• Tidak ada hasil yang ditemukan

METAFORA DAN METONIMIA DALAM NOVEL GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METAFORA DAN METONIMIA DALAM NOVEL GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

METAFORA DAN METONIMIA DALAM NOVEL GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

(Skripsi)

Oleh

Laudia Riska Umami

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

ABSTRAK

METAFORA DAN METONIMIA DALAM NOVEL GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI

BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SMA

Oleh

LAUDIA RISKA UMAMI

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah metafora dan metonimia dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan metafora dalam novel Gelombang karya Dewi, mendeskripsikan metonimia dalam novel Gelombang karya Dewi, dan mendeskripsikan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah novel Gelombang karya Dewi Lestari terbitan PT Bentang Pustaka, cetakan Desember 2014 dengan tebal 482 halaman dan difokuskan dalam penggunaan metafora dan metonimia sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Teknik pengumpulan data berupa membaca teks secara cermat, mencatat hal-hal penting, menganalisis data yang diperlukan sebagai bahan penelitian, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya bahasa kiasan yang ditampilkan dalam novel Gelombang didominasi oleh gaya bahasa metafora (luas) yang meliputi metafora (sempit), dan simile. Adapun data yang paling sedikit yakni metonimi yang meliputi metonimi dan sinekdoke. Penggunaan gaya bahasa metafora (sempit) dan simile yang sangat mendominasi pada novel ini memiliki nilai estetika tersendiri dibandingkan dengan karya sastra prosa yang lainnya karena penggunaan gaya bahasa metafora (sempit) dan simile biasanya sangat mendominasi khususnya pada pembelajaran puisi namun berbeda dengan novel Gelombang ini yang lebih didominasi oleh gaya bahasa tersebut. Gaya bahasa kiasan tersebut diperoleh data sebanyak 206 data yang meliputi metafora (luas) dengan jumlah keseluruhan 154 data yang terdiri dari metafora (sempit) sebanyak 54 data, simile terdapat 100 data, dan metonimi dengan jumlah keseluruhan 49 data yang terdiri dari metonimi terdapat 23 frekuensi penggunaan, dan sinokdoke

(3)

yang meliputi pars prototo terdapat 14 frekuensi penggunaan dan totem proparte terdapat 12 frekuensi pengunaan. Data tersebut selanjutnya dianalisis berdasarkan vehicle dan tenornya sehingga diperoleh data keseluruhan sebanyak 412 data. Adapun dari keseluruhan kategori tersebut memiliki fungsi yaitu untuk menekankan suatu makna tertentu, membedakan bahasa novel Gelombang dengan bahasa sehari-hari, memberikan nilai seni, dan memberikan nilai estetika tersendiri pada novel Gelombang yang dilihat dari segi penggunaan gaya bahasanya. Metafora dan metonimia dalam novel Gelombang layak dijadikan sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA khususnya untuk mata pelajaran sastra Indonesia kelas XII, semester genap yaitu menganalisis teks novel baik lisan maupun tulisan yang difokuskan pada unsur intrinsik novel yakni penggunaan gaya bahasa kiasan, yang disesuaikan dengan KI 3 (Kompetensi Inti) yaitu memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dengan KD 3.3 (Kompetensi Dasar) yaitu menganalisis teks novel baik melalui lisan maupun tulisan yang difokuskan pada analisis gaya bahasa kiasan metafora dan metonimia pada novel Gelombang karya Dewi Lestari.

(4)

METAFORA DAN METONIMIA DALAM NOVEL GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Oleh

LAUDIA RISKA UMAMI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rajabasa Lama, 6 Juni 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, puteri pasangan M. Tanwir dan Jumprohatun, S.Pd..

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Lampung Timur, pada 1998 dan selesai pada 2000. Penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 7 Rajabasa Lama Lampung Timur pada 2000 dan selesai pada 2006. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Labuhan Ratu pada tahun yang sama dan selesai pada 2009, dan melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Way Jepara yang diselesaikan pada 2012.

Pada 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada 2012 penulis tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJPBS) sebagai anggota.

(9)

MOTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap (Quran Surat Al-Insyirah: 6--8)

(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilahirabbilalamin. Segenap jiwa dan raga penuh rasa kasih sayang karena akhirnya karya kecil ini dapat kupersembahkan kepada kedua orang tuaku

Ibu Jumprohatun, S.Pd. dan Ayah M. Tanwir yang selalu memberikan doa dan dukungannya.

Adik-adikku tersayang, Diah Wijayanti dan Anisa Rahmadhini yang selalu memberikan motivasi, bantuan, dukungan, dan doa.

(11)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada kekasih sejati yaitu Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, bimbingan,dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih setulus-tulusnya kepada.

1. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku pembimbing I, pembimbing akademik dan Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang senantiasa memberikan dukungan, memberikan pengarahan, nasihat dan saran-saran kepada penulis;

2. Dr. Munaris M.Pd., selaku pembimbing II yang juga telah membimbing dan mengarahkan serta memberikan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis; 3. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku penguji dan Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung yang telah memberikan nasihat, arahan, saran, dan motivasi kepada penulis;

(12)

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat;

5. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staffnya;

6. Orang tuaku tercinta, Ibu Jumprohatun S.Pd. dan Ayahanda M. Tanwir yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis; 7. Adik- adik yang amat ku sayangi, Diah Wijayanti dan Anisa Rahmadhini

yang selalu memberikan semangat dan motivasi;

8. Kekasihku Khoirul Mahya S.Pd. yang tak hentinya memberikan semangat dan untaian doa;

9. Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan dorongan, semangat, dan doa;

10. Sahabat-sahabatku Mega Noviana dan Risky Amelia yang selama ini terus memberi motivasi, dukungan, mengingatkan ketika salah, saling mendoakan, saling menghibur di setiap kesedihan, dan saling melengkapi, semoga persahabatan dan kasih sayang kita akan kekal selamanya;

11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 terima kasih atas persahabatan, doa serta kebersamaan yang telah teman-teman berikan;

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini dan almamater Universitas Lampung tercinta yang telah mendewasakan penulis dalam bertindak dan berfikir.

(13)

Semoga Allah swt. selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu dan rekan-rekan semua. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, amin.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 24 Maret 2016 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ii HALAMAN JUDUL ... iv HALAMAN PENGESAHAN... v SURAT PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hubungan Bahasa dan Sastra... 11

2.2 Novel... 12

2.3 Gaya Bahasa... 13

2.4 Metafora (luas) atau Gaya Bahasa Kiasan ... 14

2.4.1 Persamaan atau Simile ... 16

2.4.2 Metafora... 16

2.4.3 Alegori ... 16

1 Parabel ... 17

2 Fabel... 17

2.4.4 Personifikasi atau Prosopopoiea ... 17

2.4.5 Alusi... 18 2.4.6 Eponim... 18 2.4.7 Epitet ... 19 2.4.8 Antonomasia ... 19 2.4.9 Hipalase... 19 2.4.10 Ironi... 20

(15)

2.4.11 Sinisme... 20

2.4.12 Sarkasme ... 20

2.4.13 Inuendo ... 21

2.4.14 Antifrasis... 21

2.4.15 Pun atau Paranomasia ... 21

2.5 Metonimia (luas) ... 21

2.5.1 Metonimia ... 22

2.5.2 Sinekdoke... 22

2.6 Pemilihan Bahan Ajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 33

3.2 Sumber Data ... 34

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Metafora dan metonimia dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari... 38

4.2 Vehicle dan tenor dalam metafora (luas) dan metonimia Gelombang karya Dewi Lestari ... 39

4.2.1 Vehicle dan tenor dalam metafora (luas) Gelombang karya Dewi Lestari... 40

4.2.1.1 Vehicle dan tenor dalam metafora (sempit) Gelombang Dewi Lestari ... 41

4.2.1.1.1 Vehicle dalam metafora (sempit) Gelombang Dewi Lestari... 42

4.2.1.1.2 Tenor dalam metafora (sempit) Gelombang Dewi Lestari ... 58

4.2.1.2 Vehicle dan tenor dalam simile Gelombang Dewi Lestari ... 73

4.2.1.2.1 Vehicle dalam simile Gelombang Dewi Lestari... 74

4.2.1.2.2 Tenor dalam simile Gelombang Dewi Lestari ... 90

4.2.2 Vehicle dan tenor dalam metonimia (luas) Gelombang Dewi Lestari... 97

4.2.2.1 Vehicle dan tenor dalam metonimia Gelombang Dewi Lestari ... 97

4.2.2.1.1 Vehicle dalam metonimia Gelombang Dewi Lestari ... 98

4.2.2.1.2 Tenor dalam metonimia Gelombang Dewi Lestari... 102

4.2.2.2 Vehicle dan tenor dalam pars prototo Gelombang Dewi Lestari... 107

4.2.2.2.1 Vehicle dalam pars prototo Gelombang Dewi Lestari ... 108

4.2.2.2.2 Tenor dalam pars prototo Gelombang Dewi Lestari... 112

4.2.2.3 Vehicle dan tenor dalam totem proparte Gelombang Dewi Lestari ... 117

4.2.2.3.1 Vehicle dalam totem proparte Gelombang Dewi Lestari ... 118

4.2.2.3.2 Tenor dalam totem proparte Gelombang Dewi Lestari ... 124

4.3 Kelayakan penggunaan gaya bahasa kiasan dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari sebagai bahan ajar Sastra Indonesia ... 128

(16)

4.3.1 Kelayakan gaya bahasa kiasan novel Gelombang

karya Dewi Lestari berdasarkan kurikulum 2013... 129 4.3.2 Kelayakan gaya bahasa kiasan novel Gelombang

karya Dewi Lestari berdasarkan pedagogik... 133 4.3.3 Kelayakan gaya bahasa kiasan novel Gelombang

karya Dewi Lestari berdasarkan aspek sastra ... 136

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Simpulan ... 139 5.2 Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(17)

DAFTAR TABEL

I. Tabel 1. Frekuensi Gaya Bahasa Kiasan dalam Novel

(18)

i

DAFTAR LAMPIRAN

I. Lampiran 1. Metafora Dan Metonimia dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar

II. Lampiran 2. Korpus Data Metafora berdasarkan Vehicle dan Tenor dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari

III. Lampiran 3. Korpus Data Simile berdasarkan Vehicle dan Tenor dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari

IV. Lampiran 4. Korpus Data Pars Prototo berdasarkan Vehicle dan Tenor dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari

V. Lampiran 2. Korpus Data Totem Proparte berdasarkan Vehicle dan Tenor dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari

VI. Lampiran 2. Korpus Data Metonimia berdasarkan Vehicle dan Tenor dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa dan karya sastra merupakan dua aspek yang tidak bisa dipisahkan, hubungan keduanya ibarat dua sisi mata uang sebab nilainya ditentukan dari kualitas antarhubungannya. Kualitas itu berupa kualitas intelektual bahasa yang berupa kata, kalimat, paragraf, dan kualitas emosional karya sastra yang berupa penyusunan cerita, alur, penokohan, dan gaya bahasa.

Salah satu penelitian sastra yang memanfaatkan bahasa yaitu novel. Novel merupakan karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, gaya bahasa dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2013: 5). Adapun penelitian sastra yang memanfaatkan bahasa salah satunya yaitu penggunaan gaya bahasa pada novel.

Istilah gaya dalam karya sastra mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 2013: 72). Pendapat lain mengatakan stile (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa,

(20)

2

atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2013: 369).

Dilihat dari hakikat karya sastra secara keseluruhan, sebagai kualitas estetis, perbandingan dianggap sebagai majas dalam gaya bahasa terutama kiasan yang paling penting sebab semua majas pada dasarnya memiliki ciri-ciri perbandingan. Sesuai pendapat Eco dalam Ratna (2014: 181) metafora adalah majas yang paling banyak dan paling intens dalam memanfaatkan perbandingan. Metafora didefinisikan melalui dua pengertian, secara sempit dan luas. Pengertian secara sempit, metafora adalah majas seperti simile, epitet, hiperbola, dan sebagainya. Pengertian secara luas meliputi semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap ‘menyimpang’ dari bahasa baku.

Perbandingan dan persamaan (metafora), berdampingan dan berdekatan (metonimia) inilah yang dianggap sebagai ciri pembeda antara sastra dengan bahasa ilmiah (Ratna, 2014: 188). Penggunaan metafora erat berkaitan dengan metonimia, keduanya memiliki persamaan dan kedekatan. Semua ciri retorika termasuk aliran dapat dijelaskan sebagai variasi atau kombinasi dua majas tersebut. Dengan kalimat lain, secara tradisional bentuk yang dekat dengan metafora adalah metonimia dan sinekdoke.

Salah satu ahli dalam memaknai metafora yakni Richards yang mengintroduksi konsep tenor (idea) dan vehicle (image). Term pokok disebut tenor, sedangkan term kedua disebut dengan vehicle. Tenor berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang dibandingkan, sedangkan vehicle berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang digunakan sebagai pembanding (Ratna, 2014: 190).

(21)

3

Penelitian ini mengenai salah satu karya sastra fiksi yaitu novel Gelombang karya Dewi Lestari. Dewi Lestari, merupakan seorang perempuan yang namanya populer karena lagu yang dibawakan, juga karena novel yang memiliki banyak peminat. Hal ini dibuktikan berdasarkan angka penjualan buku Supernova episode kesatu yang mencapai 75.000 buah, sejumlah angka yang jarang ditembus oleh penulis lain (Saraswati dalam Nugrahini, 2014: 2). Supernova episode pertama berjudul Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh (2001), Supernova episode dua terbit satu tahun setelahnya dengan judul Akar (2002), Supernova episode ketiga berjudul Petir (2004), Supernova episode keempat berjudul Partikel (2012), dan Supernova episode kelima berjudul Gelombang (2014).

Dipilihnya episode kelima dari novel Supernova dengan judul Gelombang karena novel ini masih terbaru, dan menghindari terjadinya duplikasi dengan peneliti lain. Novel ini ditulis oleh pengarang muda yang peka terhadap lingkungan. Pengangkatan masalah filsafat ini dimulai oleh Dewi Lestari sejak novel Supernova episode pertama, dan diteruskan pada novel-novel selanjutnya hingga episode kelima. Novel Gelombang menceritakan tentang dunia fantasi yang sebelumnya tidak pernah diketahui oleh manusia lainnya dan kekolotan masyarakat kampung terhadap kebudayaan dan kepercayaan terdahulu. Dewi Lestari dalam penulisannya sangat pandai memilih, menggunakan, dan melakukan penyimpangan-penyimpangan bahasa. Novel Gelombang, karya Dewi Lestari banyak sekali menggunakan perbandingan dan penyimpangan bahasa yang membedakannya dengan bahasa sehari-hari. Penyimpangan-penyimpangan bahasa yang dipergunakan ada yang mendominasi dan ada yang kurang mendominasi. Penyimpangan bahasa yang mendominasi pada novel Gelombang yaitu gaya

(22)

4

bahasa kiasan metafora yang dalam arti luas, sedangkan yang kurang mendominasi ada pada metonimia. Penggunaan penyimpangan-penyimpangan metafora dan metonimia tersebut menciptakan nilai estetika tersendiri pada novel Gelombang. Hal ini yang menjadi daya tarik penulis untuk meneliti gaya bahasa terutama metafora dalam arti luas dan metonimia yang ada di dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari.

Cerita dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari ini ialah cerita fiksi yang mengaitkan antara dunia nyata dengan dunia mimpi, yang mengangkat cerita tentang sebuah gelombang. Gelombang di sini ialah sebuah gugus yang ada di Asko tepatnya di Antarabhava yaitu alam mimpi, di dalamnya terdapat rahasia besar yang harus dipecahkan dan ditemukan jawabannya. Mimpi itu yang membawanya sampai di Amerika Serikat dengan menjadi seorang imigran gelap yang bertujuan untuk mengubah nasibnya namun, di sanalah tokoh utama yakni Alfa di temukan dengan orang-orang yang dapat membantu serta memberi jawaban atas mimpi-mimpinya tersebut.

Dewi Lestari, merupakan seorang perempuan yang namanya populer karena lagu yang dibawakan, juga karena novel yang memiliki banyak peminat. Hal ini dibuktikan berdasarkan angka penjualan buku Supernova episode kesatu yang mencapai 75.000 buah, sejumlah angka yang jarang ditembus oleh penulis lain (Saraswati dalam Nugrahini, 2014: 2). Penulis yang cerdas dan pintar dalam merangkai kata-kata, dan memilih gaya bahasa yang tepat yang disesuaikan dengan maknanya. Dewi Lestari sangat apik dalam membungkus kata-kata yang menggugah rasa ingin tahu dari pembaca mengenai maksud yang terkandung dari kata-kata yang ditulisnya, dari kata-kata yang ditulisnya itu bisa menambah

(23)

5

kosakata dan pengetahuan baru bagi pembaca mengenai gaya bahasa metafora (luas) dan metonimia.

Cakupan gaya bahasa sangat luas sehingga penulis harus membatasi penelitian ini yang disesuaikan berdasarkan prapenelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh penulis yakni ditemukan penggunaan gaya bahasa kiasan yang paling dominan dan tidak dominan dalam Gelombang. Gaya bahasa kiasan yang dominan itu meliputi gaya bahasa metafora (luas) yang terdiri dari metafora (sempit) dan simile, dan data paling sedikit yakni metonimi (luas) yang terdiri dari metonimi dan sinekdoke yang penggunaannya akan dianalisis berdasarkan kategori vehicle dan tenornya. Penggunaan metafora (luas) yang digunakan dalam novel ini sangat kental dibandingkan dengan aspek yang lainnya, sedangkan penggunaan metonimia yang dibungkus dengan apik menjadikan warna tersendiri dalam novel ini, sehingga menarik perhatian penikmatnya. Penggunaan metafora (luas) yang terdiri dari metafora (sempit) dan simile yang sangat mendominasi menciptakan nilai estetika tersendiri pada novel Gelombang terutama pada penggunaan bahasanya karena penggunaan metafora (sempit) dan simile biasanya sangat mendominasi pada pelajaran puisi. Berbeda dengan novel ini yang sangat mengedepankan gaya bahasa metafora (sempit) dan simile yang menciptakan nilai estetika pada novel Gelombang, sehingga penulis tertarik untuk meneliti gaya bahasa metafora dan metonimia yang ada pada Gelombang dilihat berdasarkan kategori vehicle dan tenornya.

Penelitian ini dilakukan karena penulisan dalam Gelombang sangat menarik untuk diteliti yaitu karena banyak melakukan perbandingan dan penyimpangan-penyimpangan dalam berbahasa. Sesuai dengan teori di atas bahwa makin banyak

(24)

6

karya sastra menggunakan unsur-unsur perbandingan maka karya tersebut makin bermutu.

Pembelajaran metafora (luas) dan metonimia dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA, dan diharapkan dapat membantu serta menarik minat siswa terutama dalam pembelajaran gaya bahasa terutama metafora (luas) dan metonimia (luas), untuk itu penulis akan mengidentifikasi dan mendekripsikan metafora (luas) dan metonimia yang ada di dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

Gaya bahasa metafora dan metonimia sangat erat hubungannya dengan pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Gaya bahasa kiasan metafora (luas) dan metonimia merupakan bagian unsur intrinsik dari novel, pembelajaran novel tertuang dalam silabus kurikulum 2013 SMA kelas XII semester genap, KI 3 (Kompetensi Inti) memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dengan KD 3.3 (Kompetensi Dasar) yaitu menganalisis teks novel baik melalui lisan maupun tulisan. Peneliti memilih teks cerita novel, yaitu menganalisis khususnya metafora (luas) dan metonimia yang terdapat dalam novel Gelombang bertujuan memberikan pengetahuan secara faktual, konseptual, dan metakognitif.

(25)

7

Penelitian yang berkaitan dengan gaya bahasa sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Vili Yanthi (2014) dengan judul “Gaya Bahasa Retoris dan Kiasan dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)”. Tujuan penelitian tersebut mengidentifikasi gaya bahasa retoris dan kiasan, mendeskripsikan fungsi sastrawi gaya bahasa retoris dan kiasan, dan menentukan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lidya Kandau (2014) dengan judul “Gaya Bahasa Artikel Wat-Wat Gawoh pada Surat Kabar Harian Lampung Post Edisi Juni 2013 dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan gaya bahasa artikel Wat-wat Gawoh pada surat kabar harian Lampung Post edisi Juni 2013 dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

Judul penelitian ini “Metafora dan Metonimia dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)”. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek yang diteliti yaitu novel Gelombang karya Dewi Lestari sedangkan penelitian oleh Vili Yanthi menggunakan novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye, yang meneliti semua gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Penelitian oleh Lidya Kandau menggunakan sumber data “Artikel Wat-wat Gawoh pada Surat Kabar Lampung Post dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesi di SMA”, sedangkan penelitian ini tidak meneliti semua gaya bahasa kiasan namun difokuskan pada data yang paling dominan dan kurang dominan yang ada dalam novel yaitu metafora (luas) dan metonimia. Penelitan ini

(26)

8

sudah menggunakan kurikulum 2013 yang disesuaikan dengan pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia mengenai gaya bahasa di SMA.

Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti memilih novel Gelombang karya Dewi Lestari yang memfokuskan pada penggunaan metafora (luas) dan metonimia (luas) sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA, dengan harapan dapat membantu peserta didik dalam mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan memotivasi peserta didik dalam mempelajari gaya bahasa khususnya metafora (luas) dan metonimia untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. “Bagaimanakah metafora (luas) dan metonimia (luas) yang terdapat dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)?”

Rumusan masalah tersebut dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah metafora (luas) dalam novel Gelombang Dewi Lestari? 2. Bagaimanakah metonimia (luas) dalam novel Gelombang Dewi Lestari? 3. Bagaimanakah kelayakan metafora (luas) dan metonimia (luas) dalam novel

(27)

9

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan metafora (luas) dan metonimi (luas) dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Tujuan penelitian di atas dengan rincian sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan metafora (luas) dalam novel Gelombang Dewi Lestari. 2. Mendeskripsikan metonimia (luas) dalam novel Gelombang Dewi Lestari. 3. Kelayakan metafora (luas) dan metonimia (luas) dalam Gelombang sebagai

bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka manfaat penelitian ini sebagai berikut.

a. Penulis, sebagai salah satu bahan acuan bahwa penelitian ini bisa dipakai untuk memberikan bahan ajar kepada peserta didik atau calon guru, khususnya pembelajaran tentang gaya bahasa kiasan metafora (luas) dan metonimia (luas) di SMA.

b. Memberi wawasan dan pengetahuan kepada peneliti mengenai deskripsi gaya bahasa, khususnya gaya bahasa metafora (luas) dan metonimia (luas) dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari sebagai bahan ajar di SMA.

(28)

10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah novel Gelombang karya Dewi Lestari serta gaya bahasa yang difokuskan pada gaya bahasa yang mendominasi dan kurang mendominasi yang sebelumnya telah dilakukan prapenelitian oleh penulis. Gaya bahasa kiasan yang mendominasi yakni metafora (luas) terdiri atas metafora (sempit) dan simile, sedangkan gaya bahasa yang kurang mendominasi yakni metonimia (luas) yang terdiri dari metonimia dan sinekdoke (pars prototo dan totem proparte) selanjutnya akan diteliti berdasarkan vehicle dan tenor serta kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA dan disesuaikan data yang ada.

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Bahasa dan Sastra

Hubungan antara bahasa dan sastra dikatakan seperti dua sisi mata uang, keduanya tidak bisa dipisahkan sebab nilainya tergantung pada kualitas antarhubungannya. Melalui kualitas intelektualitas bahasa menyediakan sarana dalam bentuk bunyi, huruf, kata, kalimat, paragraf, dan seterusnya. Kualitas emosionalitas karya sastra memanfaatkannya, mengekploitasinya. Penyusunan cerita, alur, penokohan, tema, khususnya gaya bahasa adalah cara terpenting yang digunakan pengarang (Ratna, 2014: 159). Hubungan sastra dengan bahasa sangat erat kaitannya, bahasa merupakan medium utama dalam karya sastra. Bahasa dan sastra tidak bisa dipisahkan sebab keduanya ditentukan pada nilai kualitas antarhubungannya. Bahasa merupakan alat, sarana, bahan, medium, bahan kasar dalam karya sastra begitu pula sebaliknya dalam bahasa memanfaatkan karya sastra dalam mengembangkan bahasa sehingga berbeda dengan bahasa sehari-hari. Adapun bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari itu memanfaatkan sastra, misalnya ada bahasa puisi yang mirip dengan bahasa prosa, ada juga bahasa prosa yang puitis seperti halnya bahasa puisi, dan semua itu dapat dilihat dari konvensi penulisannya (Nurgiyantoro, 2013: 1).

(30)

12

Salah satu karya sastra yang memanfaatkan bahasa adalah prosa. Prosa termasuk ke dalam karya sastra berbentuk fiksi. Karya sastra fiksi yaitu cerita yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 2013: 3). Salah satu contoh karya sastra fiksi itu adalah novel.

Pada umumnya bahasa dalam penulisan novel lahir secara intuitif, bahasa mengalir seirama dengan imajinasi dan ciri-ciri kreatifitas lainnnya (Ratna, 2014: 169). Bahasa yang digunakan seorang pengarang dalam menulis novel berdasarkan suatu imajinasi, dan hasil kreativitas dalam menuangkan ide atau gagasannya ke dalam bahasa yang digunakan.

2.2 Novel

Kata novel berasal dari kata Latin Novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian. Novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut (Tarigan, 1984: 164). Adapun novel sebagai sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2013: 5).

Dalam bahasa Inggris dua ragam fiksi naratif yang utama disebut romance (romansa) dan novel. Novel bersifat realistis, sedang romansa bersifat puitis dan

(31)

13

epik. Hal itu menunjukan bahwa keduanya berasal dari sumber yang berbeda. Novel berkembang dari bentuk- bentuk naratif nonfiksi, misalnya surat, biografi, kronik, atau sejarah. Novel lebih mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Romansa merupakan kelanjutan epik dan romansa Abad Pertengahan mengabaikan kepatuhan pada detil (Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro, 2013: 17).

2.3 Gaya Bahasa

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata indah (Keraf, 1994: 112). Stile (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2013: 369). Adapun Istilah gaya dalam karya sastra mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 2013: 72).

Secara singkat gaya bahasa merupakan cara yang digunakan penulis untuk mengungkapkan pikirannya melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadiannya (Keraf, 1994: 113). Beberapa pendapat di atas dapat

(32)

14

disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah suatu cara yang digunakan seorang penulis dalam menyampaikan ide atau pikirannya, setiap penulis memiliki bahasa yang berbeda dengan penulis yang lain, dan bahasa seorang penulis mencirikan pribadinya.

2.4 Metafora (Luas) atau Gaya Bahasa Kiasan

Pradopo dalam Ratna (2014: 183) dalam pembicaraan karya sastra, khususnya penggunaan gaya bahasa kiasan seperti perbandingan, personifikasi, metonimia, dan sebagainya disebut metafora. Adapun menurut Scholes dalam Ratna (2014: 183) yang mengadopsi pendapat Jakobson, semua bentuk kiasan pada dasarnya dapat disebutkan sebagai metafora. Metafora dalam arti luas meliputi semua bentuk kiasan yang dianggap menyimpang, sedangkan metafora dalam arti sempit majas penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas sindiran, metafora termasuk salah satu unsur dari majas perbandingan.

Bahasa kias atau figure of speech adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 1985: 112). Adapun pengertian secara luas meliputi semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap “menyimpang” dari bahasa baku. Dilihat dari hakikat karya sastra secara keseluruhan, sebagai kualitas estetis, perbandingan dianggap sebagai majas yang paling penting sebab semua majas pada dasarnya memiliki ciri-ciri perbandingan. Sesuai pendapat Eco dalam Ratna (2014: 181) metafora adalah majas yang paling banyak dan paling intens dalam memanfaatkan perbandingan. Metafora didefinisikan melalui dua pengertian, secara sempit dan luas. Pengertian secara sempit, metafora adalah majas seperti simile, epitet, hiperbola, dan

(33)

15

sebagainya. Pengertian secara luas meliputi semua bentuk kiasan, penggunaan bahasa yang dianggap ‘menyimpang’ dari bahasa baku. Sebagai animal symbolicum kemampuan manusia adalah membandingkan, makin banyak unsur-unsur perbandingannya maka karya seseorang makin bermutu. Perbandingan menunjukan kemampuan seseorang pengarang untuk eksis di tengah-tengah masyarakat dalam rangka membangun model-model hubungan dalam karya.

Metafora adalah pemakaian kata-kata atau kelompok kata bukan dalam pengertian sesungguhnya, melainkan berdasarkan persamaan atau perbandingan, seperti ‘pemuda adalah tulang punggung bangsa’. Perbandingan dan persamaan (metafora), berdampingan dan berdekatan (metonimia) inilah yang dianggap sebagai ciri pembeda antara sastra dengan bahasa ilmiah (Ratna, 2014: 188). Metafora erat berkaitan dengan metonimia, keduanya memiliki persamaan dan kedekatan. Semua ciri retorika termasuk aliran dapat dijelaskan sebagai variasi atau kombinasi dua majas tersebut. Dengan kalimat lain, secara tradisional bentuk yang dekat dengan metafora adalah metonimia dan sinekdoke.

Dalam sebuah kalimat yang ditawarkan oleh beberapa ahli dalam memaknai metafora. Salah satunya yakni Richards yang mengintroduksi konsep tenor (idea) dan vehicle (image). Term pokok disebut tenor, sedangkan term kedua disebut dengan vehicle. Tenor berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang dibandingkan, sedangkan vehicle berfungsi untuk menyebutkan sesuatu yang digunakan sebagai pembanding (Ratna, 2014: 190).

Menurut Gorys Keraf (1994: 136) gaya bahasa kiasan adalah membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang

(34)

16

menunjukan kesamaan antara kedua hal tersebut. Adapun macam-macam gaya bahasa kiasan atau metafora (luas) menurut Gorys Keraf dapat dilihat di bawah ini.

2.4.1 Persamaan atau Simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisist. Perbandingan eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain, yaitu dengan kata-kata: seperti, sama, bagai, bak, laksana, dan sebagainya.

Kikirnya seperti kepiting batu. Bibirnya seperti delima merah.

2.4.2 Metafora

Metafora adalah semacam anologi membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, dan sebagainya (Keraf, 1994: 139). Pendapat lain yang mengatakan metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwadarminta dalam Tarigan, 1985: 121). Misalnya:

Orang itu buaya darat. Rita adalah bunga desa.

2.4.3 Alegori

Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama

(35)

17

pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat (Keraf, 1994: 141).

Tarigan (1985: 25) mengatakan alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral dan spiritual manusia. Alegori biasanya merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata. Jenis-jenis alegori yaitu: fabel dan parabel.

1. Parabel

Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampakan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.

2. Fabel

Fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.

2.4.4 Personifikasi atau Prosopopoiea

Personifikasi atau prosopopoiea adalah semacam gaya kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Misalnya:

Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

(36)

18

2.4.5 Alusi

Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca (Tarigan, 1985: 126).

Keraf (1994: 141) Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Misalnya:

Apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi. (mengacu ke pemberontakan kaum komunis)

Dahulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris van Jawa.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah alusi yang baik, yaitu:

a. harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal juga oleh pembaca;

b. penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih jelas;

c. bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan untuk menghindari acuan semacam itu.

2.4.6 Eponim

Eponim adalah suatu gaya yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.

(37)

19

Dengan latihan dan makanan yang teratur kami harapkan agar anda menjadi Hercules dalam pertandingan nanti.

2.4.7 Epitet

Epitet adalah menjelaskan acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Misalnya:

Putri malam untuk bulan. Raja rimba untuk singa.

2.4.8 Antonomasia

Antonomasia merupakan wujud dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.

Yang mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini. Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar.

2.4.9 Hipalase

Hipalase adalah gaya bahasa yang menggunakan kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Hipalase merupakan kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:

Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).

(38)

20

2.4.10 Ironi

Ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Entah disengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Misalnya:

Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya.

Aduh, bersihnya kamar ini, putung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.

2.4.11 Sinisme

Sinisme yaitu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya. Misalnya:

Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.

2.4.12 Sarkasme

Sarkasme merupakan acuan yang lebih besar dari ironi dan sinisme. Sarkasme adalah acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Misalnya:

Mulut kau harimau kau.

(39)

21

2.4.13 Inuendo

Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu. Misalnya:

Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

Abangku sedikit gemuk karena terlalu banyak makan daging berlemak.

2.4.14 Antifrasis

Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Misalnya:

Engkau memang orang yang mulia dan terhormat!

Mari kita sambut kedatangan sang Raja (maksudnya si Jongos).

2.4.15 Pun atau Paronomasia

Pun atau paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi, namun terdapat perbedaan dalam maknanya. Misalnya:

Tanggal dua gigi saya tanggal dua.

2.5 Metonimia (luas)

Ratna (2014: 202) metonimia dari meta + onoma (Yunani) berarti mengatasnamakan, suatu nama tertentu digunakan untuk nama yang lain. Secara etimologi (ibid) metonimia mengatasnamakan, menampilkan konsep-konsep secara bertautan, berdekatan, bersebelahan, dan berdampingan. Metonimia

(40)

22

didasarkan melalui kombinasi hubungan satu tanda dengan tanda yang lain dalam membentuk konteks. Hubungan metonimis terjadi antara bagian dan keseluruhan, penghasil dan benda-benda yang dihasilkan, institusi dan lokasi, sebab dengan akibat, tempat dengan isi, ruang dan waktu, dan sebagainya. Hubungan yang dimaksud disebabkan adanya berbagai motivasi, seperti hubungan kausal dan logis. Pertukaran bagian dan keseluruhan, yang juga disebut sebagai ciri khas metonimia (luas) adalah metonimia dan sinekdoke (pars prototo dan totem proparte). Adapun pembahasan metonimia dan sinekdoke ada di bawah ini.

2.5.1 Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena menyatakan pertalian yang sangat dekat (Keraf, 1994: 136). Misalnya:

Ia membeli sebuah chevrolet.

Saya minum satu gelas, ia dua gelas.

2.5.2 Sinekdoke

Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:

Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar

1.000,-Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah Air kita ini

(41)

23

2.6 Pemilihan Bahan Ajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

Kompetensi dalam kurikulum 2013 dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran. Kompetensi inti yang dimaksud meliputi kompetensi inti spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Masing-masing pelajaran selanjutnya dikembangkan kompetensi dasar yang berfungsi untuk mencapai kompetensi inti. Ditinjau dari elemen standar lulusan kurikulum 2013 menekankan adanya peningkatan dan keseimbangan soft-skill dan hard-skill yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotorik). Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks yang dimaksud yaitu teks sastra dan teks nonsastra. Teks sastra terdiri atas teks naratif dan teks nonnaratif. Contoh teks naratif yakni cerita pendek dan prosa, sedangkan contoh teks nonnaratif seperti puisi.

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 mengisyaratkan suatu pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Melalui pendekatan saintifik, guru dapat membangkitkan keingintahuan peserta didik akan sebuah karya sastra. Karya sastra dihidupkan dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran akan menjadi menarik, menantang, serta memotivasi peserta didik untuk terus menggali yang ada dalam suatu karya sastra. Adapun

(42)

24

kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokan Kompetensi Inti yaitu berkenaan dengan sikap spiritual (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), sikap pengetahuan (kompetensi inti 3), dan sikap keterampilan (kompetensi inti 4). Keempat kompetensi itu dijadikan acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif.

Tujuan utama kurikulum 2013 adalah mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Abidin, 2014: 21). Salah satu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah pemilihan bahan ajar yang disesuaikan dengan kurikulum 2013. Bahan ajar atau materi pembelajaran (intructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai (Depdiknas dalam Abidin, 2014: 263).

Beberapa fungsi penting bahan ajar dalam pembelajaran adalah sebagai berikut. 1. Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam

proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.

2. Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/ dikuasai.

(43)

25

3. Alat evaluasi pencapaian/ penguasaan hasil pembelajaran. (Depdiknas dalam Abidin, 2014: 264).

Praktik pengembangan untuk mendapatkan bahan ajar yang sesuai harus mempertimbangkan beberapa langkah teknis pengembangan bahan ajar (1) analisis terhadap KI-KD untuk mengetahui bahan ajar yang akan digunakan, (2) analisis sumber belajar untuk mengetahui ketersediannya, dan (3) penentuan jenis bahan ajar untuk memenuhi salah satu kriteria bahan ajar harus menarik dan membantu siswa mencapai kompetensi.

Adapun Kompetensi Inti SMA/MA adalah sebagai berikut:

Kelas X Kelas XI Kelas XII

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

1.Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 2.Mengembangkan

perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santung, ramah

lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif, dan proaktif) dan

menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diir sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

2.Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santung, ramah

lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif, dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diir sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

2.Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santung, ramah

lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif, dan proaktif) dan

menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diir sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

3. memahami dan menerapkan

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan

3. memahami, menerapkan, dan

menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan

metakognitif dalam ilmu

3. memahami, menerapkan, dan menjelaskan

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam

(44)

26

wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecah masalah.

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk

memecahkan masalah

ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan

pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

4. mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu

menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

4. mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri bertindak, secara afektif, dan kreatif serta mampu

menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

4. mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri bertindak, secara afektif, dan kreatif serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

Pada program pembelajaran untuk kelas XII semester genap, standar kemampuan bersastra pada siswa adalah memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dan Kompetensi Dasar menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel baik melalui lisan maupun tulisan.

(45)

27

Berdasarkan kurikulum 2013 sebagai berikut:

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif

berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

3.1 memahami struktur dan kaidah teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/ opini, dan novel baik lisan maupun tulisan

3.2 membandingkan teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel baik lisan maupun tulisan 3.3 menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/ opini, dan novel baik lisan maupun tulisan

3.4 mengevaluasi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/ opini, dan novel berdasarkan kaidah-kaidah baik lisan maupun tulisan

Pemilihan dan penentuan bahan ajar yang dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kriteria bahwa bahan ajar harus menarik, dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi, sehingga bahan ajar dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kecocokan dengan KD yang akan diraih oleh peserta didik. Jenis dan bahan ajar ditetapkan atas dasar analisis kurikulum dan analisis bahan sebelumnya (Depdiknas dalam Abidin, 2014: 270).

Tujuan pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila ditunjang dengan media dan bahan ajar yang memadai yang dapat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Karya sastra fiksi juga merupakan salah satu bahan ajar yang bisa digunakan untuk pembelajaran, salah satu karya fiksi yang dapat digunakan yaitu Novel. Menurut Abidin (2014: 268) ada aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan ajar sastra yaitu sebagai berikut.

1. Aspek Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menyadari bahwa bahasa merupakan suatu wahana yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran secara estetis dan

(46)

28

logis. Mengekspresikan diri antara perasaan dan pemikiran secara estetis dan logis harus berimbang. Berdasarkan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, kurikulum 2013 terdiri atas dua aspek, yaitu Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (Abidin, 2014: 268). Pada program pembelajaran untuk kelas XII semester genap, KI (Kompetensi Inti) 3 pada siswa adalah memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk untuk memecahkan masalah.

2. Aspek Pedagogik

Seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana ia harus mendidik anak. Guru bukan hanya sekedar terampil dalam menyampaikan bahan ajar, tetapi guru juga dituntut mampu mengembangkan pribadi anak, watak anak, dan mempertajam hati nurani anak. Pedagogik merupakan ilmu untuk mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana seorang guru berhadapan dengan anak didik, dan apa tugas pendidik, semua itu menjadi tujuan dari seorang pendidik.

Tujuan khusus pembelajaran sastra diantaranya menuntut anak didik untuk dapat memahami dan menangkap makna suatu karya sastra yang diajarkan. Seorang guru harus memahami hal tersebut, guru bukan hanya sekedar mampu menyampaikan bahan ajar, namun guru juga dituntut mampu memilih, dan

(47)

29

mengembangkan bahan ajar. Aspek-aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pengajaran, adalah sebagai berikut.

a. Aspek kebahasaan

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai pengarang, bahasa yang digunakan ialah bahasa baku, komunikatif, memperhitungkan kosakata baru, isi wacana, cara menuangkan ide yang disesuaikan dengan kelompok pembaca yang ingin dijangkau sehingga mudah dipahami semua kalangan, serta ciri-ciri karya sastra disesuaikan pada waktu penulisan itu (Rahmanto, 1988: 17).

b. Psikologis

Seorang guru dalam memilih bahan pembelajaran harus memperhatikan tahap-tahap psikologi karena sangat besar pengaruhnya terhadap minat. Tahap perkembangan psikologis sangat berpengaruh terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi. Dalam pengajaran karya sastra seorang guru harus memperhatikan tahapan psikologis, untuk siswa SMA (usia 16 sampai 18 tahun) mereka pada tahap realistik. Pada tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realistis atas apa yang benar-benar terjadi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah kehidupan nyata (Rahmanto, 1988: 17).

(48)

30

c. Latar belakang kebudayaan siswa

Latar belakang kebudayaan siswa karya sastra meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya seperti; geografi, sejarah, topografi, iklim, mitologi, legenda pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, moral, hiburan, etika, dan sebagainya.

Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-yang karya sastra dengan latar belakang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang sekitar.

3. Aspek Sastra

Kemampuan untuk dapat memilih bahan ajar sastra ditentukan oleh berbagi macam faktor, antara lain; berapa banyak karya sastra yang tersedia di perpustakaan sekolah, kurikulum yang harus diikuti, persyaratan bahan yang harus diberikan agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir, dan masih banyak faktor lain yang terkadang bahan yang ditentukan dari atasan lewat kurikulum kurang sesuai dengan lingkungan siswa. Memilih bahan pelajaran sastra ada dua aspek yang dapat dipertimbangkan dari segi sastra yaitu sebagai berikut.

a. Bahasa bersifat sastrawi

Ragam bahasa sastra dapat dikatakan sebagai ragam bahasa yang bebas, karena ragam bahasa ini ditunjukan untuk keindahan. Disebut prinsip Licensia Poetica yaitu kebebasan seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki

(49)

31

(Sudjiman, 1990: 47). Prinsip tersebut memperbolehkan penggunaan bahasa menyimpang atau menyalahkan kaidah bahasa demi keindahan sebuah karya yang disebut kebebasan penyair.

Sastrawan dapat dikatakan berhasil dalam menciptakan karya sastra jika bahasa yang digunakan dalam karyanya seimbang. Seimbang yaitu menggunakan kata-kata yang sederhana yang mudah dimengerti dan manggunakan bahasa yang mengandung sastra jadi karyanya cocok jika dibaca oleh semua kalangan. Karya sastra juga bisa dikatakan berhasil jika bahasanya mengandung beberapa gaya bahasa di dalamnya, karena itu menandakan bahwa seorang sastrawan itu adalah seorang yang mempunyai ide kreatif tinggi dalam menciptakan sebuah karya sastra.

Karya sastra yang cocok digunakan untuk bahan ajar juga harus bisa melahirkan sikap untuk berekspresi, melibatkan unsur mendidik, dan mengajar. Seorang sastrawan memiliki perbedaan dalam melahirkan sebuah karya sastra dibanding orang lain. Perbedaan yang mencolok dapat dilihat dari gaya bahasa dan ragam bahasa yang digunakan untuk memperindah karyanya.

b. Amanat tidak menggurui

Amanat atau pesan-pesan yang diberikan dalam karya sastra hendaknya lebih diperhatikan kembali untuk seorang pendidik dalam memilih bahan ajar di sekolah, terutama dalam penyampaian kepada pembaca yaitu siswa di sekolah. Amanat dalam penyampaian tidak boleh terlalu menggurui.

(50)

32

Penelitian ini berjudul “Gaya Bahasa dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)”.

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011:6). Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, hal itu disebabkan oleh adanya metode kualitatif (Moleong, 2011:11).

Alasan peneliti memilih metode tersebut karena pada hasil dan pembahasan penelitian ini akan digunakan kata-kata atau kalimat yang menjelaskan secara detail tentang penggunaan metafora (luas) dan metonimia ditemukan dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari. Melalui metode desriptif kualitatif, peneliti diharapkan dapat memaparkan, mendeskripsikan, dan menganalisis permasalahan yang dibahas secara objektif. Dalam hal ini, peneliti berusaha menganalisis permasalahan dengan menghubungkan antara teori dengan fakta yang ada. Penulis

(52)

34

menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Penggambaran tersebut disertai interpretasi metafora dan metonimia dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

1.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah novel Gelombang karya Dewi Lestari terbitan PT Bentang Pustaka, cetakan Desember 2014 dengan tebal 482 halaman dan dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Masing-masing eksemplar diambil gaya bahasa yang dominan dan tidak dominan. Adapun data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa metafora (luas) dan metonimia dalam novel Gelombang Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

1.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini adalah analisis teks. Analisis teks tersebut digunakan untuk mendeskripsikan metafora (luas) dan metonimia yang terkandung dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari. Teknik analisis teks ini berfungsi untuk mengidentifikasi metafora (luas) dan metonimia dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari yaitu berupa penggalan-penggalan novel yang mengacu pada gaya bahasa kiasan yang dominan dan tidak dominan yaitu metafora (luas) dan metonimia.

Dalam mengumpulkan dan menganalisis data, penulis melakukan beberapa tahapan. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam mengumpulkan dan menganalisis data adalah sebagai berikut.

(53)

35

1. Membaca novel Gelombang karya Dewi Lestari secara keseluruhan dengan saksama.

2. Mengidentifikasi data yang telah kumpulkan sebelumnya oleh peneliti yaitu data penggunaan gaya bahasa kiasan yang dominan dan kurang dominan. Adapun data yang paling dominan yakni gaya bahasa kiasan metafora (luas) meliputi metafora (sempit) dan simile, dan data yang tidak dominan yakni metonimi yang meliputi metonimi dan sinekdoke (pars prototo dan totem proparte).

3. Menganalisis metafora (luas) meliputi metafora (sempit) dan simile, dan metonimia yang meliputi metonimia dan sinekdoke (pars prototo dan totem proparte) berdasarkan kategori vehicle dan tenor.

Indikator Metafora dan Metonimia Berdasarkan Kategori Vehicle dan Tenor

No Indikator Sub Indikator Deskriptor

1 1.1 Kategori Vehicle

a. Anggota tubuh (At)

Anggota tubuh yang meliputi tangan, kaki, mulut, wajah, bibir, telinga, mata, hidung, hati, paru-paru, dan lain-lain. b. Jenis kelamin (JK) Jenis kelamin yang meliputi

perempuan dan laki-laki. c. Hewan (H) Hewan yang meliputi kerbau,

anjing, elang, naga, tikus, kucing, ikan, dan lain-lain d. Tumbuhan (T) Tumbuhan yang meliputi

pohon, daun, bunga, biji, tangkai, dan lain-lain e. Benda yang ada di

alam (Ba)

Benda yang ada di alam meliputi batu, aspal, sungai,

(54)

36

cahaya, tanah, air, bulan, bintang, dan lain-lain f. Benda imajinasi

(Bi)

Benda imajinasi meliputi moster (robot), raksasa, hantu, dan lain-lain

g. Benda nyata (Bn) Benda nyata meliputi tas, pisau, gunting, pedang, meja, pulpen,buku, dan lain-lain. h. Suasana (S) Suasana meliputi senang,

sedih, tegang, mengharukan, dan lain-lain.

i. Nama kota (Nk) Nama kota meliputi Tibet, Medan, Jakarta, dan lain-lain. j. Suara (Sr) Suara meliputi suara gemuruh,

suara kucing, suara gemericik air, dan lain-lain.

k. Warna (Wr) Warna meliputi merah, putih, hijau, biru, hitam, dan lain-lain. l. Kegiatan (K) Kegiatan meliputi sebagai

jurnalis, juru kamera, mencangkul, menyanyi, dan lain-lain.

m. Negara (Ng) Negara meliputi Amerika, Indonesia, Paris, dan lain-lain. n. Ilmuwan (Il) Ilmuwan meliputi penemu

listrik, penemu televisi, dan lain-lain.

o. Nama orang (No) Nama orang meliputi nama tokoh dalam novel, dan lain-lain.

p. Jabatan (J) Jabatan meliputi, DPR, MPR, presiden, bupati, raja, dan lain-lain

2 2.1 Kategori Tenor

a. Nama orang (No) Nama orang meliputi nama tokoh dalam novel, dan lain-lain.

b. Jenis kelamin (JK) Jenis kelamin yang meliputi perempuan dan laki-laki.

(55)

37

c. Alam (Al) Alam meliputi hewan,

tumbuhan, benda yang ada di alam dan lain-lain.

a. Suasana (S) Suasana meliputi senang, sedih, tegang, mengharukan, dan lain-lain.

b. Tempat (Tt) Tempat meliputi Tibet, Medan, Jakarta, dan lain-lain.

c. Kegiatan (Kg) Kegiatan meliputi sebagai jurnalis, juru kamera, mencangkul, menyanyi, dan lain-lain.

d. Suara (Sr) Suara meliputi suara gemuruh, suara kucing, suara gemericik air, dan lain-lain.

e. Anggota tubuh (At)

Anggota tubuh meliputi

tangan, kaki, mulut, badan, dan lain-lain.

f. Benda (B) Benda meliputi mobil, gelas, piring, gelas, rumah, dan lain-lain.

g. Sifat (St) Sifat meliputi jujur, adil, tegas, dan lain-lain

h. Kemampuan (Km)

Kemampuan meliputi keahlian yang dimiliki seseorang.

4. Mendeskripsikan kelayakan hasil penelitian metafora (luas) dan metonimia (luas) berdasarkan aspek kurikulum 2013, aspek pedagogik, dan aspek sastra dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

5. Menyimpulkan metafora (luas) dan metonimia (luas) dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian model I adalah: (a) ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROE dan BOPO sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap ROA dengan nilai signifikansi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Strategi pembelajaran kontekstual memberikan kompetensi siswa yang lebih baik hila dibandingkan dengan stratt<gi

Setelah tim terbentuk, tim penyusun melakukan studi kelayakan pendirian program studi. Setelah beberapa bulan, telah berhasil menyelesaikan proposal

This objectives of the study are to learn about the gender relation on the peasant household economies, access and control of the members to resources which were related to

Dari berbagai definisi perataan laba diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa perataan laba secara keseluruhan merupakan suatu tindakan akuntansi yang dirancang dan dilakukan oleh

In conducting activities related to this Memorandum of Understanding, the Chinese side will cover all the expenses of international travel, salaries and daily subsistence allowance

Namun ada yang menarik dari peubah laten KEG_EKSL ini, karena nilai koefisien jalur KEG_EKSL mengalami ganti tanda, dari model awal yang memiliki nilai positif