• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Terpaan Informasi (Isi, Frekuensi, Bentuk) yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan dengan Pengambilan Keputusan Pasien dalam Pemanfaatan Rumah Sakit Luar Negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Terpaan Informasi (Isi, Frekuensi, Bentuk) yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan dengan Pengambilan Keputusan Pasien dalam Pemanfaatan Rumah Sakit Luar Negeri"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TERPAAN INFORMASI YANG DILAKUKAN RUMAH SAKIT SWASTA DI MEDAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PASIEN

BEROBAT KE LUAR NEGERI

TESIS

Oleh

TEREN 077013025/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE RELATIONS OF INFORMATION EXPOSURE BY PRIVATE HOSPITAL IN MEDAN WITH THE DECISION OF PATIENT

AND GO TO ABROAD TO GET HEALTH CARE

THESIS

By

TEREN 077013025/ IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH PROGRAM FACULITY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

(3)

HUBUNGAN TERPAAN INFORMASI YANG DILAKUKAN RUMAH SAKIT SWASTA DI MEDAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PASIEN

BEROBAT KE LUAR NEGERI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh TEREN 077013025/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)
(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Agustus 2013

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

HUBUNGAN TERPAAN INFORMASI YANG DILAKUKAN RUMAH SAKIT SWASTA DI MEDAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PASIEN

BEROBAT KE LUAR NEGERI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Teren

(7)

ABSTRAK

Fenomena menunjukkan efek dari belum bermutunya pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Terpaan informasi yang dilakukan rumah sakit swasta di Medan merupakan salah satu faktor yang diduga memengaruhi kondisi tersebut.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dan keluarganya dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri. Jenis penelitian ini adalah survei eksplanatori. Populasi adalah pasien dan keluarganya yang pergi ke luar negeri untuk memanfaatkan pelayanan rumah sakit pada Mei 2011. Jumlah sampel yang didapat sebanyak 81 orang. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji korelasi Spearman pada α = 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) berhubungan dengan pengambilan keputusan pasien dan keluarganya dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

Rumah sakit swasta di Medan perlu melakukan kegiatan promosi yang lebih gencar lagi untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang fasilitas dan kualitas tenaga kesehatannya sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang utuh tentang kualitas rumah sakit di Medan. Pemerintah diharapkan peranannya untuk mendorong rumah sakit untuk memasarkan rumah sakitnya dalam upaya mengurangi pasien pergi ke luar negeri.

(8)

ABSTRACT

The effect of lack of the quality of health care in Indonesia can be seen from the number of Indonesian people who go abroad to get health care. The information exposure which is done by private hospitals in Medan, is one of the factors which is assumed to influence the situation.

The purpose of this explanatory survey study is to analyze the relations of information exposure (content, frequency, design) by the private hospitals in Medan with the dicision of the patients and their families to go aboard to have the benefits of the health care. Population is the patients and the their families who went abord to get health care in May 2011. The total sample was 81 people. The data for this study were obtained thourgh questionnaire – based in interview and analyzed thourgh Spearman Correlation test at a = 0.05

The result of this study showed that statistically the variable of information exposure (content, frequency, design) had significant re;ations with the decision of the patients and families to go abroad to have the benefits of overseas hospitals.

The private hospitals in Medan need to make incessant promotin to provide information to the community about the facilities and quality of their health staff so that the community have full knowledge about the quality of hospitals in Medan. The government is expected to take parts in motivating the hospitals to market their hospital in order to reduce patients to go abroad.

Keyword : Information, Exposure, Decision Making

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya yang berlimpah sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Terpaan Informasi (Isi, Frekuensi, Bentuk)

yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan dengan Pengambilan Keputusan Pasien dalam Pemanfaatan Rumah Sakit Luar Negeri”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, S.E,M.Si dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. dr. Helly dan Bapak Hendra Wibowo yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibunda tercinta Baljit Kaur, dan adinda tercinta Kiren Dhillon, Pawen Dhillon, Kaajel Dhillon, Jasbir Singh, Belly Singh, Raj Indra Singh, keluarga besar Dhillon dan Bapak Kirpal Singh yang telah memberikan fasilitas, dukungan dan doa kepada Penulis selama ini.

9. Ananda tersayang Daphne, Tisha, Devina, Kerina, Sanisha, Saval, Jothika, Grisham, Geffraj, Reizel dan Rafiqah yang senantiasa mendoakan, memberi perhatian dan semangat kepada bunda selama menyelesaikan pendidikan ini. 10.Seluruh rekan-rekan Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan yang telah

(11)

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangundemi kesempurnaan tesis ini.Semoga tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Teren lahir pada tanggal 7 April 1967 di Medan, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Amarjit Singh Dhillon dan Ibunda Baljit Kaur.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Antonius di Medan selesai tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama di St.Thomas selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Cahaya Medan selesai tahun 1985, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia.

(13)
(14)

3.7. Metode Analisis Data ... 29

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 30

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

4.2. Karakteristik Responden………... 31

4.3. Analisis Univariat ... 32

4.4. Analisis Bivariat ... 34

BAB 5. PEMBAHASAN ... 36

5.1. Hubungan Isi Informasi Rumah Sakit dengan Pengambilan Keputusan Pasien ... 36

5.2. Hubungan Frekuensi Informasi Rumah Sakit dengan Pengambilan Keputusan Pasien………. 5.3. Hubungan Bentuk Informasi Rumah Sakit dengan Pengambilan Keputusan Pasien ... 40

5.4. Keterbatasan Penelitian... ... 45

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ...………... ………... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Variabel dan Pengukurannya ... 28

4.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 31 4.2. Gambaran Isi Informasi yang Dilakukan Rumah Sakit

Swasta di Kota Medan ... 32 4.3. Gambaran Frekuensi Informasi yang Dilakukan Rumah

Sakit Swasta di Kota Medan ... 32 4.4. Gambaran Bentuk Informasi yang Dilakukan Rumah

Sakit Swasta di Kota Medan ... 33 4.5. Gambaran Pengambilan Keputusan Pasien Berobat

ke Luar Negeri... 33 4.6 Hasil Korelasi Spearman antara Isi Informasi

dengan Pengambilan Keputusan ... 34 4.7. Hasil Korelasi Spearman antara Frekuensi Informasi

dengan Pengambilan Keputusan ... 34 4.8. Hasil Korelasi Spearman antara Bentuk Informasi

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(17)

ABSTRAK

Fenomena menunjukkan efek dari belum bermutunya pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Terpaan informasi yang dilakukan rumah sakit swasta di Medan merupakan salah satu faktor yang diduga memengaruhi kondisi tersebut.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dan keluarganya dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri. Jenis penelitian ini adalah survei eksplanatori. Populasi adalah pasien dan keluarganya yang pergi ke luar negeri untuk memanfaatkan pelayanan rumah sakit pada Mei 2011. Jumlah sampel yang didapat sebanyak 81 orang. Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji korelasi Spearman pada α = 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) berhubungan dengan pengambilan keputusan pasien dan keluarganya dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

Rumah sakit swasta di Medan perlu melakukan kegiatan promosi yang lebih gencar lagi untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang fasilitas dan kualitas tenaga kesehatannya sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang utuh tentang kualitas rumah sakit di Medan. Pemerintah diharapkan peranannya untuk mendorong rumah sakit untuk memasarkan rumah sakitnya dalam upaya mengurangi pasien pergi ke luar negeri.

(18)

ABSTRACT

The effect of lack of the quality of health care in Indonesia can be seen from the number of Indonesian people who go abroad to get health care. The information exposure which is done by private hospitals in Medan, is one of the factors which is assumed to influence the situation.

The purpose of this explanatory survey study is to analyze the relations of information exposure (content, frequency, design) by the private hospitals in Medan with the dicision of the patients and their families to go aboard to have the benefits of the health care. Population is the patients and the their families who went abord to get health care in May 2011. The total sample was 81 people. The data for this study were obtained thourgh questionnaire – based in interview and analyzed thourgh Spearman Correlation test at a = 0.05

The result of this study showed that statistically the variable of information exposure (content, frequency, design) had significant re;ations with the decision of the patients and families to go abroad to have the benefits of overseas hospitals.

The private hospitals in Medan need to make incessant promotin to provide information to the community about the facilities and quality of their health staff so that the community have full knowledge about the quality of hospitals in Medan. The government is expected to take parts in motivating the hospitals to market their hospital in order to reduce patients to go abroad.

Keyword : Information, Exposure, Decision Making

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan juga tempat menyelenggarakan

upaya kesehatan yaitu aktifitas untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan yang

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan secara optimal bagi masyarakat. Adapun

upaya kesehatan dilakukan secara pendekatan seperti pemeliharaan, perbaikan kesehatan,

pencegahan penyakit, maupun penyembuhan penyakit serta pemulihan yang dilakukan

secara terpadu dan berkesinambungan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pelayanan rumah sakit di Indonesia masih banyak memerlukan pembenahan berkenaan dengan mutu pelayanannya. Fenomena menunjukkan efek dari belum bermutunya pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

(20)

berobat mencapai angka Rp 20 triliun, jumlah uang berobat ke luar negeri sama banyak dengan anggaran kesehatan Indonesia dalam satu tahun (Idris, 2009).

Fenomena ini tentu saja tidak menguntungkan bagi keberadaan rumah sakit di dalam negeri. Banyaknya orang Indonesia pergi ke luar negeri menunjukkan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit di luar negeri dinilai oleh masyarakat Indonesia lebih memenuhi kebutuhan dan harapan pasien.

Menurut (Setiawan, 2002) banyaknya penyebab yang membuat orang Indonesia cenderung berobat ke luar negeri adalah biaya lebih murah, pelayanannya komunikatif, diagnosis dan tindakan medisnya dinilai lebih tepat, hal ini juga sama dengan penelitian Saragih (2008) yang mengatakan prosedur pelayanan yang cepat dan akurat merupakan alasan pasien mencari pengobatan ke luar negeri.

Menurut Santosa dalam Sarifuddin (2008), salah satu sebab pasien mencari pengobatan di Penang

adalah karena ketidakpastian biaya yang harus dikeluarkan pasien di Rumah Sakit Indonesia, akibat dari

ketidakpastian diagnosa penyakitnya. Sebagai gambaran, untuk sebuah tindakan medis di

Malaysia, biayanya bisa berkisar separuh atau sepertiga dari tarif yang dikenakan sebuah rumah sakit di Indonesia. Contoh, paket tindakan endoskopi di rumah sakit swasta menengah bertaraf internasional di Jakarta sebesar Rp. 3,5 juta- Rp. 5 juta berikut perawatan selama dua hari satu malam. Di Kuching, tindakan itu dapat dilakukan hanya dalam satu hari penuh dengan biaya sekitar 800 ringgit Malaysia atau sekitar Rp. 1,8 juta saja.

(21)

Sumatera Utara, yaitu 57 di antaranya merupakan rumah sakit pemerintah; 103 rumah sakit swasta. Di antara rumah sakit pemerintah tersebut, 1 unit merupakan RS Pusat Departemen Kesehatan, 31 rumah sakit pemerintah daerah kabupaten/ kota, 10 unit rumah sakit TNI/ Polri, dan 14 unit merupakan RS BUMN (Dinkes Sumut, 2009). Ternyata kuantitas saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit.

Kesuksesan rumah sakit luar negeri karena memiliki pasar di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara, hal ini disebabkan tidak terlepas dari aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh rumah sakit yang ada di luar negeri, khususnya terkait dengan promosi melalui iklan. Promosi yang dilakukan rumah sakit luar negeri tersebut bahkan sudah memasuki daerah-daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara yang potensial untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di luar negeri. Cara berpromosi yang dilakukan oleh rumah sakit luar negeri tidak hanya dalam bentuk iklan, pameran, tetapi juga melalui kerjasama dengan institusi-institusi yang ada di masyarakat seperti gereja. Bahkan cara yang terbaru dilakukan dengan membuat program wisata berobat, yaitu berangkat dari Indonesia, pesawat, tempat penginapan, serta rumah sakit semua diatur oleh pihak rumah sakit luar negeri bekerja sama dengan travel yang ada di Indonesia. Hal yang dilakukan oleh rumah sakit luar negeri ini disebut dengan terpaan (exposure) terhadap informasi.

(22)

informasi kepada pasien untuk mengekspos konsumen kepada pesan komunikator pemasaran yang diharapkan dapat mempengaruhi konsumen. Seorang konsumen seharusnya memperoleh informasi sebagai suatu keberhasilan komunikasi. Sebuah pesan yang akan diekspos kepada konsumen merupakan suatu merk atau branded dari suatu produk atau jasa yang berfungsi sebagai keputusan manajerial utama mengenai besarnya anggaran pilihan media dalam menyampaikan pesan. Dengan kata lain persentase dari khalayak sasaran yang tinggi dipengaruhi oleh ekspos suatu pesan merk yang memiliki alokasi anggaran yang sesuai dengan media yang tepat. Untuk memberikan pesan kepada konsumen sasaran.

Wilbur Schramm dalam Rakhmad (1992) mendefinisikan informasi sebagai

segala sesuatu yang mengurangi segala ketidakpastian atau mengurangi jumlahalternatif

dalam situasi. Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan,

atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain. Artinya diharapkan dari

penyebarluasan informasi itu, para penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang

ingin diketahui (Liliweri, 2007).

(23)

lembaga usaha, sebagai dampak berbagai perubahan dalam lingkungan lokal dan global.

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (Kodersi) sebenarnya mengatur perihal rumah sakit berpromosi. Pada Bab VI Pasal 23 disebutkan, rumah sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif, tidak komparatif. Promosi berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan berdasarkan kode etik rumah sakit Indonesia. Promosi sebagai alat informasi suatu perusahaan seperti juga rumah sakit dapat melakukan penyuluhan yang bersifat informatif, edukatif, preskriptif, dan

preparatif bagi khalayak ramai umumnya dan pasien khususnya. Dengan demikian, pada prinsipnya tidak ada larangan untuk memasarkan rumah sakit, sepanjang menyelenggarakannya secara etis dan bertanggung jawab.

Undang-Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 pada Pasal 30 Ayat 1 (g) menyatakan bahwa rumah sakit berhak untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan tersebut, rumah sakit dapat mempromosikan keberadaannya dengan mengacu pada Kode Etik Rumah Sakit yang telah menetapkan rambu-rambu yang harus diikuti.

(24)

mengubah paradigma tentang rumah sakit, dari yang semula dipandang sebagai institusi sosial semata, menjadi institusi yang bersifat sosio ekonomis.

Rumah sakit di Indonesia khususnya di Medan, belum banyak melakukan promosi. Bahkan rumah sakit swasta yang berbentuk badan usaha dengan motif

profit, juga belum melakukan upaya promosi dengan baik untuk menjaring konsumen agar datang ke rumah sakit dalam negeri yang berada di Medan. Padahal berbagai pihak telah menyadari, jika kondisi itu dibiarkan, rumah sakit di Medan dan daerah-daerah lainnya hanya akan dimasuki oleh pasien-pasien miskin yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan gratis dari pemerintah seperti askes, jamsostek, jamkesmas. Adapun Warga yang tergolong kelas menengah ke atas cenderung mengakses pelayanan kesehatan di luar negeri, yang antara lain dinilai murah, diagnosa dokternya lebih akurat dan menyembuhkan penyakit (Bisnis Indonesia, 2006).

(25)

yang sangat lazim digunakan dalam komoditas ekonomi untuk meningkatkan

demand.

Suatu organisasi seperti rumah sakit seharusnya memiliki wawasan pemasaran yang menentukan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (konsumen) sehingga dapat memberikan kepuasan yang diinginkan secara efektif dan efisien lebih dari pesaingnya. Menurut Kotler (1999) wawasan pemasaran merupakan cara yang dilakukan oleh perusahaan dengan memperhatikan empat hal yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan konsumen dengan menguntungkan, 2. Menemukan keinginan konsumen dan memenuhinya, 3. Cintai pelanggan dan produknya,

4. merupakan partner terpercaya.

Sedangkan menurut Levitt dalam Kotler (1999), wawasan pemasaran adalah menjual dengan memusatkan perhatian kepada kebutuhan pembeli dan penjual, mementingkan kebutuhan penjual untuk menukarkan produknya menjadi uang tunai dengan mementingkan kebutuhan pelanggan terhadap produk yang dibutuhkannya. Hal ini berarti suatu organisasi seperti juga rumah sakit memusatkan perhatian kepada pelanggan serta mengkoordinir semua kegiatan yang bersangkutan dengan pelanggan yang menghasilkan keuntungan dengan kepuasan pelanggan.

(26)

minimnya terpaan informasi yang dilakukan oleh rumah sakit. Ada rumah sakit yang telah berupaya mempromosikan rumah sakitnya seperti yang pernah dilakukan oleh rumah sakit Siloam Gleneagles Lippo Karawaci. Di salah satu harian, rumah sakit memuat informasi dalam bentuk iklan tentang keberadaan rumah sakit tersebut, dengan mencantumkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang dimiliki. Namun rumah sakit ini ditegur oelh anggota DPR, sehingga efek dari kejadian tersebut membuat RS tersebut tidak mau lagi melakukan promosi (Republika, 2005).

Menurut Trisnantoro (2005), pelayanan kesehatan secara tradisional dilarang mengiklankan dirinya karena dinilai bertentangan dengan etika dokter. Padahal seperti di Indonesia para tabib, dukun dan pengobatan alternative sudah lazim melakukan iklan di surat kabar , majalah dan televisi atau secara online.

Schramm dikutip dalam Rakhmat (1986) mendefenisikan informasi adalah sebagai segala sesuatu yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Terpaan diartikan sebagai serangan dalam terminologi ilmu komunikasi, terpaan informasi (information exposure), menunjukkan adanya aktivitas yang berkenaan dengan frekuensi informasi yang ditujukan kepada sasaran. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa terpaan informasi berpengaruh terhadap perilaku manusia.

(27)

Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik.

Pengertian pengambilan keputusan dari beberapa ahli adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin (Terry, 2013), proses pengambilan keputusan berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif (Claude S. Goerge, Jr, 2013), pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat (Horold dan Cyril Odonnell, 2013), dan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan (P. Siagian, 2013).

(28)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : apakah terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan oleh rumah sakit swasta di Kota Medan berhubungan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

1.4. Hipotesis

Terdapat hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan kepada pihak-pihak terkait dalam merumuskan kebijakan, program, tindakan untuk menanggulangi masalah tingginya pemanfaatan rumah sakit luar negeri oleh masyarakat Medan, Sumatera Utara umumnya. 2. Diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu kesehatan

(29)

sehingga pasien dalam pengambilan keputusan tidak melakukan perobatan ke luar negeri tetapi di Medan saja .

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terpaan Informasi

Pengertian terpaan informasi (information exposure), menunjukkan adanya aktivitas yang berkenaan dengan frekuensi informasi yang ditujukan kepada sasaran. Peran terpaan informasi cukup berpengaruh untuk mengisi pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang sesuatu yang hendak disosialisasikan. Dalam kaitan itu perlu diperhatikan media komunikasi yang digunakan, agar isi, frekuensi dan bentuknya disesuaikan dengan kapasitas masyarakat penerima informasi (Rakhmat, 2007).

Menurut Siregar dalam Dadan Mulyana (2002), salah satu faktor penyebab perubahan pada masyarakat adalah adanya penyebaran informasi termasuk juga penyampaian informasi melalui media massa, seperti televisi. Oleh karena itu peranan media massa penting untuk mengubah tanggapan masyarakat.

Isi dalam terpaan informasi adalah materi informasi tentang rumah sakit yang disampaikan, meliputi akurasi dan kelengkapan informasi. Frekuensi adalah jumlah paparan informasi yang dilakukan rumah sakit secara teratur dan berkesinambungan, serta bentuk informasi adalah jenis media yang digunakan rumah sakit dalam menyampaikan informasi tentang keberadaan rumah sakitnya (Rakhmat, 2007).

(31)

Informasi yang diperoleh mengorganisasikan sebagai gambaran yang mempunyai makna. Sehingga gambaran tersebut menunjukkan keseluruhan informasi.

Citra atau merk suatu perusahaan yang terbentuk berdasarkan informasi yang diterima oleh konsumen sasaran bisa dilakukan dengan media. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi buat masyarakat sehingga informasi itu harus dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra dari organisasi atau rumah sakit. Informasi pada media massa yang digunakan organisasi harus menggambarkan visi rumah sakit serta pelayanan yang tersedia secara jujur dan akurat atau sering disebut informasi harus memiliki bentuk dan isi yang sesuai dengan konsumen sasaran serta pelayanan yang tersedia. Citra suatu organisasi atau rumah sakit harus dilakukan secara berulang-ulang atau disebut dengan frekuensi yang secara kontinu dibuat di suatu media berupa iklan yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang (target sasaran) untuk secara cerdas memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya.

Menurut McLuhan dalam Rakhmat (2007), media massa merupakan perpanjangan alat informasi. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung.

(32)

akan membawa pengaruh pada pengenalan masyarakat terhadap objek yang dikomunikasikan.

Menurut Oskamp dalam Rakhmat (2007) menyimpulkan adanya lima pengaruh media massa dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap,:

1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.

2. Karena faktor-faktor satu di atas, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change)

3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh. McQuail (Rakhmat, 2007) merangkum semua penemuan penelitian pada periode 1970-an sebagai berikut :

(33)

2. Sudah jelas bahwa efek berbeda-beda tergantung pada prestise atau penilaian terhadap sumber komunikasi.

3. Makin sempurna monopoli komunikasi massa, makin besar kemungkinan perubahan pendapat dapat ditimbulkan pada arah yang dihendaki

4. Suatu persoalan dianggap penting oleh khalayak akan mempengaruhi kemungkinan pengaruh media massa – ”komunikasi massa efektif dalam menimbulkan pergeseran yang berkenaan dengan persoalan yang tidak dikenal, tidak begitu dirasakan, atau tidak begitu penting.”

5. Pemilihan dan penafsiran isi oleh khalayak dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang ada dan oleh norma-norma kelompok.

6. Struktur hubungan interpersonal pada khalayak mengantarai arus isi komunikasi, membatasi, dan menentukan efek yang terjadi.

Pada konteks terpaan informasi, menurut Panuju dalam Brodie (2002) menggambarkan peran informasi dalam transformasi sosial budaya. Informasi seperti halnya gen dalam sel hidup manusia yang bisa membiak dan mengalami evolusi.

Menurut Wilbur Schramm, Paul Lazarfeld, dan Raymond Bauer dalam Uchyana (1981) mengatakan :

1. Layar televisi, surat kabar, mempengaruhi nilai, pola pikir (mindset) maupun budaya masyarakat. Hal ini bisa mempengaruhi harapan, pengalaman dan eksistensi sosial.

(34)

Hal ini menyebabkan komunikan pasif dalam menerima pesan. Audiensi tidak pasif tetapi terpengaruh oleh informasi yang berasal dari media atau bacaan. Hal ini menyebabkan terjadinya transaksi antara komunikan dan media yang didengar atau dibaca.

2. Model Teori Agenda Setting bahwa media tidak mempengaruhi sikap tetapi mempengaruhi persepsi.

Dalam operasionalisasinya, agenda setting menyajikan suatu kejadian/ peristiwa dengan terlebih dahulu memberinya suatu bobot tertentu seperti panjangnya penyajian dan cara penonjolan. Khalayak yang menjadi orang-orang yang diterpa pesan akan menerima informasi tersebut sebagai sesuatu yang merupakan konsumsinya sesuai dengan faktor-faktor psiko-sosial-ekonomi yang dimilikinya.

2.2. Pengambilan Keputusan

Menurut Griffin (2004) pengambilan keputusan adalah tindakan memilih satu alternatif dari serangkaian alternatif. Pengambilan keputusan menunjuk pada aktivitas seleksi dan komitmen. Pembuat keputusan memilih tujuan-tujuan yang disukai, pernyataan yang paling masuk akal, atau jalan yang paling baik.

Menurut Terry dalam Syamsi (1995) mengklasifikasikan pengambilan keputusan berdasarkan : (1) Intuisi, (2) Rasio, (3) Fakta, (4) Pengalaman, dan (5) Wewenang.

(35)

masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pengambilan keputusan intuitif memberikan kepuasan pada umumnya. Namun keputusan ini kurang benar, sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari alat pembandingnya. Dengan menggunakan dasar intuitif, maka dasar-dasar lainnya sering kali diabaikan. 2. Keputusan yang bersifat rasional banyak berkaitan dengan pertimbangan dari segi

daya guna. Masalah-masalah yang dihadapinya juga merupakan masalah-masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan ini lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional itu dapat terasa apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai kemasyarakatan yang diakui saat itu.

3. Keputusan yang diambil berdasarkan fakta, data atau informasi merupakan keputusan yang baik, meski untuk mendapatkan informasi yang cukup sering kali sulit. Bahkan dengan bantuan komputer, kadang kala masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi yang terperaya. Dalam kaitan ini diperlukan tenaga terampil yang mampu mengolah data menjadi informasi yang baik.

(36)

5. Keputusan yang diambil dengan menggunakan kewenangan terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Keputusan yang bersandarkan pada wewenang belaka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikannya dengan praktik diktatorial.

Rogers dalam Hanafi (1981) mengungkapkan ada empat tahapan dalam diri seseorang sebelum memutuskan mengadopsi suatu perilaku baru : (1) pengenalan, seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang cara inovasi berfungsi, (2) persuasi, seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak terhadap inovasi, (3) keputusan, seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, dan (4) konfirmasi, seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya.

Menurut Griffin (2004), kondisi mempengaruhi seseorang atau organisasi dalam pengambilan keputusan. Situasi yang muncul bagi pengambilan keputusan adalah kepastian, risiko, atau ketidakpastian. Kondisi yang memiliki tingkat kepastian adalah kondisi di mana pengambil keputusan tahu dengan kepastian yang beralasan mengenai alternatif apa yang ada dan kondisi apa yang terkait dengan setiap alternatif.

(37)

Model pengambilan keputusan yang klasik adalah pengambilan keputusan secara rasional. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan secara rasional adalah : (1) mengenali dan mendefinisikan situasi keputusan; (2) mengidentifikasi alternatif; (3) mengevaluasi alternatif; (4) memilih alternatif terbaik; (5) mengimplementasikan alternatif yang terpilih, dan (6) mengikuti dan mengevaluasi hasil.

Menurut Griffin (2004), jika semua situasi keputusan didekati dengan cara selogis sebagaimana yang dideskripsikan dalam pengambilan keputusan secara rasional, maka semakin banyak keputusan yang akan terbukti berhasil. Namun sering kali, keputusan dibuat dengan sedikit pertimbangan logika dan rasio.

Young yang dikutip Sabaruddin (2002) mengatakan, ada tiga pertanyaan yang biasanya dipakai dalam pengambilan keputusan, yaitu :

1. Alternatif apa yang dilihat anggota masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya. Alternatif yang dimaksud adalah pengobatan sendiri, tradisional, paramedis, dokter dan rumah sakit.

2. Kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif yang ada. Kriteria dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah keparahan sakit, pengetahuan tentang pengalaman sakit dan pengobatannya, keyakinan efektivitas pengobatan dan obat, serta biaya dan jarak yang terjangkau.

(38)

informasi, memproses berbagai informasi dengan kemungkinan dampaknya, kemudian mengambil keputusan dari berbagai kemungkinan dan melaksanakannya.

Menurut Bukhari yang dikutip Sabaruddin (2002), faktor-faktor dari konsumen yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Faktor sosiopsikologis yang meliputi sikap/ persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan.

2. Faktor demografis, yaitu umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga, kebangsaan, suku bangsa, dan agama.

3. Faktor ekonomis meliputi status sosioekonomis (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan)

4. Dapat digunakannya pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antara rumah penduduk dengan tempat pelayanan kesehatan.

5. Variabel yang menyangkut kebutuhan (need) yang meliputi morbiditas, gejala penyakit yang dirasakan oleh penderita yang bersangkutan, status terbatasnya keaktifan kronis, hari-hari di mana tidak dapat melakukan tugas serta diagnosa.

(39)

diagnosa)

, kebutuhan yang tidak dikemukakan (pelanggan mengharapkan pelayanan yang baik dari rumah sakit), kebutuhan kesenangan (pelanggan ingin berobat tapi juga dengan perasaan senang), dan kebutuhan rahasia (pelanggan juga ingin dilihat orang lain sebagai pembeli yang memiliki nilai). Rumah sakit oleh karena itu harus dapat merumuskan kebutuhan pelanggan dari sudut pelanggan, hal ini menyebabkan seorang pasien akan melakukan keputusan pembelian dengan adanya untung rugi yang dia peroleh. Sehingga rumah sakit harus melakukan terpaan informasi (information exposure) yang dikemas dalam isi, frekuensi dan bentuk yang dapat mempengaruhi keputusan pelanggan karena tahu secara pasti mengenai rumah sakit yang dipilihnya sesuai dengan kebutuhannya untuk berobat dan meningkatkan derajat kesehatannya.

Sebuah rumah sakit sebagai sebuah organisasi yang bukan hanya social

orientedtapi tetapi juga harus profit oriented. Hal ini dilakukan agar dapat membiayai aktifitas rumah sakit dan dapat terus menerus melakukan pengembangan teknologi kesehatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu sebuah rumah sakit harus menggunakan pemasaran melalui media massa. Untuk memberi informasi dan menjaring pelanggan sasaran secara optimal. Hal ini akan menguntungkan baik bagi rumah sakit maupun pasien karena mengetahui citra rumah sakit.

(40)

1. Keputusan otomatis merupakan keputusan yang dilakukan berdasarkan gerak refleks atau insting. Pengambilan keputusan ini tingkatannya paling rendah (sederhana). Pada umumnya keputusan ini tidak berubah atau akan disempurnakan kembali karena bukan berdasarkan pikiran.

2. Keputusan memoris ini semata-mata mendasarkan diri pada kemampuan mengingat akan wewenang dan tugas yang diberikan kepada yang bersangkutan. Dalam hal ini kemampuan mengingat kembali sangat dibutuhkan untuk kelancaran pengambilan keputusan.

3. Keputusan kognitif. Keputusan ini berarti keputusan yang pembuatannya berdasarkan ilmu pengetahuan, dan ini akan berhasil apabila pembuat keputusan itu memperhatikan faktor lingkungan, pengetahuan, dan pengalaman. Pengambilan keputusan yang bersifat kognitif dalam suatu organisasi merupakan sebagian dari keseluruhan proses dalam organisasi tersebut. Kiranya perlu disadari bahwa baik keputusan pribadi maupun keputusan organisasi, dalam prosesnya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan nilai-nilai yang kerap kali saling bertentangan. Pemecahan masalah yang terbaik bukan dipilih berdasarkan keinginan pengambil keputusan, tetapi lebih ditekankan pada alternatif pemecahan yang dapat diterima dan yang telah diseleksi.

2.3. Rumah Sakit

(41)

menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pasal 8 dinyatakan tugas rumah sakit melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan.

Rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh (integral) dari organisasi sosial dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif di mana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan, dan rumah sakit juga merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan, serta untuk penelitian bio sosial (Depkes, 1997).

Rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan subpesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) pasien (Depkes,1989). Sesuai dengan fungsi utamanya tersebut, perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan lebih berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) (Ilyas, 2001).

(42)

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik; Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 Dasar lengkap; dan (5) Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar. Adapun rumah sakit kelas A dan B II dapat berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan (Permenkes, 1988).

Adapun klasifikasi rumah sakit swasta, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. 0072/Yanmed/ RSKS/SK/ 1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Rumah Sakit Swasta menetapkan klasifikasi rumah sakit atas 3 : (1) Kelas Utama, (2) Kelas Madya, dan (3) Kelas Pratama.

Tercatat 160 buah rumah sakit, di mana 57 di antaranya merupakan rumah sakit pemerintah; 103 rumah sakit swasta di Sumatera Utara. Di antara rumah sakit pemerintah tersebut, 1 unit merupakan RS Pusat Departemen Kesehatan, 31 rumah sakit pemerintah daerah kabupaten/ kota, 10 unit rumah sakit TNI/ Polri, dan 14 unit merupakan RS BUMN. Dari kuantitas, jumlah rumah sakit itu tentunya lebih dari cukup untuk melayani masyarakat Sumatera Utara (Dinas Kesehatan Sumut, 2009).

Pada era globalisasi, perumahsakitan di Indonesia dihadapkan pada suatu keadaan persaingan yang cukup ketat. Secara lambat atau cepat rumah sakit akan dituntut oleh sistem untuk mengubah visinya dari product oriented kepada customer

(43)

menyamakan persepsi mutu pelayanan dari berbagai sudut pandang, baik dari masyarakat, provider, pemilik maupun manajemen. Biasanya yang paling krusial adalah persepsi mutu pelayanan dari pandangan masyarakat dan provider, khususnya pada mutu pelayanan rawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Mambodiyanto, 1999).

2.4. Landasan Teori

Menurut D. Bross dalam Syamsi (1995) membedakan keputusan menurut tingkatannya : (1) keputusan otomatis, (2) keputusan memori, (3) keputusan kognitif. 1. Keputusan otomatis merupakan keputusan yang dilakukan berdasarkan gerak

refleks atau insting. Pengambilan keputusan ini tingkatannya paling rendah (sederhana). Pada umumnya keputusan ini tidak berubah atau akan disempurnakan kembali karena bukan berdasarkan pikiran.

2. Keputusan memoris ini semata-mata mendasarkan diri pada kemampuan mengingat akan wewenang dan tugas yang diberikan kepada yang bersangkutan. Dalam hal ini kemampuan mengingat kembali sangat dibutuhkan untuk kelancaran pengambilan keputusan.

(44)

disadari bahwa baik keputusan pribadi maupun keputusan organisasi, dalam prosesnya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan nilai-nilai yang kerap kali saling bertentangan. Pemecahan masalah yang terbaik bukan dipilih berdasarkan keinginan pengambil keputusan, tetapi lebih ditekankan pada alternatif pemecahan yang dapat diterima dan yang telah diseleksi.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan pembahasan di atas maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Sumber :Rakhmat (2007)dan D Bross dalam Syamsi (1995)

Terpaan Informasi • Isi

• Frekuensi • Bentuk

Pengambilan Keputusan Pasien

(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey eksplanatori yang bertujuan untuk menganalisis hubungan variabel terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dilakukan rumah sakit swasta di Kota Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit di luar negeri.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan pada bulan Mei tahun 2011 hingga bulan Agustus 2013.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi adalah pasien yang pergi ke Penang dan Singapura untuk memanfaatkan pelayanan rumah sakit dalam kurun minggu ketiga bulan Mei tahun 2011 yang diprediksi sebanyak 350 pasien.

3.3.2. Sampel

Menurut WHO (1991), berdasarkan rumus Lemeshow et.al, untuk menguji hipotesis dua sisi tentang beda proporsi dari dua populasi, maka besar sampel dalam penelitian ini adalah 81 orang. Adapun teknik sampling yang digunakan adalah

(46)

n =

n =

n =

n =

n =

n = 81

3.4. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer, dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner semi tertutup yang telah diuji coba. Selain itu juga akan dilakukan wawancara dengan beberapa pimpinan rumah sakit swasta di Kota Medan untuk mengetahui upaya promosi yang dilakukan rumah sakitnya kepada masyarakat.

2. Data Sekunder, dikumpulkan dari instansi terkait seperti Kantor Imigrasi Medan.

[(Z1-α/2√(2P (1-P)) + (Z1-β)√(p1(1-p1) + (p2(1-p2)]2

(p1 – p2)2

[(Z1-α/2√(2.0,7 (1-0,7)) + (Z1-β)√(0,8(1-0,8) + (0,6(1-0,6)]2 (0,8 – 0,6)2

[(1,96 √(2.0,7 (0,3)) + (0,84)√(0,8(1-0,8) + (0,6(0,4)]2

(0,2)2

[(1,96 √(0,42) + (0,84)√(0,4)]2

(0,2)2

(47)

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Ancok (Singarimbun,1987) menyatakan bahwa alat ukur dikatakan sahih apa-bila alat ukur tersebut dapat mengukur konsep yang sebenarnya ingin diukur. Apaapa-bila peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk pengumpul data, maka kuesioner tersebut harus dapat mengukur konsep yang hendak diukur. Untuk menguji keterandalan instrumen, dilakukan uji ketepatan (validitas) dan uji ketelitian (reliabilitas). Untuk keperluan uji reliabilitas dilakukan uji coba dengan menggunakan Uji Cronbach (Cronbach Alpha).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel, atau semacam petunjuk pelaksanaan mengukur variabel. Definisi operasional memberi batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel. Berikut merupakan definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian hubungan terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

3.5.1. Variabel Independen

(48)

2. Isi adalah materi informasi tentang rumah sakit yang disampaikan, meliputi akurasi dan kelengkapan informasi.

3. Frekuensi adalah jumlah paparan informasi yang dilakukan rumah sakit secara teratur dan berkesinambungan.

4. Bentuk adalah jenis media yang digunakan rumah sakit dalam menyampaikan informasi tentang keberadaan rumah sakitnya.

3.5.2. Variabel Dependen

Pengambilan keputusan adalah tindakan memilih rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan, baik yang bersifat pengobatan maupun konsultasi, apakah bersifat otomatis, memoris atau kognitif.

3.6 Metode Pengukuran

(49)

Tabel 3.1. Variabel dan Pengukurannya

Variabel Sub variabel Indikator Hasil Ukur Skala Terpaan

Frekuensi (X1.2) 4 pertanyaan Baik Sedang Buruk

Ordinal

Bentuk (X1.3)

3 pertanyaan Baik Sedang Buruk

Ordinal

Pengambilan Keputusan (Y)

1 pertanyaan Kognitif Memoris Otomatis

Ordinal

3.7 Metode Analisis Data

Untuk menguji hubungan terpaan informasi dengan pengambilan keputusan secara statistik, akan digunakan uji korelasi peringkat Spearman dengan formula menghitung :

Rs= Koefisien korelasi peringkat Spearman

(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia dan berdiri pada tanggal 1 Juli 1950, dengan luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' - 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

(51)

ST. Elizabeth, RS Estomihi, RS Martha Friska, RS Gleny, RS Haji, RS Malahayati, RS Materna, RS Methodist, RS Mitra Mandiri, RS Permata Bunda, RS Sufina Aziz, RS Sundari, RS Wulan Windi.

4.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar pasien yang berobat ke luar negeri dalam penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 44 orang (54,3%), dan berusia antara 30 – 59 tahun yaitu sebanyak 47 orang (58%). Pendidikan responden mayoritas Perguruan Tinggi (PT) yaitu sebanyak 47 orang (58%), sedangkan status pekerjaannya bekerja, yaitu sebanyak 54 orang (66,7%) dan memiliki pendapatan ≥

Rp. 1.190.000,- (91,4%) (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)

1 Jenis Kelamin

3 Status Pendidikan

a SD 2 2.5

b SMP 4 4.9

c SMA 28 34.6

d PT 47 58.0

Total 81 100

4 Status Pekerjaan

a Bekerja 54 66.7

b Tidak Bekerja 27 33.3

(52)

Tabel 4.1 (Lanjutan)

5 Pendapatan

a < Rp 1.190.000,- 7 8,6

b ≥ Rp. 1.190.000,- 74 91,4

Total 81 100

6 Frekuensi kunjungan

a 1 kali 49 60,5

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

4.3. Analisis Univariat 4.3.1 Isi Informasi

Tabel 4.2 Gambaran Isi Informasi yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

(53)

4.3.2 Frekuensi Informasi

Tabel 4.3 Gambaran Frekuensi Informasi yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

No Frekuensi Informasi Jumlah (n) Persentase (%)

1 Baik 1 1,2

2 Sedang 18 22,2

3 Kurang 62 76,5

Total 81 100

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

Berdasarkan Tabel 4.3, diketahui frekuensi informasi yang dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan, berdasarkan pendapat 62 orang (76,5%) pasien dalam kategori kurang, sebanyak 18 orang (22,2%) kategori sedang, dan kategori baik berdasarkan pendapat 1 orang (1,2%) pasien.

4.3.3 Bentuk Informasi

Tabel 4.4 Gambaran Bentuk Informasi yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

No Bentuk Informasi Jumlah (n) Persentase (%)

1 Baik 10 12,3

2 Sedang 16 19,8

3 Buruk 55 67,9

Total 81 100

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

(54)

4.3.4 Pengambilan Keputusan

Tabel 4.5 Gambaran Pengambilan Keputusan Pasien Berobat ke Luar Negeri No Pengambilan Keputusan Jumlah (n) Persentase (%)

1 Kognitif 56 69,1

2 Memoris 21 25,9

3 Otomatis 4 4,9

Total 81 100

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, diketahui pasien yang mengambil keputusan berobat ke luar negeri mayoritas berdasarkan keputusan kognitif yaitu ada sebanyak 56 orang (69,1%), berdasarkan keputusan memoris ada sebanyak 21 orang (25,9%) dan berdasarkan keputusan otomatis sebanyak 4 orang (4,9%).

4.4. Analisis Bivariat

4.4.1 Hubungan Isi Informasi dengan Pengambilan Keputusan

Tabel 4.6. Hasil Korelasi Spearman antara Isi Informasi dengan Pengambilan Keputusan

Variabel Informasi

Pengambilan Keputusan

r p.

Kognitif Memoris Otomatis

n % N % n %

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

(55)

0,000. Hubungan isi informasi dengan pengambilan keputusan menunjukkan hubungan yang kuat (r = 0,675), artinya semakin baik isi informasi yang diberikan oleh rumah sakit swasta, pengambilan keputusan yang dilakukan responden akan bersifat kognitif.

4.4.2 Hubungan Frekuensi Informasi dengan Pengambilan Keputusan Tabel 4.7 Hasil Korelasi Spearman antara Frekuensi Informasi dengan

Pengambilan Keputusan

Variabel Informasi

Pengambilan Keputusan

r p.

Kognitif Memoris Otomatis

n % N % N %

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

(56)

4.4.3 Hubungan Bentuk Informasi dengan Pengambilan Keputusan

Tabel 4.8 Hasil Korelasi Spearman antara Bentuk Informasi dengan Pengambilan Keputusan

Variabel Informasi

Pengambilan Keputusan

r p.

Kognitif Memoris Otomatis

n % n % N %

Sumber : Hasil Penelitian (2011)

Hasil uji korelasi diperoleh nilai r = 0,793 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara bentuk informasi dengan pengambilan keputusan dengan nilai

(57)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa isi, frekuensi, dan bentuk informasi yang dilakukan oleh rumah sakit swasta di Medan berhubungan dengan pengambilan keputusan responden dalam penelitian ini dalam hal mereka memanfaatkan pelayanan yang terdapat di rumah sakit luar negeri.

5.1 Hubungan Isi Informasi Rumah Sakit dengan Pengambilan Keputusan Pasien

Isi informasi dalam penelitian ini adalah suatu bentuk terpaan informasi, di mana jika penyajiannya dikemas dengan baik dan memiliki kualitas yang baik, akan membawa pengaruh pada pengambilan keputusan seorang pasien yang akan berobat ke luar negeri. Hasil penelitian menunjukkan secara statistik dengan menggunakan analisis korelasi Spearman, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara isi informasi yang dilakukan rumah sakit swasta di Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

(58)

Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik suatu isi informasi yang diberikan oleh rumah sakit dalam mendeskripsikan sarana dan prasarana rumah sakitnya, maka pasien akan cenderung mengambil keputusan secara kognitif yaitu keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan ilmu pengetahuan dan hal lainnya, bukan hanya sebatas insting atau mengambil keputusannya secara refleks. Sebaliknya, semakin buruk atau semakin jelek isi informasi yang diberikan suatu rumah sakit, maka pasien akan cenderung mengambil keputusan secara otomatis dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

Rumah sakit harus benar-benar memberikan isi informasi yang baik dalam hal promosi tentang keadaan sarana maupun prasarana rumah sakitnya. Karena semakin jelas suatu isi informasi yang diberikan suatu rumah sakit, maka pasien akan mempertimbangkan untuk menggunakan pelayanan rumah sakit tersebut, hal ini sesuai dengan Mulyana (2002) yang menyatakan frekuensi, isi dan bentuk informasi mempengaruhi perilaku seseorang.

Peran terpaan informasi cukup berpengaruh untuk mengisi pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang sesuatu yang hendak disosialisasikan. Dalam kaitan itu perlu diperhatikan media komunikasi yang digunakan, agar isi, bentuk dan frekuensinya disesuaikan dengan kapasitas masyarakat penerima informasi (Rakhmat, 2007).

(59)

dokter, rujukan, dan lainnya. Ketika seorang pasien sudah mengetahui apa-apa saja nilai lebih dari rumah sakit tersebut, maka dia lebih cenderung mengambil keputusan dengan didasari berbagai pertimbangan, tidak secara refleks ataupun insting.

Ketidakjelasan isi informasi inilah yang cenderung membuat pasien memanfaatkan pelayanan rumah sakit luar negeri. Adapun warga yang tergolong kelas menengah ke atas cenderung mengakses pelayanan kesehatan di luar negeri, yang antara lain dinilai murah, diagnosa dokternya lebih akurat dan menyembuhkan penyakit (Bisnis Indonesia, 2006).

Selain kendala tersebut, telah sejak lama beredar anggapan bahwa pelayanan rumah sakit di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan rumah sakit di luar negeri, sehingga menyebabkan banyak warga Indonesia khususnya yang berpenghasilan tinggi lebih memilih berobat ke luar negeri. Singapura dan Malaysia misalnya, sering menjadi negara tujuan utama pasien-pasien dari Indonesia. Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia, sekitar 1 juta warga Indonesia berobat ke luar negeri dan menghabiskan dana hingga Rp. 20 triliun setiap tahunnya (Tempointeraktif, 2009). Dan hal ini sesuai dengan penelitian Balitbang Prop. Sumatera Utara yang menyatakan bahwa faktor internal seperti keyakinan akan kemampuan dokter untuk mengatasi penyakit pasien di luar negeri masih tinggi.

5.2 Hubungan Frekuensi Informasi Rumah Sakit dengan Pengambilan Keputusan Pasien

(60)

informasi yang dilakukan rumah sakit swasta di Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

Berdasarkan dari hasil penelitian di atas pengujian statistik didapatkan 67,9% pasien yang mengambil keputusan secara kognitif yaitu mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan berdasarkan pengetahuan maupun hal lainnya jika frekuensi informasi yang diberikan rumah sakit ada dalam kategori baik. Hanya 7,4% pasien yang mengambil keputusan secara memoris dan 1,2% yang mengambil keputusan secara otomatis.

Dari hasil pengujian secara statistik tersebut, jelas bahwa semakin tinggi atau semakin baik frekuensi informasi yang diberikan suatu rumah sakit, maka semakin rendah pula keputusan pasien untuk berobat ke luar negeri, dan sebaliknya semakin rendah frekuensi rumah sakit dalam mempromosikan rumah sakitnya maka semakin tinggi pula keputusan pasien untuk memanfaatkan pelayanan rumah sakit luar negeri.

Frekuensi sebagai salah satu terpaan informasi, yaitu seberapa sering atau seberapa banyaknya informasi yang diberikan suatu rumah sakit dalam kurun waktu tertentu dalam mempromosikan rumah sakitnya. Jadi semakin sering masyarakat melihat, mendengar atau pun mendapatkan informasi suatu rumah sakit, maka semakin dipertimbangkan pula pemanfaatan fasilitas rumah sakit tersebut.

(61)

semakin maraknya pihak asuransi kesehatan yang menjamin penggunanya mendapatkan akses pelayanan rumah sakit luar negeri. Hal itu cenderung membuat masyarakat lebih percaya untuk memanfaatkan pelayanan di luar negeri.

Sebagian besar pasien yang berobat ke luar negeri bukan mencari rumah sakit yang secara fisik bagus, atau karena pasien menganggap dokter Indonesia tidak

kompeten, tetapi mengatakan salah satu alasannya adalah karena dokter luar negeri

tidak mau mengambil risiko dan memberikan alternatif (BBC Indonesia, 2011).

Sebenarnya besar potensi pengembangan rumah sakit di Indonesia. Hal itu dapat ditunjukkan dari masih tingginya tingkat kebutuhan akan jasa layanan kesehatan yang dapat diukur dari derajat kesehatan masyarakat. Hanya saja, rumah sakit di Indonesia, terutama di Medan kurang gencar mempromosikan fasilitas yang akan didapat di rumah sakitnya. Jadi, pemanfaatan rumah sakit dalam negeri bukan hanya berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakatnya saja, tetapi juga berpengaruh pada perekonomian bangsa.

5.3 Hubungan Bentuk Informasi Rumah Sakit dengan Pengambilan Keputusan Pasien

(62)

yang akhirnya dapat berubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan (Soekidjo, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan secara statistik dengan menggunakan analisis korelasi Spearman, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara bentuk informasi yang dilakukan rumah sakit swasta di Medan dengan pengambilan keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

Berdasarkan hasil pengujian statistik didapatkan 64,2% pasien yang mengambil keputusan secara kognitif yaitu mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan berdasarkan pengetahuan maupun hal lainnya jika bentuk informasi yang diberikan rumah sakit ada dalam kategori baik. Hanya 3,7% pasien yang mengambil keputusan secara memoris dan 0 % yang mengambil keputusan secara otomatis.

Pengujian secara statistik tersebut, dapat disimpulkan semakin tinggi atau semakin baik bentuk atau media informasi yang diberikan suatu rumah sakit, maka semakin rendah pula keputusan pasien untuk berobat ke luar negeri, dan sebaliknya semakin rendah atau semakin jelek bentuk informasi rumah sakit dalam mempromosikan rumah sakitnya maka semakin tinggi pula keputusan pasien untuk memanfaatkan pelayanan rumah sakit luar negeri.

(63)

Pentingnya menampilkan bentuk informasi melalui media komunikasi berpengaruh besar pada promosi rumah sakit tersebut. Betuk informasi tersebut bisa disajikan dalam bentuk bahan bacaan, media elektronik, maupun media luar ruang. Jadi dengan tampilan menarik, maka masyarakat akan cenderung lebih mempertimbangkan menggunakan pelayanan rumah sakit dalam negeri.

Jenis media dalam promosi dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk umum penggunaan (Notoatmodjo, 2005). Jenis media itu antara lain bahan bacaan (modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah, buletin, dan sebagainya), bahan peragaan (poster tunggal, poster seri, plipchart, tranparan, slide, film, dan seterusnya) Berdasarkan cara produksinya, media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi, media cetak, yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media cetak pada umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Fungsi utama media cetak ini adalah memberi informasi dan menghibur. Adapun macam-macamnya adalah poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar, lembar balik, sticker, dan pamflet.

(64)

Kelebihan media elektronika diantaranya, sudah dikenal masyarakat, mengikutsertakan semua panca indra, lebih mudah dipahami, lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak, bertatap muka, penyajian dapat dikendalikan, jangkauan relatif lebih besar dan sebagai alat diskusi dan dapat diulang-ulang. Kelemahan media elektronika diantaranya, biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik, perlu alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan, perlu terampil dalam pengoperasian.

Media luar ruang yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar ruang secara umum melalui media cetak dan elektronika secara statis, misalnya papan reklame yaitu poster dalam ukuran besar yang dapat dilihat secara umum di perjalanan, spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan disertai gambar yang dibuat di atas secarik kain dengan ukuran tergantung kebutuhan dan dipasang di suatu tempat yang strategi agar dapat dilihat oleh semua orang, pameran, banner dan TV layar lebar (DEPKES RI, 2006).

(65)

peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan, perlu keterampil dalam pengoperasian.

Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Untuk hal itu diperlukan langkah-langkah pengembangan media promosi kesehatan yang tepat.

Pengembangan media promosi kesehatan dapat dilakukan dengan pendekatan Proses P. Proses P ini diperkenalkan oleh Universitas John Hopkins bersama-sama PATH (Program for Approriate Technology in Health) sewaktu melaksanakan proyek PCS (Population Communication Services). Adapun tahap-tahap Proses dalam pengembangan media promosi kesehatan yaitu, tahap analisis masalah dan sasaran. Pada tahap ini dilakukan penelaahan analisis terhadap masalah kesehatan, termasuk penyebab masalahnya, sifat masalah, epidemiologi masalah termasuk masalah perilaku yang ada di masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan yang ditimbulkan. Kemudian dilakukan penelaah analisis terhadap kelompok sasaran, dalam hal demografi, sosial-ekonomi, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat seperti umur, pendidikan, budaya dan adat-istiadat, pendapatan, serta pengembangan sikap dan perilaku yang berhubungan dengan masalah kesehatan.

(66)

terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media massa memengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.

Kecenderungan pasien lebih memanfaatkan pelayanan kesehatan di luar negeri didasarkan pada kurangnya terpaan informasi yang dilakukan rumah sakit dalam negeri terutama rumah sakit swasta di Medan. Jadi, semakin tinggi usaha mempromosikan rumah sakitnya untuk menarik perhatian masyarakat terutama dalam bentuk informasinya, maka semakin menurun jugalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat untuk berobat ke luar negeri. Dibuktikan dalam hasil pengujian statistik, bahwa ada hubungan antara bentuk informasi dengan pengambilan keputusan (p.=0,000) dan dengan nilai korelasi 0,793, yang berarti ada hubungan yang sangat kuat (r > 0,5) antara bentuk informasi tersebut dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pasien.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengukuran pengambilan keputusan ini dilakukan hanya pada pasien yang pergi ke luar negeri untuk memanfaatkan pelayanan rumah sakit dalam kurun waktu penelitian yang berada di wilayah Medan saja, sehingga belum sepenuhnya mencerminkan dan representatif untuk di daerah lainnya.

(67)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

• Variabel isi, frekuensi, dan bentuk informasi berhubungan dengan pengambilan

keputusan pasien dalam pemanfaatan rumah sakit luar negeri.

6.2. Saran

1. Kepada pihak rumah sakit swasta di Medan perlu melakukan kegiatan promosi secara kontinu tentang terpaan informasi rumah sakit yang memperhatikan isi, frekuensi maupun bentuk yang berkaitan dengan visi rumah sakit, pelayanan dan fasilitas yang dimiliki.

2. Rumah sakit swasta di Medan perlu melakukan kegiatan administrasi rumah sakit yang khusus menangani pencitraan rumah sakit (seperti : marketing,

customer service dan mendengar keluhan pelanggan), berupa terpaan informasi (isi, frekuensi, bentuk) yang dapat memberikan gambaran tentang rumah sakit serta pelayanan, fasilitas pengobatan dan tarif yang pasti sehingga pasien dapat memutuskan untuk memilih berobat di rumah sakit di Kota Medan.

(68)

negeri juga memiliki pelayanan, fasilitas dan kualitas para dokter di Medan yang sama mutunya dengan luar negeri.

4. Pemerintah Kota Medan harus mendorong rumah sakit di Medan untuk meningkatkan daya saing melalui penerapan terpaan informasi yang memuat atau yang berisikan tentang pelayanan, fasilitas dan kualitas para dokter di Medan yang sama mutunya dengan luar negeri

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Variabel dan Pengukurannya
Tabel 4.1  Deskripsi Karakteristik Responden
Tabel 4.2 Gambaran Isi Informasi yang Dilakukan Rumah Sakit Swasta di Kota
+3

Referensi

Dokumen terkait

The second step is to analyse the characters, setting society and conflict in the novel and relate them to the information of Pakistani society (religion, caste, belief,

Jumlah penyesuaian modal ini diperbandingkan dengan total nilai pasar perusahaan, yang mana merupakan nilai saham dan hutang perusahaan un-tuk mendapatkan MVA atau perbedaan

San Artha Utama hanya 2 kali dalam setahun dan kurangnya porsi pelatihan serta tidak menyeluruhnya karyawan yang mendapatkan pelatihan.Mengingat bahwa kurang cekatannya

Adalah kendali menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah

Pemodelan kemiskinan lainnya dilakukan oleh Yuniarti (2010), dengan melakukan pemodelan faktor-faktor yang mempengaruhi persentase penduduk miskin di Jawa Timur

Target/luaran yang diharapkan melalui program ini adalah terbentuknya Karang Taruna sebagai wadah bagi generasi muda untuk berkontribusi di masyarakat

Panjang Kolom Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dengan Kapur Metode Deep Soil Mixing Tipe Panels Berdiameter 4,5 cm terhadap Nilai Daya Dukung Tanah. A

Hasil Uji Hipotesis t diperoleh nilai t hitung variabel kompetensi profesional sebesar 0,001 &lt; sig α =0,05 artinya secara parsial kompetensi profesional