• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa dan Ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahasa dan Ekonomi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAHASA DAN EKONOMI

Sebuah Refleksi terhadap Perkembangan Bahasa Arab Kontemporer

Studi Kasus: Mekkah al-Mukarramah, Saudi Arabia

Oleh: Zulhelmi

Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora

UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

HP: 081377318537

Email : zul_aceh@yahoo.com

Hubungan antara bahasa dengan ekonomi bisa saja bersifat simbosis mutualisme atau justru

sebaliknya. Tulisan ini pada dasarnya diinspirasi oleh kegundahan salah seorang peserta

program pelatihan penguatan metode pembelajaran Bahasa Arab, Nasrullah. Program ini

disponsori sepenuhnya oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam, Kementerian Agama

Republik Indonesia. Program ini diadakan di dua negara yang berbeda, yaitu Jerman dan

Saudi Arabia. Saya termasuk salah seorang peserta program ini yang ditempatkan di Saudi

Arabia, tepatnya di kota suci Makkah al-Mukarramah. Program ini berlangsung dari tanggal

15 – 22 Desember 2014 yang diikuti oleh 17 peserta, dengan perincian 10 orang ke Jerman

dan 7 orang ke Saudi Arabia.

Ketika kami berdomisli di dua kota suci, Makkah dan Madinah, Nasrullah sering sekali

mengungkapkan keganjilannya terhadap fenomena bahasa Indonesia yang digunakan oleh

para pedagang yang menjajakan barang dagangannya, baik yang di toko ataupun di kaki lima.

Memang kenyataan yang sesungguhnya adalah bahwa para pedagang, baik yang

berwarganegara Saudi Arabia ataupun bukan, menggunakan bahasa Indonesia khususnya

ketika melayani para pembeli yang berasal dari Indonesia atau Malaysia. Bagi Nasrullah,

fenomena tersebut menjadi aneh bin ajaib. Hal ini dikarenakan tujuan kedatangan kami ke

Makkah pada dasarnya adalah untuk memperkuat metodologi pembelajaran Bahasa Arab dan

mengasah kembali kemampuan komunikasi kami, namun ketika kami berbaur dan

berkomunikasi dengan warga negara Arab Saudi, justru mereka berkomunikasi dengan

Bahasa Indonesia. Nasrullah menyebut fenomena tersebut sebagai proses transformasi bahasa

Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di Saudi Arabia. Dalam keragu-raguannya, ia

mengatakan bahwa bahasa Indonesia sudah menjadi salah satu identitas yang tidak bisa

(2)

2

Namun bagi saya, pandangan tersebut tidak dilandasi pada sebuah analisis yang tajam dan

bukan berdasarkan hasil penelitian yang bisa dipertangungjwabkan. Bagi saya, pandangan

tersebut hanya berupa spontanitas semata yang diakibatkan oleh perasaan ganjil dan janggal

atas fenomena aneh bin ajaib tersebut. Justru saya melihat fenomena tersebut bukan

fenomena yang aneh bin ajaib, melainkan fenomena biasa yang mudah ditemukan dalam

bahasa mana saja dan negara di mana saja. Saya malah melihat ini sebagai salah satu bentuk

hubungan antara bahasa dengan ekonomi. Artinya motivasi paling utama yang

melatarbelakangi para pedagang tersebut untuk menggunakan bahasa Indonesia adalah

motivasi ekonomi yang bersifat komersial. Artinya, bahasa Indonesia merupakan salah satu

media untuk menarik perhatian para pembeli yang umumnya didominasi oleh orang

Indonesia.

Harus diakui bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi ummat Islam

terbesar di dunia. Sebagai konsekuensinya, ummat Islam Indonesia pasti lebih banyak

kuantitasnya ketika proses pelaksanaan ibadah haji dan umrah di tanah suci, Mekkah

al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah. Banyaknya jamaah haji dan umrah yang

didominasi oleh umat Islam Indonesia dipergunakan sebaik-baiknya oleh para pelaku bisnis

di Saudi Arabia. Salah satu cara yang paling efektif untuk itu adalah dengan menggunakan

pendekatan bahasa Indonesia. Secara tinjauan psikologis, pendekatan dengan bahasa

Indonesia lebih terasa efektif, praktis dan menimbulkan suasana keakraban antara dua

warganegara yang berbeda. Apalagi sebagian besar jamaah haji dan umrah Indonesia tidak

memiliki kemampuan untuk menguasai dan berkomunikasi dengan bahasa Arab. Oleh karena

itu, semakin fasih seorang pedagang dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, maka

akan semakin banyak menyedot perhatian calon pembeli. Atas dasar itulah, hal yang sangat

wajar apabila fenomena penggunaan bahasa Indonesia sering ditemukan di lokasi-lokasi

pembelanjaan. Belum lagi fakta lain dimunculkan bahwa orang-orang Indonesia memang

terkenal sangat konsumtif dan suka berbelanja.1 Di samping itu juga, konsep pembangunan

dan pengembangan Masjidil Haram sudah berkiblat ke konsep Las Vegas, yaitu bahwa di sekitar bangunan suci Ka’bah terdapat gedung-gedung pencakar langit yang diisi dengan

1

Indonesia Negara Konsumtif Kedua di Dunia,

(3)

3

mall-mall dan hotel-hotel.2 Semua itu bersatu menjadi satu dan pada akhirnya mendorong

terciptanya sebuah kondisi yang seolah-olah mengarah ke proses Indonesianisasi. Padahal

sesungguhnya, hal tersebut adalah murni karena aktifitas perkenomian, bukan yang lain.

Sebagai bahan perbandingan, saya juga pernah merasakan hal yang sama di kota Kuala

Lumpur. Pada tahun 2008, saya pernah bekerja sebagai Sales Marketing di salah satu

perusahaan terbesar di Malaysia yang bergerak dalam bidang pariwisata. Nama perusahaan

tersebut adalah A-Famousa. Selain sebagai Sales Marketing, saya juga bertugas sebagai

penerjemah bahasa Arab. Adalah hal yang lazim di lakukan oleh orang-orang Arab untuk

pergi liburan ke luar negeri ketika tiba musim panas. Biasanya mereka mengunjungi 3 negara

favourit, yaitu Thailand, Malaysia dan Indonesia. Oleh karena itu, musim panas di negara

Arab adalah musim panen duit di tiga negara ini, khususnya Malaysia.

Mengapa saya mengkhususkan pada Malaysia? Karena sejauh pengamatan saya Malaysia

adalah negara yang paling berhasil memanfaatkan musim panas ini sebagai musim panen

duit. Malaysia selalu memaksimalkan pemanfataan musim panen duit ini, sehingga mereka

banyak mendapat keuntungan yang berlipat ganda. Dalam pemanfaatan musim ini, Malaysia

menggunakan pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh jajaran kementerian.

Artinya, bukan hanya kementerian pariwisata saja yang bekerja maksimal ketika musim duit

ini, akan tetapi juga semua jajaran kementerian lain dan lembaga-lembaga swasta turut

terlibat.3

Jauh-jauh hari sebelum tiba musim ini, para karyawan dan sekaligus pengambil kebijakan

perusahaan A-Famousa sudah turun ke Universitas Antarbangsa Malaysia (UIA) untuk

mencari calon-calon pekerja part time yang berasal dari mahasiswa Pascasarjana yang

menguasai bahasa Arab dengan baik. Sesungguhnya pemilik perusahaan ini adalah suku

China dan para karyawannya pun banyak didominasi oleh mereka. Sedikit sekali karyawan

yang bersuku Melayu dan beragama Islam. Namun karena hal ini murni kepentingan

2

Untuk mengetahui lebih mendalam dan spesifik ulasan yang sangat berani dan jujur tentang

pembahasan fenomena kapitalisme di sekitar bangunan suci Ka’bah, lihat: Mirza Tirta Kusuma, ed., Ketika Makkah Menjadi Seperti Las Vegas: Agama, Politik dan Ideologi (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014)

3

(4)

4

ekonomi, makanya mereka sangat antusias dalam menyeleksi orang-orang yang mampu

berbahasa Arab. Saya kebetulan termasuk salah satu yang lulus seleksi dan kemudian

membuat kontrak kerja dengan perusahaan tersebut.

Adalah pengalaman yang paling berharga buat saya ketika bekerja dengan perusahaan ini.

Dari sini saya baru sadar bahwa sesungguhnya bahasa Arab mempunyai nilai ekonomi yang

sangat tinggi. Sebelumnya saya mengira bahwa bahasa Arab hanya bahasa agama semata dan

tidak memiliki keterkaitan dengan ekonomi. Pengalaman ini telah merobah drastis pola pikir

saya tentang keberadaan bahasa Arab sebagai bahasa yang banyak mendatangkan keuntungan

dari berbagai dimensi kehidupan umat manusia di atas permukaan bumi ini.

Saya mendapatkan fenomena arabisasi yang sangat luar biasa di kota Kuala Lumpur pada

saat musim panen duit. Fenomena tersebut terlihat pada iklan-iklan yang umumnya ditulis

dalam bahasa Arab dan dulunya tidak pernah muncul. Para supir teksi sangat berantusias

melafalkan kalimat-kalimat sapaan dengan bahasa Arab kepada calon penumpangnya yang

berasal dari negara Arab. Bahkan ada salah seorang supir teksi suku China datang

menghampiri saya yang sedang melayani konsumen dari Arab. Ia bertanya mengapa saya

bisa menguasai bahasa Arab dan ia juga menanyakan kesedian saya untuk mengajarkannya

bahasa Arab secara praktis dalam waktu yang singkat. Selain itu, saya juga mendapatkan

bahwa seluruh hotel-hotel berbintang mempekerjakan para penerjemah bahasa Arab yang

ditempatkan pada salah-satu pojok di lobi hotel. Tujuannya adalah untuk mempermudah

tamu-tamu Arab yang umumnya tidak menguasai bahasa Inggris atau bahasa Melayu dalam

menikmati layanan penginapan, pelancongan dan lain sebagainya. Kehadiran rumah-rumah

makan yang menyediakan menu dan nuansa Arab, juga banyak ditemui di kota Kuala

Lumpur. Hal ini bertujuan untuk memenuhi selerasa makan para tamu Arab. Karena para

tamu-tamu Arab ini dilayani bagaikan raja dan permaisuri, akhirnya kota Kuala Lumpur pada

musim panen duit ini berubah menjadi lautan orang-orang Arab yang sengaja datang untuk

bersenang-senang dan menghambur-hamburkan duitnya. Berbeda dengan para turis Arab,

para turis yang berasal dari Barat (orang bulek yang berkulit putih) umumnya tidak

melakukan pemborosan uang, melainkan menikmati pelancongan mereka dengan metode

hemat dan irit. Sebagai contoh, mereka sangat jarang menggunakan teksi, melainkan

transportasi umum, seperti bis, monorail atau kereta api. Di samping itu, di tangan mereka

terdapat peta kota Kuala Lumpur dan juga buku saku sebagai pedoman dalam melakukan

(5)

5

berkelas, sebagaimana para turis Arab. Begitu juga, mereka makan tidak memilih di tempat

yang eksekutif, melainkan di tempat-tempat sederhana saja. Intinya, saya melihat bahwa para

turis berkulit putih ini tidak ingin royal dan boros, karena hal tersebut tidak menguntungkan

bagi negara mereka dan juga bagi diri mereka masing-masing. Oleh karena itu, mereka lebih

bersifat mandiri dan tidak mau dilayani seperti raja atau ratu di negara orang. Tentu saja, sifat

ini berbanding terbalik dengan sifat yang melekat para pribadi turis-turis Arab yang senang

mendapatkan pelayanan istimewa, walau dengan biaya yang tinggi.

Satu hal lagi gebrakan fantastis yang dilakukan oleh Malaysia, khususnya Kementerian

Pariwisatanya yaitu menggelar sebuah konser besar Arab di pusat keramaian orang-orang

Arab di kota Kuala Lumpur. Panitia mengundang langsung artis-artis ternama yang sedang

naik daun di negara-negara Arab pada saat itu. Tentu saja sajian hiburan ini membuat

tamu-tamu Arab tersebut semakin senang, tertarik dan betah berlama-lama tinggal di kota Kuala

Lumpur. Saya melihat wajah-wajah mereka sangat ceria dan gembira ketika bisa

menyaksikan artis idola mereka sedang melakukan aksinya di atas panggung. Mungkin kalau

pemerintah Indonesia belum pernah terlintas dalam pikirannya untuk melakukan hal tersebut.

Namun realitas yang terjadi di kota Kuala Lumpur adalah memang demikian adanya. Selama

musim panen duit yang berlangsung sekitar 3 atau 4 bulan ini, kota Kuala Lumpur

seolah-olah sudah menjadi milik orang-orang Arab.

Pertanyaannya adalah apakah bahasa Arab memainkan peranannya dalam proses menarik

perhatian tamu-tamu Arab tersebut? Jawabannya adalah sudah pasti bahasa Arab memiliki

peranan penting dalam dunia pariwisata di Malaysia. Bagi tamu-tamu Arab, musim panas

adalah musim menikmati kesenangan dunia dengan berbagai fasilitas pelancongan yang

disediakan oleh pemerintah Malaysia. Sedangkan bagi Malaysia sendiri, musim panas

tersebut adalah musim untuk menguras kantong tamu-tamu Arab secara profesional dan

berperadaban tinggi. Di sinilah titik temunya antara bahasa dan ekonomi. Malaysia telah

menerapkan bahasa Arab sebagai salah satu media untuk meningkatkan pendapatan ekonomi,

khususnya ketika tiba musim panas itu. Apakah kemudian kita mengatakan bahwa ini

merupakan proses Arabisasi terhadap Malaysia, sebagaimana yang diyakini oleh Nasrullah

tadi? Tentu tidak, karena penggunaan bahasa Arab tersebut murni untuk kepentingan

(6)

6

Demikian juga halnya dengan fenomena penggunaan bahasa Indonesia di kalangan para

pedagang di kota Mekkah dan Madinah. Fenomena tersebut menurut saya adalah murni

karena untuk kepentingan ekonomi dan tidak terkait dengan proses terjadinya Indonesianisasi

terhadap negara Arab Saudi.

Oleh karena itu, kalau ingin memperkuat dan mengasah kembali kemampuan komunikasi

dengan bahasa Arab, maka para pedagang tersebut bukanlah lawan bicara yang tepat dan

dapat dipastikan salah alamat. Lawan bicara yang tepat adalah para akademisi di kampus

ataupun warga pedalaman atau sering dikenal dengan sebutan Arab Badui. Mereka tidak

mempunyai kepentingan ekonomi dengan orang-orang Indonesia yang hendak mengasah

kembali bahasa Arabnya. Dengan demikian, khusus untuk kalangan para pedagang yang

bekerja sehari-hari di pusat pembelanjaan, dapat dikatakan bahwa bahasa Arab telah

kehilangan marwahnya yang disebabkan oleh kepentingan ekonomi tadi. Akan tetapi ini

hanya berlaku untuk kawasan perbelanjaan semata, tidak untuk semua kawasan.

Berdasarkan atas paparan di atas, maka hubungan bahasa dengan ekonomi yang terdapat di

kawasan pusat perbelanjaan adalah bukanlah hubungan simbiosis mutualisme, melainkan

simbiosis parasitisme (keuntungan sebelah pihak). Artinya, jika ditinjau dari sudut

kebahasaan, maka bahasa Arab mengalami kerugian dan jika ditinjau dari sudut

perekonomian, negara Arab Saudi mengalami keuntungan yang besar.

Dari sini, saya mempunyai sebuah solusi untuk menjalin hubungan bahasa dengan ekonomi

dengan cara saling menguntungkan kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Namun, solusi

ini belum pernah dipraktikkan di negara manapun di dunia Timur Tengah.

Adapun solusi yang saya maksud di atas adalah bahwa selama ini bahasa Arab tidak

menggunakan standar apapun untuk mengetahui kemampuan seseorang. Tidak seperti bahasa

Inggris yang sejak lama telah menggunakan standar yang jelas, seperti TOEFL atau IELTS,

bahasa Arab sama sekali tidak menerapkan standar yang jelas walaupun untuk kepentingan

akademis.4 Inilah kekuarangan yang dimiliki oleh penutur bahasa Arab asli di dunia Timur

4

(7)

7

Tengah. Padahal, dengan adanya standar yang jelas dalam mengukur kemampuan bahasa

seseorang maka dari situ peluang bisnis juga bisa diciptakan.

Peluang bisnis ini terjadi karena setiap orang yang hendak melanjutkan studinya wajib

mengikuti tes TOEFL dengan score yang telah ditentukan. Tentu mengikuti tes ini bukan

gratis, melainkan harus membayar. Apabila score tidak mencapai target, maka tersedia

pelatihan atau training untuk melatih seseorang supaya bisa mencapai target score yang

dikehendakinya. Tentu saja mengikuti training ini harus membayar lebih mahal lagi dari

biaya tes TOEFL. Proses mencapai target score ini pada akhirnya menciptakan peluang bisnis

baru bagi peminat bahasa Inggris. Bagaimana dengan bahasa Arab? Mampukah suatu saat

nanti bahasa Arab menjadi bahasa yang bernilai komersial? Setidaknya bisa dimulai dengan

mengikuti tradisi bahasa Inggris dan kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang

komprehensif dan menyeluruh. Saya yakin usaha penggunaan standar yang jelas untuk

mengukur kemampuan bahasa Arab seseorang, dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk

hubungan siombiosis mutualisme antara bahasa dengan ekonomi. Artinya kedua-duanya

mendapatkan keuntungan dan tidak ada satupun pihak yang dirugikan. Mampukah Indonesia

menjadi negara pionir dalam mengkampanyekan pentingnya TOAFL dalam mengukur

kemampuan bahasa Arab seseorang dan dapat digunakan oleh negara dan universitas

manapun? Saya pikir di sinilah letak tantangan berat bagi para pemerhati dan peminat bahasa

Arab di tanah air ini. Semoga saja suatu saat nanti, impian ini segera terwujud, minimal untuk

kawasan Asia Tenggara terlebih dahulu dan baru kemudian sedikit demi sedikit akan

dikembangkan sayapnya untuk seluruh dunia Arab. Saya bermimpi bahwa suatu saat nanti

bahasa Arab dan bahasa Inggris bisa berdiri sejajar dalam berbagai lini, termasuk lini

perkenomian global. Semoga saja !!!

Referensi

Dokumen terkait

DESAIN DAN PROSES PEMBUATAN CETAKAN PERMANEN DENGAN MATERIAL LOGAM BESI COR KELABU HASIL CORAN.. PASIR CO2 UNTUK PROSES PEMBUATAN FLANGE DENGAN MATERIAL

Dia mengirim makalahnya ke orang yang berpangaruh dalam ilmu kimia di Swedia, Jacob Berzelius, yang yang telah meneliti dan menjawab bahwa ini adalah penemuan yang paling penting

dibatasi dengan pantai yang landai di sebelah utara. Sedangkan di sebelah selatan mulai dari sebelah selatan Pandeglang, Bogor. Purwakarta dan Subang merupakan

Rata-rata tinggi bibit kopi umur dua belas minggu setelah tanam pada berbagai perlakuan media tanam.. Media Tanam Rata-rata tinggi

class groupings for the table, determining a suitable width of a class grouping, and establishing the boundaries of each class grouping to avoid overlapping..  To determine the

Hasil pengamatan pada fase pertumbuhan reproduksi, secara umum dapat dijelaskan bahwa perlakuan benih sebelum tanam menggunakan berbagai spesies rizobakteri pemacu

Analisis pada proses pengusulan draft perkiraan kebutuhan yang dilakukan oleh AKBF masih dilakukan berdasarkan perkiraan saja tidak mengunakan perhitungan yang

[r]