PENOKOHAN DAN ALUR DALAM NASKAH DRAMA DAPUR KARYA FITRI YANI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR
SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
(Skripsi)
Oleh
DYAN FATHMA DEWI S. 0513041021
JURUSAN BAHASA DAN SENI
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENOKOHAN DAN ALUR DALAM NASKAH DRAMA DAPUR KARYA FITRI YANI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR
SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Oleh
DYAN FATHMA DEWI S.
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
pada
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
JURUSAN BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ABSTRAK
PENOKOHAN DAN ALUR DALAM NASKAH DRAMA DAPUR KARYA FITRI YANI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Oleh
DYAN FATHMA DEWI S.
Penokohan dan alur merupakan bagian terpenting dalam sebuah drama. Hal tersebut dipandang penting karena penokohan dan alur merupakan substansi yang membangun dialog dalam drama. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur karya Fitri Yani dan menentukan layak atau tidak naskah drama tersebut dijadikan sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA.
Metode yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil yang ditemukan tokoh-tokoh pada naskah drama drama Dapur, yaitu Udin, Romlah, Mak, Bapak, Pak RT dan Nurlela. Tokoh Udin berperan lion (pembawa ide), tokoh Romlah dan tokoh Nurlela berperan moon (penolong lion), tokoh Mak berperan mars (penentang lion) dan tokoh Bapak berperan scale. Udin, Romlah, Pak RT dan Nurlela berwatak datar (memiliki watak tertentu) sedangkan Mak dan bapak berwatak bulat (watak dan tingkah laku bermacam-macam). Alur yang digunakan, yaitu alur kronologis meliputi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya
adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya (Semi, 1984: 2). Sastra mempunyai berbagai jenis, antara lain
drama, prosa dan puisi. Salah satu jenis sastra yang akan di bahas dalam
penelitian ini adalah drama. Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra
yang berbeda dengan novel atau karya fiksi lainnya. Sebuah drama hanya
terdiri dari dialog yang terkadang ada penjelasannya tetapi hanya berisi
petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara dan tidak
adanya narasi dalam drama digantikan oleh akting pemain di pentas. Drama
berasal dari bahasa Perancis, yaitu drane yang pada mulanya untuk
menceritakan lakon-lakon kelas menengah. Drama adalah lakon serius yang
menggarap satu masalah yang mempunyai arti penting meskipun sering
berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia tetapi tidak bertujuan
mengagungkan tragika. Drama adalah salah satu seni bercerita lewat
percakapan dan action tokoh-tokohnya (Soemanto, 2001:3).
Pembelajaran drama merupakan bagian yang erat dari pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini sesuai
kemampuan bersastra. Belajar bersastra pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia tingkat Sekolah Menengah Atas sama halnya dengan belajar
berbahasa yaitu mencakup aspek menyimak, berbicara, membaca dan
menulis.
Keterampilan menyimak diperoleh pada saat para siswa mendengarkan
pembacaan puisi, berdeklamasi, pertunjukan monolog dan pertunjukan
drama. Kecermatan keterampilan menyimak ini sangat diperlukan. Salah
dengar terhadap salah satu atau dua patah kata saja bisa mengakibatkan salah
tangkap apa yang ditampilkan sedangkan keterampilan berbicara terutama
diperoleh pada saat siswa membaca puisi, membaca monolog atau berpentas
drama di depan kelas.
Siswa mendapatkan pengalamaan penciptaan dalam pengajaran sastra. Siswa
akan diberi kesempatan unuk mencipta sendiri baik berupa puisi, cerpen dan
naskah drama pendek. Kesempatan mencipta ini berguna bagi keterampilan
menulis dan berpengaruh bagi pembinaan apresiasinya karena pengalaman
penciptaan secara langsung banyak berpengaruh untuk usaha mendapatkan
pengalaman puitik (Jabrohim, 1994:9-10).
Kegiatan mengapresiasi sastra drama yang dilakukan oleh para siswa
diharapakan mampu membina kepribadian dan perilaku budi pekerti siswa
agar mereka memiliki sikap positif terhadap hasil karya sastra yang
diciptakan oleh orang lain dan mampu mengambil sikap dengan bijaksana
atas suatu drama yang mereka saksikan. Hal tersebut tidak luput dari peran
adalah sebagai informator, fasilitator dan moderator. Seorang guru hanya
sebagai penunjuk jalan bagi para siswa yang sedang bertamasya di taman
sarinya karya sastra (Suharianto dalam Jabrohim, 1994:21).
Guru dan siswa bersama-sama menelusuri dan menjelajahi karya sastra sesuai
dengan taraf masing-masing di dalam pengajaran sastra termasuk drama.
Sesuai dengan tugasnya sebagai penunjuk jalan, seorang guru harus tahu
lika-liku jalan dan menguasai berbagai obyek yang menjadi perhatian siswa.
Seorang guru harus benar-benar mempunyai pengalaman, pendidikan dan
keterampilan yang lebih dibandingkan siswanya.
Proses dan metode pengajaran sastra mempunyai peranan penting. Seorang
guru tidak hanya mampu menjabarkan atau menjelaskan pengertian sastra,
macam-macam sastra, nama pengarang sastra dan lain-lain. Metode seperti itu
terkesan monoton sehingga murid kurang tertarik untuk mempelajari sastra.
Guru harus dapat membantu mengembangkan akal siswa dengan
mengapresiasi sebuah karya sastra sehingga siswa dapat memahami dan lebih
menghargai sebuah karya sastra. Tujuan pembelajaran sastra bukan
membentuk siswa menjadi sastrawan atau ahli sastra melainkan hanya
membimbing siswa agar dapat memahami, menikmati dan menulis karya
sastra serta mengapresiasi karya sastra (Wiyanto, 2005 : viii).
Kegiatan mengapresiasi karya sastra adalah kegiatan yang membutuhkan
keterlibatan hati secara serius terhadap objek yang dinikmati. Usaha untuk
menumbuhkan keseriusan dan pemahaman dalam mengapresiasi sebuah
menganggapnya sebagai suatu kerja yang menyenangkan. Kegiatan
mengapresiasi drama sebagai salah satu karya sastra diharapakan mampu
meningkatkan kesenangan siswa dalam pembelajaran sastra di sekolah.
Memberikan apresiasi terhadap sebuah drama penting untuk terlebih dahulu
mengetahui unsur-unsur intrinsik drama. Unsur-unsur intrinsik drama
meliputi tema, penokohan, alur, latar, gaya bahasa, tema dan amanat.
Salah satu naskah drama yang dapat dikaji adalah naskah drama berjudul
Dapur karya Fitri Yani. Naskah drama Dapur merupakan naskah drama satu
babak. Bahasa yang dipakai dalam naskah ini adalah bahasa harian sehingga
untuk kalangan siswa tidak sulit untuk memahami dialog antartokohnya.
Drama ini mengisahkan tentang dapur yang bagi sebagian masyarakat
merupakan tempat yang sakral dan simbol eksistensi sebuah rumah tangga.
Seperti pepatah “jika perempuan jauh dari dapur, ia tak akan bisa
membangkitkan selera lahir dan batin dalam rumah tangga”, maka naskah ini
mencoba menggambarkan bagaimana dapur memiliki makna yang begitu
penting pada kehidupan keluarga dan perempuan. Dapur bukanlah tempat
perempuan tak berdaya. Banyak kekuatan yang dimiliki perempuan dengan
menjadi menejer di dapur dan menjadi pemimpin dalam mempersiapkan
hidangan bagi keluarga.
Tokoh utama dalam naskah drama diangkat dengan melihat fenomena
sekarang. Wilayah perempuan sudah banyak diambil alih oleh laki-laki begitu
pun sebaliknya. Hal tersebut sebenarnya sudah menjadi konsekuensi dari
koki pun sekedar profesi sama seperti dosen, pegawai, tukang becak dan lain-
lain. Naskah Dapur menjelaskan tentang pekerjaan wanita yang bisa
dikerjakan oleh seorang laki- laki sedangkan di dalam rumah tangga sendiri
wanita yang menjadi sorotan utama urusan dapur. Naskah Dapur berbicara
tentang emansipasi wanita yang masih menjadi perbincangan hangat bangsa
Indonesia di desa maupun di kota. Naskah ini menceritakan tentang kakak
Udin yang memilih menjadi wanita karir dan memberikan efek domino bagi
kondisi rumah tangganya. Di akhir naskah drama ini ditunjukkan bagaimana
kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis karena adanya
disfungsionalisasi wilayah perempuan. Secara keseluruhan naskah ini ingin
menekankan bahwa jika wanita tidak berada di dapur (berada di wilayahnya),
rumah tangga tidak berjalan dengan baik.
Beberapa alasan peneliti memilih naskah drama Dapur sebagai objek
penelitian adalah sebagai berikut. Naskah drama Dapur terpilih menjadi
naskah yang dipentaskan pada acara Kala Sumatera 2009 yang didanai
HIVOS Founding dari Belanda. Naskah drama dapur mengisahkan cerita
sosial kehidupan dalam satu keluarga. Ada kisah percintaanya, cerita antara
ibu dan ayah atau ayah dan anak semuanya ada di dalam naskah ini. Setiap
tokoh punya perbedaan watak yang menonjol dan bahasa yang dipakai tidak
berat sehingga cocok jika naskah drama Dapur dipakai untuk sarana
pembelajaran sastra di SMA. Naskah ini menceritakan tentang isu yang
sensitif dan masih terus hangat di kalangan perempuan bahkan kebanyakan
masyarakat, yaitu tentang emansipasi perempuan dan peran- peran sakralnya.
merupakan hasil dari sastrawan nasional maka peneliti memilih sastrawan
dari daerah sendiri, yaitu Lampung. Naskah ini ditulis oleh sastrawan yang
merupakan putra daerah Lampung yang perlu diapresiasi sebagai bentuk
penghargaan atas karyanya yang turut mengangkat nama daerah di bidang
sastra nasional.
Pembahasan tentang unsur penokohan dan alur drama terdapat dalam silabus
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA kelas XII Semester 2 pada
standar kompetensi memahami pembacaan teks darama pada poin kompetensi
dasar (13.1) menemukan unsur-unsur instrinsik teks drama yang didengar
melalui pembacaan meliputi penokohan, alur, latar, tema dan amanat.
Pada penelitian ini peneliti hanya membatasi pada unsur penokohan dan alur
saja. Penelitian mengenai penokohan dan alur dalam naskah drama
merupakan hal yang dianggap penting karena dalam sebuah karya sastra
terutama genre drama mempunyai karakteristik tersendiri bila dibandingkan
dengan genre fiksi dan puisi. Unsur-unsur pembangun di dalam drama
sebagai genre sastra itu lebih tajam, lebih lugas dan lebih detil terutama pada
unsur penokohannya. Selain itu, peneliti menyandingkan alur sebagai bahan
penelitian karena alur merupakan salah satu unsur pembangun drama yang
sangat erat kaitannya dengan penokohan. Alur merupakan rangkaian
peristiwa yang saling berhubungan secara kausalitas dan peristiwa di dalam
drama tersebut terjadi karena didukung oleh tokoh. Perubahan tingkah laku
sebab itu, peneliti menganggap unsur penokohan dan alur adalah dua hal yang
penting untuk dikaji lebih dalam.
Penelitian tentang penokohan dan alur pada sebuah karya sastra sudah ada
yang melakukan sebelumnya. Berikut ini beberapa hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan analisis unsur- unsur intristik dalam drama, antara lain
penelitian tentang tokoh Wayan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah
Malam karya Putu Wijaya oleh Herzon (2004). Penelitian yang dilakukakan
Herzon hanya meneliti satu tokoh dari beberapa tokoh yang ada dalam naskah
drama tersebut dan tidak ada kaitannya dengan kelayakan sebagai bahan ajar
sastra di SMA. Selain Herzon, ada Ferri Gunadi yang sama melakukan
penelitian terhadap naskah drama. Ferri Gunadi dengan judul skripsinya
“Unsur-unsur Intrinsik dalam Naskah Drama Dorr karya Putu Wijaya dan
Kelayakannya dalam Pembelajaran Sastra di SMA” lebih meluas
cakupannya. Ia meneliti keseluruhan unsur intrinsik yang ada dalam naskah
drama.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Herzon dan Ferri Gunadi, peneliti
akan meneliti unsur intrinsik naskah drama yang mencakup dua hal saja yakni
penokohan dan alur. Peneliti akan mengarahkan penelitian ini pada usaha
untuk mengkaji kelayakan naskah drama Dapur sebagai bahan ajar sastra di
SMA yaitu menitikberatkan pada upaya pembuktian apakah dengan
diapresiasinya naskah drama Dapur oleh siswa dalam hal penokohan dan alur
drama tersebut dapat meningkatkan semangat belajar siswa terhadap
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti ingin meneliti
tentang penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur karya Fitri Yani dan
kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur karya
Fitri Yani dan kelayakan sebagai bahan ajar sastra di SMA?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur karya Fitri
Yani dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi calon peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang unsur-unsur intrinsik
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif bahan ajar sastra
kepada guru dalam rangka menumbuhkembangkan kepekaan siswa
terhadap kesastraan di Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada dua unsur intrinsik naskah drama saja yaitu
penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur karya Fitri Yani dan
kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA. Sumber data penelitian
II. LANDASAN TEORI
2.1 Drama
Pada umumnya drama menampilkan beberapa tokoh yang saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk kisah
atau alur cerita. Tokoh-tokoh dalam cerita tersebut digambarkan pengarang
sebagai manusia hidup di dunia nyata artinya tokoh-tokoh tersebut
digambarkan hidup dalam masyarakat yang memiliki tatanan hidup
bermasyarakat. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media seperti di atas
panggung, film dan televisi. Drama sering dikombinasikan dengan musik dan
tarian seperti sebuah opera.
Beberapa ahli mendefinisikan drama dengan berbagai penalaran sebagai
berikut.
Drama berasal dari bahasa Perancis yaitu drane yang pada mulanya untuk menceritakan lakon-lakon kelas menengah. Dalam istilah yang lebih kuat drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia- tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Drama adalah salah satu seni bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya (Soemanto, 2001:3).
Definisi tersebut lebih menekankan drama sebagai proses bercerita secara
langsung melalui gerak tubuh dan dialog lisan dengan lakon serius dari para
Drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita lewat percakapan atau dialog dan action tokoh-tokohnya tetapi percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action (Soemanto, 2001:1). Pernyataan lain dikemukakan bahwa adrama sebagai genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog-dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai seni pertunjukan (Hassanuddin, 1996:7).
Definisi tersebut lebih menekankan drama sebagai cerita dalam bentuk dialog
verbal dan non verbal untuk sebuah pertunjukan seni.
Drama merupakan salah satu bentuk kesusastraan namun cara penyajian drama berbeda dari bentuk kesusastraan lainnya seperti novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog-dialog dan ada penjelasan sedikit untuk dijadikan pedoman oleh sutradara bila drama tersebut dipentaskan (Soemanto, 2001:3-4).
Beberapa pengertian drama di atas terlihat bahwa drama tidak hanya menjadi
sebuah karya seni yang dapat dijadikan hiburan atau tontonan semata tetapi
drama memang berisi masalah kehidupan dan kemanusiaan yang tidak
terlepas dari aspek-aspek sosial masyarakat dalam hubungan manusia dengan
manusia lainnya. Drama menyajikan aspek-aspek perilaku manusia terhadap
jenisnya dalam kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti perasaan
sayang, cinta, benci, dendam, ketulusan, kesetiaan, kesucian dan lain-lain.
Drama merupakan alat komunikasi sosial dalam masyarakat. Manusia dapat
menemukan masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya kemudian
menjadikannya sebagai bahan pertimbangan, perbandingan dan pengetahuan
untuk berbuat sesuatu secara lebih baik melalui sebuah drama. Hal ini
merupakan salah satu fungsi dan peranan drama meskipun ada juga
masyarakat tertentu yang memahami arti suatu karya seni. Anggapan seperti
itu tidaklah benar karena karya seni dalam bentuk apapun hendaknya
dirasakan sebagai milik masyarakat. Ia memerlukan interpretasi dan apresiasi
sehingga nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnya dapat dipahami dan
menjadi pedoman.
Ada satu hal yang tetap menjadi ciri drama yaitu penyampaiannya yang
dilakukan dalam bentuk dialog atau action yang dilakukan para tokohnya. Hal
ini sejalan dengan tujuan penelitian saya tentang penokohan dan alur yang
akan digali dari percakapan para tokoh dalam naskah drama Dapur karya Fitri
Yani.
2.2 Dialog
Secara universal dialog sebagai sarana primer di dalam drama yang berfungsi
sebagai wadah bagi pengarang untuk menyampaikan informasi, menjelaskan
fakta atau ide-ide utama. Dialog memberikan kejelasan watak dan perasaan
tokoh atau pelaku. Kalimat-kalimat atau kata-kata yang diujarkan oleh para
pelaku akan memberikan gambaran-gambaran tentang watak, sifat ataupun
perasaan masing-masing tokoh. Seseorang yang berwatak bengis, kasar, baik,
sabar dan sebagainya bisa diketahui melalui dialog. Kondisi psikis seperti
senang, sedih, gembira, cemburu juga bisa diketahui melalui dialog
(Hasanuddin 1996 : 21-22).
Dialog harus berupaya melukiskan suasana, perwatakan, konflik dan klimaks
drama. Dialog inilah yang membedakan karya sastra drama dengan karya
sastra lainnya yang berbentuk prosa. Berdasarkan dialog atau cakapan
antartokoh tersebut cerita dirangkai, konflik ditumbuhkan dan perwatakan
dikembangkan. Peneliti bisa meneliti dan mendeskripsikan penokohan dan
alur dalam naskah drama Dapur karya Fitri Yani melalui dialog tersebut.
2.3 Penokohan
Salah satu unsur penting dalam karya naratif adalah tokoh dan penokohan.
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya. Tokoh cerita atau karakter adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams
dalam Nurgiyantoro, 1981:20).
Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan
watak-watak tertentu dalam sebuah cerita adalah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam
Nurgiyantoro, 1968:33).
Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh sebab dalam
penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan
bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Hal-hal yang berkaitan dengan penokohan yakni penamaan, pemeranan,
serta karakter tokoh ini saling berhubungan dalam upaya membangun
permasalahan-permasalahan atau konflik kemanusiaan yang merupakan
syarat utama sebuah drama (Hasanuddin:75-76). Di dalam sebuah drama
aspek-aspek ini terkesan lebih jelas dan tegas dibandingkan dengan fiksi.
1) Penamaan
Penamaan yaitu pemberian nama pada tokoh-tokoh yang terlibat dalam
drama. Nama tokoh merupakan suatu sistem di dalam drama oleh karena
itu ia membatasi ruang gerak dan perilaku, sikap, peran para tokoh dalam
melakukan motif-motif untuk membangun peristiwa, kejadian serta
konflik-konflik.
2) Pemeranan
Tokoh dalam drama memiliki peran tertentu. Ada enam kategori peran
dalam drama yang dapat diwakili para tokoh untuk membangun dan
membentuk konflik.
a. Peran Lion (Singa)
Peran lion yaitu tokoh atau tokoh-tokoh pembawa ide (istilah lain dapat
disebut tokoh protagonis). Tokoh ini memperjuangkan sesuatu, mungkin
kebenaran, kekuasaan, perdamaian, cinta dan lain-lain.
b. Peran Mars (Mars)
Peran mars yaitu tokoh yang menentang dan menghalangi peran lion
dalam mencapai keinginan dan tujuan yang diperjuangkan tokoh peran
c. Peran Sun (Matahari)
Peran sun yaitu tokoh atau apa pun yang menjadi sasaran perjuangan
lion dan ingin didapatkan mars. d. Peran Earth (Bumi)
Peran earth yaitu tokoh yang menerima hasil perjuangan lion atau
mars.
e. Peran Scale (Neraca)
Peran scale yaitu peran yang menghakimi, memutuskan, menengahi
atau menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi di dalam
drama.
f. Peran Moon (Bulan)
Peran moon yaitu peran yang bertugas sebagai penolong.
3) Keadaan Fisik
Keadaan fisik dalam hal ini perlu dikenal apakah tokoh itu seorang
laki-laki atau perempuan, berapa usianya, bentuk badannya, warna kulitnya
dan sebagainya.
4) Keadaan Sosial
Keadaan sosial ini menyangkut apa pekerjaannya, agamanya,
keluarganya, keadaan ekonominya dan keadaan lingkungannya.
5) Karakter/Watak
Karakter atau watak adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh tokoh dalam
yakni tokoh pipih (simple character) dan tokoh bulat (round character)
(Nurgiyantoro, 1998:181).
a. Tokoh pipih adalah tokoh yang mencerminkan watak yang sederhana,
memiliki satu kualitas pribadi tertentu dan satu sifat watak yang
tertentu saja. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat
memberikan efek kejutan bagi pembaca.
b. Tokoh bulat adalah tokoh yang dinamis dan banyak sekali mengalami
perubahan. Tokoh ini mencerminkan watak yang kompleks. Tokoh
yang berwatak bulat dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat
diformulasikan. Ia dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku
bermacam-macam bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga.
Perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
Watak bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya
karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan
tindakan, ia juga sering memberi kejutan (Nurgiyantoro, 2005 : 183).
2.4 Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa atau sekelompok peristiwa yang saling
berhubungan secara kausalitas dan akan menunjukkan sebab akibat. Apabila
hubungan kausalitas peristiwa terputus dengan peristiwa yang lain maka
dapat dikatakan alur tersebut kurang baik. Alur yang baik adalah alur yang
memiliki kausalitas sesama peristiwa yang ada di dalam naskah (Hasanuddin,
Alur merupakan suatu keseluruhan peristiwa di dalam naskah. Alur adalah
rangkaian peristiwa yang sambung menyambung dalam sebuah cerita
berdasarkan logika sebab akibat. Dalam sebuah cerita terdapat berbagai
peristiwa. Peristiwa-peristiwa itu berkaitan satu sama lain. Rangkaian
peristiwa itulah yang membentuk alur atau jalan cerita (Wiyanto, 2005:79).
Alur adalah urutan peristiwa yang berhubungan secara kausalitas. Hubungan
antarperistiwa yang dikisahkan itu harus bersebab akibat dan tidak hanya
secara kronologis saja (Forster dalam Soemanto, 1972 : 48-50). Pendapat lain
mengatakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian namun
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan peristiwa lain (Stanton dalam Nurgiyantoro,
1965:14).
2.4.1 Kaidah Pengaluran
Di dalam usaha pengembangan suatu alur pengarang juga memiliki
kebebasan kreativitas, tetapi kebebasan itu tetap mempunyai sebuah aturan
atau kaidah. Kaidah-kaidah pengaluran yang dimaksud meliputi masalah
plausabilitas (plausability), adanya kejutan (surprise), rasa ingin tahu
(suspense) dan kepaduan (unity) (Kenny dalam Nurgiyantoro, 1966:19-22).
1) Plausabilitas (plausibility)
Alur dalam sebuah cerita harus memiliki sifat plausibel, yakni dapat
dipercaya oleh pembaca atau penikmat karya sastra. Plausabilitas
dunia nyata, jadi sebuah cerita yang mencerminkan realitas kehidupan
sesuai atau tidak bertentangan dengan sifat-sifat dalam kehidupan nyata.
2) Rasa ingin tahu (suspense)
Sebuah cerita yang baik pasti memiliki kadar suspense yang tinggi dan
terjaga atau mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati pembaca.
Apabila rasa ingin tahu pembaca mampu dibangkitkan dan terus terjaga
di dalam sebuah cerita itu artinya cerita tersebut menarik perhatiannya.
3) Kejutan (surprise)
Alur sebuah cerita yang menarik tidak hanya mampu membangkitkan
rasa ingin tahu pembaca akan tetapi juga harus mampu memberikan
surprise atau kejutan. Alur sebuah karya sastra dikatakan memberikan
kejutan jika sesuatu yang dikisahkan itu menyimpang atau bertentangan
dengan harapan si pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1981:138).
4) Kesatupaduan (unity)
Kesatupaduan atau keutuhan dalam sebuah karya mengandung
pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan khususnya
peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan dan acuan yang mengandung konflik
seluruhnya memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Ada
benang-benang merah yang menghubungkan berbagai aspek cerita tersebut
sehingga seluruhnya dapat dirasakan sebagai satu kesatuan yang utuh dan
2.4.2 Penahapan Alur
Alur dalam sebuah cerita harus bersifat padu (unity). Untuk memperoleh
keutuhan sebuah alur cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah alur
haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle) dan tahap
akhir (end) (Nurgiyantoro, 1998:142-145).
1) Tahap Awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan.
Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang
berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap
berikutnya. Fungsi pokok tahap awal adalah untuk memberikan informasi
dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan
penokohan.
2) Tahap Tengah
Tahap tengah cerita dapat disebuut tahap pertikaian yang menampilkan
pertentangan atau konflik. Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik
internal, konflik eksternal, konflik atau pertentangan yang terjadi
antartokoh cerita, antara tokoh protagonis dengan tokoh antagonis.
3) Tahap Akhir
Tahap akhir sebuah cerita disebut juga tahap peleraian. Pada bagian ini
berisi bagaimana kesudahan cerita atau menyaran pada hal bagaimanakah
akhir sebuah cerita.
Penahapan alur mengalami perkembangan sebagai berikut.
a. Eksposisi
b. Konflik
Tahap konflik berarti pemain drama sudah terlibat dalam persoalan pokok.
Pada tahap ini mulai ada insiden. Insiden inilah yang memulai plot drama.
c. Komplikasi
Pada tahap komplikasi, insiden kemudian berkembang menimbulkan
konflik-konflik yang semakin banyak dan ruwet. Banyak persoalan yang
kait-mengait tetapi semuanya masih tanda tanya.
d. Krisis
Pada tahap ini berbagai konflik sampai pada puncaknya (klimaks)
e. Resolusi
Pada tahap ini dilakukan penyelesaian konflik-konflik.
(Wiyanto , 2002:25)
2.4.3 Pembedaan Alur
Alur dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan
sudut-sudut tinjauan pada kriteria urutan waktu, jumlah, kepadatan dan
kriteria isi.
1) Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
a. Alur Lurus (progresif)
Apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis atau
runtut. Alur progresif biasanya menunjukkan kesederhanaan dalam
b. Alur Sorot Balik (flashback)
Alur ini disebut juga alur regresif yaitu urutan kejadian yang dikisahkan
tidak bersifat kronologis. Cerita mungkin dimulai dari tahap tengah atau
akhir baru kemudian tahap awal cerita.
c. Alur Campuran
Apabila dalam sebuah cerita kedua alur baik progresif dan regresif
digunakan secara bergantian.
2) Berdasarkan Kriteria Jumlah
a. Alur Tunggal
Alur tunggal sering digunakan jika pengarang ingin memfokuskan
dominasi seorang tokoh tertentu sebagai pahlawan.
b. Alur Subplot
Sesuai dengan namanya yaitu subplot, yakni hanya merupakan bagian
dari alur utama. Subplot berisi cerita kedua yang ditambahkan dan
bersifat memperjelas, memperluas pandangan kita terhadap alur utama
dan mendukung efek keseluruhan cerita (Nurgiyantoro dalam Abrams,
1981:138).
3) Berdasarkan Kriteria Kepadatan
a. Alur Padat
Alur padat dijumpai pada cerita yang memiliki pelaku lebih sedikit
sehingga hubungan antar pelaku erat tiap-tiap rinciannya, tiap-tiap tokoh,
b. Alur Longgar
Hubungan tokoh longgar karena banyak pelaku, selain itu hubungan
peristiwa-peristiwa longgar seolah-olah peristiwa itu berdiri sendiri. Bila
salah satu peristiwa hilang cerita pokoknya masih dapat dipahami.
4) Berdasarkan Kriteria Isi
a. Alur Peruntungan
Alur peruntungan berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan
nasib atau peruntungan yang menimpa tokoh (utama) cerita yang
bersangkutan.
b. Alur Tokohan
Alur tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh
yang menjadi fokus perhatian. Alur tokohan lebih banyak menyoroti
keadaan tokoh daripada kejadian-kejadian yang ada.
c. Alur pemikiran
Alur pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran,
keinginan dan perasaan.
2.5 Pemilihan Bahan Ajar Sastra di SMA
Pembelajaran sastra di sekolah merupakan bagian dari mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Tujuan pokok pembelajaran sastra di sekolah adalah membina
apresiasi anak didik yaitu membina agar anak memiliki kesanggupan untuk
memahami, menikmati dan menghormati suatu cipta sastra (Jabrohim,
terhadap karya sastra adalah dengan menghadapkan siswa secara langsung
pada bentuk-bentuk karya sastra, misalnya drama.
Pembelajaran drama di Sekolah Menengah Atas (SMA) selayaknya penting
karena didalamnya banyak mengandung nilai-nilai yang dapat diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Penilaian terhadap pengajaran drama
terkadang disepelekan oleh kalangan awam padahal kemampuan penghayatan
mereka terhadap sastra yang terlalu sempit. Mereka beralasan bahwa drama
sebagai milik sekelompok masyarakat tertentu yang memahami arti suatu
karya seni.
Sebagai seorang pengajar dalam menyampaikan materi mengenai sastra
seorang guru seharusnya tidak hanya memberikan teori-teori tentang sastra
tetapi juga memberikan hal-hal yang mengarah pada pembinaan apresiasi
sastra yang mencakup adanya pemberian kesempatan untuk mencoba sendiri
menciptakan sastra.
Hal itu harus diperhatikan guru karena mempelajari sastra dengan tepat dapat
memberi manfaat bagi siswa seperti membantu keterampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan sosial dan budaya, mengembangkan cipta dan
karsa serta menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1993:16).
Pengapresiasian sastra bisa berupa menganalisis unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam drama terutama mengenai penokohan. Melalui penokohan
para siswa memperoleh pemahaman tentang bagaimana cara pengarang
dihadapinya hingga menampilkan citra tokoh tersebut sehingga siswa sebagai
pembaca akan memperoleh suatu pelajaran yang berharga dalam menyikapi
kehidupan sehari-hari. Guru diharapkan mampu memilih naskah drama yang
sesuai dan mendukung proses pengapresiasian tersebut demi tercapainya
tujuan pembelajaran sastra di sekolah.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis kelayakan naskah drama
Dapur karya Fitri Yani sebagai bahan ajar sastra ditinjau dari tiga aspek, yaitu
(1) aspek kurikulum, (2) aspek kesastraan dan (3) aspek pendidikan karakter.
2.5.1 Aspek Kurikulum
Pada praktiknya dalam memilih bahan pembelajaran, penentuan jenis dan
kandungan materi sepenuhnya terletak di tangan guru namun ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebagai pertimbangan dalam memilihnya
berkaitan dengan pembinaan apresiasi siswa yang salah satunya adalah
pemilihan naskah drama sebagai bahan ajar. Di dalam proses pemilihan itu
sendiri ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebagai tolok ukur
kelayakannya terutama kesesuaiannya dengan kurikulum yang berlaku saat
ini.
Kurikulum yang berlaku saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Secara otomatis dalam proses pemilihan bahan ajar
sastra harus disesuaikan dengan KTSP. Hal ini berarti bahwa kriteria pokok
pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran harus sesuai dengan standar
isi yang tercantum dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Standar isi mata
kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan yang tertuang dalam silabus
pembelajaran (Mulyasa, 2009:21). Berdasarkan hal tersebut, materi
pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan pada siswa hendaknya berisi
materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Artinya, pemilihan bahan ajar harus
mengacu atau merujuk pada standar kompetensi.
Pada silabus KTSP SMA program pembelajaran Bahasa Indonesia yang
terkait dengan analisis penokohan dan alur terdapat pada kelas XII semester
kedua dengan standar kompetensi memahami pembacaan teks drama pada
poin kompetensi dasar (13.1) yakni menemukan unsur-unsur intrinsik teks
drama yang didengar melalui pembacaan. Pada silabus ini siswa diharap
mampu menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama meliputi penokohan,
alur, latar, tema dan amanat.
2.5.2 Aspek Sastra
Pada prinsipnya pembelajaran sastra yang disajikan kepada para siswa harus
sesuai dengan kemampuannya pada suatu tahapan pembelajaran tertentu.
Tujuan pembelajaran itu sendiri adalah menuntut anak didik untuk dapat
memahami, menangkap makna dan mengambil nilai-nilai positif pada suatu
karya sastra yang diajarkan, yakni drama.
Beberapa aspek perlu dipertimbangkan agar dapat memilih bahan
pembelajaran berupa naskah drama dengan tepat. Ada tiga aspek yang harus
dipertimbangkan untuk dijadikan bahan pembelajaran, yaitu: aspek bahasa,
a. Aspek kebahasaan
Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah
yang dibahas melainkan juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti cara
penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan
karya itu dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang.
Penguasaan suatu bahasa tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang
tampak jelas pada setiap individu. Guru kiranya perlu mengembangkan
keterampilan khusus untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang
bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa agar pembelajaran
sastra dapat lebih berhasil.
Dalam segi kebahasaan pemilihan bahan pembelajaran sastra harus memiliki
kriteria-kriteria tertentu yaitu harus sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa
siswa, harus diperhitungkan kosa kata yang baru, memperhatikan segi
ketatabahasaan serta cara pengarang menuangkan ide-idenya dalam wacana
itu sehingga pembaca dapat memahami kata-kata kiasan yang digunakan.
b. Aspek psikologis
Perkembangan psikologis dari taraf anak menuju kedewasaan melewati
tahap-tahap yang dapat dipelajari. Dalam memilih bahan pembelajaran
sastra, tahap-tahap ini harus diperhatikan. Tahap perkembangan psikologis
anak sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik
dalam banyak hal. Tahap ini pun berpengaruh terhadap daya ingat, kemauan
mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama dan kemungkinan memahami
perkembangan psikologis yang penting diperhatikan oleh guru untuk
memahami psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah (Rahmanto,
1993:30). Empat tahap perkembangan psikologis tersebut adalah sebagai
berikut.
a) Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak-anak belum banyak diisi dengan hal-hal
yang nyata tetapi masih penuh dengan fantasi kekanak-kanakan.
b) Tahap romantik (10 sampai 12 tahun)
Anak mulai meninggalkan fantasi dan berpikir mengarah ke realitas.
Meski pandangan ke dunia ini masih sangat sederhana. Anak-anak mulai
menyenangi cerita kepahlawanan, petualangan bahkan kejahatan.
c) Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)
Pada tahap ini anak mulai terlepas dari dunia fantasi. Mereka sangat
berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus
berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk
memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
d) Tahap generalisasi (16 tahun ke atas)
Pada tahap ini anak mulai tidak lagi hanya berminat pada hal-hal yang
praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak
dengan menganalisis suatu fenomena yang ada. Mereka berusaha
menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu dan
terkadang mengarah kepada pemikiran filsafat untuk menentukan
keputusan-keputusan moral.
Karya sastra dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap
antara tahap realistik dan generalisasi. Tentu saja tidak semua siswa dalam
satu kelas mempunyai tahap psikologis yang sama. Walaupun demikian
guru harus berusaha untuk menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya
secara psikologis dapat menarik minat sebagian besar siswa dalam kelas
itu.
c. Aspek latar belakang budaya
Aspek latar belakang budaya meliputi hampir semua faktor kehidupan
manusia dan lingkungan geografi, seni, olahraga, legenda, moral dan etika.
Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra yang berlatar
belakang budaya yang erat dengan kehidupan mereka. Karya sastra yang
disajikan hendaknya tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan
kemampuan pembayangan yang dimiliki para siswa. Banyak hal tuntutan
semacam ini baik tuntutan itu mencerminkan adanya kesadaran bahwa karya
sastra hendaknya menghadirkan sesuatu yang erat berhubungan dengan
kehidupan siswa. Selain itu, pemahaman terhadap budaya sendiri mutlak
dilakukan sebelum kita mengenal dan memahami budaya luar (Rahmanto,
1993: 32).
2.5.3 Aspek Pendidikan Karakter
Karya sastra (drama) yang akan digunakan sebagai bahan ajar hendakanya
melalui proses pemilihan. Perkembangan drama banyak menunjukkan
peningkatan dari segi kuantitatif dan segi kualitatif dengan beragam tema
yang diangkat. Guru memegang peranan penting dalam pemilihan bahan ajar
beberapa hal, yakni dari segi diksi, latar belakang budaya dan perkembangan
psikologi siswa SMA. Selain itu, materi yang diajarkan harus mampu
memberikan pembelajaran dan pengalaman yang bermanfaat bagi peserta
didik. sehingga pembelajaran sastra tidak hanya membentuk kecerdasan
peserta didik dalam mengapresiasi sastra akan tetapi juga membentuk siswa
yang berkarakter.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan
kemampuan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan mengambangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Aqib, 2011:40).
Tercapainya tujuan dibuatnya undang-undang tersebut sangat erat
hubungannya dengan tugas guru sebagai pendidik. Seorang guru membantu
para peserta didik agar membentuk karakter dalam dirinya yang
mempersyaratkan adanya pendidikan moral dan pendidikan nilai. Sejak tahun
2010, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan
penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan karakter adalah sebuah sistem
yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang mengandung
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa sehingga akan
terwujud insan kamil (Aunillah, 2011:18).
Dunia pendidikan dinilai hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan dengan
tingkat intelektualitas yang memadai. Kurikulum pendidikan sekarang ini
hamper tidak memberi porsi penanaman empati, rasa dan pengolahan hati di
kalangan siswa. Semua cenderung mementingkan akademik (Kompas, 28
September 2012). Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam
menjawab soal ujian, berotak cerdas tetapi penakut dan mentalnya lemah
serta berprilaku tidak terpuji
(http://maretarda.blogspot.com/2011/11/pentingkah-pendidikan-berkarakter.html?m=1 diakses pada 4 Oktober 2012).
Pada hakikatnya pendidikan dilaksanakan bukan sekedar untuk mengejar
nilai-nilai melainkan memberikan pengarahan kepada peserta didik agar dapat
bertindak dan bersikap benar sesuai dengan kaidah-kaidah dan spirit keilmuan
yang dipelajarai (Syafinuddin dalam Aunillah, 2011:10). Berdasarkan hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan dilaksanakan tidak hanya untuk
melahirkan generasi-generasi cerdas namun sekaligus generasi yang berbudi
luhur yang merupakan cerminan dari kecerdasan itu sendiri. Untuk itu
pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk membentuk kepribadian dan
watak peserta didik hingga menjadi pribadi yang bermoral.
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai
kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan maupun bangsa sehingga akan terwujud insan
kamil (Aunillah, 2011:18). Pendidikan karakter merupakan upaya yang
dilakukan oleh guru yang mampu menstimulus karakter peserta didik. Guru
membantu membentuk watak peserta didik agar memiliki budi pekerti luhur.
Pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan pendidikan moral
atau akhlak. Dalam penerapan pendidikan karakter faktor yang harus
dijadikan sebagai tujuan adalah terbentuknya kepribadian peserta didik
supaya menjadi manusia yang baik.
Seseorang dianggap memiliki karakter baik apabila ia mempunyai
pengetahuan yang mendalam tentang potensi dirinya serta mampu
mewujudkan potensi itu dalam sikap dan tingkah lakunya. Adapun ciri yang
dapat dicermati pada seseorang yang mampu memanfaatkan potensi dirinya
adalah terpupuknya sikap-sikap terpuji, seperti jujur, percaya diri, bersikap
kritis, analitis, peduli, kreatif-inovatif, mandiri, bertanggung jawab, sabar,
berhati-hati, tegas, rela berkorban, berani, rendah hati, bekerja keras, disiplin,
mampu mengendalikan diri, sportif, tekun, ulet, berhati lembut. Para peserta
didik yang disebut berkarakter baik adalah mereka yang selalu berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia dan lingkungan dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasi
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, secara garis besar karya sastra
(drama) yang hendak dijadikan bahan ajar bagi peserta didik hendaknya
berisikan pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang harus
dipelajari siswa. Dalam hal ini peran guru SMA dalam pemilihan bahan ajar
sastra akan menentukan pencapaian keberhasilan siswa. Keberhasilan yang
dimaksud bukan hanya keberhasilan membentuk kecerdasan peserta didik
dalam mengapresiasi sastra akan tetapi juga membentuk karakter/watak
peserta didik sehingga menjadi pribadi yang bermoral. Kejelian guru dalam
memilih naskah drama yang akan dijadikan bahan ajar sastra sangatlah
dibutuhkan.
Naskah drama Dapur ini diharapkan dapat menggugah semangat dan
memotivasi siswa melalui penokohannya. Melalui penokohan ini, siswa
diharapkan dapat meneladani ciri-ciri tokoh yang bernilai moral baik (positif)
dan tidak mengikuti watak tokoh yang bernilai moral tidak baik (negatif)
yang digambarkan melalui sikap dan tingkah laku tokoh dalam berinteraksi
dengan lingkungan disekitarnya maupun dalam menghadapai masalah dalam
kehidupannya. Begitu pula dengan pengaluran dalam naskah drama. Melalui
pengaluran naskah drama, para siswa dapat memperoleh pemahaman tentang
alur yang baik yang dipakai pengarang untuk menceritakan isi dari drama
tersebut. Alur yang baik adalah alur yang memiliki kausallitas sesama
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan
objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1996:73). Penelitian secara kualitatif
dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-angka melainkan
mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang
sedang dikaji secara empiris (Semi, 1993:23).
Metode deskriptif kualitatif akan dipakai peneliti dalam memberikan
gambaran yang objektif tentang keadaan yang sebenarnya serta diperkuat
dengan interpretasi tentang penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur
karya Fitri Yani dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di Sekolah
Menengah Atas (SMA).
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah drama Dapur karya Fitri
Yani yang ditulis pada tahun 2009. Data pada penelitian ini adalah berupa
3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini adalah teknik
analisis teks. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam menganalisis
penokohan dan alur dalam naskah drama Dapur karya Fitri Yani adalah
sebagai berikut.
1. Membaca keseluruhan dialog naskah drama Dapur karya Fitri Yani
2. Mengidentifikasi tokoh berdasarkan kedudukannya meliputi penamaan,
pemeranan, keadaan fisik, keadaan sosial dan karakter.
Penamaan
Pemeranan
TOKOH Keadaan Fisik
Keadaan Sosial
Karakter
3. Mengidentifikasi alur berdasarkan alur yang teori yang digunakan.
Eksposisi
Konflik
ALUR Komplikasi
Klimaks
Resolusi
4. Menentukan kelayakan naskah drama Dapur karya Fitri Yani
berdasarkan kriteria yang digunakan meliputi tiga aspek, yaitu aspek
kurikulum, aspek kesastraan danaspek latar belakang budaya.
5. Menyimpulkan hasil ini layak atau tidak untuk dijadikan alternatif bahan
V.SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh dalam
naskah drama Dapur karya Fitri Yani tergolong ke dalam dua jenis tokoh.
1. Tokoh Udin, Romlah,Nurlela dan Pak RT tergolong tokoh datar,
sedangkan Mak danBapak tergolong tokoh bulat.
2. Alur dalam naskah drama Dapur disimpulkan memakai alur kronologis.
3. Naskah drama Dapur karya Fitri Yani dapat dijadikan alternative bahan
ajar sastra berdasarkan tiga kriteria pemilihan bahan ajar sebagaimana
dibuktikan dalam pembahasan.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan, dapat diberikan saran sebagi berikut.
5.2.1 Saran Teoretis
Berdasarkan keseluruhan bahasan, peneliti mengajukan saran kepada
calon peneliti yang akan menelaah naskah drama Dapur karya Fitri
Yani agar meneliti drama tersebut ditinjau dari jenis tokoh lain selain
tokoh bulat dan tokoh datar. Sebab berdasarkan teori penokohan masih
5.2.2 Saran Praktis
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA dapat memanfaatkan
naskah drama Dapur karya Fitri Yani sebagai alternatif bahan ajar ,
secara khusus guru dapat memanfaatkan naskah drama Dapur untuk
pembelajaran (a) penokohan tokoh bulat dan datar dalam drama ; dan
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : CV Sinar Baru.
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: Yrama Widya.
Atar, Semi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana.
Depdikbud. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA/MA. Jakarta : Depdikbud.
Dewojati. 2010. Drama : Teori, Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Hasanuddin. 1996. Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung : Angkasa.
Jabrohim. 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Mulyasa, H. E. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari dan Martini Mimi. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada. Rahmanto, Bernandus. 1993. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta : Media Pressindo.
Tambajong, Japi. 1981. Dasar-Dasar Drama Turgi. Bandung : CV Pustaka Prima.
http://felencia.multiply.com/journal/item/8?show_interstitial=1&u=%2journal%2 item(1) diakses pada 4 Oktober 2012.
http://m.antaranews.com/berita/275648/mengapa-koki-lebih-banyak-laki-laki diakses pada 8 Oktober 2012.
MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(Al-Insyirah94 : 5-6)
“BilaAndaberpikirAndabisa,makaAndabenar. BilaAndaberpikirAndatidakbisa, Anda pun benar… karenaituketikaseseorangberpikirtidakbisa,
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah Swt, peneliti persembahkan sebuah karyaku ini kepada orang-orang terkasihku berikut ini.
1. Orang tuaku tercinta Bapak MamanSudirman dan Ibu RahayuAzis Fatimah yang tidak pernah henti memberikan doa, cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian, nasihat, dukungan dan semangat selama ini kepada peneliti.
2. SuamikuterkasihAdiGayuhKartiko, S.T., yang telahmendukung, memberisemangat,
pengertian, pengorbanandankasihsayangkepadapeneliti.
3. KeduabuahhatikuCliantaAdianNingrumdanClarintaAdianFarhaa yang
telahmembuatpenelititerusbersemangatuntukmenyelesaikanskripsiini. 4. Kakakdanadik-adikkuFitriaHidayati, GithaMaryanaPutri,
GhufronnyRezaldhydanAzizahRamadhani.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……… i
HALAMAN JUDUL ……… iii
LEMBAR PENGESAHAN ……… iv
SURAT PERNYATAAN ………. v
RIWAYAT HIDUP ……… vi
MOTTO ……… vii
PERSEMBAHAN ……… viii
SANWACANA …… ……… ix
DAFTAR ISI ……… xii
DAFTAR TABEL ……… xiv
DAFTAR GAMBAR ……… xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2Rumusan Masalah ……… 8
1.3Tujuan Penelitian ……… 8
1.4Manfaat Hasil Penelitian ……… 8
a.Manfaat Teoretis ……… 8
b.Manfaat Praktis………. 9
1.5Ruang Lingkup Penelitian……… 9
BAB II LANDASAN TEORI 2.1Drama … ……… 10
2.2Dialog ……… 12
2.3Penokohan ………. 13
2.4Alur ……… 16
2.4.1 Kaidah Pengaluran ……… 17
2.4.2 Penahapan Alur ……… 19
2.4.3 Pembedaan Alur ……… 20
2.5Pemilihan Bahan Ajar Sastra di SMA ……… 22
2.5.1 Aspek Kurikulum……… 24
2.5.2 Aspek Kesastraan……… 25
3.2Sumber Data ……… 33
3.3Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ………. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ………. 35
4.2Pembahasan ……… 35
4.2.1 Penokohan ……… 36
1. Penamaan ……… 36
2. Pemeranan ……… 37
3. Keadaan Fisik……… 48
4. Keadaan Sosial ………. 56
5. Karakter ……… 69
4.2.2 Alur……… 77
1. Eksposisi……… 79
2. Konflik ………. 80
3. Komplikasi……… 81
4. Klimaks ……… 85
5. Resolusi ……… 87
4.2.3 Kelayakan Naskah Drama Dapur Karya Fiti Yani sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA……… 87
1. Aspek Kurikulum ……… 88
2. Aspek Kesastraan ……… 91
3. Aspek Pendidikan Karakter ……… 97
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 3.1Simpulan ……… 108
3.2Saran ……… 111
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Data Pemeranan dalam Naskah Drama Dapur karya Fitri Yani …… 37
4.2 Data Keadaan Fisik dalam Naskah Drama Dapur karya Fitri Yani…. 48
4.3 Data Keadaan Sosial dalam Naskah Drama Dapur karya Fitri Yani… 56
4.4 Data Karakter/Watak dalam Naskah Drama Dapur karya Fitri Yani... 70
4.5 Data Kelayakan sebagai Bahan Ajar Sastra dalam Naskah Drama
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Peneliti dilahirkan di GunungBatin, Lampung Tengahpada tanggal 9Januari
1988puterikeduadariMaman Sudirman dan Rahayu Aziz Fatimah. Pendidikan yang telah peneliti tempuh, yakni: Taman Kanak-Kanak (TK) Yayasan Gunung Madu Lampung Tengah pada tahun 1992 dan selesai pada tahun 1994. Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Gunung Madu Lampung Tengah pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 1999. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Satya Dharma Sudjana Gunung Madu pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2003. Sekolah
Menengah Umum (SMU) Negeri 01 Terbanggi Besar pada tahun 2003 dan selesai pada tahun 2005. Pada tahun 2005, peneliti diterima sebagai mahasiswa jurusanpendidikanBahasadanSeni , program studi pendidikanBahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Lampung (Unila) melalui jalur SPMB (SeleksiPenerimaanMahasiswaBaru).
SANWACANA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, peneliti mengucapkan puji syukur kepada Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Solawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Skripsi dengan judul PenokohandanAlurdalamNaskah Drama
DapurKaryaFitriYanidanKelayakannyasebagaiBahan Ajar Sastra di SMA adalah salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku pembimbing utama atas kesediaannya untuk
memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
2. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku pembimbing kedua atas kesediaan
memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku penguji utama pada ujian skripsi, terima kasih
atas masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu.
4. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung.
kasih atas semua bimbingannya selama peneliti menjadi mahasiswa.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, terima
kasih atas ilmu yang berguna yang telah kalian berikan kepada peneliti.
8. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Maman Sudirman dan Ibu Rahayu Azis
Fatimah, terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang, pengorbanan, perhatian, nasihat, dukungan dan semangatyang selalu kalian berikan selama ini kepada peneliti dan merupakan anugerah terindah sepanjang masa bisa menjadi bagian dalam hidup kalian.
9. Suamiku tercinta Adi Gayuh Kartiko, S.T., terima kasih atas kasih sayang, dukungan,
pengorbanannya, pengertiannya dan semangatyang diberikan selama ini kepada peneliti.
10. KeduabuahhatikuCliantaAdianNingrumdanClarintaAdianFarhaa yang
telahmembuatpenelititerusbersemangatuntukmenyelesaikanskripsiini.
11. Kakakdanadik-adikkuFitriaHidayati, GithaMaryanaPutri,
GhufronnyRezaldhydanAzizahRamadhani.
12. Seluruh keluarga besarku, terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayangyang
selalu kalian curahkan selama ini kepada peneliti.
13. SaudariFitriYani, selakupengarangnaskah drama Dapur yang
menjadiobjekpenelitianpeneliti, terima kasih ataskerjasama dan bantuan yang telah diberikan kepada peneliti.
14. Sahabat-sahabatku tersayang Lia Dewi Hapsari, S.Pd., Dian Mustika Sari, S.Pd.,
16. Adik-adiktingkatangkatan 2006, 2007, 2008 yang
tidakmungkinpenelitisebutkansatupersatu, terimakasihataskebersamaan kalian jugaselamaini.
17. Almamater tercinta Universitas Lampung.
18. Serta semua pihak yang telah membantu peneliti sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Semoga Allah Swtmemberikan berkah, rahmat dan hidayah-Nya serta kemuliaan atas kebaikan dan pengorbanan bagi kita semua. Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 7 November2012 Peneliti,