• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Rehabilitasi Lahan Dengan Hasil Air (Studi Kasus Di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Rehabilitasi Lahan Dengan Hasil Air (Studi Kasus Di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor,

Propinsi Jawa Barat)

AHMAD SAHAB

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor,

Propinsi Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

AHMAD SAHAB

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh HENDRAYANTO

Mata air di Blok S Cipendawa mengering sejak tahun 1998 dan mengalir kembali pada tahun 2003 setelah lahan tersebut direhabilitasi dengan ditanami jati, mengkudu, mahoni, kayu afrika dan bambu, serta tumbuhnya tumbuhan bawah secara alami sebagai upaya rehabilitasi lahan bervegetasi semak-rumput. Mengalirnya mata air tersebut diduga berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi lahan tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai penyebab dan proses muncul kembali mata air diperlukan penelitian mengenai hubungan kegiatan rehabilitasi lahan dengan hasil air (mata air) di lokasi tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari – Mei 2008. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : GPS Garmin 60 CS; ombrometer; infiltrometer; tabung silinder tanah; aplikasi ArcView 3.3 GIS ekstensi AVSWAT 2000; peta digital kontur; tally sheet; stopwatch; ember; oven; aplikasi Tank Model-GA Optimizer; dan data curah hujan tahun 1998-2007. Sedangkan objek penelitian ini adalah daerah tangkapan air (DTA) mata air Blok S Cipendawa beserta penutupan lahan, debit mata air dan tanahnya.

Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan hubungan yang kuat antara debit mata air dan curah hujan dengan koefisien korelasi sebesar 0,67. Analisis keseimbangan air Tank Model juga menunjukkan 76,11% debit mata air berasal dari intermediate flow. Berdasarkan data-data tersebut mata air Blok S Cipendawa merupakan mata air yang berasal dari akifer yang kecil (dangkal). Mengalirnya kembali mata air disebabkan karena adanya peningkatan laju infiltrasi pada lahan yang mengalami perubahan jenis vegetasi, yaitu dari lahan vegetasi berupa semak dan rumput sebesar 17,65 mm/jam menjadi 70,96 mm/jam pada lahan vegetasi campuran dan 139,16 mm/jam pada lahan jati & mengkudu. Peningkatan laju infiltrasi tersebut disebabkan karena adanya perbaikan sifat-sifat tanah dari bahan organik tanah 3,03%; porositas 48,4%; kapasitas lapang 49,44%, berturut-turut menjadi 4,79%; 56,19% dan 56,41% pada lahan vegetasi campuran, dan 3,59%; 50,19% dan 52,12% pada lahan jati & mengkudu. Peningkatan sifat-sifat tanah tersebut merupakan pengaruh dari adanya vegetasi yang menghasilkan lebih banyak serasah yang meningkatkan kandungan bahan organik, porositas tanah, dan kapasitas lapang tanah. Selain itu pembuatan terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Penggunaan pupuk organik juga menambah kandungan bahan organik tanah.

Rehabilitasi lahan bervegetasi semak rumput yang dilakukan di Blok S Cipendawa Megamendung meningkatkan laju infiltrasi tanah sehingga volume air tanah akan meningkat yang apabila muncul di permukaan tanah akan mengalir sebagai mata air yang mengalir sepanjang tahun.

(4)

Study at Blok S Cipendawa, Megamendung Village, Megamendung District, Regency of Bogor, West Java). Under Supervision of HENDRAYANTO.

Spring at Blok S Cipendawa was dry since 1998, and it appearing back in 2003 after land was planted by teak, mengkudu, mahagoni, african wood, bamboo, and also cover crops which grow up naturally, as an effort of scrub grass land rehabilitation. To learn more about the causes and process of appearing back of the spring necessaries the research on land rehabilitation and water yield relationship (springs) in the location.

This research had been carried out at Blok S Cipendawa, Megamendung village, Megamendung district, regency of Bogor, west Java. The data was collected in January – May 2008. The tools used were GPS Garmin 60 CS; ombrometer; infiltrometer; soil rings, ArcView 3.3 GIS extension AVSWAT 2000; contour digital map; tally sheet; stopwatch; pail, oven; Tank Model – GA Optimizer; and local annual rainfall data year 1998 – 2007. The research objects were water catchment area with land cover, spring‟s discharge and soil.

Simple linier regression analysis shows strong correlation between spring discharge and rainfall with coefficient of correlation is 0.67. Analysis of Tank Model resulted 76.11% of spring‟s discharge derive from intermediate flow. According to those data, the spring at Blok S Cipendawa is a spring derives from small (shallow) aquifer. Re-appearing of spring at Blok S is caused by increasing of soil‟s infiltration rate over the land which is converted from scrub grass with infiltration rate of 17.65 mm/hour into mixed vegetation with infiltration rate of 70.96 mm/hour, as well as into teak & mengkudu vegetated land with infiltration rate of 139.16 mm/hour. The increasing of infiltration rate is caused by soil properties improvement; organic matter content from 3.03%; porosity 48.4%; field capacity 49.44%, to be (respectively at mixed vegetation and teak & mengkudu) 4.79% and 3.59%; 56.19% and 50.19%; 49.44% and 52.12%. The improvement of those soil properties is the effect of vegetation which produced much more litter, so that has increased soil‟s organic matter content, porosity and field capacity. On the other hand, land terracing reduced slope length and hold water then reducing run-off velocity and enable to absorb water into soil. Using manure has also enriched soil‟s organic matter content.

Rehabilitation of scrub-grass land by planting trees, bamboo, and followed also by cover crops which grew up naturally, land terracing and using manure into soil has increased infiltration rate. As infiltration rate increased, groundwater discharge will increase as well, where reaching soil surface will appear as spring which flows along year.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa Megamendung, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2009

(6)

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Ahmad Sahab

NIM : E14203067

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

(7)

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Penulis panjatkan atas segala curahan rahmat dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Penulis berharap skripsi ini bermanfaat sebagai salah satu referensi ilmiah mengenai hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air dan sebagai bahan evaluasi dan acuan dalam kegiatan rehabilitasi baik bagi Kelompok Tani Megamendung maupun pelaksana rehabilitasi lahan lainnya.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. selaku dosen pembimbing. Selain itu penghargaan penulis sampaikan pula kepada Kelompok Tani Megamendung selaku pelaksana rehabilitasi lahan tempat penulis melakukan penelitian, Bapak Prof. Budi Indra dan Bapak Rudiyanto atas bantuan software dan penjelasan Tank Model GA-Optimizer.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(8)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 1986 dari pasangan H. Muhidin dan Siti Barkah. Setelah lulus dari SMU Negeri 76 Jakarta tahun 2003 Penulis melanjutkan studi di Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB melaui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun yang sama.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kegiatan kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Keuangan dan Kebijakan Fiskal BEM Kehutanan IPB tahun 2004-2005, Anggota DKM „Ibaadurrahman Fahutan IPB tahun 2004-2005, Ketua Departemen HRD International Forestry Students‟ Association Local Committee IPB (IFSA LC IPB) tahun 2005-2006, Direktur IFSA LC IPB tahun 2006-2007, humas Asrama Sylvasari, sebagai pengamat (observer) dalam United Nations Climate Change Conference (UNCCC) 2007, delegasi Indonesia dalam the Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting di Bali tahun 2007 dan Bangkok tahun 2008. Penulis juga pernah terlibat dalam proyek inventarisasi mata air BPDAS Citarum – Ciliwung di wilayah Bandung Selatan, serta melakukan praktek kerja lapang di HTI lahan gambut PT. SBA Wood Industries Sumatera Selatan.

(9)

Rampungnya penyusunan skripsi ini tak terlepas dari doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. “Mata air” kehidupanku; kedua orangtua tercinta (H. Muhidin dan Siti Barkah), kakak dan adik-adikku, serta keluarga besar H. Raian bin Kembu atas doa, nasehat dan kasih sayangnya.

2. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing atas bimbingan skripsi dan ilmu yang diberikan.

3. Bapak Bambang Istiawan, Ibu Rosita, Mas Ade ZM, dr. Untung dan rekan-rekan lainnya di Kelompok Tani Megamendung atas bantuan fasilitas, wawasan dan kebersamaannya.

4. Bapak Ir. Nana M. Arifjaya, MS atas arahan dan nasehatnya, Mr. AODA Tadao dari Niigata University Japan atas bantuan buku dan arahannya, Bapak Prof. Budi Indra dan Bapak Rudiyanto atas bantuan software dan penjelasan Tank Model GA-Optimizer.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. dan Bapak Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS selaku dosen penguji atas saran, nasehat, ilmu dan wawasan yang diberikan.

6. Keluarga besar Laboratorium Pengaruh Hutan; Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, MS; Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS; Bapak Dadan Mulyana, S.Hut; Ibu Atikah dan rekan-rekan mahasiswa Laboratorium atas bantuan fasilitas, ilmu dan kebersamaannya.

7. Keluarga besar Asrama Sylvasari, khususnya angkatan Jejaka Sylvasari dan Neo Sylvasari atas kebersamaan, keceriaan dan bantuan yang diberikan.

8. Murobi, teman-teman satu lingkaran dan para Pejuang Waktu atas bimbingan ruhiyah, nuansa islami dan ukhuwah-nya.

(10)

forum akademisi dan pengabdian masyarakat.

11. Sahabatku Surahman, Yasin, Lukman, Tarmizi, Ismail, Zibril dan lain-lain atas dukungan dan doanya.

12. Seluruh pihak lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

(11)

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor,

Propinsi Jawa Barat)

AHMAD SAHAB

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor,

Propinsi Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

AHMAD SAHAB

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh HENDRAYANTO

Mata air di Blok S Cipendawa mengering sejak tahun 1998 dan mengalir kembali pada tahun 2003 setelah lahan tersebut direhabilitasi dengan ditanami jati, mengkudu, mahoni, kayu afrika dan bambu, serta tumbuhnya tumbuhan bawah secara alami sebagai upaya rehabilitasi lahan bervegetasi semak-rumput. Mengalirnya mata air tersebut diduga berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi lahan tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai penyebab dan proses muncul kembali mata air diperlukan penelitian mengenai hubungan kegiatan rehabilitasi lahan dengan hasil air (mata air) di lokasi tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari – Mei 2008. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : GPS Garmin 60 CS; ombrometer; infiltrometer; tabung silinder tanah; aplikasi ArcView 3.3 GIS ekstensi AVSWAT 2000; peta digital kontur; tally sheet; stopwatch; ember; oven; aplikasi Tank Model-GA Optimizer; dan data curah hujan tahun 1998-2007. Sedangkan objek penelitian ini adalah daerah tangkapan air (DTA) mata air Blok S Cipendawa beserta penutupan lahan, debit mata air dan tanahnya.

Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukkan hubungan yang kuat antara debit mata air dan curah hujan dengan koefisien korelasi sebesar 0,67. Analisis keseimbangan air Tank Model juga menunjukkan 76,11% debit mata air berasal dari intermediate flow. Berdasarkan data-data tersebut mata air Blok S Cipendawa merupakan mata air yang berasal dari akifer yang kecil (dangkal). Mengalirnya kembali mata air disebabkan karena adanya peningkatan laju infiltrasi pada lahan yang mengalami perubahan jenis vegetasi, yaitu dari lahan vegetasi berupa semak dan rumput sebesar 17,65 mm/jam menjadi 70,96 mm/jam pada lahan vegetasi campuran dan 139,16 mm/jam pada lahan jati & mengkudu. Peningkatan laju infiltrasi tersebut disebabkan karena adanya perbaikan sifat-sifat tanah dari bahan organik tanah 3,03%; porositas 48,4%; kapasitas lapang 49,44%, berturut-turut menjadi 4,79%; 56,19% dan 56,41% pada lahan vegetasi campuran, dan 3,59%; 50,19% dan 52,12% pada lahan jati & mengkudu. Peningkatan sifat-sifat tanah tersebut merupakan pengaruh dari adanya vegetasi yang menghasilkan lebih banyak serasah yang meningkatkan kandungan bahan organik, porositas tanah, dan kapasitas lapang tanah. Selain itu pembuatan terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Penggunaan pupuk organik juga menambah kandungan bahan organik tanah.

Rehabilitasi lahan bervegetasi semak rumput yang dilakukan di Blok S Cipendawa Megamendung meningkatkan laju infiltrasi tanah sehingga volume air tanah akan meningkat yang apabila muncul di permukaan tanah akan mengalir sebagai mata air yang mengalir sepanjang tahun.

(14)

Study at Blok S Cipendawa, Megamendung Village, Megamendung District, Regency of Bogor, West Java). Under Supervision of HENDRAYANTO.

Spring at Blok S Cipendawa was dry since 1998, and it appearing back in 2003 after land was planted by teak, mengkudu, mahagoni, african wood, bamboo, and also cover crops which grow up naturally, as an effort of scrub grass land rehabilitation. To learn more about the causes and process of appearing back of the spring necessaries the research on land rehabilitation and water yield relationship (springs) in the location.

This research had been carried out at Blok S Cipendawa, Megamendung village, Megamendung district, regency of Bogor, west Java. The data was collected in January – May 2008. The tools used were GPS Garmin 60 CS; ombrometer; infiltrometer; soil rings, ArcView 3.3 GIS extension AVSWAT 2000; contour digital map; tally sheet; stopwatch; pail, oven; Tank Model – GA Optimizer; and local annual rainfall data year 1998 – 2007. The research objects were water catchment area with land cover, spring‟s discharge and soil.

Simple linier regression analysis shows strong correlation between spring discharge and rainfall with coefficient of correlation is 0.67. Analysis of Tank Model resulted 76.11% of spring‟s discharge derive from intermediate flow. According to those data, the spring at Blok S Cipendawa is a spring derives from small (shallow) aquifer. Re-appearing of spring at Blok S is caused by increasing of soil‟s infiltration rate over the land which is converted from scrub grass with infiltration rate of 17.65 mm/hour into mixed vegetation with infiltration rate of 70.96 mm/hour, as well as into teak & mengkudu vegetated land with infiltration rate of 139.16 mm/hour. The increasing of infiltration rate is caused by soil properties improvement; organic matter content from 3.03%; porosity 48.4%; field capacity 49.44%, to be (respectively at mixed vegetation and teak & mengkudu) 4.79% and 3.59%; 56.19% and 50.19%; 49.44% and 52.12%. The improvement of those soil properties is the effect of vegetation which produced much more litter, so that has increased soil‟s organic matter content, porosity and field capacity. On the other hand, land terracing reduced slope length and hold water then reducing run-off velocity and enable to absorb water into soil. Using manure has also enriched soil‟s organic matter content.

Rehabilitation of scrub-grass land by planting trees, bamboo, and followed also by cover crops which grew up naturally, land terracing and using manure into soil has increased infiltration rate. As infiltration rate increased, groundwater discharge will increase as well, where reaching soil surface will appear as spring which flows along year.

(15)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa Megamendung, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2009

(16)

Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Ahmad Sahab

NIM : E14203067

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788

(17)

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Penulis panjatkan atas segala curahan rahmat dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Hubungan Rehabilitasi Lahan dengan Hasil Air (Studi Kasus di Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Penulis berharap skripsi ini bermanfaat sebagai salah satu referensi ilmiah mengenai hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air dan sebagai bahan evaluasi dan acuan dalam kegiatan rehabilitasi baik bagi Kelompok Tani Megamendung maupun pelaksana rehabilitasi lahan lainnya.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. selaku dosen pembimbing. Selain itu penghargaan penulis sampaikan pula kepada Kelompok Tani Megamendung selaku pelaksana rehabilitasi lahan tempat penulis melakukan penelitian, Bapak Prof. Budi Indra dan Bapak Rudiyanto atas bantuan software dan penjelasan Tank Model GA-Optimizer.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(18)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 1986 dari pasangan H. Muhidin dan Siti Barkah. Setelah lulus dari SMU Negeri 76 Jakarta tahun 2003 Penulis melanjutkan studi di Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB melaui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun yang sama.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kegiatan kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Keuangan dan Kebijakan Fiskal BEM Kehutanan IPB tahun 2004-2005, Anggota DKM „Ibaadurrahman Fahutan IPB tahun 2004-2005, Ketua Departemen HRD International Forestry Students‟ Association Local Committee IPB (IFSA LC IPB) tahun 2005-2006, Direktur IFSA LC IPB tahun 2006-2007, humas Asrama Sylvasari, sebagai pengamat (observer) dalam United Nations Climate Change Conference (UNCCC) 2007, delegasi Indonesia dalam the Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting di Bali tahun 2007 dan Bangkok tahun 2008. Penulis juga pernah terlibat dalam proyek inventarisasi mata air BPDAS Citarum – Ciliwung di wilayah Bandung Selatan, serta melakukan praktek kerja lapang di HTI lahan gambut PT. SBA Wood Industries Sumatera Selatan.

(19)

Rampungnya penyusunan skripsi ini tak terlepas dari doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. “Mata air” kehidupanku; kedua orangtua tercinta (H. Muhidin dan Siti Barkah), kakak dan adik-adikku, serta keluarga besar H. Raian bin Kembu atas doa, nasehat dan kasih sayangnya.

2. Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing atas bimbingan skripsi dan ilmu yang diberikan.

3. Bapak Bambang Istiawan, Ibu Rosita, Mas Ade ZM, dr. Untung dan rekan-rekan lainnya di Kelompok Tani Megamendung atas bantuan fasilitas, wawasan dan kebersamaannya.

4. Bapak Ir. Nana M. Arifjaya, MS atas arahan dan nasehatnya, Mr. AODA Tadao dari Niigata University Japan atas bantuan buku dan arahannya, Bapak Prof. Budi Indra dan Bapak Rudiyanto atas bantuan software dan penjelasan Tank Model GA-Optimizer.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. dan Bapak Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS selaku dosen penguji atas saran, nasehat, ilmu dan wawasan yang diberikan.

6. Keluarga besar Laboratorium Pengaruh Hutan; Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, MS; Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS; Bapak Dadan Mulyana, S.Hut; Ibu Atikah dan rekan-rekan mahasiswa Laboratorium atas bantuan fasilitas, ilmu dan kebersamaannya.

7. Keluarga besar Asrama Sylvasari, khususnya angkatan Jejaka Sylvasari dan Neo Sylvasari atas kebersamaan, keceriaan dan bantuan yang diberikan.

8. Murobi, teman-teman satu lingkaran dan para Pejuang Waktu atas bimbingan ruhiyah, nuansa islami dan ukhuwah-nya.

(20)

forum akademisi dan pengabdian masyarakat.

11. Sahabatku Surahman, Yasin, Lukman, Tarmizi, Ismail, Zibril dan lain-lain atas dukungan dan doanya.

12. Seluruh pihak lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Landasan Teori ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus hidrologi ... 5

2.2 Air Tanah ... 6

2.3 Sumber-sumber Air Tanah ... 7

2.4 Pergerakan Air jenuh dalam Tanah ... 8

2.5 Infiltrasi ... 8

2.6 Evapotranspirasi ... 9

2.7 Mata Air ... 12

2.8 Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi ... 13

2.9 Sifat-sifat Tanah ... 16

2.10 Rehabilitasi Lahan ... 17

2.11 Tank Model ... 19

BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Alat dan Objek ... 22

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.3.1 Penelusuran Perkembangan Mata Air dan Penggunaan Lahan ... 23

3.3.2 Pembuatan Peta Jaringan Sungai ... 24

(22)

3.3.4 Pengukuran Debit Mata Air dan Curah Hujan ... 25 3.3.5 Pendugaan Evapotranspirasi ... 25 3.3.6 Pengukuran Laju Infiltrasi ... 26 3.3.7 Pengambilan Contoh Tanah dan Penentuan Sifat Tanah ... 27 3.4 Metode Analisis Data ... 30 3.4.1 Korelasi antara Debit Mata Air dan Curah Hujan ... 30 3.4.2 Keseimbangan Air ... 31 3.5 Pengujian Hipotesis ... 32 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas ... 33 4.2 Kondisi Sosial Masyarakat ... 33 4.3 Kondisi Pra-rehabilitasi Lahan ... 34 4.4 Kondisi Pasca-rehabilitasi Lahan ... 34 4.5 Tahapan Kegiatan Rehabilitasi Lahan ... 34 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Kondisi Mata Air dan Penutupan Lahan ... 36 5.2 Jaringan Sungai ... 38 5.3 Rehabilitasi lahan ... 39 5.4 Curah Hujan sebagai Masukan Debit Mata Air ... 42 5.5 Korelasi antara Debit Mata Air dengan Curah Hujan ... 43 5.6 Keseimbangan Air Tank Model ... 45 5.7 Laju Infiltrasi, Sifat-sifat Tanah dan Peran Vegetasi ... 47 BAB V. KESIMPULAN

(23)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah (Kohnke 1968) ... 9 2. Evapotranspirasi jenis pohon dengan lisimeter (mm/tahun) ... 11 3. Klasifikasi mata air berdasarkan debit ... 13 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah ... 17 5. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ... 23 6. Tingkat hubungan antar variable (Sugiyono 2005) ... 31 7. Tahapan kegiatan rehabilitasi lahan kelompok Tani Megamendung ...35 8. Penutupan lahan dan kondisi mata air Blok S Cipendawa pra-rehabilitasi pra-rehabilitasi ... 36 9. Penutupan lahan dan kondisi mata air Blok S Cipendawa pasca-rehabilitasi pasca-rehabilitasi ... 38 10. Perubahan penutupan lahan DTA Blok S Cipendawa ... 41 11. Indikator keandalan Tank Model ... 47 12. Sifat-sifat tanah pada berbagai penutupan lahan di Blok S Cipendawa ... 48 13. Perbandingan laju infiltrasi dan sifat-sifat tanah pra-rehabilitasi

(24)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Panduan pemerian kelas tekstur tanah kategori detil dengan metode uji rasa rabaan (Purwowidodo 2005) ... 57 2. Penampilan struktur tanah (Purwowidodo 2005) ... 58 3. Foto penutupan lahan daerah tangkapan air Blok S Cipendawa ... 59 4. Peta penutupan lahan DTA Blok S Cipendawa Megamendung ... 60 5. Data curah hujan tahunan Blok S Cipendawa Megamendung ... 61 6. Data curah hujan, debit mata air, radiasi surya dan evapotranspirasi ... 62 7. Data harian curah hujan (mm), evapotranspirasi (mm) dan debit (mm) mata air dalam Tank Model ... 64 8. Initial condition Keseimbangan Air Tank Model Blok S Cipendawa

Megamendung ... 65 9. Optimization condition Tank Model Blok S Cipendawa Megamendung ... 67 10. Hasil verifikasi Tank Model-GA Optimizer Blok S Cipendawa

(26)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keberadaan sumberdaya air di suatu wilayah sangat penting untuk mendukung aktivitas kehidupan di sekitarnya. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km3 air yang terbagi ke dalam 0,01% air di atmosfer, 1,81% glacial ice, kelembaban tanah 0,005%, danau dan sungai 0,016%, air tanah 0,63%, dan lautan 97,5%. Reservoir tunggal yang jauh paling besar dalam siklus hidrologi adalah lautan, yaitu berisi lebih dari 97% dari total air di hidrosfer; danau dan sungai hanya berisi 0.016% (Montgomery 2003).

Dari pembagian air tersebut, air sungai, air danau dan air tanah merupakan air yang paling banyak dimanfaatkan baik untuk keperluan domestik, pertanian maupun industri, akan tetapi ketersediaannya yang terbatas membuatnya rentan terhadap gangguan. Dibandingkan dengan air sungai dan air danau air tanah tersedia dalam jumlah yang jauh lebih besar, selain itu air tanah juga merupakan salah satu pemasok air bagi sungai dan danau.

Menurut Mori (2003) berdasarkan letaknya air tanah terbagi ke dalam beberapa macam yaitu : (1) Air tanah bebas (free ground water), merupakan air tanah yang berada dalam akuifer yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel. (2) Air tanah terkekang (confined ground water), merupakan air tanah yang berada dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel. (3) Air tanah tumpang (perched ground water), merupakan air tanah yang berada di atas lapisan impermeabel yang terbentuk di zona aerasi.

Air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal (Lubis 2006).

(27)

memantapkan struktur tanah sehingga menyebabkan laju infiltrasi yang lebih tinggi. Kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah (Lee 1980).

Oleh karena pentingnya peran tumbuhan dalam menjaga sifat-sifat tanah maka keberadaannya harus dipertahankan untuk meningkatkan jumlah air tanah. Kerusakan sifat-sifat tanah dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam tanah sehingga mengurangi ketersediaan air tanah. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah tersebut diperlukan upaya rehabilitasi lahan dengan revegetasi lahan.

Kegiatan rehabilitasi lahan bervegetasi semak rumput dan tanah terbuka dengan penanaman beberapa jenis pohon, bambu, dan diikuti dengan tumbuhnya tumbuhan bawah secara alami yang dilakukan oleh Kelompok Tani Megamendung di Blok S Cipendawa, Megamendung, Bogor mengindikasikan adanya peningkatan ketersediaan air tanah yaitu dengan mengalirnya kembali mata air yang kering. Mengalirnya mata air tersebut diduga merupakan pengaruh dari kegiatan rehabilitasi lahan yang menyebabkan perbaikan sifat-sifat tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian ilmiah mengenai hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air (mata air).

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji proses munculnya mata air di lahan yang direhabilitasi dengan penanaman pohon-pohonan.

1.3Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Sebagai penjelasan ilmiah tentang hubungan rehabilitasi lahan dengan hasil air.

2. Sebagai bahan evaluasi kegiatan rehabilitasi lahan oleh Kelompok Tani Megamendung.

(28)

1.4Hipotesis

Hipotesis yang dikaji dalam penelitian ini adalah ”rehabilitasi lahan meningkatkan infiltrasi tanah dan hasil air“.

1.5Landasan Teori

Penelitian ini dilandaskan pada teori terjadinya air tanah (Linsley & Franzini 1979) seperti tersaji pada gambar 1.

Gambar 1 Bagan skematis terjadinya air tanah (Linsley & Franzini 1979).

Zone di bawah permukaan tanah merupakan zona aerasi, pori-pori tanah berisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda. Setelah hujan, air bergerak ke bawah melalui zona aerasi ini. Sejumlah air beredar dalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang kecil atau tarikan molekuler di sekeliling partikel-partikel tanah. Air pada lapisan atas zona aerasi dikenal sebagai

lengas tanah (soil moisture). Bila kapasitas retensi dari tanah pada zona aerasi telah dihabiskan, air akan bergerak di bawah lagi ke dalam daerah dimana pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona jenuh (zone of saturation) ini disebut air tanah. Di atas zona jenuh terdapat lapisan kapiler, dimana por-pori air yang kecil berisi air yang diangkat oleh kegiatan kapiler dari zona jenuh.

Dalam model hidrologi Tank Model besarnya limpasan dan infiltrasi diasumsikan sebagai fungsi dari jumlah air yang tersimpan di dalam tanah atau tampungan air di bawah permukaan yang terdiri 4 (empat) tank yang tersusun seri secara vertikal (Sugawara 1986, diacu dalam Setiawan 2003).

Lapisan kapiler

Permukaan air tanah lapisan pembatas

Zona jenuh (air tanah) Zona aerasi

Transpirasi Lengas tanah bergerak ke bawah setelah sungai yang

tidak lancar

(29)

Aliran yang besar dari suatu akuifer yang terpusat dalam daerah yang kecil disebut mata air. Mata air yang besar biasanya berkaitan dengan adanya celah atau gua di dalam batuan. Mata air yang berasal dari akuifer yang besar yang agak atau sangat kedap air biasanya mengalir dengan kecepatan konstan. Mata air yang airnya berasal dari akuifer yang kecil atau sangat lulus air memiliki debit yang sangat berfluktuasi dan kadang-kadang kering pada musim kemarau (Linsley & Franzini 1979).

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Siklus Hidrologi

Lapisan hidrosfer (hydrosphere) terdiri dari air yang terdapat pada dan dekat permukaan bumi. Semua air di lapisan hidrosfer ini mengalir dalam siklus hidrologi. Persentase jumlah air dalam siklus hidrologi yaitu 0,01% di atmosfer, 1,81% glacial ice, kelembaban tanah 0,005%, danau dan sungai 0,016%, air tanah 0,63%, dan lautan 97,5%. Reservoir tunggal yang jauh paling besar dalam siklus hidrologi adalah lautan, yaitu berisi lebih dari 97% dari total air di hidrosfer; danau dan sungai hanya berisi 0.016% (Montgomery 2003).

Proses utama siklus hidrologi yaitu evaporasi dan presipitasi. Presipitasi yang jatuh ke lahan dapat dievaporasi kembali (secara langsung dari permukaan tanah atau secara tidak langsung melalui tanaman dengan proses evapotranspirasi), infiltrasi ke dalam tanah, atau menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan dapat terjadi pada sungai atau saluran air yang terbentuk alami. Air yang masuk ke dalam tanah (perkolasi) bisa juga mengalir dan biasanya kembali pada waktunya ke lautan. Lautan merupakan sumber utama proses evaporasi karena merupakan sumber air terbesar. Gambar siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar 2 dibawah.

(31)

2.2Air Tanah

Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan (Mori 2003). Berdasarkan keadaan letaknya air tanah dibagi ke dalam bebepara macam yaitu :

(1) Lapisan permeabel dan lapisan impermeabel

Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilaui air tanah seperti lapisan lempung atau lapisan silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock) disebut lapisan kedap air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan permeabel yang jenuh dengan air disebut juga akuifer (lapisan pengandung air). (2) Air bebas dan air terkekang (Free water and confined water)

Air tanah dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel mendapat tekanan dan disebut air terkekang. Air tanah yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel disebut air tanah bebas atau air tanah tak terkekang. Permukaan air tanah di sumur dari air tanah bebas adalah permukaan air tanah bebas dan permukaan air tanah dari akuifer adalah permukaan air tanah terkekang. Jadi permukaan air bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone aerasi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh.

Air bebas mempunyai suatu keadaan yang pelik di dalam tanah yang disebabkan oleh kapilaritas. Sebaliknya permukaan air tanah terkekang itu ditentukan oleh gradient antara pemasukan dan titik pengeluaran oleh karakteristik dari akuifer.

(3) Air tanah tumpang (Perched ground water)

(32)

Gambar 3 Corak air tanah (Mori 2003).

2.3Sumber-sumber Air Tanah

Sumber utama air tanah adalah presipitasi yang dapat menembus tanah secara langsung ke air tanah atau mungkin memasuki sungai di permukaan tanah dan merembes ke bawah melalui ke alur-alur ini ke air tanah. Haruslah ditekankan bahwa air tanah mempunyai prioritas terendah pada air dari presipitasi. Prioritas yang rendah ini merupakan faktor yang penting dalam pembatasan kecepatan dan kemungkinan pemanfaatannya. Sedapan, simpanan pada cekungan, dan lengas tanah haruslah terpakai sepenuhnya dahulu sebelum jumlah air yang besar dapat berperkolasi ke air tanah. Kecuali bila terdapat tanah berpasir, maka hanya hujan besar yang berkepanjangan saja yang dapat memberikan imbuhan air tanah dalam jumlah besar. Imbuhan air tanah (groundwater recharge) adalah suatu proses yang terputus-putus dan tidak teratur (Linsley & Franzini 1979).

Memperhatikan konsep dasar siklus-hidrologi, mudah dipahami bahwa sumber air utama air tanah adalah air hujan yang terinfiltrasi, dikurangi penguapan dari permukaan tanah dan transpirasi. Distribusi vertikal air tanah secara sistematik dapat ditunjukan dalam gambar 4 berikut ini (Harto 1986).

Sumur Permukaan tanah sumur

Batuan dasar Akifer terkekang

Lapisan impermeable

Air tumpang

Lapisan permeable Permukaan air tanah

(33)

Ground surface Soil water

Zone suspended water

Intermediate belt (aeration zone)

Capillary zone

Zone of saturation

Gambar 4 Distribusi vertikal air tanah.

2.4Pergerakan Air Jenuh dalam Tanah

Air hujan atau air irigasi yang memasuki tanah, mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses pergerakan air jenuh. Gerakan ini berlangsung terus selama cukup air ditambahkan dan tidak ada penghalang. Pergerakan air jenuh ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1) daya air yang bergerak (driving force), dan (2) kemampuan pori melalukan air (hidraulic conductivity = hantaran hidrolik) (Hakim et al. 1986).

Jumlah air yang bergerak melalui profil tanah ditentukan oleh faktor-faktor (1) jumlah air yang ditambahkan, (2) kemampuan infiltrasi permukaan tanah, (3) hantaran hidrolik horizon-horizon, dan (4) jumlah air yang ditahan oleh profil tanah pada keadaan kapasitas lapang.

Tekstur dan struktur berbagai horizon menentukan pengaruh keempat faktor tersebut. Tanah berpasir mempunyai kemampuan infiltrasi dan hantaran hidrolik tinggi serta daya menahan air yang rendah, sehingga pergerakan air jenuh lebih mudah dan cepat. Sebaliknya, tanah bertekstur halus umumnya mempunyai perkolasi air rendah karena penyumbatan pori oleh pembengkakan koloid tanah, serta adanya udara yang terjepit.

2.5Infiltrasi

Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Perkolasi adalah peristiwa bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah. Laju infiltrasi adalah

(34)

banyaknya air per satuan waktu yan masuk melalui permukaan tanah. Laju maksimum air dapat masuk ke dalam tanah pada suatu saat di sebut kapasitas infiltrasi (Arsyad 2000).

Selama intensitas hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitasi hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka terjadilah genangan air di atas permukaan tanah atau aliran permukaan.

Kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah. Harga-harga untuk tanah-tanah bervegetasi secara karakteristik adalah lebih tinggi tergantung pada tipe vegetasi dan faktor-faktor lainnya. Pemadatan oleh hujan, hewan, ataupun peralatan yang berat secara drastis dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap ar dengan menghilangkan ruang pori non-kapiler (Lee 1980).

Kohnke (1968) mengklasifikasikan laju air tanah menjadi tujuh kategori seperti tertera pada tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah (Kohnke 1968) Kategori Laju Infiltrasi (mm/jam)

Sangat lambat 1

Lambat 1-5

Sedang-lambat 5-20

Sedang 20-65

Sedang-cepat 65-125

Cepat 125-250

Sangat cepat >250

2.6Evapotranspirasi

(35)

juga merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedangkan transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun da akhirnnya menguap ke atmosfer (Asdak 1995).

Data evapotranspirasi dapat dihitung berdasarkan parameter iklim, berbagai variasi model evapotraspirasi telah dikembangkan (model Penman, Hargreaves, Jensen-Haise, Penman-Monteith, Radiasi, Turc, dan model Makkink). Model Penman dan Penman-Monteith relatif rumit, karena memerlukan data parameter iklim yang banyak dan konversi yang kompleks. Model Penman memerlukan lima parameter iklim yaitu : temperature, kelembaban relative, kecepatan angin, tekanan uap, dan radiasi bersih (Doorenbos & Pruitt 1997). Sedangkan model Hargreaves, Jensen-Haise, Radiasi, Turc dan model Makkink merupakan model evapotranspirasi yang simpel, yang hanya memerlukan data dua parameter iklim yaitu temperature dan radiasi matahari (Capece et al. 2002). Doeen et al. (1998) menyatakan bahwa evapotrasnpirasi areal bervegetasi dipengaruhi oleh iklim setempat seperti temperature, kecepatan angin, radiasi matahari dan kelembaban udara. Proses transpirasi selain ditentukan oleh faktor iklim, juga dipengaruhi oleh tipe tanaman penutup tanah. Evaporasi dari permukaan lahan ditentukan oleh tipe, sifat-sifat dan tingkat kelembaban tanah (Suprayogi et al. 2003).

(36)

Tabel 2 Evapotranspirasi jenis pohon dengan lisimeter (mm/tahun)

Eucalyptus urophylla 1122 (36) 3116 17

Schima walichii 799 (26) 3116 17

Sesbania grandiflora 1600 (51) 3106 2

Eupatorium

(37)

2.7Mata Air

Mata air merupakan suatu titik dimana air tanah mengalir ke permukaan tanah dan permukaan akuifer bertemu permukaan tanah. Berdasarkan kondisi sumber airnya (curah hujan, pencairan salju yang meresap ke dalam tanah) mata air bisa muncul sementara atau berkesinambungan (Wikipedia 2008).

Air keluar dari mata air artesian menuju tempat yang lebih tinggi dari puncak akuifer terkekang dari asalnya. Air yang muncul ke permukaan tanah akan masuk ke dalam kolam atau mengalir ke tempat yang lebih rendah dan mengalir di sungai. Kadang-kadang mata air disebut juga air resapan.

Bila permukaan air tanah atau statu akuifer artesis memotong permukaan tanah, maka air akan dilepaskan sebagai aliran permukaan. Bila kecepatan pelepasannya rendah, maka aliran akan tersebar pada daerah yang luas, dan yang akan terjadi adalah rembesan tersebar sehingga air hanya akan sedikit membasahi tanah dan kemudian menguap. Walaupun demikian, rembesan tersebar di sepanjang tebing sungai atau danau yang dapat berkumpul dalam volume yang besar dan seringkali menjadi sumber air utama bagi aliran sungai pada musim kering. Aliran yang besar dari statu akuifer yang terpusat dalam daerah yang kecil disebut mata air. Gambar 5 melukiskan beberapa contoh dari berbagai kemungkinan terjadinya mata air. Mata air yang besar biasanya berkaitan dengan adanya celah atau gua di dalam batuan. Mata air yang berasal dari akuifer yang besar yang agak atau sangat kedap air biasanya mengalir dengan kecepatan konstan. Mata air yang airnya berasal dari akuifer yang kecil atau sangat lulus air memiliki debit yang sangat berfluktuasi dan kadang-kadang kering pada musim kemarau (Linsley & Franzini 1979).

Gambar 5 Contoh-contoh terjadinya mata air. Mata air

Penutup yang lulus air Mata air

(38)

Debit mata air tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pengisian, yang berfluktuasi pada hampir semua mata air; dengan demikian tingkat debit pun bersifat fluktuatif. O.E. Meinzer mengelompokkan mata air berdasarkan debit rata-rata yang ditunjukkan pada tabel 3 berikut (Bowen 1986).

Tabel 3 Klasifikasi mata air berdasarkan debit

Sumber : Bowen (1986)

2.8Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi

Keberadaan hutan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas air. Pertama, intersepsi tajuk hutan dapat mengurangi jumlah presipitasi yang mencapai tanah mineral. Kemudian, air yang berada di dalam tanah (soil moisture) dilepaskan ke udara melalui sistem perakaran-batang-daun dalam proses transpirasi. Pada akhirnya, sistem perakaran, bahan organik, dan serasah meningkatkan laju infiltrasi dan kapasistas menyimpan air tanah (ground water). Kombinasi dari ketiga proses ini dapat mengurangi limpasan permukaan, memperlambat waktu limpasan permukaan, dan memperlambat waktu kenaikan debit sungai pada DAS yang berhutan daripada DAS yang tidak berhutan (Chang 2003).

Peranan hidrologi penutupan tajuk hutan diperbesar oleh bahan-bahan organik pada lantai hutan dan zone perakaran. Suatu tegakan hutan biasanya menghasilkan 1 hingga 10 metrik ton/ha/tahun serasah organik, dan akumilasi bersih serasah yang terdekomposisi ada suatu tegakan dewasa secara khas adalah sebesar 1-3 gram (bahan kering)/cm2 permukaan; bahan ini melindungi tanah dari

Kelas Debit rata-rata

1 10 m3/det.

2 1 – 10 m3/det.

3 0,1 – 1 m3/det.

4 10 – 100 liter/det.

5 1 – 10 liter/det.

6 0,1 – 1 liter/det. 7 10 – 100 ml/det.

(39)

dampak tetesan hujan, memperbaiki strukturnya, menghambat pembekuan, meningkatkan kapasitas infiltrasi, menyerap fraksi hujan dan salju yang melebur, serta benar-benar mengeliminir aliran permukaan (overland flow) dan erosi permukaan dalam hujan yang paling lebat (Lee 1988)

Suryatmojo (2006) menyebutkan bahwa peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses : a. Evapotranspirasi

b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi. 2. Menambah titik-titik air di atmosfer.

3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.

4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat : a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan.

b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan. 5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk

memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.

Pohon memberikan kemungkinan terbaik bagi perbaikan sifat tanah. Hal ini berkaitan dengan dihasilkannya serasah yang cukup tinggi oleh pohon. Akibatnya, kandungan bahan organik lantai hutan meningkat. Selain itu, kapasitas infiltrasi hutan pun menjadi lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan bukan hutan. Tebalnya lapisan serasah juga meningkatkan aktivitas biologi tanah. Pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ditemukannya pori-pori berukuran besar (macroporosity) pada tanah hutan. Akibatnya, tanah hutan memiliki laju perkolasi yang jauh lebih tinggi (Singer & Purwanto 2006).

Megahan (1982) diacu dalam Hamilton (1992) menyatakan bahwa secara umum dampak awal dan langsung penebangan hutan adalah sebagai berikut :

(40)

2. Mengubah sifat-sifat tanah-meliputi pemadatan, lepasnya butir-butir tanah, kehilangan bahan organik, penolakan air, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya peresapan air, dan semakin mudahnya pengikisan tanah.

3. Mengurangi transpirasi, meningkatkan gerakan udara, dan mengubah suhu. Hal ini mengubah evapotranspirasi, yang biasanya menjadi berkurang.

4. Mengurangi massa perakaran. Ini menurunkan daya rekat tanah. Hal ini tidak begitu serius bagi jenis-jenis pohon yang tumbuh berdekatan membentuk rumpun.

5. Kehilangan fungsi menangkap air dalam keadaan “hutan kabut”. Hal ini mengurangi presipitasi efektif di tempat.

Hasil penelitian Mulyana (2000) yang dilakukan di Tasikmalaya Jawa Barat menunjukkan bahwa daerah tangkapan air (DTA) yang berhutan pinus memiliki kebutuhan evapotranspirasi aktual yang lebih besar daripada DTA non-hutan. Akan tetapi tingginya laju evapotranspirasi tersebut diikuti dengan kemampuan meresapkan air yang besar, sehingga pada DTA berhutan pada musim kering selalu mempunyai kandungan air tanah yang lebih banyak dibandingkan dengan DTA non-hutan. Perbandingan hidrograf keluaran model simulasi antara DTA non-hutan dan DTA berhutan secara lengkap disajikan pada gambar 6.

(41)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan input curah hujan yang sama debit puncak pada DTA non-hutan mencapai 256,88 l/det pada jam ke-6 sedangkan pada DTA berhutan debit puncak terjadi pada 238,11 l/det pada jam ke-15 sehingga dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa DTA berhutan mampu mengendalikan debit puncak aliran dengan baik (Mulyana 2000).

2.9Sifat-sifat Tanah

Tanah adalah suatu tubuh alam yang tersusun oleh bahan-bahan padat (hancuran batu, mineral/pelikan dan bahan organik, cairan dan gas), terdapat di permukaan lahan, menempati ruang tertentu, dan dicirikan oleh horison dan/atau lapisan, yang dapat dipisahkan dari bahan asalnya karena telah mengalami penambahan, pelenyapan, pemindahan dan malih wujud energi dan bahan penyusunnya. Tubuh tanah ini terbentuk oleh adanya saling tindak antara bahan induk tanah di suatu loka dengan lingkungannya yang melibatkan aneka proses pembentukan tanah (Buol et al. 1980; Soil Survey Staff 1998, diacu dalam Purwowidodo 2005).

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00-0,20 mm atau 2000-200 µm), debu (silt) (berdiamter 0,20-0,002 mm atau 200-2 µ m) dan liat (clay) (<2 µ m). Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah dapat dilihat pada tabel 4. Struktur merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut

(42)

Tabel 4 Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah

Kelas tekstur tanah Proporsi (%) fraksi tanah

Pasir Debu Liat

Pasir >85 <15 <10

Pasir berlempung 70-90 <30 <15

Lempung berpasir 40-87,5 <50 <20

Lempung 22,5-52,5 30-50 10-30

Lempung liat berpasir 45-80 <30 20-37,5 Lempung liat berdebu <20 40-70 27,5-40

Lempung berliat 20-45 15-52,5 27,5-40

Lempung berdebu <47,5 50-87,5 <27,5

Debu <20 >80 <12,5

Liat berpasir 45-62,5 <20 37,5-57,5

Liat berdebu <20 40-60 40-60

Liat <45 <40 >40

Sumber : Hanafiah 2005

Kapasitas lapang adalah kondisi di mana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antarair-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada pori-pori meso dan mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan permukaan lapisan sekitar 1/3 atm atau pF 2,54.

Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi (disebut biontik), termasuk mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat (biotik).

2.10 Rehabilitasi Lahan

(43)

kegiatan-kegiatan manusia baik masa lalu maupun sekarang; penebangangan hutan dan erosi (Eirlangga 2007)

Menurut PP No. 76 tahun 2008, hutan dan lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.

Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Sasaran penyelenrgaraan Gerakan Rehabilitasi Lahan dan Hutan (Gerhan) adalah pada lokasi lahan kritis pada DAS prioritas di semua hutan dan lahan, terutama pada (PerPres. 89/2007) :

a. Bagian hulu DAS yang rawan bencana banjir, kekeringan, dan tanah longsor;

b. Daerah tangkapan air (catchment area) dari waduk, bendungan dan danau; c. Daerah resapan air (recharge area) di hulu DAS;

d. Daerah sempadan sungai, mata air, danau, waduk; dan

e. Bagian hilir DAS yang rawan bencana tsunami, intrusi air laut, dan abrasi pantai.

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Tujuan penyelenggaraan RHL adalah terpulihnya sumberdaya hutan dan lahan yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, dan mendukung kelangsungan industri kehutanan (Departemen Kehutanan 2008).

(44)

beban tanggungan pemerintah. Dengan kata lain, ke depannya RHL dilaksanakan oleh masyarakat dengan kekuatan utama dari masyarakat sendiri.

2.11 Tank Model

Sugawara (1961) diacu dalam Rudiyanto (2003) menyatakan bahwa Tank Model mengasumsikan besarnya limpasan dan infiltrasi merupakan fungsi dari jumlah air yang tersimpan di dalam tanah atau tampungan air di bawah permukaan. Tank Model terdiri dari beberapa tank sederhana yang tersusun secara vertikal. Sugawara (1986) memperkenalkan struktur tank model terdiri 4 tank yang tersusun seri secara vertikal. Yang kemudian disebut Standard Tank Model yang terdiri 4 tank yang tersusun seri secara vertikal. Gambar 7 memperlihatkan Standard Tank Model. Tank teratas manggambarkan surface storage (A), tank kedua menggambarkan intermediate storage (B), tank ketiga menggambarkan

sub-base storage (C) dan tank terbawah menggambarkan base storage (D).

Gambar 7 Skema Standard Tank Model (Setiawan 2003).

Setiawan (2003) menyebutkan secara global persamaan keseimbangan air Tank Model adalah sebagai berikut:

(45)

dimana , H adalah tinggi air (mm), P hujan (mm), ET evapotranspirasi (mm), Y aliran total (mm/hari) dan t waktu (hari). Pada Standard tank model terdapat 4 tank, sehingga persamaan di atas dapat dituliskan kedalam bentuk lain berupa perubahan tinggi air tiap-tiap tank adalah sebagai berikut:

dt

Aliran total merupakan penjumlahan aliran horizontal setiap tank yang dapat ditulis sebagai berikut:

Lebih rinci keseimbangan air dalam setiap tank dapat dituliskan sebagai berikut:

t

dimana, Ya, Yb, Yc dan Yd komponen aliran horizontal setiap tank (A, B, C dan D) dan Ya0, Yb0 dan Yc0 aliran vertikal (infiltrasi) setiap tank (A, B dan C)

Untuk melihat keandalan Tank Model digunakan indikator-indikator kebenaran dan kesalahan (Setiawan 2003) dan (Tingsanchali, 2001) yaitu: R2 (Coefficient of Determination), R (Coefficient of Correlation), RMSE (Root Square Mean Error), MAE (Mean Average Error), LOG (Log Root Square Mean Error), Standard x, Squared Standar x, RE (Relative Error), RR (Root Square Relative Error), NRMSE (Normalized Root Mean Square Error), NME (Normalized Mean Error), EI (Model Efficiency) dan APD (Average Percentage Deviation).

(46)

kepatan model dalam menentukan surface flow. MAE dan APD memberikan informasi ketepatan model memperkirakan aliran secara keseluruhan sedangkan LOG memberikan informasi dalam memperkirakan base flow.

(47)

Vegetasi campuran

Penelitian ini dilaksanakan di areal rehabilitasi lahan Kelompok Tani Megamendung (KTM), Blok S Cipendawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari – Mei 2008. Peta lokasi penelitian dapat di lihat pada gambar 8.

Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

3.2Alat dan Objek

(48)

Tabel 5 Peralatan yang digunakan dalam penelitian

No. Nama Alat Kegunaan

1. GPS Garmin 60 CS Membuat batas dan mengukur luas daerah resapan mata air, mengetahui koordinat geografis dan ketinggian tempat. 2. Ombrometer Mengukur curah hujan secara manual. 3. Infiltrometer Mengukur laju infiltrasi.

4. Tabung silinder tanah Mengambil sampel tanah. 5. Aplikasi ArcView 3.3

GIS ekstensi AVSWAT 2000

Membuat peta lokasi penelitian dan daerah resapan mata air.

6. Peta digital kontur Dasar membuat peta batas daerah resapan mata air.

7. Tally sheet Pengumpulan data historis mata air dan

penggunaan lahan.

8. Stopwatch Mengukur debit mata air secara volumetrik.

9. Ember Mengukur debit mata air secara volumetrik. 10. Oven Mengukur kadar air tanah

11. Aplikasi Tank Model-GA Optimizer

Analisis keseimbangan air.

12. Data curah hujan tahun 1998-2007

Informasi curah hujan.

Sedangkan objek penelitian ini adalah daerah resapan mata air beserta penutupan lahan, debit mata air dan tanahnya.

3.3Metode Pengumpulan Data

3.2.1. Penelusuran Perkembangan Mata Air dan Penggunaan Lahan

(49)

masyarakat sekitar yang mengetahui kondisi Blok S Cipendawa-sebelum dilaksanakannya rehabilitasi.

3.2.2. Pembuatan Peta Jaringan Sungai

Keberadaan mata air juga dapat dilihat dari bentuk peta jaringan sungai yang diperoleh dari peta kontur diolah menggunakan ArcView extention

AVSWAT 2000. Mata air terdapat di pangkal sungai ordo 1 (satu). Tahapan pembuatan jaringan sungai menggunakan ArcView extention AVSWAT 2000 secara umum adalah sebagai berikut :

3.2.2.1. Mengaktifkan extension Spatial Analyst padaprogram ArcView. 3.2.2.2. Menampilkan data spasial kontur yang akan dianalisis.

3.2.2.3. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extention Spatial Analyst.

3.2.2.4. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model).

3.2.2.5. Mengaktifkan extension AVSWAT 2000 dan menampilkan data DEM yang telah dibuat.

3.2.2.6. Modifikasi DEM Properties dengan custom projection sebagai berikut :

Category : UTM 1983 Type : Zone 48

3.2.2.7. Mendefinisikan jaringan sungai yang diinginkan dengan memasukkan angka pada Treshold Area yang ada pada tampilan

window. Secara otomatis jaringan sungai terbentuk berikut outlet-nya.

3.2.3. Pembatasan Daerah Tangkapan Air

Pembuatan daerah tangkapan air (DTA) mata air dilakukan dengan menggunakan software ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan DTA secara umum adalah sebagai berikut :

(50)

3.2.3.2. Menampilkan data spasial kontur yang akan dianalisis.

3.2.3.3. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extention Spatial Analyst.

3.2.3.4. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model).

3.2.3.5. Mengaktifkan extension AVSWAT 2000 dan menampilkan data DEM yang telah dibuat.

3.2.3.6. Modifikasi DEM Properties dengan custom projection sebagai berikut :

Category : UTM 1983 Type : Zone 48

3.2.3.7. Mendefinisikan jaringan sungai yang diinginkan dengan memasukkan angka pada Treshold Area yang ada pada tampilan

window. Secara otomatis jaringan sungai terbentuk berikut outlet-nya. 3.2.3.8. Mendefinisikan DTA yang akan dibatasi dengan memilih outlet

yang paling mendekati titik mata air. Secara otomatis batas DTA akan terbentuk berikut data luasannya.

3.2.4. Pengukuran Debit Mata Air dan Curah Hujan

Debit mata air diukur secara volumetrik yaitu dengan menampung air yang mengalir dari mata air sampai volume tertentu (V) dan menghitung waktu tempuhnya (t). Rumus perhitungan debit secara volumetrik sebagai berikut :

Q = V/t ... (3-1) Curah hujan selama penelitian diukur secara manual menggunakan alat ombrometer. Ombrometer diletakkan di tempat terbuka, hujan yang tertampung diukur keesokan harinya pukul 07.00 WIB satu kali sehari.

3.2.5. Pendugaan Evapotranspirasi

(51)

ET = 0,0135 ( T + 17,78) Rs ... (3-2) Dimana :

ET = Evapotranspirasi potensial (mm/hari)

T = Suhu rata-rata harian (°C)

Rs = Radiasi surya (mm/hari), ekuivalen dengan evaporasi

Dengan besarnya radiasi surya yang diperoleh dari perhitungan (Handoko 1995) :

Rs = ε σ Ts4 ...

(3-3) Dimana :

Rs = Pancaran radiasi (W/m2)

ε = Emisivitas permukaan, bernilai satu untuk benda hitam (black body radiation), sedangkan untuk benda-benda alam berkisar 0,9-1,0 σ = Tetapan Stefan-Boltzman (5,67 10-8 W/m2)

Ts = Suhu permukaan (°K)

Rs dikonversi ke dalam satuan mm/hari (Rs (W/m2) x 0,0864/2,45).

3.2.6. Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran lau infiltrasi dilakukan dengan menggunakan alat infiltrometer ganda (double ring infiltrometer) Turf-Tec International, yaitu satu infiltrometer silinder ditempatkan di dalam infiltrometer silinder lain yang lebih besar. Infiltrometer yang lebih kecil memiliki ukuran diameter 15 cm dan infiltrometer mempunyai ukuran diameter 30 cm dengan tinggi kedua ring adalah 10 cm. Pengukuran hanya dilakukan terhadap silinder yang kecil. Silinder yang lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya silinder (Asdak 1995). Pengukuran dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai nilai konstan dengan dua kali ulangan pengukuran. Laju infiltrasi merupakan penurunan kedalaman air per satuan waktu tertentu. Tahapan pengukuran infiltrasi adalah sebagai berikut :

(52)

3.2.6.2. Air dimasukkan ke dalam kedua silinder tersebut sampai kedalaman 4-5 cm dan dibiarkan turun sampai kedalaman tertentu. Kemudian dicatat laju penurunan kedalaman air tersebut.

3.2.6.3. Air di dalam silinder luar dipertahankan untuk mencegah aliran lateral dari silinder dalam.

3.2.6.4. Ulangi langkah (2) dan (3) sampai laju penurunan air mencapai nilai konstan.

Persamaan infiltrasi yang digunakan yaitu persamaan Kostiakov (1932) dan Lewis (1937) diacu dalam Marshall dan Holmes (1988) :

F = kTn

dimana F = akumulasi infiltrasi (liter), T = waktu (jam), k dan n merupakan konstanta.

Laju infiltrasi pada t tertentu didapat dengan mendeferensialkan persamaan akumulasi infiltrasi terhadap t :

I = dF/dt = k n t n-1

di mana I (mm/menit), t (menit), F (mm).

Nilai laju infiltrasi yang digunakan untuk perbandingan antara lahan pra-rehabilitasi dan lahan rehabilitasi adalah nilai infiltrasi minimum setelah mencapai nilai konstan dalam satuan mm/jam.

3.2.7. Pengambilan Contoh Tanah dan Penentuan Sifat Tanah

Sifat-sifat tanah yang diamati adalah sifat-sifat tanah yang berkaitan dengan hasil air seperti : tekstur, struktur, porositas, C-organik, dan kapasitas lapang. Porositas dianalisis dari contoh tanah utuh, sedangkan tekstur, struktur, C-organik dan kapasitas lapang menggunakan contoh tanah terusik. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara purpossive yang mewakili suatu tempat. Contoh tanah terusik diambil sebanyak 200 gram dan merupakan komposit dari lima titik di lokasi pengamatan, sedangkan contoh tanah utuh diambil menggunakan silinder tanah sebanyak tiga sampel.

(53)

1. Membersihkan permukaan bagian tubuh tanah yang akan diambil dari penutupan tumbuhan, ceraza dan batu, kemudian meratakannya.

2. Meletakkan tabung silinder arah acak terhadap permukaan tubuh tanah yang akan diambil, dengan bagian tajamnya merapat ke tanah.

3. Menekan tabung silinder secara perlahan-lahan dengan tekanan merata, sampai terbenam tiga per empat bagian (jika tanahnya padat, penekanan dilakukan dengan pukulan palu).

4. Meletakkan tabung silinder kedua di atas tabung silinder pertama, kemudian menekannya sampai tabung pertama mencapai jeluk tan yang diinginkan.

5. Menggali tanah di sekeliling tabung silinder sehingga tabung-tabung itu dapat diambil serempak dalam keadaan tetap bertautan.

6. Mengerat tanah lebihan di sisi depan tabung silinder pertama dan di antara tabung silinder itu dengan menggunakan pisau tipis dan tajam atau gergaji kecil, kemudian menutup kedua mulut tabung silinder pertama dengan tutup yang tersedia.

7. Menempatkan tabung silinder ke dalam kotak tabung sesuai nomor urutannya.

Tekstur tanah ditentukan dengan metode uji rasa rabaan, dengan langkah-langkah sebagai berikut (Purwowidodo 2005) :

1. Mengambil setengah genggam contoh tanah dan membuang benda asing seperti akar, biji, binatang tanah, mineral dan batu sehingga menyisakan pisahan tanah halus.

2. Menambahkan sedikit air (jika tanahnya kering), membiarkannya terserap tanah, dikepal-kepal dan diuli dengan jari relunjuk dan ibu jari sampai kebasahannya merata dan hancur menjadi individu-individu jarah tanah (contoh tanah yang lempungan dan awalnya kering membutuhkan pengulian lebih intensif).

Gambar

gambar 2 dibawah.
Gambar 3  Corak air tanah (Mori 2003).
Gambar 4  Distribusi vertikal air tanah.
Tabel 1  Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah (Kohnke 1968)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Instrument studi lapangan ini dibutuhkan untuk merumuskan masalah yang akan ditarik serta untuk mengetahui pandangan dan ketertarikan peserta didik terhadap

Dari hasil perhitungan sesuai dengan peruntukan kapal-kapal yang ada sekarang, luas lantai lelang yang dibutuhkan adalah sebesar 378,23 m², sedangkan dari hasil pengukuran di

Tugas dan Fungsi : Membantu Kepala Bidang dalam menyusun, merumuskan dan mengelola kerjasama pemungutan serta penyusunan produk - produk hukum yang berhubungan

(1) Untuk memiliki SPPT-SNI Tepung Terigu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Produsen dan/atau Pengemas Ulang mengajukan permohonan penerbitan SPPT-SNI Tepung Terigu

Penelitian yang ditulis oleh Muhamad Imam Fauzan (2013) yang berjudul Interpretasi Makna Mantra Dalam Cowongan. Penelitian ini berisi tentang mantra–mantra cowongan untuk

Reduplikasi adalah pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak, sedangkan komposisi adalah proses penggabungan dasar

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan dan telah penulis jelaskan dalam pembahasan hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:

Berdasarkan simpulan yang te- lah diuraikan perlu mengajukan sa- ran-saran sebagai berikut: (1) bagi siswa, hendaknya lebih bersemangat dalam belajar dan berperan