• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Reklamasi lahan Pasca Tambang Batu Bara Berbasis Agroforestri (Studi Kasus Di Kabupaten Kutai Kartanegara Dan Kabupaten Kutai Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Reklamasi lahan Pasca Tambang Batu Bara Berbasis Agroforestri (Studi Kasus Di Kabupaten Kutai Kartanegara Dan Kabupaten Kutai Timur)"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)

LAHAN PASCA TAMBANG BATU BARA BERBASIS

AGROFORESTRI

(Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur)

SHOBIRIN MUCHLIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Disertasi saya yang berjudul Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Berbasis Agroforestri adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Januari 2008

(3)

ABSTRAK

Shobirin Muchlis, 2008. Model Reklamasi Lahan Pasca tambang Batubara Berbasis agroforestri. Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimntan Timur. Dibawah bimbingan: Santun R.P.Sitorus, Hartrisari Hardjomidjojo dan Hermanto Siregar.

Penambangan batubara ilegal, tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini banyak terjadi di Pulau Kalimantan, khususnya di Kalimantan Timur. Di lapangan terdapat kerusakan lingkungan yang di awali dengan penurunan kemampuan kapasitas tanah untuk mendukung pertumbuhan vegetasi. Tanah terdegradasi oleh karena erosi yang berlangsung terus menerus. Dampak negatif lain dari aktivitas penambangan ilegal pada aspek-aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, kelembagaan dan hukum, sehingga diperlukan kebijakan dan strategi yang menyangkut aspek teknis, biaya dan ketentuan perundangan serta berdasarkan aspek sosial budaya yang berkembang di sekitar lokasi pertambangan. Tujuan penelitian ini adalah menyusun model reklamasi lahan pasca tambang batubara yang berbasis agroforestri. Metode penelitian melalui tahapan, melakukan analisis contoh tanah di laboratorium tanah, identifikasi faktor dominan dengan melakukan analisis yang berasal dari pemangku kepentingan dan pelaku sistem, melakukan penilaian secara cepat dengan menggunakan Multidimensional Scaling (MDS) terhadap lahan pasca tambang (existing condition) untuk mengetahui status nilai indeks keberlanjutan. Metode perbandingan eksponensial (MPE) dan analisis prospektif (AP) untuk mendapatkan faktor kunci sebagai dasar penyusunan sistem model yang berasal dari gabungan faktor dominan hasil analisis kebutuhan para stakeholders dan MDS. Hasil akhir analisis prospektif gabungan kedua faktor yang berasal dari

need assessment dan existing condition menggunakan MDS diperoleh 8 (delapan)

faktor kunci sebagai batasan sistem yang akan dibangun, yang merupakan faktor dasar penyusunan model reklamasi lahan pasca tambang batubara berbasis agroforestri, yaitu 1).Pengetahuan terhadap lingkungan 2).Tingkat kerusakan lingkungan 3). Kesadaran masyarakat 4). Teknologi pembuangan zat-zat beracun 5). Tersedianya disain rehabilitasi lahan 6). Teknologi pengurukan 7). Peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) 8). Jenis tanaman tahunan dan tanaman palawija. Simulasi model dinamik dilakukan untuk memilih variabel dalam setiap sub model yang dikehendaki.

(4)

ABSTRACT

Shobirin Muchlis, 2008. Reclamation model of post (illegal) mining land of coal open pit based on agroforestry. Case Study in District of East Kutai and District of Kutai Kartanegara. East Kalimantan Province. Under Direction of Santun R.P.Sitorus, Hartrisari Hardjomidjojo dan Hermanto Siregar.

The illegal activity of coal mining, and without considering sustainable development principles are recently happened in Kalimantan island, especially in East Kalimantan province98s. In the field, land post exploitation without reclamation can be seen in many cases, which cause environment damaged started by lowering of land capacity to support vegetation growth, due to erosion for a long time. Illegal mining activities have also negative impacts for several aspects : ecological, economic, social-culture, technology and institution, law. To solve this problems a proper policy and strategy are needed consisting aspects technical, funding and law, regulation aspects and also based on existing socio-cultural. The main objective of this research was to construct a model for land reclamation on post open pit coal mining based on agroforestry. The method used in this research by conducting sequential steps: Soil laboratory analysis to determine physical and chemical properties of the soil identification of dominant factors from need assessment stakeholders analyses, a Rapid Assessment using Multidimentional Scaling (MDS) to know the status of sustainability index of post illegal coal mining land (an existing condition). The Comparison Exponential Method and Prospective Analysis were used to found key factors from merging of the result both existing condition by MDS and need assessment stakeholders. Final result of prospective analysis of combined factors from need assessment of stakeholders and existing condition by MDS are founded 8 key factors which are used in setting up land reclamation model on post open pit coal mining based on agroforestry. The 8 key factors of the model are : (1) knowledge of environment (2) level of environmental damage (3) community awareness (4) technology on eradication of poisonous chemical compound (5) availability of design for post coal mining rehabilitation (6) technology for land filling (7) non government organization role, and (8) food crops potential component. Simulation dynamic model was used to choose some variables within each submodel.

(5)

RINGKASAN

Shobirin Muchlis, 2008. Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Berbasis Agroforestri. Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Dibawah bimbingan: Santun R.P. Sitorus sebagai ketua komisi pembimbing dan Hartrisari Hardjomidjojo serta Hermanto Siregar sebagai anggota.

Deposit batubara nasional terukur hasil eksplorasi sampai dengan Tahun 2003 sebesar 58.8 milyar ton. Pada tahun 2003 telah di ekspor sebesar 85.6 juta ton dengan perolehan devisa sebesar Rp 1.9 trilyun. Jumlah perolehan devisa tersebut adalah merupakan nilai paling tinggi dari sektor pertambangan non migas, dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke tiga dunia pengekspor batubara setelah Australia dan Afrika Selatan (DIT PM&B,2003).

Kondisi ini memicu kian bertambahnya pengusaha di bidang batubara, termasuk pengusaha atau perorangan yang telah lama melakukan eksploitasi tambang batubara di luar kendali atau kontrol pemerintah. Kegiatan pengusahaan seperti disebut terakhir adalah penambangan batubara yang tidak mendapat ijin dari pemerintah atau aktifitas eksploitasi yang dilakukan tidak resmi, yang lazim disebut Penambangan Tanpa Ijin (PETI) dan tidak pernah melakukan rehabilitasi lahan setelah aktifitas penambangan selesai (Forqan.com.2005).

Permasalahan degradasi lahan yang berakibat terhadap penurunan kualitas lingkungan disebabkan oleh pertambangan, termasuk masalah melakukan rehabilitasi lahan pasca tambang sudah menjadi isu nasional. Salah satu hal penting dalam aktifitas industri tambang batubara open pit di Indonesia adalah bagaimana melakukan reklamasi lahan dan mengembalikan agar kelestarian lingkungan alam tetap terjaga (Lubis, 1997). Terkait dengan rehabilitasi lahan menurut seorang pengamat lingkungan dari Kalimantan Selatan Wajidi (2005) terdapat juga perusahaan atau pemegang kuasa pertambangan, melakukan reklamasi yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis rehabilitasi lahan.

Rehabilitasi lahan dengan cara reklamasi untuk suatu keperluan agar vegetasi atau tanaman dapat hidup di lahan pasca tambang bagi pengusaha kategori illegal mining merupakan beban yang relatif berat. Terdapat sejumlah kendala untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, antara lain seperti masalah-masalah teknis, sosial, biaya yang diperlukan sangat mahal, dan waktu yang dibutuhkan cukup lama.

(6)

berkelanjutan (sustainable development). Model reklamasi dimaksud adalah yang berbasis agroforestri.

Perumusan model reklamasi lahan pasca tambang batubara berbasis agroforestri dapat dilakukan dengan eksperimentasi atau simulasi. Simulasi model tersebut melalui perbandingan data hasil penelitian di lokasi lahan pasca tambang yang direhabilitasi, dan data di lokasi lahan pasca tambang yang tidak direklamasi dengan pendekatan analisis sistem.

Multidimentional Scaling (MDS) digunakan untuk menilaiterhadapstatus

keberlanjutan dari lahan pasca tambang batubara yang ditinggalkan setelah mineral habis dieksploitasi(derelict land). Hasil evaluasi keberlanjutan tersebut akan dipadukan dengan analisis kebutuhan dari stakeholders. Analisis kebutuhan dari pelaku sistem, atau stakeholders / pemangku kepentingan yang berdomisili dalam kawasan penelitian biasanya bertolak belakang dengan kondisi lapangan saat ini. Dari kedua data tersebut dilakukan analisis keterkaitan dan ketergantungan antar faktor sehingga menghasilkan faktor-faktor kunci. Faktor tersebut sebagai dasar untuk mendisain model reklamasi sesuai tujuan penelitian.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menyusun model reklamasi lahan pasca tambang batubara berbasis agroforestri.

Adapun tujuan antara penelitian ini adalah :

1). Mempelajari karakteristik lahan pasca tambang batubara dan perubahan sifat-sifat fisik, kimia menurut lamanya waktu setelah penambangan, keterkaitannya dengan pertumbuhan vegetasi, serta melakukan analisis finansial usaha berbasis lahan terkait dengan jenis tanaman di lahan yang mendapat perlakuan reklamasi lahan.

2). Menganalisis existing condition lahan pasca tambang batubara ”illegal mining” secara multi dimensi dan menyusun kebutuhan pelaku sistem dalam rangka mewujudkan produktivitas lahan pasca tambang batubara 3). Menyusun sistem model reklamasi lahan pasca tambang batubara berbasis

agroforestri melalui simulasi dinamik, dan merumuskan kebijakan serta rencana strategis untuk implementasi dilapangan.

Penelitian dilaksanakan pada lahan pasca tambang batubara yang tidak reklamasi di lokasi L3 dan L4, masing-masing di Desa Mangunrejo dan Kampung Bali, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan pada lahan pasca tambang batubara yang dilakukan reklamasi, di lokasi konsesi milik perusahaan Kaltim Prima Coal (KPC) yang berada di Kabupaten Kutai Timur. Kedua Kabupaten tersebut berada di Provinsi Kalimantan Timur

Penelitian dilakukan meliputi 2 (dua) tahapan analisis data, dan 2 (dua) tahapan simulasi seperti Gambar 1. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder.

Tahap Pertama, melakukan analisis data teknis, yang terdiri dari komponen-komponen :

1. Sampel tanah menurut umur lahan yang di tinggalkan, tahun ke 1, ke 3 ke 6 dan tahun ke 9.

2. Bentuk sebagian permukaan tanah

(7)

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Tahap Kedua, melakukan analisis data non teknis,dengan metode pendekatan sistem. Menurut Eriyatno (1994) pendekatan sistem adalah suatu metode pengkajian permasalahan yang dimulai dari penentuan tujuan, kemudian dilakukan analisis kebutuhan sehingga menghasikan suatu model operasional dari sistem tersebut. Analisis dilakukan terhadap :

1. Kebutuhan pelaku sistem (need assessment stakeholders), data yang diperoleh lansung dari stakeholders, dengan cara wawancara, diskusi, kuesioner secara berjenjang dari tingkat lokasi / desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Hal itu dilakukan untuk menggali (1) permasalahan lahan pasca tambang yang tidak dilakukan reklamasi dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan (2) kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan (3) sikap pemerintah daerah,dan kemauan masyarakat terhadap rehabilitasi lahan serta harapan-harapannya (4) menggali cara yang akan dilakukan agar lahan pasca tambang dapat sebagai embrio terbentuknya ekosistem alam baru dan dapat bermanfaat secara ekonomi.

2. Analisis existing condition,Multidimentional Scaling (MDS) digunakan untuk memperoleh nilai indek keberlanjutan, cara ini belum pernah digunakan terhadap lahan pasca tambang yang tidak dilakukan reklamasi. Dalam konsep keberlanjutan menurut Fauzi dan Anna (2005) sumberdaya alam atau hasil pembangunan dinilai bagus dari aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, teknologi dan hukum, manakala nilai indek keberlanjutan dalam skala diatas >70 (skala indek keberlanjutan antara 0 s/d 100).

Rekayasa model dibuat berdasarkan hasil analisis keterkaitan, dan ketergantungan antar faktor (prospective analysis), setelah sebelumnya dilakukan justifikasi dari masing-masing faktor yang berasal hasil analisis kebutuhan pelaku sistem (need assessment stakeholders) dan faktor-faktor hasil existing condition

menggunakan MDS. Rekayasa yang menghasikan model matematis dengan bahasa komputer tersebut sebagai sarana untuk melakukan simulasi.

(8)

Simulasi tahap kedua dengan input data hasil simulasi tahap satu (hasil prioritas dengan MPE) dan variabel, jenis tanaman hasil analisis usaha sistem agroforestri dengan beberapa skanario luasan dari jenis tanaman.

Analisis Need assessment stakeholders menghasilkan 25 faktor, dengan menggunakan prospective analysis terdapat 12 faktor yang perlu mendapatkan perhatian agar lahan pasca tambang dapat berfungsi sebagai lahan yang memenuhi harapan dari para stakeholders. Kedua belas faktor tersebut adalah 1) tingkat kerusakan secara teristris 2) perlu disain 3) dapat diketauinya keberadaan batuan yang berpotensi mengadung racun 4) teknologi pengurukan 5) tersedianya topsoil

6) kestabilan lahan 7) jenis tanaman pohon dan palawija 8) lahan sebagai alat produksi 9) terwujudnya ekosistem alam 10) adanya perda rehabilitasi lahan.11) tersedianya petunjuk pelaksanaan 12) dikerjakan secara padat karya.

Penilaian cepat (Rapid Assessment) terhadap lahan pasca tambang yang tidak direklamasi menggunakan MDS, terhadap 55 atribut dalam 5 dimensi menghasilkan :

a. Terhadap 5 dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, hukum) menghasilkan nilai indek dengan status terhadap sklala keberlanjutan ”kurang berlanjut s/d buruk” rinciannya adalah sebagai berikut :1) dimensi ekologi nilai indek keberlanjutan 29.2 (status kurang) 2) dimensi ekonomi 18.8 (status buruk) 3) dimensi sosial budaya 31.7 (status kurang) 4) dimensi teknologi 43.5 (status kurang) 5) dimensi hukum 37.2 (status kurang) dan status nilai indek keberlanjutan multi dimensi 29.9 (status kurang).

b. Analisis leverage terhadap 55 atribut (untuk melihat lebih detail dari masing-masing atribut yang paling dominan dan perlu mendapat perhatian di setiap dimensi), menghasilkan 17 atribut. Setelah dilakukan analisis keterikatan dan ketergantungan setiap atribut antar dimensi, terdapat 8 atribut yang perlu mendapatkan perhatian untuk meningkatkan kinerja sistem agar nilai indek keberlanjutan meningkat. Kedelapan faktor tersebut adalah 1) Peran LSM terhadap lingkungan. 2) Kesadaran masyarakat 3) Pengetahuan terhadap lingkungan 4) Tingkat kerusakan lingkungan 5) Kondisi morfologi tanah 6) Teknologi pembuangan zat-zat beracun 7) Teknologi pengurukan 8) Teknologi pengolahan lahan.

Gabungan hasil analisis kebutuhan dan hasil existing condition merupakan faktor yang potensial membentuk sistem. Setelah dilakukan overlapping antar faktor dari kedua analisis tersebut terdapat 14 faktor yaitu : 1) Peran LSM terhadap lingkungan 2) Kesadaran masyarakat 3)Kondisi morfologi tanah 4) Tersedianya Undang-Undang rehabilitasi lahan pasca tambang 5) Dilaksanakan dengan sistem padat karya 6) Adanya disain rehabilitasi lahan 7) Terwujudnya fungsi hutan dan ekosistem alam 8) Jenis tanaman tahunan dan tanaman pangan/ palawija 9) Ketersediaan top soil dan sub soil 10) Teknologi pengurukan 11) Terwujudnya lahan pasca tambang yang dapat meningkatkan pendapatan secara ekonomi 12) Teknologi pembuangan zat-zat asam 13) Tingkat kerusakan lingkungan 14) Pengetahuan terhadap lingkungan.

(9)

Kesadaran masyarakat 4) Teknologi pembuangan zat-zat beracun. Faktor yang mempunyai pengaruh tinggi untuk meningkatkan kinerja sistem tetapi mempunyai tingkat ketergantungan dengan faktor lain juga tinggi terdapat di kwadran dua jumlahnya ada 4 (empat) faktor, yaitu 5) Tersedianya disain rehabilitasi lahan pasca tambang 6) Teknologi pengurukan 7) Peran LSM 8) Jenis tanaman tahunan dan tanaman pangan. Delapan faktor hasil gabungan existing condition dan need

assessment stakeholders merupakan sistem model reklamasi, yang dapat

membentuk Causal loop yang terdiri dari 3 (tiga) submodel, yaitu: submodel disain rehabilitasi lahan, submodel masyarakat, dan submodel agroforestri. Submodel-submodel tersebut sebagai dasar pembentukan bagan alir atau

stockflow diagram merupakan sarana untuk simulasi model.

Simulasi tahap satu, dengan variabel dari sub model disain rehabilitasi dan sub model kesadaran masyarakat, menghasilkan 3 pilihan (disain) spesifikasi disain struktur biaya layer komposisi tanah sebagai media tumbuh tanaman dalam 18 pilihan biaya. Untuk memilih skala prioritas yang terkait dengan tujuan, dengan menggunakan analisis model MPE, terpilih hasil simulasi dengan susunan horizon tanah dan biaya sebagai berikut: topsoil 0.5 m, subsoil 0.7 m, penutup agroforestri. Variabel sub model agroforestri adalah alokasi luasan yang diperuntukan untuk setiap jenis tanaman. Terdapat beberapa skenario luasan untuk setiap jenis tanaman, skenario terpilih adalah luasan dengan komposisi: jambu mete 0.6 / ha, mlinjo 0.4 / ha, jagung 0.7 / ha, kacang tanah 0.3 /ha (asumsi pada tahun pertama sampai dengan tahun ke tiga tanaman keras belum rimbun). Pada tahun ke tiga, penggunaan lahan untuk kedua jenis tanaman palawija tersebut sudah mulai dikurangi, jagung menjadi 0.4/ha dan kacang tanah menjadi 0.2 /ha. Pada tahun kelima alokasi lahan tanaman semusim menyempit lagi yaitu jagung menjadi 0.15 / ha, kacang tanah 0.14 /ha ( kedua tanaman keras sudah mulai merimbun dan beranjak besar, berbuah dan mulai produksi), sedangkan tanaman sela lainnya tetap pisang 0.03 / ha dan nenas 0.4 / ha. Input data dengan variabel seperti tersebut diatas maka hasil simulasi (acuan harga yang berlaku seperti harga pasar saat ini). Pada tahun pertama memperlihatkan total biaya sebesar Rp 7.848.146. dan total produksi pada tahun pertama sebesar Rp 17.160.500. Angka tersebut menunjukan keuntungan sebesar Rp 9.312.354 untuk setiap ha per satu tahun. Pada tahun ke 15 yaitu pada 2021 total profit secara komulatif sebesar Rp 352.180.451 atau terdapat keuntungan per tahun Rp 51.443.598. sama dengan Rp 4,286.966 per bulan untuk setiap ha. Apabila setiap petani atau kepala keluarga mendapatkan tanah seluas 2 ha maka pendapatannya menjadi Rp 8.573.932 per bulan.

(10)
(11)

© Hak cipta milik Insitut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

(12)

MODEL REKLAMASI

LAHAN PASCA TAMBANG BATU BARA BERBASIS

AGROFORESTRI

(Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur)

Oleh

SHOBIRIN MUCHLIS

P-062024144

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

DOKTOR

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Judul Disertasi : Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Berbasis Agroforestri (Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur)

Nama : SHOBIRIN MUCHLIS

Nomer Pokok : P-062024144

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Ketua

Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc

Anggota Anggota

Diketahui

2. Ketua Program Studi PSL 3. Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof.Dr.Ir.Surjono H.Sutjahjo,MS. Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MSc.

(14)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrochmaanirrohim, (Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan

Maha Pengasih).

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rakhmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan disertasi dengan judul “Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batu bara Berbasis Agroforestri” ini dengan baik. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor (S-3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan berbagai masukan dalam penyelesaian disertasi ini, khususnya kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Santun R.P. Sitorus, sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr.Ir Hartisari Hardjomidjojo DEA dan Bapak Dr.lr. Hermanto Siregar MEc. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, Dr. Ir. Oteng Haridjaja, selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup dan

Bapak Prof.Dr.Ir.Andry Indrawan MS. serta Bapak Dr.Ir.

Yuswanda.A.Temenggung.CES,DEA, selaku penguji luar luar komisi pada saat ujian terbuka serta kepada Bapak Prof.Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. sebagai Ketua Program Studi PSL dan Ibu Dr. Ety Riani sebagai Sekretaris Eksekutif PSL, beserta staf administrasi PSL atas perhatian dan bantuannya yang tidak terkira besarnya.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSc. selaku Dekan Pascasarjana. Pada kesempatan ini pula kami dengan segala hormat ingin menyampaikan rasa terima kasih kami kepada Bapak Ir. Immanuel, sebagai Manajer Rehabilitasi Lahan PT. KPC, dan kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara serta Kabupaten Kutai Timur yang telah banyak membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan.

Disertasi ini kami selesaikan dengan susah payah dan dengan kemauan keras yang tidak pernah putus dan selalu memohon kekuatan kepada Allah swt,serta selalu menundukan hati, jiwa dan raga kepada-Nya dan mengakui tidak keberdayaanku di hadapan-Nya, sambil secara khusyu’ ingin mengenang kepergian Bastyan Ryan Dirham Utama anakku tercinta ke Rahmatullah pada umur 16 (enam belas) tahun. Terima kasih kami ucapkan kepada istri saya Darmawati, dan anak-anakku tercinta, Alexandra Ryan Ahmed Dina dan keluarga, Adinda Olivia Ryan Sabrina, yang telah memberikan perhatian penuh, bantuan moril dan semangat serta menemani saya setiap saat. Ahirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, teman-teman dan sahabat atas bantuan dan perhatiannya dalam penyelesaian disertasi ini.

Bogor, Januari 2008

(15)

R1WAYAT H1DUP

Shobirin Muchlis, lahir di Pemalang pada tanggal 20 Mei 1952. Penulis mengikuti pendidikan SMA di Jogyakarta. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sarjana pada jurusan Teknik Geodesi, Fakutas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta (1980). Pendidikan S2 Magister Manajemen di Universitas Profesor Doktor Mustopo (UPDM) Jakarta (2002), dan pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor (IPB) (2003 - sekarang).

Selain itu penulis juga mengikuti pendidikan formal / diklat struktural antara lain: Kursus Pra Jabatan (1981), Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan / SPALA (1993), Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya /SPADYA (1996), Sekolah Pimpinan Administrasi Menengah Nasional / SPAMEN (2001).

Pendidikan dan kursus profesi non penjejangan struktural di luar negeri maupun di dalam negeri antara lain : Kursus singkat Physical Regional Economic

Planning, Kopenhagen, Denmark (1987), Management Agribisnis, Bangkok,

Thailand (1990), Planning and Marketing Agroindustri, di Chiangmai, Thailand

(1997), Procedure and Agro Industrialize, Khoisung, Taiwan (1998), Perencanaan dan Pengawasan Melekat (1998), Sekolah Pimpinan dan Pejabat Inti Proyek, Pusdiklat, Departemen Pekerjaan Umum, Pandaan Jatim, (1985), Perencanaan Areal untuk Transmigrasi, IPB, Bogor (1987), Management Information System, Samarinda (1988).

Kursus-kursuspendek yang diikuti adalah; Datum and System Coordinat

Correlation to Indonesian Mapping and GPS, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta

(1988), Planning and Management Project, Universitas Indonesia, Jakarta (1991), Manajemen Penyelenggaraan Transmigrasi, Pusdiklat Departemen Transmigrasi dan PPH, Jakarta (1992), Planning / Zonning Regional and District, Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur, Samarinda (1997).

Sebagai Pegawai Negeri Sipil penulis pernah ditugaskan di beberapa daerah provinsi dan memegang berbagai jabatan struktural serta berbagai jabatan fungsional. Saat ini penulis sebagai Direktur Penyediaan Tanah, Direktorat Jendral Pembinaan Penyiapan Permukiman dan Penempatan Transmigrasi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.

Tanda kehormatan yang diperoleh adalah : Satyalancana Karya Satya 10 Tahun (1999) ; Satyalancana Karya Satya 20 tahun (2004). Penulis menikah dengan Darmawati dan dikaruniai 3putra putri ; yaitu Alexandra Ryan Ahmad Dina, Bastyan Ryan Dirham Utama (Alm) dan Adinda Olivia Ryan Sabrina.

Jakarta, Januari 2008

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………...………….….. xviii

DAFTAR GAMBAR ………...……….... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ………...….………. xxvi

I. PENDAHULUAN ………...…… 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 11

1.4. Kerangka Pemikiran ... 12

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 14

1.6. Nilai Kebaruan (Novelty) ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Lahan Pasca Tambang Batubara ... 16

2.1.1. Perubahan Kenampakan Permukaan Tanah... 17

2.1.2. Sifat Kimia dan Sifat Fisik Tanah di Lahan Pasca Tambang 13... 18

2.1.3. Kondisi Vegetasi ... 21

2.2. Reklamasi Lahan ... 22

2.3. Agroforestri ... 26

2.4. Pendekatan Sistem... 28

2.4.1 Sistem... 31

2.4.2. Model... 32

2.4.3. Simulasi ... 35

2.5. Tinjauan Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu Berkaitan dengan Reklamasi Lahan Pasca Tambang ... 37

III. METODE PENELITIAN... 43

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data... 44

3.2.1.Data Primer ... 44

3.2.2.Data Sekunder ... 47

3.3. Metode Pendekatan Sistem…... 48

3.3.1. Analisis Kebutuhan... 49

3.3.2. Formulasi Masalah……. ... 50

3.3.3. Identifikasi Sistem ... 51

3.3.4. Membuat Model……….. 51

3.3.5. Teknis Analisis Data ………... 52

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 71

4.1. Gambaran Umum Daerah Peneletian... 71

4.1.1. Kabupaten Kutai Timur... 71

(17)

4.2. Profil Pertambangan Batubara di Kabupaten Kutai Timur

dan Kutai Kartanegara... 79

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 84

5.1. Karakteristik Lahan Pasca Tambang Batubara dan Perubahan Sifat Fisik Tanah, Sifat Kimia Tanah menurut Lamanya Waktu Setelah Penambangan dan Kondisi Vegetasi…. 84 5.1.1. Perubahan Kenampakan Permukaan Tanah……… 84

5.1.2. Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanah... 86

5.1.3. Kondisi Vegetasi di Lahan Pasca Tambang Batubara yang Tidak direklamasi... 93

5.2 Analisis Finansial Agroforestry di Lahan Pasca Tambang Yang Telah direklamasi... 95

5.3. Analisis Keberlanjutan Terhadap Lahan Pasca Tambang Batubara (Existing condition) dengan menggunakan MDS... ... 103

5.4. Analisisis Kebutuhan Pelaku Sistem / Need assessment Stakeholders…………....………. 133

5.5. Gabungan Hasil Analisis Existing Condition dengan menggunakan MDS dan Need assessment Stakeholders dengan menggunakan Kuesioner dan Analisis Prospektip……… 135

5.6. Causal Loop Diagram Model Reklamasi Lahan PascaTambang Batubara Berbasis Agroforestri ………. 141

5.7. Stock flow Diagram ………..… 147

5.8. Simulasi Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang……….. 149

5.9. Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka (yang dilakukan PT. KPC)……….…... 163

5.10.Pembahasan Hasil………. 167

5.11.Arahan Kebijakan Lahan Pasca Tambang Batubara yang di Terlantarkan... 174

VI KESIMPULAN DAN SARAN ……….………….………… 178

6.1. Kesimpulan………. 178

6.2. Saran... 180

DAFTAR PUSTAKA ... 181

DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY ... 188

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Jarak Maksimum Antara Dua Titik dengan

Sudut Miring Yang Ditoleransikan ... 23

2 Telaahan Hasil Penelitian di Bidang Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang ... 39

3. Keterkaitan Kategori Responden, Cara Pemilihan

Responden, Jenis Data dan Metode ... 47

4. Atribut-atribut dan Skor Keberlanjutan Model

Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batu Bara Terbuka ... 54

5 Memilih Skor yang Berbeda dari Para Pakar dengan Cara Modus ... 60

6 Nilai Indeks dan Kategori Keberlanjutan ... 71

7 Pengaruh Langsung Antar Faktor Model Reklamasi

Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka Berbasis

Agroforestri Berkelanjutan... 64

8 Klasifikasi Ketinggian Wilayah Di Atas Muka Air Laut

Kabupaten Kutai Timur ... 72

9. Produksi, Tanaman Pangan, Perkebunan

di Kabupaten Kutai Timur ... 73

10. Klasifikasi Ketinggian Wilayah Di Atas Muka Air Laut

Kabupaten Kutai Kartanegara ... 76

11. Produksi, Tanaman Pangan, Perkebunan

di Kabupaten Kutai Kertanegara ... 77

12. Profil Pertambangan Batubara Kalimantan Timur,

Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara ... 80

13. Lokasi-Lokasi Pengamatan dan Pengukuran ... 85

14. Sifat Fisik Tanah yang Direklamasi dan

yang Tidak Direklamasi ... 87

15. Karakteristik Sifat Fisik Tanah yang Direklamasi dan

(19)

16 Jenis Vegetasi yang Tumbuh di Lahan

Pasca Tambang Batu bara Terbuka ... 93

17 Jenis Pohon, Ukuran; Lubang Tanaman, Jarak Tanaman dan Jumlah pohon ... 95

18 Kelompok Tanaman Pohon dan Tanaman Palawija. ... 97

19 Hubungan Waktu dan Jenis Tanaman serta Hasil Panen... 99

20 Hasil analisis NPV, BCR dan IRR dari Keempat Kelompok jenis Tanaman …... 99

21 Hasil Analisis Keberlanjutan untuk Beberapa Parameter Statistik ... 129

22 Hasil analisis Monte Carlo untuk Nilai Indeks Keberlanjutan Multidimensi dan Masing-masing Dimensi pada Selang Kepercayaan 95%. ... 130

23 Kebutuhan Pelaku Sistem ... 133

24 Gabungan Faktor-faktor yang Berasal dari Existing Condition dan Faktor yang Berasal dari Stakeholders... 136

25 Hasil Gabungan Faktor Eksisting Kondition dan Need Analysis ... 139

26 Nilai Hasil Analisis Leverage dari Faktor - Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Kinerja Sistem Model Reklamasi Lahan Pasca ... 140

27 Persyaratan Teknis Fisik Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka Terkait Syarat Tumbuh Tanaman ... 150

28 Bobot Tingkat Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Terhadap Lingkungannya. ... 150

29 Disain Rehabilitasi Lahan Untuk Simulasi Model. ... 151

30 Parameter dan variabel dan Biaya. ... 152

31 Parameter dan variabel dan Biaya. ... 153

(20)

33 Skenario, Fungsi dan Biaya per Ha dalam

Rehabilitasi Lahan. ... 155

34 Kriteria Penentuan Bobot Untuk Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka ... 157

35 Hasil Perhitungan MPE Untuk Penentuan Peringkat Alternatif Simulasi Model Rehabilitasi Lahan. ... 158

36 Hasil Simulasi Perhitungan Total Revenue dan Profit per Tahun ... 161

37 Hasil Simulasi Perhitungan Total Revenue dan Profit per Tahun. ... 162

38 Faktor pembentuk Sistem dan Nilai Leverage ... 171

39 Nilai Indeks Keberlanjutan 5 (lima) Dimensi ... 174

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman 1. Konfigurasi Deposit Batubara di Tiap

Provinsi di Indonesia... 1

2. Produksi, Ekspor, Konsumsi dalam Negeri Batubara Tahun 1993- 2003 ... 2

3. Pemakaian Sumberdaya Energi dalam Negeri Tahun 2001-2002... 3

4. Kumulatif Rehabilitasi dan Pembukaan Lahan………..….. 6

5 Dampak Eksploitasi Tambang Batu Bara Terbuka. yang Tidak dengan Kaidah Pembangunan Berkelanjutan... 9

6. Pola Pikir Model Reklamasi Lahan Berbasis Kebutuhan Stakeholders………...…………. 13

7. Bagan Alir Input –Output Kerangka Pikir... 14

8. Perubahan Permukaan Tanah Pasca Tambang... 18

9. Komponen Penentu Sifat Fisik Tanah... 20

10. (a) Slope / Kemiringan Ideal dalam Reklamasi (b) Disain Profil Slope / Kemiringan jika Space Terbatas (Grant, 1998)………...…...…..…… 24

11. Spesifikasi Desain Penutup Lapisan Batuan yang . Mengandung Pyrite………..…...……… 25

12. Kebun Campuran Milik Petani di Lampung... 27

13. Rangkaian Sistem (Muhammadi et,al, 2001)... 31

14. Skema Tahapan Kerja Simulasi (Soerianegara, 1978). Kedua Kabupaten Tersebut... 36

15. Peta Propinsi Kalimantan Timur... 43

16. Metode Pengukuran Vegetasi di Lahan Pasca Tambang Batubara... 45

(22)

18. Causal Loop Kegiatan Penambangan Batubara…………...……. 51

19. Ilustrasi Indek Keberlanjutan dari Setiap Dimensi pada

“Rap-Ass-laptabagf” dengan MDS... 61

20. Tahapan Analisis “Rap-Ass-laptabagf” Menggunakan MDS... 62

21. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan antar Faktor

dalam Sistem... 65

22. Peta Kabupaten Kutai Timur... 71

23. Grafik Proyeksi Penduduk Kabupaten Kutai Timur

Tahun 2010... 74

24. Penduduk Kabupaten Kutai Timur Berdasarkan Usia... 74

25. Peta Kabupaten Kutai Kartanegara... 75

26. Grafik Proyeksi Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara

Tahun 2010... 78

27. Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara Berdasarkan Usia... 78

28. Deposit Batubara Kutai Kartanegara dan Deposit

Batubara Kutai Timur... 79

29. Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka Tidak

Direklamasi... 82

30. Perubahan Kenampakan Sebagian Permukaan Tanah... 86

31. Perubahan Kadar Pasir Menurut Lamanya Waktu

Setelah Penambangan... 87

32. Perubahan Kadar Debu dan Liat Menurut Lamanya Waktu Setelah Penambangan... 87

33. Perubahan Nilai pH dan Al Menurut Lamanya Waktu Setelah

Penambangan... 91

34. Perubahan Nilai KTK Menurut Lamanya Waktu Setelah

Penambangan... 91

35. Perubahan nilai Fe dan Mn Menurut Lamanya Waktu Setelah

(23)

36. Penempatan Tiap Jenis Tanaman Berdasarkan Jarak Tanam Pada Pola Tanam Jambu Mete, Mlinjo,

Tanaman Sela Jagung, Kacang Tanah dan Tanaman Pagar

Pisang dan Nenas... 101

37. Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pahmungan,

Kecamatan Pesisir Tengah, Lampung Barat... 103

38. Indeks Keberlanjutan Multidimensi Lahan Pasca Tambang

Batubara yang Ditinggalkan Begitu Saja Sebesar 29,90……... 104

39. Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Lahan Pasca

Tambang Batubara Terbuka yang Tidak Dilakukan Reklamasi

Sebesar 29,17... 106

40. Peran Masing-masing Atribut yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai Root Mean Square / RMS

Terhadap Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi... 108

41. Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Peningkatan Indek

Keberlanjutan Dimensi Ekologi... 111 .

42. Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Pengelolaan

Lahan Pasca Tambang Batu bara Sebesar 18,82... 112

43. Peran Masing-masing Atribut yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai Root Mean Square / RMS

Terhadap Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi... 114

44. Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Peningkatan Indek

Keberlanjutan Dimensi Ekonomi... 115

45. Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya Pengelolaan

Lahan Bekas Tambang Batubara Sebesar 31,70... 117

46. Peran Masing-masing Atribut yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai Root Mean Square /RMS Terhadap

Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya... 118

47. Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Peningkatan

Indek Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya... 120

48. Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pengelolaan Lahan

Bekas Tambang Batubara Sebesar 43,50... 121

49. Peran Masing-masing Atribut yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS Terhadap Nilai Indeks

(24)

50. Indeks Keberlanjutan Dimensi Hukum Pengelolaan Lahan

Bekas Tambang Batubara Sebesar 37,20... 123

51. Peran Masing-masing Atribut yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS Terhadap Nilai Indeks

Keberlanjutan Dimensi Hukum... 125

52. Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Peningkatan

Indek Keberlanjutan Dimensi Hukum... 126

53. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan

Pengelolaan Lahan Bekas Tambang Batubara... 128

54. Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Peningkatan Indek Keberlanjutan Lahan Pasca Tambang Batubara Secara

Multidimensi... 132

55. Faktor Paling Berpengaruh Dari Need Assesment

Stakeholders... 134

56. Faktor Paling Berpengaruh Terhadap Kinerja Sistem Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka Berbasis

Agroforestri Berkelanjutan... 139

57. Causal Loop Diagram Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Batubara Terbuka Berbasis Agroforestri yang Berkelanjutan... 142

58. Submodel Desain Rehabilitasi Lahan………... 143

59. Submodel Agroforestri... 145

60. Sub Model Mental Masyarakat... 146

61. Stock Flow Diagram Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka Berbasis Agroforestri

yang Berkelanjutan... 147

62. Hasil Simulasi Biaya Reklamasi Dengan Parameter Control Fraksi Kesadaran Masyarakat (20), (60), (90), Kemiringan (0%-8% )dan (9%-15%) dan Variabel

Teknis Seperti Tabel 30... 151

63. Hasil Simulasi Biaya Reklamasi dengan Parameter

Kontrol Fraksi Kesadaran Masyarakat 1. (20), 2. (60), 3. (90), Kemiringan 0-8% dan 9%-15% dan Variabel Teknis

(25)

64. Hasil Simulasi Biaya Reklamasi Dengan Parameter Control Fraksi Kesadaran Masyarakat 1. (20), 2. (60), 3. (90), Kemiringan 0-8% dan 9%-15% dan Variabel Teknis

Seperti Tabel 32... 154

65. Hasil Simulasi Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Terbuka Berbasis Agroforestri

Skenario (a)... 160

66. Hasil Simulasi Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Batubara Terbuka Berbasis Agroforestri Skenario (b)…………... 161

67. Causal Loop Diagram Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Batubara Terbuka di KPC……….………... 163

68. Stock Flow Diagram Model Reklamasi Lahan Pasca

Tambang Batubara Terbuka Berbasis di KPC………...….…… 164

69. Hasil Simulasi Biaya Reklamasi Dengan Parameter Kontrol Konfigurasi Ketentuan Teknis Yang

Ditetapkan KPC………... 166

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Kuesioner Karakteristik, Pandangan dan Upaya Perbaikan

Lahan Pasca Tambang Batubara... 190

2. Pokok – pokok Pikiran ... 194

3. Pengisian Matrik Pengaruh Langsung antar Faktor

(Hasil Lampiran 2.)... 197

4. Pemberian Skor Terhadap Atribut Lahan Pasca

Tambang Batubara yang Sedang Diteliti... 200

5. Pemberian Bobot Terhadap Hasil Simulasi Indek... 205

6. Hasil Analisis Laboratorium Tanah pada Lahan

Pasca Tambang Batubara di Mangunrejo dan

Kampung Bali……… 208

7. Hasil Analisis Laboratorium Tanah pada Lahan

Pasca Tambang Batubara di Kawasan KPC………..………… 215

8. Analisis Finansial Penanaman Agroforestri Jambu Mete,

Mlinjo, Tanaman Sela Jagung, Kacang Tanah,

Nenas dan Pisang……….………. 216

9. Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap Persatuan Luas

dan Komoditas ………..……… 219

10. Biaya Investasi Tahapan Penanaman Jambu Mete,

Mlinjo dan Tanaman Sela………..………… 220

11. Perhitungan Cash-Flow Penanaman Jambu Mete,

Melinjo, Pisang, Nenas dan Kacang Tanah-Jagung

di Lahan Pasca Tambang (Sistem Agroforestri)……...…...….. 221

12. Perhitungan Rugi Laba Usaha Tani Agroforestri Jambu Mete, Melinjo dan Tanaman Sela dengan Skenario Bunga 12 %

di Lahan Pasca Tambang ………...………... 223

13. Analisis Finansial Penanaman Agroforestri Sawit, Sukun

dan Tanaman Sela Jagung, Ubi Rambat, Nenas dan Pisang..… 224

14. Biaya Investasi Tahapan Penanaman Sukun, Sawit

(27)

15. Perhitungan Cash-Flow Penanaman Sawit, Sukun, Pisang, Nenas dan Ubi Rambat - Jagung di

Lahan Pasca Tambang (Sistem Agroforestri)…………...……. 228

16. Analisis Finansial Penanaman Agroforestri Sawit

dan Tanaman Sela Pisang, Nenas, Ubi Rambat dan Jagung..… 250

17. Biaya Investasi Penanaman Sawit dan Tanaman Sela…...…… 234

18. Perhitungan Cash-Flow Penanaman Sawit, Pisang,

Nenas dan Ubi Rambat – Jagung di Lahan Pasca Tambang

( Sistem Agroforestri )………..……. 235

19. Analisis Finansial Penanaman Agroforestri Karet

dan Tanaman Sela Padi Gogo, Nenas, Pisang dan Jagung..….. 237

(28)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Batubara Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1868 di Ombilin Sumatra Barat oleh H.W.De Grieve seorang berkebangsaan Belanda. Sejak penemuan tersebut sampai dengan era tahun 1970 mineral batubara digunakan untuk keperluan menjalankan mesin-mesin kereta api, dan dalam jumlah sedikit untuk keperluan pembangkit tenaga listrik. Memasuki pertengahan Tahun 1980 mineral batubara sudah menjadi komoditi yang diekspor ke 36 negara tujuan, dan merupakan salah satu produk tambang galian yang diandalkan oleh Pemerintah Indonesia saat ini untuk dapat memberikan kontribusi terhadap devisa negara setelah minyak bumi (Alies, 2003).

Deposit batubara nasional setelah eksplorasi sampai dengan tahun 2003 sebesar 58.8 milyar ton, yang berada di 14 (empat belas) provinsi seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Sumber: Diolah oleh peneliti berdasarkan data dari Dit. Pengusahaan Mineral dan Batubara Tahun 2003

Gambar 1 Konfigurasi Deposit Batubara di Indonesia

Jumlah deposit batubara nasional yang relatif besar seperti diuraikan diatas, merupakan aset bangsa, yang dapat dikelola dengan kaidah pembangunan berkelanjutan untuk keperluan sendiri dan perdagangan internasional yang menghasilkan devisa negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kaltim 33,28%

Kalsel

14,75% Kalteng

2.53%

Sumsel 37,90% Kalbar

0,89% Sulsel

1,63% Papua 0,23%

Sumut 0,05% NAD

0,75% Banten

0,02%

Jambi 2,70% Sumbar

1,22%Bengkulu

0,23% Riau

(29)

0

Menurut data dari Direktorat Pengusahaan Batubara dan Mineral tahun 2004, produksi batubara Indonesia sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2003 mengalami peningkatan, seperti terlihat pada Gambar 2.

Sumber: Diolah oleh peneliti berdasarkan data dari Dit. Pengusahaan Mineral dan Batubara Tahun 2003

Gambar 2 Produksi, Ekspor, Konsumsi dalam Negeri Batubara tahun 1993- 2003.

Pada tahun 2003 produksi Nasional batubara sebesar 115,6 juta ton, pemakaian dalam negeri sebesar 30 juta ton dan jumlah yang telah diekspor sebesar 85.6 juta ton dengan perolehan devisa sebesar Rp 1.9 trilyun. Jumlah perolehan devisa tersebut merupakan nilai tertinggi yang didapatkan dari sektor pertambangan non Migas dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke tiga dunia pengekspor batubara setelah Australia dan Afrika Selatan.

(30)

Gambar 3.Pemakaian Sumberdaya Energi Dalam Negeri tahun 2001-2002.

Pemerintah berencana meningkatkan produksi batubara di tahun-tahun yang akan datang 5 (lima) kali lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar Internasional maupun Nasional yang setiap tahun naik sebesar 36% dan 24%. (DIT,PB&M, 2004). Rencana peningkatan produksi itu merupakan momentum yang tepat mengingat besarnya permintaan pasar dunia akan batubara dengan harga yang relatif tinggi. Hal tersebut dimaksudkan untuk menambah devisa dari sektor pertambangan non migas, serta memenuhi kebutuhan nasional.

Terkait dengan kebutuhan pasar dunia dan rencana pemerintah yang akan mengganti sebagian kebutuhan energi yang berasal dari minyak bumi dengan batubara, maka pengusahaan batubara menjanjikan peluang pasar yang potensial. Kondisi ini memicu peningkatan jumlah pengusaha batubara, termasuk pengusaha / perorangan yang telah lama melakukan eksploitasi tambang batubara di luar kendali atau kontrol pemerintah. Kegiatan pengusahaan seperti disebut terakhir adalah penambangan batubara yang tidak mendapat ijin dari pemerintah atau aktifitas eksploitasi yang dilakukan secara tidak resmi, yang lazim disebut PETI (Penambangan Tanpa Ijin) (Anwar,1997).

Penelitian Qomariah (2003) di Provinsi Kalimantan Selatan, menemukan kegiatan pengusahaan batubara tanpa ijin pada tahun 1997 yang jumlahnya

Minyak Gas Alam Batubara Tenaga Air Panas Bumi

Minyak Gas Alam Batubara Tenaga

Air

Panas Bumi

Sumber : Direktorat Jenderal Tenaga Listrik dan Energi, 2004

(31)

mencapai 157 pengusaha / perorangan. Jumlah ini meningkat menjadi 445 pengusaha pada tahun 2000. Sebagai gambaran jumlah produksi pada tahun 2004 yang dihasilkan PETI per hari sekitar 10 juta metrik ton, sedangkan perusahaan besar seperti PT. Arutmin Tbk, pada tahun yang sama hanya sebesar 9.000 metrik ton, (Forqan.com.2005).

Meningkatnya jumlah pelaku eksploitasi tambang batubara terbuka atau

surface mining yang tidak resmi (illegal), disebabkan alasan ekonomi. Dari segi bisnis, komoditi batubara menguntungkan (profitable), pasar masih terbuka luas dan permintaan selalu meningkat. Secara teknis proses penambangan batubara di Pulau Kalimantan relatif mudah karena letak deposit batubara terletak antara 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) dari permukaan tanah yang subur (Wadjidi, 2005).

Ditinjau dari segi kuantitas, pelaku eksploitasi tambang batubara terbuka yang kurang mempertimbangkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan setiap tahun meningkat jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh mudahnya mendapatkan ijin eksploitasi dengan persyaratan yang lunak, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah. Luasan eksploitasi di bawah 1000 ha merupakan wewenang pemerintah daerah setempat untuk memberikan ijin eksploitasi pertambangan, dan lemahnya manajemen pengawasan dari pihak yang berwajib, sehingga banyak kelompok masyarakat bisnis melakukan eksploitasi batubara secara illegal di lokasi-lokasi yang sulit dikontrol oleh pemerintah.

(32)

lokasi sering mendatangkan masalah, yang berakibat menurunnya kualitas lingkungan.

Lahan pasca tambang batubara yang terdegradasi karena tidak ada perlakukan rehabilitasi / tanpa reklamasi menampakkan relief morfologi yang

ekstrem, berupa bukit atau gundukan dan cekungan besar. Pada waktu musim hujan,cekungan besar tersebut berubah menjadi danau (Burhan, 2003). Dampak negatif pasca eksploitasi batubara terhadap kondisi fisik permukaan bumi tersebut mengganggu dan merugikan lingkungan. Hal ini bertolak belakang dengan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan (Soemarwoto, 2001).

Eksplorasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga, baik pemerintah maupun swasta, menunjukan bahwa deposit batubara di Pulau Kalimantan berada di kawasan hutan, dan di kawasan-kawasan lain seperti kawasan permukiman Transmigrasi (Arifin, 2002). Saat ini aktifitas eksploitasi batubara oleh perusahaan yang resmi mendapatkan ijin dari pemerintah maupun yang illegal lebih banyak dilakukan dikawasan hutan maupun non kehutanan.

Aktifitas eksploitasi batubara yang dilakukan oleh penambang yang tidak resmi (illegal mining) tidak pernah melakukan rehabilitasi lahan. Permasalahan rehabilitasi lahan pasca penambangan, menurut Lubis (1997) adalah hal yang paling rumit, karena disamping menyangkut masalah biaya, waktu juga diperlukan keahlian khusus. Hal ini terkait dengan bagaimana melakukan reklamasi lahan sekaligus sebagai media tumbuh vegetasi agar tercipta kelestarian lingkungan alam tetap terjaga.

(33)

Sumber : Laporan KPC Minggu ke - 14 Tahun 2005

Gambar 4. Kumulatif Rehabilitasi dan Pembukaan Lahan

Dari gambaran tersebut diatas, nampak bahwa betapa lambat dan sulitnya melakukan recovery sumberdaya lahan pasca pertambangan. Hal ini disebabkan kompleknya permasalahan rehabilitasi lahan pasca tambang batubara open pit.

Saat ini, terdapat beberapa kategori pengusahaan eksploitasi batubara menurut ijin yang diberikan dari pemerintah, seperti pemegang perjanjian PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang ijinnya diberikan oleh pemerintah pusat dengan luasan >3000 ha, Kuasa Pertambangan (KP) yang ijinnya diperoleh dari pemerintah kabupaten dengan luasan < 1000 ha biasanya diberikan kepada koperasi dan badan hukum ,tetapi di lapangan terdapat juga pertambangan rakyat dan pertambangan illegal mining yang jumlahnya sulit diketahui.

Rehabilitasi lahan dengan cara reklamasi untuk suatu keperluan agar vegetasi atau tanaman dapat hidup di lahan pasca tambang bagi pengusaha kategori illegal mining merupakan beban yang relatif berat. Terdapat sejumlah kendala untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, antara lain seperti masalah-masalah teknis, sosial, biaya yang diperlukan sangat mahal, dan waktu yang dibutuhkan cukup lama. Salah satu cara untuk mengatasi kendala seperti yang diuraikan tersebut di atas adalah merumuskan model reklamasi lahan pasca tambang yang efektif dan efisien. Efektif artinya dapat dilaksanakan di lapangan dengan menggunakan teknologi yang mudah dilakukan oleh masyarakat setempat,

(34)

tetapi juga dapat memberikan manfaat ekonomi, baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah secara berkesinambungan. Efisien, artinya memilih strategi untuk melakukan rehabilitasi lahan dalam sebuah model reklamasi dengan biaya relatif rendah, namun mendapatkan hasil yang optimal dan dalam kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Model reklamasi dimaksud adalah yang berbasis agroforestri. Menurut Foresta,et al.,(2000) penggunaan lahan dengan sistem agroforestri, yang merupakan perpaduan antara tanaman pohon yang memiliki peran ekonomi penting atau memiliki peran ekologi (seperti kelapa, karet, cengkeh, jambu mete atau tanaman pohon) dan sebuah unsur tanaman musiman seperti jagung, padi, kacang-kacangan, sayur mayur, atau jenis tanaman lain seperti pisang, kopi ,coklat adalah sistem agroforestri sederhana. Definisi lain tentang agroforestri menurut Nair (1982)

dalam Riswan et al.(1995) adalah suatu cara penggunaan lahan yang terpadu untuk daerah-daerah marginal, dengan sistem masukan atau investasi yang rendah tetapi mampu menahan erosi, sehingga akan terjadi perbaikan fisik tanah, dan pengaturan iklim mikro. Definisi menurut Nair (1982) tersebut sejalan dengan landasan umum pembangunan berkelanjutan yang selalu memperhatikan dimensi-dimensi: ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan teknologi (Endres,1989). Selain itu, menurut Vergara (1982) agroforestri merupakan terminologi yang paling mudah dilakukan untuk membentuk ekosistem alam baru di lahan yang gundul dan marginal, karena berbagai macam jenis tanaman dapat dicoba. Pada penelitian ini definisi agroforestri yang digunakan adalah seperti definisi menurut Foresta, et al.,(2000).

Menurut Soerianegara (1978) penelitian dengan menggunakan analisis sistem dengan tools simulasi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan penelitian dengan eksperimen biasa, antara lain dapat melakukan eksperimentasi terhadap suatu sistem atau ekosistem tanpa harus mengganggu atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti dengan bantuan model, dan simulasi

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada model. Model reklamasi lahan pasca tambang batubara terbuka yang berbasis

(35)

pembangunan berkelanjutan. Multidimentional Scaling (MDS) digunakan untuk menilaistatus keberlanjutan dari lahan pasca tambang batubara yang ditinggalkan setelah seluruh deposit batubara habis dieksploitasi. Cara ini belum pernah digunakan untuk mengevaluasi di bidang lahan pasca tambang batubara open pit. Cara evaluasi dengan melibatkan stakeholders untuk melakukan assesment

terhadap lahan pasca tambang batubara dengan menggunakan MDS , dinamakan ”Rap-Asslaptabat”.

Konsep model reklamasi lahan pasca tambang batubara yang akan dirumuskan ini, harus dapat menjawab kasus-kasus lahan pasca tambang hasil dari

illegal mining dan merupakan referensi atau rujukan bagi arah kebijakan pemerintah daerah dalam mendayagunakan sumberdaya alam khususnya lahan yang telah rusak. Hal ini untuk mengantisipasi kondisi pada masa yang akan datang dimana bisnis batubara akan berkembang pesat, antara lain oleh karena: 1). Penggunaan batubara untuk sektor energi dan industri di Indonesia, sudah

mulai menggeser pemakaian minyak bumi, gas alam, tenaga hydro dan

geothermal. Pada tahun fiskal 2002 kebutuhan nasional sumber energi di suplai dari batubara sebesar 42.2%. Rencana Pemerintah pada Tahun 2010 akan mengganti kebutuhan Nasional sektor energi dan industri dari batubara sebesar 75% (DITJEN TL & PE, 2004).

2). Potensi deposit batubara nasional yang dimiliki Indonesia di tahun 2003 sebesar 58.7 milyar ton, dan dari jumlah tersebut 51% atau sebesar 31.3 milyar ton terdapat di Pulau Kalimantan (DIT.PM& B,2004) .

Kedua alasan tersebut diatas menjadikan posisi industri ini menjadi strategis. 1.2. Perumusan Masalah

Rencana pemerintah dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yang akan datang mengganti bahan bakar minyak dan gas bumi di sektor energi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dengan batubara. Di samping memenuhi permintaan pasar global yang naik tiap bulan secara signifikan (kenaikan pasar global tiap bulan 3%), maka meningkatkan produksi batubara lima kali lebih besar dari sekarang merupakan program prioritas.

(36)

banyaknya jumlah pelaku bisnis bahan galian ini melakukan eksploitasi / penggalian secara besar-besaran di kawasan-kawasan yang mengandung deposit batubara. Di antara exploiter tersebut terdapat pengusaha (dalam jumlah yang sulit didata oleh yang berwajib) melakukan seluruh rangkaian aktifitas kegiatan penambangan tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan dan banyak merugikan lingkungan. Bukti bahwa aktifitas kegiatan illegal mining

tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan diberitakan diharian nasional ternama, seperti Harian Nasional Kompas pada tanggal 1 juni 2004 di halaman 34 memuat tentang “ Tidak bertanggung jawabnya penambang batubara setelah eksploitasi selesai dilakukan, mereka lari tidak melakukan reklamasi lahan sehingga lahan menjadi terdegradasi”. Pada tanggal 10 Oktober 2005 di harian nasional yang sama di halaman 24, memuat artikel tentang “ Pencurian / penggalian untuk mendapatkan batubara tidak lagi dengan linggis tetapi dengan alat-alat berat terjadi dimana-mana di Kabupaten Kutai Kartanegara “. Dampak negatif aktifitas eksploitasi batubara yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan dapat disarikan seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 . Dampak Eksploitasi Tambang Batu Bara Terbuka yang Tidak dengan Kaidah Pembangunan Berkelanjutan.

Wilayah atau kawasan lokasi-lokasi pasca penambangan yang tidak dilakukan reklamasi, setelah mineral batubara habis dieksploitasi lahan ditinggal begitu saja (derelict land) mempunyai dampak antara lain:

Dampak Aktivitas eksploitasi tambang Batu bara secara terbuka

Tanah Secara Kimia

Vegetasi Secara Tanah

fisik Relief Permukaan Tanah

S O S I A L B U D A Y A

(37)

a. Terdapat proses degradasi lahan yang berakibat terhadap penurunan kualitas lingkungan dan mengganggu kehidupan manusia serta biota lainnya. Penurunan kualitas lingkungan merupakan dampak negatif terhadap ekologi, yang diawali dari gundulnya permukaan sebagian muka tanah (tidak ada satupun vegetasi yang tumbuh). Ketika terjadi hujan, permukaan tanah tidak dapat menahan hantaman jatuhnya butir air, sehingga gerusan air permukaan akan memudahkan terjadinya erosi. Erosi yang disebabkan air permukaan akan sangat cepat mengkikis lapisan bagian atas tanah dan dapat merubah bentuk sebagian permukaan tanah dari kondisi aslinya, biasanya berupa gundukan dengan kemiringan lereng >15 %. Hal ini terjadi akibat aktifitas kegiatan pengelupasan, penggalian dan pengerukan. Dalam proses tersebut, secara insitu material tanah merupakan obyek yang mengalami kerusakan dan berakibat pada penurunan kualitas kemampuannya. Secara fisik terdapat rusaknya struktur tanah karena pemadatan akibat gerakan alat-alat berat, kerusakan tersebut dapat juga disebabkan oleh karena bercampurnya tailing (debu batuan hasil pengerukan) dengan tanah yang baik /subur (Hunsberger dan Michaud, 1996). Kenampakan lain secara visual permukaan tanah menjadi gundul atau tidak terdapat vegetasi, berlubang dengan diameter lebih dari 300 meter serta terdapat gundukan (Wajidi,2005). Lahan pada kondisi seperti itu apabila dibiarkan terus menerus akan menjadi lahan yang gersang, dan tidak subur, dalam jangka waktu lama menjadi lahan kritis sehingga tidak mampu berproduksi secara ekonomi (Sitorus, 2003). Kondisi lingkungan dengan tidak terdapatnya vegetasi dapat mendorong pada perubahan iklim lokal dan regional dengan cepat, melalui peningkatan suhu / temperatur, karena siklus hidrologinya terganggu. Kondisi iklim yang tidak menentu tersebut berdampak terhadap aspek ekonomi, karena siklus panen berubah. Dampak lain secara ekonomi luas lahan garapan menjadi berkurang bagi masyarakat sekitar atau penduduk lokal hilangnya kesempatan untuk memetik hasil hutan seperti rotan dan madu yang berasal dari lebah.

(38)

status hak atas tanah pasca penambangan yang dapat menjadi sumber konflik. Dampak terhadap institusi kelembagaan, berubahnya fungsi-fungsi ruang (Marcellie dan Duhaime. 2001)

c. Permasalahan yang paling serius adalah untuk melakukan rehabilitasi lahan agar lahan dapat berfungsi secara ekologis diperlukan biaya yang sangat tinggi.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menyusun model reklamasi lahan pasca tambang batubara berbasis agroforestri.

Adapun tujuan antara penelitian ini adalah :

1. Mempelajari karakteristik lahan pasca tambang batubara dan perubahan sifat fisik dan sifat kimia menurut lamanya waktu setelah penambangan dan keterkaitannya dengan pertumbuhan vegetasi.

2. Melakukan analisis finansial usaha berbasis lahan terkait dengan jenis tanaman di lahan yang mendapat perlakuan reklamasi lahan.

3. Menganalisis kondisi lahan pasca tambang batubara ”illegal mining

(existing condition) menggunakan MDS dan menyusun kebutuhan pelaku

sistem dalam rangka meningkatkan lahan pasca tambang batubara.

4. Menyusun sistem model reklamasi lahan pasca tambang batubara berbasis agroforestri melalui simulasi dinamik.

1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah Daerah, sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan reklamasi lahan pasca tambang batubara dan masukan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Kabupaten.

2. Bagi dunia usaha sebagai referensi untuk penyusunan rencana rehabilitasi lahan pasca tambang, termasuk dalam menentukan komoditi di bidang pertanian/perkebunan dan kehutanan

(39)

menyelidiki permasalahan seyogyanya dilihat secara holistik, komprehensif dan sistematis.

1.4. Kerangka Pemikiran

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 mengatur tentang Sumberdaya Alam yang terkandung di bumi Indonesia dimanfaatkan untuk keperluan kesejahteraan rakyat, termasuk mineral batubara yang terletak dibawah permukaan tanah. Mineral batubara diproyeksikan di masa yang akan datang, segera menggantikan peran minyak bumi, baik untuk komoditas perdagangan luar negeri maupun untuk keperluan industri didalam negeri. Devisa yang diperoleh akan segera dapat mensejahterakan rakyat.

Persoalannya adalah terdapat banyak kasus eksploitasi tambang batubara terbuka atau open pit yang dalam pelaksanaannya tidak dilakukan dengan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan, dari mulai aktifitas eksploitasi sampai dengan selesai penambangan. Lahan pasca penambangan ditinggalkan begitu saja, tidak dilakukan rehabilitasi. Lahan terbuka yang dibiarkan dalam jangka waktu lama dapat menjadi lahan kritis, terdapat proses degradasi karena erosi, kemampuan lahan untuk berproduksi hilang karena tanahnya rusak tidak dapat berfungsi. Kondisi lahan seperti tersebut diatas dapat berakibat terhadap penurunan kualitas lingkungan, dan dapat berkembang menjadi masalah yang komplek.

(40)

Pemanfaatan Sumberdaya Mineral Batubara

Gambar 6. Pola Pikir Model Reklamasi Lahan Berbasis Kebutuhan

Stakeholders.

Salah satu metode untuk memecahkan persoalan yang rumit adalah dengan pendekatan sistem. Dalam pendekatan sistem disamping memahami proses yang terjadi dari obyek yang sedang diteliti juga melibatkan stakeholders

untuk ikut berperan dalam memutuskan bagaimana sebaiknya melakukan rehabilitasi lahan pasca tambang. Hal ini mengacu pada ciri khas pembangunan berkelanjutan, yang selalu melibatkan atau mengikut sertakan pelaku sistem, yaitu

stakeholders.

Penelitian ini menjaring seluruh aspirasi dan kemauan yang bersifat konstruktif dari para stakeholders yang akan merencanakan, melaksanakan dan mengawal program sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dengan metode tersebut diatas diharapkan timbul dampak positif secara psikologis terhadap stakeholders., karena ikut terlibat dalam seluruh rangkaian aktifitas. Pelaksanaan penyelesaian dengan pendekatan sistem agar tercapai tujuan penelitian, terdapat rambu-rambu batasan sistem. Batasan sistem sesuai dengan kerangka pikir digambarkan dalam bagan alir input- out seperti pada Gambar 7.

● Devisa Negara

● Pemasukan dalam negeri Lahan Pasca Tambang

yang di Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang

yang tidak di Reklamasi

Kesejahteraan Masyarakat

Memberdayakan

Stakeholders

Model Reklamasi

● Analisis Existing

Condition

● Analisis Kebutuhan

Analisis Teknis

( - ) ( + )

(41)

Gambar 7. Bagan Alir Input –Output Kerangka Pikir

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan proses evaluasi dan pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian, maka ada beberapa batasan yang perlu penegasan meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini membahas lahan pasca tambang batubara yang depositnya tidak jauh dari permukaan tanah (antara 5 s/d 25 meter dibawah permukaan tanah) yang biasa dikenal pertambangan permukaan atau surface mining

(penambangan batubara terbuka). Pembahasan pada lahan pasca tambang batubara yang direklamasi dan yang tidak direklamasi pasca eksploitasi. 2. Data untuk keperluan simulasi, khususnya jenis pohon yang tumbuh di lahan

pasca tambang diperoleh dari lahan pasca tambang yang telah direklamasi milik konsesi penambangan batubara PT.KPC di Kabupaten Kutai Timur terutama di lokasi Porodesarood dan Taman Rusa Surya. Data primer dilahan yang belum direklamasi seperti data teknis tanah dan data vegetasi serta data responden dan komponen lain seperti kebutuhan pelaku sistem sebagai faktor

Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Output yang diinginkan :

Lahan pasca tambang batubara terbuka, dapat dijadikan sebagai embrio terbentuknya ekosistem alam

Peningkatan pendapatan secara ekonomi terhadap masyarakat dan dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian tanaman pangan dan hasil kebun

Mendukung terciptanya kawasan yang sehat Pembelajaran kepada masyarakat pentingnya menjaga SDA dan keserasian lingkungan Input tidak dapat dikontrol :

Fluktuasi harga hasil usaha dan pasar Kondisi iklim/agroklimat yang tidak menentu

Tidak terselesaikannya masalah lahan atas tanah Perubahan-perubahan dalam tata ruang kabupaten Umpan Balik

Input Lingkungan

• UU RI No 24 Th 1992 Tentang Penataan Ruang

(42)

penentu dalam pembuatan model, diambil di Desa Mangunrejo dan Desa Kampung Bali, Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Kutai Kartanegara. 3. Agroforestri yang dibahas dalam penelitian ini adalah definisi kerja

agroforestri sederhana, yaitu perpaduan sejumlah tanaman satu atau lebih unsur yang memiliki peran ekologi dan ekonomi seperti kelapa, karet, cengkeh atau tanaman keras lainnya dan sebuah atau lebih unsur tanaman semusim seperti jagung, padi atau kacang tanah dan jenis tanaman pagar atau pemisah seperti pisang serta nenas (Foresta et al.2000).

1.6. Nilai Kebaruan (Novelty)

Model reklamasi lahan berbasis agroforestri yang dihasilkan dengan metode pendekatan sistem ini merupakan penelitian yang berbeda dengan berbagai penelitian sebelumnya, karena metode pendekatan sistem dengan menggunakan:

1. ToolsMultidimentional Scalling (MDS) yang kami namakan ”

Rap-Ass-laptabat”singkatan dari Rapid Assessment Lahan Pasca Tambang Batubara,

adalah suatu metode baru untuk menilai kondisi lahan pasca tambang batubara, yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Metode ini merupakan modifikasi dari Rapfish. Rapfish adalah multi-disciplinary rapid appraisal technique untuk mengevaluasi sustainability of fisheries .

Gambar

Gambar 3.Pemakaian Sumberdaya Energi Dalam Negeri tahun 2001-2002.
Gambar 6. Pola Pikir Model Reklamasi Lahan Berbasis Kebutuhan Stakeholders.
Gambar 8. Perubahan Permukaan Tanah Pasca Tambang
Gambar 9. Komponen Penentu Sifat Fisik Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait