• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIASI ABU SEKAM DAN BENTONIT PADA CETAKAN PASIR TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL CORAN ALUMUNIUM AA 1100

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH VARIASI ABU SEKAM DAN BENTONIT PADA CETAKAN PASIR TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL CORAN ALUMUNIUM AA 1100"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH VARIASI ABU SEKAM DAN BENTONIT PADA CETAKAN PASIR TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO

HASIL CORAN ALUMUNIUM AA 1100 Oleh

DONI SEWANDONO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis pada aluminium hasil pengecoran yang dicetak dengan menggunakan cetakan pasir. Variasi dilakukan pada pembentukan cetakan pasir di mana terjadi perbedaan penambahan zat pengikat abu sekam padi dan bentonit yang telah dicampurkan ke dalam komposisi pembentuk cetakan pasir.

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium AA1100 dengan kadar kemurnian di atas 99, yang dilebur di dalam dapur krusible tipe ciduk dan dicetak didalam cetakan pasir. Alat yang digunakan dalam uji kekerasan dan uji struktur mikro, secara berturut-turut adalah brinell hardness test dan olympus metallurgycal microscope. Pengujian kekerasan menggunakan pengujian Brinell dengan standar ASTM E 10-01 dan pengujian struktur mikro menggunakan standar ASTM E 3 dengan cara melihat spesimen dibawah mikroskop.

Didapatkan hasil uji nilai kekerasan terendah sebesar 17.7636 HBW untuk komposisi yang divariasikan pada campuran bentonit 6% dan abu sekam 14% , dan untuk nilai kekerasan maksimum didapatkan pada campuran komposisi 10% bentonit dan 8% abu sekam, dimana nilai kekerasannya sebesar 22.8100 HBW.

Pada pengujian struktur mikro terlihat porositas pada aluminium dalam jumlah yang banyak saat perbandingan zat pengikat antara bentonit dan abu sekam dalam kadar yang berbeda jauh, sehingga menyababkan hasil coran yang memiliki jumlah porositas banyak sehingga menjadi sebab tingkat kekerasan rendah. Sedangkan untuk perbandingan kadar abu sekam dan bentonit yang mendekati kadar sama saat di tambahkan ke dalam komposisi pembentuk cetakan pasir, hasil uji struktur mikro memperlihatkan logam hasil pengecoran memiliki sedikit jumlah porositas sehingga menyebabkan hasil coran aluminium memiliki tingkat kekerasan tinggi.

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF VARIATION OF GREY HUSK AND BENTONITE ON MOLDING SAND OF HARDNESS AND MICRO STRUCTURE OF AA 1100

ALUMINUM CASTINGS RESULTS. BY

DONI SEWANDONO

The aim of this research is to know the physical and mechanical properties of aluminum casting results printed by using sand mold. Variation is made on the formation of mold sand where there happens a difference of the addition of binding substance rice husk ash and bentonite have been blended into a sand mould-forming composition.

The Material used in this study is aluminum with purity levels above 99, which melted in the kitchen Dipper Krusible type and printed in sand mold. The tools which are used in testing hardness and micro-structure of tests in a row are brinell hardness test and olympus metallurgical microscope, brinell hardness testing uses the test with the standard ASTM E 10-01 and micro testing structure uses standard ASTM E 3 by way of looking at the specimen under a microscope.

From this data, it can be obtained that the lowest hardness calculation of test results of 17.7636 HBW for compositions that vary on a mixture of bentonite and ash 6% husk 14%, and the maximum calculation of the hardness is obtained on the composition of the mixture of 10% and 8% bentonite husk ash, where the calculation of the hardness of 22.8100 HBW.

In micro structure testing; looks that porosity in aluminum in great numbers when a comparison between bentonite and binding substance grey husk in the levels are quite different, causing the result of casting have much number of porosity, so that it causes the low level of the hardness. While for the comparison of levels of grey husk and bentonite which approach the same levels, When added to the composition of the sand mould-forming, micro structure test results showed that metal casting results have little amount of porosity causing aluminum castings results have a high level of hardness.

(3)

PADA CETAKAN PASIR TERHADAP KEKERASAN

DAN STRUKTUR MIKRO

HASIL CORAN ALUMUNIUM AA 1100

(Skripsi)

Oleh:

Doni Sewandono

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENGARUH VARIASI ABU SEKAM DAN

BENTONIT PADA CETAKAN PASIR TERHADAP

KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO

HASIL CORAN ALUMiNIUM AA 1100

Oleh:

Doni Sewandono

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim penguji

Ketua Penguji : Tarkono, S.T., M.T. ………...

Anggota Penguji : Harnowo Supriadi, S.T, M.T. .………..

Penguji Utama : Achmad Yahya, S.T, M.T. ………...………..

2. DekanFakultasTeknikUniversitas Lampung

Dr.irLusmeliaAfriani, D.E.A NIP: 196505101993032008

(6)

PERNYATAAN PENULIS

SKRIPSI INI DIBUAT OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN AKADEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR No. 3187/H26/PP/2010.

YANG MEMBUAT PERNYATAAN

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Oktober 1984 sebagai anak ke enam dari sembilan bersaudara, dari pasangan Bapak Sukadi dan Juariyah (Alm). Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 02 Segalamider Bandar Lampung pada tahun 1998, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 10 Bandar Lampung pada tahun 2001, Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bandar Lampung pada tahun 2004. Sejak tahun 2005 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung melalui jalur (SPMB).

(8)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain dan hanya kepada allah swt

hendaknya kamu berharap”

( QS. Al Insyirah: 8-8 )

Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang. ( William J. Siegel )

Maju terus pantang lihat belakang

Kejujuran adalah yang pertama

Ketika ada kesempatan untuk melangkah jangan sia-siakan kesempatan itu

" Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya "

(Abraham Lincoln)

" Sukses bukanlah akhir dari segalanya, kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal: namun keberanian untuk meneruskan kehidupanlah yang diperhatikan "

(9)

PERSEMBAHAN

Melalui Ridho Allah Swt Dan Segala Kerendahan Hati, Kupersembahkan Karya Ini Sebagai Wujud Bhakti Untuk Orang-Orang Yang Ku Sayangi

Bapak Dan Ibu

Untuk semua pengorbanan yang telah dilakukan, doa, kesabaran, cinta kasih dan kasih sayang. Semoga allah swt senantiasa menyayangi kalian

Kakak Dan Adikku

Untuk teladan dan semangat serta dukungan tanpa henti yang telah diberikan

Teman

Kalian yang selama ini selalu memberikan dukungan dan semangat, serta rasa nyaman dan kekeluargaan

Almamater Tercintaku

(10)

SANWACANA

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul ”Pengaruh Variasi Abu Sekam Dan Bentonit Pada Cetakan Pasir Terhadap Kekerasan Dan Struktur Mikro Hasil

Coran Alumunium AA 1100 ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini secara tulus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka yang penuh kesabaran dan dedikasi membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Harmen Burhanuddin, S.T., M.T., sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

(11)

4. Bapak Harnowo S., S.T., M.T., sebagai Dosen Pembimbing Kedua atas arahannya dalam penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Achmad Yahya, S.T., M.T., sebagai Dosen Penguji atas kritik, saran, bimbingan, argumentasi cerdas yang mendorong penulis untuk terus belajar, dan juga atas segala nasehat dan motivasinya.

6. Bapak Asnawi Lubis, ST, MSc, PhD, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi terhadap penulis.

7. Seluruh Dosen, teknisi, karyawan dan staf administrasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan masukan terhadap penulis selama masa penyelesaian studi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ayahanda Sukadi dan Ibunda Juariyah (Alm) yang selalu memberikan semangat, doa, perhatian, kasih sayang dan kesabaran menunggu penulis dalam menyelesaikan studi.

9. Kakak Subiantoro, Dwi Saputra, Imbang Winada, Singih widodo, Suhartono, terima kasih atas nasehat, dukungan, motivasi, pengertian, doa dan kasih sayangnya.

10.Adik-adik ku tercinta Imam Munandar, Renila Agustina, Nur Warianty

(12)

iii

12.Teman-teman seperjuangan 05 Crew yang udah pada lulus, Arnetto A., S.T., Oksir S.T., Martinus B., S.T., M. Fahmy, S.T., M. Khasbullah, S.T., A. Zaky, S.T., D. Aneztika, S.T., A. Nizar, S.T., Alen S., S.T., Ari Kurniadi, S.T., Anggra E., S.T., Agus Silalahi, S.T., Mashot JP., S.T., Nur Ismail Wahid, S.T., Tomi DA., S.T., Firman S., S.T., Dadang S., S.T.,

13.Teman–teman 05 Crew sesama memperjuangan dalam menyelesaikan skripsi, Rico Maruli Ambarita, Aang Sukendar, Heriyanto, Andy Abdel Hakim (mocin), Arif Hisbullah, Dwi Kurniawan S, Tri Sulohadi Ben Fikmar (komeng), Irsyad Haryono, Ari Beni Santoso, Arfan Priyogo, Juanedi. Tetep semangat teman.

14.Luki, Imam, Agung Kiting, Ari, Afrino, dan teman-teman lainnya, tetap semangat.

15.Teman-teman rumah, Alvi Syahrin, ngandriyanto, febri wicaksono, deni saputra, oki garap, nando, yuri, beni afrian stanza, ami mubarok, yondre, prita, ira, bedi, nyok dan teman-teman yang lain, terima kasih atas canda tawa yang kalian berikan dan motivasi serta dukungannya.

(13)

17.Seluruh karyawan RATU CETRING untuk; Ibu Ratu, Kokoh Krisna, Mas Surip, Nawi, Giyanto, Atok, Pak Doyok, Pandi, Mbak Lami, Mas Buloh dan teman-teman yang lain, terimakasih atas sumbangan materi, dukungan dan canda tawanya.

18.Teman-teman di pasar Bibeh, Mas Soleh, Fitri, kyai, bolang dan teman yang lain, terimakasih atas dukungan dan canda tawanya.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi dengan sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 4 Februari 2013

Penulis,

(14)

iv

II.1 Pengertian Pengecoran ... 5

II.2 Teknik Pengecoran Logam Aluminium ... 6

II.3 Cetakan Pasir ...13

1. Pasir ...13

2. Macam-macam pasir cetak ...15

3. Pola ...15

4. Susunan Pasir Cetak ...17

5. Sifat-sifat Pasir Cetak ...19

6. Perlengkapan Cetakan Pasir ...21

(15)

v

II.6 Silika ...31

II.7 Pengujian Kekerasan (Hardness Test) ...32

II.8 Struktur Mikro ...35

III. METODOLOGI PENELITIAN ...37

III.1 Waktu dan Tempat ...37

III.2 Alat dan Bahan ...37

III.3 Prosedur Percobaan ...40

III.4 Diagram Alir Penelitian ...50

III.5 Pengambilan Data ...51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...52

IV.1 Data Hasil Pengujian ...52

IV.2 Pembahasan ...56

V. KESIMPULANDAN SARAN ...69

V.1 Kesimpulan ...69

V.2 Saran...70

(16)

viii DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Sifat Mekanik Alumunium ... 11 2. Klasifikasi Paduan Alumunium Tempaan ... 11 3. Komposisi cetakan pasir dengan perbandingan abu sekam dan bentonit ... 41 4. Komposisi cetakan pasir dengan 10% bentonit dan variasi perbandingan

abu sekam... ... 41 5. Lembar Pengamatan Uji Kekerasan ... 51 6. Lembar Pengamatan Struktur Mikro... 51 7. Nilai uji kekerasan coran almunium AA 1100 menggunakan cetakan pasir

(17)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Proses pembuatan benda coran ... 9

2. Skema proses pengolahan pasir. ... 16

3. Pengaruh kadar air dan kadar lempung pada pasir diikat lempung. ... 19

4. Pengaruh air dan bentonit pada pasir diikat bentonit... 20

5. Bentuk penyangga ... 23

6. Berbagai Macam Penyangga ... 23

7. Perlengkapan Pembuatan Cetakan dengan Tangan ... 26

8. Mesin Uji Brinell ... 37

9. Mikroskop ... 38

10.Pasir silica ... 38

11.Bentonit ... 39

12.Sekam Padi ... 39

13.Aluminium AA 1100 ... 39

14.Larutan etsa ... 40

15.Proses pembakaran abu sekam ... 42

16.Rangka cetakan pasir ... 42

17.Ukuran pola ... 43

18.Bentuk dan ukuran Spesimen Coran Aluminium ... 43

(18)

vii

19. (b) Proses pencampuran komposisi cetakan ... 44

20.Proses pembentukan cetakan pasir dengan pola yang telah ditentukan ... 44

21.Proses peleburan almunium AA 1100 pada tungku pembakaran ... 45

22.Proses penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir ... 45

23.Spesimen hasil coran yang telah siap dilakukan proses pengujian ... 46

24.Gambar alat uji kekerasan Brinell ... 46

25.Proses pengamplasan ... 46

26.Proses pengambilan 5 titik sampel nilai ... 47

27.Proses pemotongan specimen ... 48

28.Proses mouting ... 48

29.Larutan etsa yang digunakan... 49

30.Proses pengambilan gambar struktur mikro menggunakan mikroskop ... 49

31.Skema penelitian ... 50

32.Grafik hubungan antara campuran komposisi bahan bentonit dan abu sekam pada cetakan pasir terhadap nilai rata-rata kekerasan coran almunium AA 1100 ... 53

33.Grafik hubungan variasi persentasi abu sekam dengan campuran tetap bentonit 10 % terhadap nilai rata-rata kekerasan coran almunium AA 1100 ... 54

34.Uji struktur mikro dengan perbesaran 50 X dengan variasi abu sekam dan bentonit ... 61

(19)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini berkembang dengan pesat, yang kemudian mempengaruhi meningkatnya kebutuhan proses produksi yang sebagian besar menggunakan besi dan baja yang menempati urutan pertama dan penggunaan aluminium menempati urutan kedua (http://rip13-666.blogspot.com/2012/07/ logam-non-ferro.html). Dengan meningkatnya penggunaan material maka kualitas suatu produk cor harus sangat diperhatikan. Kualitas sangat dipengaruhi oleh metode pengecoran yang dipilih. Satu dari sekian banyak metode pengecoran yang paling sering digunakan adalah pengecoran cetakan pasir (sand casting).

(20)

2

kualitas cetakan pasir, salah satu metode yaitu dilakukan dengan pengujian kekerasan dan uji struktur mikro hasil coran.

Bentonit adalah tanah liat yang berasal dari abu vulkanik dimana sebagian besar atau sekitar 75% mengandung mineral monmorlionit. Batuan bentonit dapat ditemukan hampir di semua negeri dan pada berbagai variasi batuan. Batuan ini mempunyai sifat fisis yang mudah menyerap air. Mineral bentonit mempunyai sifat menyerap karena ukuran partikelnya yang kecil dan mempunyai nilai tukar ion yang tinggi. Bila kadar bentonit rendah didalam campuran pasir cetak, menyebabkan kekuatan pasir cetak menurun. Hal ini disebabkan karena daya ikat antar butir pasir cetak rendah. Bila kadar bentonit tinggi menyebabkan kekuatan pasir cetak meningkat dan cetakan menjadi padat. Padatnya pasir cetak menyebabkan permeabilitas turun sehingga sulit dilalui udara dan cetakan sulit dibongkar. (Setiawan, 1997)

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai cetaakan pasir, variasi abu sekam dan bentonit pada cetakan pasir sebesar 8%, 10%, 12%, 14% dengan hasil yang paling optimal terdapat pada campuran kadar abu sekam dan bentonit masing-masing sebesar 10% dimana menghasilkan kekuatan tekan cetakan sebesar 37,45 kg/cm2 dan permeabilitas 41,52 cm3/menit. (Fasa, 2012).

(21)

1100 dengan menggunakan cetakan pasir dengan variasi abu sekam dan bentonit 6%, 8%, 10 %, 12 %, 14%.

I.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui pengaruh variasi abu sekam dan bentonit pada cetakan pasir terhadap kekerasan dan struktur mikro hasil coran alumunium.

I.3 Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan masalah yang akan dibahas, maka perlu adanya batasan-batasan masalah antara lain :

1. Cetakan pasir yang digunakan dalam proses pengecoran adalah cetakan pasir dengan komposisi variasi perbandingan bentonit dengan abu sekam yang dibuat oleh penelitian Agung Tri Kurnia Fasa sebelumnya .

2. Bahan yang dicetak dengan cetakan pasir adalah logam alumunium AA 1100.

3. Pengujian yang meliputi uji kekuatan kekerasan dan uji struktur mikro

I.4 Hipotesis

Penggunaan kadar abu sekam yang semakin banyak dan menurunnya kadar bentonit dengan kadar air yang tetap dapat meningkatkan nilai kemampuan alir gas dan kekuatan tekan sampai titik maksimum tertentu dan seterusnya menurun ( Agung Tri Kurnia Fasa, 2012).

(22)

4

coran alumunium yang ditandai dengan semakin kecilnya porositas yang tampak pada tampilan fisik struktur mikro.

I.5 Sistematika Penulisan

Laporan penelitian Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan tugas akhir, batasan masalah dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai landasan teori untuk mendukung penelitian ini.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Berisikan metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi hasil dan pembahasan dari penelitian tugas akhir. V. SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan simpulan dari penelitian tugas akhir yang telah dilakukan dan saran-saran atas masalah yang dibahas.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan referensi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini. LAMPIRAN

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Pengecoran

Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan barang jadi dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Setelah logam cair memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat, selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses sekunder. Pasir hijau untuk pengecoran digunakan sekitar 75 percent dari 23 million tons coran yang diproduksi dalam USA setiap tahunnya.

Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu traditional casting dan non-traditional/contemporary casting.

Teknik traditional casting terdiri atas : 1. Sand-Mold Casting

(24)

6

6. Vacuum-Mold Casting

Sedangkan teknik non-traditional terbagi atas : 1. High-Pressure Die Casting

Perbedaan secara mendasar di antara keduanya adalah bahwa contemporary casting tidak bergantung pada pasir dalam pembuatan cetakannya. Perbedaan lainnya adalah bahwa contemporary casting biasanya digunakan untuk menghasilkan produk dengan geometri yang kecil relatif dibandingkan bila menggunakan traditional casting.

(http://www.gudangmateri.com/2010/04/dasar-pengecoran-dengan-ilmu-logam.html)

II.2 Teknik Pengecoran Logam Aluminium

Proses pengecoran (casting) adalah salah satu teknik pembuatan produk di mana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan ke dalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat.

(25)

dalam rongga dalam cetakan. Cetakan tersebut kemudian didinginkan sampai logam telah memperkuat. Pada tahap terakhir, coran dipisahkan dari cetakan. Ada enam langkah dalam proses ini:

1. Tempatkan pola dalam pasir untuk membuat cetakan. 2. Menggabungkan pola dan pasir dalam suatu sistem gating. 3. Hapus pola.

4. Isi rongga cetakan dengan logam cair. 5. Biarkan logam dingin.

6. Melepaskan diri cetakan pasir dan menghapus coran.

Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses pengecoran, yaitu :

1. Adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak

2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan

3. Pengaruh material cetakan

4. Pembekuan logam dari kondisi cair.

Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran dengan sekali pakai (expendable Mold) dan ada pengecoran dengan cetakan permanent (permanent Mold). Cetakan pasir termasuk dalam expendable mold.

(26)

8

1. Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang dituangkan ke dalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.

2. Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan. Bahan inti harus tahan menahan temperatur cair logam paling kurang bahannya dari pasir.

3. Gating sistem (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk ke rongga cetakan dari saluran turun. Gating sistem suatu cetakan dapat lebih dari satu, tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan diisi oleh logam cair.

4. Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan yang diinginkan. Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi utamanya adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari cetakan ke sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada sprue dan terbawanya kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku kerongga cetakan.

5. Raiser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi.

(27)

Bahan Baku Tungku Ladel

membiarkan logam cair membeku, membongkar cetakan yang berisi produk coran membersihkan produk cor. Hingga sekarang, proses pengecoran dengan cetakan pasir masih menjadi andalan industri pengecoran terutama industri-industri kecil.

Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam seperti, besi, baja paduan tembaga, paduan ringan (paduan aluminium, paduan magnesium, dan sebagainya), serta paduan lain, semisal paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit tembaga), hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan silikon), dan sebagainya.

Gambar 1. Proses pembuatan benda coran (Surdia,1976: 3)

(28)

10

ringan, karena tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan dan sangat ekonomis untuk logam-logam tersebut. (Surdia, 2000).

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik. Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk peralatan rumah tangga saja tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri, misalnya untuk industri pesawat terbang, mobil, kapal laut dan konstruksi-konstruksi yang lain.

(29)

Aluminium yang didapat dalam keadaan cair dengan cara elektrolisasi, umumnya mencapai kemurnian 99,85 % berat dan dengan mengelektrolisasi kembali maka dapat dicapai kemurnian 99,99 %. Namun Aluminium murni sangat lemah dan lunak. Untuk menambah kekuatan biasanya dipadu dengan logam lain.

Adapun sifat mekanis alumunium dapat dilihat dari table dibawah ini: Tabel 1. Sifat Mekanik Alumunium

(Sumber:http://www.scribd.com/doc/31023940/Doc) Tabel 2. Klasifikasi Paduan Alumunium Tempaan

(30)

12

Aluminium paduan memiliki berbagai kandungan atom-atom atau unsur-unsur utama (mayor) dan minor. Unsur mayor seperti Mg, Mn, Zn, Cu, dan Si sedangkan unsur minor seperti Cr, Ca, Pb, Ag, Fe, Sn, Zr, Ti, Sn, dan lain-lain.

Unsur- unsur paduan yang utama dalam Aluminium antara lain:

a. Silikon (Si) Dengan atau tanpa paduan lainnya silikon mempunyai ketahanan terhadap korosi. Bila bersama aluminium ia akan mempunyai kekuatan yang tinggi setelah perlakuan panas, tetapi silicon mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang jelek, selain itu juga mempunyai ketahanan koefisien panas yang rendah.

b. Tembaga (Cu) Dengan unsur tembaga pada aluminium akan meningkatkan kekerasannya dan kekuatannya karena tembaga bisa memperhalus struktur butir dan akan mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu tempa, keuletan yang baik dan mudah dibentuk.

c. Magnesium (Mg) Dengan unsur magnesium pada aluminium akan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu las serta kekuatannya cukup.

d. Nikel (Ni) Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja pada temperature tinggi, misalnya piston dan silinder head untuk motor.

e. Mangan (Mn) Dengan unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, tahan korosi baik, sifat dan mampu lasnya baik.

(31)

Aplikasi Aluminium :

1 Transportasi: pesawat terbang. Rangka khusus kapal, kendaraan, dll. 2 Konstruksi : konstruksi ringan dengan kekuatan yang rendah.

3 Peralatan listrik : kabel listrik

4 Alat dapur dan rumah tangga : peralatan masak Sifat Teknologi Aluminium :

1. Formability, Al dapat dibentuk dengan semua teknik pembentukan dibandingkan logam yang lainnya.

2. Temperatur cair yang relatif rendah sehingga mudah di cor. 3. Machinability yang baik

II.3 CETAKAN PASIR 1. Pasir

(32)

14

Ada dua jenis pasir yang umum digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands). Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : (Surdia, 2000).

a. Mempunyai sifat mampu dibentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu dituang ke dalamnya. Karena itu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan.

b. Permeabilitas yang cocok. Dikhawatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga diantara butir-butir pasir keluar dari cetakan dengan kecepatan yang cocok. c. Distribusi butir besar yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau

coran dibuat dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. Distribusi besar butir harus cocok mengingat dua syarat tersebut diatas.

d. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Temperatur penuangan yang bisa untuk bermacam-macam coran dapat dilihat pada tabel dibawah.

(33)

mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki.

f. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang. g. Pasir harus murah.

2. Macam-macam pasir cetak

Pasir cetak yang lazim adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silika yang disediakan alam. Beberapa dari mereka dipakai begitu saja dan yang lain dipakai setelah dipecah menjadi butir-butir dengan ukuran yang cocok. Kalau pasir mempunyai kadar lempung yang cocok dan bersifat adhesi, mereka dipakai begitu saja sedangkan bila sifat adhesinya kurang, maka perlu ditambahkan lempung. Kadang-kadang berbagai pengikat dibutuhkan juga disamping lempung. Proses pengolahan pasir dapat dilihat pada gambar 2.

3. Pola

Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat dibuat dari kayu, plastik/polimer atau logam. Pemilihan material pola tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor dan jenis proses pengecoran yang digunakan.

(34)

16

Gambar 2. Skema proses pengolahan pasir.(Surdia, 2000)

a. Pola Tunggal

(35)

Terdiri dari buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh rongga cetak dari masing-mnasing pola. Dengan pola ini bentuk produk yang dapat dihasilkan lebih rumit dari pola tunggal.

c. Pola “terpasang jadi satu”

Jenis ini popular yang digunakan di industri. Pola dengan suatu bidang datar dimana dua buah pola atas dan bawah dipasang berlawanan arah pada suatu pelat datar. Jenis pola ini sering digunakan bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan dan dapat menghasilkan laju produksi yang tinggi untuk produk-produk kecil.

d. Inti

Untuk produk cor yang memiliki lubang/rongga seperti pada blok mesin kendaraan atau katup-katup biasanya diperlukan inti. Inti ditempatkan dalam rongga cetak sebelum penuangan untuk membentuk permukaan bagian dalam produk dan akan dibongkar setelah cetakan membeku dan dingin. Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas baik, tahan panas dan tidak mudah hancur (tidak rapuh). Operasi pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan tahapan proses perancangan produk cor, pembuatan pola dan inti, pembuatan cetakan, penuangan logam cair dan pembongkaran produk cor. (http://edizenni.blogspot.com/search?q=pengecoran))

4. Susunan Pasir Cetak

(36)

18

permeabilitas tertentu, serta mampu alir gasnya baik sekali. Pasir berbutir kristal kurang baik untuk pasir cetak, sebab akan pecah menjadi butir-butir kecil pada pencampuran serta memberikan ketahanan api dan permeabilitas yang buruk pada cetakan, dan selanjutnya membutuhkan pengikat dalam jumlah banyak.

Inti cetakan sering dibuat dari pasir yang dibubuhi minyak nabati pengering 1.5-3.0 % seperti minyak biji rami (linseed oil), minyak kedele, atau minyak biji kol dan dipanggang pada temperatur 200 sampai 250oC. Mereka disebut inti pasir minyak. Mereka tidak menyerap air dan mudah hancur waktu pembongkaran. Tetapi pasir dengan hanya dibubuhi minyak saja kekuatannya pada temperatur tinggi tidak memadai, sehingga perlu ditambahkan bentonit dan kanji supaya mudah dibentuk dan diolah meskipun pada temperatur kamar.

(37)

5. Sifat-sifat Pasir Cetak

Pasir cetak dengan tanah lempung atau bentonit sebagai pengikat menunjukan berbagai sifat sesuai dengan kadar air. Karena itu kadar air adalah faktor yang sangat penting untuk pasir cetak, sehingga pengaturan kadar air adalah hal sangat penting dalam pengaturan pasir cetak. Gambar 3. menunjukan hubungan antara kadar air dan berbagai sifat pasir dengan pengikat tanah lempung. Karena kadar tanah lempung dibuat tetap dan kadar air ditambah, maka kekuatan berangsur-angsur bertambah sampai titik maksimum dan seterusnya menurun. Kecenderungan serupa timbul kalau kadar air dibuat tetap dan kadar lempung ditambah.

(38)

20

Gambar 4. Pengaruh air dan bentonit pada pasir diikat bentonit (Surdia, 2000)

Titik maksimum dari kekuatan dan permeabilitas adalah keadaan dimana butir-butir pasir dikelilingi oleh ketebalan tertentu dari campuran lempung dan air. Dengan kelebihan kadar air, kekuatan dan permeabilitas akan menurun karena ruangan antara butir-butir pasir ditempati oleh lempung yang berlebihan air. Selanjutnya tanah lempung yang berbutir menempati ruangan antara butir-butir pasir menurunkan permeabilitas.

(39)

dan yang menyebabkan permeabilitas maksimum sangat berdekatan satu sama lain.

Penambahan sifat penguatan oleh udara. Sifat-sifat cetakan yang berubah selama antara pembuatan cetakan dan penuangan disebut sifat penguatan oleh udara. Umumnya hal itu disebabkan oleh pergerakan air dalam cetakan dan penguapan air dari permukaan cetakan. Hal terakhir dengan meninggikan kekerasan permukaan cetakan. Derajat kenaikan kekerasan tergantung pada sifat campuran pasir, derajat pemadatan atau keadaan sekeliling cetakan ( temperatur udara luar, kelembaban, dan seterusnya ).

Penguapan air membuat permukaan cetakan dari pasir yang dicampur bentonit menjadi getas. Karena itu laju penguapan air harus diatur. Dengan adanya sifat-sifat kering pasir dengan pengikat lempung yang dikeringkan mempunyai permeabilitas dan kekuatan meningkat dibandingkan dengan dalam keadaan basah, karena air bebas dan air yang diabsorbsi pada permukaan butir tanah lempung dihilangkan. Faktor yang memberikan pengaruh sangat besar pada sifat-sifat kering, adalah kadar air sebelum pengeringan. Gambar 3 dan 4 menunjukan kekuatan tekan kering lebih tinggi kalau kadar air mula-mula lebih besar. (Surdia, 2000)

6. Perlengkapan Cetakan Pasir a. Penyangga

(40)

22

kadang-kadang dipakai karena inti tidak dapat dipasang hanya dengan telapak inti saja mengingat bentuk cetakan yang tidak memungkinkan.

Bentuk dan ukuran penyangga harus sesuai untuk keadaan coran, dan bahannya sebaiknya sama dengan bahan coran. Bentuk penyangga umumnya lebih baik mempunyai permukaan yang luas karena mudah berfungsi dengan logam sekelilingnya. Kalau A terlalu besar dalam perbandingan dengan H dalam Gambar 5. maka fusi tidak sempurna, sedangkan kalau A terlalu kecil penyangga inti tidak sempurna. Kalau D terlalu besar dalam perbandingan dengan A maka fusi tidak sempurna, sedangkan kalau terlalu kecil penyangga ini tidak memuaskan karena penyangga tertanam ke dalam inti.

Bentuk penyangga dibuat seperti yang dikehendaki, dan kadang-kadang bahan dari pelat kedua ujung batang berbeda dengan bahan batang untuk mencegah pencairan yang terlalu cepat dari pelat-pelat tipis itu. Permukaan penyangga harus dibuat halus. Tidak boleh ada oksida atau basah. Mereka bukan hanya mencegah fusi tapi juga menyebabkan rongga penyusutan.

(41)

ukuran. Batang di antara kedua kepala bergulir agar mudah berfusi dengan logam.

Gambar 5. Bentuk penyangga

(42)

24

b. Mandrel

Mandrel adalah kerangka yang diletakkan dalam inti atau cetakan untuk mencegah patahnya inti.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan mandrel adalah :

1) Pertimbangan mengenai pemuaian panas dalam pengeringan dan penuangan

2) Pertimbangan mengenai penyusutan coran setalah penuangan. 3) Buatlah mandrel yang tahan akan penggunaan berulang-ulang.

4) Mereka harus memperkuat inti agar mampu menerima tekanan dari logam cair.

c. Pemberat

Dalam penuangan logam cair ke dalam cetakan, kup mengalami daya apung karena logam cair. Maka pemberat di atas kup untuk mencegah terapungnya.

7. Pembuatan Cetakan Dengan Tangan

Pembuatan cetakan dengan tangan dilaksanakan jika jumlah produksinya kecil dan bentuk coran yang sulit dan sukar dibuat oleh mesin atau coran yang besar sekali.

(43)

1) Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar mendatar.

2) Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan. Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya pasir 30 sampai 50 mm. letak saluran turun lebih dahulu.

3) Pasir muka yang telah ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm.

4) Pasir cetak ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Dalam penumbukan ini harus dilakukan dengan hati-hati agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir yang tertumpuk melewati tepi atas dari rangka cetakan digaruk dan cetakan diangkat bersama pola dari papan cetakan.

5) Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk kup dipasang diatasnya, kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan di permukaan pola.

6) Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang, kemudian pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan dipadatkan.

(44)

26

(a) Pembuatan Cetakan Dengan Tangan

(b). Rangka Cetakan

(45)

Gambar 7. menunjukan perkakas tangan yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan dengan tangan. Diantara banyak macam rangka cetakan yang dipergunakan, yang paling lazim dipergunakan adalah rangka cetakan kayu atau logam. Seperti pada Gambar 7,a. dimana pasir cetak dimasukkan dan dipadatkan untuk dibuat cetakan. Beberapa rangka cetakan berbentuk bundar. Selain itu, dipakai juga rangka cetakan yang dapat dibuka seperti pada gambar 7,b.

II.4 Sekam Padi

(46)

28

Untuk membuat RHA menjadi silika reaktif yang dapat digunakan sebagai material pozzolan maka diperlukan kontrol pembakaran dengan temperatur tungku pembakaran tidak boleh melebihi 800oC sehingga dapat dihasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak terkristalisasi. Jika kulit sekam ini terbakar pada suhu lebih dari 850oC maka akan menghasilkan abu yang sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat pozzolan. Setelah pembakaran kulit sekam selama 15 jam dengan suhu yang terkontrol maka akan dihasilkan RHA yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu dengan sedikit warna hitam. Warna hitam menandakan bahwa temperatur tungku pembakaran terlalu tinggi yang menghasilkan abu yang tidak reaktif. RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus. RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan rendah. (Nugraha, dan Antoni, 2007)

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar, juga adsorben.

(47)

menjadi penting sebab hal ini menunjukkan atau menentukan berapa jumlah sekam yang harus dibakar agar menghasilkan abu sesuai kebutuhan. Selama proses pembakaran sekam padi menjadi abu mengakibatkan hilangnya zat-zat organik yang lain dan menyisakan zat-zat yang mengandung silika.

Pada proses pembakaran akibat panas yang terjadi akan menghasilkan perubahan struktur silika yang berpengaruh pada dua hal yaitu tingkat aktivitas pozolan dan kehalusan butiran abu. Pada tahap awal pembakaran, abu sekam padi menjadi kehilangan berat pada suhu 100oC, pada saat itulah hilangnya sejumlah zat dari sekam padi tersebut. Pada suhu 300oC, zat-zat yang mudah menguap mulai terbakar dan memperbesar kehilangan berat. Kehilangan berat terbesar terjadi pada suhu antara 400oC -500oC, pada tahap ini pula terbentuk oksida karbon. Di atas suhu 600oC ditemukan beberapa formasi kristal quartz. Jika temperatur ditambah, maka sekam berubah menjadi kristal silica.

Sekam padi memiliki komposisi kimiawi protein kasar 3,03%, lemak 1,18%, serat kasar 35,68%, abu 17,71%, karbohidrat kasar 33,71%, sedangkan menurut DTC-IPB sekam padi memiliki komposisi karbon (zat arang) 1,33%, dan silika 16,98%.

(http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr254033.pdf)

(48)

30

a. sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia,

b. sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah, dan sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

II.5 Bentonit

(49)

yang tinggi. Batuan ini terbentuk karena proses pelapukan dan transformasi dari abu gunung api.

Bila kadar bentonit rendah didalam campuran pasir cetak, menyebabkan kekuatan pasir cetak menurun. Hal ini disebabkan karena daya ikat antar butir pasir cetak rendah. Bila kadar bentonit tinggi menyebabkan kekuatan pasir cetak meningkat dan cetakan menjadi padat. Padatnya pasir cetak menyebabkan permeabilitas turun sehingga sulit dilalui udara dan cetakan sulit dibongkar (Setiawan:1997).

II.6 Silika

Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.

(50)

32

lebih kecil dan halus, silika dengan ukuran yang halus inilah yang biasanya bayak digunakan dalam industri.

Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran nano/ mikrosilika perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika biasanya dapat diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling biasa yang sudah dimodifikasi khusus sehingga kemampuan untuk menghancurkannya jauh lebih efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh silika sampai pada skala nano. Sedangkan untuk nanosilika bisa diperoleh dengan metode-metode tertentu yang sekarang telah banyak diteliti diantaranya adalah sol-gel process, gas phase process, chemical precipitation, emulsion techniques, dan plasma spraying & foging proses (Polimerisasi silika terlarut menjadi organo silika).

Sebagai tambahan adalah bahwa utilisasi kapasitas produksi industri silika lokal belum maksimal, baru 50% dari kapasitas maksimal yang ada. Hal ini disebabkan karena produk silika lokal yang dihasilkan belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh pasar yaitu silika dengan ukuran sub mikron, sementara hasil produksi silika lokal berukuran ≥ 30 µm

(Martadipoera:1990).

II.7 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

(51)

penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :

a. Brinell (HB/BHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

Rumus perhitungan Brinell Hardness Number(BHN) :

Dimana: P = beban penekan (Kg)

(52)

34

b. Rockwell (HR/RHN)

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : - HRa (Untuk material yang sangat keras).

- HRb (Untuk material yang lunak).

- HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang)

c. Vickers (HV/VHN)

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

d. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)

(53)

Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Penguian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :

 Permukaan material

 Jenis dan dimensi material

 Jenis data yang diinginkan

 Ketersedian alat uji

II.8 Struktur Mikro

Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah:

1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan.

(54)

36

(55)

III. METODE PENELITIAN

III.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga 12 Desember 2012.

2. Proses pembuatan cetakan pasir dan pengecoran aluminium dilakukan di PT. Tanjung, Tanjung Bintang, Lampung Selatan pada tanggal 13 Desember hingga 15 Desember 2012.

3. Pengujian Kekerasan (Brinell Hardness Test) dan Pengujian Struktur Mikro dilakukan di Laboratorium Material Teknik, Universitas Lampung, pada tanggal 17 Desember hingga 28 Desember 2012.

III.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Alat pengukur kekerasan yaitu mesin uji Brineell.

(56)

38

2. Alat foto struktur mikro yaitu mikroskop.

Gambar 9. Mikroskop

3. Neraca timbang; digunakan untuk menimbang campuran 4. Mixer; digunakan untuk mencampur antara pasir, bentonit, air. 5. Sand rammer; digunakan untuk membuat atau membentuk spesimen. 6. Tungku pembakaran; digunakan untuk melebur logam.

7. Tempat penampung campuran yang akan dipergunakan untuk bahan percobaan.

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan cetakan pasir adalah sebagai berikut :

1. Pasir Silika

(57)

2. Bentonit.

Gambar 11. Bentonit. 3. Air.

4. Sekam Padi.

Gambar 12. Sekam Padi.

5. Aluminium AA 1100 (3-5 Kg).

(58)

40

6. Solar

7. Etsa untuk aluminium

Gambar 14. Larutan etsa

8. Autosol dan amplas tahan air dengan ukuran kekasaran 80, 400, 800, 1000, 1200, dan 1500.

9. Bahan pendukung lainnya.

III.3 Prosedur percobaan

Obyek dalam penelitian ini adalah benda uji berupa aluminium AA 1100 hasil pengecoran yang dicetak mengunakan cetakan pasir. Pembentukan cetakan pasir terbentuk dari dua proses pencampuran komponen cetakan pasir yang terdiri dari pasir cetak, silica, bentonit, air dan abu sekam.

(59)

14% sedangkan nilai persentase bentonit turun dari 14%, 12%, 10%, 8% dan 6%.

Tabel 3. Komposisi cetakan pasir dengan perbandingan abu sekam dan bentonit.

(60)

42

Prosedur eksperimen ini dilakukan oleh peneliti dengan alat dan bahan yang telah ditentukan di atas, langkah-langkah yang dilakukan dalam eksperimen ini adalah :

1. Membuat abu sekam dari sekam padi di bengkel Politeknik Negeri Lampung dengan cara membakar sekam padi di dalam tong (gambar 15).

Gambar 15. Proses pembakaran abu sekam

2. Mengayak abu sekam untuk mendapatkan partikel abu sekam dengan ukuran 200 mesh.

3. Membuat rangka cetakan menggunakan kayu dengan ketebalan 12 mm, dengan dimensi panjang 132 mm dan lebar 130 mm, 98 mm (gambar 16).

(61)

4. Membuat pola (gambar menggunakan kayu dengan assumsi akan terjadinya penyusutan saat proses pendinginan almunium cair di dalam cetakan pasir, maka ukuran pola di tambah 4 mm dari ukuran sepesimen coran allmunium AA 1100 yang ingin di capai. Pada gambar 17 menunjukan ukuran dan bentuk pola dan gambar 18 bentuk dan ukuran Spesimen Coran Aluminium AA 1100 yang ingin di capai.

Gambar 17. Ukuran pola

(62)

44

5. Menimbang komposisi cetakan pasir, bentonit dan abu sekam dan mencampurkan dengan ukuran yang telah ditentukan.

(a) (b)

Gambar 19. (a) Proses menimbang komposisi cetakan pasir, (b)Proses pencampuran komposisi cetakan

6. Mengisi rangka cetakan dengan campuran pasir cetak, bentonit dan abu sekam sampai padat dengan variasi komposisi yang telah ditentukan dan di campur sehingga terbentuk pola ukuran aluminium yang akan dicor.

Gambar 20. Proses pembentukan cetakan pasir dengan pola yang telah ditentukan.

(63)

Gambar 21. Proses peleburan almunium AA 1100 pada tungku pembakaran.

8. Mengisi cetakan pasir yang telah dibuat dengan cairan aluminium yang telah dipanakan sampai cair denga alat tuang (gambar 22).

Gambar 22. Proses penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir 9. Membongkar cetakan pasir setelah dingin, lalu membersihkan kotoran

(64)

46

Gambar 23. Spesimen hasil coran yang telah siap dilakukan proses pengujian

10.Pengujian kekerasan dilakukan dengan alat uji uji kekerasan (Brinell Hardness Test) di mana alat yang digunakan ditunjukan pada gambar 24.

Gambar 24. Gambar alat uji kekerasan Brinell

Perlakuan awal sebelum proses pengujian sepesimen menggunakan alat uji kekerasan, terlebih dahulu sepesimen dilakukan perlakuan awal dengan cara pemotongan ukuran yang dibutuhkan,setelah itu tindakan lanjutan meratakan permukaan sepecimen dengan pengamplasant (gambar 25).

(65)

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kekerasan logam dengan metode Brinell, yaitu :

1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji. 2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.

3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang digunakan, dan alat pengukur waktu.

4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur diameter secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).

5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima titik sehingga diperoleh nilai rata-rata dari uji kekerasan Brinell tersebu (gambar 26).

Gambar 26. Proses pengambilan 5 titik sampel nilai

(66)

48

- Pemotongan benda uji dimana pada proses ini dilakukan pemotongan pada benda uji sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan (gambar 27).

Gambar 27. Proses pemotongan specimen

- Proses mounting merupakan proses untuk mempermudah dalam proses grinding dan polishing (gambar 28).

Gambar 28. Proses mouting

- Proses grinding di mana pada proses ini diamplas secara berurutan dari yang kasar sampai yang halus dalam proses grinding harus selalu dialiri air bersih untuk menghindari timbulnya panas pada permukaan benda uji yang kontak langsung dengan amplas.

(67)

yang sangat halus. Selama pemolesan benda uji digerakkan kecepantan, ke belakang dan berputar agar partikel-partikel abrasif dapat terdistribusi dengan merata di atas piringan pemoles.

- Etsa di mana setelah pemberian larutan etsa (gambar 29), specimen dibersihkan dengan alkohol dan air 97% kemudian dikeringkan dengan udara hangat, agar terhindar dari oksidasi udara sekitar.

Gambar 29, Larutan etsa yang digunakan

- Untuk melihat struktur mikro yang ada pada spesimen/benda uji dilakukan secara bertahap diawali menggunakan perbesaran 25X, 50X, 200X dan 500X. Kamera digital beresolusi 16 M dipersiapkan untuk mengambil gambar saat titik focus struktur mikro di bawah lensa mikroskop di dapat (gambar 30).

(68)

50

Mulai

Selesai III.4 Diagram alir penelitian

Gambar 32. Skema penelitian Persiapan alat dan bahan yang

digunakan dalam penelitian

Peleburan Aluminium

Pengujian Kekerasan Pengujian Struktur Mikro

Kesimpulan Pembuatan cetakan

Penuangan Aluminium

Pembongkaran Cetakan

(69)

III.5 Pengambilan Data

Alat pengumpul data merupakan alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data, alat ini bisa berupa perangkat kertas dan perangkat lunak. Dimana untuk perangkat keras antara lain, alat-alat pembuatan spesimen dan alat ukur yang digunakan. Sedangkan alat-alat perangkat lunak adalah alat tulis dan lembar pengamatan untuk mendapatkan data.

Tabel 5. Lembar Pengamatan Uji Kekerasan

Tabel 6. Lembar Pengamatan Struktur Mikro

no Campuran kadar abu sekam dan bentonit

(70)

69

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari hasil data dan pembahasan pada bab sebelumnya didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut di antaranya adalah :

1. Bahwa sifat abu sekam dan bentonit yang diterapkan pada cetakan pasir, jumlah komposisinya mempengaruhi kekerasan hasil coran.

2. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada komposisi bentonit 10 % dan abu sekam 8% yang ditambahkan pada total komponen penyusun cetakan pasir

3. Nilai permibilitas maksimum yang dicapai saat perbandingan abu sekam 8% dan bentonit 10% memberikan proses pendinginan yang lebih cepat sehingga berdampak pada peningkatan nilai kekerasan hasil coran Aluninium AA 1100.

V.2 Saran

Beberapa saran yang dapat dilakukan dalam penelitian lebih lanjut untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih baik adalah sebagai berikut :

(71)

pada cetakan pasir yang digunakan untuk mencetak terhadap keuletan ataupun kegetasan hasil coran.

2. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat sebaiknya dilakukan variasi dengan range yang luas dan titik uji yang lebih banyak.

3. Bahan yang akan dicor pada cetakan pasir dengan variasi bentonit dan abu sekam mengunakan jenis logam yang lain.

(72)

DAFTAR PUSTAKA

(http://id.wikipedia.org/2010wiki/Pengecoran) di akses pada tanggal 25 november 2012

Charis Sonny Harsono, 2006, “Karakteristik Kekuatan Fatik pada Paduan Aluminium Tuang” (Sumber:http://www.scribd.com/doc/31023940/Doc)

Ade Sanjaya, 2010 “Dasar Pengecoran dengan Ilmu Logam

(http://www.gudangmateri.com/2010/04/dasar-pengecoran-dengan-ilmu-logam.html)

Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, 2001, “Peluang Agribisnis Arang Sekam” (http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr254033.pdf)

Fasa, A. Trikurnia. 2012. Pengaruh Campuran Abu Sekam dan Bentonit pada Pasir Cetak terhadap Permeabilitas dan Kekuatan Tekan Pasir. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Martadipoera., 1990. Proses Pembekuan Pada Cetakan Pasir. Ghalia Indonesia. Jakarta

Neff, D.V.,2002, Understanding Aluminium Degassing, Modern Casting, May2002, p.24-26

Nugraha, dan Antoni, 2007. Limbah Padat Abu Terbang. Universitas Diponegoro. Setiawan, Budi., 1997. Dasar Penggalian Bahan-Bahan Tambang. Rineka Cipta.

Jakarta

Gambar

Gambar 1. Proses pembuatan benda coran (Surdia,1976: 3)
Tabel 2. Klasifikasi Paduan Alumunium Tempaan
Gambar 2. Skema proses pengolahan pasir. (Surdia, 2000)
Gambar 3. Pengaruh kadar air dan kadar lempung pada pasir diikat lempung. (Surdia, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, dari gambar 2.2 dapat diketahui bahwa data time series tentang pendapatan pajak penjualan di atas apabila ditarik garis lurus menaik pada tengahtengah plot yang

Abstrak- Konflik adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi atau perusahaan) yang harus membagi sumber daya

Sumber daya manusia menjadi masalah bagi perusahaan dikarenakan kualitas dan kemampuan yang dimiliki harus lebih ditingkatkan agar organisasi atau perusahaan

vyzdį, valdo grūde sėklos raidą iki diego, o po to - ligi stiebo. Dar šiek tiek anksčiau, ligi savo kritinio laikotarpio, Kantas viename ankstyvajame savo veikale

Selain itu, dengan diketahuinya faktor – faktor tersebut, saran bagi perusahaan adalah agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari faktor –faktor yang

を伏見上皇に比定した。 ︵ ︶ 副進文書 iには﹁院宣案 亀山法皇御方﹂との註記

dapat meningkatkan kemampuan siswa khususnya materi menyimak cerita anak di kelas III Sekolah Dasar Negeri 13 Sungai Rukmajaya dapat dilakukan oleh guru dengan sangat

Di setiap kali pasien melaporkan telah meminum obat, terdapat halaman motivasi kesembuhan pasien, dimana halaman motivasi tersebut berganti secara acak disetiap tanggal