VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS
INFEKSI
KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA
Cyprinus carpio
BUDI SUGIANTI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Variasi Genetik
dan
Perubahan
Patologik Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) pada
Cyprinus carpio
adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
bstract
UDI SUGIANTI. Genetic Variation and Pathological Changes of Koi Herpesvirus (KHV)
Infection of Cyprinus carpio. Under supervision of MARTHEN B.M. MALOLE,
BAMBANG PONTJO P., S. BUDI PRAYITNO, ETTY RIANI.
KHV has made mass mortality in koi and common carp, and spread out to many
countries. In Indonesia, KHV has caused outbreaks of mass mortality in many provinces, and
cause economic losses and significant social matter. The aim of this research are to recognize
and to analyze genetic variation of KHV that infects
y
-carpio
and to recognize its
biogeographic distribution in Indonesia as well as to recognize and to analyze tissues
pathological changes which infected by KHV. In this research, the fish that have been used
are koi and common carp which suspected infected by KHV according to the clinical
symptoms derived from 20 provinces in Indonesia. In every fish sample was taken its gill to
PCR examination and then was done sequencing DNA (for KHV positive samples), for
histopathology and immunohistochemistry examination, the organs that were taken: gill,
kidney, spleen, intestine or digestive tract, liver, heart, and brain. Based on the results of
sequencing DNA KHV and phylogenetic tree construction that has been made, there are 17
variants from 18 samples KHV positive was found. Those variants can be grouped into two
clusters the main branch which consisted of group 1 includes variants KHV from South
Kalimantan, Lampung, West Papua, West Kalimantan, West Java, Bali, East Nusa Tenggara.
Then group II consists of KHV variants from North Sumatra, West Kalimantan, West Nusa
Tenggara, Riau, East Kalimantan, and DKI Jakarta.
Related to the infections of KHV
variants on koi and common carp, pathological changes were found in such organs (gill,
spleen, kidney, intestine and digestive tract, liver, heart, and brain). Pathological changes in
gill organ was found proliferation of epithelial cells and fusion of secondary lamella,
hypertrophy epithelial cells of gill lamella, telangiectasis, the inclusion body, edema,
proliferation of hyaline layer and fibrosis at the base of the gills. Spleen pathological change
was found infiltration of inflammatory cells or lymphocytes, appeared MMC, hemorrhage,
congestion, and edema. Kidney pathological change was found hemorrhage, proliferation of
cells in the interstitial, MMC, thickening of the tubule, inflammation of the glomerulus, the
inclusion body, congestion, edema, fibrosis, necrosis of the glomerular. Intestine and
digestive tract was found hemorrhage, enteritis, proliferation, goblet cells, fusion of the villi,
deposit enterolit on gastric, congestion, edema, and necrosis in krypta. Liver pathological
change was found hydropic degeneration, perivascular cuffing, congestion, and fibrosis.
Heart pathological change was found infiltration of inflammatory cells or lymphocytes in the
endocardium, hemorrhage, epicarditis, pericarditis, myocarditis, vacuolization, congestion,
edema, fibrosis, and necrosis.
! " ! #$# %! & '$ (# )* + $ ( %,- ,.!" $ /# &"! 0,! 1# 2#" 3! )"
(
0 1)
2 'Cyprinus carpio.
!*! 4*! $. ,-#+ 5 6 17 558987:5 (9 ;9(: (6 < 9
,
'$7 <601 '!&#% +)! % #- + 4# $
y
#** &$ &# 4 %!$ 4"- 2 ' .,- ,$.$ !&$ 4" '$&,! ! )" ! $! % # - + %# "#* '!*# *.! $# . '! ') $! ! $' ,$#"!,
01 '! - 2 , &$ %# -+ 4# $! 4*) -&$w
* +  %!$ 4 " - '! * $y
& 2 ,3!$" !,
'$4# $#* * & $y
&# ) .!$# &,$,4!'$" ," !-y
$.=) &)2* #"# &!%$ '# $. $ + - %# "#*) %
,
2#$# -! %! $ ! $! *# %)>) $ ) $%) & 4#$.# %+)! '$ 4# $. $-! "! " 3 ! " ! .# $# %!& 0 1y
$. 4#$.!$/# &" !Cyprinus carpio
'$ 4# $.# % +)! " #* $ *! ,.# ,. /!"$y
'! $',$#"!,
4# $.# %+)! ' $ 4# $. $-! " !" 2# )* + $ 2% ,-,.! "j
rin
.n
y
n
.t
#ri
$/#k
si
01,
"#rt
m
#n
.#t
+)! 'n
m
# $. $
lisis
2## *n
y
r
n
01 2 'j
ri
$.n
o
r
.n
-organ target yang terinfeksi
KHV.
Dalam penelitian ini, ikan uji yang digunakan adalah ikan mas dan koi yang
diduga positif terinfeksi KHV berdasarkan pada gejala klinis yang berasal dari 20
provinsi di Indonesia.
Pada setiap ikan sampel diambil organ insang untuk
pemeriksaan PCR, dan selanjutnya dilakukan sekuensing DNA (untuk
sampel-sampel positif KHV). Untuk pemeriksaan histopatologi dan uji imunohistokimia,
organ yang diambil terdiri dari insang, ginjal, limpa, usus/saluran pencernaan,
hati, jantung, dan otak. Pemeriksaan sampel dengan metoda PCR dimulai dengan
melakukan ekstraksi DNA KHV dari insang, selanjutnya dilakukan amplifikasi
produk DNA, elektroforesis, serta pengamatan dan dokumentasi.
Hasil
menunjukkan positif KHV jika terlihat ada pita DNA pada ukuran fragmen 290
bp. Uji PCR dilakukan untuk meneguhkan diagnosa KHVD terhadap ikan mas
dan koi sampel yang menunjukkan gejala klinis melalui pengamatan secara
makroskopik.
Selain menggunakan metoda PCR dan DNA
Sequencing
,
pemeriksaan KHV juga dilakukan dengan pemeriksaan histopatologik dan uji
imunohistokimia.
Pemeriksaan histopatologik dilakukan untuk mengetahui
perubahan patologik pada organ-organ yang terinfeksi varian-varian KHV, dan
dilakukan dengan menggunakan pewarna rutin hematoksilin eosin (HE).
Selanjutnya, pada uji imunohistokimia dilakukan aplikasi dengan kromogen DAB.
Perubahan warna menjadi cokelat/kecokelatan menunjukkan jaringan positif
terinfeksi KHV.
Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Analisis dilakukan terhadap hasil uji PCR dan imunohistokimia pada ikan-ikan
yang positif KHV. Selanjutnya, hasil sekuensing DNA KHV digunakan sebagai
dasar pembuatan pohon filogenetik. Konstruksi pohon filogenetik dibuat
menggunakan metoda Neighbor Joining dengan 100 x replikasi menggunakan
Dari sejumlah sampel bergejala klinis KHV, sebanyak 18 sampel
ditemukan positif KHV melalui PCR dan juga positif dengan metoda
imunohistokimia. Sedangkan 4 sampel lainnya menunjukkan hasil negatif dengan
metoda PCR, namun memberikan hasil positif dengan metoda imunohistokimia.
Hal tersebut menunjukkan 4 sampel genom tidak dapat diamplifikasi melalui
PCR. Sampel-sampel genom yang tidak berhasil diamplifikasi adalah genom asal
Jawa Timur, Sumatera Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Hal yang dapat
menyebabkan kegagalan amplifikasi adalah penggunaan primer kurang spesifik
untuk sampel-sampel genom dari 4 provinsi tersebut. Adanya variasi genetik
KHV yang relatif tinggi atau jarak genetik yang relatif jauh pada sampel-sampel
genom dari 4 lokasi dibandingkan dengan sampel-sampel genom yang berhasil
diamplifikasi, dapat merupakan penyebab kegagalan proses amplifikasi.
Berdasarkan hasil sekuensing DNA KHV dan konstruksi
pohon
filogenetik yang dibuat, ada 17 varian dari 18 sampel positif KHV yang
ditemukan. Varian-varian tersebut dapat dikelompokkan dalam 2
clusters
cabang
utama yang terdiri dari kelompok I meliputi varian-varian KHV yang berasal dari
Kalimantan Selatan, Lampung, Papua Barat, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali,
Nusa Tenggara Timur, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Bengkulu, D.I. Aceh,
dan Kalimantan Timur. Selanjutnya kelompok II terdiri dari varian-varian KHV
yang berasal dari Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tengara Barat, Riau,
Kalimantan Timur dan DKI Jakarta.
Berkaitan dengan infeksi varian-varian KHV pada ikan mas dan koi,
perubahan patologis yang ditemukan diantaranya terjadi pada organ-organ insang,
limpa, ginjal, usus dan saluran pencernaan, hati, jantung, dan otak. Perubahan
patologis organ insang yang ditemukan antara lain adalah proliferasi sel-sel epitel
lamela sekunder dan fusi lamela, hipertrofi sel-sel epitel lamela insang,
telangiectasis, adanya
inclusion body
, edema, proliferasi lapisan hyaline, dan
fibrosis pada pangkal insang. Perubahan patologis organ limpa yang ditemukan
antara lain infiltrasi sel-sel radang/limfosit, tampak MMC, hemoragi, kongesti dan
edema. Perubahan patologis organ ginjal yang ditemukan antara lain hemoragi,
proliferasi sel-sel di interstisial, tampak MMC, penebalan pada tubulus, radang
pada glomerulus, adanya
inclusion body,
kongesti, edema, fibrosis, dan nekrosis
pada glomerulus. Perubahan patologis pada usus/saluran pencernaan yang
ditemukan antara lain adalah hemoragi, enteritis, proliferasi sel-sel goblet, fusi
vili, deposit enterolit pada lambung, kongesti, edema, dan nekrosis pada krypta.
Perubahan patologis organ hati yang ditemukan antara lain adalah degenerasi
hidropik,
perivascular cuffing
, kongesti, dan fibrosis. Perubahan patologis pada
organ jantung yang ditemukan antara lain adalah infiltrasi sel-sel radang/limfosit
pada endokardium, hemoragi, epikarditis, perikarditis, myokarditis, vakuolisasi,
kongesti, edema, fibrosis, dan nekrosis. Perubahan patologis organ otak yang
ditemukan antara lain adalah hemoragi, vakuolisasi,
perivascular cuffing,
satelitosis, gliosis, kongesti, edema, fibrosis, dan nekrosis.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI
KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA
Cyprinus carpio
BUDI SUGIANTI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Sains Veteriner
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
? @ABCDEFGHGI DE GAJ@KL CLCF MNKOHKPOQRGS GKTEAGUV WE OUX ?Y @L O NKOZKOWKE[CK\G LE UV W
e fgfhi jk lmn okj
pq omj okjrls lnjtg osulmfv owosu onxhxyj tzs{ltkj|x j}lm~lk j mfk
(
|} q~og o oopfg jf yjosn j
u p
i jk ln ff j
|xjkjulv jv jsy
i momn wl soh xh l |ln fo
u mx{img mwov osyuxsnxu uqln u mx{i mzm fg ju mojnsx
syyxn o syyxn o
i mzmn nj osj
,
syyxn olsylnowf j
|ln fou mxymon fg j il tosltxhowu okokomoso
ojskqlnl mjsl m
u mx{img mwosvos yux snxu uqln i mzmiowmfho w ym
¡ ¢A£¤¥ ¤
¦ § ¨©ª© «¬® ¯©°±© ² §«©³ © ´ªª©¯ ¦µ ¶· ±©° ¨ ¸§ª©¯ ¹ §ª ® ¹«©¯² © ° º©¯¹© ¸ ³©° ¯®³©±©¯ »±© ¼ §¯®°¨¨© « §°¬ª ® ¼³©«© ¸¹§° ±§ª§¼©® ²©°«§°§ª ® ¸® © °³© °« §°¬ª®¼©°¯©¼® ª« §°§ª®¸® ©°® °®
.
½® ¼ §º¸© ¼®® °® ¾§º®¼®®°¿Àº¹© ¼® ¸ §°¸ ©°¨ Á©º®© ¼® ¨§° §¸®² ³© ° «§º¬ ¾©¯© ° « © ¸ÀªÀ¨® ² ® °¿ §² ¼® ² À®¯ §º« §¼Á®º¬¼(
Â Ã Ä Å «©³© Æ ÇÈÉÊ ËÌÍ ÎÏ ÉÈÊ ÐÑ Ò°¿Àº¹© ¼® ¸ §º¼ §¾¬¸ ³® ¯ ©º© «²©° ³©«© ¸ ¾ §º¹©°¿©© ¸ ¬ °¸¬² ¹ §°¨§¹¾© ° ¨²©° ª© °¨² ©¯-
ª© ° ¨²©¯«§°Ó§ ¨© ¯© °³©°« §° ¨§°³©ª® ©°®°¿§² ¼®Â Ãij®Ò°³ À°§¼® ©.
¶ §º®¹©²©¼® ¯³© °«§°¨¯©º ¨© ©°±©° ¨¸©²¸ §º°®ª ©®³® ¸ ¬ ¬²©°² §«©³©Ô © «©²½º
.
Õ© º¸¯ §°Ô.
Õ.
Õ ©ªÀª § ¼ §ª©² ¬ ² §¸ ¬© ² À ¹® ¼®« §¹¾® ¹ ¾® °¨,
Ô©«©² ÖºÀ¿.
½ º.
³ º¯ ×Ô ©¹ ¾©° ¨ ÖÀ°¸ À· Õ ¦.,
´Ö ħ¸.,
Ô©«©²ÖºÀ¿.
½º.
Òº.
¦.
Ô ¬³®Öº©±® ¸°À,
Õ¦Ó.,
³© °Ò¾ ¬½ º.
Òº.
ظ ¸±Ù® © °®Õ¦.,
¼§ª©² ¬© ° ¨¨À¸©² À¹®¼® « §¹¾® ¹ ¾® °¨,
© ¸© ¼ ² §®²¯ ª ©¼© ° ³© ° ² §¼© ¾© º© °°±© ±© ° ¨ ¸§ª©¯ ¹§¹ ¾§º®² ©° ¾®¹¾®°¨© °· °© ¼ §¯ © ¸,
© º©¯© °· ³©° ³ ÀºÀ° ¨© ° ¼§ª© ¹© «§º§°Ó© °©© °· «§ª©² ¼© °©©° ³© ° « §°¬ª® ¼© ° ¯©¼® ª « §° §ª ® ¸®© ° ® °®.
ÚÓ©«©° ¸§º® ¹© ²©¼®¯ ¬¨© ³® ¸ ¬ ¬²©° ² §«©³©  §«©ª© Ö¬¼© ¸ © º© °¸®°© Ò² © ° ¾§¼ §º¸© ¼ ¸© ¿,
§«©ª © Ô©ª©® Ú® ¦ ¸©°³© º  © º© ° ¸® °© Ò²© ° ¾ §¼§º¸© ¼ §ª ¬º¬¯ ¼¸©¿,
¼ §º¸ © º§²© °-
º§²© ° ±© °¨ ¸§ª©¯ ¹§¹¾© °¸¬· ¼ §ª © ¹©«§°¬ª®¼¹ §°§¹«¬ ¯« §°³®³®²© °¼ §º¸©¹§°±§ª §¼©® ²©°« §° §ª® ¸®© °® °®.
´²¯®º ²© ¸© «§°¬ª®¼ ¾§º¯© º©« ¼§¹ À¨© « §° §ª®¸®© ° ®°® ³©«© ¸ ¾§º¹©°¿© ©¸ ¾© ¨® «§° ¨§¹ ¾©° ¨© ° ®ª¹¬ « §°¨§¸©¯¬© ° ³®¹© ¼© ±©° ¨ ©²© ° ³© ¸© ° ¨ ¸§º¬ ¸© ¹© ³©ª© ¹ « §°¨§¹¾© ° ¨© ° ¬«©±© « §°Ó § ¨©¯ © ° ³© °« §° ¨§°³©ª ®© °«§°±©² ® ¸®²© °³®Ò°³ À°§¼®©
.
Ô À ¨Àº
,
Û © °¬© º®ÜÝÞÜßàWAYAT HIDUP
á âãäåæ ç èæå éêæ ëìéã èæ
J
éìéëíé îéèé íéã ïïéå ðñJ
éãäéëæ ñ òóôõ çâöéïéæ éãé ì ìâåæ÷é èéëæ âã é÷ öâë çé äèéëé è éëæ îé çéã ïéã(A
å÷.)
ø.
øéùæúâèæã ûæ íæ ìúâçúâ÷é(A
üé êýèéãø.
þéëæùéê(I
öäý.
á âãèæèæìéãçéëÿéãé(
ñýèæíâ÷îäêèæJ
äëä çéãB
äèæèéüé á âëéæ ëéãõ é ìäåí éç á âëæìéãéãI
ã çí æí äí á âëíéãæéãB
úïúë(
åäå äç í é êäã ñ ò),
èéã î âãèæ èæ ìéã îé çéç éëÿ éãé(
ý èæ áëúïëé÷ íäèæ þéãéÿâ÷âãK
âä éã ïéã ãæ âë çæ íé çK
éíúå æ ìA
í÷éJ
éüéJ
éìéëíé(
å äåä çí éêäãñ òòôý.
âåéãÿäí ãüéîéèéíé êäãõ î âãäåæ ç ÷âå éã ÿäíìéã ìâ îëúïë é÷ èúìíúë
(
ðý îéèé áëúïëé÷ íäèæ éæã ç âíâëæã âë,
âìúåé ê áé çé çéëÿéã éI
ã çíæ íäíáâëíéãæéã úïúë.
ééí æãæ î âãäåæç öâìâëÿé èæ á äçéí
K
éë éãíæãéI
ìéã(
áä çìéëæ), B
éèéãK
éë éãíæ ãéI
ì éã á âãï âãèéå æéã þäíä èéãK
âé÷éãéãH
é çæå áâëæìéãéã(BKI
á þ),
çâöé ïéæK
âî éå éB
æ èéã ï æçíâ÷ á âëìéëéã í æãééãI
ìéãD
äé öäéê éëíæ ìâå æå÷æé ê öâëÿ äèäå á âëä öé êéãH
æçíúîéíúåúïæB
âöâëéîé ë ïéãI
ìéã þéç áúçæíæùK
úæH
âëî âç æ ëäç(KH
ý üé ã ï!"!
#$%$ &$'
()*
T
)R ISI
+++++++++++++++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ()*T
)R T
),-L
+++++++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ()*T
)R G
)M
,)R
++++++ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ . !/012 #3 432
////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////// 5 6+ 6+
L
7879,:; 7< 7= >+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 6 6+?+T
@A @7=B:=:;87=+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ? 6+ C+K
:97= ><7P
:D<97=B:=:;87=++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ C 6+E+M
7=F778P
:= :;87=+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ G 6+G+
K
:H79@7=INovelty
)
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ J 6+ J+,78 7K7=B:=:;87=
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ J 6+ L+
H
MN8 :K K+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ J ! !/ !2 O3 203" P/////////////////////////////////////////////////////////////////////////
8
?+ 6+
K
797<8 : 9 K8<Q
HV
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++8
?+?+V
797KG
:=:8<+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 66 ?+ C+I
= 7= >+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 6G ?+E+M
:<7=KD :R7=B: 9@H7S7=B78 N;N><I
=F:<KKHV
++++++++++++++++++++++++ 6J ?+G+P
:=>7 9@SL
= ><@= >7=++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ?? ?+ J+S
:H797=T:N>97FK++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ ?EIII.
BAHAN DAN METODA PENELITIAN ... 29
\]^]
U
_ [P
`R
abcd efgech[cijN
k]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \l \]^]m]nfho pb fh [jN
k ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \l \]^]q]k rst [u[ fbh [jN
k ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \v \]^]\]ntefopwuw peh [h ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \x \]^]^]P
ecibr bob cab cjwfgrecobh[ ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \x \]^]l]ygp[u [fbh[jN
k ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \x \]^]v]k rst [u[ fbh [Cycling Sequencing
]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \z \]^]x]ygp[u [fbh[Cycling Sequencing
]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \{ \]^]z]Sequencing
jN
k ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] \{ \]l]P
erep[fh bb c|[ho wsbo wtwi[ f]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] ^} \]v]P
erep[fh bb c~ bp[cib caecibcefc[ fI
r rgcw[howf[ r[b]]]]]]]]]]]]]] ^m \]x]k cbt[h[hjbob]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] ^q
MBAHASAN... 43
^]m]
G
e_bt bK
t[c[h]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] ^\ ^]q]U
_ [Polymerase Chain Reaction
(P
`R)
]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] ^{ ^]\]U
_ [I
rr gcw[howf[ r[b]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] lm ^]^]V
bp[bh[G
eceo[fabcd ebpb cewipb u[h]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] l\ ^]l]P
epgb b cybowtwi[fI
cu efh[KHV
]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] lx ^]l]m]P
epgb b cP
bo wtwi[ fybabI
chb c i]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] v\ ^]l]q]P
epgbb cybowtwi[ fybabG
[c_bt ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]8
m ^]l]\]P
epgbb cybowtwi[ fybabL
[ rsb]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]87
^]l]^]P
epgbb cybowtwi[ fybabH
bo[]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]9
^ ^]l]l]P
epgbb cybowtwi[ fybabU
h gh]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] m}q ^]l]v]P
epgb b cybowtwi[fP
babJ
bcogci]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] m}z ^]l]x]P
epgb b cybowtwi[fybabO
ob f]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]] mm\V.
KESIMPULAN DAN SARAN ... 120
5.1. Kesimpulan ... 120
5.2. Saran... 121
DAFA ABE
¡¢ £
G
k
¤¥-v
¥¦HV
d
C
§¨© ª«¬®¯© ¨ ª°4
± ¡J
h
² k
² t
f
¦HV d
g
t
²PCR d
²³² ±¢
4
H
k
g DNA
¦HV d
¥k
² t
f
¦HV
±´±
J
¥k g
t
k d
¥t
¤¥-v
¥¦HV
µ¶d
t
d
t
·£·
P
¥¸h
t
² ²g
k
¥¶ ¹§ ¨©ª«¬®¯© ¨ ª°² t
f
¦HV d
g
PCR
d
t
² ²³² ·´7
P
¥¸
h
t
² ²g
k
¥¶¹§¨©ª«¬® ¯© ¨ ª°² t
f
¦HV d
g
t
²½¾ ¿À ¾Á ¾ÃÄ ¾Á
ÅÆÇÆ ÈÆÉ
ÊË ÌÍÎÏ ÐÑÒ ÓÔ»Õ»
Herpesviridae
...
Ö ×Ë Ø» Ù» ÚÎ-
¼»Ù»ÚÎÛÜ ØÝÓÎÞÏ ÍÙßÓàÓÏàÓßÓáÍÕ-
áÍÕÛâÊËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ã äË åàÍá»Ò»ÑÓá»æ çèàÙ»Ô ÍÙáÍÏy
ÓÎÞß»ßÍáÓ»ÎéÙÍy
et al.
ê×ëë×ìËËËËËËËËËËËËË ÊÊ íË åÏÙÓÏ ÍÞ»ßÓáÓÙÙÍàÕ»ÑÓỼ» ÙÐáßÍÎÞÓÎÞÍÎÚÔß áî ïðËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË Êñ òË éÍó ÓÕÓÑջλ á»ÑÓÎy
ÓÎÞÏ ÍÙ áÍÙÓÎÞÛÜ ØËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ×ë ôË õÓÙ»ÎÞÓλÎáÓÎÞy
ÓÎÞÏ ÍٻΠÒÍÑá»ÛÜØËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ×Ê ñË ïÍÑÙÚ àá»»ÑÓÎ öàÍÎÞÞÐÎÏ»ÎÞÓÎÑÐÕ»Ïb
ÓÞ»ÓμÍÎÏÙÓÕ»ÑÓÎßÓÙ»ÓÎ ÐáÑÍóÓÙ»ÎÞÓλ áÏ÷ÔÐáËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË äò ÖË
B
Íb
ÍÙÓàÓb
ÍÎÏ ÐÑßÓÎàÚ á»á»ÚÙ ÞÓλÎÏ ÍÙÎÓÕ»ÑÓÎËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË äò ãË éÍó ÓÕÓÑջλ á»ÑÓÎÔÓááÓÔàÍÕy
ÓÎÞÏÍÙßÐÞÓÏÍÙ»Î Ò ÍÑá»ÛÜ ØîËËËËËËËËËË íí ÊëËÜÓá»ÕàÍÔ ÍÙ»ÑáÓÓÎ»Ñ ÓÎáÓÔàÍÕßÍÎÞÓÎÔ ÍÏÚßÓæ çèËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË òÊ ÊÊË ÜÓá»ÕàÍÔ ÍÙ»ÑáÓÓÎßÍÎÞÓÎÔ ÍÏÚßÍ»ÔÔÐÎÚ ÷» áÏÚÑ»Ô»Ó Ë ËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ò× Ê×ËæÚ ÷ÚÎÒ»ÕÚ ÞÍÎ ÍÏ»ÑÛÜØ ËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ôë ÊäË æÚ ÷ÚÎÒ»ÕÚ ÞÍÎ ÍÏ»ÑÛÜØ ËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ôÊ ÊíËæ ÍÏ ÓáÍb
ÓÙÓÎø»Ú ÞÍÚÞÙÓ Ò»áÔÚÕ ÍÑÐÕÍÙÛÜ Øß»ùÎßÚÎ Íá»ÓËËËËËËËËËËËËËËËËËËËË ôä ÊòËæÙÚÕ»ÒÍÙÓá»áÍÕúáÍÕÍà»ÏÍÕlamella
áÍÑÐÎßÍÙêÓ)
ßÓÎÍßÍÔÓêb)
ýþÿ
.. ...
þ ÿv
u
l
u
ffing
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
)
b)
!! "#)
ÿ
ýÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿ $
goblet
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ % &ÿ' # ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ % %ÿFusi vili
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ( (ÿHaemoraghi
# ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ()ÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ )
*ÿ
Epikarditis
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ þÿ+ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ&ÿ
Vakuolisasi
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ &ÿMiokarditis
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
&ýÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿ ý
&ÿ
Kongesti
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ % &&ÿGliosis
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ % &%ÿ,mononuclear perivascular cuffing)
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ( &(ÿNekrosis
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ (-
.
./012345 4201
.
67 89:9;<=> 9? 9@ A
Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di
Indonesia adalah ikan mas dan koi (
By
CDE FGH IJ DCE K) karena mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan
ikan koi dipelihara karena keindahannya. Tingginya permintaan dunia maupun
domestik terhadap ikan-ikan tersebut, membawa konsekuensi meningkatnya
lalulintas ikan mas dan koi, baik antar negara maupun antar area di dalam wilayah
negara Indonesia.
pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh,
P QRST R Ty
Ts
, sering juga
ditemukan adanya kulit yang melepuh. Agen penyakit ini diketahui sangat ganas
dan cepat menular, baik melalui ikan-ikan yang terinfeksi maupun media air
pemeliharaan ikan yang terkontaminasi (Sunarto
Tt
UVW, 2005, Taukhid
T X UVW,
2004).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Badan Riset Kelautan dan
Perikanan (BRKP) dengan Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific
(NACA) menemukan beberapa bukti ilmiah yang mendukung bahwa wabah ini
disebabkan oleh koi herpesvirus (KHV) (Sunarto
T X UV W, 2004). KHV merupakan
salah satu anggota Herpesviridae yang menyerang ikan mas dan koi di banyak
negara dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar (Perelberg
T XUV
., 2003). Selain Indonesia, beberapa negara yang dilaporkan telah terserang
wabah penyakit KHV yaitu Israel, Amerika Serikat, beberapa negara Eropa,
Afrika Selatan, Cina, Taiwan, dan Jepang (Hedrick
T XUV., 2005).
Koi herpes virus disease (KHVD) telah menjadi wabah pada ikan mas dan
koi hampir di seluruh Indonesia. Namun demikian, hingga saat ini data dan
informasi tentang variasi genetik KHV dan wilayah persebarannya di Indonesia
masih terbatas. Demikian pula halnya dengan informasi tentang perubahan
patologis infeksinya pada ikan mas dan koi, padahal data dan informasi tersebut
sangat diperlukan untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan dan
pengendalian infeksi KHV di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
untuk menggali informasi tentang hal tersebut di atas.
YZ[Z \] ^
u
_`ab` bc dt
d_`1. Menganalisis variasi genetik KHV yang menginfeksi
ey
fg hijklmg f hno2. Memetakan sebaran biogeografis variasi genetik KHV di Indonesia.
3. Menganalisis perubahan patologis jaringan
epfg hijk l mgf hnyang terinfeksi
KHV.
4.
Menganalisis penyebaran KHV pada jaringan organ-organ pada
epfg hijkl mgf hn
yang terinfeksi KHV.
qrsr tu vwx yz w{u |} z}vwx{ux u~} }wx
KHV diketahui telah menyebabkan kematian masal pada golongan ikan
mas (
epfg hijk l mgf hn lmgf hn) dan koi (
epfg pi jk l mg f hn n h). Virus ini telah
tersebar terutama di Amerika Utara , Eropa, Israel, dan Asia. Di Indonesia, wabah
kematian masal pada ikan mas dan koi akibat KHV pertama kali dilaporkan
terjadi pada tahun 2002, yang menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial yang
cukup besar. Serangan pertama kali terjadi di Blitar Jawa Timur, kemudian
dengan cepat menyebar ke tempat-tempat pembudidayaan maupun penampungan
ikan mas dan koi di banyak provinsi. Berdasarkan hasil pemantauan hama dan
penyakit ikan karantina (HPIK) yang dilakukan unit-unit pelaksana teknis (UPT)
karantina ikan di Indonesia, pada tahun 2010 KHV ditemukan pada 17 provinsi di
Indonesia (Pusat Karantina Ikan, 2010).
infeksi
KHV juga termasuk kategori
yang termasuk
jenis penyakit berbahaya yang perlu diwaspadai di dunia (OIE, 2010).
Dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit KHV di Indonesia,
berbagai upaya telah dilakukan antara lain melalui deteksi dini KHV dengan
metoda
(PCR). Sampai saat ini, penerapan metoda
PCR untuk deteksi KHV sudah meluas dan berbagai disain
digunakan
untuk pengujian KHV. Banyak lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta
yang menerapkan metoda ini sebagai satu-satunya metoda yang dianggap paling
sensitif dan spesifik untuk mendeteksi KHV. Namun demikian, dalam
perkembangannya, seringkali ditemukan hasil uji yang variatif. Diduga telah
terjadi mutasi atau ada variasi genetik KHV di Indonesia. Menurut Walker
(2000), variasi genetik karena mutasi sekuen nukleotida dapat mencegah
mengikatnya
PCR pada sekuen target.
Berkaitan dengan variasi genetik, Aoki
. (2007) telah meneliti secara
molekuler 3 isolat KHV yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Israel,
dan menemukan bahwa ketiganya merupakan strain baru KHV. Selanjutnya
berdasarkan hasil penelitian Sano
(2007) ditemukan adanya perbedaan
isolat-isolat KHV dari berbagai negara seperti Israel, Indonesia, Malaysia,
Thailand, dan negara-negara Eropa. Di Indonesia, data dan informasi yang
berkaitan dengan varian-varian KHV dan wilayah persebarannya secara geografis
masih terbatas. Sejauh ini laporan KHV di seluruh Indonesia masih berupa
laporan kejadian, dan belum diteliti perbandingan genetika molekulernya.
Indonesia memegang peranan penting untuk mengidentifikasi varian-varian virus
yang berkembang di Indonesia dan patogenesanya. Hal tersebut akan memberikan
petunjuk berharga berkaitan dengan pola transmisi virus, sehingga memberikan
informasi bagi tindakan pencegahan maupun pengendaliannya.
Perubahan
patologis varian KHV yang diperiksa melalui penelitian ini, juga akan menyajikan
gambaran gejala klinis dan kerusakan yang ditimbulkan oleh virus dalam tubuh
hospes. Melalui hal tersebut, pengenalan infeksi oleh KHV dapat bersifat variatif
dalam memberikan informasi terhadap deteksi dini infeksi KHV di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Informasi
ilmiah tentang variasi genetik KHV yang menginfeksi
y
¡¢£¤ ¥
.
2. Informasi
ilmiah tentang sebaran geografis variasi genetik KHV di Indonesia.
3. Informasi ilmiah tentang perubahan patologis infeksi varian KHV di Indonesia.
4. Informasi ilmiah
sebagai dasar
untuk merumuskan
kebijakan, strategi,
program dan kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit KHV di
Indonesia yaitu antara lain:
a)
Pengembangan vaksin sesuai dengan varian KHV yang ada di Indonesia.
b)
Pengembangan metode deteksi dan diagnosa penyakit berdasarkan variasi
genetik KHV.
c)
Pengembangan kegiatan pemantauan dan surveilen berdasarkan variasi
genetik KHV yang ada di Indonesia.
5.
Informasi
ilmiah sebagai bahan evaluasi keberhasilan program dan kegiatan
intervensi yang sudah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian
penyakit KHV di Indonesia.
¦§¨§ ©ª« ¬® ¬¯
(
Novelty
)
Hal-hal baru yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Variasi genetik KHV pada
°y
±² ³´µ¶·¸² ±³ ¹di Indonesia.
2. Sebaran biogeografis variasi genetik KHV di Indonesia.
3. Perubahan patologis infeksi varian KHV di Indonesia.
1
.6.
Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini meliputi pengamatan gejala klinis dan deteksi KHV
dengan uji PCR pada ikan-ikan yang diduga terinfeksi KHV. Selanjutnya
dilakukan DNA
¶ º»µ º´ ·³´¼untuk mengetahui profil DNA KHV dari ikan-ikan
yang positif KHV yang berasal dari berbagai lokasi yang diteliti, dan dianalisis
variasi genetiknya. Pengamatan dan analisis selanjutnya dilakukan terhadap
histopatologi ikan-ikan yang diketahui terinfeksi KHV. Konfirmasi hasil uji
PCR dan mengetahui penyebaran KHV pada jaringan atau organ-target, dilakukan
pengujian dengan teknik imunohistokimia.
1.7.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Varian KHV sudah menyebar secara geografis di berbagai lokasi budidaya di
Indonesia.
3.
Ada hubungan antar kelompok (
¾¿u
st
Àr
) variasi genetik KHV dengan
II
Ê Ë Ì ÍÎÏÐÏ ÍÑÐ ÒËÏ ÓÏ
ÔÊÕÊ Ö×Ø×Ù ÚÛØÜ Ý ÚÜÙ
ÖÞß
Herpesvirus adalah virus yang berukuran besar. Herpetos berasal dari
bahasa Yunani yang artinya mengerikan.
àár
âáãä ãåæásv
berbiak dalam inti,
membentuk badan inklusi yang disebut
ço
w
åä èty
âá é. Virus-virus ini
memperoleh amplopnya sewaktu
êëåå ãìímelalui membran inti sel (Malole,
1988)
Herpesvirus memiliki sejumlah besar gen, yang telah dibuktikan bersifat
peka terhadap kemoterapi anti virus (Brooks,
át
æî, 1995). Menurut Malole (1988),
semua anggota Herpesviridae sensitif terhadap
át
ïár
dan asam. DNA-nya
berserabut ganda dengan berat molekul 50 100 x 10
6
Dalton. Kapsidnya
bersimetri kubus memiliki 162 kapsomer (150 heksagonal dan 12 pentagonal).
Virion yang beramplop berukuran antara 150 200 nm, tetapi virion yang tanpa
amplop juga sering ditemukan dengan ukuran 100 110 nm. Bentuk famili
[image:24.595.94.503.38.839.2]àáä âá
sv
ãäãåæádapat dilihat pada Gambar 1.
KHV yang termasuk salah satu anggota famili Herpesviridae, dilaporkan
menyerang ikan mas dan koi (
ðy
ñòó ôõö ÷ø òñóo
) di banyak negara dan telah
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar (Perelberg
ùt
ø úû, 2003).
Pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron pada sel-sel yang
terinfeksi KHV menemukan virion-virion beramplop yang membungkus
nukleokapsid ikosahedral berukuran diameter sekitar 100
110 nm yang terdapat
di bagian dalamnya. Virion-virion KHV memiliki suatu lapisan
t
ùüõý ùôþdiantara amplop dan nukleokapsidnya.
Ukuran diameter total virion matang
dengan amplopnya sekitar 170 230 nm (Hedrick
ùt
ø úûÿ2005). Bentuk KHV yang
dilihat melalui mikroskop elektron dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Virion-virion KHV yang terdapat pada sel-sel KF-1. Figur
ó ôö ùt
adalah virion KHV lengkap dengan amplop viral,
t
ùüõýùôþ, dan
nukleokapsid hexagonal. Bar = 100 nm (Hedrick
ùt
ø úûÿ2005)
Genom KHV merupakan suatu molekul
õú ùst
òø ô ù(ds) DNA dan
diperkirakan berukuran 277 kbp, melebihi rata-rata ukuran virus yang termasuk
famili Herpesviridae yang berkisar 250 kbp (Ronnen
ùt
ø úû, 2003
ø úø ýHedrick
ùt
yang dipertimbangkan dalam mengelompokkan virus ini dalam famili
Herpesviridae.
KHV berbeda dari herpesvirus-herpesvirus lainnya yang menyerang
ikan-ikan cyprinid seperti
y
sv
ru
s
1 yang merupakan agen penyebab
p
o
x
. Hal ini ditunjukkan melalui uji-uji
yang
menemukan antibodi anti-CyHV-1 gagal bereaksi dengan KHV (Hedrick
t
,
2000). Selanjutnya, perbedaan-perbedaan dalam susunan protein dan
genomik virion memberikan bukti tambahan bahwa kedua jenis virus tersebut
merupakan agen-agen yang berbeda (Gilad
t
2002). CyHV-1 dapat
menyebabkan mortalitas pada ikan mas dan koi tetapi hanya terjadi pada ikan-ikan
yang usianya kurang dari 2 bulan (Sano
t
, 1985
Hedrick
t
2005).
Selain itu juga, ikan-ikan yang dapat bertahan hidup dari infeksi CyHV-1
menunjukkan karakteristik pertumbuhan
o
u
s
yang umum
diketahui sebagai
p
o
x
(Schubert, 1966
Hedrick
t
, 2005). Satu
jenis herpesvirus lainnya adalah
y
sv
ru
s
2 yang awalnya dinamakan
t
s v
ru
s
(GFHNV), telah diobservasi melalui
mikroskop elektron dan telah berhasil diisolasi dari ikan koki (
u
s
u
s
)
yang menunjukkan nekrosis yang parah pada sel-sel hematopoietic. Tidak seperti
CyHV-1, KHV sangat virulen dan dapat
menyebabkan
mortalitas pada seluruh
ukuran ikan mas dan koi (Hedrick
t
, 2000 dan Perelberg
t
, 2003).
CyHV-1 hanya dapat menyebabkan kematian pada Ikan Mas dan Koi yang berumur
kurang dari 2 bulan (Sano
t
, 1985
Hedrick
t
, 2005). Selain itu,
bukti lainnya adalah tidak terjadi pembentukan papilloma pada ikan-ikan yang
Perbandingan-perbandingan DNA genomik dan polipeptida virion dari
KHV terhadap CyHV-1 menunjukkan bahwa virus-virus tersebut memiliki
kemiripan tetapi merupakan agen-agen yang berbeda nyata. Perbedaan ini dapat
ditunjukkan melalui deteksi terhadap masing-masing virus dengan menggunakan
uji-uji PCR yang dikembangkan oleh beberapa peneliti (Gray
et
2002;
Bercovier
t
, 2005). Gray
t
(2002), telah mengembangkan uji PCR melalui
pembuatan disain primer untuk mendeteksi KHV.
!" #r
$t
SphI-5,
%o
rw
!&(5 -GACACCACATCTGCAAGGAG-3 )
dan
r
v
!$(5
-GACACATGTTACAATGGTGGC-3 ), untuk mengamplifikasi produk dengan
ukuran fragmen DNA 290 bp, terbukti dapat mendeteksi KHV. Hal ini
ditunjukkan dengan munculnya pita DNA yang tampak jelas pada ukuran fragmen
290 bp. Sedangkan pada isolat-isolat virus lainnya seperti
'()) '* %"$ (+"ru
s
(CCV) dan
'y
,!")"& - !,sv
"ru
s
(CHV), pita-pita DNA tersebut tidak tampak
(Gambar 3). Uji PCR ini cukup sensitif untuk mendeteksi 100 femtograms atau
sekitar 600 kopi DNA dari DNA genomik KHV (Gray
t
2002).
Gambar 3 PCR
,!" #r
$t
yang didisain Gray
t
(2002) spesifik untuk
mendeteksi KHV, hal ini tampak dari pita DNA pada ukuran fragmen
290bp.
././ 0123 14 3567 6 839
Variasi genetik merupakan ciri-ciri yang paling esensial pada seluruh
progresif terhadap perubahan lingkungan alamiah (Walker, 2000). Mutasi dan
rekombinasi menyebabkan adanya variasi genetika (Trun dan Trempy, 2004).
Menurut Trun dan Trempy (2004), mutasi adalah suatu perubahan fisikal
pada satu atau lebih dari satu pasang nukleotida dalam DNA, dan dapat hanya
mempengaruhi satu pasang nukleotida atau dapat mempengaruhi ratusan kilo basa
nukleotida. Pengaruh mutasi tergantung pada tempat dimana mutasi tersebut
terjadi dalam DNA. Mutasi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu
yang terjadi pada nukleotida tunggal dan banyak nukleotida. Mutasi yang
mempengaruhi nukleotida tunggal disebut
m
icro
lesio
n
s
, sedangkan yang
mempengaruhi banyak nukleotida disebut sebagai
:;m
ro
lesi
<=> ?Beberapa tipe
@ A; B<C D>A <=>adalah mutasi titik dan mutasi
E B:@D> FA Et
.
Mutasi titik adalah perubahan yang terjadi pada satu pasang basa nukleotida.
Perubahan tersebut dapat berupa substitusi basa dari satu purin dengan satu purin
(A menjadi G atau G menjadi A), atau satu pirimidin dengan satu pirimidin (T
menjadi C atau C menjadi T). Mutasi titik ini disebut juga transisi
. Jika
mutasi
titik tersebut berupa substitusi basa dari satu purin dengan satu pirimidin atau
satu pirimidin dengan satu purin, mutasi ini disebut juga suatu
t
B:=>GDrs
D?Tipe
@ A; B<CD> A<=>
lainnya adalah mutasi
E B:@D> FA Et
, yang berupa insersi/penyisipan
atau delesi/penghapusan satu pasang basa tunggal dalam suatu gen. Beberapa
mutasi
EB:@ D>FAEt
juga dapat diklasifikasikan sebagai
@ : ; B<CD> A<=>Hjika mutasi
tersebut berupa insersi/penyisipan atau delesi/penghapusan yang terjadi pada basa
dalam jumlah banyak. Tipe mutasi
@ :; B<CD> A<=>termasuk didalamnya meliputi
seperti
in
verse
/pembalikan dan translokasi. Seluruh mutasi tersebut melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam urutan nukleotida (Trun dan Trempy, 2004)..
Variasi genetik juga dapat terjadi pada virus. Variasi viral tersebut dapat
terjadi melalui sejumlah mekanisme yang meliputi penyusunan/pengaturan
kembali yang utama pada struktur genom, dan pengorganisasiannya dapat terjadi
melalui rekombinasi genetik. Selain itu, dapat juga melalui duplikasi gen,
pertukaran gen, penghapusan gen, dan penyisipan gen. Namun demikian, bentuk
variasi yang paling umum adalah mutasi melalui substitusi nukleotida (Walker,
2000).
Variasi
genetika yang terjadi dapat disebabkan virus-virus tersebut harus
menghadapi perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus. Seperti
halnya virus-virus melintas dari satu inang ke inang lainnya, mereka harus
berhadapan dengan respon pertahanan dan sistem imunologis inang.
Penghindaran dari pertahanan inang merupakan suatu ciri pokok strategi bertahan
pada seluruh virus (Walker, 2000).
Terkait dengan KHV, sejak pertama kali terjadinya wabah, perkembangan
KHV telah dilaporkan melalui berbagai penelitian maupun forum ilmiah.
Berdasarkan pada penelitian
penelitian tersebut diketahui bahwa isolat isolat
KHV dari berbagai Negara seperti USA, Israel, Indonesia, Malaysia, Thailand,
dan Negara Negara Eropa memiliki perbedaan (Sano
et
IJKL MNNO). Penelitian
Stone
Pt
IJ. (2007) melaporkan berbagai varian KHV yang terdeteksi di Eropa.
Selanjutnya, penelitian Aoki
Pt
IJK(2007) menemukan adanya variasi genetik 3
isolat KHV yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Israel. Ukuran genom
1 ), 295,146 bp (varian 2) dan 295,138 (varian 3). Berdasarkan pada preparasi
DNA melalui
QRstrictio
n
STUVTWXYRZ[RD
\]Rst
\VTdengan
^o
t
Yatau
XbaI
menghasilkan profil yang identik dari ketiga
strain
tersebut. Genom strain KHV
memiliki pengulangan langsung (
direct repeat
) sebesar 22 kbp pada tiap tiap
terminal (22,437 bp untuk varian 1, 22,469 bp untuk varian 2 dan 22,485 bp untuk
varian 3). Genom-genom varian tersebut memiliki tingkat kesamaan yang cukup
tinggi pada level sekuen. Sebagai contoh, substitusi
nukleotida
tunggal (tidak
termasuk duplikat terminal pengulangan/terminal
repeat
) varian 1 berbeda dengan
varian 2 dan 3 pada loki 181 dari 217 loki. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan
pada setiap rata rata 1,5 kbp. Disisi lain, dari sebanyak 36
nonconserved
loki,
varian 3 berbeda dengan varian 1 dan 2 pada 32 loki dan varian 2 berbeda dengan
varian 1 dan 3 pada 4 loki. Selain tinjauan pada genom dan loki tersebut, ketiga
strain KHV menunjukkan perbedaan pada
open reading frame
atau dikenal
sebagai ORF. Kejadian tersebut diduga karena adanya insersi dan delesi yang
terjadi pada satu atau dua strain menyebabkan kerusakan pada titik pengkodean
(
coding region
).
Variasi genetik KHV dari beberapa isolat di Eropa, Israel dan Amerika
jauh sebelumnya pada tahun 2003 telah diteliti oleh Gilad
et al.
(2003). Pada
penelitian tersebut diketahui bahwa sebanyak 6 dari 7 isolat yang diteliti tidak
memiliki perbedaan yang signifikan berkaitan dengan polipeptida virionnya. Pada
isolat KHV D-081 dari Israel diketahui memiliki polipeptida tambahan dengan
ukuran 162 dan 41 kDa. Penelitian tersebut juga menemukan adanya perbedaan
antara isolat KHV yang berasal dari Israel dengan isolat Amerika. Isolat-isolat
yang berbeda-beda memiliki polipeptida virion dan RFLP yang identik atau mirip
dengan isolat KHV yang terlebih dulu diisolasi (
Gilad et al.,
2002). Sejalan
dengan hasil penemuan tersebut, Banks (1993) mengemukakan bahwa meskipun
terdapat variasi minor yang terlihat pada isolat virus dalam satu spesies, namun
isolat yang berasal dari lokasi geografis yang sejenis akan membentuk kelompok
yang bersifat
relative homogeny
. Penelitian yang mendalam berkaitan dengan
sequencing
amplikon KHV dan jumlah variasi lokasi geografis asal genom di
masa mendatang akan sangat berguna dalam membedakan beberapa isolat KHV
berdasarkan lokasi geografis.
_`a`
I
b cb dIkan
mas
dan
koki
(
Cyprinus carpio
)
merupakan
inang KHV
(Perelberg
et al.,
2003; Hedrick
et al.,
2005; Ishioka
et al
., 2005; Shapira
et al.,
2005; Waltzek
et al.
, 2005).
KHV
ini diketahui dapat menyerang seluruh ukuran
ikan. Meskipun demikian, ikan-ikan berukuran kecil lebih sensitif terhadap KHV
daripada yang berukuran lebih besar ( Perelberg
et al
., 2003).
Kerentanan ikan terhadap infeksi KHV dan cara transmisinya dapat
berpatokan pada hasil penelitian Perelberg
et al.
(2003) dengan menggunakan
berbagai jenis ikan cyprinids yaitu
Cyprinus carpio
,
Oreochromis niloticus,
Bidyanus
bidyanus,
Hypophthalmichthys
molitrix,
Carassius
auratus,
Ctenopharyngodon idella.
Hasil penelitiannya menunjukkan hanya
Cyprinus
carpio
saja yang rentan terhadap infeksi KHV, dengan tingkat kematian
mencapai 72 % setelah terpapar virus, sedangkan jenis-jenis ikan lainnya tidak
terpengaruh dan tetap bertahan hidup. Melalui uji kohabitasi yang dilakukan
mentransmisikan KHV ke ikan mas lainnya yang sehat. Sedangkan ikan-ikan
dari strain-strain yang resisten tetap bertahan hidup dan tidak menularkan KHV
pada ikan mas yang sehat.
efgf hi
k
jki
lminjkoipqb
j rjkoj stut vw lI
kxik
lwK
yzProses infeksi herpesvirus pada sel inang dimulai dengan terjadinya
perlekatan atau adsorpsi partikel virus pada reseptor yang ada di permukaan sel
inang. Adsorpsi virus pada permukaan sel segera diikuti oleh masuknya
virus-virus yang mengandung genom ds DNA ke dalam sitoplasma melalui proses
endocytosis. Selanjutnya nucleocapsid ditransportasikan sepanjang
matriks
cytoskeletal menuju membran
inti
kemudian masuk ke
dalam inti/
nukleus.
Setelah memasuki
inti
, terjadi proses replikasi virus dengan langkah-langkah
biosintesisnya menurut urutan sebagai berikut: 1) Transkripsi untuk pembuatan
m
essen
g
er
RNA (mRNA) dari DNA virus asal (
parent
) yang menginfeksi sel
(sesudah
uncoating
). 2) mRNA tersebut berpindah ke ribosom dalam sitoplasma
sel dan diterjemahkan (
translated
) menjadi enzim dan protein-protein lainnya
(
early
protein = protein awal) yang melakukan sintesis asam nukleat untuk virus
baru. 3) Replikasi DNA virus
dalam inti.
4) Transkripsi lanjutan untuk pembuatan
mRNA lagi dari DNA-
parent
dan virus baru (
progeny
). 5) Penerjemahan
(
translation
) mRNA yang dibentuk kemudian (
late
mRNA) menjadi protein (
late
protein) sebagai bagian dari komponen virus dan sebagai enzim yang sama
dengan
early enzyme
. 6) Perakitan (
assembly
) virus baru (
progeny
virus) di dalam
inti
sel. 7) Pelepasan virus yang matang (
mature
virus) dari sel. Herpesvirus
amplop, dapat juga berpindah langsung ke sel terdekat tanpa harus terlebih dahulu
keluar sel yang terinfeksi.
Metode transfer antar sel tersebut memungkinkan virus menyebar dalam
tubuh inang walaupun terdapat banyak antibodi di dalam cairan tubuh di luar sel.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi virus secara laten atau kronis
selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada inang yang terlihat sehat
(Malole, 1988; Walker, 2000). Strategi dasar replikasi virus dengan genome ds
DNA dapat dilihat pada Gambar 4. Terkait dengan KHV, Hedrick
et
{|.
(2000)
dan Perelberg
et al.
(2003) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
KHV pertama kali masuk dan menginfeksi ikan melalui insang dan atau usus.
Mekanisme infeksi KHV menurut laporan Pikarsky
et al.
(2004) menyebutkan
bahwa virus pertama kali masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang, selanjutnya
bereplikasi di dalam insang. Aktivitas replikasi tersebut mempengaruhi struktur
insang sehingga terlihat mengalami nekrosis dan kelukaan pada lapisan
mukosanya. Kerusakan insang yang parah merupakan salah satu faktor
[image:33.595.110.506.528.719.2]munculnya gejala klinis pada ikan.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Gray
et
}~.
(2002) melaporkan bahwa
KHV menyebar secara sistemik pada ikan yang terinfeksi. Hal tersebut
dibuktikan melalui analisis PCR dan DNA
hybridization
, yang mendeteksi DNA
KHV pada jaringan insang, gastrointestinal, dan hati ikan yang terinfeksi. Pada
jaringan otak, DNA KHV terdeteksi lemah.
Studi yang dilakukan beberapa peneliti dengan menggunakan pengujian
patologik mikroskopik dan uji-uji PCR kuantitatif juga menunjukkan
jaringan-jaringan target KHV meliputi insang, ginjal, limpa, kulit, otak, usus, dan hati
(Hedrick
et al.,
2000; Gray
et al.,
2002; Gilad
et al.,
2003; Gilad
et al.,
2004).
Hasil penelitian Gilad
et al.
(2004) menemukan konsentrasi DNA KHV tertinggi
terdapat pada insang, ginjal, limpa, dengan jumlah genom yang ekuivalen secara
konsisten yaitu mulai dari 10
8
sampai 10
9
setiap 10
6
sel-sel inang. Level DNA
KHV yang tinggi juga ditemukan pada
mucus
, hati, usus, dan otak. Ikan koi yang
dapat bertahan hidup dari infeksi KHV pada 62
64 hari setelah terpapar virus,
masih mengandung kopi genom KHV dalam jumlah yang lebih rendah (sampai
dengan 1,99 x 10
2
per 10
6
sel-sel inang) pada insang, ginjal, atau otak.
Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV sangat variatif dan umumnya tidak
spesifik. Gejala-gejala yang ditemukan antara lain adalah ikan berenang ke
permukaan untuk mengambil udara atau ikan mengumpul di tempat-tempat air
masuk. Ikan kelihatan megap-megap karena frekuensi pernafasannya tinggi.
Selain itu, seringkali ditemukan juga ikan bergerak kehilangan arah dan berenang
dengan gerakan yang tidak teratur, sebelum akhirnya mengalami kematian (Gray
et al
., 2002). Kematian ikan berlangsung sangat cepat, sekitar 24
48 jam setelah
Hasil pengamatan terhadap ikan yang terserang KHV secara umum
menunjukkan tanda-tanda produksi lendir (
m
u
cu
s
) berlebih sebagai respon
fisiologis terhadap kehadiran patogen, selanjutnya produksi lendir menurun
drastis sehingga tubuh ikan terasa kasat. Pada tahap awal infeksi, insang ikan
menunjukkan bercak-bercak putih kecil di bagian ujung-ujung lembaran insang
dan warna insang masih terlihat normal dan cerah. Infeksi lebih lanjut ditandai
dengan warna ujung-ujung lembaran insang menjadi pucat putih keabu-abuan
disamping bercak-bercak putih menjadi lebih jelas dan meluas. Perkembangan
infeksi selanjutnya menunjukkan sebagian besar lembaran-lembaran insang
mengalami nekrosis atau kematian sel-sel insang. Secara keseluruhan insang
mengalami kerusakan, terjadi penempelan diantara lembaran-lembaran insang,
geripis, dan akhirnya membusuk. Pendarahan (
h
em
) juga terjadi di sekitar
pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya, bahkan selanjutnya sirip
menjadi rapuh dan geripis. Sering juga ditemukan adanya kulit yang melepuh,
atau bahkan luka yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh bakteri, jamur, dan
parasit (Perelberg
et
.,
2003; Taukhid
et al
., 2004; Hedrick
et al.,
2005). Gejala
klinis yang tampak pada ikan yang terinfeksi KHV dapat dilihat pada Gambar 5.
Ikan yang terserang penyakit KHV juga menunjukkan perubahan pada
organ-organ internalnya. Hati (
liver
) terlihat membengkak, terdapat bercak
bercak putih yang sebenarnya adalah nekrosis, tekstur lembek, pucat, terdapat
petechiae
, selanjutnya mengalami kerusakan. Ginjal membengkak dan terlihat
berwarna pucat. Studi yang dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa
hypoprotein, serta imunosupresif sehingga rentan terhadap infeksi patogen
sekunder (Hedrick
et
.
, 2000; Perelberg
et al.,
2003; Taukhid
et al.,
2004).
Secara histologis, ikan-ikan yang terserang KHV menunjukkan adanya
kerusakan jaringan atau lesi yang serius terutama pada kulit, insang, dan organ
dalamnya (hati, ginjal, limpa dan sistem pencernaan). Pada jaringan insang terjadi
hyperplasia
dan
hypertrophy
terutama pada sel-sel epitel
lamella
sekunder
sehingga terjadi fusi antar
lamella
sekunder yang berdekatan (Gambar 6). Hal
tersebut terjadi karena adanya proliferasi dan pembengkakan sel-sel epitel
lamella
sekunder yang tidak terkontrol akibat
induksi virus-virus yang menginfeksi
(Perelberg
et al.,
2003).
Selanjutnya, kerusakan atau perubahan-perubahan histologis tersebut
antara lain dapat dilihat dengan ditemukannya
semacam
eosinophilic
intracytoplasmic inclusion body
(EICB-
like
) dan nekrosis serta
intranuclear
inclusion bodies
pada sel-sel
epithelium
jaringan insang (
epithelium branchial
).
Perubahan berikutnya adalah ditemukannya koloni sel-sel bakteri yang terdapat di
dalam suatu ruangan yang terbentuk akibat adanya fusi antar lamela sekunder
[image:36.595.107.557.551.680.2]yang berdekatan (Perelberg
et al.
, 2003; Taukhid
et al
., 2004.
Organ limpa (
s
pleen
) mengalami nekrosis di beberapa lokasi pada sel-sel
atau jaringan parensimnya. Pada sel-sel parensim limpa ada sebagian inti selnya
yang mengalami pembengkakan (hipertrofi) dan mengakibatkan terjadinya
marjinalisasi kromatin (Gilad
et al
., 2002).
Gambar 6 Jaringan insang yang terinfeksi KHV, menunjukan hiperplasia dan fusi
Lamela sekunder (Sumber: Perelberg
et al.,
2003)
Perubahan histologis dari organ ginjal ditandai oleh perubahan-perubahan
yang terjadi antara lain pada sel-sel hematopoietik di jaringan
interstitial
pada
bagian anterior ginjal yang mengalami nekrosis dan di dalam inti selnya terdapat
badan inklusi (Hedrick
et al.
, 2000; Perelberg
et al.
, 2003).
Hedrick
et al.
(2000), telah melakukan penelitian untuk mengetahui efek
virus terhadap sel. Dalam penelitian tersebut digunakan beberapa jenis
cell lines
yaitu koi fin-1 (KF-1), epithelioma papulosum cyprini (EPC), dan fathead
minnow (FHM) dari
Prenephales promelas.
Virus yang digunakan berasal dari
hasil ekstraksi organ-organ ginjal, limpa (
spleen)
, dan insang, yang berasal dari
ikan yang secara klinis terinfeksi. Ekstrak tersebut selanjutnya diinokulasikan
pada KF-1, EPC, FHM. Hasil pengamatan setelah 1
2 minggu pasca inokulasi
e
ffects
(CPE) pada KF-1 dan EPC. Efek tersebut meliputi terbentuknya
vakuola-vakuola pada sel-sel kultur / jaringan dan terbentuknya fusi antar sel yang
merupakan pengaruh dari serangan virus.
Pengamatan yang dilakukan Hedrick
et al.
(2000) dengan menggunakan
mikroskop elektron pada jaringan organ yang terinfeksi, menemukan adanya
perubahan antara lain pada sel-sel jaringan insang. Perubahan tersebut berupa
pembengkakan sel, dan inti selnya mengalami
hipertrofi
yang diikuti dengan
terjadinya difus atau penyebaran kromatin.
Selanjutnya pada inti sel yang
mengalami
hipertrofi
tersebut ditemukan adanya virion-virion, baik pada jaringan
insang, hati, maupun limfosit dalam pembuluh darah di hati. Virion atau partikel
virus tersebut
berbentuk heksagonal
yang merupakan tipikal Herpesvirus.
u
Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan KHV adalah suhu. Oleh karena itu, memelihara ikan mas dan koi
(
Cyprinus carpio
) pada suhu tertentu dapat membatasi pengaruh dari penyakit ini.
Hampir seluruh wabah penyakit KHV terjadi selama musim semi dan
gugur pada saat suhu air sekitar 18-26°C (Hedrick
et al
, 2000; Perelberg
et al
.,
2003). Pada suhu air yang lebih rendah virus dapat menginfeksi ikan tanpa
menginduksi gejala klinis penyakit, tetapi pada suhu air yang memungkinkan
perkembangan KHV, gejala klinis akan tampak dan selanjutnya dapat
menyebabkan mortalitas (Gilad
et al
., 2004 dalam Hedrick
et al
., 2005). Infeksi
KHV umumnya lebih serius pada suhu air antara 22-27°C (OATA, 2001
dalam
Taukhid
et al.,
2004), menginfeksi ikan mas dan koi semua umur dengan ikan
Berkaitan dengan suhu, suatu penelitian dengan menggunakan sel koi fin
(KF-1) telah dilakukan oleh Gilad
et
.
(2003), untuk mengetahui perkembangan
KHV pada suhu yang berbeda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
suhu sangat berpengaruh terhadap perkembangan KHV. Virus ini menginduksi
fusi sel dan vakuolasi sitoplasmik pada sel-sel KF-1 dalam waktu 5 hari setelah
inokulasi KHV pada suhu 20°C. Efek sitopatik yang meluas sangat jelas terlihat
setelah 7-10 hari, dan berkembang pesat ke seluruh sel setelah 14 hari. Hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa KHV dapat tumbuh pada kisaran
suhu 15-25°C, dengan suhu terbaik untuk replikasi KHV pada 20-25°C. Pada
suhu 30°C dan 40°C, tidak ditemukan adanya pertumbuhan KHV, dan hanya
pertumbuhan minimal yang terjadi pada suhu 10°C.
Berdasarkan kisaran suhu KHV, maka dapat dikembangkan suatu cara
untuk mengendalikan penyakit melalui penginfeksian ikan dengan KHV pada
suhu yang memungkinkan perkembangannya, dan kemudian merubah suhu pada
kisaran yang dapat menghambat pertumbuhan KHV untuk menghindari
munculnya gejala klinis penyakit dan untuk menginduksi imunitas ikan terhadap
penginfeksian kembali. Tampaknya merubah suhu air dibawah atau diatas batas
toleransi KHV (sebagai contoh 30°C atau 13°C) akan menghambat munculnya
gejala klinis penyakit (Ronen
et al
., 2003 dalam Hedrick
et al
., 2005; Gilad
et al
.,
2004).
Cara pemaparan ikan terhadap KHV dan perubahan suhu air yang tinggi,
telah dilakukan dalam uji coba skala besar di Israel untuk menghasilkan ikan-ikan
yang resisten secara alamiah terhadap KHV. Ketika ikan-ikan tersebut kebal
potensial dari KHV (Hedrick
et
., 2005). Gilad
et
l
. (2004) menemukan
ikan-ikan yang diinfeksi pada suhu 13°C tidak menunjukkan gejala klinis tetapi
mengandung DNA KHV yang dapat dideteksi dengan taqman PCR.
¡ ¢£¤¥¡ ¦ §¨
Sejak awal tahun 1995 1996 dilaporkan telah terjadi wabah penyakit baru
yang menyerang ikan mas dan koi (
©y
prinus carpio
), tetapi secara formal baru
dilaporkan terjadi di Jerman pada tahun 1997 (Bretzinger
et al.
, 1997
dalam
Hedrick
et al.,
2005). Penyebab aktual dari penyakit tersebut belum teridentifikasi
hingga tahun 1998 menyusul investigasi yang dilakukan pada saat terjadinya
wabah penyakit pada ikan mas dan koi di Israel dan Amerika Serikat (Hedrick
et
al.
, 2000). Hasil investigasi menunjukkan keberadaan suatu virus herpes yang
selanjutnya disebut Koi herpesvirus atau KHV, pada ikan koi sakit asal Israel dan
Amerika Serikat yang berhasil diisolasi dengan menggunakan suatu
cell line
yang baru dikembangkan dari
koi fin
(KF-1). Virus hasil isolasi tersebut
menunjukkan dapat menginduksi karakteristik penyakit yang sama dan mortalitas
tinggi seperti pada kejadian wabah alamiahnya melalui infeksi percobaan pada
ikan koi di laboratorium (Hedrick
et al.
, 2000).
Perkembangan selanjutnya menunjukkan penyebaran yang cepat dari
KHV. Wabah penyakit KHV dilaporkan telah menyebabkan mortalitas yang
tinggi pada ikan mas dan koi (
Cyprinus carpio
) di seluruh dunia. Negara-negara
tersebut meliputi Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, Afrika Selatan, Cina,
Taiwan, Indonesia, dan Jepang ( Waltzek dan Hedrick, 2004; Sano
et al.,
2004
dalam
Hedrick
et al.,
2005). Haenen dan Engelsma (2004) melaporkan serangan
yang meliputi Belgia (tahun 1999), Inggris (tahun 2000), Belanda (tahun 2002),
Denmark (Juli tahun 2002), Perancis (tahun 2003), Austria (wabah pertama terjadi
pada musim panas tahun 2003), Switzerland (tahun 2003), Luxemburg (tahun
2003), dan Italia (tahun 2003). Serangan KHV di negara-negara Asia meliputi
Cina (tahun 2001), Indonesia (Maret tahun 2002), T