• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektifitas Insektisida Biologi terhadap Hama Penggerek Polong (Maruca testulalis) (Lepidoptera;pyralidae) pada Tanaman Kacang Panjang di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektifitas Insektisida Biologi terhadap Hama Penggerek Polong (Maruca testulalis) (Lepidoptera;pyralidae) pada Tanaman Kacang Panjang di Lapangan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIFITAS INSEKTISIDA BIOLOGI TERHADAP HAMA PENGGEREK POLONG (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;Pyralidae) PADA

TANAMAN KACANG PANJANG DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

EKA SUNDARI SARAGIH 090301021

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UJI EFEKTIFITAS INSEKTISIDA BIOLOGI TERHADAP HAMA PENGGEREK POLONG (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;Pyralidae) PADA

TANAMAN KACANG PANJANG DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH :

EKA SUNDARI SARAGIH 090301021

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS) (Dr. Lisnawita, SP, M.Si) Ketua Anggota

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRACT

Eka Sundari Saragih. 2014. “Efectiviness test of bioinsecticide againts the pod borer (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;pyralidae) on Chickpea in the field”. 2014. Under supervised Yuswani Pangestiningsih & Lisnawita. The objective of this research was to get bioinsecticides that efective againts the borer on chickpea in the field. The research used complete block design nonfactorial with eight treatments and three replications. The treatments were A0 (control), A1 (Leaf extract of betelvine 100 g/l), A2 (leaf extract of soursop 250 g/l), A3 (Extract of Derris 50 g/l), A4 (Leaf extract of papaya 100 g/l),A5 (Bacillus thuringiensis 1ml/l), A6 (Beauveria bassiana (10 gr/l) and A7 (klorantraniliprol 1 ml/liter). The result showed that kind of bioinsecticide gave different effect to all of parameters. Bioinsecticides that efective to control the percentage of flower attack were A2 (0.00 %), A4 (3.03 %) and A7 (0.00 %), bioinsecticides that efective to control the percentage of fruit attack were A2 (0.00 %), A4 (17.86 %), A5 (16.67 %) dan A7 (0.00 %), bioinsecticides that efective to control the number of larvae Maruca testulalis were A2 (0.00 %) dan A7 (0.00 %) and bioinsecticides that efective to production was A2 (4.49 kg). The best bioinsecticide to control M. testulalis was leaf extract of sirsak 250 gram/liter.

Key words: M. testulalis, chickpea, bioinsecticide.

(4)

ABSTRAK

Eka Sundari Saragih. 2014. “Uji Efektifitas Insektisida Biologi terhadap Hama Penggerek Polong (Maruca testulalis Geyer.) pada Tanaman Kacang Panjang di Lapangan”. 2014. Di bawah bimbingan Yuswani Pangestiningsih dan Lisnawita. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan insektisida biologi yang efektif terhadap hama penggerek polong pada tanaman kacang panjang di lapangan. Penelitian menggunakan RAK nonfaktorial yang terdiri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan yaitu A0 (kontrol), A1 (larutan daun sirih 100 g/l), A2 (larutan daun sirsak 250 g/l), A3 (larutan akar tuba 50 g/l), A2 (larutan daun pepaya 100 g/l), A5 (Bacillus thuringiensis 1 ml/l), A6 (Beauveria bassiana 10 g/l) dan A7 (klorantraniliprol 1 ml/liter/sebagai pembanding). Hasil penelitian menunjukkan insektisida biologi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap semua parameter. insektisida biologi yang efektif untuk menekan persentase polong terserang adalah A2 (0,00%), A4 (3,03 %) dan A7 (0,00 %), insektisida biologi yang yang efektif menekan persentase bunga terserang adalah A1 (12,04 %), A2 (0,00 %), A4 (17,86 %), A5 (16,67 %) dan A7 (0,00 %), insektisida biologi yang efektif menekan jumlah larva M. testulalis adalah A2 (0,00 %) dan A7 (0,00 %) dan insektisida biologi yang efektif terhadap produksi adalah A2 (4,49 kg/plot). Insektisida biologi yang terbaik untuk mengendalikan M. testulalis adalah larutan daun sirsak 250 gram/liter.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Masihul pada tanggal 12 September 1990, dari

bapak ABD. Roni Saragih dan Ibu Sapariah, anak pertama dari 3 bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah lulus dari SD Negeri

106224 Dolok Masihul tahun 2003, tahun 2006 lulus dari SMP Negeri 1 Dolok

Masihul, 2009 lulus dari SMA Negeri 1 Dolok Masihul dan tahun 2009 diterima

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur PMP.

Kegiatan akademis selama perkuliahan yang pernah diikuti penulis :

1. Menjadi anggota HIMAGROTEK tahun 2009-2014

2. Menjadi anggota IMAPTAN tahun 2012-1014

3. Menjadi anggota Komus HPT tahun 2012-2014

4. Menjadi asisten di Laboratorium Penyakit Tumbuhan tahun ajaran 2012-2013

5. Mengikuti praktek kerja lapangan (PKL) di Perkebunan London Sumatera

(Lonsum) di Kabupaten Langkat bulan Juni-Juli 2012.

6. Melaksanakan penelitian di Desa Kerapuh Kabupaten Serdang Bedagai pada

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah Uji Efektifitas Insektisida Biologi terhadap

Hama Penggerek Polong (Maruca testulalis) (Lepidoptera;pyralidae) pada Tanaman Kacang Panjang di Lapangan yang merupakan salah satu syarat untuk

dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi

Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada komisi

pembimbing, yaitu ibu Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS selaku Ketua dan

ibu Dr. Lisnawita, SP, M.Si selaku Anggota yang telah banyak memberikan saran

dan arahan sehingga penulis dapat menulis skirpsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkan.

Medan, November 2014

(7)

DAFTAR ISI

Insektisida klorantraniliprol ... 15

(8)

Pemeliharaan ... 19

Pembuatan Insektisida Nabati ... 19

Larutan sirih ... 19

Larutan daun sirsak ... 19

Larutan daun pepaya ... 20

Larutan akar tuba ... 20

Insektisida B. thuringiensis dan B. bassiana ... 20

Aplikasi penyemprotan ... 20

Parameter pengamatan ... 20

Persentase bunga terserang ... 20

Persentase polong terserang ... 21

Jumlah larva M. testulalis Geyer. ... 21

Produksi ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase bunga terserang ... 23

Persentase polong terserang ... 25

Jumlah larva M. testulalis Geyer... 27

Produksi ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

NO Judul Halaman

1. Pengaruh insektisida biologi terhadap persentase bunga terserang

M. testulalis pada tanaman kacang panjang ... 23 2. Pengaruh insektisida biologi terhadap persentase polong terserang

M. testulalis pada tanaman kacang panjang. ... 26 3. Pengaruh insektisida biologi terhadap jumlah larva M. testulalis /plot

pada tanaman kacang panjang ... 28

(10)

DAFTAR GAMBAR

NO Judul Halaman

1. Larva Maruca testulalis Geyer ... 4

2. Pupa Maruca testulalis Geyer ... 5

3. Imago Maruca testulalis Geyer... 6

4. Gejala serangan pada polong dan bunga ... 6

5. Sirih (Piper bettle) ... 9

6. Akar tuba (Derris eliptca) ... 9

7. Sirsak (Annona muricata) ... 10

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Bagan Penelitian ... 37

2. Data Persentase bunga terserang 34 hst ... 38

3. Data Persentase bunga terserang 41 hst ... 39

4. Data persentase bunga terserang 48 hst ... 40

5. Data persentase bunga terserang 55 hst ... 42

6. Data persentase bunga terserang 62 hst ... 43

7. Data persentase polong terserang 34 hst ... 45

8. Data persentase polong terserang 41 hst ... 46

9. Data persentase polong terserang 48 hst ... 47

10.Data persentase polong terserang 55 hst ... 48

11.Data persentase polong terserang 62 hst ... 49

12.Data jumlah larva 34 hst ... 51

13.Data jumlah larva 41 hst ... 52

14.Data jumlah larva 48 hst ... 53

15.Data jumlah larva 55 hst ... 54

16.Data jumlah larva 62 hst ... 56

17.Data produksi ... 57

18.Foto penelitian ... 59

(12)

ABSTRACT

Eka Sundari Saragih. 2014. “Efectiviness test of bioinsecticide againts the pod borer (Maruca testulalis Geyer.) (Lepidoptera;pyralidae) on Chickpea in the field”. 2014. Under supervised Yuswani Pangestiningsih & Lisnawita. The objective of this research was to get bioinsecticides that efective againts the borer on chickpea in the field. The research used complete block design nonfactorial with eight treatments and three replications. The treatments were A0 (control), A1 (Leaf extract of betelvine 100 g/l), A2 (leaf extract of soursop 250 g/l), A3 (Extract of Derris 50 g/l), A4 (Leaf extract of papaya 100 g/l),A5 (Bacillus thuringiensis 1ml/l), A6 (Beauveria bassiana (10 gr/l) and A7 (klorantraniliprol 1 ml/liter). The result showed that kind of bioinsecticide gave different effect to all of parameters. Bioinsecticides that efective to control the percentage of flower attack were A2 (0.00 %), A4 (3.03 %) and A7 (0.00 %), bioinsecticides that efective to control the percentage of fruit attack were A2 (0.00 %), A4 (17.86 %), A5 (16.67 %) dan A7 (0.00 %), bioinsecticides that efective to control the number of larvae Maruca testulalis were A2 (0.00 %) dan A7 (0.00 %) and bioinsecticides that efective to production was A2 (4.49 kg). The best bioinsecticide to control M. testulalis was leaf extract of sirsak 250 gram/liter.

Key words: M. testulalis, chickpea, bioinsecticide.

(13)

ABSTRAK

Eka Sundari Saragih. 2014. “Uji Efektifitas Insektisida Biologi terhadap Hama Penggerek Polong (Maruca testulalis Geyer.) pada Tanaman Kacang Panjang di Lapangan”. 2014. Di bawah bimbingan Yuswani Pangestiningsih dan Lisnawita. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan insektisida biologi yang efektif terhadap hama penggerek polong pada tanaman kacang panjang di lapangan. Penelitian menggunakan RAK nonfaktorial yang terdiri dari 8 perlakuan dan 3 ulangan yaitu A0 (kontrol), A1 (larutan daun sirih 100 g/l), A2 (larutan daun sirsak 250 g/l), A3 (larutan akar tuba 50 g/l), A2 (larutan daun pepaya 100 g/l), A5 (Bacillus thuringiensis 1 ml/l), A6 (Beauveria bassiana 10 g/l) dan A7 (klorantraniliprol 1 ml/liter/sebagai pembanding). Hasil penelitian menunjukkan insektisida biologi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap semua parameter. insektisida biologi yang efektif untuk menekan persentase polong terserang adalah A2 (0,00%), A4 (3,03 %) dan A7 (0,00 %), insektisida biologi yang yang efektif menekan persentase bunga terserang adalah A1 (12,04 %), A2 (0,00 %), A4 (17,86 %), A5 (16,67 %) dan A7 (0,00 %), insektisida biologi yang efektif menekan jumlah larva M. testulalis adalah A2 (0,00 %) dan A7 (0,00 %) dan insektisida biologi yang efektif terhadap produksi adalah A2 (4,49 kg/plot). Insektisida biologi yang terbaik untuk mengendalikan M. testulalis adalah larutan daun sirsak 250 gram/liter.

Kata kunci: M. testulalis, kacang panjang, bioinsektisida.

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bertambahnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya

pendapatan mempengaruhi jumlah konsumsi pangan. Kebutuhan pangan tidak

terbatas hanya pada komoditas pangan seperti beras atau jagung, tetapi juga

sayur-sayuran. Kacang panjang (Vigna sinensis) merupakan jenis sayuran yang banyak diusahakan petani Indonesia serta mengandung banyak vitamin dan protein nabati

(Afiat, 2009).

Kacang panjang adalah tanaman yang telah di kenal sejak lama sebagai

tanaman yang menyehatkan serta tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran

tinggi di Asia (Kuswanto et al. 2006). Apabila kontribusi kacang panjang dalam komposisi sayuran mencapai 10%, maka diperlukan sekitar 763.200 ton/tahun

polong segar. Menurut Departemen Pertanian produksi kacang panjang tahun

2000 baru mencapai 313.526 ton polong segar atau sekitar 41% dari total

kebutuhan penduduk, sehingga produksi kacang panjang belum dapat memenuhi

kebutuhan gizi ideal pendudukIndonesia (Kuswanto et al. 2006).

Penurunan produksi kacang panjang dapat disebabkan oleh beberapa

faktor salah satunya adalah serangan hama. Salah satu hama penting pada

tanaman kacang panjang adalah hama penggerek polong (Maruca testulalis) (Sureja et al. 2010).

M. testulalis adalah hama penting pada tanaman kacang-kacangan di daerah tropis dan subtropis. Hama ini mengakibatkan kerusakan karena

menyerang tunas, bunga dan polong. Kerusakan yang disebabkan hama ini

(15)

Dewasa ini cara pengendalian hama yang dianjurkan oleh pemerintah

adalah pengendalian hama secara terpadu (PHT), yang bertujuan untuk

memanfaatkan metode-metode yang memenuhi syarat -syarat ekonomi,

toksikologi dan ketentuan lingkungan. Pengendalian hayati, cara bercocok tanam

dan penggunaan varietas yang tahan merupakan teknik pengendalian yang

bekerjanya tidak bertentangan dengan fungsi faktor ekologi alami yakni dengan

memanfaatkan bahan tanaman dan pemanfaatan berupa bakteri, jamur dan virus

sebagai agen pengendali yang bisa disebut sebagai pestisida biologi

(Sostromarsono, 1990).

Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus

menerus akan menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan

terakumulasi pada produk-produk pertanian, pencemaran pada lingkungan

pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada

manusia yang berdampak buruk terhadap kesehatan. Manusia akan

mengalami keracunan baik akut maupun kronis yang berdampak pada kematian

(Runia, 2008).

Berdasarkan literatur di atas pengendalian secara kimia memberikan efek

yang kurang baik baik bagi tanaman, manusia maupun lingkungan. Oleh karena

itu penelitian ini penting dilakukan untuk mencari alternatif pengendali lain yang

lebih ramah lingkungan yaitu menggunakan insektisida biologi.

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan insektisida biologi yang efektif terhadap hama

(16)

Hipotesis Penelitian

1. Insektisida biologi mampu menekan serangan hama penggerek polong pada

tanaman kacang panjang di lapangan.

2. Larutan daun sirsak adalah insektisida yang paling efektif diantara insektisida

biologi yang diuji.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif baru dalam pengendalian

hama penggerek polong pada tanaman kacang panjang yang lebih ramah

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Maruca testulalis Geyer.

Klasifikasi hama Maruca testulalis Geyer. menurut Borror dan Dwight (1970) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Pyralidae

Genus : Maruca

Spesies : Maruca testulalis Geyer.

Maruca testulalis meletakkan telur secara berkelompok pada daun, bunga atau polong 2-4 butir/kelompok. Telur berbentuk lonjong agak pipih dan berwarna

putih kekuningan. Stadia telur berlangsung 2- 3 hari (Aldywaridha, 2010). Imago

betina lebih banyak meletakkan telurnya dipermukaan bunga karena tertarik pada

bunga yang berwarna cerah dan permukaan tanaman yang berbulu lebat sebagai

tempat meletakkan telur (Wijayanti dan Zaky, 2009).

Panjang telur ini berkisar 0,015 sampai 0,58 mm dan memiliki lebar 0,15

sampai 0,38 mm. Larva melalui lima instar sebelum memasuki masa pupa

(Sonune et al., 2010).

(18)

Larva berwarna hijau terang dengan kepala berwarna coklat gelap, dan

terdapat bintik-bintik coklat pada bagian punggung dan bulu-bulu halus

(Gambar 1). Panjang larva instar terakhir 16 – 18,5 mm. Larva M. testualis terdiri atas lima instar dengan masing-masing instar 2-4 hari. Masa stadia larva

berlangsung 10-15 hari. Pupa berkembang di dalam tanah, berbentuk kokon.

Panjang pupa 13,5 mm, dengan stadia pupa berlangsung 7 – 10 hari

(Aldywaridha, 2010).

Pupa M. testulalis yang baru terbentuk berwarna kehijauan atau kuning pucat kemudian berwarna coklat keabuan (Gambar 2). Pupa terdapat dalam kokon

dan terbungkus oleh benang-benang halus (Wijayanti dan Zaky, 2009).

Gambar 2:Pupa Maruca testulalis Geyer. Sumber:Koleksi pribadi

Imago berupa ngengat berukuran kecil dan sayap depan berwarna coklat

terang atau kuning kemerah-merahan. Terdapat bercak putih ditengah sayap,

sedangkan sayap belakang berwarna putih keabu-abuan dengan tepi berwarna

coklat terang (Gambar 3). Panjang tubuh 11,2 mm dengan rentangan sayap

berukuran 20-28 mm. Masa imago jantan dapat mencapai 12 hari dan betina 22

(19)

Gambar 3: Imago Maruca testulalis Geyer. Sumber :

Gejala Serangan

Gejala serangan penggerek polong pada bunga menyebabkan bunga akan

mengalami kerusakan dan berwarna pucat (Gambar 4b). Bunga tidak berproduksi

dengan baik. Polong juga mengalami penurunan produksi. Polong kacang hijau

berlubang dan bebercak kecil berwarna gelap (Parker et al.1995). Maruca testulalis pada stadia muda lebih menyukai bagian bunga dan jumlah larva yang masih hidup lebih banyak menempati bagian bunga dibanding pada bagian daun

dan polong (Aldywaridha, 2010).

(b)

(a)

(20)

Maruca testulalis menyerang bagian bunga dan polong. Polong yang diserang akan tampak lubang-lubang bundar kecil dan bijinya habis dimakan

(Gambar 4a). Serangan pada bagian bunga dan polong ini berpengaruh langsung

terhadap kualitas dan kuantitas produksi (Afiat, 2009).

Kerusakan yang paling serius akibat serangan hama M. testulalis pada tanaman kacang panjang adalah dengan cara larva memakan tunas, bunga, daun

muda dan polong muda, terkadang larva juga memakan daun dan batang yang

lembut (Kalshoven, 1981).

Insektisida Biologi

Penggunaan insektisida kimia telah memberikan banyak dampak negatif

bagi lingkungan karena itu diperlukan metode pengendalian lain seperti penerapan

pengendalian hama terpadu (PHT). PHT melibatkan pengendalian secara kimiawi,

biologis, kultur teknis dan penggunaan varietas resisten. Penggunaan insektisida

biologi dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menanggulangi organisme

pengganggu tanaman (Dewi, 2007).

Berdasarkan asalnya pestisida biologi dapat dibedakan menjadi dua yakni

pestisida hayati dan pestisida nabati. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi

bagian tertentu dari tanaman yang senyawa atau metabolit sekundernya memiliki

sifat racun terhadap hama dan penyakit. Pestisida hayati merupakan formulasi

yang mengandung mikroba tertentu baik berupa bakteri, jamur maupun virus yang

bersifat antagonis terhadap organisme pengganggu tanaman (Djunaedy, 2009)

Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai : (1) penghambat nafsu makan

(21)

perkembangan; (5) menurunkan keperidian; (6) pengaruh langsung sebagai racun

dan (7) mencegah peletakkan telur (Setiawati et al., 2008).

Penggunaan pestisida sintetis yang dinilai praktis untuk mengendalikan

serangan hama, ternyata membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar

bahkan bagi penggunanya sendiri. Namun dibutuhkan suatu alternatif lain yang

tidak berdampak negatif seperti pestisida nabati yang ramah lingkungan. Pestisida

nabati selain ramah lingkungan, pestisida nabati ini merupakan pestisida yang

relatif aman dalam penggunaannya dan ekonomis (Nechiyana et al., 2011).

Kelebihan utama penggunaan insektisida alami adalah mudah teurai atau

terdegradasi secara cepat. Proses penguraiannya dibantu oleh komponen alam,

seperti sinar matahari, udara dan kelembaban. Dengan demikian insektisida alami

yang disemprotkan beberapa hari sebelum panen tidak meninggalkan residu

(Sukrasno, 2003).

Sirih (Piper betle)

Tanaman sirih (Piper betle) di berbagai daerah di Indonesia disebut juga dengan ranub, belo, demban, cambai, sedah, dan suruh, termasuk dalam famili

Piperaceae. Tanaman sirih mengandung minyak atsiri seperti kadinen, kavikol,

sineol, eugenol, karofilen, karvakol, terpinen dan seskuiterpen

(Aldywaridha, 2010).

Sirih merupakan tanaman merambat dan dapat mencapai tinggi 15 m.

Batang sirih berwarna coklat kehijauan, berbentuk bulat, beruas dan merupakan

tempat keluarnya akar. Daun tunggal berbentuk jantung, berujung runcing,

(22)

dalam sirih antara lain karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C,

tanin, gula, pati, dan asam amino. (Setiawati et al., 2008).

Gambar 5: Sirih (Piper betle) Sumber : Koleksi pribadi

Akar Tuba (Derris eliptica)

Akar tuba selama ini dikenal sebagai bahan untuk meracuni ikan di sungai

ternyata juga bersifat toksik pada hama. Akar tuba memiliki senyawa toksis

rotenoid yang dapat mempengarugi enzim respirasi serangga organisme

pengganggu tanaman seperti Spodoptera litura, Crocidolomia binotalis dan nematoda Meloidogyne incognita (Direktorat Bina Tanaman Perkebunan, 1994).

(23)

Akar tuba merupakan tumbuhan merambat yang membelit dengan tinggi

kurang lebih 15 meter (Gambar 6). Akar tuba berperan sebagai moluskisida,

insektisida, akarisida, nematisida. Akar tuba bekerja sebagai racun perut dan

kontak, menyebabkan serangga untuk berhenti makan (Setiawati et al., 2008). Akar tuba mengandung senyawa rotenon, deguelin, elipton, toxicarol.

Rotenon adalah racun kontak yang memiliki daya kerja lambat dan mudah

terdegradasi oleh sinar matahari dan udara (Patty, 2011).

Sirsak (Annona muricata)

Sirsak adalah sejenis tanaman berkayu dan dapat hidup menahun.Daging

buah bertekstur empuk dan berwarna putih (Gambar 6). Senyawa yang

terkandung dalam sirsak antara lain senyawa tanin, fitosterol, Ca-oksalat dan

alkaloid murisine. Cara kerjanya bersifat sebagai insektisida, racun kontak,

penolak (repellent) dan penghambat makan (antifeedant). Bagian tanaman yang

digunakan adalah daun dan biji (Setiawati et al., 2008).

Gambar 7: Sirsak (Annona muricata) Sumber : Koleksi pribadi

Daun sirsak diketahui dapat meningkatkan mortalitas hama misalnya

(24)

tersebut (Ningsih et al., 2012). Reaksi serangga terhadap senyawa alelokimia tertentu tergantung pada dosisnya. Penghambatan total oleh suatu senyawa anti

makan (feeding detterent atau antifeedant) terjadi pada kisaran dosis efektif tertentu (Hasio, 1985).

Berdasarkan penelitian Ningsih et al. (2013) tanin mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan larva dengan dua cara yaitu rasa sepat tanin dapat

menurunkan tingkat konsumsi pakan serta kemampuan tanin untuk mengikat

protein di intesium yang menyebabkan penurunan daya cerna dan absorbs protein.

Biopestisida daun sirsak juga mengandung tanin dalam kadar tinggi. senyawa

tanin merupakan suatu senyawa yang dapat memblokir ketersediaan protein

dengan membentuk kompleks yang kurang bisa dicerna oleh serangga. Senyawa

tersebut dapat menghambat enzim pada saluran pencernaan sehingga akan

merobek pencernaan serangga dan akhirnya menimbulkan kematian (Pabbage dan

Tenrirawe, 2007).

Insektisida yang berasal dari daun sirsak diketahui dapat mengendalikan

hama rayap dengan perlakuan umpan yang dicampur dengan daun sirsak.

Konsentrasi tertinggi yaitu 6 gram/toples memiliki mortalitas tertinggi pada rayap

Akibat adanya senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin

(Simanjuntak et al., 2007).

Dari hasi penelitian diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak

maka luas daun yang dimakan semakin sedikit. Konsentrasi ekstrak yang terlalu

rendah menyebabkan keberadaan ekstrak tidak dikenali oleh reseptor yang

terdapat pada membran dendrite dari sensila yang mampu mengenali keberadaan

(25)

kandungan senyawa alelokimia yang terdapat dalam ekstrak daun sirsak seperti

acetogenin. Pada konsentrasi yang tinggi acetogenin akan bersifat anti makan

pada serangga, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat sebagai racun perut

dan dapat menyebabkan kematian (Ambarningrum et al., 2012).

Daun Pepaya (Carica papaya)

Pepaya (C. papaya) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan basah. Tinggi pohon pepaya dapat mencapai 8 sampai 10 m. Helaian daunya

menyerupai telapak tangan manusia (Gambar 7). Pepaya dapat digunakan untuk

obat malaria dan menambah nafsu makan. Pepaya juga bersifat sebagai

insektisida, fungisida, dan rodentisida dan juga sebagai zat penolak (repellent).

Pepaya mengandung betakarotene, pectine, d-galaktosa, I-arabinosa, papain,

papayotimin papain, vitokinose, glucodise cacirin, karpain, papain, kemokapain,

lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase (Setiawati et al., 2008).

Gambar 7: Pepaya (Carica papaya) Sumber : Koleksi pribadi

Daun pepaya mengandung enzim alkaloid karpain, pseudo karpain,

glikosida, karposid, dan saponin. Alkaloid pada daun pepaya dapat berfungsi

(26)

Konsentrasi ekstrak daun pepaya 100 g/l air telah mampu mengendalikan

kutu daun Aphis gossypii dengan mortalitas total sebesar 91,99%. Konsentrasi yang mampu untuk mematikan serangga uji pada LC50 adalah 0,33% dan

konsentrasi yang tepat untuk mengendalikan serangga uji pada LC95 adalah 2,70

(Nechiyana et al., 2011).

Bacillus thuringiensis

Seperti halnya pengendalian hayati lainnya (parasitoid dan predator),

pemanfaatan patogen di lapangan dapat dilakukan dengan cara mengintroduksikan

patogen ke dalam populasi hama dengan harapan dapat menekan secara lebih

permanen. Penggunaan patogen B. thuringiensis mempunyai harapan untuk dikembangkan di masa mendatang, karena mudah dan murah serta

pengaplikasiannya yang efektif dan berwawasan lingkungan (Salaki, 2009).

Bacillus thuringiensis menghasilkan kristal protein yang bersifat insektisidal disebut dengan δ-endotoksin. Kristal ini sebenarnya hanya merupakan

protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida

yang lebih pendek. Pada umumnya kristal B. thuringiensis di alam bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga

dapat mengubah kristal protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan

bersifat toksin. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin ini menyebabkan

terbentuknya pori-pori pada sel membran di saluran pencernaan dan mengganggu

keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Terganggunya keseimbangan osmotik

ini menyebabkan sel menjadi bengkak dan pecah. Sel yang telah pecah akan

(27)

Viabilitas entomopatogen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,

kelembapan, pH, radiasi sinar matahari, nutrisi dan zat kimia seperti pestisida.

Semakin tinggi viabilitas jamur entomopatogen semakin efektif dalam

mengendalikan hama (Susanto, 2007).

Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram-positif berbentuk batang. Jika nutrien di mana dia hidup sangat kaya, maka bakteri ini hanya tumbuh pada

fase vegetatif, namun bila suplai makanannya menurun maka akan membentuk

spora dorman yang mengandung satu atau lebih jenis kristal protein. Kristal ini

mengandung protein yang bersifat lethal jika dimakan oleh serangga yang peka

(Bahagiawati, 2002).

Beauveria bassiana

Salah satu teknik pengendalian yang berprinsip ramah lingkungan adalah

pemanfaatan agens hayati seperti jamur entomopatogenik Beauveria bassiana. Jamur ini bersifat saprofit dan parasit pada serangga, keberadaan jamur ini tidak

mengganggu ekosistem dalam tanaman budidaya. Sekarang teknik pengendalian

ini lebih dikenal dengan istilah pengendalian menggunakan bio-insektisida

(BBP2TP, 2013).

Beauveria bassiana diaplikasikan dalam bentuk konidia yang dapat menginfeksi serangga melalui kulit kutikula, mulut, dan ruas-ruas yang terdapat

pada tubuh serangga. Jamur ini juga memiliki spektrum yang luas dan dapat

mengendalikan banyak spesies serangga sebagai hama tanaman (Susanto, 2007).

(28)

konidia sehingga cendawan kehabisan cadangan nutrisi. Pada bioinsektisida ini

kerapatan konidia dan viabilitas konidia juga akan menurun (Thalib et al., 2012).

Insektisida kimia klorantraniliprol

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Dolat Rakyat Kabupaten

Karo insektisida sangat penting bagi petani. Berdasarkan hasil wawancara, petani

menggunakan insektisida sejak pertama sekali petani bertani. Petani mendapatkan

pengetahuan mengenai insektisida dan penggunaan insektisida melalui tetangga

atau masyararakat sekitar. Mereka menganggap bahwa insektisida merupakan

bahan kimia atau racun yang digunakan untuk membasmi dan mengendalikan

serangga penggangu (Maruli et al., 2012).

Klorantraniliprol mempunyai nama kimia 3- bromo - N- [4 - kloro- 2– metil - 6 - [(metilamino) karbonilfenil ]- 1- (3 – kloro - 2- piridinil - 1 H – pirazo

l – 5- karboksamida. Insektisida tersebut termasuk golongan senyawa antranilik

diamida yang bersifat racun perut dan racun kontak (Djojosumarto,2008).

Salah satu formulasi insektisida berbahan aktif klorantraniliprol yang

terdaftar di Indonesia adalah Prevathon 50 SC. Insektisida tersebut terdaftar untuk

mengendalikan hama S. exigua pada bawang merah; S. litura pada cabai;

M. testulalis dan L. huidobrensis pada kacang panjang; Conopomorpha cramerella pada kakao; S. litura pada kedelai; Metisa plana, C. curvignathus, dan

Setora nitens pada kelapa sawit; Phthorimaea opercutella dan L. huidobrensis

pada kentang; P. xylostella dan C. pavonana pada kubis; Scirpophaga incertulas

dan Cnaphalocrosis medinalis pada padi; S. excerptalis pada tebu; S. litura,

Heliothis assulta, dan Helicoverpa armigera pada tembakau; dan H. armigera

(29)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan ini dilakukan di Desa Kerapuh Kecamatan Dolok Masihul

Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

November 2013 sampai dengan Januari 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kacang panjang (Parade),

daun sirih, daun sirsak, akar tuba, daun pepaya, B. thuringiensis (Bite) di peroleh dari toko insektisida, B. bassiana (Beauverin) di peroleh dari balai penelitian Perkebunan dan Proteksi Tanaman Sumatera Utara Medan, insektisida kimia

dengan bahan aktif klorantraniliprol (Prevathon 50 SC), air dan pupuk.

Alat yang digunakan adalah meteran,cangkul, beaker glass, saringan,

gembor, mesin gilingan, pacak, timbangan, label, plank nama, papan sampel,

buku data, alat tulis dan kamera.

Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) non faktorial dengan perlakuan adalah :

A0 = Tanaman kacang panjang tanpa perlakuan

A1 = Larutan daun sirih 100 gram/liter

A2 = Larutan daun sirsak 250 gram/liter

A3 = Larutan akar tuba 50 gram/liter

A4 = Larutan daun pepaya 100 gram/liter

(30)

A7 = Insektisida kimia berbahan aktif klorantraniliprol 1 ml/liter

Dimana rumus mencari ulangan rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut:

(t-1)(r-1) ≥ 15

(8-1)(r-1) ≥ 15

8r-8 ≥ 15

8r ≥ 23

r ≥ 23/8 = 2,875

r = 3

Dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linear sebagai berikut:

Yijk : µ + i + βj +Eij

Dimana:

Yij : Respon atau nilai pengamatan dari blok ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umun

�i : Pengaruh perlakuan ke-i

βj : Pengaruh blok ke-j

Eij : Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Terhadap faktor yang berpengaruh nyata dilakukan rataan perlakuan

dengan uji Duncan.

Ulangan dilakukan = 3 kali

Jumlah plot = 24

Ukuran plot/ petak percobaan = 2 x2 m

Luas lahan = 8,5 m x 21,5 m

(31)

Lebar parit keliling = 75 cm

Jarak tanam kacang panjang = 30 x 35 cm

Jumlah populasi kacang panjang/plot = 36/plot

Jumlah tanaman seluruhnya = 864 tanaman

Jumlah tanaman sampel/pengamatan = 2 tanaman/plot

Total tanaman sampel/5 kali pengamatan = 10 tanaman/plot

Jumlah sampel produksi/5kali pengamatan = 6 tanaman/plot

Jumlah tanaman sampel/plot = 16 tanaman/plot

Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 384 tanaman

Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan

Pengolahan lahan dimulai dengan membersihkan lahan dari gulma dengan

menggunakan cangkul. Kemudian dilakukan penggemburan dengan membolak

balikkan tanah. Setelah itu dibuat petakan sebagai plot dengan ukuran 2 m x 2m

dengan jarak antar plot 50 cm. Jumlah plot sebanyak 24 plot dan terdiri dari 3

ulangan.

Penanaman benih

Penanaman benih dimulai dengan membuat lubang tanam dengan jarak

tanam 30 x 35 cm. Penanaman dilakukan dengan menanam dua benih perlubang

tanam.

Pemupukan

Satu minggu sebelum tanam tiap lubang diberi pupuk kandang sebanyak

250 g/lubang. Pemupukan menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCl sebanyak

(32)

dan pada saat tanaman setelah berumur tiga minggu sedangkan TSP dan KCl

diberikan pada saat penanaman saja (Aldywaridha, 2010).

Penjarangan

Penjarangan dilakukan saat benih telah tumbuh dengan membuang atau

memotong tanaman yang kurang baik pertumbuhannya dan meninggalkan satu

tanaman perlubang tanam.

Pemasangan turus

Pemasangan turus dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu atau

mencapai tinggi 25 cm . Jarak antara turus dan tanaman sekitar 10 cm.

Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan paling sedikit dua kali yakni pada saat tanaman

berumur 14 hari setelah tanam dan 40 hari setelah tanam dengan cara

membersihkan sekitar tanaman menggunakan sabit.

Pembuatan Insektisida Biologi

- Larutan Sirih

Daun sirih dikumpulkan sebanyak mungkin, kemudian dicuci hingga

bersih dari kotoran-kotoran. Daun ditimbang sebanyak 100 gram diblender

dengan air sebanyak 1 liter, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring

(Aldywaridha, 2010).

- Larutan daun Sirsak

Daun sirsak ditimbang sebanyak 250 gram kemudian ditumbuk sampai

halus dan ditambah 1 liter air didiamkan selama 24 jam kemudian disaring

(33)

- Larutan Daun Pepaya

Daun pepaya dihancurkan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak

100 gram dan ditambah 1 liter air kemudian di saring (Nechiyana et al., 2011). - Larutan Akar tuba

Hancurkan 50 gram akar tuba ditambah 1 liter air kemudian didiamkan

selam 3 hari kemudian disaring (Setiawati et al., 2008). - Insektisida B. thuringiensis dan B. bassiana

Ditakar 1 ml B. thuringiensis lalu tambah 1 liter air. Ditimbang 10 gram

B. bassiana lalu tambah 1 liter air.

Aplikasi penyemprotan

Aplikasi insektisida dilakukan dengan penyemprotan ke tanaman dengan

menggunakan hand sprayer/knapsack hingga tanaman sampel basah. Interval

aplikasi larutan 7 hari sekali. Aplikasi masing-masing insektisida dimulai pada

saat tanaman berumur 28 hst hingga 56 hst. Penyemprotan dilakukan pada sore

hari.

Parameter pengamatan

1. Persentase bunga terserang

Pengamatan dilakukan dengan mengutip bunga pada tanaman sampel

kemudian dilihat gejala serangan dengan melihat isi kelopak bunga. Bunga yang

terserang ditandai dengan warna bunga pucat, terdapat lubang-lubang pada

helaian kelopak bunga, terdapat kotoran larva atau terdapat larva di dalamnya.

Pengamatan dilakukan mulai 5 minggu setelah tanam (mst) yang dilakukan sekali

seminggu sebanyak lima kali pengamatan dan dihitung dengan mengunakan

(34)

P = x 100%

P = Persentase bunga terserang ( % )

N = a + b

a = Jumlah buga yang terserang/plot

b = Jumlah bunga yang diamati/plot

(Sastrosiswojo et al. 1993 dalam Tobing et al., 2011).

2. Persentase polong terserang

Pengamatan dilakukan mulai 5 minggu setelah tanam (mst) yang dilakukan

sekali seminggu sebanyak lima kali pengamatan dengan mengutip polong yang

terdapat pada tanaman sampel kemudian melihat bagian polong yang terserang

ditandai dengan adanya bekas gerekan larva berupa lubang-lubang hitam di

permukan polong. Dan dihitung dengan mengunakan rumus sebagai berikut :

P = x 100%

P = Persentase polong terserang ( % )

N = a + b

a = Jumlah polong yang terserang/plot

b = Jumlah polong yang diamati/plot

(Sastrosiswojo et al. 1993 dalam Tobing et al., 2011).

3. Jumlah larva Maruca testulalis Geyer.

Pengamatan dilakukan sekali seminggu mulai 5 minggu setelah tanam

(mst) dilakukan sekali seminggu sebanyak lima kali pengamatan. Pengambilan

sampel menggunakan sampel random sederhana yaitu sampel diambil secara acak

(Nazir, 1983). Sampel yang diamati berupa polong dan bunganya. Bunga dan

a N

(35)

polong yang ada pada tanaman sampel dibelah untuk melihat larva kemudian

dicatat jumlah larva yang ditemukan.

4. Produksi

Hasil produksi diperoleh dengan cara menimbang bobot atau hasil panen

setiap plot perlakuan kemudian dirata-ratakan untuk memperoleh hasil produksi

perplot. Hasil rataan produksi perplot kemudian dikonversikan dalam satuan

ton/ha dengan menggunakan rumus:

Y = x

Dimana:

Y = Produksi (ton/ha)

X = Produksi (kg)

L = Luas plot (m2)

(Sudarsono dan Sujarman, 1981)

X L

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persentase bunga terserang

Dari analisis sidik ragam persentase bunga terserang didapat pada 34, 41,

48 dan 55 hst berpengaruh nyata sedangkan pada 62 hst tidak berpengaruh nyata

(Tabel 1; Lampiran 2-6).

Tabel 1. Pengaruh insektisida biologi terhadap persentase bunga terserang

M. testulalis pada tanaman kacang panjang.

perlakuan Persentase bunga terserang

34 hst 41 hst 48 hst 55 hst 62 hst Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan.

A0: kontrol, A1: daun sirih, A2: daun sirsak, A3: akar tuba, A4: daun pepaya, A5: B. thuringiensis, A6: B. bassiana, A7: Klorantraniliprol. Dari Tabel 1 terihat pada pengamatan 34 hst – 55 hst terjadi perbedaan

yang nyata antar perlakuan. Data ini menunjukkan insektisida biologi mampu

menekan serangan hama M. testulalis. Hal ini disebabkan insektisida yang diaplikasikan ke tubuh larva mengandung senyawa toksik. Senyawa toksik

tersebut akan terdistribusi ke seluruh sel-sel tubuh melalui sistem peredaran darah

serangga (haemolimfa) dan menyebabkan kematian. Mekanisme membunuh M. testulalis ini berbeda-beda tergantung jenis senyawa aktif yang terkandung dalam insektisida.

Pengamatan 34 dan 41 hst menunjukkan perlakuan A2 (daun sirsak) tidak

(37)

48 hst perlakuan A2 (daun sirsak) tidak berbeda nyata dengan

A5 (B. thuringiensis) dan A7 (klorantraniliprol). Sedangkan pada pengamtan 55 hst perlakuan A2 (daun sirsak) tidak berbeda nyata dengan A7 (klorantraniliprol).

Data ini menunjukkan daun sirsak, daun pepaya, B. thuringiensis dan korantraniliprol efektif mengendalikan M. testulalis. Kandungan senyawa squamosin dan asimisin yang terkandung dalam daun sirsak serta senyawa

alkaloid dalam daun pepaya efektif mengendalikan M. testulalis. Pada entomopatogen B. thuringiensis menghasilkan kristal protein bersifat insektisidal yang dapat mengganggu keseimbangan osmotik sel pada larva. Sedangkan

insektisida kimia klorantraniliprol efektif mengendalikan M. tetuslalis karena bersifat sebagai racun perut dan racun kontak. Hal ini sejalan dengan Ningsih et al. (2012) daun sirsak diketahui dapat meningkatkan mortalitas hama karena memiliki senyawa squamosin dan asimisin. Kurnia et al. (2012) menyatakan daun pepaya mengandung alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosid dan saponin.

Hofte dan Whiteley (1989) meyatakan B. thuringiensis mengandung kristal protein bersifat protoksin yang jika larut dalam pencernaan serangga akan menjadi

polipeptida pendek yang bersifat toksin. Djojosumarto (2008) yang menyatakan

insektisida klorantraniliprol masuk ke dalam senyawa antranilik diamida yang

bersifat sebagai racun perut dan racun kontak.

Dari pengamatan pertama (34 hst) pada perlakuan daun sirsak (A2) tidak

menunjukkan adanya serangan M. testulalis dengan perentase bunga terserang 0,00 % kemudian serangan meningkat pada pengamatan 41 dan 48 hst menjadi

3,03 % dan kembali turun hingga akhir pengamatan (62 hst) menjadi 0,00 %.

(38)

nyata dengan klorantraniliprol (A7) namun persentasenya lebih rendah dibanding

perlakuan insektisida kimia klorantraniliprol (A7). Hal ini menunjukkan daun

sirsak dapat digunakan sebagai alternatif pegganti insektisida pengendali hama M. testulalis yang memiliki kelebihan diantaranya lebih ramah lingkungan dibanding insektisida kimia. Seperti kita ketahui insektisida kimia mengakibatkan dampak

negatif baik terhadap perkembangan hama, hewan, manusia dan lingkungan.

Runia (2008) yang menyatakan penggunaan insektisida kimia menyebabkan

kerugian antara lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-produk

pertanian, pencemaran pada lingkungan, penurunan produktivitas, dan keracunan

pada hewan dan manusia

2. Persentase polong terserang

Dari hasil analisis sidik ragam pengaruh insektisida biologi terhadap

persentase polong terserang pada 34 hst, 41 hst, 48 hst dan 62 hst tidak

berpengaruh nyata. Hanya pada 55 hst terdapat pengaruh yang nyata (Tabel 2;

Lampiran 7-11). Hal ini dapat di sebabkan persentase serangan 34, 41, 48 dan 62

hst masih sangat kecil yaitu 0,00 %-13,40 % sedangkan persentase serangan pada

55 hst mencapai 19,83%. Rendahnya serangan dapat disebabkan polong yang

terbentuk masih sedikit atau larva lebih banyak menyerang bagian bunga daripada

polong.

Dari tabel 2 pengamatan 55 hst terlihat insektisida biologi yang paling

efektif adalah daun sirsak (A2) (0,00 %) tidak berbeda nyata dengan daun pepaya

(A4) (3,03 %) dan Klorantraniliprol (A7) (0,00 %). Selain squamosin dan asimisin

daun sirsak juga mengandung tanin yang dapat memblokir ketersediaan protein

(39)

penolak (repellent) dapat menekan serangan M. testulalis.Pabbage dan Tenrirawe (2007) mengatakan daun sirsak mengandung tanin yang dapat memblokir

ketersediaan protein dengan membentuk suatu senyawa yang dapat menghambat

enzim pada saluran pencernaan sehingga akan merobek pencernaan serangga dan

menimbulkan kematian. Setiawati et al. (2008) menyatakan pepaya bersifat sebagai insektisida, rodentisida dan zat penolak (reppelent).

Tabel 2. Pengaruh insektisida biologi terhadap persentase polong terserang

M. testulalis Geyer. pada tanaman kacang panjang.

Perlakuan Persentase polong terserang

34 hst 41 hst 48 hst 55 hst 62 hst Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan.

A0:kontrol, A1:daun sirih, A2:daun sirsak,A3:akar tuba, A4:daun pepaya, A5: B. thuringiensis, A6: B. bassiana, A7: Klorantraniliprol.

Perlakuan A3 (akar tuba 50 g/l) dan A6 (B. bassiana 10 g/l) tidak berbeda nyata dengan A0 (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan akar tuba

dan B. bassiana kurang efektif untuk mengendalikan hama M. testulalis. Hal ini disebabkan akar tuba mengandung rotenon dan bersifat sebagai racun kontak yang

memiliki daya kerja lambat dan mudah terdegradasi. Sedangkan kemampuan

B. bassiana untuk mengendalikan M. testulalis telah menurun terlihat dari persentase serangan yang cukup tinggi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh

(40)

(2011) menyatakan akar tuba mengandung rotenon yang memiliki daya kerja

lambat dan mudah terdegradasi oleh sinar matahari dan udara. Thalib et al. (2012) menyatakan virulensi bioinsektisida B. bassiana yang disimpan lebih dari 2 bulan akan menurun karena nutrisi dalam media banyak digunakan untuk memproduksi

konidia sehingga cendawan kehabisan cadangan nutrisi.

Dilihat dari Tabel 1 dan 2 persentase bunga terserang lebih tinggi

dibanding persentase polong terserang. Hal ini membuktikan larva lebih banyak

ditemukan pada bunga sehingga persentase serangannya lebih tinggi daripada

persentase serangan pada polong. Aldywaridha (2010) menyatakan larva

M. testulalis pada stadia muda lebih menyukai bagian bunga dan jumlah larva yang masih hidup lebih banyak menempati bagian bunga dibanding pada bagian

daun dan polong.

Larva lebih banyak yang ditemukan pada bunga disebabkan imago

M. testulalis Geyer lebih suka melakukan peletakan telur dipermukaan bunga karena warnanya lebih mencolok sehingga larva muda banyak ditemukan pada

bunga biarpun imago juga meletakkan telur di daun, tunas muda dan polong. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Wijayanti et al. (2009) yang menyatakan imago betina lebih banyak meletakkan telurnya dipermukaan bunga karena tertarik pada

bunga yang berwarna cerah dan permukaan tanaman yang berbulu lebat sebagai

tempat meletakkan telur.

3. Jumlah Larva

Dari hasil sidik ragam parameter jumlah larva didapat pada 34, 41, 48 dan

55 hst berpengaruh nyata sedangkan pada 62 hst tidak berpengaruh nyata

(41)

Tabel 3. Pengaruh insektisida biologi terhadap jumlah larva plot M. testulalis /plot pada tanaman kacang panjang.

Perlakuan Jumlah larva (ekor)

34 hst 41 hst 48 hst 55 hst 62 hst Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan.

A0: kontrol, A1: daun sirih, A2: daun sirsak, A3: akar tuba, A4: daun pepaya, A5: B. thuringiensis, A6: B. bassiana, A7: Klorantraniliprol. Pada pengamatan 34 hst perlakuan A2 (daun sirsak) berbeda nyata terhadap

seluruh perlakuan. Sedangkan pada pengamatan 41 dan 48 hst perlakuan A2 (daun

sirsak) tidak berbeda nyata dengan A7 (klorantraniliprol) dan berbeda nyata

dengan perakuan lainnya (A0, A1, A3, A4, A5 dan A6). Dari data ini

menunjukkan daun sirsak efektif mengurangi populasi larva M. testulalis. Hal ini disebabkan senyawa alelokimia yang terkandung dalam daun sirsak mampu

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan larva karena bersifat sebagai

racun kontak, repellent dan antifeedant. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Setiawati et al. (2008) larutan daun sirsak bersifat sebagai insektisida, racun kontak, penolak (repellent) dan penghambat makan (antifeedant).

Pada pengamatan 55 hst semua perlakuan berbeda nyata dengan kontrol.

Hal ini menunjukkan semua jenis insektisida mampu mengurangi jumlah larva

M. testulalis. Perlakuan yang paling efektif adalah A2 (daun sirsak 250 g/l) tidak berbeda nyata dengan A7 (klorantraniliprol) dengan rataan jumlah larva 0,00.

(42)

berbeda nyata dengan A5 (B. thuringiensis 1 ml/l) (3,00) dan A6 (B. bassiana 10 gram/l) (2,67). Hal ini dapat disebabkan karena konsentrasi yang digunakan pada

perlakuan daun sirsak paling tinggi sedangkan konsentrasi yang digunakan pada

akar tuba paling rendah diantara pestisida nabati lainnya. Semakin tinggi

konsentrasi yang digunakan pada pestisida nabati maka senyawa toksik di dalam

bahan insektisida juga semakin tinggi. Sebaliknya konsentrasi yang terlalu rendah

menyebabkan senyawa toksik yang terkandung dalam insektisida tidak dapat

dikenali hama sehingga efektifitasnya menjadi rendah. Sedangkan keefektifan dari

entomopatogen B. thuringiensis dan B. bassiana telah menurun sehingga kematian larva M. testulalis rendah. Penurunan ini dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu, kelembaban dan cahaya matahari. Ningsih et al. (2010) menyatakan semakin tinggi konsentrasi senyawa bahan biopestisida maka

semakin tinggi pula mortalitas hama. Dari hasil penelitian Ambarningrum et al.

(2012) konsentrasi ekstrak yang terlalu rendah menyebabkan keberadaan ekstrak

tidak dikenali oleh reseptor yang terdapat pada membran dendrite dari sensila

yang mampu mengenali keberadaan senyawa di dalamya. Susanto (2007)

menyatakan viabilitas entomopatogen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

suhu, kelembapan, pH, radiasi sinar matahari, nutrisi dan zat kimia seperti

pestisida.

Insektisida nabati larutan daun sirsak ternyata mampu menekan polulasi

larva selain penggunaan insektisida kimia klorantraniliprol. Insektisida nabati

dapat dimanfaatkan sebagai insektisida pengendali hama karena memiliki banyak

kelebihan diantaranya mudah diperoleh, murah dan ramah lingkungan. Nechiyana

(43)

aman dalam penggunaannya dan ekonomis. Serta menurut Sukrasno (2003)

kelebihan utama penggunaan insektisida alami adalah mudah terurai atau atau

tergradasi secara cepat.

4. Produksi

Berdasarkan hasil sidik ragam pengaruh insektisida biologi terhadap

produksi berpengaruh sangat nyata terhadap produksi (lampiran 17). Data

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh insektisida biologi terhadap produksi polong/plot Perlakuan Produksi

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak Duncan.

A0:kontrol, A1:daun sirih, A2:daun sirsak,A3:akar tuba, A4:daun pepaya, A5: B. thuringiensis, A6: B. bassiana, A7: Klorantraniliprol

Dari tabel 4 dilihat bahwa perlakuan yang paling efektif terhadap produksi

terdapat pada perlakuan A2 yaitu sebesar 4,49 kg/plot tidak berbeda nyata

terhadap A7 (klorantraniliprol) yaitu 4,09 kg/plot. Tingginya produksi ini sejalan

dengan persentase serangan bunga, polong dan jumlah larva yang rendah.

Semakin rendah persentase serangan maka produksi semakin tinggi. Hal ini

disebabkan larva yang menyerang pada bunga akan mengganggu penyerbukan

bahkan menyebabkan bunga menjadi gugur. Sementara itu larva yang menyerang

(44)

gerekan larva. Hal ini sesuai dengan literatur dari Parker et al. (1995) yang menyatakan gejala serangan penggerek polong pada bunga menyebabkan bunga

akan mengalami kerusakan, bunga tidak berproduksi dengan baik dan polong juga

mengalami penurunan produksi. Polong berlubang dan bebercak kecil berwarna

gelap.

Perlakuan A3 tidak berbeda nyata terhadap A1 (daun sirih), A4 (daun

pepaya), A5 (B. thuringiensis) dan A6 (B. bassiana). Perlakuan A3 menunjukkan perlakuan yang kurang efektif terhadap produksi karena memiliki produksi paling

rendah dari seluruh perlakuan. Rendahnya produksi ini bisa disebabkan

konsentrasi yang digunakan pada perlakuan A3 lebih sedikit daripada perlakuan

nabati lainya, sehingga senyawa toksik di dalamnya kurang mampu membunuh

hama apalagi senyawa rotenon yang terdapat di dalam akar tuba bekerja lambat

dan mudah terdegradasi oleh sinar matahari. Akibatnya jumlah larva cukup tinggi

dan menyebabkan perentase serangan meningkat dan menghasilkan produksi

cukup rendah.

Perlakuan larutan A2 (daun sirsak) mampu melebihi produksi A7

(klorantraniliprol). Hal ini kembali membuktikan bahwa insektisida nabati dapat

dipertimbangkan sebagai alternatif insektisida pengendali hama selain insektisida

kimia. Dimana kita ketahui penggunaan insektisida kimia telah memberikan

dampak negatif terutama bagi lingkungan oleh karena itu dperlukan bahan

pembasmi hama lain yang tidak berbahaya bagi lingkungan, tidak berpengaruh

terhadap fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya dan

aman bagi manusia salah satunya dengan menggunakan pestisida yang berasal

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Larutan daun sirsak adalah insektisida yang paling efektif untuk

mengendalikan M. testulalis Geyer.

2. Persentase bunga terserang lebih tinggi daripada persentase polong terserang.

3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan daun sirsak yaitu 4,49 kg/ton

disusul dengan klorantraniliprol 4,09 kg/plot, daun sirih 2,93 kg/plot, B. thuringiensis 2,89 kg/plot, daun pepaya 2,79 kg/plot, B. bassiana 2,78 kg/plot, akar tuba 2,44 kg/plot dan kontrol 2,22 kg/plot.

Saran

Sebaiknya petani mengurangi penggunaan insektisida kimia dan beralih

menggunakan insektisida yang lebih alami dan aman bagi lingkungan seperti

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Afiat M. 2009. Pengaruh Tanaman Penutup Tanah terhadap Serangan Penggerek Polong Maruca vitrata (F) (Lepidoptera;Pyralidae) serta Hasil Panen pada Pertanaman Kacang Panjang. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi.

Aldywaridha. 2010. Uji Efektifitas Insektisida Botani terhadap Hama

Maruca testulalis (Geyer) (Lepidoptera;Pyralidae) pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis). Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Vol.3 No.2 ISSN : 1979 – 5408.

Ambarningrum T B E A Setiyowati & P Susatyo. 2012. Aktivitas Anti Makan Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata L.) dan Pengaruhnya terhadap Indeks Nutrisi serta Terhadap Struktur Membran Peritrofik Larva Instar

V Spodoptera Litura F. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525Vol. 12. No. 2: 169 – 176.

Baghwat V R T G Shanower & M A Ghaffar. 1998. Ovipotional Preference of

Maruca (testulalis) vitrata (Geyer) (Lepidoptera:Pyralidae) in- Short duration of Pigeonpea. International Crops Research for Semi-Arid Tropics (ICRSAT). Paradesh, India.

Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Buletin Agrobio 5(1): 21- 28.

BB2TP. 2013. Teknik yang Tepat Menentukan Keberhasilan Bio-Insektisida Dalam Pengendalian Pbko (Penggerek Buah Kopi). Ambon.

Dewi I R. 2007. Prospek Insektisida yang berasal dari Tumbuhan untuk Menanggulangi Organisme Pengganggu Tanaman. Program Pasca SarjanaUniversitas Padjadjaran. Bandung. Tesis.

Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan. 1994. Pedoman Pengenalan Pestisida Botani. Direktorat Jendral Tanaman Perkebunan, Departemen Pertanian jakarta. 85 hlm.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Djunaedy A. 2009. Biopestisida sebagai Pengendali Organisme Pengganggu

(47)

Hasio T H. 1985. Feeding behavior. Comprehensive Insect Physiology Biochemistry and Pharmacology. Pergamon Press, Oxford.

Hofte H & H R Whiteley. 1989. Insecticidal Crystal Proteins of Bacillus thuringiensis. Microbiol. Rev. 53:42-255.

Kalshoven L G E.1981. Pest of Crop in Indonesia. Revised and Translate by P. A. V. D. Laan. PT Ichtiar Baru Van Heve. Jakarta.

Kurnia S I Kismiayati & Kusnoto. 2012. Lama Perendaman Ikan Komet (Cassius auratusauratus) dalam Perasan Daun Pepaya (Carica papaya) sebagai Pengendali Argullus Control, Universitas Airlangga. Skripsi.

Kuswanto N E Basuki & Rejeki. 2006. Uji Adaptasi Kacang panjang (Vigna sesquopedalis L. Friwith) Galur UNIBRAW. Universitas

Brawijaya Gresik. Vol. XVIII (2): 103-117.

Maruli A D N., Santi & E Naria. 2012. Analisa Kadar Residu Insektisida Golongan Organofosfat pada Kubis (Brassica oleracea) setelah Pencucian dan Pemasakan di Desa Dolat Rakyat Kabupaten Karo Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi.

Nazir M. 1983. Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia.

Nechiyana A Sutiko & D Salbiah. 2011. Penggunaan Ekstrak Daun Pepaya

(Carica papaya L.) untuk Mengendalikan Hama Kutu Daun (Aphis gossypi Glover.) pada Tanaman cabai (Capsicum annum L.).

Universitas Riau. Riau. Skripsi.

Ningsih D H Sucipto & C Wasonowati. 2012. Efektifitas Daun Sirsak (Annona muricta L) Sebagai Biopestisida Terhadap Hama Thrips pada Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L). Fakultas Trunojoyo, Madura.

Pabbage dan Tenrirawe. 2007. Pengendalian Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis G.) dengan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI VXIII Komda Sul-Sel 2007.

Parker B L N S Talekar & M Skinner. 1995. Bean Pod Borer. Insect Pest of Seected Vegetables in Tropical and Subtropical Asia.

Patty J A. 2011. Pengujian Beberapa Jenis Insektisida Nabati terhadap Kumbang Sitophylus Oryzae L pada Beras. Universitas Pattimura, Ambon. Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1.

(48)

Di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang. Skripsi.

Salaki C L. 2009. Eksplorasi Isolat Bacillus Thuringiensis Endogen Indonesia yang Bersifat Patogen terhadap Hama Crocidolomia Binotalis Zell. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Skripsi.

Sostromarsono S. 1990. Peranan sumber hayati dan pengelolaan serangga dan tungau hama.Seminar Pengelolaan Hama dan Tungau dengan sumber hayati. Bandung. 20 hal.

Setiawati W R Murtiningsih N Gunaeni & T Rubiati. 2008. Tumbuhan Bahan Pestsida Nabati Cara Pembuatannya untuk Mengendalikan Organisme Pengganngu Tanaman. Balai Sayuran Lembang, Bandung Barat.

Simanjuntak F Maimunah Z Noer & H Zahara. 2007. Pemanfaatan Daun Sirsak dan Berbagai Jenis Umpan untuk Mengendalikan Hama Rayap di Laboratorium. Balai Besar Karantina, Belawan.

Sudarsono T & T Sujarman. 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani. Dinas Pendidikan Penyuluhan Pertanian, Jakarta.

Sukrasno. 2003. Mimba Tanaman Obat Multi Fungsi, Agromedia Pustaka, 67 halaman.

Sonune V R R K Bharodia D M Jethva & S E Gaikwad. 2010. Life Cycle of Spotted Pod Borer, Maruca testulalis (Geyer) on Blackgram. Department

of Entomology. Junagadh Agricultural University, India. Vol : 33, Issue : 1

Sureja B V B G Pachani & A V Khanpara. 2010. Biology of Spotted Pod Borer, (Maruca testulalis Geyer) on Cowpea. University of Junagadh. Gujrat, India. Research Journal of Agricultural Sciences1(4): 477-478.

Susanto H. 2007. Pengaruh Insektisida Nabati terhadap Viabilitas Jamur Entomopatogen. Beauveria Bassiana Bals. Universitas Islam Negeri Malang. Malang. Skripsi.

Thalib R E H Salamah Khodijah D Meidalima T Thamrin C Irsan & S Herlinda. 2012. Lama Penyimpanan dan Keefektifan Bioinsektisida dari Jamur Entomopatogen terhadap Larva Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga Incertulas). Universitas Sriwijaya, Palembang. Prosiding Insinas: 282.

(49)

Bunga. USU, Medan. Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia Universitas Padjajaran. Prosiding.

Widyawati A. 2012. Kepekaan Larva Crocidolomia Pavonana Asal Cianjur, Jawa Barat, terhadap Tiga Jenis Insektisida. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi.

Wijayanti R Y V & E L R Zaky. 2009. Kemampuan Hidup penggerek Polong

(50)
(51)

Lampiran 2. Data persentase bunga terserang 34 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

(52)

Uji Jarak Duncan

Lampiran 8. Data persentase bunga terserang 41 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

(53)

Daftar sidik ragam data transformasi

Lampiran 9. Data persentase serangan bunga terserang 48 hst

(54)

Data Transformasi Arc Sin √serangan

(55)

Lampiran 10. Data persentase bunga terserang 55 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III Daftar sidik ragam data transformasi

(56)

Uji Jarak Duncan

Lampiran 11. Data persentase bunga terserang 62 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

(57)

Daftar sidik ragam data transformasi

SK Db JK KT F.hit F.0,05 F.0,01 Blok 2.00 388.15 194.07 0.78 3.74 6.51 tn Perlakuan 7.00 644.95 92.14 0.37 2.77 4.28 tn Galat 14.00 3471.29 247.95

Total 23.00 4504.39

FK = 7663.99 tn = Tidak Nyata KK = 88.12 * = Nyata

(58)

Lampiran 7. Data persentase polong terserang 34 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(59)

Lampiran 3. Data persentase polong terserang 41hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(60)

Lampiran 4. Data persentase polong terserang 48 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(61)

Lampiran 5. Data persentase polong terserang 55 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(62)

Sy 2,60 -7,88 -8,27 -5,47 0,74 0,94 3,61 3,86 10,94

Lampiran 6. Data persentase polong terserang 62 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Data Transformasi Arc Sin √serangan

(63)

Daftar sidik ragam data transformasi

SK Db JK KT F.hit F.0,05 F.0,01

Blok 2,00 25,68 12,84 0,12 3,74 6,51 tn Perlakuan 7,00 528,40 75,49 0,72 2,77 4,28 tn Galat 14,00 1466,59 104,76

Total 23,00 2020,67

FK = 2838,74 tn = Tidak Nyata KK = 0,94 * = Nyata

(64)

Lampiran 12. Data jumlah larva 34 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

(65)

Lampiran 13. Data jumlah larva 41 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

(66)

Uji Jarak Duncan

Lampiran 14. Data jumlah larva 48 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

(67)

Uji Jarak Duncan

Lampiran 15. Data jumlah larva 55 hst

(68)

Data Transformasi √x +0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(69)

Lampiran 16. Data jumlah larva 62 hst

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(70)

Lampiran 17. Data produksi

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

Daftar sidik ragam data transformasi

(71)

Uji Jarak Duncan

Sy 0,21 1,57 1,77 2,08 2,09 2,18 2,21 3,37 3,77 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 SSR 3,03 3,18 3,27 3,33 3,37 3,39 3,41 3,42 LSR 0,64 0,67 0,69 0,71 0,71 0,72 0,72 0,72

Perlakuan A0 A3 A6 A4 A5 A1 A7 A2 Rataan 2,22 2,44 2,78 2,79 2,89 2,93 4,09 4,49

a

b

c

(72)

Lampiran 18

(73)

a. Polong sehat b. Polong terserang

(74)
(75)

DESKRIPSI KACANG PANJANG VARIETAS

: tahan terhadap Gemini virus / Mungbean Yellow Mosaic India Virus (MYMIV)

Daya simpan polong pada

Penciri utama : warna kelopak bunga ungu kehijauan, warna paruh polong hijau, biji coklat dengan ujung putih

(76)

Yellow Mosaic India Virus (MYMIV) Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran rendah

Gambar

Gambar 1: Larva Maruca testulalis Geyer.
Gambar 2:Pupa Maruca testulalis Geyer.
Gambar 3: Imago Maruca testulalis Geyer.
Gambar 6: Akar Tuba (Derris eliptica) Sumber : Koleksi pribadi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam skripsi ini membahas mengenai sifat-sifat komplemen graf fuzzy yaitu dua graf fuzzy isomorfik jika dan hanya jika komplemennya isomorfik dan jika ada

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan data pendukung (Profil MIN 12 Bandar Lampung) yang dilakukan peneliti di Madrasah Ibtidayah Negeri 12

di lapangan karena dapat mengurangi populasi lalat buah adapun saran dari penelitian ini untuk mengendalikan lalat buah pada tanaman jambu biji lebih baik

Hal ini di dukung dengan hasil temuan di lapangan bahwa pada jenis perangkap yang digunakan yakni E1 (pala) dapat memerangkap dua jenis lalat buah yaitu Bactrocera

Imago yang muncul kemudian dimasukkan kedalam botol pembunuh (killing jar) yang berisi tissu dan etil asetat. Spesimen ditempatkan dibawah mikroskop untuk diperiksa

Rendahnya jumlah imago yang didapat karena sulitnya mencari buah yang terserang dalam kondisi sudah terdapat larva, hal ini kemungkinan karena telah dilakukannya pengendalian

Kewajiban-kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya diatur pada Pasal 16 UUJN, yaitu bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

Juragan merupakan kumpulan yang terlibat secara langsung dengan aktiviti pengeluaran ikan, pemilik alat pengeluaran, mempunyai modal yang besar dan menggunakan teknologi