• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMSI PANGAN DAN GIZI

SERTA SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

PADA REMAJA USIA 13-18 TAHUN DI INDONESIA

LATIVA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia ” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Lativa NIM I14090028

(4)
(5)

ABSTRAK

LATIVA. Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia. Dibimbing oleh HARDINSYAH.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai konsumsi pangan, Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP), skor PPH, dan korelasi antara nilai PPH dengan MGP remaja berusia 13-18 tahun. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data Riskesdas 2010. Data konsumsi Riskesdas 2010 dikumpulkan dengan menggunakan metode recall 24 jam. Kriteria inklusi dan eksklusi sabjek akhir untuk penelitian ini adalah 22064 (11324 laki-laki dan 10740 perempuan). Skor PPH tersebut dihitung berdasarkan sistem penilaian PPH yang digunakan oleh Departemen Pertanian. Sebagian besar subjek mengkonsumsi padi-padian(99.6%) dan paling kecil biji berminyak (2.1%). Sebagian besar subjek memiliki energi, lemak, karbohidrat, air, kalsium, fosfor, seng, vitamin A, vitamin B9, vitamin C tergolong defisit.Rata-rata skor PPH remaja adalah 64.4 ± 17.5 (61.4 ± 16.9 untuk laki-laki dan 67.4 ± 18.2 untuk anak perempuan). Rata-rata dari MGP remaja adalah 62.0 ± 25.9 (62.5 ± 25.8 untuk laki-laki dan 61.5 ± 26.1 untuk perempuan). Korelasi antara skor PPH dengan masing-masing MGP ditemukan (0.56-0.62), menunjukkan bahwa sistem penilaian PPH saat ini dapat digunakan untuk menilai keragaman dan mutu gizi konsumsi pangan remaja.

Kata kunci: konsumsi pangan, pola pangan harapan, mutu gizi pangan, remaja

ABSTRACT

LATIVA. Food Consumption, Nutrient Intake, and Desirable Dietary Pattern Score of Adolescence 13-18 Years Old in Indonesia. Supervised by HARDINSYAH.

The objectives of this study were to assess food and nutrient intake, NDQ, DDP score, and the correlation between DDP score and NDQ of adolescence aged 13-18 years. This research was carried out through analyzing a data set of basic health research (Riskesdas) 2010 from Ministry of Health. The Riskesdas 2010 food intake data were collected using 24-hr recall method. After applying inclusive and exclusice criterias the final subjects for this study were 22064 (11324 boys and 10740 girls ). The DDP were calculated based on the current DDP scoring system used by Ministry of Agriculture. The results showed that samples were most likely eat cereals (99,6%) and least likely eat oily seeds (2.1%). Most of subject having energy, fat, carbohydrate, water, calcium, phosphor, zinc, vitamin A, vitamin B9, vitamin C were deficit. The mean DDP score of the adolescence was 64.4±17.5 (61.4±16.9 for boys and 67.4±18.2 for girls) the mean NDQ of the adolescence was 62.0±25.9 (62.5±25.8 for boys and 61.5±26.1 for girls). High correlation between DDP score and each of NDQ was found (0.56-0.62), which implies that the current DDP scoring system can be to evaluate dietary diversity and nutritional quality of adolescence diet.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

KONSUMSI PANGAN DAN GIZI,

SERTA SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

PADA REMAJA USIA 13-18 TAHUN DI INDONESIA

LATIVA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia

Nama : Lativa NIM : I14090028

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Hardinsyah MS Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan MS Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi berjudul “Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Remaja Usia 13-18 Tahun di Indonesia”sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana (S1) Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardinsyah MS selaku dosen pembimbing akademik dan skripsi yang dengan penuh kesabaran senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan bimbingan, arahan, dorongan, saran, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dodik Briawan MCN selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji sidang yang telah memberikan semangat, masukan, kritik, dan saran demi penyempurnaan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Orang tua, kakak-kakak, dan keluarga besar yang selalu mendoakan penulis, memberikan semangat, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materi selama masa pendidikan.Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI yang telah mengijinkan penulis menggunakan data hasil survei Riskesdas 2010. Terima kasih kepada teman-teman sesama tim penelitian Karina, Teguh dan Khoirul, serta sahabat dan teman-teman terdekat Sarah, Weni, Ibet, Nisa, Evi, kak Giway, kak Triko, kak Fachrudin, kak Nazhif, mba Mali serta teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 46 atas semua saran, motivasi, bantuan, dan dukungannya selama ini.Teman-teman seperjuangan Kost “Bara IV 105” Srividola, Chintia, Desca, Mela, Rafika, dan Anggi yang senantiasa ada di saat senang dan susah serta telah menjadi keluarga selama kita kuliah bersamaserta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Waktu, dan Tempat 5

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Karakteristik Sosial Ekonomi 15

Konsumsi Pangan 19

Asupan Zat Gizi dan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi 20 Mutu Gizi Konsumsi Pangan dan Skor Pola Pangan Harapan 22 Hubungan antara Tingkat kecukupan Zat Gizi dengan Skor PPH dan MGP 27

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(14)

DAFTAR TABEL

1 Cara pengumpulan data Riskesdas 2010 6

2 Perhitungan kebutuhan energi menurut usia dan jenis kelamin 8 3 Perhitungan kebutuhan protein berdasarkan usia dan jenis

kelamin 9

4 Angka kecukupan gizi remaja usia 13-18 tahun 10 5 Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) berdasarkan Deptan 2001 13 6 Sebaran remaja usia 13-18 tahun menurut jenis kelamin dan

sosial ekonomi 15

7 Sebaran remaja usia 13-15 tahun menurut jenis kelamin dan

sosial ekonomi 16

8 Sebaran remaja usia 16-18 tahun menurut jenis kelamin dan

sosial ekonomi 18

9 Rata-rata, standar deviasi (median) dan tingkat partisipasi konsumsi pangan remaja menurut jenis kelamin, usia dan

kelompok pangan 20

10 Rata-rata dan standar deviasi asupan gizi, (rata-rata) dan median persentase pemenuhan kebutuhan gizi remaja menurut jenis

kelamin dan usia 22

11 Rata-rata mutu gizi pangan remaja menurut jenis kelamin, usia

dan kategori mutu gizi pangan 23

12 Rata-rata skor PPH remaja usia 13-18 tahun menurut jenis

kelamin dan kelompok pangan 25

13 Rata-rata skor PPH remaja usia 13-15 tahun menurut jenis

kelamin dan kelompok pangan 26

14 Rata-rata skor PPH remaja usia 16-18 tahun menurut jenis

kelamin dan kelompok pangan 27

15 Uji korelasi spearman hubungan skor Pola Pangan Harapan dan mutu gizi pangan dengan tingkat kecukupan gizi 28 16 Sebaran remaja usia 13-18 tahun menurut kategori mutu gizi

konsumsi pangan dan pola pangan harapan 29

17 Hasil regresi logistik faktor mutu gizi konsumsi pangan dari 14

zat gizi remaja usia 13-18 tahun 30

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran mutu gizi pangan dan skor Pola Pangan Harapan

(PPH) remaja di Indonesia 4

2 Alur memperoleh jumlah subjek yang digunakan 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Cara pengumpulan data karakteristik dan antropometri oleh tim

Riskesdas 2010 35

(15)

3 Rata-rata (median) berat badan dan tinggi badan usia remaja 13 -18 tahun menurut karakteristik sosial ekonomi dan jenis kelamin 37 4 Sebaran dan rata-rata (median) konsumsi pangan menurut 9

kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 37 5 Rata-rata ( median) konsumsi energi menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 38

6 Rata-rata ( median ) konsumsi protein menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 38

7 Rata-rata ( median ) konsumsi lemak menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 39

8 Rata-rata ( median ) konsumsi karbohidrat menurut 9 kelompok

pangan, jenis kelamin dan kelompok usia 39

9 Rata-rata ( median ) konsumsi kalsium menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 40

10 Rata-rata ( median ) konsumsi fosfor menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 40

11 Rata-rata ( median ) konsumsi Besi menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 41

12 Rata-rata ( median ) konsumsi Vitamin A menurut 9 kelompok

pangan, jenis kelamin dan kelompok usia 41

13 Rata-rata ( median ) konsumsi Vitamin B1 menurut 9 kelompok

pangan, jenis kelamin dan kelompok usia 42

14 Rata-rata ( median ) konsumsi Vitamin B9 menurut 9 kelompok

pangan, jenis kelamin dan kelompok usia 42

15 Rata-rata ( median ) konsumsi Vitamin B12 menurut 9 kelompok

pangan, jenis kelamin dan kelompok usia 43

16 Rata-rata ( median ) konsumsi Vitamin C menurut 9 kelompok

pangan, jenis kelamin dan kelompok usia 43

17 Rata-rata ( median ) konsumsi air menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 44

18 Rata-rata ( median ) konsumsi Zn menurut 9 kelompok pangan,

jenis kelamin dan kelompok usia 44

19 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) energi menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 45 20 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) protein

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 45 21 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) lemak menurut

9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 46 22 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) karbohidrat

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 46 23 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) kalsium

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 47 24 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) fosfor menurut

9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 47 25 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) fosfor menurut

9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 48 26 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) zink menurut

(16)

27 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) air menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 49 28 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) Vitamin A

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 49 29 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) Vitamin B1

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 50 30 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) Vitamin B9

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 50 31 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) Vitamin B9

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 51 32 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) Vitamin B9

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 51 33 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) Vitamin B9

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 52 34 Persentase pemenuhan kebutuhan (tingkat konsumsi) zat gizi

menurut 9 kelompok pangan, jenis kelamin, dan kelompok usia 52 35 Uji beda independent samples t-test variabel menurut jenis kelamin 53 36 Uji beda independent samples t-test variabel menurut kelompok usia 54 37 Persentase kategori tingkat kecukupan zat gizi pada remaja usia

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi, budaya dan politik.

Situasi ketahanan pangan di Indonesia dari sisi konsumsi masih belum tahan pangan berdasarkan data konsumsi yang diperoleh dari data Susenas tahun 2002 (padi-padian 56.3%, umbi-umbian 3.9%, pangan hewani 7.7%, minyak dan lemak 9.5%, buah/biji berminyak 2.9%, kacang-kacangan 4.9%, gula 5.5%, sayur dan buah 4.0%, dan lain-lain 2.1%). Situasi belum tahan pangan dapat ditinjau dari sisi komposisi antar kelompok pangan yang belum sesuai dengan ketetapan nasional yaitu terlalu tingginya konsumsi beras dan rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah . Hasil Riskesdas 2010 menunjukan 40.6% penduduk Indonesia mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi) yang dianjurkan tahun 2004.Penduduk yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 80% dari angka kecukupan bagi orang Indonesia) adalah sebanyak 37%. Masalah konsumsi energi dan protein dibawah kebutuhan minimal terjadi pada semua kelompok umur yaitu 24.4% pada Balita, 41.2% pada anak usia sekolah, 54.5% pada remaja, 40.2% pada dewasa, serta 44.2% pada ibu hamil (Balitbangkes 2011).

Skor PPH sudah lama dianjurkan oleh FAO-RAPA untuk digunakan menilai mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan penduduk di suatu negara atau wilayah. FAO-RAPA (1989) mendefenisikan Pola Pangan Harapan (PPH) adalah komposisi kelompok pangan utama yang sesuai dengan daya terima yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya. Aspek penilaian situasi konsumsi pangan , PPH akan dijadikan sebagai basis untuk menentukan seberapa senjang pola konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dengan pola konsumsi yang diharapkan atau dianjurkan yang terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai citarasa (FAO-RAPA 1989). Awalnya Pola Pangan Harapan dikembangkan untuk kawasan Asia Pasifik berdasarkandata Pola Pangan (pola ketersediaan pangan) dari Neraca Bahan Makanan, karena data inilah yang mudah tersedia secara berkala setiap tahun, namun saat ini Pola Pangan Harapan (PPH) digunakan untuk mengetahui kondisi kualitas konsumsi pangan rumah tangga, salah satunya dengan menggunakan data Susenas (hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional-publikasi BPS) (Hardinsyah et al 2001).

(19)

2

Kondisi penurunan skor PPH terjadi sangat tajam pada periode tahun 2008-2009 yaitu menurun sebesar 6,2 poin dari skor PPH 81.9 pada tahun 2008 menjadi 75.5 pada tahun 2009 (BPS 2011).

Pada umumnya telah diketahui bahwa enam kelompok zat gizi yang esensial diperlukan oleh tubuh adalah protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin, dan mineral.Tubuh akan memperoleh energi dari tiga zat gizi pertama tersebut sehingga manusia mampu mempertahankan kerja alat-alat tubuh dan melakukan kegiatan fisik sehari-hari. Berbagai zat gizi ini dapat disediakan oleh beragam pangan yang di konsumsi . Sejumlah golongan bahan makanan yang tersusun secara seimbang akan mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Hal ini lebih sederhana tanpa menghitung semua zat gizi cukup energi dari 9 kelompok pangan, dapat menghasilkan satu skor atau indeks (Hardinsyah et al 2001).

Perhitungan skor PPH selama ini menggunakan data ketersedian pangan NBM dan konsumsi rumahtangga Susenas (BPS), belum pernah dilakuan untuk penilaian mutu konsumsi pangan individu. Selama ini penilaian konsumsi gizi individu dengan menghitung kecukupan gizi setiap zat gizi, dan ini lebih rumit karena perlu menghitung masing-masing zat gizi dan tidak dapat diinterpretasikan berupa satu indeks atau skor. Karena itu penelitian ini fokus pada menguji apakah sistim skor PPH dapat digunakan pada individu, khususnya remaja penting sekali untuk diperhatikan. Masa ini terjadi perubahan secara fisik, mental maupun sosial. Perubahan ini perlu ditunjang oleh kebutuhan makanan (zat-zat gizi) yang tepat dan memadai, karena masa remaja merupakan masa rawan gizi. Sementara mereka tidak tahu bagaimana cara memenuhi kebutuhan gizi dengan mengkonsumsi makanan yang beragam serta bermutu tinggi akibat pola makan yang salah.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai konsumsi pangan, mutu gizi pangan dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada remaja usia 13 -18 tahun di Indonesia dengan tujuan khususnya adalah (1) menganalisis pola konsumsi dan mutu gizi pangan pada remaja usia 13 -18 tahun di Indonesia; (2) menganalisis skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada remaja usia 13 -18 tahun di Indonesia; (3) menganalisis skor Pola Pangan Harapan(PPH) pada remaja usia 13 – 18 tahun dan hubungannya dengan mutu gizi konsumsi pangan di Indonesia .

(20)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Karakteristik individu seperti umur, jenis makanan, pengetahuan gizi dan kebutuhan gizi. Apabila individu mengkonsumsi jenis makanan beragam akan berpengaruh terhadap skor PPH, pola konsumsi dan mutu gizi konsumsi pangan yang tinggi tetapi mereka juga dapat mempengaruhi pengembangan konsumsi pangan dan identifikasi faktor-faktor internal yang mempengaruhi pola konsumsi pada remaja. Pola konsumsi, status infeksi (UNICEF 1998) setiap individu dapat juga mempengaruhi status gizi . Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik pada seseorang. Konsumsi yang terpenuhi untuk kebutuhan tubuhnya dapat digunakan untuk melakukan aktivitas fisik dengan baik.

Pangan yang disediakan dan dikonsumsi harus memenuhi kebutuhan gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu paradigma yang digunakan dalam pengembangan konsumsi pangan adalah dengan memperhatikan keanekaragaman dan keseimbangan gizi individu. Ragam pangan yang dikonsumsi harus terdiri dari zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), dan zat pengatur (vitamin dan mineral). Konsumsi pangan yang beranekaragam dapat melengkapi kekurangan zat gizi pada jenis makanan lain sehingga dapat diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. Salah satu acuan yang dapat digunakan adalah skor PPH. Subsistem konsumsi pangan berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan pangan.

Asupan pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian asupan pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Martianto 1992). Mutu gizi konsumsi pangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan dan penggunaan makanan oleh tubuh, sehingga dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan baik individu maupun masyarakat (Hardinsyah 2001). Menurut McCollum dan becker (1934) dalam Hardinsyah et al (2001), mutu gizi konsumsi pangan adalah totalitas kandungan gizi dari makanan yang dibutuhkan oleh manusia.

(21)

4

pangan. Bagan kerangka pemikiran penilaian konsumsi pangan, mutu gizi pangan, dan skor pola pangan harapan (PPH) pada usia remaja di Indonesia ditampilkan sebagai berikut.

Keterangan :

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran mutu gizi pangan dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) remaja di Indonesia

Karakteristik subjek

- Usia

- Jenis kelamin

- BB dan TB

Konsumsi pangan - Jenis/kelompok pangan - Jumlah pangan

- Daerah Tempat Tinggal

- Pendidikan ayah dan ibu

- Pekerjaan ayah dan ibu

- Status ekonomi keluarga

Karakteristik keluarga

Mutu gizi

- Tingkat kecukupan Zat Gizi - Mutu gizi konsumsi pangan

Skor pola pangan harapan – PPH

(0-100)

(22)

5

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dengan mengolah data sekunder dari hasil penelitian Riskesdas 2010 (Riset Kesehatan dasar 2010) yang menggunakan desain cross sectional study dan dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Pengumpulan data Riskesdas 2010 dilakukan oleh tenaga terlatih dengan kualifikasi minimal tamat D3 kesehatan di beberapa daerah sejak bulan Juni 2010 sampai dengan Agustus 2010. Proses pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan April 2013 – Agustus 2013 di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Jawa Barat.

Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek

Penelitian ini menggunakan subjek yang digunakan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Subjek rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing sensus penduduk tahun 2010. Populasi dalam Riskesdas 2010 adalah seluruh rumah tangga yang mewakili 33 provinsi. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan two stage sampling, yaitu pemilihan subjek dengan dua tahap. Riskesdas mengambil sejumlah blok sensus dari setiap kabupaten/kota yang termasuk ke dalam kerangka subjek kabupaten/kota. Pemilihan blok sensus tersebut dilakuklan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi, dan rasio perkotaan/perdesaan. Blok sensus tersebut proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Blok sensus yang dipilih untuk kesehatan masyarakat adalah sebesar 2800 blok sensus dengan 70000 rumah tangga.

Subjek Riskesdas 2010 di tingkat Kabupaten/Kota berasal dari 441 kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah kabupaten/kota yang menjadi subjek Riskesdas merupakan sebagian dari jumlah keseluruhan Kabupaten/Kota di Indonesia (497 kabupaten/kota). Sebanyak 56 kabupaten tidak termasuk ke dalam subjek Riskesdas, karena daerah tersebut tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan, yaitu jumlah rumah tangga yang kurang dari 25 rumah tangga dan terdapat satu kabupaten di Provinsi Papua (Kabupaten Nduga) yang tidak dapat dikunjungi dalam periode waktu pengumpulan data Riskesdas. Riskesdas 2010 berhasil mengunjungi 2798 blok sensus dari 441 kabupaten/kota. Jumlah rumah tangga dari blok sensus tersebut sebanyak 69300 rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 251388 anggota.

(23)

6

adalah 22064 (84.2% dari subjek awal) remaja yang terdiri dari 11324 remaja laki-laki dan 10740 remaja perempuan.

Gambar 2 Alur memperoleh jumlah subjek yang digunakan

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder (Tabel 1). Data diperoleh dalam bentuk electronic file berupa entry data dan hasil pengolahan Riskesdas 2010. Sumber dan cara pengumpulan data yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Cara pengumpulan data Riskesdas 2010

Peubah Sumber data yang digunakan Cara pengambilan data

Karakteristik individu

1. Daerah 2. Usia

3. Jenis kelamin 4. Status hamil 5. Pendidikan

Kuesioner Riskesdas (RKD10.RT) Blok I No. 5 Blok IV No 7 Blok IV No 4 Blok IV No 10 Blok IV No 8

Wawancara

Karakteristik keluarga

1. Pendidikan ayah 2. Pendidikan ibu 3. Pekerjaan ayah 4. Pekerjaan ibu

Kuesioner Riskesdas (RKD10.RT) Blok IV No 8 Blok IV No 8 Blok IV No 9 Blok IV No 9

Wawancara Jumlah seluruh anggota rumah

tangga 251388 orang

Jumlah subjek awal 26246 remaja (13-18 tahun)

Cleaning awal pada data

-Berat badan, tinggi badan, dan konsumsi responden yang tidak lengkap (missing): 2384 subjek -Kondisi fisiologis hamil: 208 subjek -Kondisi konsumsi tidak biasa (sedang diet, puasa, dan acara hajatan/hari raya): 400 subjek

- Sebanyak 12.1% dikeluarkan (eksklusi)

Cleaning selanjutnya pada data Body mass index (BMI) < 13 (untuk subjek usia 13-18 tahun) : 150 subjek Body mass index (BMI) > 40 (untuk

subjek usia 13-18 tahun) : 12 subjek Asupan energi: <0.3 BMR &>3 BMR

: 72 subjek

Tingkat kecukupan zat gizi >400% : 921 subjek

Pola pangan harapan <10 : 35 subjek

(24)

7

Peubah Sumber data yang digunakan Cara pengambilan data

Antropometri 1. Berat badan

2. Tinggi badan

Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok X No 1a,1b Blok X No 2a, 2b

Pengukuran langsung - Diukur dengan timbangan berat badan digital (kapasitas 150 kg dan ketelitian 50 g) - Diukur dengan alat ukur tinggi badan multi fungsi (kapasitas ukur 2 m dan ketelitian 0.1)

Konsumsipangan

- Jenis pangan - Jumlah pangan

Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IX Blok IX

Food recall 1x24 jam

1. Status ekonomi

2. Konsumsi zat gizi makro dan mineral (E, P, L, Kh, Ca, P, Fe, Zn)

3.Konsumsi zat gizi mikro (Vit A, Vit B1, Vit B9, Vit B12, dan Vit C)

Hasil olahan data Riskesdas 2010

Hasil olahan data Riskesdas 2010

Hasil olahan data Riskesdas 2010

Olahan BPS

Dihitung menggunakan Nutrisurvey Software

Dihitung menggunakan Nutrisurvey Software

Sumber: Riskesdas 2010

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel dan SPSS 16.0, dan WHO AnthroPlus (untuk mengetahui status gizi remaja). Proses pengolahan data meliputi editing, cleaning, dan analisis. Proses cleaning data dilakukan untuk memperoleh data yang sesuai dengan variabel yang ditentukan. Proses cleaning data dilakukan pada data konsumsi pangan, berat badan, dan tinggi badan yang tidak lengkap.

Karakteristik Sosial Ekonomi

Data karakteristik sosial ekonomi yang digunakan meliputi data karakteristik individu dan keluarga yang dianalisis secara statistik deskriptif. Data tersebut antara lain meliputi data daerah tempat tinggal subjek, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan status ekonomi keluarga. Daerah tempat tinggal atau pemukiman subjek dibedakan menjadi dua kelompok yaitu perdesaan dan perkotaan. Pendidikan orangtua subjek dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu tidak tamat/ tamat SD/MI, tamat SLTP/MTS, tamat SLTA/MA/perguruan tinggi. Pekerjaan orangtua subjek dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu tidak bekerja, TNI/Polri/PNS/Pegawai, wiraswasta/layan jasa/dagang, petani/nelayan/buruh, dan lainnya. Status ekonomi dikelompokkan menurut kuintil oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Kebutuhan Energi

(25)

8

sesuai dengan jenis kelamin, status gizi, usia, faktor aktivitas, serta berat badan dan tinggi badan aktual berdasarkan Total Energy Expenditure (TEE) yang dikoreksi dengan Thermic Effect of Food (TEF). TEF adalah peningkatan pengeluaran energi yang berhubungan dengan konsumsi pangan. Besarnya nilai TEF dihitung dari total pengeluaran energi yaitu sebesar 10% dari TEE (Tabel 2 ). Perhitungan kebutuhan energi pada remaja juga termasuk kebutuhan energi cadangan yang digunakan untuk pertumbuhan. Berikut perhitungan kebutuhan energi subjek pada Tabel 2 .

Tabel 2 Perhitungan kebutuhan energi menurut usia dan jenis kelamin

Rumus perhitungan kebutuhan energi Kebutuhan energi (Kal)

EER Laki-laki 10-18 tahun dengan status gizi normal

EER = TEE + energi cadangan

EER = 88.5 – (61.9xU) + PA x (26.7xBBA+ 903xTB)+ 25 kkal

Keterangan:

PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.13 (ringan) PA = 1.26 (aktif) PA = 1.42 (sangat aktif) Obese dan overweight

EER = 114 – (50.9xU) + PA x (19.5xBBE+ 1161.4xTB)+ 25 kkal

Keterangan:

PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.12 (ringan) PA = 1.24 (aktif) PA = 1.45 (sangat aktif)

EER + 10%TEE

EER Perempuan 10-18 tahun dengan status gizi normal

EER = TEE + energi cadangan

EER = 135.3 – (30.8xU) + PA x (10xBBA +

934xTB)+ 25 kkal Keterangan:

PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.16 (ringan) PA = 1.31 (aktif) PA = 1.56 (sangat aktif)

Obese dan overweight

EER = 389 – (41.2xU) + PA x (15xBBE+

701.6xTB)+ 25 kkal Keterangan:

PA = 1.0 (sangat ringan) PA = 1.18 (ringan) PA = 1.35 (aktif) PA = 1.60 (sangat aktif)

EER + 10% TEE

Sumber: Mahan & Escoot-stump (2008) Keterangan:

U = umur (tahun), BBA = berat badan aktual (Kg), BBE = berat badan estimasi TB = tinggi badan (m)

EER = estimasi kebutuhan energi (Kal)

(26)

9 Faktor aktivitas ditentukan oleh pekerjaan masing-masing subjek karena pada data Riskesdas 2010 tidak terdapat data mengenai aktivitas subjek. Subjek yang tidak bekerja tergolong kategori faktor aktivitas yang sangat ringan, sekolah tergolong kategori aktif, wiraswata/layan jasa/dagang tergolong kategori aktivitas ringan, petani/nelayan dan buruh tergolong kategori aktivitas sangat aktif, dan subjek yang memiliki pekerjaan selain dari yang telah disebutkan, tergolong kategori aktivitas ringan. Setelah ditentukan kategori faktor aktivitasnya, kemudian dihitung kebutuhan energi setiap subjek (Tabel 2).

Kebutuhan Zat Gizi Makro

Perhitungan data kebutuhan protein didasarkan pada formula estimasi Angka Kecukupan Protein (AKP) sesuai dengan kelompok usia dan jenis kelamin. Perhitungan kebutuhan protein disesuaikan dengan berat badan aktual subjek serta dikoreksi dengan faktor koreksi mutu protein adalah sebesar 1.2 (Tabel 3 ). Faktor koreksi mutu protein tersebut didasarkan pada kenyataan rendahnya mutu protein makanan penduduk Indonesia (WNPG 2012). Berikut penghitungan kebutuhan protein:

Kebutuhan protein = AKP x faktor koreksi mutu protein Keterangan:

AKP = Angka kecukupan protein (g/kgBB aktual /hari) Faktor koreksi mutu protein = 1.2

Tabel 3 Perhitungan kebutuhan protein berdasarkan usia dan jenis kelamin

Kelompok usia Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

13-15 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1.2 0.85 g/kg BB/hr x 1.2

16-18 tahun 0.85 g/kg BB/hr x 1.2 0.85 g/kg BB/hr x 1.2

Sumber : WNPG (2012)

Mengacu pada Almatsier (2004), kebutuhan lemak untuk anak usia remaja adalah 10-25% dari kebutuhan energi total. Setelah mengetahui banyaknya energi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak, maka dapat diperoleh kebutuhan karbohidrat subjek. Perhitungan data kebutuhan karbohidrat diperoleh dari sisa kalori total energi subjek yang dijelaskan sebagai berikut :

Perhitungan kebutuhan data kebutuhan air didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG) sesuai dengan usia dan jenis kelamin menurut WNPG 2012.

Kebutuhan Zat Gizi Mikro

Zat gizi mikro yang diperhitungkan antara lain vitamin A, vitamin B1, vitamin B9, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan zink. Perhitungan kebutuhan zat gizi mikro didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) sesuai dengan usia dan jenis kelamin menurut WNPG 2012.

Kebutuhan Karbohidrat = Keb Energi Kal − Keb Protein g x 4 Kal− Keb Lemak g x 9 Kal

(27)

10

Tabel 4 Angka kecukupan gizi remaja usia 13-18 tahun

Zat Gizi Usia 13-15 tahun Usia 16-18 tahun

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Energi (kkal) 2475 2125 2675 2125

Protein (g) 72 69 66 59

Lemak (g) 83 71 89 71

Karbohidrat (g) 340 292 368 292

Air (ml) 2000 2000 2200 2100

Vitamin A (µg) 600 600 600 600

Vitamin B1 (mg) 1.2 1.1 1.3 1.1

Vitamin B9 (folat) (µg) 400 400 400 400

Vitamin B12 (µg) 2.4 2.4 2.4 2.4

Vitamin C (mg) 75 65 90 75

Kalsium (mg) 1200 1200 1200 1200

Fosfor (mg) 1250 1250 1250 1250

Besi (mg) 19 26 13 26

Seng (mg) 8 8 8 7

Sumber: WNPG (2012)

Asupan dan Tingkat Kecukupan Gizi

Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT dikonversi ke dalam nilai zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) sehingga dapat diketahui kandungan gizi masing-masing bahan pangan. Selanjutnya, dilakukan perhitungan tingkat kecukupan masing-masing zat gizi. Rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Briawan 1994) sebagai berikut:

Keterangan :

KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan

Berdasarkan data konsumsi zat gizi, dapat diperoleh data tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi dengan membandingkan antara zat gizi yang dikonsumsi dan kebutuhan zat gizi subjek berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan untuk zat gizi makro (energi, protein, lemak dan karbohidrat yang dinyatakan dalam bentuk persen. Berikut adalah perhitungan tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi subjek :

Tingkat kecukupan zat gizi (%) = Konsumsi zat gizi x 100% Kebutuhan zat gizi

(28)

11 Mengacu pada Depkes (1996) Klasifikasi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yaitu: (1) defisit tingkat berat (<70% kebutuhan), (2) defisit tingkat sedang (70-79% kebutuhan), (3) defisit tingkat ringan (80-89% kebutuhan), (4) normal (90-119% kebutuhan), dan (5) kelebihan (≥120% kebutuhan). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral berdasarkan Gibson (2005) yaitu: (1) cukup (≥65% kebutuhan), (2) kurang (< 65% kebutuhan).

Mutu Gizi KonsumsiPangan (MGP)

Berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi termasuk air, dapat diperoleh mutu gizi konsumsipangan (MGP) yang mengukur seluruh zat gizi termasuk air. Penilaian MGP dilakukan dengan menghitung rata-rata tingkat kecukupan zat gizi. yang dinyatakan dalam persen. Mutu gizi asupan pangan dapat dihitung dengan rumus (Hardinsyah 2001) sebagai berikut:

Keterangan :

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi ke-i (asupan zat gizi ke-i/kecukupan zat gizi ke-i x 100)

n = Jumlah zat gizi yang dipertimbangan dalam penilaian MGP (14 zat gizi meliputi energi, protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin A, tiamin, asam folat, siano kobalamin, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan zink)

Mutu gizi konsumsi pangan dihitung berdasarkan kecukupan gizi rata-rata dari 4 zat gizi (MGP 4) yaitu energi, protein, lemak, dan karbohidrat), 10 zat gizi (MGP 10) yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, kalsium, fosfor, dan besi serta 14 zat gizi (MGP 14) yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi dan zink. Hal ini dilakukan untuk analisis lebih lanjut yaitu uji korelasi antara berbagai mutu gizi konsumsi pangan (MGP 4, MGP 10, MGP 14) dengan skor pola pangan harapan.

Perhitungan tingkat kecukupan gizi ke-i (TKGi) setiap nilai TKGi bernilai maksimum 100 (truncated at 100) dengan alasan untuk meminimalkan kompensasi antara nilai TKGi yang rendah dan tinggi secara matematik, karena secara biologis antar zat gizi yang berbeda tidak dapat saling substitusi melainkan saling berinteraksi. Nilai MGP hasil perhitungan selanjutnya digolongkan berdasarkan empat kategori yaitu <55% tergolong sangat kurang, 55-69% tergolong kurang, 70-84% tergolong cukup dan ≥ 85% tergolong baik (Hardinsyah 1996).

Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

Mengacu pada Hardinsyah et al (2002), metode PPH akan dapat menghasilkan satu skor yang mencerminkan mutu dan keragaman pangan secara keseluruhan, di samping kesenjangan antara konsumsi dan kebutuhan pangan (energi) pada masing-masing kelompok pangan. Skor PPH dihitung berdasarkan sistem penilaian PPH yang digunakan oleh Departemen Pertanian saat ini (Tabel 5). Langkah-langkah penilaian konsumsi pangan untuk menghitung skor PPH adalah sebagai berikut:

MGP (%) = Ʃ (TKGi )

(29)

12

1. Pengelompokan pangan menjadi 9 kelompok yaitu:

a. Padi-padian meliputi beras dan olahannya, jagung dan olahannya, gandum dan olahannya.

b. Umbi-umbian meliputi ubi kayu dan olahannya, ubi jalar, kentang, talas, dan sagu (termasuk makanan berpati)

c. Pangan hewani meliputi daging dan olahannya, ikan dan olahannya, telur, serta susu dan olahannya.

d. Minyak dan lemak meliputi minyak kelapa, minyak sawit, margarin, dan lemak hewani.

e. Buah/biji berminyak meliputi kelapa, kemiri dan coklat.

f. Kacang-kacangan meliputi kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang polong, kacang mete, kacang tunggak, tahu, tempe, tauco, oncom, sari kedelai, kecap.

g. Gula meliputi gula pasir, gula merah, sirup.

h. Sayur dan buah meliputi sayur segar dan olahannya, buah segar dan olahannya.

i. Lain-lain meliputi aneka bumbu dan bahan minuman seperti terasi, asam, bumbu masak, teh, kopi dan air .

2. Konversi bentuk, jenis, dan satuan

Pangan yang dikonsumsi rumah tangga terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis dengan satuan yang berbeda, sehingga dilakukan konversi ke dalam satuan dan jenis komoditas yang sama, sebagai contoh roti menjadi terigu, satuan butir menjadi gram, dan sebagainya.

3. Menghitung konsumsi energi menurut kelompok pangan yang meliputi beberapa tahapan yaitu:

a. Perhitungan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi dengan bantuan daftar komposisi bahan makanan (DKBM).

b. Menjumlahkan kandungan energi setiap jenis pangan yang dikonsumsi menurut kelompok pangan.

4. Menghitung total konsumsi energi dari kelompok pangan 1-9 yang dikonsumsi masing-masing individu.

5. Menghitung kontribusi energi yang dinyatakan dalam bentuk persen yaitu dengan cara membagi masing-masing energi kelompok pangan dengan AKE individu dikalikan 100%

6. Menghitung skor PPH yang melalui beberapa tahapan yaitu:

(30)

13 dan bobot 5.0 diperoleh dari nilai 33.3 dibagi 6 . Masing-masing hasil dibulatkan untuk kembali mendapatkan total skor PPH = 100.

b. Memperhatikan batas skor maksimum. Jika skor AKE sama dengan atau lebih tinggi dari skor maksimum, maka skor yang dugunakan adalah skor maksimum. Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum, maka skor yang digunakan adalah skor AKE.

c. Total skor PPH dihitung dengan menjumlahkan skor PPH dari kelompok padi padian sampai dengan skor kelompok lain-lain. Angka ini disebut skor konsumsi pangan aktual yang menunjukkan tingkat keragaman dan mutu konsumsi pangan.

d. Nilai PPH hasil perhitungan selanjutnya digolongkan berdasarkan empat kategori yaitu <55% tergolong sangat kurang, 55-69% tergolong kurang, 70-84% tergolong cukup dan ≥ 85% tergolong baik

Tabel 5 Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) berdasarkan Deptan 2001 Kelompok Pangan % Bobot Skor Maksimal

Padi-padian 50 0.5 25

Umbi-umbian 6 0.5 2.5

Pangan hewani 12 2 24

Minyak dan lemak 10 0.5 5

Buah/biji berminyak 3 0.5 1

Kacang-kacangan 5 2 10

Gula 5 0.5 2.5

Sayur dan buah 6 5 30

Lain-lain 3 0 0

Total 100 100

Sumber: Hardinsyah et al (2001)

Analisis Data

Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil tersebut kemudian dianalisis secara statistik. Analisis statistik menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dimana untuk variabel skor PPH data tergolong normal dan variabel MGP data tergolong tidak normal, uji beda-t (independent samples t-test) dan uji korelasi Rank Spearman. Uji beda-t (independent samples t-test) untuk menganalisis perbandingan antar peubah pada penelitian ini, yaitu kebutuhan zat gizi, konsumsi zat gizi, tingkat kecukupan zat gizi, mutu gizi konsumsi pangan, dan skor PPH berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. Analisis statistik uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara skor Pola Pangan Harapan (PPH) dengan Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP) dan Tingkat Kecukupan Gizi (TKG).

Analisis regresi logistic multivariat digunakan untuk mengetahui odd ratio (OR) dari faktor risiko atau yang berpengaruh terhadap mutu gizi konsumsi pangan (MGP 14). Regresi logistik yang digunakan model binary logistic regression. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

y = α + β1x1 + β2x2 + β3x3 +...+ βnxn 1 + α + β1x1 + β2x2 + β3x3 +...+ βnxn Keterangan :

y = mutu gizi konsumsi pangan, yaitu MGP14 (0= <70, 1= >70) α = konstanta

(31)

14

xn = variabel independen yang berisiko/mempengaruhi MGP14 x1 = pola pangan harapan (0= <70, 1= >70)

x2 = jenis kelamin (perempuan= 0, laki-laki= 1) x3 = kelompok usia (13-15 tahun= 0, 16-18 tahun= 1) x4 = pendidikan ibu (≤ SD= 0, SMP/MTS = 1)

pendidikan ibu (≤ SD= 0, SMA, PT = 1)

x6 = pekerjaan ayah (tidak kerja=0, petani, nelayan & buruh= 1)

pekerjaan ayah (tidak kerja=0, pegawai negeri, swasta, wirausaha= 1) x8 = status ekonomi (kuintil 1=0, kuintil 2 dan 3= 1)

x9 = status ekonomi (kuintil 1=0, kuintil 4 dan 5= 1) x10 = daerah (perdesaan= 0, perkotaan= 1)

Definisi Operasional

Remaja adalah individu baik laki-laki maupun perempuan yang berada pada kisaran usia 13-18 tahun

Subjek adalah anak usia remaja dalam penelitian Riskesdas 2010 yang telah melalui tahapan cleaning data. Subjek dikelompokkan berdasarkan berdasarkan usia yaitu 13-18 tahun.

Asupan Zat Gizi adalah jumlah asupan zat gizi seseorang dalam sehari yang diperoleh konsumsi pangan.

Tingkat Kecukupan Zat Gizi adalah nilai yang menunjukkan pemenuhan asupan zat gizi terhadap kebutuhan zat gizi seseorang.

Mutu Gizi KonsumsiPangan adalah nilai yang mencerminkan tingkatpemenuhan asupan gizi terhadap kebutuhan gizi secara keseluruhan (energi, karbohidrat, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, Vitamin A, tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6, folat, vitamin B12, vitamin C, dan air) .

Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diukur berdasarkan antropometri (BB dan TB).

Pangan segala macam jenis olahan atau mentah berupa makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi dan memberikan kontribusi energi, serta zat gizi bagi tubuh.

Konsumsi Pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan dan diminumseseorang selama sehari atau 24 jam yang dikumpulkan dengan metode recall 24 jam.

Pola Pangan Harapan adalah komposisi atau susunan kelompok pangan yang didasarkan pada peran zat gizi kontribusi energi baik mutlak maupun relatif, yang memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas maupun keragaman dengan mempertimbangkan aspek cita rasa, sosial, ekonomi, budaya dan agama.

Skor Pola Pangan Harapan adalah nilai yang menunjukkan tingkat mutu dan keragaman konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang, dalam hal studi ini pada remaja.

(32)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi remaja terbagi atas karakteristik remaja dan karakteristik keluarga. Karakteristik remaja meliputi daerah tempat tinggal yang dikelompokkan menjadi daerah perkotaan dan perdesaan. Karakteristik keluarga meliputi tingkat pendidikan orang tua (ibu dan ayah), status pekerjaan orang tua (ibu dan ayah) dan status ekonomi keluarga dalam bentuk kuintil. Remaja laki-laki dan perempuan usia 13-18 tahun cendrung tinggal di daerah perkotaan dibandingkan perdesaan (52.0%) dengan besar persentase laki-laki dan perempuan sebanyak 51.7% dan 52.4%. Berikut disajikan karakteristik sosial ekonomi subjek menurut jenis kelamin disajikan pada (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran remaja usia 13-18 tahun menurut jenis kelamin dan sosial ekonomi

Sosial Ekonomi

Jenis Kelamin

Laki laki Perempuan Total

n % n % n %

Wilayah

Perkotaan 5860 51.7 5635 52.4 11495 52.0 Perdesaan 5479 48.3 5125 47.6 10604 48.0 Pendidikan Ibu

Tidak tamat/tamat SD/MI 7908 69.7 7677 71.3 15585 70.5 Tamat SLTP/MTS 2004 17.7 1771 16.5 3775 17.1 Tamat SLTA/MA/PT 1427 12.5 1312 12.2 2739 12.4 Pendidikan Ayah

Tidak tamat/tamat SD/MI 6789 59.9 6333 58.9 13122 59.4 Tamat SLTP/MTS 1519 13.4 1492 13.9 3011 13.6 Tamat SLTA/MA/PT 3031 26.7 2935 27.3 5966 27 Pekerjaan Ibu

Tidak kerja 5991 52.8 5849 54.4 11840 53.6 TNI/Polri/PNS/Pegawai 559 4.9 569 5.3 1128 5.1 Wiraswasta/jasa/dagang 1358 11.9 1259 11.7 2617 11.8 Petani/Nelayan/Buruh 2530 22.3 2262 21.0 4792 21.7 Lainnya 901 7.9 821 7.6 1722 7.8 Pekerjaan Ayah

Tidak kerja 1208 10.7 1222 11.4 2430 11.0 TNI/Polri/PNS/Pegawai 1223 10.8 1191 11.1 2414 10.9 Wiraswasta/jasa/dagang 3198 28.2 3126 29.1 6324 28.6 Petani/Nelayan/Buruh 5324 46.9 4801 44.6 10125 45.8 Lainnya 386 3.4 420 3.9 806 3.6 Status Ekonomi

Kuintil 1 2900 25.6 2641 24.5 5541 25.1 Kuintil 2 2480 21.9 2367 22.0 4847 21.9 Kuintil 3 2242 19.8 2136 19.9 4378 19.8 Kuintil 4 2070 18.3 1984 18.4 4054 18.3 Kuintil 5 1647 14.5 1632 15.2 3279 14.8

(33)

16

dan perempuan memiliki ayah yang bekerja petani/nelayan/buruh (45.8%) di daerah perdesaan dan wiraswasta (28.6%) di daerah perkotaan. Status ekonomi remaja dikelompokkan menurut kuintil berdasarkan pengeluaran keluarga per kapita tiap bulan. Status ekonomi terdiri atas lima kuintil dengan kuintil satu merupakan status ekonomi paling rendah dan kuintil lima merupakan status ekonomi paling tinggi. Sebagian besar (25.1%) remaja laki-laki dan perempuan status ekonomi pada kuintil 1 yang menunjukkan pendapatan perkapita remaja yang rendah (Tabel 6 ).

Tabel 7 Sebaran remaja usia 13-15 tahun menurut jenis kelamin dan sosial ekonomi

Sosial Ekonomi

Jenis Kelamin

Laki laki Perempuan Total

n % n % n %

Wilayah

Perkotaan 3135 50.9 2897 50.4 6032 50.7 Perdesaan 3025 49.1 2852 49.6 5877 49.3 Pendidikan Ibu

Tidak tamat/tamat SD/MI 4292 69.7 4001 69.6 8293 69.6

Tamat SLTP/MTS 1066 17.3 1014 17.6 2080 17.5 Tamat SLTA/MA/PT 802 13 734 12.7 1536 12.9

Pendidikan Ayah

tidak tamat/tamat SD/MI 3629 58.9 3354 58.3 6983 58.6

Tamat SLTP/MTS 859 13.9 806 14.0 1665 14 Tamat SLTA/MA/PT 1672 27.1 1589 27.6 3261 27.4

Pekerjaan Ibu

Tidak kerja 3278 53.2 3039 52.9 6317 53

TNI/Polri/PNS/Pegawai 310 5.0 310 5.4 620 5.2 Wiraswasta/jasa/dagang 704 11.4 652 11.3 1356 11.4

Petani/Nelayan/Buruh 1361 22.1 1286 22.4 2647 22.2

Lainnya 507 8.2 462 8.0 969 8.1

Pekerjaan Ayah

Tidak kerja 644 10.5 606 10.5 1250 10.5 TNI/Polri/PNS/Pegawai 652 10.6 581 10.1 1233 10.4

Wiraswasta/jasa/dagang 1753 28.5 1702 29.6 3455 29 Petani/Nelayan/Buruh 2902 47.1 2629 45.7 5531 46.4

Lainnya 209 3.4 231 4.0 440 3.7

Status Ekonomi

Kuintil 1 1655 26.9 1479 25.7 3134 26.3 Kuintil 2 1375 22.3 1296 22.5 2671 22.4 Kuintil 3 1239 20.1 1146 19.9 2385 20 Kuintil 4 1080 17.5 1023 17.8 2103 17.7

Kuintil 5 811 13.2 805 14.0 1616 13.6

(34)

17 masing-masing 69.6% dan 58.6% (Tabel 7). Terdapat juga perbedaan antara tingkat pendidikan ibu dan ayah pada remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun yaitu jumlah persentase pendidikan ibu yang tamat SLTA/MA/PT lebih kecil daripada jumlah persentase yang tidak tamat/tamat SD/MI (12.9%). Pendidikan ayah yang tamat SLTA/MA/PT lebih kecil daripada jumlah persentase yang tidak tamat/tamat SD/MI (27.4%) yang mana tingkat pendidikan orang tua merupakan jenjang pendidikan formal tertinggi yang dicapai oleh orang tua. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan selanjutnya berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari termasuk yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan. Umumnya ibu merupakan gate keeper dalam sebuah keluarga, sehingga menu makanan dan pemilihan bahan makanan biasanya ditentukan oleh ibu salah satu aspek yang mempengaruhi pemilihan jenis pangan yang dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi. Tingkat pendididikan orang tua terutama ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk konsumsi pangan, pola pemberian makan, dan status gizi.

Jenis pekerjaan merupakan faktor yang dapat menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dibeli karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Status pekerjaan orang tua remaja terdiri dari pekerjaan ibu dan pekerjaan ayah. Pekerjaan ibu seluruh remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun tidak bekerja atau ibu rumah tangga dengan persentase 53% diikuti pekerjaan yang paling banyak dilakukan ibu remaja adalah petani dengan persentase 22.2% . Berbeda dengan pekerjaan ayah remaja, sebagian besar ayah sebagai petani dan wiraswasta/jasa memiliki jumlah paling tinggi pada remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun dengan persentase masing-masing 46.4% dan 29.0% (Tabel 7). Sebagian besar remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun berada pada kuintil satu dan kuintil dua dengan persentase masing-masing 26.3% dan 22.4% (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat kuintil semakin rendah pendapatan keluarga per kapita pada remaja laki-laki dan perempuan usia 13-15 tahun.

Daerah tempat tinggal berhubungan dengan akses terhadap pangan yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap status gizi. Secara keseluruhan remaja laki-laki dan perempuan usia 16-18 tahun lebih banyak tinggal di daerah perkotaan daripada di daerah perdesaan (53.6%). Sebagian besar pendidikan ibu dan ayah remaja laki-laki dan perempuan usia 16-18 tahun adalah tidak tamat/tamat SD/MI dengan persentase masing-masing 71.6% dan 60.2% (Tabel 8). Jenis pekerjaan merupakan faktor yang dapat menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dibeli karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Kategori pekerjaan ditentukan oleh Riskesdas 2010, yaitu tidak bekerja, TNI/Polri/PNS/Pegawai, wiraswasta/layan jasa/dagang, petani/nelayan, buruh, dan lainnya.

(35)

18

Sebagian besar remaja laki-laki dan perempuan usia 16-18 tahun tersebar pada kuintil satu (23.6%), kuintil dua (21.4%) dan kuintil tiga (19.6%) sedangkan pada kuintil empat dan kuintil lima semakin menurun jumlahnya (Tabel 8). Terlihat bahwa semakin rendah tingkat kuintil semakin rendah pendapatan keluarga per kapita pada subjek laki-laki dan perempuan usia 16-18 tahun.

Tabel 8 Sebaran remaja usia 16-18 tahun menurut jenis kelamin dan sosial ekonomi

Sosial Ekonomi

Jenis Kelamin

Laki laki Perempuan Total

n % n % n %

Wilayah

Perkotaan 2725 52.6 2738 54.6 5463 53.6

Perdesaan 2454 47.4 2273 45.4 4727 46.4

Pendidikan Ibu

Tidak tamat/tamat SD/MI 3616 69.8 3676 73.4 7292 71.6

Tamat SLTP/MTS 938 18.1 757 15.1 1695 16.6

Tamat SLTA/MA/PT 625 12.1 578 11.6 1203 11.8

Pendidikan Ayah

Tidak tamat/tamat SD/MI 3160 61.0 2979 59.4 6139 60.2

Tamat SLTP/MTS 660 12.7 686 13.7 1346 13.2

Tamat SLTA/MA/PT 1359 26.2 1346 26.9 2705 26.5

Pekerjaan Ibu

Tidak kerja 2713 52.4 2810 56.1 5523 54.2

TNI/Polri/PNS/Pegawai 249 4.8 259 5.2 508 5

Wiraswasta/jasa/dagang 654 12.6 607 12.1 1261 12.4

Petani/Nelayan/Buruh 1169 22.6 976 19.5 2145 21.1

Lainnya 394 7.6 359 7.2 753 7.4

Pekerjaan Ayah

Tidak kerja 564 10.9 616 12.3 1180 11.6

TNI/Polri/PNS/Pegawai 571 11.0 610 12.2 1181 11.6

Wiraswasta/jasa/dagang 1445 27.9 1424 28.4 2869 28.2

Petani/Nelayan/Buruh 2422 46.8 2172 43.3 4594 45.1

Lainnya 177 3.4 189 3.8 366 3.6

Status Ekonomi

Kuintil 1 1245 24.0 1162 23.2 2407 23.6

Kuintil 2 1105 21.3 1071 21.4 2176 21.4

Kuintil 3 1003 19.4 990 19.8 1993 19.6

Kuintil 4 990 19.1 961 19.2 1951 19.1

Kuintil 5 836 16.1 827 16.5 1663 16.3

(36)

19 dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga terdapat keterbatasan dalam mencari pekerjaan, sehingga akses terhadap pangan serta konsumsi pangan juga menjadi rendah. Adapun konsumsi pangan yang rendah pada individu/keluarga dengan tingkat pendapatan yang tinggi antara lain dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, preferensi, dan adanya tabu atau kepercayaan terhadap jenis pangan tertentu (Kartasapoetra dan Marsetyo 2008).

Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan dilihat berdasarkan kuantitas pangan yaitu berat pangan yang dimakan (dalam satuan gram) dan tingkat partisipasi konsumsi yaitu persentase jumlah orang (partisipan) yang mengonsumsi pangan. Konsumsi pangan secara keseluruhan berdasarkan tingkat partisipasi remaja usia 13-18 tahun berasal dari sembilan kelompok pangan yang terdiri dari padi-padian (99.6%), umbi-umbian (31.6%), pangan hewani (79.1%), minyak dan lemak (3.6%), buah/biji berminyak (2.1%), kacang-kacangan (42.8%), gula (31.3%), sayur dan buah (72.2%), dan lain-lain (97.6%). Remaja usia 13-18 tahun secara keseluruhan paling banyak mengonsumsi padi-padian (99.6%) dan paling sedikit mengonsumsi buah/biji berminyak (2.1%).

Pola konsumsi pangan remaja usia 13-18 tahun berdasarkan tingkat partisipasi dari yang paling tinggi ke yang paling rendah secara berurutan menurut kelompok pangan adalah padi-padian, lain-lain, sayur dan buah, pangan hewani, kacang-kacangan, umbi-umbian, gula, minyak dan lemak, dan buah/biji berminyak. Hasil ini sejalan dengan penelitian (Mauludyani et al 2008) pada tingkat rumah tangga menggunakan data Susenas 2008 menunjukkan bahwa beras sumber utama energi. Beras telah menjadi pangan pokok utama. Hampir semua penduduk mengonsumsi beras, ditunjukkan oleh tingkat partisipasinya yang tinggi yaitu 97.05%. Tingginya tingkat partisipasi konsumsi beras tidak hanya terjadi diperkotaan melainkan juga diperdesaan. Dalam hal ini beras termasuk kedalam kelompok pangan padi-padian. Menurut Depkes (2001) konsep makan yang baik mengacu pada konsep gizi seimbang seharusnya menyediakan karbohidrat yang cukup dan mengandung zat gizi lainnya yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, mineral, air dan serat agar semua proses metabolisme di dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik, sehingga dapat melakukan aktivitas setiap hari secara maksimal.

Menurut kelompok usia dan jenis kelamin sebagian besar rata-rata total konsumsi pangan remaja usia 13-18 tahun sebanyak 781.8±135.4 gram dari kelompok pangan lain-lain, sedangkan kelompok pangan yang sedikit dikonsumsi remaja adalah kelompok minyak dan lemak dengan rata-rata konsumsi 0.5±7.4 gram (Tabel 9). Kelompok lain-lain sebagian besar terdiri atas air putih dan minuman lainnya yang dikonsumsi oleh remaja dalam setiap waktu makan dan sebagian kecil terdiri atas bumbu seperti garam, kecap, sambal, dan lain-lain. Kelompok minyak dan lemak terdiri atas minyak kelapa, minyak sawit, margarin, dan lemak hewani.

(37)

20

ini berlaku pada setiap kelompok usia subjek laki-laki dan perempuan ( usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun) (Tabel 9). Hal ini disebabkan kelompok pangan lain-lainnya mudah didapatkan dan disukai oleh remaja dibandingkan kelompok pangan minyak dan lemak. Menurut Sediaoetama (2006), konsumsi makanan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang. Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2006), konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, informasi tentang jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi remaja merupakan hal penting.

Hasil uji beda independent samples t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan total konsumsi pangan (gram) menurut jenis kelamin dan kelompok usia (p<0.05) (lampiran 35 dan 36).

Tabel 9 Rata-rata, standar deviasi (median) dan tingkat partisipasi konsumsi pangan remaja menurut jenis kelamin, usia dan kelompok pangan

Kelompok Pangan

Laki-laki Perempuan

Total

13-15 tahun 16-18 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun

mean ± SD

Padi-padian 548.8±85.9

(200.0) 99.6

Lain-lain 780.1±135.6

(200.0)

Asupan Zat Gizi dan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Zat Gizi

(38)

21 vitamin C 17.8 ± 7.3 mg, kalsium 643.0 ± 226.2 mg, fosfor 585.2 ± 109.8 mg, zat besi 15.2 ± 3.7 mg, dan zink 4.6 ± 0.6 mg (Tabel 10 ).

Melalui data asupan zat gizi dapat diperoleh tingkat kecukupan zat gizi dengan membandingkan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan untuk zat gizi makro (energi, protein, lemak, dan karbohidrat) serta Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2012 untuk zat gizi mikro yang dinyatakan dalam persen. Secara keseluruhan remaja laki-laki maupun perempuan usia 13-18 tahun memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan energi, lemak, karbohidrat, air, kalsium, fosfor, seng, vitamin A, vitamin B9, vitamin C tergolong defisit disebabkan kurangnya konsumsi sumber zat gizi tersebut sehingga tidak mencukupi kebutuhan zat gizi remaja. Keadaan ini berlaku pada setiap kelompok usia remaja laki-laki dan perempuan ( usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun) (Tabel 10). Hal ini sejalan dengan penelitian (Larisa et al 2007) yang menghasilkan tingkat pemenuhan kebutuhan yang defisit untuk lemak dan Vitamin B9 karena folat ditemukan dalam jumlah kecil dalam berbagai makanan.

Hasil uji beda independent samples t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kecukupan zat gizi menurut jenis kelamin dan kelompok usia (p<0.05) (lampiran 35 dan 36). Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jeniskelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis(hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu,jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupikebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal,pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas danpemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah dkk 2002).

(39)

22

Tabel 10 Rata-rata dan standar deviasi asupan gizi, (rata-rata) dan median

persentase pemenuhan kebutuhan gizi remaja menurut jenis kelamin dan usia

Zat Gizi

Laki-laki Perempuan

Total

Energi kkal (%) 1569±158.7

(72.9) 65.9

Karbohidrat g (%) 287.2±38.6

(3.2) 72.9

Mutu Gizi Konsumsi Pangan dan Skor Pola Pangan Harapan

Nilai mutu gizi konsumsi pangan sebagian besar remaja usia 13-18 tahun memiliki nilai MGP yang tergolong sangat kurang (45.2%) baik pada remaja laki-laki (44.0%) maupun pada remaja perempuan (46.5%). Sebesar 18.7% remaja laki-laki dan 17.3% remaja perempuan yang memiliki nilai MGP tergolong baik.Secara keseluruhan rata-rata nilai MGP remaja yaitu 62.0± 25.9(62.5 ± 25.8 untuk laki-laki dan 61.5± 26.1 untuk perempuan) yang sebagian besar tergolong sangat kurang sebesar 45.2% (Tabel 11). Mayoritas dari total remaja(45.2%) memiliki nilai MGP yang tergolong sangat kurang untuk remaja usia 13-18 tahun.

(40)

23 didasarkan pada kandungan zat gizi makanan berkaitan dengan kebutuhan bagi tubuh (Hardinsyah 2001). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap MGP menurut jenis kelamin dan kelompok usia (p<0.05). Tabel 11 Rata-rata mutu gizi pangan remaja menurut jenis kelamin, usia dan

kategori mutu gizi pangan Kategori MGP

Laki-laki Perempuan Total

mean ± sd (med) %

MGP4

Sangat kurang 42.5 ± 8.7 (43.9) 33.8a 43.1± 8.2 (44.3) 39.6 b 42.8± 8.5 (44.1) 36.6

Kurang 62.5 ± 4.3 (62.5) 20.9 a 62.7± 4.3 (62.7) 19.2 b 62.6± 4.3 (62.6) 20.1

Cukup 77.2 ± 4.2 (77.2) 18.0 a 77.2± 4.3 (77.1) 17.4 b 77.2± 4.3 (77.1) 17.7

Baik 97.1 ± 26.7 (96.7) 27.3 a 97.6± 27.8 (96.7) 23.9b 97.5± 27.3 (96.6) 25.6

Rata-rata 77.1 ± 33.2 (71.4) 100 a 81.5 ± 34.8 (75.6) 100 b 79.2 ± 34.1 (73.5) 100

MGP10

Sangat kurang 38.6 ± 10.0 (39.6) 43.5 a 38.6± 10.1 (39.4) 45.7 b 38.6± 10.0 (39.5) 44.6

Kurang 62.3 ± 4.3 (62.0) 17.7 a 62.2± 4.2 (61.9) 17.6 b 62.2± 4.3 (62.0) 17.6

Cukup 77.1 ± 4.3 (76.8) 13.9 a 77.3± 4.4 (77.3) 13.8 b 77.2± 4.3 (77.0) 13.8

Baik 98.3 ± 20.8 (97.6) 24.9 a 98.4± 23.3 (97.5) 22.9 b 98.5± 22.0 (97.6) 23.9

Rata-rata 65.8 ± 31.3 (60.2) 100 a 64.6 ± 31.5 (58.4) 100 b 65.2 ± 31.4 (59.4) 100

MGP14

Sangat kurang 40.1 ± 9.5 (41.0) 44.0 a 40.0± 9.6 (41.0) 46.5 b 40.0± 9.5 (41.0) 45.2

Kurang 62.2 ± 4.3 (62.0) 21.9 a 62.1± 4.3 (61.8) 20.9 b 62.1± 4.3 (61.9) 21.4

Cukup 77.2 ± 4.3 (76.9) 15.4 a 76.9± 4.3 (76.5) 15.3 b 77.0± 4.3 (76.7) 15.3

Baik 98.7 ± 16.3 (97.5) 18.7 a 98.8± 18 (97.6) 17.3 b 98.0± 17.1 (97.8) 18.1

Rata-rata 62.5 ± 25.8 (58.7) 100 a 61.5 ± 26.1 (57.2) 100 b 62.0 ± 25.9 (58.0) 100

Keterangan: Tanda yang berbeda( a,b) antar kolom menunjukkan hasil uji beda yang significant menurut jenis kelamin

Perhitungan mutu gizi pangan didasarkan pada tingkat pemenuhan kebutuhan gizi rata-rata dari 4 zat gizi (MGP4) , 10 zat gizi (MGP 10), dan 14 zat gizi (MGP14). Hal ini sejalan dengan studi metode skoring yang dilakukan Hardinsyah et al 2000 semakin banyak skoring maka semakin tinggi nilai ketepatan mutu gizinya sehingga skor makanan 6 (SM6) yang terdiri dari nasi atau pengganti, pangan hewani, tahu dan tempe, sayur, buah, dan susu lebih mudah diterapkan pada pendidikan gizi.

(41)

24

Berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin rata-rata total skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada remaja laki-laki dan perempuan usia 13-18 tahun sebesar 64.4±17.5, rata-rata total skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada remaja laki-laki sebesar 61.4±16.9, danrata-rata total skor Pola Pangan Harapan (PPH)pada remaja perempuan sebesar 67.4±18.2 (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan individu remaja usia 13-18 tahun belum beragam yang ditandai bahwa skor Pola Pangan Harapan < 100 (Baliwati 2001). Hal ini disebabkan kurangnya konsumsi pangan yang beragam dari sembilan kelompok pangan.

Distribusi sumbangan energi dari sembilan kelompok pangan menurut standar PPH nasional belum tercapai. Kontribusi asupan energi dari kelompok padi-padian (22.1), umbi-umbian (1.2), pangan hewani (16.1), minyak dan lemak (0.1), buah/biji berminyak (0.1), kacang-kacangan (8.8), gula (1.8), sayur dan buah (14.1), serta lainya (0.0). Kelompok padi-padian mendominasi sumbangan energi terbesar diantara kelompok lainya, sedangkan untuk kelompok gula, minyak dan lemak paling sedikit. Dibanding penelitian skor PPH menggunakan data ketersediaan dan konsumsi pangan rumah tangga yang dikumpulkan dengan metode belanja pangan (seperti data Susenas) kontribusi energi dari kelompok gula, minyak dan lemak akan underestimate. Hal ini disebabkan sebagian gula, minyak dan lemak yang dikonsumsi remaja pada penelitian ini tidak diperhitungkan dalam kelompok gula, minyak dan lemak. Oleh karena itu cara meningkatkan validitas skor PPH menggunakan data konsumsi pangan yang telah diolah/dimasak adalah dengan menyempurnakan kelompok pangan tanpa kelompok gula, minyak, dan minyak.

Distribusi setiap kelompok pangan belum mencapai skor maksimum sejalan dengan penelitian (Tejasari 2003) pada tingkat keluarga menunjukkan bahwa distribusi sumbangan energi dari sembilan kelompok pangan menurut standar PPH nasional belum tercapai. Kontribusi energi dari padi-padian khususnya beras , masih merupakan jenis pangan pokok utama, hanya mencapai 36 persen. Konsumsi pangan hewani hanya memberi sumbangan sebesar 5 persen , jauh lebih rendah dari standar PPH yaitu 15 persen begitu juga untuk kelompok pangan lainya. Hal ini diduga belum beragamnya konsumsi remaja sehingga tidak mencukupi kebutuhan zat gizi.

(42)

25 Tabel 12 Rata-rata skor PPH remaja usia 13-18 tahun menurut jenis kelamin dan

kelompok pangan Kelompok pangan

Laki –laki Perempuan Laki- laki dan perempuan

Skor PPH

Padi-padian 21.4±10.1(19.9)

1.0-25.0a

22.7±10.7(21.1) 0.8-25.0b

22.1±10.4(20.5) 0.8-25.0

Umbi-umbian 1.1±1.7(2.3)

0.1-2.5 a

1.4±1.9(2.4) 0.1-2.5 b

1.2±1.8(2.3) 0.1-2.5

Pangan hewani 15.1±14.3(15.6)

0.2-24.0 a

17.3±16.4(17.9) 0.5-24.0 b

16.1±15.4(16.7) 0.2-24.0

Minyak dan lemak 0.1±1.4(1.4)

0.2-5.0 a

0.1±1.8(1.8) 0.2-5.0 b

0.1±1.6(1.6) 0.2-5.0

Buah/ biji berminyak 0.1±0.5(1.0)

0.1-1.0 a

0.1±0.6(1.0) 0.1-1.0 b

0.1±0.5(1.0) 0.1-1.0

Kacang-kacangan 8.7±8.4(9.6)

0.3-10.0 a

Sayur dan buah 13.4±28.1(8.5)

0.0-30.0 a

14.9±29.8(9.6) 0.1-30.0 b

14.1±29.0(8.9) 0.0-30.0

Lainnya 0.0±0.0(0.0)

0.0-0.0 a

0.0±0.0(0.0) 0.0-0.0 b

0.0±0.0(0.0) 0.0-0.0

Total 61.4±16.9(8.7)

10.4-93.7 a

67.4±18.2(9.6) 10.3- 96.0 b

64.4±17.5(9.1) 10.3-96.0 Keterangan: Tanda yang berbeda ( a,b) antar kolom menunjukkan hasil uji beda yang significant

menurut jenis kelamin

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran mutu gizi pangan dan skor Pola Pangan Harapan
Gambar 2 Alur memperoleh jumlah subjek yang digunakan
Tabel 2 Perhitungan kebutuhan energi  menurut usia dan  jenis kelamin
Tabel 4 Angka kecukupan gizi remaja usia 13-18 tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji beda-t (independent samples t-test) digunakan untuk menganalisis perbandingan antar peubah pada penelitian ini yaitu konsumsi pangan, asupan dan tingkat

Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi sampel menurut mutu gizi konsumsi pangan berdasarkan sepuluh zat gizi dengan kategori sangat rendah lebih banyak terjadi pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai konsumsi pangan, mutu gizi konsumsi pangan dan skor pola pangan harapan (PPH) pada anak usia 2 - 6 tahun di Indonesia.. Hasil

Penelitian Asparian (2003) di Provinsi Jambi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna antara skor Pola Pangan Harapan (PPH) keluarga dengan status gizi balita

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me - nilai konsumsi pangan, mutu gizi konsumsi pangan dan skor pola pangan harapan (PPH) pada anak usia 2—6 tahun di

Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi sampel menurut mutu gizi konsumsi pangan berdasarkan sepuluh zat gizi dengan kategori sangat rendah lebih banyak terjadi pada

Semakin besar jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak akan berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa zat gizi yang diperlukan oleh

Kebutuhan asupan gizi setiap individu berbeda tergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan.22 Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Zirva