• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI SISTEM RANTAI NILAI KOPI ROBUSTA INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI SISTEM RANTAI NILAI KOPI ROBUSTA INDONESIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI SISTEM RANTAI NILAI KOPI ROBUSTA INDONESIA Oleh

Harly Istika Ogtasari1, Bustanul Arifin2, dan Hurip Santoso2

Kopi masih merupakan komoditas ekspor utama Indonesia, tetapi saat ini menghadapi keadaan yang kurang menguntungkan bagi petani dan 80 persen dari total produksi kopi Indonesia adalah kopi Robusta. Perbedaan harga yang tinggi antara harga kopi di dalam negeri dengan harga kopi di Negara pengimpor utama kopi Robusta Indonesia

menyebabkan rente ekonomi yang kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)

Menganalisis struktur pasar sistem rantai nilai kopi Indonesia; (2) Menganalisis pengaruh harga kopi global terhadap ekonomi kopi Robusta Indonesia; dan (3) Menganalisis integrasi pasar kopi regional.

Penelitian ini melingkupi Propinsi Lampung dan beberapa daerah utama penghasil kopi Robusta di Indonesia. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2010 di dinas-dinas terkait seperti AEKI, Kementrian Perdagangan RI, BPS, Bappebti, ICO dan dinas terkait lainnya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif (deskriptif) dan analisis kuantitatif (statistik) yaitu VAR dan VECM.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Struktur pasar sistem rantai nilai kopi Indonesia adalah terintegrasi secara spasial dan vertikal. Adanya hubungan saling mempengaruhi antara harga kopi Indonesia dan harga kopi Propinsi Lampung. Integrasi vertikal juga terjadi antara harga kopi Indonesia dengan harga kopi Indikator harga ICO, harga kopi London dan harga kopi di pasar New York. Kenaikan harga sebesar 1 persen di harga Indikator ICO, London dan New York akan mempengaruhi harga kopi Indonesia sebesar 0,006 persen, 0,013, dan 0,028 persen.; (2) Harga Kopi Global khususnya di Negara Amerika dan Italia, kenaikan 1 persen atas harga di Amerika dan Italia akan mempengaruhi harga di Indonesia sebesar 0,939 persen dan 0,130 persen. sedangkan untuk harga kopi di Jepang tidak mempengaruhi harga kopi Robusta Indonesia. Hasil uji elastisitas transmisi harga antara harga antara Indonesia dan Amerika, Jepang serta Italia menunjukkan hasil sebesar 0,47785 (Et < 1) yang menunjukkan bahwa pasar yang dihadapi adalah bersaing tidak sempurna atau tidak (belum) efisien; dan (3) Hasil analisis integrasi pasar regional menunjukkan adanya kointegrasi antara harga kopi Robusta Indonesia dan harga kopi Robusta Propinsi Lampung dengan nilai R2 sebesar 0,5936 atau 59,36 persen yang berarti harga kopi Robusta Propinsi Lampung mampu menjelaskan harga Kopi Indonesia sebesar 59,36 % dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dianalisis.

Keterangan : 1

(Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian) 2

(Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian)

ABSTRACT

(2)

By

Harly Istika Ogtasari1, Bustanul Arifin2, dan Hurip Santoso2

Coffee is still the main export commodities of Indonesia, but now it face circumstances that are less profitable for farmers and 80 percent of Indonesia's coffee production is Robusta coffee. The big difference price between the price of coffee within the country and the price of coffee of importing countries main Indonesian Robusta coffee causes a complex economic rents. This study aims to: (1) analyze the market structure of

Indonesian coffee value chain system, (2) to analyze the influence of international coffee prices over the Indonesia’s economy Robusta coffee, and (3) to analyze the integration of regional coffee market.

This research covers several areas of Lampung Province and the main produces of Robusta coffee in Indonesia. Data were collected in July 2010 in the related agencies such as AEKI, Ministry of Trade of Indonesia, BPS, Bappebti, ICO and other related agencies. The analysis used in this study is qualitative and quantitative analysis, i.e. VAR and VECM.

The results showed that: (1) Market structure of Indonesian coffee value chain systems are integrated spatially and vertically. The existence of mutually influencing relationship between the price of Indonesian coffee and prices in Lampung Province. Vertical

integration also occurs among the price of Indonesian coffee with ICO indicator price, London and New York price. One percent increase of ICO indicator price, London and New York will affect the price of coffee in Indonesia as such as 0.006 percent, 0.013, and 0.028 percent., (2) Global coffee prices, especially in the United States and Italy, the increase of 1 percent above prices in the United and Italy will affect the price in

Indonesia amounted to 0.939 percent and 0.130 percent. while for price of coffee in Japan not influence the price of Indonesian Robusta coffee. The test results between the price elasticity of price transmission between Indonesia and the United States, Japan and Italy showing the results of 0.47785 (Et <1) which indicates that the market is inefficient, and (3) The analysis of integration regional markets indicate co-integration between the price of Indonesian Robusta coffee and Robusta coffee prices Lampung province with R2 values of 0.5936, or 59.36 percent, which means the price of Robusta coffee in

Lampung Province is able to explain the price of Indonesian Coffee at 59.36% and the rest is influenced by variables others.

(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari Hasil Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Struktur pasar sistem rantai nilai kopi Indonesia adalah terintegrasi secara

spasial dan vertikal. Adanya hubungan saling mempengaruhi antara harga kopi

Indonesia dan harga kopi Propinsi Lampung mengindikasikan adanya hubungan

jangka panjang antar harga tersebut. Integrasi vertikal juga terjadi antara harga

kopi Indonesia dengan harga kopi Indikator ICO, harga kopi London dan harga

kopi di pasar New York. Kenaikan harga sebesar 1 persen di harga Indikator

ICO, London dan New York akan mempengaruhi harga kopi Indonesia sebesar

0,006 persen, 0,013, dan 0,028 persen.

2. Harga Kopi Global khususnya harga di Negara tujuan utama ekspor kopi

Robusta Indonesia seperti Amerika, dan Italia memiliki pengaruh terhadap

perkembangan harga kopi Robusta di Indonesia, sedangkan untuk harga kopi di

Jepang tidak mempengaruhi harga kopi Robusta Indonesia. Berdasarkan hasil

Uji yang telah dilakukan, kenaikan 1 persen atas harga di Amerika dan Italia

akan mempengaruhi harga di Indonesia sebesar 0,939 persen dan 0,130 persen.

Hasil uji elastisitas transmisi harga antara harga antara Indonesia dan Amerika,

Jepang serta Italia menunjukkan hasil sebesar 0,47785 (Et < 1) yang

(4)

dibandingkan dengan laju perubahan harga di tingkat produsen. Keadaan ini

menggambarkan bahwa pasar yang dihadapi adalah bersaing tidak sempurna,

dengan kata lain sistem pemasaran yang berlangsung tidak (belum) efisien.

3. Hasil analisis integrasi pasar regional menunjukkan adanya kointegrasi antara

harga kopi Robusta Indonesia dan harga kopi Robusta Propinsi Lampung dengan

nilai R2 sebesar 0,5936 atau 59,36 persen yang berarti harga kopi Robusta Propinsi Lampung mampu menjelaskan harga Kopi Indonesia sebesar 59,36 %

dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dianalisis. Hal ini juga

menunjukkan dalam jangka panjang akan terjadi keseimbangan atau kestabilan

antara harga kopi Robusta Indonesia dan harga kopi Robusta Propinsi Lampung

yang diamati.

B. SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini

adalah :

1. Bagi petani hendaknya petani mampu meningkatkan mutu kopi Robusta yang

dihasilkan guna memnarik minat pasar dan mempertahankan pangsa pasar nya.

Selain itu para petani hendaknya memiliki pengetahuan dan informasi yang

cukup mengenai harga yang berlaku di pasar kopi baik domestik maupun ekspor,

agak rantai nilai kopi Robusta Indonesia dapat berjalan lebih efisien.

2. Bagi para eksportir hendaknya dapat lebih transparan dalam memaparkan harga

(5)

3. Bagi instansi terkait hendaknya ada penetapan harga dasar kopi Robusta di

Indonesia guna melindungi Petani dari permainan harga para pedagang dan

dalam penyajian data-data terkait dapat lebih lengkap.

4. Bagi peneliti lain, hendaknya penelitian ini dapat dilanjutkan kembali dengan

menambah wilayah penelitian untuk harga kopi di beberapa derah di Indonesia

(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian.

Pertumbuhan sektor pertanian yang positif dan terjaga konsistensinya akan

berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu

subsektor pertanian yang cukup penting dan menjadi bukti nyata akan kekayaan alam

Indonesia adalah subsektor perkebunan yang hingga saat ini masih menjadi sumber

penghidupan bagi sebagian penduduk Indonesia yang bermata pencaharian sebagai

petani.

Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, komoditi kopi memegang peranan

penting dalam menunjang perekonomiannya, baik sebagai penghasil devisa maupun

sebagai mata pencaharian rakyat. Kopi adalah salah satu komoditas perkebunan yang

cukup penting dan masih diperhitungkan di Indonesia. Volume ekspor kopi yang

cukup tinggi menjadikan Indonesia sebagai Negara penghasil kopi terbesar keempat

di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Meskipun luas areal kopi Indonesia

menduduki posisi kedua, nilai produksinya justru lebih rendah bila dibandingkan

dengan Negara Vietnam dan Colombia. Posisi kopi Indonesia bila dibandingkan

dengan Negara-negara produsen utama dunia dapat dilihat pada Tabel 1.

(7)

Tahun Brazil Indonesia Colombia Vietnam Ethiopia India Mexico 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1.114.620 1.426.020 1.776.720 1.494.540 1.648.080 1.504.260 1.708.080 1.682.640 1.816.620 336.840 310.380 256.800 289.260 349.320 407.700 286.200 265.080 340.020 566.220 637.500 628.680 609.240 660.300 645.060 670.620 693.420 522.960 876.360 717.960 693.300 869.820 839.640 787.320 1.085.400 946.440 1.043.160 85.080 116.340 136.620 142.440 157.200 162.120 166.200 168.360 112.080 222.300 206.460 214.020 229.560 167.400 204.600 203.640 203.340 177.000 218.220 173.580 153.720 145.380 114.420 150.480 173.580 153.300 166.500

Sumber : ICO, 2009

Berdasarkan data Tabel 1 terlihat bahwa Indonesia sempat mengalami kenaikan

jumlah ekspor pada tahun 2005 senilai 407.700 ribu ton dan kemudian menurun

mencapai 286.200 ribu ton. Penurunan total ekspor Indonesia disebabkan oleh

berbagai factor antara lain adalah penurunan produksi kopi dalam negeri karena

konservasi lahan perkebun kopi.

Komoditas kopi mempunyai peran penting baik sebagai sumber devisa maupun

sebagai penunjang perekonomian rakyat. Pada tahun 2000 luas tanaman perkebunan

besar kopi di Indonesia adalah 63.200 ribu hektar dan berfluktuasi setiap tahunnya

hingga mengalami penurunan menjadi 52.500 ribu hektar pada tahun 2008. Luas

tanaman perkebunan besar menurut jenis tanaman di Indonesia dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman di Indonesia (Juta Ha)

Tahun Karet 1) Minyak

(8)

2000 549,0 2991,3 157,8 63,2 90,0 1,3 388,5 5,2 2001 506,6 3152,4 158,6 62,5 83,3 1,2 393,9 5,3 2002 492,9 3258,6 145,8 58,2 84,4 1,2 375,2 5,4 2003 517,6 3429,2 145,7 57,4 83,3 3,3 340,3 5,2 2004 514,4 3496,7 87,7 52,6 83,3 3,2 344,8 3,3 2005 512,4 3593,4 85,9 52,9 81,7 3,1 381,8 4,8 2006 513,2 3748,5 101,2 53,6 78,4 3,1 396,4 5,1 2007 514,0 4101,7 106,5 52,5 77,6 3,0 427,8 5,8 2008* 526,2 4117,5 108,9 52,5 75,2 3,0 442,2 5,8

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008

Keterangan:

1) Luas areal untuk tanaman tahunan adalah areal yang ditanami di akhir tahun 2) Luas areal untuk tanaman musiman adalah luas panen kumulatif bulanan area. *) Angka Sementara

Perkebunan kopi Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan total areal

1,06 juta Ha atau 94,14%, sementara areal perkebunan besar negara dan perkebunan

besar swasta masing-masing seluas 393 ribu ha (3,48%) dan 268 ribu ha (2,38%).

Areal perkebunan rakyat tersebut dikelola oleh sekitar 2,12 juta kepala keluarga

petani (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2001). Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa perkebunan kopi paling tidak telah menyediakan kesempatan

kerja kepada lebih dari 2 juta kepala keluarga petani dan ratusan ribu kesempatan

kerja di perkebunan besar, pedagang pengumpul hingga eksportir. Disamping itu

juga tercipta kesempatan kerja pada industri hilir kopi dan pedagang hasil olahan

kopi.

B. Identifikasi Masalah

Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, Tanaman kopi masuk ke Indonesia

(9)

kawasan Eropa. Tanaman kopi tersebut adalah jenis kopi Arabika yang berasal dari

Malabar-India. Sejarah mencatat bahwa untuk pertama kalinya pelelangan kopi asal

Jawa di Amsterdam dilakukan tahun 1712 dan sejak itu pasaran kopi Eropa

mengenal baik “Java coffee”

Kopi menjadi komoditi penting dalam perdagangan Internasional selama abad ke-19.

Sejak saat itu perdagangan kopi menderita kerugian karena kelebihan persediaan

(over supply) dan harga yang rendah, diikuti oleh periode-periode yang relatif

singkat dari kekurangan persediaan (short supply) dan harga yang tinggi.

Struktur Pasar Sistem Rantai Nilai Kopi Indonesia Belum Efisien

Disparitas haga kopi kering panen dan harga kopi olahan yang sangat tinggi adalah

refleksi dari struktur pasar kopi yang tidak sehat dan bahkan menimbulkan rente

ekonomi yang sangat tinggi (Arifin, 2003). Rente ekonomi umumnya sangat

berhubungan dengan asimetri informasi, karena ketertutupan proses kebijakan dan

perbedaan akses yang dimiliki para pelaku.

Kopi sebagai produk yang biasa dikonsumsi setiap hari merupakan produk dengan

proses pembelian berulang. Pembelian berulang secara berkelanjutan merupakan

suatu tantangan bagi pemasar atau produsen dalam mempertahankan pangsa

pasarnya. Dalam situasi yang ideal, diharapkan konsumen memiliki kadar loyalitas

yang tinggi. Kunci keberhasilan loyalitas terletak pada kekonsistenan memelihara

pangsa pasar, komitmen yang menyebar dan berkelanjutan dalam meningkatkan

(10)

Produksi kopi Indonesia sebagian besar yaitu antara 50%-80% diekspor. Ekspor kopi

Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil

(kurang dari 0,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kopi Indonesia

adalah Amerika Serikat, Jepang, Italia dan beberapa Negara di Eropa, karena

konsumsi per kapita di dalam negeri sendiri masih sangat rendah dan

pertumbuhannya pun juga rendah, sementara di pusat-pusat konsumen di luar negeri

pertumbuhan konsumsi tampaknya cukup tinggi.

Pengaruh Harga Kopi Global Terhadap Ekonomi Kopi Indonesia

Kopi Arabika memiliki nilai jual lebih baik di luar negeri dibandingkan dalam

negeri. Perdagangan kopi di tingkat lokal dipengaruhi oleh permintaan atas

konsumsi. Harga jual kopi Arabika dan Robusta di pasaran lokal tidak ada

perbedaan harga yang berarti. Begitu juga dengan konsumsi kopi di Indonesia lebih

dominan pada konsumsi kopi Robusta dibandingkan Arabika. Pemasaran kopi

Arabika lebih diperuntukkan pada perdagangan ekspor untuk mendapatkan nilai jual

yang lebih baik. Persaingan dalam perdagangan lokal, nasional dan internasional

merupakan dasar mengapa diperlukannya keunggulan bersaing untuk dapat bertahan

maupun meningkatkan harga diatas rata-rata. Harga kopi Arabika, Robusta

[image:10.612.109.500.638.682.2]

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Harga Kopi Arabika & Robusta di Indonesia.

Kopi 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Arabika Robusta

10.397 7.636

14.253 7.437

21.139 10.446

21.475 13.959

23.102 17.896

27.493 22.990

(11)

Dalam perdagangan kopi internasional diketahui bahwa harga kopi Arabika memiliki

nilai jual lebih baik dibandingkan kopi Robusta. Perubahan harga di pasar dunia dan

dalam negeri mempunyai hubungan yang erat bahkan mungkin saling mempengaruhi

satu sama lain, karena harga yang akan diterima oleh pengekspor akan menjadi dasar

penentuan harga yang akan dibayar kepada pedagang perantara dan secara berantai

akhirnya kepada petani produsen atau sebaliknya. Selanjutnya, harga yang diterima

petani akan menjadi penentu seberapa banyak volume produksi kopi yang akan

dijual ke pasar atau pedagang perantara atau pedagang ekspor. Kalau seandainya

harga yang diterima memuaskan, produksi yang ditawarkan ke pasar pun akan

meningkat, dan begitu sebaliknya. Dalam suatu struktur pasar yang efisien, setiap

perubahan yang terjadi di salah satu simpul sekecil apapun perubahan itu, akan

merambat ke simpul berikutnya dalam rantai pasok komoditas.

Berbagai negara penghasil kopi saat ini bersaing secara ketat di pasar dunia untuk

mempertahankan keberadaannya di hati konsumen di pusat-pusat pasar utama

melalui bantuan dan promosi yang agresif para pengecer atau roaster di pusat-pusat

konsumen. Kalau seandainya pasar konsumen (akhir atau perantara) kopi tidak

terintegrasi dengan pasar produsen, maka ketimpangan antara harga yang dibayar

konsumen di pusat-pusat konsumen di pasar luar negeri dengan harga yang diterima

petani produsen kopi di negara produsen akan semakin melebar, sehingga

pengembangan produksi kopi di Indonesia akan menjadi sia-sia. Untuk itu informasi

(12)

pasar konsumen dunia penting diketahui dalam upaya memberikan masukan bagi

perumusan kebijakan dan langkah-langkah perbaikan perkopian nasional.

Integrasi Pasar Kopi Regional yang Belum Sempurna

Integrasi pasar di lokasi berbeda mengacu pada terdapatnya pergerakan serempak

atau hubungan jangka panjang harga-harga. Dibatasi sebagai trasmisi mulus atas

harga dan aba-aba serta informasi pasar melalui pasar-pasar yang berbeda lokasi.

Dua pasar dianggap terintegrasi apabila perubahan harga di satu pasar diwujudkan

dalam respons harga yang sama pada pasar lainnya. Apabila pasar-pasar tidak

terintegrasi dalam lokasi yang berjauhan atau antarwaktu, menunjukkan bahwa

ketidak-efisienan pasar terjadi sebagai akibat persekongkolan dan pemusatan pasar

yang menyebabkan penetapan dan distorsi harga di pasar. Integrasi pasar

berhubungan dengan salah satu aspek kinerja pasar. Pasar bersaing sempurna

mungkin saja terintegrasi, tetapi pasar yang terintegrasi mungkin saja tidak bersaing

sempurna.

Indonesia sebagai salah satu negara produsen utama kopi Robusta menghadapi ujian

berat, karena selain kondisi tanaman yang sudah tua dan mutu produksi yang rendah,

kemerosotan harga kopi menyebabkan kebun makin tidak terpelihara dan

produktivitas makin rendah. Disisi lain, Vietnam sebagai negara pesaing memiliki

kebun kopi yang relatif muda, produktivitas tinggi dan mendapat dukungan dari

(13)

Meskipun demikian, kopi Indonesia masih mempunyai prospek untuk bangkit dari

keterpurukan karena dari sekian banyak berita buruk tentang komoditas kopi dan

nasib petaninya, masih ada kabar yang memberikan harapan untuk menyelamatkan

komoditas kopi dari kehancuran. Keberadaan kopi spesialtidan peluang untuk

mengembangkan industri hilir kopi berorientasi ekspor dapat dijadikan sebagai

sarana untuk membangkitkan kembali peranan kopi Indonesia.

Di sisi lain, kopi Robusta masih membutuhkan kerja keras untuk bisa bangkit dan

perlu perubahan paradigma perkopian nasional untuk tetap dapat eksis dalam

percaturan kopi dunia. Menurut Sumita (2002), pelaku bisnis kopi dituntut untuk

memahami prilaku konsumen yang makin selektif dengan kecenderungan

peningkatan permintaan kopi spesial. Produsen kopi harus merubah paradigma dari

memproduksi kopi sebanyak-banyaknya dengan tingkat efisiensi seadanya menjadi

memproduksi kopi secara efisien, spesial dan berkualitas tinggi. Kopi spesial tidak

hanya dimonopoli jenis Arabika, tetapi kopi Robusta-pun masih mempunyai tempat

di masyarakat asal pengolahan pasca panennya diperbaiki untuk menghasilkan biji

kopi berkualitas tinggi seperti petik merah, pengolahan basah dan pengeringan yang

baik.

Pemerintah, pengusaha dan masyarakat mengandalkan perkebunan kopi rakyat untuk

mencari keuntungan. Sementara tingkat perekonomian petani kopi merangkak naik

akibat banyak jalur birokrasi dan tata niaga kopi dari petani hingga ke pasaran

ekspor. Asosiasi kopi yang dibentuk, cenderung hanya “menguntungkan” pengelola

asosiasi, belum menyentuh pada petani kopi yang kebanyakan berada dan tinggal di

(14)

sangat rentan terhadap konflik. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah komoditi

produksi kopi dan ekspor per tahun (ton) dari setiap propinsi di Indonesia dalam

[image:14.612.116.474.195.491.2]

menunjang ekspor di Indonesia.

Tabel 4 Produksi dan Ekspor Rata-rata per Tahun.

No Propinsi Rata-rata Produksi per Tahun (000 ton)

Rata-rata Ekspor per Tahun (000 ton) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bali NTT Sulawesi Selatan 40.000 25.000 10.000 40.000 100.000 90.000 - 13.000 15.000 15.000 10.000 10.000 4.500 40.000 3.500 1.500 40.000 200.000 1.500 9.000 20.000 500 2.500 2.500 Volume/Type

- Green Coffee

- Roast & Ground (R&G) - Soluble Coffee

- Roasted Coffee Domestic Market Stock

Rata-rata 305.000 ton/tahun 97,6% 1,4% 0,8% 0,2% 120.000-140.000 ton/tahun 15.000-30.000 ton/tahun

Sumber: http://indonesiacoffeebean.com

Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa jumlah produksi kopi di Propinsi

Lampung adalah 90 Juta ton/tahun sedangkan total ekspor kopi dari Propinsi

Lampung adalah 200 Juta ton/tahun. Adanya perbedaan yang cukup tinggi ini

dikarenakan Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di

Indonesia, sehingga beberapa daerah penghasil kopi lainnya mengirimkan

(15)

Propinsi Lampung adalah daerah yang berasal disekitar Lampung seperti Jambi,

Bengkulu, dan Sumatera Selatan.

Tingkat konsumsi kopi per kapita masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah

dibandingkan dengan negara-negara pengimpor seperti masyarakat Eropa yang

rata-rata mengkonsumsi kopi diatas 5 kg/kapita/tahun dan Amerika Serikat diatas 4

kg/kapita/tahun (International Coffee Organization, 2003). Karena itu konsumsi

kopi domestik sangat berpeluang untuk ditingkatkan. Sementara itu pengembangan

pasar ekspor kopi hasil olahan tampaknya masih menghadapi kendala yang cukup

berat kecuali kopi instan.

Jika dilihat dari uraian diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur pasar sistem rantai nilai kopi Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh harga kopi global terhadap ekonomi kopi Indonesia?

3. Bagaimana integrasi pasar kopi regional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Menganalisis struktur pasar sistem rantai nilai kopi Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh harga kopi global terhadap ekonomi kopi Indonesia.

(16)

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:

1. Informasi bagi petani produsen dalam merencanakan pengelolaan usahatani kopi

yang efektif dan efisien.

2. Informasi bagi eksportir dalam merencanakan pemasaran kopi yang efektif dan

efisien.

3. Salah satu referensi dan masukan bagi instansi terkait serta pihak-pihak yang

membutuhkan informasi tentang pemasaran kopi Indonesia.

4. Bahan informasi dan perbandingan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian

(17)

Gambar

Tabel 3. Harga Kopi Arabika & Robusta di Indonesia.
Tabel  4 Produksi dan Ekspor Rata-rata per Tahun.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika ada penyedia layanan yang menerapkan internet protocol, maka mereka akan membuat sebuah jaringan tertutup yang digunakan untuk mengirimkan layanan televisi

Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa varietas IR64 menghasilkan produksi biji yang lebih rendah turun sampai 43.1% dibandingkan dengan tanaman

spesies.Tumbuhan keluarga Meliaceae ini telah dilaporkan mengandung banyak senyawa aktif baik yang berkaitan dalam bidang pertanian maupun kesehatan, seperti

Upaya untuk meningkatkan intensitas pemanfaatan media oleh penyuluh dapat ditempuh melalui: (a) memfasilitasi kemudahan bagi penyuluh untuk mengakses media massa yang sesuai

CALON PESERTA SERTIFIKASI PENDIDIK 2013 - BELUM

Setiap kebijkakan tentu akan menghasilkan (Outcome) hasil yang berupa produk atau jasa pelayanan yang dapat dirasakan perubahannya setelah implementasi suatu

Menganjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi obat yang diberikan yaitu sulfat ferosus (SF) minum 1 tablet/hari, dan vitamin C 1 tablet/hari bersamaan dengan SF.

Setiap field pada form barang mempunyai fungsi tab untuk Fungsi pencatatan data mempermudah pengoperasian pesanan pengguna dalam penginputan Fungsi pembuatan data