PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN WARNA
MENGGUNAKAN KAMERA CCD (
CHARGE COUPLED
DEVICE
) DAN
IMAGE PROCESSING
SKRIPSI
RIRIN NURMAWATI
F14070018
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEVELOPMENT OF THE COLOR MEASUREMENT METHOD
WITH CCD (CHARGE COUPLED DEVICE) CAMERA AND
IMAGE PROCESSING
Usman Ahmad dan Ririn Nurmawati
Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus,PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone: 62 251 8624622, e-mail: uahmad2010@gmail.com
ABSTRACT
One method that can be used in the measurement of color is with a CCD
camera and image processing. The research objective was to develop an image
processing algorithms for measuring color of horticultural products
and compare
the results of color measurement image processing methods with Chromameter.
Object image was recorded in size of 744 × 480 pixels with 256 levels of light
intensity of red, green and blue (RGB). The object image then was stored in a file
with a bitmap format.
The image processing Lab value was compared with Chromameter Lab value
using a linear equation model. Coefficient of determination for Lab values for
carrots on black color background were 0.827, 0.820, 0.826, respectively and on
chayote were 0.905, 0.813, and 0.867 respectively. As for the white background, the
coefficient of determination for carrots were 0.548, 0.786, 0.749, and for chayote
were 0.793, 0.802, and 0.779. This occured because on the black color, all the
spectrum of light was absorbed, therefore received energy of radiation in the black
color became larger by increasing absorbed light specrum. In contrast, the white
color reflected light spectrum. In addition there was interaction effect of light on the
object being measured, such as reflection, absorption, distribution and shadow as a
result of light blocking by the object. The quality of light and brightness levels that
varied also affected the value of brightness.
RIRIN NURMAWATI. F14070018. Pengembangan Metode Pengukuran Warna Menggunakan Kamera CCD (Charge Coupled Device) dan Image Processing. Di bawah bimbingan Usman Ahmad. 2011
RINGKASAN
Peran serta teknologi sangat dibutuhkan, terutama untuk kegiatan pascapanen pertanian. Saat ini teknologi pascapanen produk hortikultura semakin maju dan berbagai penanganan pascapanen semakin baik dalam meningkatkan kualitas mutu produk. Berbagai uji dilakukan untuk meningkatkan dan mengetahui kualitas dari suatu produk agar produk diterima di pasaran. Salah satu pengujian yang sering dilakukan pada produk pertanian adalah warna. Warna merupakan parameter yang sering dilakukan pada kegiatan panen, sortasi, grading dan lain-lain. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengukuran warna adalah menggunakan kamera CCD dan image processing. Tujuan penelitian ini adalah menyusun algoritma image processing untuk pengukuran warna produk hortikultura dan membandingkan hasil pengukuran warna metode image processing dengan Chromameter. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian pada bulan Maret sampai Juli 2011.
Pengambilan citra dilakukan pada salah satu sisi objek yaitu wortel dan labu menggunakan latar belakang warna hitam dan pada latar belakang warna putih. Objek diletakkan di atas kain hitam atau putih sebagai alas dan di bawah kamera CCD dengan jarak 20 cm. Kamera diletakkan dibagian tengah silinder, sedangkan lampu LED sebanyak 8 buah diletakkan dibagian atas silinder secara melingkar. Intensitas reflektan objek ditangkap oleh sensor kamera CCD melalui lensa dan ditampilkan di monitor komputer yang dihubungkan dengan kamera. Citra objek direkam dalam ukuran 744 x 480 pixel dengan 256 tingkat intensitas cahaya merah, hijau dan biru (RGB). Citra objek yang telah direkam kemudian disimpan dalam sebuah file dengan format bitmap (.bmp).
Pengolahan citra wortel dan labu dilakukan dengan program yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman SharpDevelop 3.2. Program yang dibuat memiliki kemampuan untuk menghitung nilai warna merah, warna hijau dan warna biru pada objek serta menghasilkan informasi model warna Lab. Hasil pengukuran warna menggunakan Chromameter dinyatakan dalam CIE L*a*b* yang dicirikan dengan notasi L, a, b. Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiga titik yang berbeda pada salah satu sisi objek.
PENGEMBANGAN METODE PENGUKURAN WARNA
MENGGUNAKAN KAMERA CCD (
CHARGE COUPLED DEVICE
)
DAN
IMAGE PROCESSING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh
RIRIN NURMAWATI F14070018
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Pengembangan Metode Pengukuran Warna Menggunakan Kamera CCD (Charge Coupled Device) dan Image Processing
Nama : Ririn Nurmawati
NIM : F14070018
Menyetujui, Pembimbing Akademik,
Dr. Ir. Usman Ahmad, M. Agr NIP. 19661228 199203 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP. 19661201 199103 1 004
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengembangan Metode Pengukuran Warna Menggunakan Kamera CCD (Charge Coupled Device) dan Image Processing adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
BIODATA PENULIS
Ririn Nurmawati. Lahir di Klaten, 24 Mei 1989 dari ayah Mastuji dan ibu Siti
Komsati, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA
pada tahun 2007 dari SMA Muhammadiyah 1 Klaten, dan pada tahun yang
sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organiasasi antara lain Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fateta sebagai anggota divisi Pengembangan
Sumber Daya Manusia (PSDM) pada tahun 2009 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Klaten pada
tahun 2007-2011. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Termodinamika
dan Pindah Panas pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di Pusat
Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna PT. HM. Sampoerna Tbk, Pasuruan, Jawa Timur dengan judul
Aspek Keteknikan Dalam Pengolahan Dan Pengemasan Minuman Herbal Instan Di Pusat
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengembangan Metode Pengukuran Warna Menggunakan Kamera CCD (Charge Coupled Device) dan Image Processing dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem sejak bulan Maret sampai Juli 2011.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda dan ibunda tercinta, Mas Nuri, Riris serta semua keluarga atas segala dukungan, perhatian dan kasih sayang kepada penulis.
2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya. 3. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS. Dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. selaku dosen penguji. 4. Dedy Wirawan Sudibyo, S.TP, M.Si atas bantuan dan bimbingannya kepada penulis. 5. Arie Wijayanto, S.Si sekeluarga atas bantuan dan dukungannya kepada penulis. 6. Segenap staf dan karyawan di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
7. Teman-teman Pondok Asad atas dukungan moril dan spiritualnya kepada penulis.
8. Mudho Saksono, Aditya Putri B, Suherman, Dewi Isti’anah, Mila Sophia, Dhias Tanaya, Ani Fatmawati, Imanta Joi dan temen-temen TPPHP lainnya yang tidak bisa disebutkan penulis satu persatu atas bantuan dan dukungannya kepada penulis.
9. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) atas kebersamaan dan dukungannya. 10. Fajar Nury Nuryanto yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis, dan 11. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan 44.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Pertanian.
Bogor, Agustus 2011
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.1 Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Sifat Optik Bahan Pertanian ... 3
2.2 Metode Pengukuran Warna ... 5
2.2.1 Spektrophotometer ... 5
2.2.2 Colorimeter/Chromameter ... 6
2.2.3 Kamera ... 6
2.2.4 Chromaticity CIE 1931 ... 7
2.2.5 Sistem Warna Munsell ... 9
2.2.6 Sistem Warna Hunter (Lab) ... 10
2.3 Image Processing ... 11
2.4 Pengolahan Warna ... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15
3.1 Waktu dan Tempat ... 15
3.2 Bahan dan Alat ... 15
3.2.1 Bahan ... 15
3.2.2 Alat ... 15
3.3 Prosedur Penelitian ... 16
3.3.1 Penyusunan Algoritma Image Processing ... 16
3.3.2 Pengambilan Citra ... 16
3.3.3 Pengolahan Citra ... 17
3.3.4 Pengukuran Warna dengan Chromameter ... 17
3.3.5 Pengolahan Data ... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura ... 20
4.2 Pengukuran Warna dengan Teknik Image Processing pada Latar Belakang Warna Hitam ... 25
v
4.2.2 Pengukuran Warna pada Labu ... 27
4.3 Pengukuran Warna dengan Teknik Image Processing pada Latar Belakang Warna Putih ... 29
4.3.1 Pengukuran Warna pada Wortel ... 29
4.3.2 Pengukuran Warna pada Labu ... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hubungan antara spektrum warna dan panjang gelombang sinar tampak ... 4
Tabel 2. Model warna dan deskripsinya ... 13
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Visible spectrum ... 4
Gambar 2. Pencampuran warna aditif dan warna subtraktif ... 5
Gambar 3. Kurva warna utama ... 7
Gambar 4. Diagram chromaticity ... 8
Gambar 5. Warna campuran pada diagram chromaticity ... 9
Gambar 6. Bola warna Munsell... 10
Gambar 7. Diagram warna L*a*b* ... 11
Gambar 8. Wortel dan labu yang digunakan sebagai objek ... 15
Gambar 9. Skema pengambilan dan pengolahan citra digital ... 16
Gambar 10. Seperangkat penangkap citra dan penyimpanan citra ... 17
Gambar 11. Sistem pengukuran pada Chromameter ... 18
Gambar 12. Chromameter Minolta CR 400 sisi layar dan sisi samping ... 18
Gambar 13. Diagram alir proses pengukuran warna ... 19
Gambar 14. Citra wortel dengan latar belakang hitam, citra wortel dengan latar belakang putih,citra labu dengan latar belakang hitam, dan citra labu dengan latar belakang putih ... 20
Gambar 15. Tampilan layar komputer pada saat citra warna ditransformasikan ke citra biner dan perhitungan warna RGB, XYZ, dan Lab untuk wortel dengan latar belakang hitam ... 22
Gambar 16. Tampilan layar komputer pada saat citra warna ditransformasikan ke citra biner dan perhitungan warna RGB, XYZ, dan Lab untuk wortel dengan latar belakang putih ... 22
Gambar 17. Tampilan layar komputer pada saat citra warna ditransformasikan ke citra biner dan perhitungan warna RGB, XYZ, dan Lab untuk labu dengan latar belakang hitam ... 23
Gambar 18. Tampilan layar komputer pada saat citra warna ditransformasikan ke citra biner dan perhitungan warna RGB, XYZ, dan Lab untuk labu dengan latar belakang putih ... 23
Gambar 19. Tampilan hasil penyimpanan pengukuran warna ... 24
Gambar 20. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan wortel latar belakang hitam pengolahan citra dengan Chromameter ... 25
Gambar 21. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan wortel latar belakang hitam pengolahan citra dengan Chromameter ... 26
viii Gambar 23. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan labu latar belakang hitam
pengolahan citra dengan Chromameter ... 27
Gambar 24. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan labu latar belakang hitam
pengolahan citra dengan Chromameter ... 28
Gambar 25. Hubungan antara nilai b hasil perhitungan labu latar belakang hitam
pengolahan citra dengan Chromameter ... 28
Gambar 26. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan wortel latar belakang putih
pengolahan citra dengan Chromameter ... 30
Gambar 27. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan wortel latar belakang putih
pengolahan citra dengan Chromameter ... 30
Gambar 28. Hubungan antara nilai b hasil perhitungan wortel latar belakang putih
pengolahan citra dengan Chromameter ... 31
Gambar 29. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan labu latar belakang putih
pengolahan citra dengan Chromameter ... 32
Gambar 30. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan labu latar belakang putih
pengolahan citra dengan Chromameter ... 33
Gambar 31. Hubungan antara nilai b hasil perhitungan labu latar belakang putih
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram alir algoritma image processing untuk pengukuran warna ... 38
Lampiran 2. Data hasil pengukuran warna wortel dengan latar belakang hitam pada
pengolahan citra dan Chromameter ... 39
Lampiran 3. Data hasil pengukuran warna labu dengan latar belakang hitam pada
pengolahan citra dan Chromameter ... 43
Lampiran 4. Data hasil pengukuran warna wortel dengan latar belakang putih pada
pengolahan citra dan Chromameter ... 47
Lampiran 5. Data hasil pengukuran warna labu dengan latar belakang putih pada
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peran serta teknologi sangat dibutuhkan, terutama untuk kegiatan pascapanen pertanian.Saat ini teknologi pascapanen produk hortikultura semakin maju dan berbagai penanganan pascapanen semakin baik dalam meningkatkan kualitas mutu produk. Kelengkapan sarana yang diperlukan dalam penanganan produk pascapanen perlu ditingkatkan. Berbagai uji dilakukan untuk meningkatkan dan mengetahui kualitas dari suatu produk agar produk diterima di pasaran. Salah satu pengujian yang sering dilakukan pada produk pertanian adalah warna.
Warna digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan dan mutu suatu produk pertanian. Warna merupakan parameter yang sering dilakukan pada kegiatan panen, sortasi, grading dan lain-lain. Untuk mengetahui intensitas warna suatu produk selama ini masih dilakukan secara manual, yang mengandalkan kemampuan panca indera penglihatan manusia. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengukuran warna adalah menggunakan kamera CCD dan image processing.
Penerapan teknik pascapanen yang efektif dapat berarti adanya perbedaan antara keuntungan dan kehilangan pada stadia keseluruhan sistem. Produk yang diperlakukan dengan baik dan dalam kondisi yang baik dapat relatif bertahan dari stress waktu, suhu, penanganan, transportasi dan mikroorganisme pembusuk selama proses pendistribusiannya. Dengan demikian fase pascapanen adalah sangat penting bagi petani, pedagang besar, pengecer dan konsumen (Utama 2005).
Pada produk hortikultura segar, mutu dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari karakteristik dan atribut yang memberikan nilai terhadap produk itu sendiri. Relatif pentingnya masing-masing atribut tersebut tergantung pada produk itu sendiri, penggunaannya pada sektor industri atau individu yang menentukan/ menguji mutu tersebut. Karakteristik pemutuan seperti ukuran, warna, bentuk dan adanya cacat adalah secara bersama-sama memberikan kenampakan dari produk tersebut. Kenampakan masih merupakan parameter penting di dalam perdagangan. Namun demikian, ada peningkatan persepsi dari masyarakat terhadap komponen mutu tidak terlihat. Cita rasa, tekstur, nilai nutrisi, tidak adanya kerusakan fisiologi dan mekanis secara internal akan menentukan secara berarti apakah produk akan dapat dijual kembali atau tidak. Tidak adanya kerusakan fisik; seperti lecet, memar, adalah penting sebagai parameter mutu. Faktor penting lainnya yang menentukan mutu pada saat panen adalah stadia kematangan dari produk. Hal ini khususnya untuk buah yang mengalami proses pemasakan setelah panen (Utama 2005).
Pengukuran kematangan yang dilakukan oleh produsen, penangan, personel pengendali mutu haruslah sederhana, siap digunakan dilapangan atau kebun dan murah. Pengukuran hendaknya objektif dan konsisten berhubungan dengan mutu dan masa simpan pascapanennya dan dapat berlaku luas atau umum. Penelitian ini mengembangkan metode pengukuran warna menggunakan kamera CCD dan image processing agar hasil pengukuran warna lebih objektif. Dalam penelitian ini, produk yang digunakan adalah wortel dan labu. Wortel dan labu memiliki warna yang sangat berbeda. Hal ini dijadikan perbandingan dalam pengukuran warna yang dilakukan pada penelitian ini.
2 tingkat kematangannya yaitu indeks warna merah dan indeks warna hijau, baik tomat yang direkam dari arah atas maupun tomat yang direkam dari arah samping.
1.2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyusun algoritma image processing untuk pengukuran warna produk hortikultura.
2. Membandingkan hasil pengukuran warna metode image processing dengan data hasil pengukuran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Optik Bahan Pertanian
Penilaian kualitas sensori produk bisa dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna, dan sifat-sifat permukaan seperti kasar-halus, suram-mengkilap, homogen-heterogen, dan datar-bergelombang. Banyak sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya. Misalnya, buah pisang jika masih hijau dan sudut-sudut buah masih terlihat menandakan kalau buah belum matang. Atribut sensori yang dapat diuji dengan menggunakan indera penglihatan adalah hue
(warna), depth of color (membedakan tingkat kedalaman warna dari gelap ke terang), brightness
(mengacu pada intensitas dan kemurnian warna), clarity (menguji dengan melihat sinar yang dapat melewati produk), shine (jumlah sinar yang direfleksikan dari permukaan produk), evenness
(keseragaman/ keadaan rata), bentuk dan ukuran serta tekstur (Setyaningrum et al 2010).
Satu dari karakteristik penting produk hortikultura adalah warnanya, baik eksternal maupun internal, yang dalam banyak hal dapat menentukan dengan jelas tingkat kematangan dan kualitasnya. Klasifikasi buah-buahan dan sayuran berdasarkan warna saat ini telah berkembang secara luas. Disamping warna, sifat optik lain seperti sifat penyerapan cahaya (absorban), sifat penerusan (transmittance) dan sifat pemantulan (reflectance) cahaya juga penting untuk evaluasi kuantitatif berbagai sifat bahan. Dengan perubahan warna, kemampuan penerusan dan pemantulan dari produk juga berubah (Purwantana 2005).
Cahaya adalah energi radiasi berbentuk gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang sekitar 400-800 nm. Menurut definisi ini, warna (seperti bau, rasa, dan tekstur) tidak dapat dipelajari tanpa sistem penginderaan manusia. Warna yang diterima jika mata memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor, yaitu sumber sinar, ciri kimia dan fisika objek, dan sifat-sifat kepekaan spektrum mata. Untuk menilai sifat objek, kita harus menstandarkan kedua faktor yang lain (Bertha 2010).
Gelombang elektromagnetik banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian, antara lain: 1. Spektrum Visible (400-700 nm)
Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu fisik (warna, permukaan, cacat) bahan, indikator panen, kesegaran, serta proses sortasi dan grading.
2. Spektrum NIR (700-2500nm)
Digunakan untuk penentuan karakteristik mutu komposisi bahan (kandungan kimia bahan) seperti kadar air, protein, lemak dan lain-lain. Selain itu dapat digunakan untuk proses sortasi dan grading.
3. Spektrum Infrared (2500-10000nm)
Digunakan untuk pengeringan dan pemanasan.
Seperti telah diketahui, variasi warna adalah bentuk variasi panjang gelombang radiasi elektromagnetik. Suatu bahan akan menyerap atau memantulkan sinar cahaya berbagai panjang gelombang secara berbeda-beda, tergantung warnanya. Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer.
4
light) pada umumnya dibagi dalam delapan interval berdasarkan karakteristik warnanya (Purwantana 2005). Pembagian spektrum warna dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Visible spectrum (Suhendra 2011)
Hubungan antara spektrum warna dan panjang gelombang sinar tampak dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan antara spektrum warna dan panjang gelombang sinar tampak (Suyatma 2009)
Jenis warna Panjang gelombang
Kisaran (nm) Nilai tengah (nm)
Merah 620 – 770 700
Jingga, orange 585 – 600 590
Kuning 570 – 585 576
Hijau muda 540 – 570 555
Hijau 505 – 540 520
Biru muda 495 – 505 500
Biru 480 – 495 490
Nila 450 – 480 470
Ungu, violet 350 – 450 380
Menurut Indrasanja (2011), dalam peralatan optis, warna bisa pula berarti interpretasi otak terhadap campuran tiga warna primer cahaya: merah, hijau, biru yang digabungkan dalam komposisi tertentu. Suatu warna tertentu dapat dihasilkan dari pencampuran warna primer. Gambar 2 berikut menunjukkan sistem aditif yang memiliki tiga komponen warna primer, yaitu merah, hijau, dan biru.
Panjang gelombang terpendek
Panjang gelombang terpanjang
Sinar gamma Sinar X Ultraviolet
Cahaya tampak Infrared Gelombang radio
Biru Hijau Merah
10-3nm 10-1nm 101nm 103nm 109-13nm
5 Dari gambar tampak bahwa pencampuran warna merah, hijau dan biru pada takaran yang tepat akan menghasilkan warna putih.
Dua warna disebut komplementer jika kedua warna tersebut dicampur pada takaran yang tepat akan menghasilkan warna putih, sebagai contoh warna magenta dicampur dengan warna hijau pada takaran yang tepat akan menghasilkan warna putih. Oleh karena itu warna magenta merupakan komplemen untuk warna hijau. Informasi dari suatu objek dapat diwakili oleh warna yang dipantulkan oleh objek yang bersangkutan ke mata. Warna subtraktif merupakan warna campuran dengan menambahkan warna utama merah, hijau, dan biru untuk membentuk warna sekunder kuning (merah+hijau), cyan (biru+hijau), dan magenta (merah+biru). Campuran warna subtraktif campuran kuning dan cyan menghasilkan nuansa warna hijau; campuran kuning dengan magenta menghasilkan nuansa warna merah, sedangkan campuran magenta dengan cyan menghasilkan nuansa biru. Dalam teori, campuran tiga pigmen ini dalam ukuran yang seimbang akan menghasilkan nuansa warna kelabu, dan akan menjadi hitam jika ketiganya disaturasikan secara penuh.
Gambar 2. Pencampuran warna aditif dan warna subtraktif (Indrasanja 2011)
2.2
Metode Pengukuran Warna
Ada dua metode pengukuran warna yang banyak digunakan, yaitu metode pengukuran warna secara objektif maupun subjektif. Warna merupakan sifat produk pangan yang dapat dipandang sebagai sifat fisik (obyektif) dan sifat organoleptik (subyektif). Warna dapat dianalisa secara obyektif dengan instrumen fisik dan secara organoleptik atau subyektif dengan indera manusia. Pengukuran objektif dapat dilakukan dengan Spektrophotometer, Colorimeter atau Chromameter, dan kamera CCD. Sedangkan pengukuran subjektif dapat dilakukan dengan menggunakan diagram warna
Chromaticity CIE 1931, Munsell, dan Hunter.
2.2.1 Spektrophotometer
6 tegangan input komputer), Analog Digital Coverter (pengkonversi sinyal analog ke digital untuk masuk ke komputer), dan komputer (mengolah, mendisplaykan, dan menyimpan data optik).
Spektrophotometer visible telah banyak digunakan dalam bidang pertanian, antara lain untuk menentukan perbedaan dalam produk yang sejenis, kematangan, kerusakan (membuat sistem sortasi dan grading), menentukan perbedaan antar produk (membuat sensor buatan untuk panen, luas panen), menentukan kandungan/konsentrasi pigmen kulit bahan pertanian, menentukan kadar gula dan kekerasan (tidak langsung).
2.2.2
Colorimeter/Chromameter
Prinsip alat ini adalah mengukur parameter atau tristimulus warna XYZ menggunakan tiga buah filter X (merah), Y (hijau), dan Z (biru). Selain tiga buah filter, chromameter memiliki beberapa komponen penting antara lain adalah sumber cahaya, sensor, penguat, pengolah data dan display.
Chromameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur warna dari permukaan suatu objek. Prinsip dasar dari alat ini ialah interaksi antara energi cahaya diffus dengan atom atau molekul dari objek yang dianalisis. Alat ini terdiri atas ruang pengukuran dan pengolah data. Ruang pengukuran berfungsi sebagai tempat untuk mengukur warna objek dengan diameter tertentu. Setiap kromameter dengan tipe berbeda memiliki ruang pengukuran dengan diameter yang berbeda pula. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah yang akan menembak permukaan sampel yang kemudian dipantulkan menuju sensor spektral. Selain itu, enam fotosel silikon sensitifitas tinggi dengan sistem sinar balik ganda akan mengukur cahaya yang direfleksikan oleh sampel (Anonim 2011).
Skema pengukuran dari kromameter yaitu sampel diberi cahaya diffus dan diukur pada sudut tertentu. Cahaya diffus yang mengenai sampel dipantulkan pada sudut tertentu, kemudian diteruskan ke sensor spektral, lalu dihitung menggunakan komputer mikro (Anonim 2011). Data hasil pengukuran dapat berupa Yxy (CIE 1931), L*a*b* (CIE 1976), Hunter Lab atau nilai tristimulus XYZ, yang sebelumnya diolah melalui pengolah data. Sistem pengukuran yang paling sering digunakan ialah sistem CIE L*a*b* atau CIELAB. Sistem warna CIELAB merupakan suatu skala warna-warna yang seragam dalam dimensi warna.
2.2.3 Kamera
Dalam pengukuran warna dapat menggunakan kamera CCD atau kamera digital sebagai sensor citra. Menurut Ahmad (2005) sensor citra (image sensor) digunakan untuk menangkap pantulan cahaya oleh objek yang kemudian dalam bentuk nilai intensitas di memori komputer. Banyak macam dari sensor citra ini yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu
vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube, dan solidstate image sensor. Saat ini
solidstate image sensor banyak digunakan karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukurannya kecil dan kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat diperlukan bila diintegrasikan ke dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak dan padat.
7 memberikan hasil citra yang tajam. Tetapi seiring kemajuan teknologi, batas antara kedua macam sensor ini akan semakin kabur kecuali bila kita memerlukan sensor dengan karakteristik ekstrim dari kedua macam sensor yang sudah dijelaskan. Sebuah kamera warna mempunyai tiga sensor citra masing-masing untuk warna hitam, hijau dan biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter RGB (Ahmad 2005).
2.2.4
Chromaticity
CIE 1931
Pada teori tristimulus persepsi warna dapat dilihat pada Gambar 3, bahwa suatu warna dapat diperoleh dari suatu campuran tiga warna utama: merah, hijau dan biru (Red Green Blue). Sumber utama yang dipakai dalam sistem ini adalah cahaya monokromatis dengan panjang gelombang 700 nm (merah), 546 nm (hijau), dan 435 nm (biru) (Gambar 3).
Panjang gelombang
Gambar 3. Kurva warna utama (Suhendra 2011)
Sinar putih referensi memiliki spektrum datar dengan komposisi R=G=B=1. Meskipun hampir setiap warna yang tampak dapat ditentukan sesuai dengan tiga komponen diatas, tetapi masih terdapat beberapa warna yang tidak dapat diuraikan sebagai kombinasi dari ketiga warna dasar tersebut. Bagaimanapun juga apabila salah satu dari ketiga komponen warna dasar tersebut ditambahkan ke warna yang tidak dapat dicocokkan tadi, maka warna yang tidak dapat dicocokkan tersebut dapat dicocokkan dengan campuran dari dua warna dasar lain. Hal ini menunjukkan bahwa warna dapat memiliki nilai bobot negatif dari ketiga komponen warna dasar tersebut (Suhendra 2011).
Menurut Suhendra (2011), pada tahun 1931 Commission Internationale de l’´Eclairage (CIE)
mendefinisikan tiga standar komponen warna utama : X, Y dan Z yang dapat ditambahkan untuk membentuk semua kemungkinan warna. Warna utama Y dipilih sedemikian rupa sehingga fungsi kecocokan warnanya secara tepat mencocokkan fungsi luminous efisiensi mata manusia berdasarkan penjumlahan ketiga warna seperti pada Gambar 4.
8 Diagram Chromaticity (Gambar 4) menunjukkan semua visible colours. Sumbu x dan y
merupakan nilai normalisasi warna utama X dan Y untuk suatu warna, dan z = 1−x−y menyatakan
jumlah Z utama yang diperlukan. Chromaticity bergantung pada panjang gelombang dan saturation
dominan, dan tidak bergantung pada energi luminan. Warna dengan nilai chromaticity yang sama tetapi dengan luminan berbeda akan terpetakan pada titik yang sama di regian tersebut.Warna spektrum utama murni berada pada bagian kurva batas daerah, dan suatu sinar putih standar memiliki warna yang didefinisikan berada dekat (tetapi tidak di) titik dengan persamaan energi x = y = z = 1/3.
Gambar 4. Diagram chromaticity (Suhendra 2011)
Warna komplementer, yaitu warna yang ditambahkan ke warna putih, berada di titik akhir suatu garis yang melewati titik tersebut. Sebagai ilustrasi pada Gambar 5, semua warna yang berada di dalam segitiga dapat dibentuk dari campuran warna yang berada pada verteks (garis) segitiga. x dan y adalah jumlah normalisasi kemunculan X dan Y primaries, z = 1 - x - y menentukan jumlah Z primary yang dibutuhkan. Dari ilustrasi grafik tersebut, semua warna visible tidak dapat diperoleh dari campuran warna utama R, G dan B (atau dari tiga visible warna lainnya), karena bentuk diagramnya bukan segitiga (Suhendra 2011).
Menurut Ahmad (2005), CIE (Komisi Iluminasi Internasional) mengembangkan model warna yang banyak diterapkan pada alat ukur warna. Sistem warna ini mempunyai tiga buah sumbu utama, yaitu X, Y, Z. Warna ditentukan oleh besaran relatif ketiga sumbu yang cocok dengan warna yang
9 diberikan. Y adalah nilai kecerahan, diukur dari besaran cahaya pada semua panjang gelombang. Nilai kromasiti, yaitu besaran nilai pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada panjang gelombang yang mendominasi dan kejenuhannya, tidak tergantung pada kecerahan.
Gambar 5. Warna campuran pada diagram chromaticity (Suhendra 2011)
Dari data pengukuran menggunakan alat ukur warna misalnya, nilai-nilai kromasiti dapat dihitung atau dinormalkan dengan cara sebagai berikut:
x =
+ +
( 2.1)y =
+ +
(2.2)z =
+ +
(2.3)Karena x + y + z = 1, hanya dua nilai yang perlu dinyatakan dan yang ketiga segera dapat diketahui dengan cara menghitungnya, karena jumlah ketiganya sama dengan satu. Oleh karena itu, sebuah warna kemudian dapat dinyatakan dengan dua nilai kromasiti, x dan y, dan nilai kecerahan Y. Nilai kromasiti x dan y mewakili komponen warna yang bebas terhadap kecerahan warna. Jadi dua buah warna, hijau muda dan hijau tua dapat terlihat berbedatapi sebenarnya kedua warna tersebut mempunyai bentuk spektrum panjang gelombang yang relatif sama.
2.2.5
Sistem Warna Munsell
10 nilai/kecerahan (lightness, darkness) dan chroma (kekuatan/intensitas warna). Hue merupakan warna dari suatu benda yang memberikan perbedaan dari suatu warna terhadap warna lainnya, digambarkan oleh sebuah lingkaran (bola warna Munsell). Bola warna Munsell dapat dilihat pada Gambar 6.
Chroma yaitu intensitas warna yang membedakan warna yang kuat dengan warna yang lemah, digambarkan sebagai jarak lingkaran dari pusat. Value adalah kualitas warna yang berhubungan dengan pencahayaan, hal ini merupakan tingkat kecerahan, digambarkan sebagai garis vertikal. Pengukuran warna pada sistem ini dengan mematchingkan warna produk dengan warna Munsell secara visual menggunakan indera penglihatan (Suyatma 2009).
Menurut Suyatma (2009) rona didasarkan pada sepuluh rona yang tersebar pada keliling lingkaran rona. Ada lima rona : merah, kuning, hijau, biru dan lembayung, rona ini diberi kode R, Y, G, B dan P. Ada juga lima rona antara, YR, GY, BG, PB dan RP. Skala nilai adalah skala keterangan atau kecerahan mulai dari 0 (hitam) sampai 10 (putih). Dimensi rona/hue diekspresikan dengan inisial rona/hue yang bersangkutan. Dimensi nilai (value) dinyatakan dengan bilangan di atas garis miring. Sedangkan dimensi chroma diekspresikan dengan bilangan setelah garis miring. Nilai yang didapat dari pengukuran ini dapat dikonversi ke nilai x, y dan z pada sistem CIE.
Gambar 6. Bola warna Munsell (Suyatma 2009)
2.2.6
Sistem Warna Hunter (Lab)
Sistem warna Hunter dikembangkan oleh Hunter tahun 1952. Pengukuran warna dengan metode ini jauh lebih cepat dengan ketepatan yang cukup baik. Pada sistem ini term penilaian terdiri atas 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna pada sistem ini ditentukan dengan koordinat L∗, a∗,
11 Nilai L dalam pengukuran ini langsung dapat dibandingkan dengan nilai Y pada CIE system atau value pada system Munsell. Nilai-nilai pengukuran pada sistem Hunter bisa dikonversikan ke x, y dan z pada system CIE.
Gambar 7. Diagram warna L*a*b* (Suyatma 2009)
2.3
Image Processing
Image processing adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik image processing meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad 2005). Menurut Arymurthy dan Setiawan (1992), pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra.
Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB).
12 diskrit-diskrit; dimana label pertama menyatakan presisi dri titik-titik koordinat pada bidang citra sedangkan label kedua menyatakan presisi nilai keabuan atau warna. Kontinu dinyatakan dengan presisi angka tak terhingga, sedangkan diskrit dinyatakan dengan presisi angka terhingga. Komputer digital bekerja dengan angka-angka presisi terhingga, dengan demikian hanya citra dari kelas diskrit-diskrit yang dapat diolah dengan komputer; citra dari kelas tersebut lebih dikenal sebagai citra digital. Citra digital merupakan suatu array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat keabuan dari elemen gambar; jadi informasi yang terkandung bersifat diskrit.
Dalam pengambilan citra, hanya citra yang berbentuk digital yang dapat diproses oleh komputer digital, data citra yang dimasukkan berupa nilai-nilai integer yang menunjukkan nilai intensitas cahaya atau tingkat keabuan setiap pixel. Citra digital dapat diperoleh secara otomatik dari sistem penangkap citra membentuk suatu matrik dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik.
Citra f (x,y)disimpan dalam memori komputer atau penyimpan bingkai citra dalam bentuk array M x N dari contoh diskrit dengan jarak sama, sebagai berikut:
f(0,0) f(0,1) … f(0,N-1)
f(x,y) = f(1,0) f(1,1) … f(1,N-1) (2.4)
… … … …
f(M,0 f(M,1) … f(M,N-1)
Citra monokrom atau citra hitam-putih merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x menyatakan variabel baris atau garis jelajah dan y menyatakan variabel kolom atau posisi piksel di garis jelajah. Sebaliknya citra berwarna dikenal juga dengan citra multi-spektral, dimana warna citra biasanya dinyatakan dalam tiga komponen warna: merah, hijau, dan biru (RGB) (Arymurthy dan Setiawan 1992).
Citra dengan modus skala keabuan dengan format 8 bit memiliki 256 tingkat keabuan atau intensitas warna. Nilai tersebut berkisar antara 0-255, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat paling gelap (hitam), sedangkan nilai 255 menunjukkan tingkat paling terang dan tingkat abu-abu berada diantaranya. Citra dengan 24 bit mempunyai 16777216 warna, tiap pixel dinyatakan dengan:
1. Bit 0 – 7 untuk warna merah 2. Bit 7 – 15 untuk warna hijau 3. Bit 16 – 24 untuk warna biru
Kemungkinan kombinasi warna yang ada adalah 2563 + 2562 + 2561 = 16843008, dimana nilai 0 menyatakan warna hitam sedangkan nilai 16843008 menyatakan warna putih. Ada dua bagian pada proses pembentukan citra, yaitu geometri citra yang menentukan suatu titik dalam pemandangan diproyeksikan pada bidang citra dan fisik cahaya yang menentukan kecerahan suatu titik pada bidang citra sebagai fungsi pencahayaan pemandangan serta sifat-sifat permukaan.
Pada pengolahan citra ada dua unsur utama sebagai penyusunnya, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Komponen utama dari perangkat keras pengolahan citra digital adalah kamera penangkap citra, komputer, dan alat peraga. Kamera yang sering digunakan untuk menangkap citra adalah kamera CCD (Charge Coupled Device). Sedangkan komputer dan alat peraga yang digunakan tersebut bisa dari jenis yang multi guna atau dari jenis khusus yang dirancang untuk pengolahan citra digital.
13 fungsinya disertakan dan cara pemakaiannya dalam pemrograman dengan bahasa pemrograman tertentu diberikan, dan jenis yang tidak bisa diprogram (non- programmable), atau setidaknya tanpa dilengkapi buku petunjuk dan fungsi pustaka untuk melalukan pemrograman, sehingga sulit membuat program khusus untuk menggunakannya.
2.4 Pengolahan Warna
Menurut Ahmad (2005) persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung kepada tiga faktor yaitu:
1. Sifat pantulan spektrum (spectral reflectance) dari suatu permukaan, (menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan gelombang cahaya hingga menampakkan suatu warna).
2. Kandungan spektrum (spectral content) dari cahaya yang menyinari (kandungan warna dari cahaya yang menyinari permukaan).
3. Respon spektrum (spectral response) dari sensor dalam peralatan sistem visual, (kemampuan merespon warna dari sensor dalam imaging system).
Salah satu kunci untuk mengilah warna dalam pengolahan citra adalah menentukan model warna yang sesuai dengan persepsi manusia terhadap warna. Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY (K) (Cyan, Magenta, Yellow), model YCbCr (luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr), dan model HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan. Model warna HSI merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Nilai
Hue dapat diaplikasikan untuk membedakan antara obyek dan latar belakang. Saturation (kejenuhan) yang tinggi dapat menjadi jaminan nilai Hue yang akurat dalam membedakan obyek dan latar belakang. Intensity merupakan nilai abu-abu dari piksel dalam citra abu-abu (Ahmad 2005). Tabel 1. memperlihatkan beberapa model warna yang penting dan deskripsinya serta pemakaiannya.
Tabel 2. Model warna dan deskripsinya (Ahmad 2005)
Model Warna Deskripsi
RGB Merah, Hijau, dan Biru (warna pokok).
Sebuah model warna pokok aditif yang digunakna pada sistem display. CMY (K) Cyan, Magenta, Kuning (dan Hitam).
Sebuah model warna subtraktif yang digunakan pada mesin printer.
YcbCr Luminase (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr). Digunakan dalam siaran gelombang televisi.
HIS Hue, Saturasi, dan intensitas.
Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna.
Model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut:
Indeks warna merah (I red) =
�
14 Indeks warna hijau (I green) =
�
�
+
�
+
�
…………..……….…………
(2.6)Indeks warna biru (I blue) =
�
�
+
�
+
�
…………...………...
(2.7) Lab merupakan model warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi penglihatan manusia dengan menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance (pencahayaan) dan a dan b sebagai dimensi warna yang berlawanan. Perancangan sistem aplikasi ini menggunakan model warna Lab. Model warna ini dipilih karena terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada model warna RGB dalam mengukur nilai kemiripan ciri warna dalam citra. Model warna Lab juga dapat digunakan untuk membuat koreksi keseimbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur kontras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model warna RGB. Dalam melakukan konversi model warna RGB ke model warna Lab terlebih dahulu dilakukan proses konversi model warna RGB ke CIE XYZ. Tahap selanjutnya baru dilakukan konversi model warna CIE XYZ ke CIE Lab. Di bawah ini adalah rumus standar untuk konversi linier RGB ke CIE XYZ (Plataniotis dan Venetsanopoulos 2000):=
0.4125 0.3576 0.1804
0.2127 0.7152 0.0722
0.0913 0.1192 0.9502
� �
� (2.8)
Sedangkan berikut adalah rumus konversi dari CIE XYZ ke CIE Lab (Plataniotis dan Venetsanopoulos 2000):
L* =
116 f
�
–
16
(2.9)a
* =500
�
�
− �
�(2.10)
b
* =200
�
�
− �
�(2.11)
dimana f(s) = s1/3 untuk s > 0.008856
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel (Daucus carota)berjumlah 50 buah
dan labu (Sechium edule
) berjumlah 50 buah yang berasal dari pasar induk Bogor.
(a) (b)
Gambar 8. (a) Wortel, dan (b) labu yang digunakan sebagai objek
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Perangkat keras
Perangkat keras yang digunakan untuk pengambilan citra wortel dan labu pada penelitian ini adalah kamera CCD (Charge Coupled Device), seperangkat komputer, 8 buah lampu LED warna putih, pipa PVC yang berdiameter 4 inchi dengan panjang 20 cm, kain hitam dan putih sebagai alas atau background. Perangkat keras lainnya yang digunakan untuk pengukuran secara langsung adalah
chromameter.
b. Perangkat lunak
16
3.3
Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat beberapa tahapan yaitu penyusunan algoritma image processing, pengambilan citra, pengolahan citra, pengukuran warna secara langsung dengan Chromameter, tahap pengolahan data hasil pengolahan citra dan data pengukuran langsung, dan penentuan hubungan pengukuran warna yang diukur dengan menggunakan Chromameter dan image processing.
3.3.1
Penyusunan Algoritma
Image Processing
Dalam penelitian tahap pertama ini dibuat algoritma pengolahan citra yang dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman SharpDevelop 3.2. Program pengolahan citra yang disusun dapat berfungsi untuk menentukan beberapa parameter citra objek yang dianalisis melalui citra warna seperti indeks warna RGB (merah, hijau, biru), XYZ, dan Lab. Diagram alir algoritma image processing untuk pengukuran warna dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.2
Pengambilan Citra
Sebelum dilakukan pengambilan citra wortel dan labu terlebih dahulu disortir dan dibersihkan dari kotoran yang menempel pada bahan. Kemudian wortel dan labu diambil citranya dengan kamera CCD dan sistem pengolahan citra (image processing). Pengambilan citra dilakukan pada salah satu sisi objek menggunakan latar belakang warna hitam dan pada latar belakang warna putih. Skema perekaman citra digital diilustrasikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Skema pengambilan dan pengolahan citra digital
Pengambilan citra dilakukan dengan cara sebagai berikut: Layar hitam atau putih
Kartu konversi A/D
Memori citra
Algoritma pengolahan citra Pipa PVC
Kamera CCD
17 a. Objek diletakkan di atas kain hitam atau putih sebagai alas atau background dan di bawah kamera CCD dengan jarak 20 cm. Kamera diletakkan di bagian tengah pipa PVC berdiameter 4 inchi, sedangkan lampu LED diletakkan di bagian atas pipa PVC.
b.Perangkat komputer, kamera CCD dan delapan lampu LED dinyalakan untuk memberikan pencahayaan tambahan terhadap objek.
c. Intensitas reflektan objek ditangkap oleh sensor kamera CCD melalui lensa dan ditampilkan di monitor komputer yang dihubungkan dengan kamera.
d. Citra objek direkam dalam ukuran 744 x 480 pixel dengan 256 tingkat intensitas cahaya merah, hijau dan biru (RGB).
e. Citra objek yang telah direkam kemudian disimpan dalam sebuah file dengan format bitmap (.bmp).
(a) (b)
Gambar 10. (a) Seperangkat penangkap citra, dan (b) penyimpanan citra
3.3.3
Pengolahan Citra
Pengolahan citra wortel dan labu dilakukan dengan program komputer yang telah dibuat terlebih dahulu dengan menggunakan bahasa pemrograman SharpDevelop 3.2. Program yang dibuat memiliki kemampuan untuk menghitung citra warna RGB (merah, hijau, biru), XYZ, dan Lab pada objek.
3.3.4 Pengukuran Warna dengan
Chromameter
18
Bola integrator lampu
sampel
Gambar 11. Sistem pengukuran pada Chromameter (Anonim 2011)
(a) (b)
Gambar 12. Chromameter Minolta CR 400 (a) sisi layar, dan (b) sisi samping
3.3.5
Pengolahan Data
Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan hasil pengukuran warna menggunakan
image processing dengan Chromameter melalui analisis korelasi regresi linier yang dinyatakan dengan persamaan regresi. Analisisnya dilakukan dengan perhitungan berikut:
y = ax + b
di mana; x = hasil pengukuran komponen warna dengan image processing
y = hasil pengukuran komponen warna dengan Chromameter
a = slope garis regresi
b = nilai komponen warna pada kondisi garis regresi berpotongan dengan sumbu y
Tingkat ketepatan dan ketelitian ditunjukkan dengan melihat nilai korelasi garis regresi (kecenderungan data). Nilai pengukuran yang baik jika nilai korelasinya lebih dari 80% (r2≥ 0.80). Menurut Usman dan Akbar (2008), nilai r2 terbesar adalah +1, dan terkecil adalah -1 sehingga dapat ditulis -1 ≤ r2≤ +1. Untuk r = +1 disebut hubungan positif sempurna dan hubungannya linier langsung
Komputer mikro
19 sangat tinggi. Sebaliknya jika nilai r2 = -1 disebut hubungannya negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi, yang disebut invers. Nilai r2 tidak mempunyai satuan (dimensi). Makna dari nilai r2 yang dihitung dapat diinterpretasikan dengan Tabel 3.
Tabel 3. Interpretasi dari nilai r2 (Usman dan Akbar 2008)
Gambar 13. Diagram alir proses pengukuran warna
r2 Interpretasi
0 Tidak berkorelasi 0.01 – 0.20 Sangat rendah 0.21 – 0.40 Rendah 0.41 – 0.60 Agak rendah 0.61 – 0.80 Cukup tinggi 0.81 – 0.99 Tinggi
1 Sangat tinggi
Objek (wortel, labu)
Pengukuran warna dengan
chromameter
Pengukuran warna dengan
image processing
Nilai komponen warna
Pengambilan citra
Analisis korelasi linier hasil pengukuran warna untuk tiap
objek
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk
Hortikultura
Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan membuat algoritma pengolahan citra yang dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman SharpDevelop 3.2. Dalam penelitian tahap pertama ini telah dibuat program komputer untuk pengambilan dan pengolahan citra bahan pertanian. Bahan pertanian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel dan labu. Hal ini dilakukan untuk membedakan pengukuran warna merah dengan warna hijau. Setiap sampel diberi label penomoran di bagian belakang untuk menandai sampel yang akan diambil citranya. Program penangkap citra digunakan untuk merekam citra objek dengan latar belakang atau background yang berbeda, yaitu hitam dan putih. Citra objek direkam dengan resolusi 744 x 480 piksel dan dalam 24-bit warna. Pengambilan citra menggunakan kamera CCD yang dihubungkan ke komputer menggunakan koneksi firewire. Citra warna objek dengan latar belakang berbeda hasil perekaman dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. a. Citra wortel dengan latar belakang hitam, b. Citra wortel dengan latar belakang putih, f. Citra labu dengan latar belakang hitam, d. Citra labu dengan latar belakang putih
Hasil citra yang diambil menggunakan kamera CCD dikelompokkan ke dalam folder yang disesuaikan dengan jenis objek dan latar belakangnya. Hasil pengambilan citra disimpan dalam bentuk
a b
21 format bitmap (.bmp), karena format ini memiliki kelebihan di mana setiap elemen penyusun warna dari suatu citra, disimpan secara lengkap atau tidak dikompres sebagaimana format dalam bentuk .jpeg. Akan tetapi format bitmap juga memiliki kekurangan, yakni dalam hal penggunaan ruang penyimpanan hardisk, di mana format bitmap memerlukan ruang penyimpanan yang cukup tinggi.
Program pengolahan citra yang disusun dapat berfungsi untuk menentukan beberapa parameter citra objek yang dianalisis melalui citra warna seperti indeks warna RGB (merah, hijau, biru), XYZ, dan Lab. Indeks warna RGB dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak Paint Shop Pro v.6. Setelah dianalisis menggunakan Paint Shop Pro v.6, data indeks warna RGB dikoleksi dalam
Microsoft Office Excel 2007 untuk mendapatkan sebaran dari ketiga indeks tersebut. Nilai RGB yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk menentukan nilai Thresholding yang nantinya dapat digunakan untuk melakukan binerisasi terhadap data citra. Tampilan program pengolahan citra terdiri dari tampilan citra asal, menu serta tampilan hasil data olahan citra. Tampilan menu terdiri dari File, Binerisasi, Morfologi, dan Analisis Warna. Masing-masing menu memiliki submenu. Akan tetapi dalam pengolahan citra menu Morfologi tidak dipergunakan karena dalam perlakuan analisis warna antara objek satu dengan yang lain harus sama atau seragam. Pengambilan data melalui analisis citra menggunakan program yang sudah dibuat dimulai dengan memanggil citra yang telah disimpan dalam file dengan extension bmp, dibuka dengan menggunakan submenu Open pada menu File. Citra objek akan muncul dalam bentuk citra warna.
Analisis citra yang dilakukan adalah analisis pengukuran warna pada tiap sampel. Analisis warna yang dihitung yaitu, indeks warna RGB, XYZ, dan Lab untuk wortel dan labu dengan latar belakang warna hitam dan putih. Sehingga diperoleh analisis warna wortel dengan latar belakang hitam dan putih, begitu juga dengan labu. Analisis warna dapat langsung dilakukan dari citra warna hasil perekaman dengan terlebih dahulu menentukan piksel-piksel penyusun objek sehingga latar belakang tidak ikut dianalisis.
Untuk menghitung indeks warna RGB, XYZ, dan Lab dilakukan proses transformasi citra dari citra warna ke citra biner melalui proses binerisasi. Operasi yang dilakukan adalah memilih salah satu submenu pada menu Binerisasi yaitu, Thresholding Merah Layar Hitam, Thresholding Hijau Layar Hitam, Thresholding Merah Layar Putih, Thresholding Hijau Layar Putih tergantung dari warna objek dan latar belakangnya. Setelah melakukan operasi tersebut akan dihasilkan citra biner dari citra warna dengan objek berwarna putih dan latar belakang berwarna hitam. Setelah didapatkan citra biner kemudian dilakukan perhitungan indeks warna RGB, XYZ, dan Lab dengan memilih menu Analisis Warna.
22 Gambar 15. Tampilan layar komputer pada saat citra warna ditransformasikan ke citra biner dan
perhitungan warna RGB, XYZ, dan Lab untuk wortel dengan latar belakang hitam
23 Gambar 17. Tampilan layar komputer pada saat citra warna ditransformasikan ke citra biner dan
[image:37.595.98.529.86.350.2]perhitungan warna RGB, XYZ, dan Lab untuk labu dengan latar belakang hitam
24 Saat melakukan analisis, program akan memetakan posisi piksel-piksel suatu objek dari citra biner hasil operasi sebelumnya ke citra warna sehingga piksel-piksel latar belakang tidak dihitung atau diabaikan. Dengan demikian, indeks warna RGB yang didapat adalah hasil analisis pada permukaan objek yang diinginkan, bukan dari keseluruhan bidang citra.
Akan tetapi sebelum pemanggilan citra, terlebih dahulu dilakukan penyimpanan data hasil pengukuran warna yang akan dihitung dengan membuka menu Buka File Text. Data hasil perhitungan disimpan dalam bentuk notepad yang nantinya dapat dibuka dengan aplikasi Microsoft Office Excel 2007. Tampilan hasil penyimpanan pengukuran warna dapat dilihat pada Gambar 19.
25
4.2 Pengukuran Warna dengan Teknik
Image Processing
pada Latar Belakang
Warna Hitam
Hasil analisis terhadap pengukuran warna wortel dan labu dengan latar belakang hitam yang dilakukan melalui pengolahan citra dinyatakan dengan notasi Lab. Pengolahan data hasil pengukuran warna dengan pengolahan citra dan chromameter dilakukan dengan menggunakan persamaan linier.
4.2.1 Pengukuran Warna pada Wortel
Penentuan nilai Lab pengolahan citra dari parameter nilai Lab Chromameter dengan menggunakan model persamaan linier menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut untuk Lab wortel adalah 0.827, 0.820 dan 0.826 dengan persamaan regresi nilai Lab masing-masing adalah y = 0.563x + 27.06, y = 0.994x + 10.11, dan y = 0.777x + 7.196. Sedangkan nilai gradien Lab masing-masing adalah 0.563, 0.994, dan 0.777. Jika nilai gradien sama dengan satu (m = 1) berarti hasil pengukuran pengolahan citra sama dengan hasil pengukuran Chromameter. Untuk grafik nilai L, ketika nilai Chromameter naik maka kenaikan nilai pengolahan citra tidak sebesar Chromameter yaitu hanya setengahnya.
Nilai Lab pada wortel dengan latar belakang hitam hasil pengukuran pengolahan citra berkorelasi positif tinggi dengan Lab pada wortel hasil pengukuran Chromameter dengan nilai korelasi lebih dari 0.8. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang sangat kuat, semakin tinggi nilai Lab pada Chromameter maka semakin tinggi pula nilai Lab pada pengolahan citra, begitu pula sebaliknya. Sehingga model regresi ini dapat menjelaskan perilaku perubahan nilai peubah y (nilai Lab sebenarnya) dengan baik. Hubungan antara nilai Lab pada wortel latar belakang hitam hasil pengukuran pengolahan citra dengan Chromameter dapat dilihat pada Gambar 20, 21, dan 22. Data hasil pengukuran warna wortel dengan latar belakang hitam pada pengolahan citra dan Chromameter dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 20. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan wortel latar belakang hitam pengolahan citra dengan Chromameter
y = 0.563x + 27.06 R² = 0.827
51 52 53 54 55 56 57 58 59
42 44 46 48 50 52 54 56
Nila i L Chro m a m et er
[image:39.595.117.512.466.703.2]26 Gambar 21. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan wortel latar belakang hitam pengolahan citra
[image:40.595.102.506.397.711.2]dengan Chromameter
Gambar 22. Hubungan antara nilai b hasil perhitungan wortel latar belakang hitam pengolahan citra dengan Chromameter
y = 0.994x + 10.11 R² = 0.820
14 16 18 20 22 24 26
7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nila
i
a
Chro
m
a
m
et
er
Nilai a pengolahan citra
y = 0.777x + 7.196 R² = 0.826
26 28 30 32 34 36 38
26 28 30 32 34 36 38 40
Nila
i
b Chro
m
a
m
et
er
27
4.2.2 Pengukuran Warna pada Labu
Grafik hubungan antara nilai Lab pada labu latar belakang hitam hasil pengukuran pengolahan citra dengan Chromameter disajikan pada Gambar 23, 24, dan 25. Dari grafik hubungan antara nilai Lab pada labu hasil pengukuran pengolahan citra dengan Chromameter, diperoleh persamaan regresi untuk Lab masing-masing adalah y = 0.560x + 27.03, y = 0.232x - 10.33, dan y = 0.838x + 9.728
dengan nilai koefisien determinasi berturut-turut adalah 0.905, 0.813, dan 0.867. Sedangkan nilai gradien Lab masing-masing adalah 0.560, 0.232, dan 0.838. Jika nilai gradien sama dengan satu (m=1) berarti hasil pengukuran pengolahan citra sama dengan hasil pengukuran Chromameter. Untuk grafik nilai L, ketika nilai Chromameter naik maka kenaikan nilai pengolahan citra tidak sebesar
Chromameter yaitu hanya setengahnya. Sedangkan untuk nilai a gradiennya rendah, ketika nilai
Chromameter naik maka kenaikan nilai pengolahan citra tidak sebesar Chromameter hal ini menyatakan kemiringan yang landai atau semakin kecil nilai gradien maka semakin kecil tingkat pengaruh x terhadap y.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang sangat kuat. Nilai Lab pada labu dengan latar belakang hitam hasil pengukuran pengolahan citra berkorelasi positif tinggi dengan Lab pada labu dengan latar belakang hitam hasil pengukuran Chromameter karena nilai korelasi lebih dari 0.8. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Lab pada Chromameter maka semakin tinggi pula nilai Lab pada pengolahan citra, begitu pula sebaliknya. Sehingga model regresi ini dapat menjelaskan perilaku perubahan nilai peubah y (nilai Lab sebenarnya) dengan baik.Data hasil pengukuran warna labu dengan latar belakang hitam pada pengolahan citra dan Chromameter
[image:41.595.104.503.384.694.2]dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 23. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan labu latar belakang hitam pengolahan citra dengan Chromameter
y = 0.560x + 27.03 R² = 0.905
40 45 50 55 60 65
30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63
Nila
i
L
Chro
m
a
m
et
er
28 Gambar 24. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan labu latar belakang hitam pengolahan citra
[image:42.595.101.508.413.710.2]dengan Chromameter
Gambar 25. Hubungan antara nilai b hasil perhitungan labu latar belakang hitam pengolahan citra dengan Chromameter
y = 0.232x - 10.33 R² = 0.813
-17 -16.5 -16 -15.5 -15 -14.5 -14 -13.5 -13
-29 -27 -25 -23 -21 -19 -17 -15
Nil a i a Chro m a m et er
Nilai a pengolahan citra
y = 0.838x + 9.728 R² = 0.867
20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
Nila i b Chro m a m et er
29
4.3 Pengukuran Warna dengan Teknik Image Processing pada Latar Belakang
Warna Putih
Hasil analisis terhadap pengukuran warna wortel dan labu dengan latar belakang putih yang dilakukan melalui pengolahan citra juga dinyatakan dengan notasi Lab. Pengolahan data hasil pengukuran warna dengan pengolahan citra dan Chromameter dilakukan dengan menggunakan persamaan linier.
4.3.1 Pengukuran Warna pada Wortel
Penentuan nilai Lab pengolahan citra dari parameter nilai Lab Chromameter dengan menggunakan model persamaan linier menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut untuk Lab wortel adalah 0.548, 0.786 dan 0.749.
Untuk nilai L dalam pengukuran warna pengolahan citra dan Chromameter pada wortel dengan latar belakang putih diperoleh hubungan korelasi positif agak rendah dengan persamaan regresi y = 0.734x + 22.91. Hal ini disebabkan karena sifat dari warna latar belakang yang dipakai. Pada warna hitam, semua spektrum cahaya diserap, oleh karena itu energi radiasi yang diterima pada warna hitam menjadi semakin besar seiring bertambahnya spekrum cahaya yang diserap. Sebaliknya, pada warna putih semua spektrum cahaya dipantulkan. Selain itu terdapat pengaruh interaksi cahaya terhadap objek yang sedang diukur, seperti pantulan, serapan, penyebaran dan bayangan sebagai akibat cahaya yang dihalangi oleh bagian objek tertentu. Kualitas lampu dan tingkat kecerahan yang berbeda-beda juga mempengaruhi nilai kecerahan. Karena perbedaan tingkat kecerahan pada lampu terlihat sangat jelas pada latar belakang warna putih, khususnya pada objek wortel. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya terlebih dahulu sebelum pengambilan citra untuk memastikan bahwa intensitas cahaya pada saat pengambilan citra tetap. Akan tetapi pada penelitian ini, pengukuran intensitas cahaya tidak dilakukan karena keterbatan penelitian dan perlakuan penelitian bukan mengarah pada tingkat intensitas cahaya. Perubahan tegangan listrik yang cenderung fluktuatif juga mempengaruhi intensitas cahaya, sehingga dengan pengukuran intensitas cahaya ini diharapkan intensitas cahaya yang digunakan relatif sama selama pengukuran.
Untuk nilai a dan b dalam pengukuran warna pengolahan citra dan Chromameter pada wortel dengan latar belakang putih diperoleh hubungan korelasi positif cukup tinggi dengan persamaan regresi untuk nilai a dan b masing-masing adalah y = 0.851x - 5.500 dan y = 1.130x - 5.712. Hal ini dikarenakan nilai a dan b pada sistem warna Lab merupakan indeks warna kromatik sehingga ketika objek tersebut dikenai sinar putih maka objek akan memantulkan warna kromatik tersebut. Jika sebuah benda jika disorot warna putih dan benda tersebut memantulkan sebagian besar energi dengan frekuensi (600-700nm) maka akan terlihat warna merah begitu pula dengan frekuensi warna hijau (Ciptayani 2011). Nilai gradien Lab masing-masing adalah 0.734, 0.851, dan 1.130. Jika nilai gradien sama dengan satu (m=1) berarti hasil pengukuran pengolahan citra sama dengan hasil pengukuran
Chromameter. Untuk grafik nilai L, ketika nilai Chromameter naik maka kenaikan nilai pengolahan citra tidak sebesar Chromameter yaitu hanya 0.734nya Chromameter.
30 Gambar 26. Hubungan antara nilai L hasil perhitungan wortel latar belakang putih pengolahan citra
dengan Chromameter
Gambar 27. Hubungan antara nilai a hasil perhitungan wortel latar belakang putih pengolahan citra dengan Chromameter
y = 0.734x + 22.91 R² = 0.548
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
38 40 42 44 46 48 50
Nila i L Chro m a m et er
Nilai L pengolahan citra
y = 0.851x - 5.500 R² = 0.786
15 17 19 21 23 25 27 29
25 27 29 31 33 35 37
Nila i a Chro m a m et er
31 Gambar 28. Hubungan antara nilai b hasil perhitungan wortel latar belakang putih pengolahan citra
dengan Chromameter
4.2.2 Pengukuran Warna pada Labu
Grafik hubungan antara nilai Lab pada labu latar belakang putih hasil pengukuran pengolahan citra dengan Chromameter disajikan pada Gambar 29, 30, dan 31. Dari grafik hubungan antara nilai Lab pada labu hasil pengukuran pengolahan citra dengan Chromameter, diperoleh persamaan regresi y = 0.977x + 22.76, y = 0.975x - 10.4, dan y = 1.050x + 11.72 dengan nilai koefisien determinasi berturut-turut adalah 0.793, 0.802, dan 0.779. Data hasil pengukuran warna labu latar dangan belakang hitam pada pengolahan citra dan Chromameter dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari grafik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang sangat kuat. Untuk nilai Lab hasil pengukuran warna pengolahan citra dan Chromameter pada wortel dengan latar belakang putih diperoleh hubungan korelasi positif cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai Lab pada Chromameter maka semakin tinggi pula nilai Lab pada pengolahan citra, begitu pula sebaliknya. Nilai gradien pada grafik nilai Lab tinggi, hal ini menunjukkan bahwa nilai hasil pengukuran pengolahan citra mendekati nilai hasil pengukuran Chromameter.
Pada labu nilai koefisien determinasinya lebih besar dari pada nilai koefisien determinasi pada wortel, hal ini disebabkan oleh cahaya yang dikeluarkan oleh benda tersebut dipengaruhi oleh cahaya yang berasal dari sumber cahaya. Warna wortel yang terang dan warna latar belakang yang putih menyebabkan warna objek menjadi tambah terang. Sebaliknya pada labu, warna labu yang digunakan dalam penelitian adalah warna hijau agak tua, sehingga ketika diberi cahaya putih warna objek akan terlihat terang. Hal ini berkaitan dengan nilai ambang yang ditentukan pada nilai Thresholding yang digunakan untuk melakukan binerisasi terhadap data citra. Nilai ambang yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menghasilkan proses segmentasi citra yang kurang bagus.
y = 1.130x - 5.712 R² = 0.749
25 27 29 31 33 35 37 39 41 43
28 30 32 34 36 38 40
Nila i b pa da Chro m a m et er
32 Menurut Ahmad (2005), dalam hal binerisasi melalui perangkat lunak, setiap citra dengan karakteristik pencahayaan tertentu memerlukan nilai thresholding tertentu yang mungkin tidak cocok untuk citra lainnya. Jadi nilai threshold yang sama mungkin tidak dapat diterapkan dengan hasil yang baik pada dua citra yang berbeda karakteristiknya