• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian penampilan reproduksi ikan lele (Clarias gariepinus) betina melalui penambahan ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan implantasi dengan estradiol-17β

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian penampilan reproduksi ikan lele (Clarias gariepinus) betina melalui penambahan ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan implantasi dengan estradiol-17β"

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN

ASCORBYL PHOSPHATE

MAGNESIUM

SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN

IMPLANTASI DENGAN ESTRADIOL-17

β

HENGKY JULIUS SINJAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “ Kajian

Penampilan Reproduksi Induk Ikan Lele (Clarias gariepinus) Betina melalui

Penambahan Ascorbyl Phosphate Magnesium sebagai Sumber Vitamin C pada Pakan

dan Implantasi Estradiol-17

β

adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi di

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2007

Hengky Julius Sinjal

(3)

gariepinus) betina melalui Penambahan Ascorbyl Phosphate Magnesium Sebagai

Sumber Vitamin C pada Pakan dan Implantasi Estradiol-17

β

. Komisi

Pembimbing: M. Zairin Jr, R. Affandi, B. Purwantara, dan W. Manalu.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh kombinasi

ascorbyl

phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan implantasi estradiol-17

β

pada

kecepatan pematangan gonad, kualitas telur, dan larva ikan lele (Clarias gariepinus).

Dalam percobaan ini ikan diberikan beberapa kombinasi perlakuan yang terdiri atas 2

faktor, yaitu penambahan ascorbyl phosphate magnesium pada pakan dengan dosis

0, 600, 1200, dan 1800 mg/kg pakan dan implantasi estradiol 17-

β

dengan dosis 00,

250, dan 500

μ

g/kg induk ikan, sehingga jumlah kombinasi perlakuan adalah 12.

Delapan belas ekor induk dengan berat 250–328 gr ditebar ke dalam jaring apung

(3X2X2m) untuk satu perlakuan sehingga terdapat 12 buah jaring apung dengan total

induk ikan berjumlah 216 ekor. Pakan diberikan dua kali sehari secara at satiation.

Pemeriksaan kematangan gonad dilakukan dua minggu sekali dengan

menggunakan metode kanulasi, bersamaan waktunya dilakukan pengambilan sampel

darah dengan menggunakan spuit 2.5 ml yang berheparin untuk keperluan analisis

kandungan estradiol plasma darah. Induk yang telah matang gonad diinjeksi dengan

ovaprim sebanyak 2 kali untuk memacu ovulasi. Telur-telur yang dihasilkan oleh

induk betina ditetaskan di akuarium, kemudian dihitung daya tetas telurnya, dan

persentase larva abnormal yang dihasilkan induk tersebut. Ketahanan larva diuji

dengan memelihara larva sebanyak 100 ekor tanpa diberi makan. Larva diamati setiap

hari dan mortalitasnya dicatat. Jika larva yang hidup tinggal 20 ekor (20%) maka

pengamatan larva diakhiri. Kandungan vitamin C, protein, fosfolipid, lemak, prolin,

dan hidroksiprolin dianalisis pada ovarium, telur, larva 0 hari, dan larva 2 hari.

Berdasarkan evaluasi kombinasi penambahan

ascorbyl phosphate magnesium

dan implantasi estradiol pada induk ikan lele memperlihatkan respons nyata pada

kinerja penampilan reproduksi yang meliputi kecepatan pematangan gonad, indeks

gonad somatik, fekunditas relatif, daya tetas telur, ketahanan hidup larva, dan larva

abnormal yang dihasilkan. Kombinasi yang terbaik untuk mempercepat pematangan

gonad dan memperbaiki kualitas telur dan larva adalah kombinasi penambahan

ascorbyl phosphate magnesium 1200 mg/kg pada pakan dan implantasi estradiol-17

β

dengan dosis 250

μ

g/kg. Dengan semakin meningkatnya penambahan ascorbyl

phosphate magnesium pada pakan menghasilkan peningkatan kandungan vitamin C

pada telur sehingga menghasilkan ketahanan hidup larva yang tinggi dan mengurangi

larva abnormal.

(4)

Catfish (Clarias gariepinus) with Supplemeted by Ascorbyl Phosphate

Magnesium as a Source of Vitamin C in Diets and Implanted with

Estradiol-17

β

. Advisors: M. Zairin Jr, R. Affandi, B. Purwantara, dan W. Manalu.

The experiment was conducted to determine the effect of dietary ascorbyl

phospahate magnesium as a source of vitamin C and implanted with estradiol-17

β

on the gonad maturation, egg and larva quality of African Catfish Clarias

gariepinus. Fish were treated by various combinations of dietary dosage of

ascorbyl phosphate magnesium (0, 600, 1200, and 1800 mg/kg of feed) and

estradiol-17

β

(00, 250, and 500

μ

g/kg). Two hundreds sixteen and eighteen pairs of

broodstock fish were used for this experiment. Fish were fed with the experimental

diets two times a day at satiation. The gonad somatic index, egg diameter, fecundity,

hatching rate of the eggs, survival rate, and percentage of abnormal larvae were

determined. Results of the experiment indicated that supplementation of ascorbyl

phosphate magnesium and estradiol-17

β

stimulated gonad development and increased

hatching rate, fecundity and survival rate, and reduced percentage of abnormal larvae.

Combination of ascorbyl phosphate magnesium 1200 mg/kg feed and estradiol-17

β

250

μ

g/kg gave the best reproductive performance.

Key word : African Catfish Clarias gariepinus, Ascorbyl phosphate magnesium,

estradiol-17

β

, reproduction performance

(5)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencamtumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah

(6)

PENAMBAHAN

ASCORBYL PHOSPHATE

MAGNESIUM

SEBAGAI SUMBER VITAMIN C DAN

IMPLANTASI DENGAN ESTRADIOL-17

β

HENGKY JULIUS SINJAL

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Departemen Budidaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

implantasi dengan estradiol-17

β

Nama

: Hengky Julius Sinjal

Nomor Pokok

: C061020041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Jr., M.Sc. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA

Ketua

Anggota

Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perairan

Prof. Dr. Ir. H. Enang Harris, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(8)

karena hanya dengan berkat anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan

disertasi ini. Peningkatan produksi perikanan dan peningkatan kualitas dan kuantitas

benih ikan merupakan issue yang mendasari penelitian ini, dengan judul ” Kajian

Penampilan Reproduksi Induk Ikan Lele (Clarias gariepinus) Betina Melalui

Penambahan Ascorbyl Phosphate Magnesium Sebagai Sumber Vitamin C pada Pakan

dan Implantasi Estradiol-17

β

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak

Prof. Dr. M. Zairin Jr., M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ridwan

Affandi, DEA dan Bapak Dr. Drh. Bambang Purwantara, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir.

Wasmen Manalu sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan

nasihat, petunjuk dan bimbingan yang sangat berharga selama proses penelitian

sampai dengan penyelesaian studi. Terima kasih kepada Prof. Dr. Enang Harris, MS.

Ketua Program Studi Ilmu Perairan dan DR. Chairul Muluk mantan Ketua Program

Studi Ilmu Perairan yang terus memberikan motivasi dan nasehat agar penulis cepat

menyelesaikan studi.

Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada pimpinan Universitas Sam

Ratulangi, dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Manado yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan. Terima kasih

dan penghargaan juga disampaikan kepada pimpinan Institut Pertanian Bogor dan

Sekolah Pascasarjana, yang telah menerima penulis untuk belajar dan menyelesaikan

studi di lembaga ini.

Pada kesempatan ini saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen

Pendidikan Nasional Republik Indonesia, pemerintaha daerah Sulawesi Utara, dan

yayasan mandiri atas bantuan dana penelitian dan penulisan disertasi.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Balai Riset Perikanan Budidaya

Air Tawar, Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah mengizinkan penulis

(9)

bantuan tenaga teknis lapangan selama saya melakukan penelitian.

Banyak pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama proses

perkuliahan, penelitian sampai penulisan disertasi; oleh karena itu ucapan terima

kasih disampaikan kepada: staf administrasi dan perpustakaan Departemen Budidaya

Perairan: Yuli, Hani, Asep, dan

Dessy

; teknisi laboratorium: Ibu Lina, Bapak Wasjan,

Bapak Ranta. Teman-teman di Program Studi Ilmu Perairan: Suradi, Gunarto

Lantama, Surya Darwisito, Bambang utomo, Yulfiperius, dan Adharto Utiah;

Rekan-rekan di Bogor: Anderson Kumenaung, Orbanus Naharia, Nurdin Jusuf, Ridwan

Lasabuda, Agung Windarto, Alfret Luasunaung, Adnan Wantasen, Edwin Ngangi,

Donata Pandin, Tommy Lolowang, Hasnawaty, Joice Rimper, Jack Mamangkey,

Deny Karwur, Erly Kaligis, Hengky Manoppo, Teo Lasut, Ari Mirah, dan Yosep

Karamoy.

Terima kasih kepada Ayahanda Hendrik Petrus Sinjal (Alm) dan Ibunda

Eleonora Lumintang, adik-adik, kakak-kakak, adik-adik ipar dan kakak-kakak ipar,

atas bantuan doa dan dana dalam penyelesaian studi penulis.

Secara khusus dengan segala ketulusan hati, saya sampaikan terima kasih

kepada istriku dan anakku yang tercinta Joshua Nirai Okinawa Sinjal dan Hideyuki

William Michael Sinjal yang merupakan sumber inspirasi saya dan dengan penuh

pengertian, kesabaran, dan rela ditinggal lama tanpa didampingi secara fisik oleh

penulis sebagai seorang ayah.

Penulis menyadari bahwa apa yang penulis lakukan masih belum memadai

karena keterbatasan waktu dan dana. Oleh karena itu kritik dan saran penyempurnaan

selanjutnya penulis sangat dihargai. Diharapkan apa yang penulis lakukan dapat

bermanfaat dalam memacu perkembangan teknologi pembenihan ikan di Indonesia.

Bogor, Agustus 2007

(10)

Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 19 Juli 1958 sebagai anak dari

pasangan Bapak Hendrik Petrus Sinjal (Alm) dan Ibu Eleonora Lumintang. Penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Manado pada tahun 1970, sedangkan

pendidikan menengah tingkat pertama dan menengah tingkat atas jurusan IPA

diselesaikan masing-masing pada tahun 1973 dan 1976.

Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan Universitas Sam Ratulangi, Manado masuk pada tahun 1977 dan selesai

pada tahun 1985. Pada tahun 1991 penulis melanjutkan studi ke program Master

Science pada Program Studi Marine Biology, University of the Ryukyus Okinawa

Jepang dan selesai pada tahun 1993. Sejak tahun 1986 penulis telah bekerja sebagai

staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi,

Manado. Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Ir. Jeane Rimber Indy MSc dan

dikaruniai dua orang anak Joshua Okinawa Nirai Sinjal dan Hideyuki Michael

William Sinjal.

Pada tahun 2002 penulis diberi kesempatan mengikuti program doktor pada

Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan

bantuan dana beasiswa pendidikan pascasarjana yang diperoleh dari Departeman

(11)

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN...

xi

xii

I

PENDAHULUAN...

1

Latar Belakang... ...

Perumusan Masalah...

Tujuan dan Manfaat...

Hipotesis...

1

4

6

6

II

TINJAUAN PUSTAKA... 7

Kematangan Gonad Ikan...

Vitelogenesis...

Peranan Vitamin C pada Reproduksi Ikan...

Peranan Estradiol-17

β

pada Reproduksi Ikan...

Kualitas Telur Ikan...

Kerangka Teoretis...

7

10

12

15

17

19

III

METODE PENELITIAN... 22

Waktu dan Tempat Penelitian...

Bahan dan Alat...

Metode Penelitian...

Pelaksanaan Penelitian...

Analisis Data...

22

22

24

26

30

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

Hasil...

Kecepatan Pematangan Gonad, Indeks Gonad Somatik, Diameter

Telur...

Fekunditas, Daya Tetas Telur, Ketahanan Hidup Larva, dan

Keabnormalan Larva...

Kadar Estradiol-17

β

dalam Plasma Darah...

Kandungan Vitamin C Ovarium, Telur, dan Larva...

Kandungan Protein Telur, dan Larva...

Kandungan Lemak, Telur dan Larva...

Rasio Hidroksiprolin/Prolin Ovarium dan Larva...

Pembahasan...

31

31

37

41

43

46

47

48

50

V

KESIMPULAN DAN SARAN...

69

(12)

Tabel Halaman

1

Komposisi pakan dengan penambahan ascorbyl phosphate magnesium 0,

600, 1200, dan 1800 mg/kg pakan...

23

2 Komposisi proksimat pakan dengan penambahan ascorbyl phosphate

magnesium 0, 600, 1200, dan 1800 mg/kg pakan...

24

3

Perlakuan berbagai kombinasi penambahan ascorbyl phosphate magnesium

dan implantasi estradiol-17

β

...

24

4

Kualitas air selama percobaan...

27

(13)

1

Proses vitelogenesis pada ikan (Aida et al., 1991)...

16

2 Wadah penelitian yang terbuat dari bambu dengan 12 jaring apung dengan

ukuran 3 X 2 X 2 m yang di atasnya ditutupi dengan jaring...

23

3 Nilai rataan lama waktu matang ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

31

4 Nilai rataan indeks gonad somatik ikan lele yang diberi berbagai

kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan hormon

estradiol-17

β

...

34

5 Nilai rataan diameter telur ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan hormon estradiol-17

β

...

35

6 Struktur histologi gonad ikan lele pada kombinasi dosis ascorbyl

phosphate magnesium 00 mg/kg dan hormon estradiol-17

β

00

μ

g/ml...

36

7 Nilai

rataan

fekunditas relatif ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

37

8 Nilai rataan daya tetas telur ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...;...

38

9 Nilai rataan ketahanan hidup larva ikan lele yang diberi berbagai

kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan

estradiol-17

β

...

39

10 Nilai rataan larva abnormal ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol 17

β

...

40

11 Gambaran morfologis larva: normal (a) abnormal (b, c, dan, d) dari hasil

penetasan induk ikan lele (Clarias gariepinus)...

41

12 Kadar

estradiol-17

β

plasma darah ikan lele pada berbagai kombinasi

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

selama

percobaan...

42

13 Nilai kandungan vitamin C pada ovarium, telur, larva 0 hari, dan larva 2

hari ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate

magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

43

14 Nilai kandungan protein pada telur, larva 0 hari, dan larva 2 hari ikan lele

yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM)

dan estradiol-17

β

...

45

15 Nilai kandungan vitamin C ovarium ikan lele pada hari ke 0, 42, dan 98

yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM)

(14)

17 Nilai rasio hidroksiprolin/prolin (HP/P) pada telur, larva 0 hari, dan larva

2 hari ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate

(15)

Lampiran

Halaman

1 Komposisi

vitamin mix dan mineral mix………... 79

2

Cara pembuatan pelet hormon estradiol-17

β

...…... 80

3

Prosedur penyiapan preparat histologi gonad... 81

4 Prosedur

radioimmunoassai……….. 84

5 Prosedur

analisis

lipida nonpolar (Takeuchi, 1988)…..………..……

85

6

Prosedur analisis vitamin C dengan alat HPLC (Schuep et al. 1994).

86

7

Nilai lama waktu matang ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

dosis ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

87

8

Nilai indeks gonad somatik ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

dosis ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

87

9

Nilai diameter telur ikan lele yang diberi berbagai kombinasi dosis

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

88

10 Nilai fekunditas ikan lele yang diberi berbagai kombinasi dosis

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

88

11

Nilai derajat tetas telur ikan lele yang diberi berbagai kombinasi dosis

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

89

12

Nilai ketahanan hidup larva ikan lele yang diberi berbagai kombinasi

dosis ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan estradiol-17

β

...

89

13 Nilai larva abnormal ikan lele yang diberi berbagai kombinasi dosis

ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan hormon estradiol-17

β

...

90

14 Kandungan vitamin C ovarium ikan lele pada hari ke 0, 42, dan 98

yang diberi berbagai kombinasi dosis ascorbyl phosphate magnesium

(APM) dan estradiol-17

β

...

90

15

Nilai rataan kadar estradiol (ng/ml) plasma darah ikan lele yang diberi

berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan

estradiol yang diambil setiap dua minggu selama 98 hari...

91

16 Kandungan vitamin C pada ovarium, telur, larva 0, dan larva 2 hari

ikan lele yang diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate

magnesium (AMP) dan implantasi estradiol-17

β

...

92

17

Kandungan protein pada telur, larva 0, dan larva 2 hari ikan lele yang

diberi berbagai kombinasi ascorbyl phosphate magnesium

(AMP) dan

implantasi estradiol-17

β

...

92

(16)

20

Analisis ragam lama waktu matang ikan lele...

94

21

Analisis ragam indeks kematangan gonad ikan lele...

94

22 Analisis

ragam

diameter telur ikan lele...

95

23 Analisis

ragam

fekunditas telur ikan lele...

95

24

Analisis ragam daya tetas telur ikan lele...

96

25

Analisis ragam ketahanan hidup larva ikan lele...

96

26

Analisis ragam larva abnormal ikan lele...

97

27

Analisis ragam kandungan estradiol plasma darah ikan lele

berdasarkan waktu pengamatan...

98

28 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 00 mg/kg dan estradiol 00

μ

g/kg………....

99

29 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 00 mg/kg dan estradiol 250

μ

g/kg…………..…………...

100

30 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 00 mg/kg dan estradiol 500

μ

g/kg………...……….

101

31 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 600 mg/kg dan estradiol 00

μ

g/kg………...

102

32 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 600 mg/kg dan estradiol 250

μ

g/kg……….

103

33 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 600 mg/kg dan estradiol 500

μ

g/kg……….

104

34 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 1200 mg/kg dan estradiol 00

μ

g/kg………..……...

105

35 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 1200 mg/kg dan estradiol 250

μ

g/kg……….…………...

106

36 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 1200 mg/kg dan estradiol 500

μ

g/kg………...

107

37 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 1800 mg/kg dan estradiol 00

μ

g/kg………..……...

108

38 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 1800 mg/kg dan estradiol 250

μ

g/kg……..……….

109

39 Sebaran diameter telur ikan lele yang diberi ascorbyl phosphate

magnesium 1800 mg/kg dan estradiol 500

μ

g/kg……….………..

110

(17)

Penguji Luar komisi ujian tertutup: Prof. Dr. Ir. Ing Mokoginta, MS

(18)

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan

adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang

tepat. Selama ini usaha ke arah tersebut telah dilakukan, namun belum berhasil dengan

baik. Kekurangan persediaan benih yang bermutu dalam jumlah dan waktu yang tepat

disebabkan oleh belum optimalnya penanganan induk dan larva yang dihasilkan.

Perbaikan kualitas dan kuantitas telur melalui perbaikan kualitas pakan induk

merupakan alternatif dalam upaya mengatasi masalah tersebut. Kandungan nutrisi

pakan ikan adalah salah satu faktor penentu dalam perkembangan oosit, terutama pada

awal perkembangan telur.

Informasi kebutuhan nutrisi untuk ikan-ikan budi daya yang tersedia umumnya

hanya sebatas kebutuhan nutrien makro, seperti lemak dan protein, sedangkan

informasi kebutuhan mikro nutrien, seperti vitamin dan mineral, masih sangat terbatas.

Selain itu, penggunaan mikro nutrien ini dalam ransum pakan induk hanya mengacu

kepada kebutuhan ransum secara umum untuk pertumbuhan. Dalam kondisi seperti ini,

sulit mengembangkan teknologi produksi benih berkualitas secara massal. Berbagai

penelitian membuktikan bahwa kualitas pakan termasuk nutrien mikro yang

merupakan faktor penting yang berhubungan erat dengan kematangan gonad, jumlah

telur yang diproduksi, dan kualitas telur dan larva (Watanabe 1988).

Kualitas telur merupakan refleksi keadaan kimia nutrisi kuning telur yang sangat

dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi pakan yang diterima oleh induk Blaxter (1969).

Beberapa nutrien mikro maupun asam-asam lemak esensial yang terkandung dalam

ransum pakan ikan akan diakumulasikan dalam telur untuk digunakan sebagai energi

maupun senyawa pembentuk jaringan tubuh selama proses perkembangan embrio

(embriogenesis) maupun larva. Saat telur menetas, sumber energi untuk perkembangan

larva ikan sangat bergantung pada material bawaan telur yang telah disiapkan oleh

induk dan fase ini merupakan fase yang paling kritis. Material telur yang mengalami

defisiensi gizi akan menimbulkan gangguan dalam perkembangan larva dan akhirnya

(19)

Keberadaan nutrien dalam telur ini merupakan akumulasi nutrien pada fase

pematangan gonad. Secara alamiah proses vitelogenesis memerlukan interaksi faktor

eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi vitelogenesis antara lain

temperatur, naik turunnya permukaan air, curah hujan, debit air, feromon, dan pakan.

Pakan induk yang dapat mempengaruhi vitelogenesis adalah pakan yang berkualitas,

yaitu pakan yang mengandung protein, lemak, vitamin E, vitamin C, dan mineral yang

sesuai dengan kebutuhan ikan sebagai bahan pembentuk vitelogenin. Faktor internal

adalah ketersediaan hormon-hormon steroid, gonad terutama estradiol-17β dalam

tingkat yang dapat merangsang vitelogenesis.

Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kualitas telur dan larva ikan lele, perlu

diadakan perbaikan pengelolaan reproduksi dengan cara mempercepat kematangan

gonad melalui penggunaan hormon eksogen dan perbaikan nutrisi induk terutama

kebutuhan akan vitamin C. Informasi kebutuhan vitamin C saat siklus reproduksi serta

pengaruhnya pada perkembangan ovarium dan perkembangan larva ikan lele belum

ada, padahal informasi ini sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum yang tepat

untuk induk ikan lele sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki penampilan

reproduksi ikan tersebut.

Vitamin C merupakan salah satu nutrien mikro yang dibutuhkan oleh induk ikan

dalam proses reproduksi. Hal ini didasarkan pada adanya fluktuasi kandungan vitamin

C ovarium selama berlangsungnya siklus reproduksi pada beberapa spesies ikan dan

udang yang ditangkap di alam seperti pada udang Palaemon serratus (Guary et al.

1975), ikan Carassius carassius (Saeymour 1981), Godus morhua (Agrawal dan

Mahajan 1980; Sandnes dan Braekkan 1981), Oreochromis sp (Azwar 1997).

Kandungan vitamin C dalam ovarium akan meningkat pada awal perkembangannya

dan kemudian menurun pada fase akhir sebelum ovulasi. Ikan tidak mampu

mensintensis vitamin C (Faster dalam Sandnes 1991) sehingga untuk mempertahankan

metabolisme sel, vitamin C mutlak harus diperoleh dari luar tubuh karena tidak terdapat

enzim L-gulonolakton oksidase yang dibutuhkan untuk biosintesis vitamin C

(Dabrowski 2002).

Peran pakan dalam perkembangan gonad penting untuk fungsi endokrin yang

normal. Tingkat pemberian pakan tampaknya mempengaruhi sintesis maupun

(20)

karena kekurangan pakan mungkin dapat menyebabkan kadar gonadotropin rendah

yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisis, respons ovari yang kurang atau mungkin

kegagalan ovari untuk menghasilkan jumlah estrogen yang cukup (Toelihere 1981).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, di samping ketersediaan materi baik kualitas

maupun kuantitas untuk mendukung proses reproduksi, kerja hormon juga diperlukan

untuk mempercepat dan meningkatkan proses sintesis vitelogenin dan penyerapannya

oleh telur.

Estradiol-17β merupakan hormon perangsang biosintesis vitelogenin di hati. Di

samping itu estradiol-17β di dalam darah memberikan rangsangan balik terhadap

hipofisis dan hipotalamus ikan. Rangsangan yang diberikan oleh estradiol-17β kepada

hipofisis ikan adalah rangsangan dalam proses pembentukan gonadotropin yang juga

berperan dalam membantu proses penyerapan vitelogenin oleh telur. Vitelogenin yang

disintesis di hati dengan bantuan hormon estradiol-17β disekresikan ke dalam aliran

darah menuju gonad. Oleh karena adanya peranan estradiol-17β pada biosintesis

vitelogenin maka penambahan estradiol-17β melalui implan pada induk ikan

diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan estradiol-17β yang optimun untuk

merangsang hati mensintesis dan mensekresi vitelogenin ke dalam darah sehingga

konsentrasi vitelogenin dalam darah akan meningkat. Dengan demikian, penyerapan

vitelogenin oleh oosit akan berjalan dengan lancar.

Dengan melakukan pendekatan-pendekatan di atas maka diharapkan telur yang

dihasilkan akan mempunyai derajat pembuahan dan derajat tetas yang tinggi sehingga

larva yang dihasilkan berkualitas baik dengan ketahanan hidup yang prima. Namun,

usaha-usaha pendekatan tersebut sering dilakukan secara parsial dan tidak bersifat

menyeluruh. Pendekatan yang baik adalah mengkombinasikan antara lingkungan,

pakan, dan hormon. Faktor lingkungan sangat kompleks dan sukar ditiru sehingga

kombinasi antara pakan dan hormonlah yang sangat dimungkinkan, tetapi dengan

memperhatikan faktor lingkungan optimal yang mendukung proses reproduksi.

Dalam upaya meningkatkan kualitas telur yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan, penelitian ini dilakukan dengan

mengkombinasikan pendekatan nutrisi dan hormonal. Di samping itu, kebutuhan

vitamin C induk ikan lele dumbo yang berkaitan dengan akumulasi material telur

(21)

demikian, perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi pengaruh penambahan

ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C pada pakan dan hormon

estradiol-17β pada pematangan gonad, kualitas telur, dan ketahanan hidup larva ikan

lele dumbo (Clarias gariepinus). Dengan kombinasi tersebut diharapkan akan lebih

memaksimalkan proses reproduksi sehingga diharapkan materi yang masuk dapat

dengan optimal diserap telur dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas telur dan

larva.

Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi dalam budi daya ikan lele adalah kurangnya informasi

tentang nutrisi induk. Ketersediaan nutrien induk untuk proses vitelogenesis sangat

bergantung pada kualitas pakan yang diberikan. Material telur yang mengalami

definsiensi gizi akan menimbulkan gangguan pada perkembangan larva dan akhirnya

akan mengalami kematian. Salah satu unsur mikro nutrien yang penting dalam proses

vitelogenesis dan embriogenesis adalah vitamin C. Pada proses vitelogenesis, vitamin

C sebagai donor elektron dalam reaksi hidroksilasi biosintesis hormon steroid yang

diperlukan bagi berlangsungnya proses tersebut. Selain itu, vitamin C juga berfungsi

sebagai anti oksidan yang akan melindungi kolesterol dari kerusakan akibat terjadinya

proses oksidasi sehingga kebutuhan kolesterol untuk proses biosintesis hormon

estrogen dapat terpenuhi. Pada proses embriogenesis, vitamin C berperan dalam

metabolisme lemak, yaitu dalam reaksi biosintesis karnitin, yang berfungsi mentransfer

asam lemak rantai panjang dari sitosol ke mitokondria untuk dikonversi menjadi energi

melalui proses β-oksidasi. Dengan demikian, kebutuhan energi selama proses tersebut

berlangsung dapat dipasok dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan. Sumber energi

dan nutrien esensial bagi perkembangan larva ikan ketika telur menetas bergantung

pada materi bawaan yang telah dipersiapkan oleh induk.

Vitamin C mempunyai fungsi sebagai kofaktor enzim prolil dan lisin hidroksilase

yang mengkatalis hidroksilasi prolin dan lisin, yang esensial untuk biosintesis jaringan

kolagen yang terdapat pada ovarium dan perkembangan embrio. Kolagen merupakan

penyusun utama dinding dalam kantong ovarium. Kolagen sebagai penyusun dinding

kapiler darah di jaringan termasuk telur. Kapiler darah pada gonad penting dalam

(22)

vitamin C telur cepat menurun (Sato et al. 1987) karena pada saat itu terjadi

pembentukan tulang dan jaringan ikat.

Umumnya, spesies ikan tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan

biosintesis vitamin C. Ketidakmampuan ikan mensintesis vitamin C disebabkan karena

tidak adanya enzim gulunolakton oksidase yang berperanan dalam mengkonversi

L-gulunolakton ke bentuk 2-keto-L-gunulolakton, sebagai tahap akhir dalam sintesis

vitamin C. Untuk itu kebutuhan vitamin C ikan harus dipasok dari luar.

Selain itu, pemberian pakan yang tidak optimal menyebabkan kurangnya energi

untuk mendukung proses reproduksi, terutama dalam mensintesis hormon-hormon

yang terlibat dalam proses perkembangan telur (vitelogenesis) seperti estradiol-17β.

Estradiol-17β adalah hormon steroid yang disintesis pada lapisan granulosa yang

kemudian bekerja merangsang biosintesis vitelogenin di hati. Sintesis vitelogenin

dirangsang oleh estradiol-17β yang memasuki sistem peredaran darah kemudian

merangsang hati mensintesis dan mensekresi vitelogenin. Konsentrasi estradiol-17β di

dalam plasma darah yang meningkat selama periode pertumbuhan oosit dapat

digunakan sebagai indikator vitelogenesis (Fostier et al. 1978, King dan Pankhurst

2004). Dengan kata lain, estradiol-17β bertanggung jawab dalam sintesis vitelogenin.

Dengan adanya peranan vitamin C dan estradiol-17β seperti tersebut di atas,

perlu diujicobakan peranan tersebut pada ikan uji, agar diperoleh informasi pengaruh

kombinasi ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan estradiol-17β

pada pematangan gonad dan kualitas telur pada ikan lele dumbo. Informasi ini sangat

penting dalam menyusun suatu ransum yang tepat bagi pemenuhan gizi dan dosis

hormon estradiol-17β untuk induk ikan pada masa reproduksi sehingga telur dan

(23)

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mendapatkan dosis kombinasi ascorbyl phosphate magnesium dan

estradiol-17β yang optimum dalam pematangan gonad, kualitas telur, dan larva

ikan lele sebagai ikan uji.

2. Untuk melihat pengaruh kombinasi ascorbyl phosphate magnesium dan

estradiol-17β pada penampilan reproduksi induk ikan lele serta keterkaitannya dengan

komposisi vitamin C, protein, lemak, fosfolipid, dan ratio hidroksiprolin/prolin

ovarium, telur, dan larva.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam manajemen

induk, dengan pemberian pakan dan perlakuan hormonal yang tepat pada induk ikan

sehingga dapat mempercepat pematangan gonad, meningkatkan kuantitas, kualitas

telur, dan ketahanan hidup larva ikan ikan lele.

Hipotesis

Dengan pemberian ascorbyl phosphate magnesium pada pakan dan implantasi

hormon estradiol-17β yang optimal dapat meningkatkan kualitas vitelogenin yang

selanjutnya akan meningkatkan kandungan fosfolipida telur sehingga daya tetas telur

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kematangan Gonad Ikan

Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan

sesudah memijah. Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk

perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan

memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung

sampai selesai. Menurut Effendie (1997), umumnya pertambahan bobot gonad ikan

betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25 persen dari bobot tubuh

dan pada ikan jantan 5-10 persen. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin

rneningkat tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad akan

menjadi semakin besar. Pendapat ini diperkuat oleh Kuo et al. (1974) bahwa

kematangan seksual pada ikan dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan

melalui distribusi penyebaran ukuran telurnya.

Ikan lele (Clarias batrachus) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun

(Chinabut et al. 1991) dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat

tubuh 100 sampai 200 gram (Mollah dan Tan 1983; Suyanto 1986). Di Thailand, ikan

lele yang hidup di alam memijah pada musim penghujan dari bulan Mei sampai

Oktober (Chinabut et al. 1991).

Perkembangan sel telur (oosit) diawali dari germ cell yang terdapat dalam

lamela dan membentuk oogonia. Oogonia yang tersebar dalam ovarium

menjalankan suksesi pembelahan mitosis dan ditahan pada "diploten" dari profase

meiosis pertama. Pada stadia, ini oogonia dinyatakan sebagai oosit primer

(Harder 1975). Oosit primer kemudian menjalankan masa tumbuh yang meliputi

dua fase. Pertama adalah fase previtelogenesis, ketika ukuran oosit membesar

akibat pertambahan volume sitoplasma (endogenous vitelogenesis), namun

belum terjadi akumulasi kuning telur. Kedua adalah fase vitelogenesis, ketika

terjadi akumulasi material kuning telur yang disintesis oleh hati, kemudian

dibebaskan ke darah dan dibawa ke dalam oosit secara mikropinositosis (Zohar

1991; Jalabert dan Zohar 1982). Peningkatan ukuran indeks gonad somatik atau

(25)

saat perkembangan oosit terjadi perubahan morfologis yang mencirikan stadianya.

Menurut Nagahama (1983) stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume

sitoplasma, penampilan nukleus dan nukleolus, serta keberadaan butiran kuning

telur. Berdasarkan kriteria ini, oosit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

kelas. Yamamoto dalam Nagahama (1983) membaginya ke dalam 8 kelas, yaitu

stadia kromatin-nukleolus, perinukleolus (yang terdiri atas awal dan akhir

nukleolus), stadium oil drop stadium yolk primer, sekunder, tertier, dan stadium

matang. Sedangkan Chinabut et al. (1991) membagi oosit dalam 6 kelas untuk

Clarias sp, dimana stadia nukleolus dan perinukleolus dikategorikan sebagai

stadium pertama, dan setiap stadium dicirikan sebagai berikut:

-stadium 1 : Oogonia dikelilingi satu lapis set epitel dengan pewarnaan

hematoksilin-eosin plasma berwarna merah jambu, dengan inti

yang besar di tengah.

-stadium 2 : Oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah besar, inti

biru terang dengan pewarnaan, dan terletak masih di tengah

sel. Oosit dilapisi oleh satu lapis epitel.

-stadium 3 : Pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar dan

provitilin nukleoli mengelilingi inti.

-stadium 4 : Euvitilin inti telah berkembang dan berada disekitar selaput inti

Stadium ini merupakan awal vitelogenesis yang ditandai dengan

adanya butiran kuning telur pada sitoplasma. Pada stadium ini,

oosit dikelilingi oleh dua lapis sel dan lapisan zona radiata

tampak jelas pada epitel folikular.

-stadium 5 : Stadia peningkatan ukuran oosit karena diisi oleh kuning telur.

Butiran kuning telur bertambah besar dan memenuhi sitoplasma

dan zona radiata terlihat jelas.

-stadium 6 : Inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi.

Zona radiata, sel folikel, dan sel teka terlihat jelas.

Pengetahuan tingkat kematangan gonad sangat penting dan sangat menunjang

keberhasilan dalam membenihkan ikan karena berkaitan erat dengan pemilihan

(26)

telur yang terkandung di dalamnya semakin membesar sebagai hasil dari akumulasi

kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak yang berjalan secara

bertahap.

Secara garis besar, perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahap,

yaitu tahap pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin dan

selanjutnya adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai dari ikan

menetas hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua dimulai setelah ikan

mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap berjalan

normal (Lagler et al. 1977).

Tam et al. (1986) menyatakan bahwa pada saat menjelang ovulasi akan terjadi

peningkatan diameter oosit karena diisi oleh massa kuning telur yang homogen akibat

adanya peningkatan kadar estrogen dan vitelogenin. Sementara itu, menurut Bagenal

(1969), ukuran telur juga berperan dalam kelangsungan hidup ikan. Benih ikan brown

trout yang berasal dari telur yang berukuran besar mempunyai daya hidup yang lebih

tinggi daripada benih ikan yang berasal dari telur yang berukuran kecil. Hal ini terjadi

karena kandungan kuning telur yang berukuran besar lebih banyak sehingga larva yang

dihasilkan mempunyai persediaan makanan yang cukup untuk membuat daya tahan

tubuh yang lebih tinggi dibanding dengan telur-telur yang berukuran kecil.

Woynarovich dan Horvath (1980) menyatakan bahwa induk yang pantas

dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur (fase

vitellogenesis) dan masuk ke fase dorman. Fase pembentukan kuning telur dimulai

sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur da!am sel telur dan berakhir

setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ke tengah nukleus.

Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak mengalami perubahan

bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat (dorman). Menurut Lam

(1985), apabila rangsangan diberikan pada saat ini, maka akan menyebabkan

terjadinya migrasi inti ke perifer, kemudian inti pecah atau melebur pada saat

pematangan oosit, ovulasi (pecahnya folikel), dan oviposisi. Menurut Suyanto (1986),

bilamana kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak tersedia maka telur

dorman tersebut akan mengalami degenerasi (rusak) lalu diserap kembali oleh lapisan

folikel melalui atresia. Faktor-faktor eksternal lain yang menyebabkan terjadinya atresia

(27)

Ukuran sel telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin banyak telur yang

dipijahkan ukuran telurnya makin kecil, misalnya ikan cod (diameternya 1-1,7mm)

produksinya 10 juta telur. Salmon Atlantik yang memiliki diameter telur 5-6 mm,

produksi telurnya 2.000-3.000 butir (Blaxter 1969), sedangkan untuk ikan belut dengan

diameter telur 1–1,5 mm produksinya 2.200–5.400 telur (Sidthimunka 1972).

Vitelogenesis

Sintesis vitelogenin (prekursor kuning telur) di dalam hati disebut vitelogenesis.

Vitelogenin diangkut dalam darah menuju oosit, lalu diserap secara selektif dan

disimpan sebagai kuning telur. Vitelogenin ini berupa glikofosfoprotein yang

mengandung kira-kira 20% lemak, terutama fosfolipid, trigliserida, lipoprotein, dan

kolesterol. Berat molekul vitelogenin untuk beberapa jenis ikan diketahui antara 140-

220 kDa (Tyler 1991; Komatsu dan Hayashi 1997).

Proses oogenesis pada teleost terdiri atas dua fase, yaitu pertumbuhan oosit

(vitelogenesis) dan pematangan oosit. Vitelogenesis merupakan aspek penting dalam

pertumbuhan oosit yang meliputi rangkaian proses (1) adanya sirkulasi estrogen

(estradiol-17β) dalam darah menggertak hati untuk mensintesis dan mensekresikan

vitelogenin yang merupakan prekursor protein kuning telur; (2) vitelogenin diedarkan

menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh; (3) secara selektif, vitelogenin

akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis, dan (4) terjadi translokasi sitoplasma

membentuk badan kuning telur bersamaan dengan pembelahan proteolitik dari

vitelogenin menjadi subunit lipoprotein kuning telur, lipovitelin, dan fosvitin. Adanya

vitelogenin menunjukkan terjadinya akumulasi lipoprotein kuning telur di dalam oosit.

Pada beberapa jenis ikan selama pertumbuhan oosit terjadi peningkatan Indeks Somatik

Gonad (IGS) 1 sampai 20% atau lebih.

Pada ikan betina, ovari berespons terhadap peningkatan konsentrasi gonadotropin

dengan meningkatkan secara tidak langsung produksi estrogen, yakni estradiol-17β

(E2). Estradiol-17β beredar menuju hati, memasuki jaringan dengan cara difusi dan

secara spesifik merangsang sintesis vitelogenin (Ng dan Idler 1983). Aktivitas

vitelogenesis ini menyebabkan nilai indeks hepatosomatik (IHS) dan indeks

(28)

Pembesaran oosit disebabkan terutama oleh penimbunan kuning telur. Seperti

pada kebanyakan ikan, kuning telur merupakan komponen penting oosit ikan Teleostei.

Ada tiga tipe material kuning telur pada ikan Teleostei: butiran kecil minyak,

gelembung kuning telur (yolk vesicle) dan butiran kuning telur (yolk globule). Secara

umum, butiran kecil minyak yang kita kenal dengan lipid yang berantai panjang (asam

lemak tidak jenuh) pertama kali muncul di daerah perinuklear dan kemudian berpindah

ke periferi (tepi sel) pada tahap selanjutnya. Urutan kemunculan material kuning telur

bervariasi antarspesies. Pada rainbow trout, butiran kecil muncul segera setelah

dimulainya pembentukan gelembung kuning telur (Yamamoto et al. 1965 dalam

Nagahama 1983).

Fenomena penimbunan material kuning telur oleh oosit ikan dibagi menjadi dua

fase, yakni sintesis kuning telur di dalam oosit atau vitelogenesis endogen dan

penimbunan prekursor (bahan pembentuk) kuning telur yang disintesis di luar oosit

atau vitelogenesis eksogen (Matty 1985). Gelembung kuning telur positif-PAS

(mukopolisakarida atau glikoprotein) umumnya merupakan struktur yang pertama

muncul dalam sitoplasma oosit selama pertumbuhan sekunder oosit, dan pertama kali

muncul di zona terluar dan zona midkortikal pada oosit.

Ketika vitelogenesis berlangsung, sebagian besar sitoplasma telur matang

ditempati oleh banyak gelembung kuning telur yang padat dengan asam lemak dan

dikelilingi oleh selapis membran pembatas. Selama tahap akhir vitelogenesis, globula

kuning telur beberapa ikan Teleostei bergabung satu sama lain membentuk masa

tunggal kuning telur.

Perkembangan gonad ikan betina terdiri atas beberapa tingkat yang dapat

didasarkan atas pengamatan secara mikroskopis dan makroskopis. Secara mikroskopis

perkembangan telur diamati untuk menilai perkembangan ovarium antara lain tebal

dinding indung telur, keadaan pembuluh darah, inti butiran minyak, dan kuning telur.

Secara makroskopis perkembangan ovarium ditentukan dengan mengamati warna

indung telur, ukuran butiran telur, dan volume rongga perut ikan.

Pada ovarium ikan terdapat bakal sel telur yang dilindungi suatu jaringan

pengikat yang bagian luarnya dilapisi peritoneum dan bagian dalamnya dilapisi

epitelium. Sebagian dari sel-sel epitelium akan membesar dan berisi nukleus, yang

(29)

akan bervariasi. Pada tahap perkembangan awal, oogonia terlihat masih sangat kecil,

berbentuk bulat dengan inti sel yang sangat besar dibandingkan dengan sitoplasmanya.

Oogonia terlihat berkelompok tapi kadang-kadang ada juga yang berbentuk tunggal.

Sementara itu oogonia terus membelah diri dengan cara mitosis. Pada ikan yang

mempunyai siklus reproduksi tahunan atau tengah tahunan akan terlihat adanya

puncak-puncak pembelahan oogonia. Pada ikan yang memijah sepanjang tahun,

perbanyakan oogonia akan terus menerus sepanjang tahun.

Transformasi oogonia menjadi oosit primer banyak terjadi pada tahap

pertumbuhan yang ditandai dengan munculnya kromosom. Segera setelah itu, folikel

berubah bentuk, dari semula yang berbentuk skuamosa menjadi berbentuk kapsul oosit.

Inti sel terletak pada bagian sentral dibungkus oleh lapisan sitoplasma yang tipis. Pada

perkembangan selanjutnya, oosit membentuk lapisan korion, membran, granulosa,

membran, dan teka. Juga butir-butir lemak mulai terlihat ditumpuk pada sitoplasma

dan bersamaan dengan itu muncul cortical alveoli. Pada saat ini, ketersediaan vitamin

C mutlak diperlukan karena dengan peningkatan kadar asam lemak, kebutuhan vitamin

C semakin meningkat pula. Vitamin C dapat mencegah terjadinya oksidasi pada

unit-unit asam lemak, terutama asam lemak tidak jenuh (Machlin 1990). Butir-butir lemak

ini selanjutnya akan bertambah besar pada vitelogenesis yang diawali dengan

pembentukan vakuola-vakuola yang kemudian diikuti dengan munculnya globula

kuning telur, bersamaan dengan itu oosit membengkak secara menyolok. Kuning telur

pada ikan terdiri atas fosfoprotein dan lipoprotein yang dihasilkan oleh hati kemudian

disalurkan ke dalam peredaran darah.

Peranan Vitamin C pada Reproduksi Ikan

Vitamin C adalah nutrien yang dibutuhkan untuk proses fisiologi hewan,

termasuk ikan (Tolbert 1979 dalam Al Amoudi et al. 1992). Sebagai vitamin yang larut

dalam air, vitamin C disintesis dari asam glukuronat oleh beberapa hewan, namun ikan

tidak dapat mensintesisnya walaupun sel-selnya membutuhkan (Masumoto et al. 1991).

Oleh sebab itu, vitamin C harus tersedia dalam pakan (Faster dalam Sandnes 1991).

Ketidakmampuan ikan mensintesis vitamin C disebabkan oleh tidak adanya enzim

L--gulunolakton oksidase yang berperan dalam konversi L-L--gulunolakton ke bentuk

(30)

Variasi kadar vitamin C ovarium pada saat siklus reproduksi dari berbagai

spesies ikan telah dicatat oleh beberapa peneliti sehingga menimbulkan spekulasi

kemungkinan pentingnya senyawa ini saat ovarium berkembang. Kadar vitamin C ikan

karper Krusian (Carassius carassius) saat siklus reproduksi berkisar dari 92 sampai 203

ug/g (Saeymour 1981), ikan cod Atlantik (Gadus morrhua) berkisar dari 80 sampai 203

ug/g (Sandnes dan Braekkan 1981), dan karper India dari 225 sampai 286 ug/g)

(Agrawal dan Mahajan 1980). Cho et al. (1979) mendapatkan bahwa kadar vitamin C

ovarium ikan trout (Oncorhynchus mykiss) mencapai maksimum pada 451 ug/g bobot

basah pada saat akan ovulasi. Dengan memperhatikan indeks gonad somatik, Sandnes

dan Braekkan (1981) mencatat bahwa akumulasi vitamin C tertinggi menjelang GSI

mencapai maksimum, kemudian menurun saat terjadi ovulasi. Pengamatan pada ikan

kod Atlantik memperlihatkan bahwa kandungan vitamin C pada stadia awal

pertumbuhan ovarium adalah 150 ug/g dan tertinggi mencapai 500 ug/g (Sandnes

1984). Menurut Ishibashi et al. (1994), perubahan vitamin C ovarium selama periode

pematangan berkaitan dengan peningkatan ukuran oosit karena akumulasi material

kuning telur. Agrawal dan Mahajan (1980) mencatat bahwa kandungan vitamin C

darah ikan karper India yang ditangkap di alam mencapai titik terendah saat musim

pemijahan, yaitu 17,95-19,65 ug/ml, dan saat pertumbuhan ovarium kadar vitamin C

mencapai kisaran 20,39-25,95 ug/ml. Disimpulkan pula bahwa ada mobilisasi vitamin

C yang diperoleh dari pakan alami ke ovarium saat siklus reproduksi.

Soliman et al. (1986) menyatakan bahwa tingginya kandungan vitamin C saat

ovarium berkembang berkaitan dengan fungsinya sebagai kofaktor enzim prolil dan

lisil hidroksilase yang mengkatalis hidroksilasi prolin dan lisin, dan esensial untuk

perkembangan normal jaringan kolagen yang banyak terdapat dalam ovarium. Kolagen

merupakan penyusun utama dinding dalam kantung ovarium (Sandnes et al. 1984).

Waagbo et al. (1989) telah mengamati adanya akumulasi vitamin C di jaringan

kolagen yang mengitari sel telur sehingga disimpulkan bahwa pada saat gonad

berkembang vitamin C digunakan untuk sintesis kolagen. Pendapat lain dikemukakan

oleh Sandnes (1984) bahwa peningkatan kadar vitamin C dalam siklus reproduksi

berhubungan dengan proses vitelogenesis. Proses ini dikontrol oleh hormon estrogen

yang mampu menstimulasi hati untuk mensintesis protein spesifik, yang kemudian

diakumulasikan pada oosit bersama senyawa lipida. Vitamin C pada ovarium berperan

(31)

Penelitian Alava et al. (1993) memperlihatkan bahwa pemberian

askorbil-2-fosfat magnesium, suatu bentuk turunan vitamin C, dalam ransum dapat menstimulasi

perkembangan gonad induk udang Penaeus japonicus betina. Percobaannya dengan

menggunakan pakan yang disuplementasi askorbil-monofosfat magnesium

masing-masing 500, 1000, dan 1500 mg/kg. Setelah pemeliharaan 170 hari, nilai IGS induk

betina mencapai 2.40, 2.51, dan 1.81%, sedangkan nilai IGS induk jantan adalah 0.76,

0.87, dan 0.91%. Untuk kontrol tidak diperoleh data karena induk mati sebelum

berakhimya percobaan. Penelitian Ishibasi et al. (1994) terhadap ikan Japanese parrot

(Oplegnathus fasciatus) memperlihatkan peningkatan indeks gonad somatik dengan

peningkatan dosis vitamin C yang diberikan. Ikan yang menerima pakan dengan

suplementasi vitamin C 0, 300, 1000, dan 3000 mg/kg memperlihatkan nilai IGS

masing-masing 0.5, 0.9, 1.4, dan 2.2 % untuk induk betina, dan 0.4, 0.6, 0.5, dan 0.8

untuk induk jantan. Pengamatan secara mikrokospis terhadap ovarium juga

memperlihatkan persentase induk yang mencapai aktivitas vitelogenesis meningkat

dengan peningkatan dosis vitamin C. Induk yang menerima pakan tanpa suplementasi

vitamin C tidak menunjukkan adanya oosit pada fase vitelogenesis, sedangkan dengan

perlakuan suplementasi vitamin C 300, 1000, dan 3000 mg/kg pakan, jumlah induk

yang ovarinya mencapai stadium vitelogenesis hingga matang adalah 20, 40, dan 80%.

Soliman et al. (1986) mengamati pengaruh asam askorbat pada penampilan reproduksi

ikan Oreochromis mossambicus melaporkan bahwa ikan yang menerima pakan dengan

suplementasi vitamin C biasa 1250 mg/kg memperlihatkan gejala siap mijah lebih

cepat dua minggu dibandingkan induk yang menerima pakan tanpa suplementasi

vitamin C.

Percobaan Priyono et al. (1996) mencatat bahwa ikan bandeng (Chanos chanos

Forskal) yang menerima pakan dengan suplementasi askorbil-2-fosfat magnesium 1500

mg/kg pakan menunjukkan frekuensi bertelur lebih tinggi dibandingkan dengan induk

yang menerima pakan dengan suplementasi 1000 mg/kg pakan, dan tidak ditemukan

induk yang memijah pada kontrol. Vitamin C ovarium induk yang menerima pakan

dengan suplementasi vitamin C lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang

menerima pakan tanpa suplementasi vitamin C, namun kadar vitamin C ovarium dapat

mencapai kadar tertentu (Ishibashi et al. 1994). Percobaannya memperlihatkan bahwa

kandungan vitamin C ovarium induk yang menerima pakan dengan suplementasi

vitamin C masing-masing 0, 300, 1000, dan 3000 mg/kg pakan mencapai 70.6, 657.1,

(32)

vitamin C dalam ransum yang diterima oleh induk dapat ditransfer ke telur, dan

disiapkan untuk perkembangan embrio. Pengamatannya pada telur ikan Oreochromis

mossambicus dimana induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C

1250 mg/kg pakan mengandung vitamin C 201.83 ug/g dan daya tetas telur mencapai

89.33%, sedangkan kandungan vitamin C telur dari induk yang menerima pakan tanpa

vitamin C tidak terdeteksi dan mempunyai daya tetas 56.90%, dan 85% pascalarva

yang dihasilkan mengalami gangguan pertumbuhan tulang belakang. Percobaan

Akiyama et al. (1990) pada ikan sardin (Sardinops sagaxmelanosticia) menunjukkan

bahwa tidak ditemui telur yang menetas dari induk yang menerima pakan dengan

suplementasi vitamin C 80 mg/kg pakan, sedangkan induk yang menerima pakan

dengan suplementasi vitamin C lebih tinggi, yaitu 3200 mg/kg pakan menghasilkan

daya tetas telur lebih baik. Vitamin C yang ditransfer dari induk ke material telur

berperan dalam mendukung perkembangan embrio (Sandnes 1991). Menurut Sandnes

et al. (1984) kandungan vitamin C telur 20 ug/g merupakan batas terendah untuk

perkembangan normal embrio ikan trout.

Peranan Estradiol-17β pada Reproduksi Ikan

Proses vitelogenesis pada ikan melibatkan beberapa hormon, dan pada ikan ada

dua macam hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh adenohipofisis yang berperan

sebagai follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Hormon

tersebut adalah FSH (GTH I), yang bekerja merangsang perkembangan folikel melalui

sekresi estradiol-17β pada ovari dan LH (GTH II) yang dibutuhkan untuk proses

pematangan akhir oosit (Nagahama 1983). Gonadotropin yang dihasilkan akan bekerja

pada sel teka sebagai tempat sintesis testosteron. Testosteron yang dihasilkan oleh

lapisan sel teka akan masuk ke dalam lapisan granulosa. Di dalam lapisan granulosa

testosteron diubah menjadi estradiol-17β dengan bantuan enzim aromatase.

Estradiol-17β merupakan perangsang dalam biosintesis vitelogenin di hati. Di

samping itu, estradiol-17β yang terdapat dalam darah memberikan rangsangan balik

terhadap hipofisis dan hipotalamus ikan. Rangsangan yang diberikan oleh estradiol-17β

terhadap hipofisis ikan adalah rangsangan dalam proses pembentukan gonadotropin.

Rangsangan terhadap hipotalamus adalah dalam memacu proses GnRH. GnRH yang

(33)

nantinya berperan dalam proses biosintesis estradiol-17β pada lapisan granulosa. Siklus

hormonal terus berjalan di dalam tubuh ikan selama terjadinya proses vitelogenesis

(Nagahama 1983 dan Yaron 1995). Menurut Aida et al. (1991) proses vitellogenesis

pada ikan terjadi seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses vitelogenesis pada ikan (Aida et al. 1991)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi

estradiol-17β akan meningkatkan konsentrasi vitelogenin darah dan konsentrasi

estradiol-17β tinggi pada saat vitelogenesis pada European sea bass (Dicebtrachus labrax)

(Hassin et al. 1991); salmon (Salmo gairdneri) (Van Bohemen et al. 1981); mas

koki (Pankhurst et al. 1986); jambal siam (Pangasius hypophthalmus) (Indriastuti

2000 dan Monijung 2002). Penelitian untuk melihat hubungan tersebut telah

dilakukan pada ikan trout, Salmo trutta dan rainbouw trout Salmo gairdneri

(Hjartarson et al. 1991), Striped bass Morone sexatilis (Sullivan et al. 1991), dan

Clarias macrocepalus (Tan-Fermin et al. 1997). Sintesis vitelogenin di hati sangat

dipengaruhi oleh estradiol-17β yang merupakan stimulator dalam biosintesis

vitelogenin. Selain itu, sintesis tersebut dipengaruhi juga oleh androgen yang ada

Umpan balik

(34)

dalam tubuh ikan (testosteron) dan melalui perubahan androgen menjadi estrogen

oleh enzim aromatase hati (Yaron 1995). Dengan demikian, peningkatan GtH

dapat meningkatkan estradiol, dan pola kandungan estradiol seiring dengan

perkembangan telur (Yaron 1995; Tan-Fermin et al. 1997).

Kualitas Telur Ikan

Kualitas telur adalah kemampuan telur untuk menghasilkan larva yang berdaya

hidup. Kemampuan telur untuk menghasilkan larva yang berdaya hidup dapat

ditentukan dengan beberapa faktor antara lain faktor fisik, kimia, genetik, dan fisiologi

selama terjadi proses awal pada telur. Jika salah satu faktor essensial ini tidak ada,

perkembangan telur akan gagal dalam beberapa stadia. Telur merupakan hasil akhir

dari proses gametogenesis setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang panjang

yang sangat bergantung pada gonadotropin dari pituitari. Perkembangan diameter telur

pada oosit teleostei umumnya karena akumulasi kuning telur.

Ada tiga macam material kuning telur yang berbeda, yaitu 1) oil droplet (butir

minyak), 2) yolk vesicle (vesikula kuning telur), dan 3) yolk globule (bola kecil kuning

telur). Dalam vitelogenesis yang sedang berkembang, sitoplasma telur yang matang

ruangannya diisi oleh bola-bola kecil kuning telur saling bersatu dengan yang lainnya

membentuk menjadi massa kuning telur.

Pembuahan atau fertilisasi adalah proses bergabungnya inti sperma dengan inti

sel telur dalam sitoplasma sehingga membentuk zigot, dimana asosiasi ini merupakan

mata rantai awal dan sangat penting pada proses fertilisasi. Laju pembuahan sering

digunakan sebagai parameter untuk mendeteksi kualitas telur.

Fertilisasi dan proses aktivasi pada telur ikan menjadi penting untuk beberapa

perkembangan embrio. Selama fertilisasi dan aktivasi, pada telur-telur ikan teleost

terjadi reaksi kortikal. Alveoli kortikal melebur dan melepaskan kandungannya

(koloids) dari lapisan kortikal, dan selanjutnya memulai pembentukan ruang perivitelin

(Yamamoto 1961 dalam Kjorsvik et al. 1990). Kortikal alveoli muncul setelah

terjadinya fertilisasi dan reaksi kortikal yang tidak lengkap menunjukkan kualitas telur

yang jelek. Tidak lengkapnya proses aktivasi ini menyebabkan ruang perivitelin

(35)

korion telur selama proses aktivasi akibat dari reaksi enzim. Telur yang kualitasnya

bagus memiliki korion yang keras.

Selain hal-hal di atas parameter lain yang dapat juga menjadi patokan kualitas

telur adalah transparansi telur dan distribusi butiran lemak (Mc Evoy 1984). Kualitas

telur yang baik umumnya transparan dan jelas kelihatan serta pembelahan awal yang

simetris.

Selama oogenesis, kuning telur mengakumulasi sejumlah besar granula kuning

telur dan lipid yang terisi pada bagian tengah. Kisaran diameter granula telah diukur

antara 6-24 µm (Linhart et al. 1995). Jumlah dan distribusi lemak (butir lemak) sangat

bervariasi. Ukuran diameternya antara 1-1.5µm, dan diketahui bahwa butir lemak

berfungsi sebagai cadangan energi dan fungsi hidrostatik. Distribusi butir-butir lemak

ini juga menjadi parameter kualitas telur.

Ukuran telur berkorelasi dengan ukuran larva. Larva yang besar lebih tahan tanpa

pakan dibandingkan dengan larva yang kecil yang ditetaskan dari telur yang kecil.

Hubungan positif antara ukuran larva dan ukuran telur telah dilaporkan untuk Salmon

salar, Onchorhynchus mykiss (Kamler 1992), dan turbot (Scopththalmus maximus L)

(Kjorsvik et al. 2003).

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa telur yang berukuran besar menghasilkan

kelangsungan hidup yang lebih tinggi. Kamler (1992) mengajukan sebuah persamaan

kelangsungan hidup untuk ikan pelagis laut, laju mortalitas telur dan larva berbanding

terbalik dengan ukuran telur. Bila tidak ada makanan eksternal, larva yang lebih besar

yang berasal dari telur yang besar dapat bertahan hidup lebih lama dibanding larva yang

berasal dari telur yang kecil.

Pada kondisi yang baik seperti di pembenihan, ukuran telur tidak memberikan

dampak secara langsung pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada ikan

Rainbow trout (Salmo gairdneri: Pitman 1979; Springate dan Bromage 1985), Salmo

salar (Thorpe et al. 1984), catfish Clarias macrocepalus. (Reagen dan Conley 1977),

dan carp (Kirpchnikov 1966 dalam Kjorsvik et al. 1990).

Telur harus mengandung semua nutrien yang diperlukan oleh embrio yang

sedang berkembang dan larva setelah telur dibuahi sampai pada saat ikan dapat

memenuhi keperluannya untuk mengawali konsumsi makanan dari luar. Komposisi

(36)

pertumbuhan. Komponen yang diketahui esensial untuk kehidupan organisme

(terutama untuk organisme yang tidak dapat mensintesis nutrien), seperti vitamin C

harus ada dalam pakan dalam jumlah tertentu untuk kebutuhan biologi organisme

tersebut. Oleh karena itu, parameter biokimia kualitas telur dapat digunakan untuk

mengevaluasi kandungan biokimia telur bahkan sebelum fertilisasi.

Materi yang diperlukan selama perkembangan dapat dibagi dua, yaitu 1)

diperlukan secara langsung untuk sintesis jaringan embrionik dan 2) digunakan untuk

energi metabolisme. Jumlah nutrien yang diperlukan jelas bervariasi bergantung pada

beberapa faktor, antara lain waktu inkubasi, ukuran ikan pada waktu menetas, dan

lamanya anak-anak ikan memerlukan persediaan makanan endogen sebelum

menemukan semua keperluan dari sumber lain. Kandungan protein lipid dan

karbohidrat berkorelasi positif dengan kelangsungan hidup larva (Kamler 1992)

Kerangka Teoretis

Secara alami proses vitellogenesis memerlukan interaksi antara faktor eksternal

dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi vitelogenesis antara lain

temperatur, curah hujan, debit air, feromon, dan pakan. Pakan merupakan komponen

penting dalam proses pematangan gonad karena proses vitelogenesis pada dasarnya

adalah proses akumulasi nutrien dalam sel telur sehingga ketersediaan nutrien pada sel

telur akan menentukan kualitas telur dan pada akhirnya juga pada perkembangan larva.

Di pihak lain, faktor internal yang terpenting adalah tersedianya hormon-hormon

steroid gonad terutama estradiol-17β pada tingkat yang dapat merangsang

vitelogenesis.

Proses perkembangan gonad ikan dimulai dengan adanya respons dari

hipotalamus terhadap sinyal lingkungan, kemudian merangsang pituitari untuk

menghasilkan gonadotropin yang nantinya akan mempengaruhi sintesis testosteron

yang diaromatasi menjadi estradiol-17β. Estradiol-17β merupakan perangsang

biosintesis vitelogenin di hati, dan dapat memberikan umpan balik terhadap hipofisis

serta hipotalamus ikan untuk menghasilkan gonadotropin. Sintesis vitelogenin ini

distimulir oleh estradiol-17β yang masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang

hati untuk mensintesis dan mensekresi vitelogenin. Selanjutnya vitelogenin ini dilepas

(37)

ditimbun sebagai komponen kuning telur. Peningkatan konsentrasi estradiol-17β akan

meningkatkan konsentrasi vitelogenin darah. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi

estradiol-17β dalam tubuh ikan sejalan dengan perubahan konsentrasi vitelogenin

darah.

Vitamin C mempunyai peranan dalam proses vitelogenesis dan embriogenesis.

Hal ini terjadi karena vitamin C mempunyai peranan penting dalam reaksi hidroksilasi

biosintesis hormon steroid, metabolisme lemak, dan sintesis kolagen (Masumoto et al.

1991; Linder 1992: Piliang 1995).

Vitamin C memainkan peranan penting dalam reaksi hidroksilasi biosintesis

hormon steroid yang diperlukan bagi berlangsungnya proses tersebut. Selain itu,

vitamin C juga berfungsi sebagai antioksidan. Pada proses embriogenesis, vitamin C

berperan dalam metabolisme lemak, yaitu dalam reaksi biosintesis karnitin, yang

berfungsi mentransfer asam lemak rantai panjang dari sitosol ke mitokondria untuk

dikonversi menjadi energi melalui proses β-oksidasi. Dengan demikian, kebutuhan

energi selama proses tersebut berlangsung dapat dipasok dalam jumlah yang cukup

sesuai kebutuhan. Sumber energi dan nutrien esensial bagi perkembangan larva ikan

ketika telur menetas bergantung pada materi bawaan yang telah dipersiapkan oleh

induk.

Vitamin C mempunyai fungsi sebagai kofaktor enzim prolil dan lisil hidroksilase

yang mengkatalis hidroksilasi prolin dan lisin, dan esensial untuk perkembangan

normal jaringan kolagen yang banyak terdapat pada ovarium. Kolagen merupakan

penyusun utama dinding dalam kantong ovarium. Hal inilah yang menyebabkan

adanya fluktuasi kandungan vitamin C ovarium selama berlangsungnya siklus

reproduksi. Selain itu, kolagen dibutuhkan untuk perkembangan embrio dan larva,

karena kolagen merupakan komponen utama pada kulit dan jaringan ikat serta zat-zat

pembentuk tulang dan gigi.

Defisiensi vitamin C pada ikan dapat disebabkan kurang tersedianya

senyawa ini dalam pakan yang diberikan karena mudah larut dalam air dan

hilang selama proses pembuatan pakan. Di samping itu, ikan tidak mampu

mensintesis vitamin C, walaupun sel-selnya membutuhkan vitamin C. Dari

hasil percobaan Azwar (1977) diketahui bahwa ascorbyl phosphate magnesium

(38)

oksidasi sehingga bioaktivitasnya sebagai sumber vitamin C dalam pakan tetap

(39)

III. BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar

(BRPBAT), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Juni sampai Desember

2005.

Bahan dan Alat

Pakan uji

Selama penelitian, jenis pakan yang digunakan adalah pakan dalam bentuk

pelet dengan komposisi berdasarkan komposisi pakan buatan untuk induk ikan

lele (Khoironi, 2002), kemudian ditambahkan vitamin C yang berupa

ascorbyl

phosphate magnesium

(Showa Denko Jepang) dengan bobot molekul 379,61

serta kandungan asam askorbat 46%. Komposisi pakan uji dan proksimat pakan

dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Hewan Uji

Dalam percobaan ini hewan uji yang akan digunakan adalah induk ikan lele

dumbo (

C. gariepinus

) dari hasil pembesaran petani ikan yang ada di Dermaga Bogor.

Induk ikan adalah hasil pemijahan dari satu induk dan berumur 6 bulan. Jumlah ikan

yang digunakan adalah 216 ekor induk ikan lele betina pada tingkat kematangan

gonad II dan 216 ekor ikan jantan. Masing-masing perlakuan mempunyai 18 ekor

ikan. Ukuran panjang dan bobot ikan uji masing-masing 32–38 cm dan 250–328 gram.

Hormon implantasi

Hormon yang digunakan adalah estradiol-17

β

(Sigma Chemical Company) dan

bubuk kolesterol (5-cholesten-3

β

-ol), cocoa butter, alkohol 98%, 2-phenoxyethanol dan

betadine (prosedur selengkapnya pada Lampiran 03).

Wadah

Ikan dipelihara dalam 12 buah jaring terapung yang diletakkan di dalam

kolam dengan ukuran panjang, lebar, dan kedalaman masing-masing 3.0 meter,

(40)

untuk mencegah agar ikan uji tidak melompat ke luar wadah (Gambar 2). Untuk

pemijahan digunakan akuarium sebanyak 40 buah dengan ukuran 60 X 50 X 50 cm

yang dilengkapi dengan pipa-pipa aerasi. Akuarium tersebut juga akan digunakan

untuk proses inkubasi, penetasan telur, dan pemeliharaan larva.

[image:40.612.122.507.162.410.2]

Gambar 2. Wadah penelitian yang terbuat dari bambu dengan 12 jaring apung

dengan ukuran 3 X 2 X 2 m yang di atasnya ditutupi dengan jaring

Tabel 1. Komposisi bahan pakan dengan penambahan

ascorbyl phosphate

magnesium

(APM) 0, 600, 1200, dan 1800 mg/kg pakan

Persentase

Ascorbyl Phosphate Magnesium

(APM)

Bahan Pakan (%)

0

600

1200

1800

Tepung ikan

23.28

23.28

23.28

23.28

Tepung kedelai

28.08

28.08

28.08

28.08

Pollard

36.29

36.29

36.29

36.29

Minyak ikan

1.37

1.37

1.37

1.37

Minyak jagung

1.37

1.37

1.37

1.37

Gambar

Tabel 1. Komposisi bahan pakan dengan penambahan ascorbyl phosphate                 magnesium (APM)  0, 600, 1200, dan 1800 mg/kg pakan
Gambar 3. Nilai rataan lama waktu matang ikan lele yang diberi berbagai
Tabel 5.  Nilai rataan lama waktu matang, indeks gonad somatik, diameter telur, fekunditas relatif,  derajat tetas telur,  ketahanan
Gambar 5. Nilai rataan diameter telur ikan lele yang diberi berbagai  kombinasi
+7

Referensi

Dokumen terkait