• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN 1905-2005

EFITA FITRI IRIANTI A34203006

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN 1905-2005

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

EFITA FITRI IRIANTI A34203006

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Efita Fitri I. A34203006. Perubahan Penggunaan, Penutupan lahan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005. (Dibimbing oleh Alinda F.M Zain)

Penggunaan lahan merupakan interaksi yang kompleks. Hal tersebut juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pertambahan penduduk yang pesat juga diiringi dengan pertambahan permintaan terhadap pemenuhan kebutuhannya baik segi fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Pembangunan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tersebut. Pembangunan yang terjadi pada suatu wilayah cenderung diikuti oleh perkembangan wilayah tersebut

Kota Bogor merupakan kota yang tidak berhenti untuk mengembangkan diri. Selain itu Bogor juga merupakan kota yang terdekat dengan ibukota Negara Republik Indonesia (Jakarta) yang bersama daerah lain seperti Tangerang, Bekasi dan Depok, Bogor yang tergabung dalam Jabodetabek, menjadi kota yang berfungsi sebagai penyangga Jakarta. Tentunya sebagai kota yang menjadi kota penyangga bagi ibukota negara Republik Indonesia perkembangan kota Bogor akan mempengaruhi perkembangan Kota Jakarta baik secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam bidang sosial ekonomi, industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian ini diantaranya:

Mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengamati perubahan proposi ruang terbuka hijau di kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengetahui trend serta faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengolahan data spasial menggunakan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Data yang digunakan dalam menganalisis perubahan penggunaan, penutupan lahan dan ruang terbuka hijau adalah peta tua Kota Bogor tahun 1930, 1945, hasil interpretasi citra lansat Jabodetabek tahun 1972, 1983, 1992, 2000, dan 2005; peta administrasi Kota Bogor, sejarah perkembangan Kota Bogor dan data sosial ekonomi Kota Bogor. Keseluruhan data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis. Hasil akhir yang diperoleh dari proses analisis adalah peta penutupan lahan Kota Bogor per periode (kolonial-kemerdekaan), proporsi ruang terbuka hijau Kota Bogor.

(4)

Perkembangan Kota Bogor pada Periode Kolonial (1905-1945) mulai menunjukan fungsi yang majemuk, ditandai dengan adanya Pasar Bogor sebagai pusat perdagangan. Selain itu pada periode ini peruntukan lahan Kota Bogor telah direncanakan oleh Planner dari Inggris. Untuk penutupan lahan yang terjadi diwakili oleh peta tahun 1930 dimana pada masa ini Kota Bogor memiliki luas ± 1540 Ha. Dari total luas wilayah pada periode ini sebesar 93 % merupakan area hijau, artinya jumlah lahan terbangun masih relatif sedikit. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah 25.000 jiwa

Periode I Kemerdekaan (1945-1965) peta yang digunakan adalah peta tahun 1945. Periode ini keadaan fisik Kota Bogor mulai terjadi perkembangan dalam pembangunan menyebabkan jumlah area terbangun meningkat menjadi sekitar 43 % dari total luas wilayah Kota Bogor saat itu yakni 2000 Ha. Pada periode ini pun fasilitas kota makin bertambah seperti pendidikan, industri, dan perumahan.

Penggambaran penutupan lahan pada Periode II Kemerdekaan (1965-1995) telah menggunakan citra digital yakni hasil interpretasi dari citra lansat Jabotabek yang diambil Bogornya saja. Pada periode ini terjadi peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dari sektar 57% pada periode I kemerdekaan menjadi sekitar 97 % pada awal periode II kemerdekaan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perluasan Kota Bogor dari sekitar 2000 Ha menjadi 2156 Ha. Selama periode ini terjadi penurunan proporsi ruang terbuka hijau dari 97 % menjadi 86,12 % pada akhir periode ini. Keadaan fisik Kota Bogor semakin berkembang dengan ditandai dibangunnya jalan tol Jagorawi, mulai bermunculannya pemukiman berskala besar dan muncul industri skala besar dan menengah. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah 212.045 jiwa.

Keadaan Kota Bogor pada Periode III Kemerdekaan semakin didominasi oleh area terbangun, terlihat pada peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2005 menurun dari Periode Kolonial menuju awal Periode I Kemerdekaan. Kemudian terjadi peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dari Periode I Kemerdekaan menuju Periode II Kemerdekaan. Hal ini diakibatkan oleh selain penggunaan citra lansat Kota Bogor yang telah memiliki 6 kecamatan, juga terjadi pemekaran wilayah Kota Bogor pada periode ini. Selama Periode II Kemerdekaan terjadi trend perubahan proporsi yang menurun hingga akhir Periode III Kemerdekaan.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PERUBAHANPENGGUNAAN, PENUTUPANLAHANDAN RUANG TERBUKAHIJAUKOTABOGORTAHUN 1905-2005

Nama Mahasiswa : Efita Fitri Irianti

NRP : A34203006

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Alinda F. M. Zain, MSi. NIP. 131 967 244

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 19 Juni 1985. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Drs.H.Atang Subarzah, Msi. dan Ibu Hj. Y. Rukhyati.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Marga Mulya Kab. Garut, kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1 Garut. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 1 Tarogong Garut pada tahun 2003.

(7)

KATA PENGANTAR

memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari bebagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moral maupun material. Pihak-pihak tersebut antara lain :

1. Dr. Ir. Alinda F. M Zain, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas arahan, bimbingan dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam masa penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin, MSc. dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS. selaku dosen penguji atas semua masukan, saran dan kritik yang membangun.

3. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan kepercayaannya pada penulis untuk menjadi asisten mata kuliah Rancangan Percobaan dan Penelitian.

4. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan wilayah (P4W-LPPM IPB), Bappeda Kota Bogor dan Komunitas Kampoeng Bogor atas bantuan datanya.

5. Teman-teman seperjuangan, Indah dan Shasa untuk kebersamaan dan persaudaraan selama menjadi anak-anak ibu; Arin untuk kebersamaan selama pencarian data di berbagai instansi kota Bogor.

5. Teman-teman terbaik penulis Ayu, Meidi, Alin, Tari, Suci, Hendry, Rahmi, Retno, Uti, dan Sinta yang selalu ada dan bersedia membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.

(8)

7. Sahabat setia penulis Lidawati, Yeni, Rindu atas 8 tahun kebersamaannya. 8. Rekan-rekan panitia Seminar Jabodetabek 2007 (terima kasih atas bantuan

peta dan prosidingnya), Keluarga Besar Pondok Annisa, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Garut, Keluarga Besar KKP Cipetir 2006 dan PPL IPDN 17, Keluarga Besar “Classix”, Keluarga Besar IKAGA-B’ers. Keluarga Besar ASGAR MUDA terima kasih atas pengertian, dukungan dan kebersamaannya

9. Mas Miki atas ilmu GIS nya, Titan atas bantuan data nya.

10. Para staf Departemen Arsitektur Lanskap (Bu Yeni dkk), seluruh mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 38,39,41,42,43.

9. Keluarga Sumadipraja (Alm) dan Keluarga Aan Soewarman (Alm). Terima kasih dukungannya.

10. Last but not least keluargaku tercinta, Bapa, Mamah, Fahmi, Garin dan Hilmi atas cinta, kasih sayang, dukungan moral dan material yang tiada hentinya dan tak terbatas bagi penulis selama masa tempuh pendidikan di IPB serta selama masa pengerjaan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam hasil tugas akhir ini. Walau demikian, dengan segala kekurangannya penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008

(9)

DAFTAR ISI

Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh...11

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Kota Bogor... 22

(10)

Periode I Kemerdekaan... 27

Periode II Kemerdekaan... 30

Periode III Kemerdekaan... 37

Perubahan Penggunaan lahan Kota Bogor... 44

Pola Perubahan Penggunaan Lahan... ...51

Perubahan Proporsi Ruang Terbuka Hijau ... 52

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan... 57

KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan... 61

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA...63

(11)

SKRIPSI

PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN 1905-2005

EFITA FITRI IRIANTI A34203006

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN 1905-2005

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

EFITA FITRI IRIANTI A34203006

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

RINGKASAN

Efita Fitri I. A34203006. Perubahan Penggunaan, Penutupan lahan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005. (Dibimbing oleh Alinda F.M Zain)

Penggunaan lahan merupakan interaksi yang kompleks. Hal tersebut juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pertambahan penduduk yang pesat juga diiringi dengan pertambahan permintaan terhadap pemenuhan kebutuhannya baik segi fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Pembangunan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tersebut. Pembangunan yang terjadi pada suatu wilayah cenderung diikuti oleh perkembangan wilayah tersebut

Kota Bogor merupakan kota yang tidak berhenti untuk mengembangkan diri. Selain itu Bogor juga merupakan kota yang terdekat dengan ibukota Negara Republik Indonesia (Jakarta) yang bersama daerah lain seperti Tangerang, Bekasi dan Depok, Bogor yang tergabung dalam Jabodetabek, menjadi kota yang berfungsi sebagai penyangga Jakarta. Tentunya sebagai kota yang menjadi kota penyangga bagi ibukota negara Republik Indonesia perkembangan kota Bogor akan mempengaruhi perkembangan Kota Jakarta baik secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam bidang sosial ekonomi, industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian ini diantaranya:

Mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengamati perubahan proposi ruang terbuka hijau di kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengetahui trend serta faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengolahan data spasial menggunakan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Data yang digunakan dalam menganalisis perubahan penggunaan, penutupan lahan dan ruang terbuka hijau adalah peta tua Kota Bogor tahun 1930, 1945, hasil interpretasi citra lansat Jabodetabek tahun 1972, 1983, 1992, 2000, dan 2005; peta administrasi Kota Bogor, sejarah perkembangan Kota Bogor dan data sosial ekonomi Kota Bogor. Keseluruhan data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis. Hasil akhir yang diperoleh dari proses analisis adalah peta penutupan lahan Kota Bogor per periode (kolonial-kemerdekaan), proporsi ruang terbuka hijau Kota Bogor.

(14)

Perkembangan Kota Bogor pada Periode Kolonial (1905-1945) mulai menunjukan fungsi yang majemuk, ditandai dengan adanya Pasar Bogor sebagai pusat perdagangan. Selain itu pada periode ini peruntukan lahan Kota Bogor telah direncanakan oleh Planner dari Inggris. Untuk penutupan lahan yang terjadi diwakili oleh peta tahun 1930 dimana pada masa ini Kota Bogor memiliki luas ± 1540 Ha. Dari total luas wilayah pada periode ini sebesar 93 % merupakan area hijau, artinya jumlah lahan terbangun masih relatif sedikit. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah 25.000 jiwa

Periode I Kemerdekaan (1945-1965) peta yang digunakan adalah peta tahun 1945. Periode ini keadaan fisik Kota Bogor mulai terjadi perkembangan dalam pembangunan menyebabkan jumlah area terbangun meningkat menjadi sekitar 43 % dari total luas wilayah Kota Bogor saat itu yakni 2000 Ha. Pada periode ini pun fasilitas kota makin bertambah seperti pendidikan, industri, dan perumahan.

Penggambaran penutupan lahan pada Periode II Kemerdekaan (1965-1995) telah menggunakan citra digital yakni hasil interpretasi dari citra lansat Jabotabek yang diambil Bogornya saja. Pada periode ini terjadi peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dari sektar 57% pada periode I kemerdekaan menjadi sekitar 97 % pada awal periode II kemerdekaan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perluasan Kota Bogor dari sekitar 2000 Ha menjadi 2156 Ha. Selama periode ini terjadi penurunan proporsi ruang terbuka hijau dari 97 % menjadi 86,12 % pada akhir periode ini. Keadaan fisik Kota Bogor semakin berkembang dengan ditandai dibangunnya jalan tol Jagorawi, mulai bermunculannya pemukiman berskala besar dan muncul industri skala besar dan menengah. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah 212.045 jiwa.

Keadaan Kota Bogor pada Periode III Kemerdekaan semakin didominasi oleh area terbangun, terlihat pada peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2005 menurun dari Periode Kolonial menuju awal Periode I Kemerdekaan. Kemudian terjadi peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dari Periode I Kemerdekaan menuju Periode II Kemerdekaan. Hal ini diakibatkan oleh selain penggunaan citra lansat Kota Bogor yang telah memiliki 6 kecamatan, juga terjadi pemekaran wilayah Kota Bogor pada periode ini. Selama Periode II Kemerdekaan terjadi trend perubahan proporsi yang menurun hingga akhir Periode III Kemerdekaan.

(15)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PERUBAHANPENGGUNAAN, PENUTUPANLAHANDAN RUANG TERBUKAHIJAUKOTABOGORTAHUN 1905-2005

Nama Mahasiswa : Efita Fitri Irianti

NRP : A34203006

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Alinda F. M. Zain, MSi. NIP. 131 967 244

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 19 Juni 1985. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Drs.H.Atang Subarzah, Msi. dan Ibu Hj. Y. Rukhyati.

Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Marga Mulya Kab. Garut, kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1 Garut. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 1 Tarogong Garut pada tahun 2003.

(17)

KATA PENGANTAR

memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari bebagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moral maupun material. Pihak-pihak tersebut antara lain :

1. Dr. Ir. Alinda F. M Zain, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas arahan, bimbingan dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam masa penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin, MSc. dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS. selaku dosen penguji atas semua masukan, saran dan kritik yang membangun.

3. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan kepercayaannya pada penulis untuk menjadi asisten mata kuliah Rancangan Percobaan dan Penelitian.

4. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan wilayah (P4W-LPPM IPB), Bappeda Kota Bogor dan Komunitas Kampoeng Bogor atas bantuan datanya.

5. Teman-teman seperjuangan, Indah dan Shasa untuk kebersamaan dan persaudaraan selama menjadi anak-anak ibu; Arin untuk kebersamaan selama pencarian data di berbagai instansi kota Bogor.

5. Teman-teman terbaik penulis Ayu, Meidi, Alin, Tari, Suci, Hendry, Rahmi, Retno, Uti, dan Sinta yang selalu ada dan bersedia membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.

(18)

7. Sahabat setia penulis Lidawati, Yeni, Rindu atas 8 tahun kebersamaannya. 8. Rekan-rekan panitia Seminar Jabodetabek 2007 (terima kasih atas bantuan

peta dan prosidingnya), Keluarga Besar Pondok Annisa, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Garut, Keluarga Besar KKP Cipetir 2006 dan PPL IPDN 17, Keluarga Besar “Classix”, Keluarga Besar IKAGA-B’ers. Keluarga Besar ASGAR MUDA terima kasih atas pengertian, dukungan dan kebersamaannya

9. Mas Miki atas ilmu GIS nya, Titan atas bantuan data nya.

10. Para staf Departemen Arsitektur Lanskap (Bu Yeni dkk), seluruh mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 38,39,41,42,43.

9. Keluarga Sumadipraja (Alm) dan Keluarga Aan Soewarman (Alm). Terima kasih dukungannya.

10. Last but not least keluargaku tercinta, Bapa, Mamah, Fahmi, Garin dan Hilmi atas cinta, kasih sayang, dukungan moral dan material yang tiada hentinya dan tak terbatas bagi penulis selama masa tempuh pendidikan di IPB serta selama masa pengerjaan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam hasil tugas akhir ini. Walau demikian, dengan segala kekurangannya penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2008

(19)

DAFTAR ISI

Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh...11

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Kota Bogor... 22

(20)

Periode I Kemerdekaan... 27

Periode II Kemerdekaan... 30

Periode III Kemerdekaan... 37

Perubahan Penggunaan lahan Kota Bogor... 44

Pola Perubahan Penggunaan Lahan... ...51

Perubahan Proporsi Ruang Terbuka Hijau ... 52

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan... 57

KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan... 61

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA...63

(21)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kemiringan Lereng... 13

Tabel 2. Jenis Sumber Data... 17

Tabel 3. Jenis Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun 1999-2009...41

Tabel 4. Luas wilayah Kota Bogor masing-masing periode...44

Tabel 5. Rencana Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun 1998-2009...46

Tabel 6. Proporsi RTH Kota Bogor per Periode...55

Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota Bogor Masing-Masing Periode... 58

(22)

DAFTAR GAMBAR

Hal

(23)
(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan lahan merupakan interaksi yang kompleks. Hal tersebut juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pertambahan penduduk yang pesat juga diiringi dengan pertambahan permintaan terhadap pemenuhan kebutuhannya baik segi fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Pembangunan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tersebut. Pembangunan yang terjadi pada suatu wilayah cenderung diikuti oleh perkembangan wilayah tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa urbanisasi di wilayah perkotaan telah meningkat dengan sangat cepat. Zain (2002) mengidentifikasi bahwa di area Jabodetabek telah terjadi konversi lahan hijau menjadi area terbangun sebesar 23 % untuk pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun.

Kota Bogor merupakan kota yang tidak berhenti untuk mengembangkan diri. Selain itu Bogor juga merupakan kota yang terdekat dengan ibukota Negara Republik Indonesia (Jakarta) yang bersama daerah lain seperti Tangerang, Bekasi dan Depok, Bogor yang tergabung dalam Jabodetabek, menjadi kota yang berfungsi sebagai penyangga Jakarta. Tentunya sebagai kota yang menjadi kota penyangga bagi ibukota negara Republik Indonesia perkembangan kota Bogor historis secara langsung maupun tidak langsung mengisi ruang suatu kota yang mempengaruhi perkembangan kota tersebut. (Bappeda,2005)

(25)

ini diputuskan oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor sebagai hari jadi Bogor dan selalu diperingati setiap tahunnya sampai sekarang. Sedangkan nama Bogor sendiri tercantum dalam dokumen resmi akte Van Gissen 7 April 1752 yakni sebagai ”hoofd van de negorij Bogor”

Pada tahun 1745 Gubernur Jendral Hindia Belanda bernama Baron Van Inhoff membangun Istana Bogor, seiring dengan pembangunan jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Pada periode tersebut diduga sebagai awal perkembangan Kota Bogor.

Pada masa pendudukan Inggris, Gubernur Jendral Thomas Rafless berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana Istana Bogor direnovasi dan sebagian lahannya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden). Beliau juga mempekerjakan seorang Planner yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzoorg. Selain melakukan penataan Bogor tempat peristirahatan, Planner tersebut juga melakukan penataan pola pemanfaatan ruang dengan karakteristik tertentu. Dalam perkembangannya, pada saat itu kesatuan keseluruhan komponen fisik membentuk tata kota Bogor (Gemeente Buitenzorg)cenderung linier

Pada masa setelah kemerdekaan, perkembangan Kota Bogor terbagi menjadi beberapa periode yakni periode I Kemerdekaan (1945-1965) yaitu setelah pengakuan kedaulatan RI Pemerintahan di Kota Bogor namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950. Selanjutnya Periode II Kemerdekaan (1965-1995) pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Periode III Kemerdekaan (1995-2005) Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor. (www.bogor.go.id/sejarah)

(26)

adalah masyarakat Sunda. (www.bogor.go.id/demografi). Sejak awal pendiriannya, jumlah penduduk yang semakin bertambah disebabkan adanya migrasi penduduk dari daerah lain, kelahiran di daerah setempat. Periode pemerintahan dari masa ke masa di Kota Bogor pun turut mempengaruhi jumlah penduduk.

Sejak jaman kerajaan, Kota Bogor senantiasa mengalami perluasan akan tetapi pada masa kerajaan sampai awal kemerdekaan, angka pasti tentang perluasan tidak ditemukan. Dari data terbaru diperoleh bahwa tahun 1995 Kotamadya DT II Bogor mengalami perluasan wilayah, yang tadinya hanya 2.156 ha menjadi 11,850 ha Senada dengan diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah nama Kotamadya Bogor diubah menjadi Kota Bogor.

Berdasarkan tata guna lahannya pada tahun 2002 proporsi luas lahan terbagi atas 70,01 % pemukiman, 10,8 % pertanian 1,30 % kebun campuran, 1,19 % hutan kota, dan sisanya adalah fasilitas sosial lainnya. (www.radiosipatahunan.com/perkembangan tata ruang )

Perkembangan Kota Bogor yang dapat kita lihat dan kita rasakan saat ini berawal dari sebuah kota pusat pemerintahan kerajaan Pajajaran yang sempat menghilang seiring dengan sirnanya kerajaan tersebut, tetapi pada masa awal penjajahan Belanda kota ini kembali hidup dan dibangun lagi sebagai kota peristirahatan.

Seiring dengan perjalanan waktu, kota Bogor terus berkembang hingga saat ini bukan lagi menjadi sekedar tempat peristirahatan, tetapi telah menjadi kota modern yang dinamis dengan multifungsi. Banyak fungsi yang diemban oleh kota Bogor sedikit banyak menunjukan kompleksitas perkembangan fisik Kotanya. (Bappeda Kota Bogor, 2005).

(27)

Perubahan dan perkembangan Kota Bogor dari masa ke masa tersebut terutama dalam hal perubahan penggunaan dan penutupan lahan akan diidentifikasi,dipelajari dalam penelitian yang akan dilakukan.

Adanya pemetaan dengan bantuan system informasi geografis, dapat menggambarkan wilayah kota secara menyeluruh sehingga dapat dilakukan pendeteksian terhadap perubahan penggunaaan dan penutupan suatu lahan dari masa ke masa. Pada penelitian ini, system informasi geografis digunakan selain untuk mengolah citra digital sebagai data spasial untuk masa sekarang, juga dapat digunakan untuk mendeteksi peta tua sebagai data spasial penggunaan suatu lahan pada masa lampau tentunya dengan berbagai perangkat lunak dalam pengolahan peta tua tersebut.

Penggunaan sistem informasi geografis didasari bahwa sistem tersebut secara terintegrasi mampu mengolah baik data spasial maupun data atribut secara efektif dan efisien. Selain dapat mengolah citra digital masa sekarang juga dapat mengolah peta masa lampau.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan diantaranya:

1. Mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005

2. Mengidentifikasi perubahan proposi ruang terbuka hijau di kota Bogor sejak tahun 1905an-2005

3. Mengetahui trend serta faktor yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005

Manfaat

(28)
(29)

TINJAUAN PUSTAKA Kota

Pengertian kota, pada umumnya dicirikan oleh tingginya kepadatan ruang terbangun, dengan struktur bangunan yang semakin mendekati pusat kota semakin rapat. Selain itu, dalam sebuah kota terjadi kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsinya sebagai tempat pemukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi(Eckbo, 1964).

Kondisi suatu kota pada kenyataannya tidak akan terlepas dari perkembangan sejarah yang melingkupi kota itu sendiri. Berbagai kejadian historis secara langsung maupun tidak langsung mengisi ruang suatu kota yang mempengaruhi perkembangan kota tersebut (Bappeda,2005).

Perkembangan kota di Indonesia hampir memiliki periode yang sama yakni jaman kerajaan, jaman penjajahan, jaman kemerdekaan. Sehingga perkembangan kota terpengaruh oleh kombinasi budaya yang berbeda, mulai budaya kerajaan, budaya kolonial, budaya Asia, dan budaya pribumi (Bappeda, 2005).

Perkembangan kota juga berpengaruh pada fungsi kota sebagai : 1. Pusat pemerintahan

2. Perdagangan 3. Pendidikan

4. Fungsi-fungsi lainnya

Perkembangan dan pembangunan kota juga berdampak pada berkurangnya keberadaan suatu ruang terbuka hijau di perkotaan. Hal ini akibat adanya perubahan penutupan dan penggunaan lahan di sebuah kota (Putri, 2006).

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan

(30)

baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan non pertanian. Secara garis besar, penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya. Sedangkan untuk penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989). Istilah penutupan lahan mengacu pada penutupan lahan yang menjadi ciri suatu area tertentu, yang umumnya merupakan pencerminan dari bentukan lahan dan iklim lokal. Contoh dari penutupan lahan adalah hutan, tundra, savanna, gurun pasir.

Berkaitan dengan penggunaan lahan, kehidupan kota yang dinamis mengharuskan terjadinya perubahan tata guna lahan dalam rangka pengembangan wilayah kota. Adapun perubahan yang terjadi adalah konversi lahan konservasi menjadi area pertanian, lahan produksi menjadi area pemukiman. Proses perubahan penggunaan lahan ini pada dasarnya dapat dipandang sebagai konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang (Pribadi, 2003). Selain itu perubahan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana bagi manusia. Tentunya perubahan ini mempengaruhi kemampuan ekositem yang mendukung keberadaan manusia (Putri, 2006).

Charles C. Colby dalam Zulkardi (1999), mengidentifikasi adanya dua gaya yang saling bertentangan yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan tata guna lahan kota yaitu:

1. Gaya Sentripetal, bekerja menahan fungsi-fungsi tertentu di pusat kota dan menarik yang lain untuk berlokasi di sekitarnya. Gaya ini terjadi karena sejumlah kualitas daya tarik pusat kota , yaitu:

• Daya tarik tapak/site

• Kenyamanan fungsional, seperti aglomerasi

(31)

2. Gaya Sentrifugal, adalah gaya yang mendorong kegiatan berpindah dari pusat kota ke pinggiran, meliputi:

• Gaya spasial terjadi karena pusat kota sering mengalami kemacetan sedang di wilayah lain masih kosong

• Gaya site akibat daya tarik guna lahan ekstensif atau daya tarik alam di wilayah pinggiran dibanding guna lahan intensif di pusat kota.

• Gaya situasional, akibat daya tarik dan kenyamanan yang lebih baik di pinggir kota.

• Gaya evolusi sosial, akibat tingginya nilai tanah, pajak dan keterbatasan ruang di pusat kota

• Status dan organisasi hunian, sebagai akibat polusi di pusat kota.

Keadaaan ini terjadi pada hampir seluruh belahan dunia. Perkembangan suatu wilayah yang berkaitan dengan semakin meningkatnya populasi penduduk telah menjadi masalah global. Hal ini perlu perhatian berbagai pihak yang ditekankan pada interaksi manusia dengan lingkungannya, termasuk di dalamnya faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan oleh manusia(de Sherbinin (2002) dalam Putri (2006)).

Ruang Terbuka Hijau

Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan ataupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau (RTH), pemanfaatnya lebih bersifat pengisian hijauan tanaman atau-tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya.

(32)

meningkatkan prestise daerah (6) RTH untuk sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula (7) RTH untuk sarana evakuasi untuk keadaan darurat (8) RTH yang dapat meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Sedangkan dalam UU No. 26/2007 tentang penataan ruang, RTH ditujukan untuk fungsi ekologis (pereduksi polusi, penetralisir banjir dll), fungsi estetika, serta untuk mereduksi Landscape Disaster (longsor, banjir, angin putting beliung). Hal ini juga ditujukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota dan wilayah sekitar dalam rangka mewujudkan kota berkelanjutan.

Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

RTH wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi oleh tanaman dan tumbuh-tumbuhan secara alami (Slamet, 2003 dalam Putri 2006). Dalam UU No. 26/2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan tergantung pada kondisi geomorfologis kota, kebutuhan akan fungsi ekologis RTH, kebutuhan akan fungsi estetika kota, dan kebutuhan pereduksi landscape disaster.

Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Menurut Soeria Atmaja (1991), peran tumbuhan dalam RTH tidak hanya terbatas pada fungsi produksinya dipandang dari nilai ekonomis dan fungsi estetis, serta fungsi kreatifnya dipandang dari segi arsitektural, tapi juga fungsi ekologisnya.

Secara umum RTH berfungsi arsitektural, teknik, kenyamanan, ekologis dan sosial ekonomi. Salah satu penjabaran manfaat RTH yang menjadi jiwa dari penjelasan RTH dalam Permendagri 1/2007 yang sesuai dan menunjang fungsi RTH pemukiman antara lain:

1. Sebagai pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan

2. Sebagai pengendali pencemaran dan kerusakan tanah. air dan udara 3. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati 4. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki lingkungan. 5. Sebagai sarana estetika kota

(33)

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis (Aronoff, 1988). SIG merupakan suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang berbasis geografi.

SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial (Prahasta, 2001). SIG dapat menyimpan dan menampilkan kembali informasi yang diperlukan mengenai sebuah lokasi geografis dengan modifikasi warna, bentuk, dan ukuran simbol yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geografi suatu wilayah.

Sistem Informasi Geografis dapat diaplikasikan kepada berbagai bidang keilmuan yang berhubungan dengan sumberdaya alam. Aplikasi SIG diantaranya pada perencanaan tata guna lahan, analisis mengenai dampak lingkungan, pertanian, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, teknik, geologi, jaringan jalan dan pipa, perencanaan kota, dan sebagainya (Nurcahyono, 2003 dalam Putri, 2006).

Penginderaan Jauh

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh secara umum adalah suatu cara mengamati suatu objek di muka bumi tanpa mengadakan kontak langsung secara fisik dengan objek yang diamati tersebut.

(34)

infrared, thermal, maupun gelombang mikro. Wahana untuk merekam atau menangkap gelombang elektromagnetik dapat berupa pesawat udara, satelit, atau pesawat ruang angkasa. (Lillesand and Kiefer, 1990).

Hasil penginderaan jauh umumnya berupa citra yang dalam proses memperolehnya memerlukan : a)sumber energi b)perjalanan energi melalui atmosfer c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi d) sensor wahaha pesawat terbang atau satelit e)hasil pembentukan dalam bentuk piktoral (citra) dan atau numerik. Hasil tersebut masih perlu diinterpretasikan untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat (Lillesand and Kiefer, 1990).

Penginderaan jauh mulai berkembang tahun 1839 ditandai dengan Photograph Pertama. Selanjutnya pada awal 1972 dengan diluncurkannya satelit landsat maka mulai didapat citra digital landsat. Untuk citra landsat sendiri mengalami perkembangan. Diawali dengan landsat MSS (multispectral scanner) yang dapat menggambarkan wilayah dengan resolusi 70 x 70 m. Selanjutnya landsat TM (Thematic Mapper) yang memiliki resolusi 30 x 30 m dan terakhir landsat ETM yang lebih tajam dalam penggambaran wilayah (Harris)

Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh.

Kombinasi penggunaan Sistem Informasi Geografi dan penginderaan jauh telah banyak diaplikasikan pada berbagai ilmu pengetahuan seperti pertanian, kehutanan, geologi, geofisika, penutupan dan penggunaan lahan, lanskap, bahkan dalam bidang bisnis. Pada prinsipnya, tujuan utama dari penggunaan Sistem Informasi Geografi dan penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan.

(35)

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Wilayah Administrasi

Secara fisik Kota Bogor merupakan salah satu kota yang berada di bawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor terletak pada 106043’30”-106051’00” bujur timur dan pada 6030’30”- 6041’00” lintang selatan.

Secara geografis, Kota Bogor berjarak lebih kurang 50 km dari Jakarta. Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 Ha, yang mencakup 6 kecamatan (Kec. Bogor Barat, Bogor Timar, Bogor Tengah, Bogor Utara, dan Kec. Tanah Sareal) dan 68 kelurahan.

Secara administratif, Kota Bogor berbatasan dengan Kabupaten Bogor yaitu: Sebelah utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede dan Kec. Sukaraja; Sebelah timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi; Sebelah barat berbatasan dengan Kec. Dramaga, Kec. Ciomas; Sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin.

Kondisi Fisik

(36)

Tabel 1.Kemiringan Lereng

Bogor Utara 17,72 7.78% 88.35% 0.00% 3.84% 0.03%

Bogor Timur 10,15 17.96% 71.20% 5.52% 4.33% 0.99%

Bogor Selatan 30,81 5.49% 46.04% 34.21% 11.37% 2.90%

Bogor Tengah 8,13 15.43% 68.94% 0.00% 14.46% 1.17%

Bogor Barat 32,85 18.82% 76.17% 0.00% 4.68% 0.32%

Tanah Sareal 18,84 28.18% 70.17% 0.00% 1.66% 0.00%

Total 118,5 14.89% 68.28% 9.37% 6.46% 1.01%

Sumber: Bappeda Kota Bogor,2005

Sedangkan untuk iklim dan curah hujan, Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan adalah 260C dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi adalah

30,40C; Curah hujan rata-rata Kota Bogor adalah 4000 mm/tahun atau 250-335

mm/bulan dengan curah hujan minimum pada bulan September yaitu 128 mm dan maksimum pada bulan Oktober yaitu 346 mm (Bappeda, 2005).

Jenis tanah yang paling banyak ditemukan di Kota Bogor adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Aluvial Kelabu. Di Bogor Selatan jenis tanah yang paling banyak ditemukan selain Latosol Coklat Kemerahan adalah Regosol Coklat dan di Bogor Barat adalah Andosol Coklat. Sedangkan Tanah Sareal jenis tanah yang paling banyak ditemukan adalah Latosol Merah Kekuningan (Bappeda, 2005).

Untuk kondisi vegetasi Kota Bogor penyebarannya terpusat pada adanya Kebun Raya Bogor, Taman-taman Kota, Hutan Penelitian (Cifor), jalur hijau jalan dan area pertanian.

Kondisi Sosial-Ekonomi

Perubahan penggunaan dan penutupan lahan secara umum dapat terjadi karena dua faktor diantaranya faktor kekuatan alam, merupakan faktor yang diluar kehendak manusia diantaranya adalah bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran huatan, dan faktor manusia. Namun faktor manusia lebih besar dalam mengubah penggunaan dan penutupan lahan dibanding dengan faktor kekuatan alam. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan penggunaan dan penutupan lahan adalah keadaan sosial, ekonomi, politik/kebijakan, dan kebudayaan masyarakat(Turner dan Meyer, 1994 dalam Putri 2005).

(37)

menunjukkan jumlah penduduk yang mencapai 893.073 jiwa. Dilihat dari komposisinya, berdasarkan kelompok usia menunjukkan angka 529.743 untuk usia 15-55 tahun kelompok ini merupakan usia produktif. Dari kelompok usia produktif yang bekerja sebanyak lebih dari 70% adalah sebagai penduduk yang bekerja. Prosentase jumlah penduduk yang bekerja antara lain: 1)Sektor Jasa : 27,47% 2)Perdagangan : 26,48 %,3) Industri : 23,11 %,4) Transportasi dan Komunikasi : 7,66 %,5) Konstruksi : 5,10 %,6) Keuangan : 4,65 %,7) Pertanian : 4,19%,8) Pertambangan : 0,72 %,9)Listrik, gas dan air: 0,60 %. (Bappeda, 2005). Untuk perekonomian, tingkat perekonomian Kota Bogor cenderung fluktuatif, dengan laju pertumbuhan sebesar 6,07%. Sektor perekonomian Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sarana perkotaan di Kota Bogor seperti sarana pendidikan kesehatan, sarana peribadatan komposisinya masih belum seimbang di tiap kecamatan sehingga masih ada daerah yang belum dapat terlayani. Dari segi sarana transportasi, masih kurangnya tempat kegiatan perkotaan yang memiliki tempat parkir yang memadai menjadi salah satu pemicu terjadinya kemacetan di Kota Bogor, pemicu kemacetan lainnya adalah kurang disiplinnya pengguna kendaraan baik umum maupun pribadi (Bappeda, 2005).

Kebijakan RTH di Kota Bogor

Berdasarkan Kebijaksanaan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009, pengembangan RTH di Kota Bogor berupa:

1. Pengembangan RTH kota yang dapat menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan serta mengurangi dampak pembangunan kota. 2. Pengembangan fungsi RTH kota ditujukan untuk mendapatkan proporsi

yang baik antara dimensi ruang terbuka kota dengan bangunan baik secara vertikal maupun horizontal.

(38)

4. Pengembangan RTH kota sesuai fungsi dan hierarkhinya untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan ruang terbuka yang sekaligus dapat menunjang kegiatan perkotaan.

5. Menetapkan kawasan-kawasan hijau makro sebagai fungsi konservasi untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

6. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengembangan RTH kota dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasaan dan pengendalian sebagai bentuk peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang kota.

(39)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari akhir Januari sampai November 2007. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kotamadya Bogor (Gambar 2), Propinsi Jawa Barat, yang meliputi 6 wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara Bogor Tengah dan Tanah Sareal. Untuk pengolahan dan analisis data dilakukan di Kampus IPB Dramaga Bogor.

(40)

Bahan dan Alat

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni data primer dan sekunder yang diambil dari instansi terkait(Tabel 2).

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data

Data Jenis Sumber

Hasil Interpretasi citra lansat

Jabodetabek

Data Sekunder Departemen Tanah dan

Sumberdaya Lahan

Tata Guna Lahan Sekunder • Pemkot Bogor

• Literatur

• Komputer dengan perangkat lunak Arc.view GIS 3.3; Erdas Imagine 9.2; serta microsoft word dan microsoft excell.

• Kamera digital

(41)

Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan terdiri atas pelaksanaan metode survey dan analisis peta. Proses penelitian dilakukan berdasarkan proses dalam sistem informasi geografi yang meliputi pengumpulan data, analisis awal, survey lapang, analisis lanjutan, dan penyajian hasil(Gambar 3).

Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa pengumpulan data sekunder yang didapat dari instansi terkait. Data yang didapat berupa data spasial dan data tabular.

Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan, terdiri dari: peta tua Bogor tahun 1930, 1945, hasil interpretasi citra Jabodetabek tahun 1972, 1983, 1992, 2000 dan 2005, peta administrasi Kota Bogor. Peta-peta tersebut didapat dari Bapedda Kota Bogor, P4W LPPM IPB, Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan Departemen Arsitektur Lanskap IPB. Selanjutnya peta tersebut digunakan untuk pengidentifikasian perubahan penggunaan dan penutupan lahan Kota Bogor.

Data tabular merupakan data yang berbentuk tulisan atau angka-angka. Data tersebut antara lain data kondisi sosial ekonomi Kota Bogor, Sejarah perkembangan Kota Bogor. Data tersebut didapat dari Bappeda Kota Bogor P4W LPPM IPB, dan Kampoeng Bogor.

Analisis Awal

Proses analisis awal ini terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dengan digitasi peta tua menjadi peta digital. Kemudian dilakukan koreksi geometris terhadap peta tua yang telah didigitasi, bertujuan untuk 1) melakukan retifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi; 2) registrasi (mencocokan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau citra multi-temporal; 3) meregistrasi citra ke peta atau transformasi koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu ( Sri Hardiyanti, 2001).

(42)

pemilihan sistem koordinat ini adalah supaya dapat diketahui luasan dari berbagai penggunaan lahan pada masing-masing peta tua ataupun citra. Tahap selanjutnya adalah, melakukan pemotongan hasil interpretasi citra lansat Jabodetabek untuk diambil wilayah Kota Bogor saja. Proses ini dibantu oleh perangkat lunak Arc.View GIS 3.3.

Survey Lapang

Survey lapang, dilakukan untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapang dengan hasil interpretasi visual. Survey lapang juga dilakukan untuk melihat kesesuaian antara keadaan citra landsat dan kenyataan di lapangan. Survey lapang dilakukan dengan tujuan untuk mengambil foto-foto penggunaan lahan pada masa ini untuk dibandingkan dengan penggunaan masa lampau.

Analisis Lanjutan

Berupa pengolahan data yang didapatkan untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan dari penelitian. Pengklasifikasian penggunaan dan penutupan lahan. Pada masing-masing peta dilakukan identifikasian area contoh yang mewakili setiap penggunaan dan penutupan lahan. Setelah dilakukan klasifikasi pada masing-masing peta terlihat perubahan penggunaan dan penutupan lahannya.

Penyajian Hasil

(43)

Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi sampai pendeteksian perubahan penggunaan dan penutupan lahan berdasar aspek sejarah Kota Bogor sejak 1905-2005. Penelitian ini ”Time Line” yang digunakan adalah berdasar masa perkembangan penguasaan kota Bogor mulai periode kolonial (1905-2005), Periode I Kemerdekaan (1945-1965), Periode II Kemerdekaan (1965-1995) dan Periode III (1995-2005). Penelitian ini mengidentifikasi dan membandingkan penggunaan masa lalu dan sekarang, serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.

(44)
(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Kota Bogor

Kota Bogor yang kini telah berusia lebih dari 500 tahun telah mengalami berbagai periode dalam perkembangannya, mulai dari periode Kerajaan Pakuan-Pajajaran, periode kolonial, periode kemerdekaan, periode orde baru dan periode reformasi. Sebagai kota yang dinamis, perkembangan tersebut terlihat dengan semakin beragamnya aktivitas dan melajunya pertumbuhan penduduk. Pada proses perkembangannya dalam kurun waktu tersebut telah terjadi beberapa perubahan dalam konteks pembangunan, baik sarana maupun prasarana. Pada kenyataannya perubahan tersebut telah mempunyai dampak terhadap kondisi Kota Bogor, baik bersifat positif maupun negatif dari sisi sosial, ekonomi maupun lingkungan.

Letak Kota Bogor yang berdekatan dengan Jakarta, menjadikan Kota Bogor sebagai kota yang berpotensi untuk pengembangan perekonomian, jasa, industri, perdagangan yang ditujukan untuk menyokong perkembangan Jakarta itu sendiri. Pengembangan ini tentunya membawa efek bagi keberadaan lahan terbuka hijau yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun. Efek tersebut berpengaruh pada kualitas maupun kuantitas lahan terbuka hijau tersebut.

Perkembangan Kota Bogor baik sebagai salah satu kota satelit di Jabotabek maupun sebagai kota yang berdiri sendiri telah dimulai sejak Bogor masih merupakan bagian dari Kerjaan Pakuan Pajajaran, kemudian berkembang saat Periode Kolonial, Periode I Kemerdekaan dan hingga Periode III Kemerdekaan. Perkembangan tersebut akan diurai dalam bahasan berikut ini.

Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Kota Bogor

Periode Kolonial (1905-1945)

(46)

no. 368 tentang pemerintahan Gemeente Buitenzorg dengan fungsi desentralisasi kota yang sudah modern.

• Penutupan lahan

Keadaan tutupan lahan pada periode ini diwakili oleh peta penutupan lahan Kota Bogor tahun 1930(Gambar 4). Pemilihan peta ini, didasari oleh keadaan Kota Bogor pada masa itu yang mulai mengalami pembangunan di beberapa bidang. Pada masa ini peta yang digunakan masih berupa peta yang belum berformat digital. Maka dari itu untuk mengetahui keadaan lahan pada masa ini dilakukan beberapa proses dengan bantuan perangkat lunak sistem informasi geografis dan pengideraan jauh.

Pada masa ini, Kota Bogor masih didominasi oleh lahan atau area hijau ± 93% dari total luas wilayah Bogor yang pada saat itu sekitar 1540 Ha, sedangkan area terbangun masih relatif sedikit dengan penggunaan lahan terbangun sebagai area pemukiman atau gedung pemerintahan (Gambar 5).

Lahan hijau yang dominan pada masa itu adalah berupa kebun campuran. Kota Bogor pada masa itu memang dijadikan area produksi beberapa hasil perkebunan seperti kopi dan karet. Keterbatasan informasi pada peta masa ini menyebabkan penyederhanaan dalam penentuan masing-masing kelas penutupan lahan.

• Penggunaan Lahan

(47)

(48)

Gambar 5. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1930

Gambar 6. Persebaran etnis Kota Bogor

(Sumber: P4W-LPPM IPB)

Penutupan lahan kota Bogor 1930

hutan 19%

kebun campuran 39% lahan terbangun

6% sawah

28%

semak 8%

hutan

kebun campuran lahan terbangun sawah

(49)

• Komponen fisik perkotaan

Perkembangan Kota Bogor pada saat itu telah direncanakan oleh Ir. Thomas Karsten (1930) dengan memberikan alokasi wilayah untuk perumahan di utara dan timur. Kemudian pada saat itu mulai muncul industri, lembaga penelitian pertanian, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya. Dengan telah adanya perencanaan peruntukan lahan oleh Thomas Karsten, perumahan, pusat-pusat perdagangan, pusat administrasi pemerintahan secara bersama-sama membentuk pola pemanfaatan ruang yang dapat terlihat sampai sekarang.

Komponen fisik perkotaan lain yang telah mulai berkembang pada masa itu adalah adanya jalan yang menghubungkan Bogor dengan kota lain seperti Jakarta, Cianjur dan Sukabumi. Hal tersebut mendukung terhadap salah satu fungsi Kota Bogor pada saat itu yakni sebagai kota persinggahan.

• Kondisi Sosial Ekonomi

Karakter sosial perkotaan Bogor pada masa kolonial, mengarahkan fungsi Bogor menjadi kota yang majemuk, meski pada awalnya Bogor hanya dijadikan sebagai kota persinggahan atau peristirahatan para Gubernur Jendral. Fungsi yang majemuk ini terlihat pada mulai bergeraknya aktifitas perekonomian di Bogor. Hal ini ditandai dengan dibangunnya Pasar Bogor. Kemudian bergeraknya sektor perdagangan yang dimotori oleh warga pendatang (khususnya dari China) di sekitar Jalan Suryakencana. Selain sektor perdagangan, pertanian dan perkebunan pun menjadi sektor yang berkembang seiring dengan diberlakukannnya sistem tanam paksa oleh Pemerintah Hindia Belanda.

(50)

Periode I Kemerdekaan (1945-1965)

Dasar pemilihan time line periode kemerdekaan ini adalah pasca Indonesia merdeka hingga terbentuknya Kotamadya TK.II Bogor yakni sekitar tahun 1965an. Banyak perubahan yang terjadi di Bogor pada saat itu, terutama dari segi kebijakan pemerintah yang berkuasa. Setelah Indonesia merdeka, Gemeente Biutenzorg berubah nama menjadi Kota Besar Bogor berdasarkan UU No. 16 Tahun 1950, dan pada tahun 1957 berubah menjadi Kota Praja Bogor sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1957.

• Penutupan lahan

Untuk peta periode ini diwakili oleh peta tahun 1945 (Gambar 8). Kondisi tutupan lahan pada periode ini meskipun masih didominasi oleh lahan hijau ±64 % dari total luas wilayah Bogor yang pada saat itu sekitar 2000 Ha, akan tetapi keberadaan lahan terbangun mulai mengalami peningkatan dari masa sebelumnya (Gambar 7). Lahan terbangun tersebut mulai bervariasi penggunaannya seperti adanya bangunan pendidikan, perkantoran, rumah sakit dan pemukiman.

Gambar 7. Proporsi Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1945

pe nutupan Lahan Kota Bogor tahun 1945

(51)
(52)

(53)

• Penggunaan Lahan

Pada masa itu telah terbentuk pola dalam penggunaan lahan Kota Bogor seperti tercermin pada adanya kebun raya sebagai pusat perkembangan kota, adanya pusat pemerintahan di sekitar Jalan Jalak Harupat. Sedangkan untuk pusat perdagangan yang pada periode kolonial hanya terpusat di sekitar Jalan Suryakencana, telah mengalami perluasan ke daerah Merdeka atau Jembatan Merah. Dan untuk kawasan perumahan yang pada periode kolonial hanya terpusat di daerah tertentu telah mengalami perkembangan hingga menyebar ke semua kawasan Bogor. Berikut merupakan gambaran sebaran etnis Bogor pada periode ini(Gambar 9)

Gambar 9. Sebaran Etnis Kota Bogor Periode I Kemerdekaan

(54)

• Komponen Fisik Perkotaan

Pada periode ini, komponen fisik perkotaan Bogor telah semakin berkembang. Hal ini terbukti dengan mulai berdirinya industri-industri seperti pabrik ban Good Year, pusat pendidikan seperti Institut Pertanian Bogor, pusat kesehatan seperti Rumah Sakit PMI. Serta mulai bermunculannya perumahan-perumahan di berbagai kawasan Kota Bogor.

• Kondisi Sosial Ekonomi

Bogor selaku salah satu kota satelit penyokong kegiatan Jakarta, dari segi sosial maupun perekonomian pun berkembang. Hal ini dilihat dari sumber daya manusia, yakni penduduk yang melakukan commuting dari Bogor ke Jakarta. Secara langsung maupun tidak langsung hal ini mempengaruhi kegiatan perekonomian baik bagi Bogor maupun Jakarta

Periode II Kemerdekaan (1965-1995)

Pemilihan rentang periode ini adalah sejak awal terbentuknya Kotamadya Tingkat II Bogor sampai berubah menjadi Kota Bogor. Pembentukan Kotamadya Tingkat II Bogor yang sebelumnya bernama Kota Praja Bogor didasari oleh adanya UU No. 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974. Pada periode ini, perkembangan Bogor akan terpengaruhi perkembangan Jakarta, selain karena letak yang berdekatan, Bogor pun menjadi salah satu kota potensial dalam konsep metropolitan Jabotabek.

• Penutupan Lahan

Interpretasi citra yang digunakan pada periode ini adalah citra tahun 1972, 1983 dan 1993,(gambar 10, 11, 12).

(55)
(56)
(57)
(58)

Gambar 13. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1972

Gambar 14. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1983

Gambar 15. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1992

Diagram Penutupan Lahan Kota Bogor

Diahgam penutupan lahan Kota Bogor Tahun 1992

(59)

Kondisi penutupan lahan Kota Bogor pada periode ini masih didominasi oleh area hijau dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya penurunan jumlah dalam proporsi masing-masing penutupan lahan (Gambar 13,14,15). Proporsi area hijau pada masa ini berturut-turut adalah 93%, 92,63%, dan 86,12%. Terdapat peningkatan dari periode 1945an, karena pada masa ini Bogor mulai mengalami perluasan khususnya dalam penambahan area hijau.

• penggunaan Lahan

Pada periode ini, luasan administrasi Kota Bogor adalah 2.156 Ha dan meliputi 5 Kecamatan serta 16 lingkungan, dengan batas-batas administrasi wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara: Sungai Cipakancilan dan gang mesjid Sebelah Timur: Sungai Ciater

Sebelah Selatan: Sungai Cipaku dan Sungai Cisadane Sebelah Barat: Sungai Cisadane

(60)

Gambar 16. Kondisi Kota Bogor pada periode II Kemerdekaan

(Sumber: P4W-LPPM IPB)

• Komponen Fisik Perkotaan

Komponen pembentuk Kota Bogor pada saat itu diantaranya perumahan, fasilitas perkantoran, fasilitas perdagangan, dan jasa, industri dan jaringan jalan. Perkembangan perumahan mulai nampak meluas di semua kawasan Bogor, dan mulai berkembang pula perumahan-perumahan baru dan berskala luas. Untuk Pemerintahan dan perkantoran umumnya, lokasi perkantoran dalam artian kantor instansi pemerintahan daerah ini berpusat di sekitar daerah Pabaton, Paledang dan sekitar Jalan Juanda. Sedangkan fasilitas perdagangan dan jasa sebagian besar terletak di sepanjang Jalan Surya Kencana, dan sebagian lagi tersebar di sekitar daerah Jembatan merah, Merdeka, dan Jalan Siliwangi.

(61)

• Kondisi Sosial Ekonomi

Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 1976, menunjukan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada saat itu adalah 212.045 jiwa dengan pertumbuhan sekitar 2,57 % pertahun. Jumlah ini belum secara tersebar merata di semua Kecamatan, hal ini terlihat dengan terdapatnya beberapa lingkungan yang memiliki kepadatan penduduk melebihi lingkungan lain. Kepadatan tertinggi terjadi di lingkungan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan, hal ini terjadi karena di kecamatan ini merupakan salah satu pusat perdagangan dan jasa. Sedangkan untuk kecamatan dengan kepadatan penduduk rendah yakni di sekitar Bogor Utara, karena lingkungan di kecamatan ini merupakan daerah pengembangan baru.

Dengan dibangunnya Jalan Tol Jagorawi pada periode ini ( sekitar tahun 1972) semakin menggiatkan kegiatan ekonomi Jabotabek karena ada kemudahan akses keluar maupun masuk dalam hal barang dan jasa.

Periode III Kemerdekaan (1995-2005)

Pada periode ini, Bogor mengalami perubahan dalam segi pemerintahan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, nama Kotamadya Tingkat II Bogor berubah nama menjadi Kota Bogor. Pada periode ini pula keberadaan Kota Bogor menjadi kota yang sangat kompleks baik dari jumlah fasilitas maupun aktifitas di kota Bogor itu sendiri.

• Penutupan Lahan

(62)

(63)

(64)

Dari hasil interpretasi kedua citra (gambar 17 dan 18) terlihat bahwa pada periode III kemerdekaan ini, keberadaan ruang terbangun mulai meningkat. Dari proporsi penutupan lahan kedua tahun tersebut (gambar 19 dan 20), keberadaan ruang terbangun adalah sekitar 48 % dan 76 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan lahan dari area hijau menjadi area terbangun.

Gambar 19. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2000

Gambar 20. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2005

Diagram penutupan lahan Kota Bogor Tahun 2000

kebun campuran

Diagram penutupan lahan Kota Bogor Tahun 2005

(65)

• Penggunaan Lahan

Pada periode ini, Bogor mengalami perluasan wilayah yang tadinya hanya sekitar 2156 Ha menjadi 11.850 Ha. Apabila pada periode II kemerdekaan, Kota Bogor dibatasi oleh batas alam yakni sungai, namun pada periode ini Kota Bogor telah dibatasi oleh wilayah administratif Kabupaten Bogor.

Dalam hal penggunaan lahan, seperti yang tertuang dalam RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009 (Gambar 21 dan Tabel 3), pola penggunaan lahannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Jenis Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun 1999-2009

No Jenis penggunaan lahan Luas (ha) %

1 Permukiman 8741,89 0,737712 73,771

2 TPA Sampah 0 0 0,000

3 Kolam Oksidasi 1,5 0,000127 0,013

4 Pertanian 249,21 0,02103 2,103

5 Kebun campuran 35,3 0,002979 0,298

6 Industri 167,96 0,014174 1,417

7 Perdagangan dan jasa 437,41 0,036912 3,691

8 perkantoran/pemerintahan 90,27 0,007618 0,762

9 hutan kota 141,5 0,011941 1,194

10 taman/lapangan olahraga 342,33 0,028889 2,889

11 Kuburan 305,96 0,025819 2,582

12 sungai/situ /danau 342,07 0,028867 2,887

13 Jalan 946 0,079831 7,983

14 terminal/sub terminal 31 0,002616 0,262

15 stasiun kereta api 7,6 0,000641 0,064

16 RPH dan Pasar Hewan 10 0,000844 0,084

jumlah total 11850 1 100,000

Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2005

(66)

Gambar 21. Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun 2005 Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2005

• Komponen Fisik Perkotaan

Untuk komponen pembentuk kota pada periode ini semakin mengalami perkembangan. Keberadaan permukiman baru berskala besar yang mengusung konsep permukiman yang lengkap mulai menyebar di hampir semua kawasasn di Bogor. Begitu pun dengan perdagangan dan jasa, ditandai dengan maraknya pusat perbelanjaan dan factory outlet. Industri-industri pun mulai berkembang pesat.

(67)

Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 2005, menunjukkan jumlah penduduk Bogor adalah 893.073 jiwa dengan pertumbuhan 3,56 %. Jumlah penduduk yang semakin meningkat tersebut tentunya menuntut adanya peningkatan dalam hal fasilitas sosial ekonomi baik dari segi kualitas dan kuantitas, akan tetapi dalam pemenuhan hal tersebut terkadang lahan hijau menjadi korban. Dalam perekonomian, Kota Bogor mengalami perekembangan yang cepat dan fluktuatif(Bappeda, 2006), dari nilai PDRB terlihat bahwa terjadi pertumubuhan sejak 2000-2005 sebesar 12,05 %. berdasar pada data terbaru, PDRB Bogor mencapai Rp. 4.051.723.000.000. Kota Bogor yang dijadikan sebagai kota perdagangan dan jasa tentu saja mempengaruhi perekonomian Bogor dari sektor tersebut. sektor perdagangan dan jasa meliputi perhotelan, pusat perbelanjaan, pasar, toko, warung/kios, bank dan koperasi.

Dari Perubahan dan perkembangan Kota Bogor tersebut, dapat dilihat secara spasial perkembangan kotanya pada gambar berikut:

Gambar 22. Perkembangan Spasial Kota Bogor (Kolonial-Kemerdekaan)

(68)

tidak diikuti dengan perluasan ruang terbuka hijau (tabel 5). Hal ini bisa terjadi karena perluasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam hal pemukiman, dan fasilitas perkotaan lainnya yang lebih banyak berupa bangunan.

Tablel 4. Luas wilayah Kota Bogor masing-masing periode

Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor

Berdasarkan RTRW kota Bogor tahun1999-2009, penggunaan lahan Kota Bogor dibagi ke dalam beberapa jenis penggunaan diantaranya permukiman/perumahan, perkantoran dan pergudangan, perdagangan, industri, taman/lapangan olahraga/kuburan, dan penggunaan lain. Jenis penggunaan tersebut semakin meluas dari waktu ke waktu, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah pertanian lahan kering, pertanian lahan basah, danau/badan sungai, dan hutan kota.

Secara umum rencana penggunaan lahan sampai tahun 2009 terdiri dari kawasan lahan terbangun, kawasan belum terbangun dan kawasan yang tidak boleh dibangun atau lahan konservasi.

• Kawasan terbangun terdiri dari pemanfaatan lahan permukiman, pendidikan, peribadatan, kesehatan, rumah potong hewan/pasar hewan, IPAL, terminal/sub terminal dan stasiun kereta api serta jalan.

• Kawasan lahan belum terbangun terdiri dari jenis pemanfaatan lahan pertanian dan kebun campuran.

(69)

Adapun keijakan-kebijakan pokok pengembangan tata ruang kota Bogor adalah sebagai berikut:

1. Untuk daerah yang telah terbangun, keberadaannya tetap dipertahankan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bangunan melalui pembangunan secara vertikal dan area-area yang bersifat terisolasi diperlukan penanganan.

2. Untuk daerah konservasi, tidak dapat dialih fungsikan, tidak dapat dibangun untuk kegiatan permukiman atau pembangunan lainnya. 3. Untuk daerah yang belum terbangun masih dapat dikonversikan untuk

pembangunan sepanjang memenuhi kriteria teknis.

Dari kebijakan tersebut nampak bahwa pengalih fungisan dari lahan hijau ke non hijau (permukiman) masih mungkin terjadi, hal ini telah terlihat pada perluasan penggunaan lahan permukiman terjadi di semua kecamatan dengan perluasan tertinggi di kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan. Untuk jenis penggunaan lahan perkantoran dan pergudangan peningkatan luas tertinggi terjadi di Kecamatan Bogor Barat sedangkan kecamatan Bogor Tengah mengalami perluasan paling tinggi dalam hal perdagangan dan jasa. Untuk industri, perluasan teringgi terjadi kawasan kecamatan Bogor Selatan. Perluasan penggunaan lahan ini tentunya mengorbankan penggunaan lahan lain seperti lahan pertanian, hutan kota, jalur hijau jalan, danau/bantaran sungai(Pontoh dan Dede, 2002). Pengalih fungsian lahan juga tercermin dalam perbandingan antara rencana pengalokasian lahan dengan kenyataan di lapang (Tabel 5). Dari tabel terlihat terdapat beberapa penggunaan lahan yang menyimpang dari rencana.

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data
Gambar 3. Alur Kerja Penelitian
Gambar 4. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor  Tahun 1930
+7

Referensi

Dokumen terkait

Struktur senyawa ini terdiri dari 2 cincin aromatik (A dan B), cincin ini dihubungkan dengan satu cincin siklis yang memiliki gugus eter dan keton dan pada atom C-2 dan C-3

Meja Slip yang digunakan pada ruangan tunggu nasabah di public service area saat ini kurang ergonomis dan penataan slip- slip transaksi yang tidak beraturan.. o

Dari sisi pengeluaran, pada Triwulan II-2017, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi LNPRT yang tumbuh sebesar 7,41 persen, kemudian diikuti oleh

 Dengan bimbingan dan arahan guru, siswa mengidentifikasi ciri-ciri (fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan) interaksi menyatakan dan menanyakan tentang

Pada pelaksanaan kegiatan ini, pada saat dilakukan pengkajian awal didapatkan nyeri pada bahu dan leher siswa yang duduk lama dan dalam kondisi kurang baik, selain itu cara siswa

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan tambahan referensi kepada kalangan akademik, terutama mahasiswa yang akan melakukan penelitian yang berkenaan

Dengan mengacu pada ketentuan umum yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28, Pasal 1 Ayat (1) tahun 2007 menyebutkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada

berjudul Peran K.H.A Wahid Hasyim dalam Pengembangan Kementerian Agama. (1949-1952 M), nantinya terfokuskan selama beliau menjabat sebagai