• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADAMATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENARIK KESIMPULAN SERTA PENGUASAAN KONSEP SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADAMATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENARIK KESIMPULAN SERTA PENGUASAAN KONSEP SISWA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan materi, serta energi yang me-nyertai perubahan tersebut. Kimia menjadi salah satu ilmu yang dipelajari dijenjang pendidikan sekolah menengah.

Salah satu tujuan penting mata pelajaran kimia di SMA adalah agar peserta didik menguasai konsep, prinsip, hukum dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan tekno-logi (BSNP, 2006).

(2)

diantaranya mempertimbangkan kredibilitas sumber dan membuat induksi dan mem-pertimbangkan hasil induksi. Salah satu subindikator memmem-pertimbangkan kredibili-tas sumber adalah keterampilan memberikan alasan dan salah satu subindikator mem-buat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi adalah keterampilan menarik ke-simpulan.

Keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan yang dimi-liki oleh siswa masih rendah. Hal ini seperti diungkapkan oleh Dasna dan Sutrisno (2008) bahwa gejala umum yang terjadi pada siswa saat ini adalah malas berpikir. Mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan dengan cara mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa memberikan alasan atau analisisnya. Demikian halnya keti-ka siswa diminta untuk menarik kesimpulan dari materi yang diberiketi-kan, mereketi-ka cen-derung mengutip dari buku, tidak menggunakan hasil pemikirannya sendiri. Rendah-nya keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan menun-jukkan bahwa kedua keterampilan tersebut belum dikembangkan kepada siswa.

(3)

siswa untuk mengembangkan keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan.

Untuk mengembangkan kedua keterampilan tersebut, maka dalam pembelajaran perlu menerapkan model pembelajaran yang menekankan pada metode pemecahan masalah dan lebih berorientasi kepada siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran sehingga mereka akan mendapatkan pengalaman yang dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu untuk mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Keberhasilan penerapan model pembelajaran berbasis masalah dibuktikan dengan hasil penelitian oleh beberapa peneliti.

Hasil penelitian Sahara, dkk. (2007) dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dan deskriptis dan desain penelitian yang digunakan the randomize pretest-posttest control class group design menemukan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada materi konsep kalor efektif meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan ber-pikir kritis siswa. Selain itu, hasil penelitian Nurhasnah, dkk. (2007) dengan metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian the one group pretest and posttest, mene-mukan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada materi sistem respirasi efektif meningkatkan penguasaan konsep.

(4)

yang dihadapi secara ilmiah. Tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah ada-lah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analisis, sistematis dan logis untuk me-nentukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Model pembelajaran berbasis masalah diang-gap menjadi salah satu model yang mampu untuk meningkatkan penguasaan (pema-haman) konsep siswa, karena dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.

Salah satu materi kimia SMA yang dapat diterapkan dengan model ini adalah reaksi oksidasi dan reduksi (reaksi redoks). Perkaratan yang menjadi permasalahan kehidup-an menjadi satu masalah ykehidup-ang dapat dikehidup-angkat dalam pelakskehidup-anakehidup-an model pembela-jaran berbasis masalah .

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul: “Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Reaksi Redoks Dalam

Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan dan Menarik Kesimpulan serta Penguasaan Konsep Siswa”.

B. Rumusan Masalah

(5)

1. Apakah model pembelajaran berbasis masalah efektif dalam meningkatkan ke-terampilan memberikan alasan dan keke-terampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa pada materi reaksi redoks?

2. Bagaimana efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam keteram-pilan memberikan alasan dan keteramketeram-pilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa pada materi reaksi redoks?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam mening-katkan keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa pada materi reaksi redoks.

2. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam kete-rampilan memberikan alasan dan ketekete-rampilan menarik kesimpulan serta pengu-asaan konsep siswa pada materi reaksi redoks.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(6)

2. Sebagai salah satu referensi bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah baik pada materi pokok reaksi redoks maupun materi lain yang memiliki karakteristik yang sama.

3. Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah di sekolah dapat meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan eksperimen (N-gain yang signifikan).

2. Sintaks model pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah me-nurut Ibrahim dan Nur (Rusman, 2010).

3. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang selama ini digunakan di SMAN 1 Rumbia. Pembelajaran konvensional yang diterapkan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan latihan.

4. Penguasaan konsep siswa pada materi reaksi redoks diukur melalui nilai pretest

dan posttest.

(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kom-pleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apa-bila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus memecahkan masalah, mene-mukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha mengungkapkan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002).

(8)

Rusman (2010) mengemukakan karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda.

d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

e. Belajar pengarahan diri yang menjadi hal utama.

f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannnya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam pem-belajaran berbasis masalah.

g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pen-tingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi darin sebuah permasalahan.

i. Keterbukaan proses dalam Pembelajaran Berbasis Masalah meliputi sin-tesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

j. Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan evaluasi dan review pengala-man siswa dan proses belajar.

Jonassen dalam Dasna dan Sutrisna (2008) menyatakan bahwa pembelajaran pem-belajaran berbasis masalah dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup beberapa faktor, kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi,

cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan duku-ngan sosial dan kontekstual.

(9)

mem-bantu pebelajar meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Fleksibelitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kom-pleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibelitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Flek-sibelitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mem-presentasikan masalah. Dari masalah yang siswa tetapkan, mereka dapat me-ngembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemu-kakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.

Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki permasa-lahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan. Dalam konteks bel-ajar sains (kimia), pengetahuan sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahkan.

Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu pebelajar untuk mere-presentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.

(10)

mengungkap-kan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena. Pemodelan membantu siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, ”apa yang saya ketahui?”dan ”apa arti-nya?”.

Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan pen-jelasan peserta diskusi dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.

Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat pebelajar termotivasi untuk mecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling me-motivasi antar pebelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.

Arends (2008) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diper-oleh pebelajar yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu: (1) inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.

(2) belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors). (3) ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

(11)

yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah.

Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan pembelajaran berbasis masa-lah, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung, guru mengevaluasi proses pembelajaran.

Sutrisno (2006) menekankan empat hal penting pada proses ini, yaitu:

a. Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar infor-masi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri

b. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mu-tlak benar, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan,

c. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk be-kerja mandiri atau dengan temannya

(12)

pe-luang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran berbasis masalah juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok-kelompok akan memilih dan memecah-kan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompomemecah-kan siswa dalam pembel-ajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya.

(13)

Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Penyelidikan adalah inti dari pembelajaran berbasis masalah. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengum-pulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami di-mensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.

(14)

harus menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu aktivitas siswa dalam kegaitan penyelidikan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya)

Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak tidak hanya berupa laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menun-jukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan seca-ra fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), progseca-ram komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru ber-peran sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini meli-batkan siswa-siswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya yang dapat menjadi penilai atau memberikan umpan balik.

Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam pembelajaran berbasis masalah. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses me-reka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang meme-reka gunakan.

(15)

mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah piki-ran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab per-ubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk mem-berikan umpan balik dan menginvestigasi kelemahan dan kekuatan pembelajaran berbasis masalah untuk pengajaran.

Ibrahim dan Nur (Rusman, 2010) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah terdapat 5 (lima) langkah utama yang dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Sintaks pembelajaran berbasis masalah

Tahap Tingkah laku guru

Tahap-1

Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan.

Tahap-2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap-3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(16)

Suyanti (2010) mengemukakan pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah:

1. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. 2. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk

me-nentukan pengetahuan baru bagi siswa.

3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4. Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5. Dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertang-gung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

6. Melalui pemecahan masalah, dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa.

7. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa. 8. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan

mengem-bangkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan dengan pengetahuan baru.

9. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

10.Dapat mengembangkan minat siswa untuk terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Selain memiliki keunggulan-keunggulan di atas, pembelajaran berbasis masalah juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah:

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan enggan untuk mencoba.

2. Keberhasilan model Pembelajaran Berbasis Masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

B. Keterampilan Berpikir Kritis

(17)

Swartz dan Perkins (Sugiyarti, 2005) mengemukakan berpikir kritis berarti bertu-juan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis, memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan, menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut, mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.

Costa (Liliasari, 2008) menyatakan berpikir kompleks atau tingkat tinggi dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, pembuatan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Diantara proses berpikir tingkat tinggi, salah satu yang digunakan dalam pembentukan sistem konseptual IPA adalah berpikir kritis. Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap individu untuk menyikapi permasalahan kehidupan yang dihadapi. Berpikir kritis membuat seorang dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya se-hingga dia dapat bertindak lebih cepat. Seseorang dikatakan berpikir kritis, apa-bila ia mencoba membuat berbagai pertimbangan ilmiah untuk menentukan pilih-an terbaik dengpilih-an menggunakpilih-an berbagai kriteria. Berpikir kritis berbeda dengpilih-an berpikir biasa. Berpikir biasa tidak mempunyai standar dan sederhana, sedangkan berpikir kritis lebih komplek dan berdasarkan standar objektif, kegunaan atau kemantapan.

(18)

dijabarkan berdasarkan tingkat kesulitannya, menjadi lima kelompok berpikir, 5. strategi dan taktik

setiap tahap berpikir tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan indikator berpikir yang lebih spesifik. Menurut Ennis (1989) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis (KBKr) Adapun kedua belas indikator tersebut adalah:

1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen.

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan. 4. Mempertimbangkan kredibilitas sumber.

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. 7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi. 8. Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan. 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi. 10.Mengidentifikasi asumsi.

11.Memutuskan suatu tindakan. 12.Berinteraksi dengan orang lain.

Dari ke-12 indikator keterampilan berpikir kritis, diuraikan lagi menjadi beberapa subindikator yang dituliskan dalam Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis

No Kelompok Indikator Sub Indikator

1 Memberikan penjelasan sederhana

Memfokuskan pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

b. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban

(19)

No Kelompok Indikator Sub Indikator

d. Mengidentifikasi dan menangani ketidaktepatan

e. Melihat struktur dari suatu argumen yang membuat perbedaan....?

2 Membangun

f. Mempertimbangkan resiko untuk reputasi

g. Kemampuan untuk memberikan alasan

h. Kebiasaan berhati-hati

Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi

a. Melibatkan sedikit dugaan

b. Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan c. Melaporkan hasil observasi d. Merekam hasil observasi e. Menggunakan bukti-bukti yang

benar

f. Menggunakan akses yang baik g. Menggunakan teknologi h. Mempertanggungjawaban hasil

observasi

3 Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

(20)

No Kelompok Indikator Sub Indikator Menginduksi dan

mempertimbangkan hasil induksi

a. Mengemukakan hal yang umum b. Mengemukakan kesimpulan dan

hipotesis

Membuat dan menentukan hasil pertimbangan

a. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan sesuai latar belakang fakta-fakta

b. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat c. Menerapkan konsep yang dapat

diterima

d. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan keseimbangan

a. Membuat bentuk definisi(sinonim, klasifikasi, rentang ekivalen, rasional, contoh, bukan contoh) b. Strategi membuat definisi c. Membuat isi definisi

Mengidentifikasi asumsi-asumsi

a. Penjelasan bukan pernyataan

b. Mengkonstruksi argumen b. Memilih kriteria untuk

mempertimbangkan solusi yang mungkin

c. Merumuskan solusi alternatif d. Menentukan tindakan b. Menggunakan strategi logika c. Menggunakan strategi retorika d. Menunjukkan posisi, orasi, atau

tulisan

Dalam penelitian ini, indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan adalah:

(21)

C. Penguasaan Konsep

Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah:

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinya-takan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.

Dahar (1998) menyatakan konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu ke-las objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fak-ta yang menerangkan banyak pengalaman.

Kata penguasaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti

pemahaman, sedangkan pemahaman memiliki kata dasar paham yang berarti tahu benar. Pemahaman adalah (a) menerima arti, menyerap ide; (b) mengetahui secara betul, memahami sifat dasar karakter; (c) mengetahui arti katakata seperti dalam bahasa; dan (d) menyerap dengan jelas atau menyadari fakta. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal.

(22)

faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, da-lam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa seba-gai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

D. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan anak agar dapat berkem-bang secara optimal. Pengemberkem-bangan yang diorientasikan dalam pembelajaran ti-dak hanya saja menekankan penguasaan konsep, tetapi juga diorientasikan pada kemampuan berpikir kritis, bernalar, dan termasuk juga bagaimana anak tersebut dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

(23)

Salah satu model pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep tetapi juga mengembangkan kedua keterampilan berpikir kritis tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masa-lah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari penge-tahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki kete-rampilan untuk memecahkan masalah.

(24)

Pada model pembelajaran berbasis masalah, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhu-bungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalam-an belajar ypengalam-ang berhubungpengalam-an dengpengalam-an keterampilpengalam-an menerapkpengalam-an metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian efektivitas pem-belajaran berbasis masalah dalam meningkatkan keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa pada materi reaksi redoks.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan memberikan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa pada materi pokok reaksi redoks siswa kelas X semester genap SMAN 1 Rumbia T.A. 2011/2012 diabaikan.

(25)

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Pembelajaran berbasis masalah efektif dalam meningkatkan keterampilan memberikan alasan pada materi reaksi redoks.

b. Pembelajaran berbasis masalah efektif dalam meningkatkan keterampilan menarik kesimpulan pada materi reaksi redoks.

(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMAN 1 Rumbia tahun ajaran 2011-2012 yang tersebar dalam enam kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X4 dan kelas X5. Selanjutnya ditentukan kelas X5 sebagai kelas eksperimen yang diterapkan model pembelajaran berbasis masalah dan kelas X4 sebagai kelas kontrol yang diterapkan pembelajaran konvensional.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan kedua kelas tersebut memiliki kemampuan akademik yang relatif sama.

B.Jenis dan Sumber Data

(27)

C.Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran . 2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah keterampilan memberikan alasan, keterampilan menarik kesimpulan dan penguasaan konsep siswa.

D. Metode dan Desain Penelitian

Metode Penelitian ini merupakan quasi eksperimen dengan menggunakan

Nonequivalent Control Group Design (Sugiyono, 2002) yang mana terdapat langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu:

Tabel 3.Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Postest

Kelas eksperimen O1 X1 O2

Kelas kontrol O1 - O2

Keterangan:

X1: Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

(28)

E.Instrumen dan Validitas Penelitian

Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:

1. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

2. LKS kimia berbasis masalah dan LKS kimia yang digunakan di sekolah tem-pat penelitian dengan materi reaksi redoks.

3. Soal-soal pretest dan posttest yang masing-masing terdiri dari tiga bagian, yaitu 20 soal penguasaan konsep yang berupa pilihan jamak, 2 soal esai untuk keterampilan memberikan alasan dan 2 soal esai keterampilan menarik kesim-pulan. Soal pretest adalah materi pokok sebelumnya (larutan elektrolit dan nonelektrolit) dan soal posttest adalah materi pokok reaksi redoks.

Pengujian instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur . Ada-pun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Pengujian dilaku-kan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tu-juan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Dalam hal ini dilaku-kan oleh dosen pembimbing untuk menelaah kesesuaian tersebut.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah penelitian ini adalah: 1. Observasi Pendahuluan

(29)

b. Menentukan populasi dan sampel penelitian sebanyak 2 kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen.

2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan instrumen tes. Kemudian validasi instrumen berupa soal pretest dan posttest.

b. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua kelas, yaitu kelas eksperimen dengan mene-rapkan pembelajaran berbasis masalah (X5) dan kelas kontrol dengan

menerapkan pembelajaran konvensional (X4). Adapun prosedur pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Melakukan pretest dengan soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Pelaksanaan pembelajaran pada materi pokok reaksi redoks sesuai pem-belajaran yang ditetapkan pada masing-masing kelas.

c. Selanjutnya diberikan posttest dengan soal materi yang sudah diajarkan. 3. Menganalisis data.

4. Penarikan kesimpulan.

(30)

Gambar 1. Alur penelitian

G.Teknik Analisis Data

Setelah proses penelitian dan pengumpulan data selesai maka tahap selanjutnya adalah pengolahan dan analisis data. Proses analisis data dilaksanakan dengan tu-juan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpetasikan sehingga dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum-nya.

Tahap observasi

Penetapan populasi dan sampel

Mempersiapkan instrumen

Posttest pretest

Validasi istrumen

Kesimpulan Analisis Data Pembelajaran berbasis

masalah pada kelas eksperimen

Pembelajaran konvensional pada kelas

(31)

Nilai akhir pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung gain yang diguna-kan untuk menguji normalitas, homogenitas dua varians.

1. n-Gain

Gain merupakan selisih data yang diperoleh dari pretest dan posttest. Melalui perhitungan ini didapatkan data Gain sejumlah siswa yang mengikuti tes tersebut. Dalam hal ini 30 data pada kelas X 5 (kelas eksperimen) dan 30 data pada kelas X4 (kelas kontrol). Rumus N-gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut :

2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

Ho : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal

Kenormalan data dihitung dengan menggunakan uji chi kuadrat (χ2) dengan rumus:

(32)

fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Kriteria : Terima Ho jika hitung  tabel

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak, maka dilakukan langkah-langkah sebagai sebagai berikut:

a. Rumusan hipotesis

H0 (Sampel mempunyai varian yang homogen) H1 (Sampel mempunyai varian yang tidak homogen) Keterangan:

varians skor kelompok I varians skor kelompok II dimana dk1 = (n1-1) dan dk2 = (n2-1)

b. Rumus statistik yang digunakan adalah uji-F:

dengan

Keterangan :

varians terbesar varians terkecil

(33)

= rata-rata N-gain n = jumlah siswa c. Kriteria uji

Terima H0 jika Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5% dan tolak sebaliknya (Sudjana, 2005).

4. Pengujian Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis disini dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji kesamaan dua rata-rata uji satu pihak, yakni uji pihak kanan. Rumusan hipotesis-nya adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis satu (keterampilan memberikan alasan)

H0: μ1x ≤ μ 2x : Rata-rata n-Gain keterampilan memberikan alasan di kelas yang diterapkan pembelajaran berbasis masalah lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain keterampilan memberikan alasan dengan pembelajaran konvensional.

H1: μ 1x > μ 2x : Rata-rata n-Gain keterampilan memberikan alasan di kelas yang diterapkan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata n-Gain keterampilan membe-rikan alasan dengan pembelajaran konvensional.

b. Hipotesis dua (keterampilan menarik kesimpulan)

(34)

atau sama dengan dengan rata-rata n-Gain keterampilan mena-rik kesimpulan dengan pembelajaran konvensional.

H1: μ1y > μ2y: Rata-rata n-Gain keterampilan menarik kesimpulan yang dite-rapkan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding-kan dengan rata-rata n-Gain keterampilan menarik kesimpulan dengan pembelajaran konvensional.

c. Hipotesis tiga (penguasaan konsep)

H0 : µ1y ≤ µ2y : Rata-rata n-Gain penguasaan konsep di kelas yang diterap-kan pembelajaran berbasis masalah lebih rendah atau sama dengan dengan rata-rata n-Gain penguasaan konsep dengan pembelajaran konvensional.

H1: μ1y > μ2y: Rata-rata n-Gain penguasaan konsep yang diterapkan pembela-jaran berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata n-Gain penguasaan konsep dengan pembelajaran konven-sional.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi reaksi redoks yang diterapkan pembelajar-an berbasis masalah

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi reaksi redoks yang diterapkan dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan memberikan alasan penguasaan konsep y : keterampilan menarik kesimpulan

(35)

Uji statistik untuk kedua varians kelas sampel tidak homogen (σ12≠ σ22) adalah uji yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

= Rata-rata N-gain keterampilan memberikan alasan/keterampilan menarik kesimpulan/ penguasaan konsep yang diterapkan pada pembelajaran berbasis masalah

= Rata-rata N-gain keterampilan memberikan alasan/keterampilan menarik kesimpulan/ penguasaan konsep yang diterapkan pembelajaran

konvensional.

= Simpangan baku gabungan

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran berbasis masalah = Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional

= Simpangan baku N-gain siswa yang diterapkan pembelajaran berbasis masalah

= Simpangan baku N-gain siswa yang menggunakan pembelajaran konven-sional

Dengan kriteria uji: tolak jika

(36)
(37)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran berbasis masalah pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan memberikan alasan.

2. Model pembelajaran berbasis masalah pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan keterampilan menarik kesimpulan.

3. Model pembelajaran berbasis masalah pada materi reaksi redoks efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Model pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi reaksi redoks dan materi pokok lain yang memiliki karakteristik yang sama.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. 2008. Learning To Teach. Edisi VII. Pustaka pelajar. Yogyakarta. Aryana, I.B.P. 2004. Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi

Kooperatif Terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Mata Pelajaran Biologi. Skripsi. IKIP Negeri Singaraja. Diakses tanggal 31 Desember 2011.

Costa, A. L. 1985. Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking.

Virginia. Association for Supervision and Curriculum Development. Dahar, R.W. 1998. Teori–Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dasna dan Sutrisna. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah. Diakses pada tanggal 25 Juli 2012.

Djamarah, S.B. dan Aswan Zein. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Eninta, T. 2010. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk

Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi dan Penguasaan Konsep Pada Materi Pokok Asam-Basa.skripsi. tidak dipublikasikan.

Ibrahim, M. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University Press.

Nurhasnah, dkk. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah pada Sistem Respirasi untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa SMA. Diakses pada tanggal 23 Juli 2012.

Purba, M. 2007. Kimia 1B Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Redhana, I.W. dan Liliasari. 2008. Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis Pada Topik Laju Reaksi Untuk Siswa SMA. Diakses tanggal 30

Desember 2011.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru.

(39)

Sagala, S. 2003. Konsep dan makna pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Sahara, dkk. 2007. Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis pada Materi Konsep Kalor . Diakses pada tanggal 23 Juli 2012.

Saputra, A. 2011. Model Pembelajaran Problem solving Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Untuk Meningkatkan Keterampilan berpikir kritis Siswa . Skripsi. Tidak dipublikasikan.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyarti, H. 2005. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa SMPN I Tambakromo Kabupaten Pati Melalui Pembelajaran

Matematika Berbasis Masalah. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Diakses tanggal 13 Desember 2011.

Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

(40)

KESIMPULAN SERTA PENGUASAAN KONSEP SISWA

(Skripsi)

Oleh

SULASTRI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(41)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADAMATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENARIK KESIMPULAN SERTA PENGUASAAN KONSEP SISWA

Oleh

Sulastri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan keterampilan memberikan ala-san, keterampilan menarik kesimpulan dan penguasaan konsep siswa pada materi reaksi redoks. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA N 1 Rumbia tahun pelajaran 2011-2012 dengan kelas X4 dan X5 sebagai sampel. Pe-nelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Nonequivalent Control Group Design dan menggunakan uji parametrik dengan uji t'.

Efektivitas model pembelajaran berbasis masalah diukur berdasarkan peningkatan

(42)

rata-rata n-Gain untuk penguasaan konsep untuk kelas eksperimen dan kelas kon-trol berturut-turut adalah 0,41 dan -0,51

Berdasarkan uji hipotesis, diketahui bahwa siswa di kelas yang diterapkan model pembelajaran berbasis masalah memiliki keterampilan memberikan alasan dan ke-terampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep yang lebih tinggi diban-dingkan siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional. Hal ini me-nunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah efektif dalam meningkat-kan keterampilan memberimeningkat-kan alasan dan keterampilan menarik kesimpulan serta penguasaan konsep siswa.

(43)

KESIMPULAN SERTA PENGUASAAN KONSEP SISWA

Oleh

SULASTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(44)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADAMATERI REAKSI REDOKS DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENARIK KESIMPULAN SERTA PENGUASAAN KONSEP SISWA

Mahasiswa : Sulastri Nomor Pokok Mahasiswa : 0813023049 Program Studi : Pendidikan Kimia

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dra. Ila Rosilawati, M. Si Dr. Noor Fadiawati, M.Si. NIP 19650717 1990032 001 NIP 196608241991112001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

(45)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Ila Rosilawati, M.Si. ______________

Sekretaris : Dr. Noor Fadiawati, M.Si. ______________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Nina Kadaritna, M.Si. ______________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(46)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sulastri

NPM : 0813023049

Program Studi : Pendidikan Kimia Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan di atas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Bandar Lampung, 05 November 2012

Sulastri

(47)

Penulis dilahirkan di Gunung Labuhan, Way Kanan pada tanggal 1 Juni 1989, sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari Bapak Rusman dan Ibu Harni.

Pendidikan yang ditempuh adalah SD Negeri 1 Bengkulu (1996-2002), SLTP Negeri 2 Gunung Labuhan (2002-2005), SMA Negeri 1 Bukitkemuning (2005-2008). Pada tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP Unila melalui jalur SNMPTN.

(48)

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah

memberikan nikmat, hidayah dan rahmat kepada penulis. Shalawat serta

salam semogga Allah SWT curahkan kepada satu-satunya suri tauladan

kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya

Dengan syukur dan kerendahan hati, kupersembahkan

lembaran-lembaran sederhana ini untuk:

Bapak dan Ibuku Tercinta

Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang begitu tulus. Terimakasih

atas seluruh dukungan, semangat, nasihat, pengorbanan dan

kepercayaan yang telah bapak dan ibu berikan kepadaku sehingga aku

percaya diri dalam melangkah mencapai cita-citaku. Maafkan atas

semua kesalahanku. Semoga Allah memberikan aku kesempatan untuk

berbakti kepada bapak dan ibu. Amin.

Yuk Tinah, Yuk Muk, Rodin, Hamah, Dikin, beserta keluargaku tercinta

Terimakasih atas perhatian dan dukungan kalian

(49)

M O T T O

“ Menumbuhkan rasa cinta dan memurnikan keta’atan kepada Allah

bukanlah hal yang sulit jika kita telah mengenal Allah dengan baik

”.

(50)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayahNya sehingga dapat diselesaikannya skripsi yang berju-dul “Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada materi Reaksi Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan dan Menarik Kesimpulan serta Penguasaan Konsep Siswa”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya yang istiqomah di jalan-Nya.

Pada kesempatan ini, disampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., sebagai Dekan FKIP Unila. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., sebagai Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

3. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M. Si., sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Kimia dan sebagai Pembimbing II atas kesediaan dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

(51)

memberikan saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf di Jurusan Pendidikan MIPA khususnya di Program Studi Pendidikan Kimia Unila atas bantuan dan curahan ilmunya.

7. Bapak Nengah Sukarta, S.Pd., M.M., sebagai Kepala SMAN 1 Rumbia yang telah memberikan izin penulis untuk melaksanakan penelitian.

8. Bapak Muhammad Mufti, S.Si., sebagai guru mitra atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Ibu Ida Asmarantati, S.Pd., sebagai guru mata pelajaran Kimia SMAN 1Rumbia atas bantuan dan kerjasamanya.

10. Teristimewa untuk Bapak, Ibu dan keluargaku tercinta.

11. Geng ukhti kimia, Titin, Indah, Dena, Dita, Irma, Rina, Susi, Yuri, Anggun, Agita, Vera, Yusnia dan Ulivina.

12. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Kimia 2008 terkhusus Eti, Pipit, Lia, Anggi, Febri, Esti, Ika, Ena, Dela, Khususiyah, Qiqi, Devi, Sinta, Elsa, Reli, Ria, Diky, Obed, Andrian, Je, Mahfudz, Usep, Tohir, Toro, Alan, dan Ari.

13. Saudara-saudariku tercinta di FPPI FKIP periode 2010-2011 terkhusus Udin, Feny, Dewi, Mirwan, Nurjayanti, Bayu, Deny, Angga, Samai, Rian, Dirman, Evi, Nia, Eko, Wira, Rizki, Vina, Laras, Rudi, Sarah, Dila, Enik, Ayu, Mirna.

14. Saudara-saudariku tercinta Birohmah Unila periode 2011-2012 terkhusus Kholil, Annisa, Agus, Uci, Desti, Ferdi, Tiwi, Bill, Johan, Wina, Ima, Gamal, Budi, Mario, Okta, dan Rosi.

(52)

16. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khusus-nya dan pembaca pada umumkhusus-nya.

Bandar Lampung, November 2012 Penulis,

(53)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. ... Latar Belakang Masalah ... 1

B. ... Rum usan Masalah ... 4

C. ... Tujua n Penelitian ... 5

D. ... Manf aat Penelitian ... 5

E. ... Ruan g Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 7

B. Keterampilan Berpikir Kritis ... 16

C. Penguasaan Konsep ... . 21

E. Kerangka Pemikiran ... 22

F. Anggapan Dasar ... 24

(54)

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

B. Jenis dan Sumber Data ... 26

C. Variabel Penelitian ... 27

D. Metode dan Desain Penelitian ... 27

E. Instrumen dan Validitas Penelitian ... 28

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 28

G. Teknik Analisis Data ... 30

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

B. Pembahasan ... 41

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus kelas eksperimen ... 51

2. RPP kelas eksperimen ... 54

3. Lembar kerja siswa kelas eksperimen ... 76

4. Lembar aktivitas siswa kelas eksperimen ... 107

5. Lembar aktivitas siswa kelas kontrol ... 116

6. Lembar observasi kinerja guru kelas eksperimen ... 124

7. Lembar observasi kinerja guru kelas kontrol ... 128

(55)

9. Kisi-kisi soal posttest ... 135

10. Soal pretest ... 139

11. Soal posttest ... 144

14. Pedoman penskoran pretest... 151

15. Pedoman penskoran posttest ... 156

16. Data nilai pretest, posttest, dan n-Gain keterampilan memberikan alasan, menarik kesimpulan dan penguasaan konsep siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol... 160

(56)
(57)

Gambar

Tabel 1.  Sintaks pembelajaran berbasis masalah
Tabel 2. Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis
Tabel 3.Desain penelitian
Gambar 1.  Alur penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tesis, Program Studi Pendidikan Biologi, Pascasarjana Universitas Negeri Malang: 2015.18 Penelitian pertama dilakukan oleh Lely Grace Damayani, yang berjudul mengenai Upaya

Celie rebels against society‘s expectations during her time by creating a lesbian continuum relationship with Avery Shug and rebels against society ‘s expectations through

Persepsi Akuntan Pendidik, Akuntan Publik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.. Simposium Nasional Akuntansi VI

[r]

Melalui program revitalisasi diharapakan Museum Benteng Vredeburg dapat menyelenggarakan aktivitas baik secara teknis maupun secara administratif yang sesuai dengan tugas dan

Promosi penjualan adalah insentif yang dirancang untuk mendorong pembelian atau penjualan sebuah produk (biasanya untuk jangka pendek) yaitu seperti kupon,

Terakhir Terakhir Pak Th.2013.. 20

Hukum Faraday menyatakan bahwa tegangan gerak elektrik induksi dalam sebuah simpal tertutup sama dengan negatif dari kecepatan perubahan fluks magnetik terhadap waktu