservasi flora dan fauna serta satu kesatuan ekologi.

Pasal 1 Butir 2 Undang-undang Penataan Ruang (UUPR), menjelaskan tentang yang dimaksud dengan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang dalam Pasal 1 Butir 3 Undang-undang Penataan Ruang (UUPR) adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedang pola ruang dalam Pasal 1 Butir 4 adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

(34)

wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

2.7.1 Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah

Kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat ketergantungan daerah-daerah kepada pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat Pemerintah di daerah. Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat rasa memiliki masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.

Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata” masing -masing.

Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif.

(35)

sound ) dan berkesinambungan ( sustainability sound ) melalui penataan ruang.

2.7.2 Paradigma Penataan Ruang

Dalam rangka menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai berikut:

a. Otonomi Daerah (UU No.22/1999)/( UU 32/2004) , mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam pembangunan Globalisasi. b. Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor

akan menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan didukung sumberdaya yang memadai.

c. Pemberdayaan masyarakat.

d. Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi Good Governance.

e. Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan. Karakteristiknya adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas.

2.7.3 Srategi Partisipatif Masyarakat Dalam Perencanaan Tata Ruang Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 menyebutkan bahwa ” ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya ”. Selanjutnya, tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Pengertian penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk didalamnya penataan ruang kota.

Beberapa persoalan dalam penataan ruang adalah:

(36)

b. Tidak terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses penataan ruang ( gap feeling ) yang menganggap masyarakat sekedar obyek pembangunan.

c. Rendahnya upaya-upaya pemerintah dalam memberikan informasi tentang akuntabilitas dari program penataan ruang yang diselenggarakan, sehingga masyarakat merasa pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspirasinya.

d. Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi kepentingan bersama ( common interest ), akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama. Hal ini ditunjukkan dimana Pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat, akan tetapi masyarakat merasa tidak cukup hanya dengan proses tersebut. Jadi semua proses keputusan yang diambil harus melibatkan masyarakat.

e. Tidak optimalnya kemitraan atau sinergi antara swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan Penataan ruang.

(37)

diputuskan sesunggguhnya cukup diselesaikan di tingkat local/desa. Jauhnya rentang pengambilan keputusan tersebut merupakan potensi terjadinya deviasi, baik yang pada gilirannya menyebabkan banyak kebijakan publik yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Berdasarkan persoalan-persoalan tersebut, upaya keras untuk mewujudkan partisipasi masyarakat yang sesungguhnya harus diupayakan. Maka kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (ornop), tokoh masyarakat, dewan perwakilan rakyat, dan pihak-pihak terkait lainnya perlu disinergikan.

2.7.4 Tantangan Dalam Menerapkan Partisipatif Masyarakat

Hambatan dan tantangan terbesar dari penerapan perencanaan partisipatif adalah resistensi birokrasi ( mental block ) dan politisi, serta menganggap kapasitas masyarakat dan perangkat pemerintahan desa masih sangat terbatas baik teknis maupun sikap/perilaku berdemokrasi.

Resistensi birokrasi terutama berkaitan dengan pembagian/pendelegasian kewenangan dan perimbangan keuangan. Sebagian besar birokrat masih keberatan apabila kewenangannya diserahkan yang akan membawa konsekuensi berkurangnya anggaran dinas/instansi yang dikuasainya. Selain itu, masih banyak peraturan birokrasi yang berorientasi “proyek”. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan institusi local (kelembagaan partisipasi masyarkat) pun dilaksanakan dengan pendekatan proyek. Untuk mengatasi hal ini, langkah yang harus ditempuh antara lain: Pemaksaan melalui pembaruan kebijakan / peraturan perundang-undangan yang lebih prodemokrasi / partisipasi

( structural ); dan pendekatan social-kultural ( mental treatment , pendidikan

dan latihan, dsb).

(38)

Tantangan terberat adalah bagaimana agar manajemen partisipatif ini tidak terdistorsi dan dimanipulasi oleh kelompok tertentu, seperti elit desa dan sebagainya. Karena itu, pengembangan system/mekanisme perumusan/pengambilan kebijakan public, termasuk resolusi konflik, serta peningkatan kapasitas masyarakat dan modal sosial sangat mendesak dilakukan.

Akhirnya, pengembangan manajemen partisipatif ini tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran, keuletan dan komitmen yang tinggi untuk mewujudkannya. Mengingat partisipasi adalah salah satu elemen penting dalam governance maka untuk mendorong terciptanyagood governance , banyak organisasi memilih isu partisipasi sebagai strategi awal mewujudkan good governance . Strategi yang diambil organisasi civil society

umumnya dilandasi analisis situsasi yang mengemukakan adanya tiga hambatan utama menuju partisipasi yang baik (Hetifah. 2000), yaitu:

Pertama, hambatan structural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Di antaranya adalah kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan maupun aturan yang kurang mendukung partisipasi termasuk kebijakan desentralisasi fiskal. Kedua, adalah hambatan internal masyarakat sendiri, diantaranya kurang inisiatif, tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini terjadi antara lain akibat kurangnya informasi. Ketiga, adalah hambatan akibat kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi.

2.7.5 Upaya Pelibatan Masyarakat Dalam Penataan Ruang

(39)

a. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses penataan ruang.

b. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses penataan ruang.

c. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman sosial budayanya.

d. Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika dan moral.

e. Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.

Prinsip - prinsip dasar tersebut dimaksudkan agar masyarakat sebagai pihak yang paling terkena akibat dari penataan ruang harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan yang dilegitimasi oleh birokrasi yang sering tidak dipahaminya. Masyarakat juga bagian dari Rakyat Indonesia yang sudah sepatutnya mendapat perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dapat dirumuskan dalam perencanaan tata ruang, seperti hak memiliki rasa aman terhadap keberlanjutan ekonomi, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, hak untuk mendapatkan rasa aman terhadap bencana dan lainnya. Mengacu pada prinsip tersebut sebenarnya telah banyak keterlibatan masyarakat dalam berbagai tingkatan proses pembangunan, termasuk dalam proses Penataan Ruang.

2.7.6 Strategi Peningkatan Peran Masyarakat Dalam Pembangunan Strategi yang perlu dilakukan dalam mendorong proses partisipasi menuju good government di Indonesia adalah:

a. Peningkatan Kesadaran ( Awareness Raising )

(40)

masyarakat/warga, ratusan bahkan ribuan seminar, workshop dan pelatihan telah dilakukan untuk mengangkat aspek partisipasi ke dalam proses pembangunan, mendorong permintaan yang lebih besar untuk partisipasi dan akuntabilitas dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebutuhan dan hak mereka berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan publik. Kegiatan utama berupa pendampingan, pelatihan serta kampanye publik.

b. Advokasi Kebijakan ( Policy Advocacy )

Membangun legal framework berupa kebijakan dan peraturan yang mendorong partisipasi. memberikan insentif/penghargaan terhadap inovasi untuk mendorong partisipasi. mendorong terbentuknya berbagai partnership antara Pemerintah dengan komponen civil society dengan jalan mendesain dan melakukan uji coba proyek – proyek inovatif dan partisipatif, memantau program/proyek pemerintah khususnya yang mengandung komponen partisipasi, mempengaruhi kebijakan dan strategi lembaga – lembaga donor internasional tentang partisipasi dan governance, caranya antara lain dengan aktif terlibat dalam proses konsultasi yang dilakukan berbagai lembaga donor ketika melakukan

policy dan strategi bantuannya. cara lain adalah melakukan pemantauan

proyek pembangunan yang dibiayai lembaga keuangan. c. Pengembangan Institusi ( Institution Building )

Mendorong terbentuknya Forum Tata Ruang sebagai wujud konsultasi

public, memperbaiki kualitas partisipasi antara lain dengan menjamin

keterlibatan kelompok perempuan dan kelompok marjinal lainnya dalam proses partisipasi, memperkuat jaringan antar di daerah agar terjadi shared learning antar-institusi sehingga menjadi lebih efektif menjalankan perannya mendorong good governance, memfasilitasi upaya penguatan institusi melalui civil education untuk membangun dan mengembangkan kekuatan serta mengasah keterampilan berpartisipasi secara efektif.

(41)

Mengembangkan berbagai metode alternatif dan teknik – teknik partisipasi, menyediakan skilled facilitator untuk memfasilitasi proses partisipasi, pelatihan untuk Community Organiser (CO) dilakukan oleh banyak lembaga untuk mengkader fasilitator – fasilitator handal membangun system informasi dan komunikasi berbagai komunitas ( community

based development), melakukan pelatihan penggunaan metode

(42)

30

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN KKL

3.1 Hasil Kegiatan KKL

Penyusun melaksanakan aktivitas KKL kantor Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, Jalan. Kawaluyaan No. 4 Bandung, Jawa Barat. Telp. 022-7319782 – 7319735 – 7319712, Kode Pos 40286, untuk dapat melaksanakan KKL penyusun melewati beberapa prosedur seperti mengurus surat ijin dari Badan Kesatuan Bangsa, dan meminta surat persetujuan melaksanakan aktivitas KKL kepada pihak Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, melalui Sekretaris Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat. Surat ijin tersebut menjadi syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat bagi para pelajar ataupun Mahasiswa yang akan melaksanakan KKL seperti penyusun.

Setelah penyusun dapat memenuhi prosedur di atas, menempatkan Penyusun dibagian Kasi Pemerintahan dibawah koordinasi pembimbing di tempat KKL, yaitu Drs. DARSA, MM yang selaku Kepala Sub Bagian dan Umum di Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat. Dimana beliau yang mempuyai tanggung jawab dan wewenang akan data pelaksanaan struktur penataan ruang kota.

Kegiatan KKL yang dilaksanakan di Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat berupa bimbingan dan pengumpulan data, pada tahap bimbingan ini, penulis melakukan bimbingan selama 10 (sepuluh) kali pertemuan. Bimbingan pertama penulis pada waktu KKL yaitu bimbingan tentang kestrukturan tata ruang kota. Pada bimbingan ini membahas tentang bagaimana pengguna lahan kota sangat luas jangkauannya, karena penggunaan lahan kota sebagai suatu proses dan sekaligus produk menyangkut semua sisi kehidupan manusia.

(43)

Bimbingan ketiga saya adalah bimbingan terhadap proses perembetan kenampakan fisik kota baik meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan telah mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas,maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota.

Bimbingan keempat saya adalah bimbingan akan landasan hukum tentang organisasi dan tata kerja Dinas daerah Provinsi Jawa Barat

Kemudian bimbingan saya yang ke lima adalah mengenai bimbingan penyimpangan asumsi dan konsekuensi keruangannya, dijelaskan bahwa pada kenyataannya memang sangat sulit menemukan keadaan kota dengan beberapa prasyarat yang dikemukakan. Atas dasar inilah muncul pemikiran-pemikiran baru yang bertitik tolak dari realita. Bagaimana konsekuensi keruanggannya apabila salah satu dari prasyarat tersebut tidak terpenuhi.

Bimbingan ke enam saya adalah tentang fleksibilitas lahan tata ruang yang di jelaskan sebagaimana ternyata lahan perkotaan bersifat kurang fleksibilitas terhadap perubahan terjadi sering tidak berlangsung dengan segera kadang-kadang malah seolah-olah terjadi kemandegan berkembangnya pola penggunaan lahan tertentu.

Bimbingan saya yang ke tujuh adalah tentang persebaran ruang sosial konsentris, sektoral, dan sosial diskrit

Kemudian bimbingan saya yang kedelapan adalah pengambilan data potensi pegawai.

(44)

kualitas (areas of decay and deacline) adalah tidak lain merupakan konsekuensi/akibat dari sistem/tata cara operasi produksi kapitalisme. Lebih jelasnya dapat di lihat dari tabel berikut :

Tabel 3.1

Kegiatan Harian Pelaksanaa KKL

TANGGAL JAM KEGIATAN

10 Juli 2012 10.00-12.30 Bimbingan Struktur Tata Ruang

11 Juli 2012 08.00-10.30 Ekspresi Keruangan Morfologi Kota

12 Juli 2012 09.00-12.00 Proses Perembetan Kenampakan Fisik Kota

13 Juli 2012 10.00-12.00 Landasan Hukum Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinisi Jawa Barat

16 Juli 2012 11.00-02.00 Bimbingan Penyimpangan Asumi dan Konsekuensi

19 Juli 2012 13.00-15.00 Bimbingan Fleksibilitas Lahan Tata Ruang

20 Juli 2012 09.00-11.00 Pengaruh Perkembangan Transportasi Terhadap Morfologi Tata Ruang Kota 21 Juli 2012 08.00-11.00 Persebaran Ruang Sosial Konsentris,

Sektotral, dan Sosial Diskrit

23 Juli2012 09.00-11.30 Pengambilan Data Potensi Pegawai

24 Juli 2012 09.00-11.00 Implikasi Keruangan Pendekatan Marxist

(45)

Berdasarkan tabel di atas bisa dilihat rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama pelaksanaan KKL dari tanggal 10 Juli 2012 sampai dengan tanggal 24 Juli 2012 di Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat. Tentang “Kinerja Aparatur Dinas Permukiman Dan Perumahan Dalam Melaksanakan Program Penataan Ruang Di Provinsi Jawa Barat situs www.diskimrum.jabarprov.go.id”.

3.2 Pembahasan KKL

Penyusun dalam pembahasan KKL, akan mengupas kinerja Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, studi tentang penataan ruang dengan menggunakan teori dari A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, dengan beberapa indikator kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang aparatur dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

(46)

Tabel 3.2

Pelaksanaan Tugas Tahun 2012

No Uraian Pagu Anggaran

1

Kajian Kelayakan Teknis dan Sosial untuk Penetapan Lokasi TPPAS Regional

di PKN Metropolitan Cirebon

450.000.000

2 Peningkatan Kualitas Pengelolaan TPA

dan Evaluasi Kinerja 3R 405.000.000

3 Pendampingan Pembangunan SPAM

Perdesaan 300.000.000

4 Pengembangan Sarana dan Prasarana

Air Minum IKK 39.500.000.000

5

Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih Lintas Pantura (Perda Multi

Years)

27.150.000.000

6 Pedampingan Pamsimas 100.000.000

7 Pembangunan Sistem Pengolah Limbah

Domestik Permukiman Sempadan 825.000.000

8 Pendampingan SSK (Strategi Sanitasi

Kota) dan Pemutakhiran Data 150.000.000

9

Pengembangan Manajemen Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan

Jawa Barat

500.000.000

10

Penyusunan Pedoman Peraturan Bupati/Walikota tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Jawa Barat

(47)

11

Pembangunan Area Terbuka untuk Gelar Karya Kreativitas Seni dan

Budaya Para Pemuda

14 Pembangunan/Rehabilitasi Tugu Batas

Wilayah Provinsi Jawa Barat 2.000.000.000

15 Bagi Relokasi Penduduk eks Waduk

Jatigede

4.375.000.000

18 Kegiatan Fasilitasi/Bantek Penyiapan

Kelembagaan Kasiba/Lisiba/Lisiba BS 140.000.000

19 Pengadaan Lahan untuk Pembangunan

(48)

Selatan

20

Penataan Revitalisasi Lingkungan Permukiman di Bantaran Sungai

Citarum

675.000.000

21 Pembangunan Shelter Bagi Pengungsi

Korban Banjir Bandung Selatan 900.000.000

22 Penataan Kawasan Permukiman sekitar

TPPAS Legoknangka 1.000.000.000

23 Penyediaan Infrastruktur Permukiman

Perdesaan Penghasil Tembakau 6.000.000.000

24 Pendampingan Penataan lingkungan

permukiman sekitar pondok pesantren 90.000.000

25

Perencanaan Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (KSP) 4 Koridor

Ekonomi

1.525.000.000

26 Penataan Ruang Kawasan Perbatasan

Jabar-Banten Jabar-DKI Jabar-Jateng 1.075.000.000

27

Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkotaan dan Perdesaan Secara Terpadu di Jawa

Barat Bagian Timur

275.000.000

28 Penataan Ruang Wilayah Jawa Barat

(49)

29 Penyusunan Peraturan Zonasi 325.000.000

30 Fasilitasi Pengendalian Pemanfaatan

Ruang di Jawa Barat 255.000.000

31 Pengawasan dan Pengendalian

Pemanfaatan Ruang Jawa Barat 185.000.000

32

Fasilitasi Pembentukan dan Pendampingan Teknis PPNS Penataan

Ruang

90.000.000

33 Pemberdayaan Jasa Kontruksi 1.000.000.000

34 Pengawasan Jasa Kontruksi 200.000.000

35 Pembinaan Teknis Pengelolaan

Gedung Negara 200.000.000

36 Pematangan Lahan (Site Development)

SPOrt Jabar Arcamanik 24.293.120.000

37 Pembangunan Stadion Cirebon 40.000.000.000

38

Pembangunan Sarana Multifungsi Penggunaan Lapangan Olahraga

Gedung Sate

8.500.000.000

(50)

40 Pengelolaan Sampah Regional Jawa

Barat 7.254.578.150

41 Pengembangan Manajemen

Persampahan 640.000.000

42

Peningkatan Kesejahteraan dan Kemampuan Aparatur Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR)

DISKIMRUM Prov Jabar

60.000.000

43

Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Balai Pengelolaan Sampah

Regional (BPSR) DISKIMRUM Jawa Barat

535.920.000

44 Revitalisasi UPTD Balai Pengelolaan

Sampah Regional (BPSR) Jawa Barat 925.000.000

45

Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Balai Pengelolaan Sampah Regional

Jawa Barat

6.046.412.000

46

Pembinaan dan Pengembangan Aparatur BPMKL-DISKIMRUM Provinsi

Jawa Barat

58.700.000

47 Penyelenggaraan Administrasi

Perkantoran BPMKL- Diskimrum Jabar 661.588.000

48 Peningkatan Sarana dan Prasarana

(51)

49

Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor BPMKL-DIskimrum Provinsi

Jawa Barat

641.777.000

50

Peningkatan Kesejahteraan dan Kemanpuan Aparatur Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi

Jawa Barat

742.270.000

51

Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Dinas Permukiman dan

Perumahan Provinsi Jawa Barat

2.317.113.500

52 Peningkatan Sarana dan Prasarana

Kantor 334.600.000

53 Sosialisasi Pembangunan Bidang

Permukiman dan Perumahan 750.000.000

54

Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat

2.419.820.000

55

Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Internal Dinas Permukiman dan

Perumahan

75.000.000

(52)

3.2.1 Gambaran Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat

Istilah “Pekerjaan umum” adalah terjemahan dari istilah bahasa belanda “Openbare Werken“ yang pada jaman belanda disebut “ Waterstaat

werken”. Dilingkungan pusat Pemerintahan dibina oleh Dep.Van Verkeer &Waterstaat (Dep V&W ) Yang sebelumnya terdiri dari 2 Dept. Van Guovernements Bedri Jven dan Dept. Van Burgerlijke Openbare Werken. Dep. V dan W dikepalai oleh seorang Direktur, yang membawahi beberapa Afdelingen dan Diensten sesuai dengan tugas / wewenang Departemen ini. Yang meliputi bidang PU (openbare werken) termasuk afdeling Waterstaat, dengan onder afdelinger. :

1. Lands gebouwen

2. Wegen

3. Irrigate &Assainering

4. Water Kracht

5. Constructie bureau (untuk jembatan).

Disamping yang tersebut di atas, yang meliputi bidang PU

(Openbare Werken) juga afd. Havenwezen Pelabuhan), afd.

Electricitswezen (kelistrikan) dan afd. Luchtvaart (Penerbangan sipil).

Organisasi PU (Openbare werken) Di daerah-daerah adalah sebagai berikut: Di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur urusan

Waterstaat/openbare werken diserahkan pada pemerintahan Provinsi yang

disebut: Provinciale Waterstaatdienst” dan dikepalai oleh seorang Hoofd

Provinciale Waterstaatdienst (H.P.W).

(53)

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat, Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 061/01/Org tentang Singkatan Nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah, serta Keputusan Guburnur Jawa Barat Nomor 821.27/Kep.1301-A/Peg.2008, Maka Dinas Permukiman dan Perumahan (DISKIMRUM) merupakan unsur dinas ke-Cipta Karya-an di Provinsi Jawa Barat yang sebelumnya bernama Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat (DISTAKIM) Provinsi Jawa Barat.

3.2.2 Visi dan Misi Dinas Permukiman dan Perumahan Jawa Barat 1. Visi

Dengan Pelayanan Prima Dinas Permukiman Danb Perumahan menjadi andalan menuju terwujudnya Permukiman dan Perumahan yang produktif, harmonis, dan berkelanjutan.

2. Misi

1. Meningkatkan kinerja penataan ruang yang berkualitas dan implementatif.

2. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas prasarana dan sarana permukiman.

3. Meningkatkan fasilitasi ketersediaan dan kualitas perumahan yang terjangkau.

4. Meningkatkan kualitas dan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi

5. Meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan berbasis pemberdayaan, kemitraan, dan kemandirian.

3.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat

1. Tugas Dinas Permukiman dan Perumahan

(54)

a. Dinas Permukiman dan Perumahan adalah unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah di bidang ke-Cipta Karya-an di Provinsi Jawa Barat b. Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Gubernur Kepala Daerah.

2. Tugas Pokok Bidang Perumahan Dinas Permukiman Dan Perumahan

Bidang Perumahan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi pengembangan perumahan meliputi perumahan perkotaan, perumahan perdesaan dan pengembangan kawasan.

3. Fungsi Bidang Perumahan Dinas Permukiman Dan Perumahan a. penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan dan strategi operasional

bidang perumahan.

b. penyelenggaraan pengkajian bahan program strategis bidang perumahan dan evaluasi rencana.

c. penyelenggaraan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengendalian terhadap pelaksanaan perumahan perkotaan, perumahan perdesaan dan pengembangan kawasan

d. penyelenggaraan pengkajian bahan fasilitasi, koordinasi dan kerjasama/kemitraan bidang perumahan perkotaan, perumahan perdesaan dan pengembangan kawasan.

4. Tugas Pokok Bidang Permukiman Dinas Permukiman Dan Perumahan

Gambar

Tabel 1.1 Jadwal KKL
Tabel 3.1 Kegiatan Harian Pelaksanaa KKL
Tabel 3.2 Pelaksanaan Tugas Tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu unsur Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Hasil penelitian dapat menunjukkan bahwa proses manajemen pengembangan SDM Aparatur di Kantor Dinas Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 4 (empat) fase yang dilakukan

BALAI PADA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA BARAT. Laporan

Pelaksanaan strategi komunikasi birokrasi aparatur yang dilakukan di Diskominfo Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah baik, namun dalam hal-hal tertentu, khususnya pada

Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu unsur Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi Jawa Barat yang mempunyai Tugas pokok

Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Bali 30 | P a g e Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Dinas Pekerjaan Umum,

Dalam kegiatan ini, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat memasukan materi Gerakan Jabar Tolak Kekerasan meliputi materi tolak kekerasan, Keluarga sadar hukum ,

Adapun wawancara yang dilakukan dengan Bapak FRW, selaku Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Barat terkait program pengembangan karir yang dilakukan terhadap aparatur adalah