ABSTRAK
RANTI DIAN PRANAWATI. Membran Polistirena dengan Penambahan
Pluronic
®untuk Pervaporasi Etanol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Salah satu aplikasi pemanfaatan membran adalah pervaporasi. Pervaporasi
merupakan proses pemisahan cairan yang efisien menggunakan membran. Salah
satu senyawa yang dapat dimurnikan ialah
etanol. Membran polistirena yang
digunakan untuk pervaporasi etanol memiliki kelebihan di antaranya mudah
dalam pengerjaan dan hemat energi. Membran polistirena dibuat dengan
menambahkan surfaktan nonionik (Pluronic
®) sebagai pembentuk pori.
Penambahan Pluronic
®yang dilakukan adalah 0; 0,5; 1; 1,5; dan 2 g dengan
ragam waktu pengadukan 10 dan 20 jam untuk setiap komposisi. Pencirian
membran dilakukan dengan Spektroskopi inframerah transformasi Fourier
permukaan membran menggunakan mikroskopi elektron payaran. Uji pervaporasi
yang dilakukan menghasilkan faktor pemisahan (α
sep) terbesar , yaitu 38,9082,
pada pengadukan 20 jam dengan tambahan Pluronic
®1,5 g. Konsentrasi etanol
meningkat dari 60% menjadi 87%.
ABSTRACT
RANTI DIAN PRANAWATI. Polystyrene Membranes With Variation Pluronic
®Addition for Ethanol Pervaporation. Under direction of SRI MULIJANI and
ARMI WULANAWATI.
One of the applications of membrane is pervaporation. Pervaporation is an
efficient liquid separation using membrane. One of the compounds that can be
purified is ethanol. Polystyrene membrane for ethanol pervaporation has several
advantages, including easy for handling and reduced energy demand. Polystyrene
membrane was prepared by adding nonionic surfactant (Pluronic
®) as pore
former. Pluronic
®was added at various levels, i.e. 0; 0,5; 1; 1,5; and 2 g with time
stirring of 10 and 20 hours for each composition. Characterization membranes
was performed by Fourier Transform Infrared and surface morphology of
membrane was determined by Scanning Electron Microscope. Pervaporation
wathat produced the highest separation factor (
α
sep) of 38,9082 was obtained
PENDAHULUAN
Etanol lazim digunakan sebagai pelarut, disinfektan, bahan baku minuman, kimia, dan farmasi. Kemurnian etanol menjadi hal yang penting dalam penggunaan tersebut. Beberapa industri membutuhkan etanol absolut. Namun, pemurnian menggunakan proses distilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar 94,5−95% karena terbentuk kondisi azeotrop. Untuk menghasilkan etanol absolut, dibutuhkan proses pemurnian lanjut, seperti distilasi azeotrop, pertukaran ion, dan distilasi ekstraktif dengan penambahan garam. Namun, teknik tersebut juga terbatas pada kebutuhan pereaksi kimia dan konsumsi energinya yang tinggi (Rongqi & Zhanting 1998).
Pemurnian etanol kini dapat dilakukan dengan teknologi membran. Aplikasi membran untuk pemisahan telah banyak digunakan dalam industri. Proses pemisahan menggunakan membran di antaranya mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, elektrodialisis, pervaporasi, pemisahan gas, dan osmosis balik. Keunggulan penggunaan membran ialah dapat beroperasi pada suhu kamar, hemat energi, waktu pemisahannya relatif singkat, tidak merusak bahan yang akan dipisahkan, mudah cara mengerjakannya, aman terhadap lingkungan, dan tidak memerlukan penambahan zat kimia pada proses pemisahannya (Rahayu et al. 2009).
Campuran cair-uap etanol dapat dipisahkan dengan proses pervaporasi melalui membran tidak berpori. Beberapa penelitian antara lain telah dilakukan menggunakan membran poli(vinilalkohol) (PVA) oleh Widodo S, Widiasa IN, dan Wenten IG (2004), Cordierite dengan ZSM-5 oleh Zhou
et al. (2005), polieter uretan oleh Das et al.
(2008), kitosan dengan zeolit-A oleh Ghazali
et al. (2007), poli(etilen tereftalat)-graft-polistirena oleh Khayet et al. (2005), dan polisulfon oleh Tsai et al. (2000).
Polistirena merupakan polimer yang kuat, tahan lama, mudah dibentuk, dan murah. Membran polistirena tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Membran ini dapat dibuat berpori agar kinerjanya dalam pemisahan bisa lebih baik. Pembuatan membran komposit polistirena dengan selulosa asetat dan penambahan porogen telah dilakukan oleh Martin M dan Nuryono (2008) menggunakan poli(etilena glikol), serta Onggowosito T (2008) menggunakan natrium lauril sulfat, yang menghasilkan membran mikropori.
Surfaktan juga dapat digunakan sebagai porogen, diantaranya Span-80 seperti yang
digunakan oleh Tsai et al (2000), dan Pluronic oleh Raslan R dan AW Mohammad (2010). Pluronic® yang ramah lingkungan memiliki kelebihan sebagai anti fouling, meningkatkan kinerja ultrafiltrasi dan stabil dalam campuran membran.
Pada penelitian ini membran polistirena dibuat dengan penambahan surfaktan nonionik, yaitu Pluronic®, serta pengadukan ultrasonik. Pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM) dilakukan untuk menentukan ukuran dan struktur dari pori-pori membran. Spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) digunakan untuk melihat ada tidaknya surfaktan pada membran yang telah terbentuk. Kinerja membran dalam memurnikan etanol dilakukan dengan pengukuran pervaporasi sehingga akan didapat nilai faktor pemisahan (αsep). Etanol
hasil pervaporasi diuji dengan kromatografi gas (GC) untuk menentukan tingkat kemurniannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran Polistirena
Polistirena (Gambar 1) adalah salah satu polimer vinil yang mempunyai nama IUPAC poli(1-feniletilena) (Steven MP 1999). Polimer ini tersusun atas monomer stirena yang berpolimerisasi adisi membentuk homopolimer. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengkarat. (Cowd MA 1991). Polistirena larut dalam etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, metil etil keton
(Lide 2005).
Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd MA 1991).
Kegunaan polistirena diantaranya bahan pengemas, perabotan rumah tangga, mainan anak, dan dapat dibuat menjadi membran. Membran (Ghosh R 2003) adalah struktur yang memiliki dimensi lateralnya lebih besar daripada ketebalan, melalui transfer massa yang terjadi di bawah berbagai gaya penggeraknya.
PENDAHULUAN
Etanol lazim digunakan sebagai pelarut, disinfektan, bahan baku minuman, kimia, dan farmasi. Kemurnian etanol menjadi hal yang penting dalam penggunaan tersebut. Beberapa industri membutuhkan etanol absolut. Namun, pemurnian menggunakan proses distilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar 94,5−95% karena terbentuk kondisi azeotrop. Untuk menghasilkan etanol absolut, dibutuhkan proses pemurnian lanjut, seperti distilasi azeotrop, pertukaran ion, dan distilasi ekstraktif dengan penambahan garam. Namun, teknik tersebut juga terbatas pada kebutuhan pereaksi kimia dan konsumsi energinya yang tinggi (Rongqi & Zhanting 1998).
Pemurnian etanol kini dapat dilakukan dengan teknologi membran. Aplikasi membran untuk pemisahan telah banyak digunakan dalam industri. Proses pemisahan menggunakan membran di antaranya mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, elektrodialisis, pervaporasi, pemisahan gas, dan osmosis balik. Keunggulan penggunaan membran ialah dapat beroperasi pada suhu kamar, hemat energi, waktu pemisahannya relatif singkat, tidak merusak bahan yang akan dipisahkan, mudah cara mengerjakannya, aman terhadap lingkungan, dan tidak memerlukan penambahan zat kimia pada proses pemisahannya (Rahayu et al. 2009).
Campuran cair-uap etanol dapat dipisahkan dengan proses pervaporasi melalui membran tidak berpori. Beberapa penelitian antara lain telah dilakukan menggunakan membran poli(vinilalkohol) (PVA) oleh Widodo S, Widiasa IN, dan Wenten IG (2004), Cordierite dengan ZSM-5 oleh Zhou
et al. (2005), polieter uretan oleh Das et al.
(2008), kitosan dengan zeolit-A oleh Ghazali
et al. (2007), poli(etilen tereftalat)-graft-polistirena oleh Khayet et al. (2005), dan polisulfon oleh Tsai et al. (2000).
Polistirena merupakan polimer yang kuat, tahan lama, mudah dibentuk, dan murah. Membran polistirena tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Membran ini dapat dibuat berpori agar kinerjanya dalam pemisahan bisa lebih baik. Pembuatan membran komposit polistirena dengan selulosa asetat dan penambahan porogen telah dilakukan oleh Martin M dan Nuryono (2008) menggunakan poli(etilena glikol), serta Onggowosito T (2008) menggunakan natrium lauril sulfat, yang menghasilkan membran mikropori.
Surfaktan juga dapat digunakan sebagai porogen, diantaranya Span-80 seperti yang
digunakan oleh Tsai et al (2000), dan Pluronic oleh Raslan R dan AW Mohammad (2010). Pluronic® yang ramah lingkungan memiliki kelebihan sebagai anti fouling, meningkatkan kinerja ultrafiltrasi dan stabil dalam campuran membran.
Pada penelitian ini membran polistirena dibuat dengan penambahan surfaktan nonionik, yaitu Pluronic®, serta pengadukan ultrasonik. Pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM) dilakukan untuk menentukan ukuran dan struktur dari pori-pori membran. Spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) digunakan untuk melihat ada tidaknya surfaktan pada membran yang telah terbentuk. Kinerja membran dalam memurnikan etanol dilakukan dengan pengukuran pervaporasi sehingga akan didapat nilai faktor pemisahan (αsep). Etanol
hasil pervaporasi diuji dengan kromatografi gas (GC) untuk menentukan tingkat kemurniannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran Polistirena
Polistirena (Gambar 1) adalah salah satu polimer vinil yang mempunyai nama IUPAC poli(1-feniletilena) (Steven MP 1999). Polimer ini tersusun atas monomer stirena yang berpolimerisasi adisi membentuk homopolimer. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengkarat. (Cowd MA 1991). Polistirena larut dalam etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, metil etil keton
(Lide 2005).
Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd MA 1991).
Kegunaan polistirena diantaranya bahan pengemas, perabotan rumah tangga, mainan anak, dan dapat dibuat menjadi membran. Membran (Ghosh R 2003) adalah struktur yang memiliki dimensi lateralnya lebih besar daripada ketebalan, melalui transfer massa yang terjadi di bawah berbagai gaya penggeraknya.
2
2004). Pada metode ini polimer akan ditransformasi dari cairan menjadi padat atau yang biasa disebut proses solidifikasi. Proses ini biasanya diinisiasi dengan transisi dari keadaan cair ke dalam dua cairan (
liquid-liquid demixing). Selama proses demixing,
salah satu fase cairan (yakni fase dengan konsentrasi polimer paling tinggi) akan berubah menjadi padatan.
Presipitasi imersi terjadi ketika lapisan membran disiapkan dengan terlebih dahulu membuat larutan polimer (berisi polimer dan pelarutnya) kemudian larutan tersebut dituangkan di atas permukaan kaca untuk membuat lembaran polimer, proses ini disebut
casting solution. Setelah itu, casting solution
direndam di dalam bak koagulasi yang berisi anti pelarut dari polimer tersebut. Di dalam bak koagulasi tersebut akan terjadi presipitasi yang disebabkan terjadinya pertukaran antara pelarut dan anti pelarut pada casting solution.
Pluronic®
Pluronic® (Gambar 2) merupakan nama dagang dari surfaktan noninonik polietilena oksida dan polipropilena oksida yang membentuk kopolimer. Kelebihan Pluronic® daripada surfaktan nonionik lain adalah bobot molekul dan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) yang berbeda dari setiap bagian hidrofilik dan hidrofobik sehingga nilainya bervariasi. Pluronic® memiliki berbagai macam jenis, berbeda wujud dan sifat dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Pluronic® F-127 merupakan salah satu jenisnya, Pluronic® ini berwarna putih dan berbentuk serbuk. Surfaktan ini berbobot molekul rata-rata 13000 dengan bentuk umum etilena oksida106 propilena oksida70 etilena
oksida106 (Chavez et al. 2006). Polietilena
oksida menjadi bagian yang hidrofilik, sedangkan polipropilena oksida bagian hidrofobik. Surfaktan ini Nilai HLBnya 18-23.
Gambar 2 Struktur Pluronic® (Chavez et al.
2006).
Pervaporasi
Pervaporasi ialah teknik pemisahan berdasarkan transfer selektif melalui lapisan padat dan dihubungkan dengan evaporasi permeatnya. Efisiensi proses pervaporasi bergantung pada sifat intrinsik polimer yang
digunakan sebagai bahan dasar membran (Tsai 2000). Pada proses pervaporasi, campuran cairan akan bersentuhan dengan membran dan salah satu komponen cairan akan melewati sebagai uap. Uap komponen yang lebih mudah menyerap akan didinginkan melalui kondensor dan digerakan dengan vakum (Baker 2004).
α sep = faktor pemisahan, P dan F = fraksi
massa permeat dan umpan (Kittur et al. 2000).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, GC merek Shimadzu 17A, SEM merek JEOL JSM 6360 LA, spektrofotometer FTIR merek Perkin Elmer Spectrumone, dan pervaporator.
Bahan-bahan yang digunakan adalah polistirena (Merck), diklorometana, akuades, etanol, dan Pluronic® F-127 (Sigma-Aldrich).
Metode
Pembuatan Membran Polistirena
Polistirena sebanyak 17 g dicampurkan dengan Pluronic® dengan variasi bobot, yaitu sebanyak 0,0; 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 g. Campuran dilarutkan dalam diklorometana hingga 100 mL kemudian diaduk dengan gelombang ultrasonik dengan variasi waktu selama 10 dan 20 jam, sehingga akan didapatkan 6 larutan. Masing-masing larutan dituang ke atas pelat kaca yang telah ditempeli selotip pada keempat sisinya, dan diratakan dengan bantuan pengaduk kaca dengan cara digulingkan. Larutan dipastikan menempel sempurna pada pelat kaca dan mempunyai ketebalan yang sama sehingga membentuk lapisan. Lapisan yang telah kering diambil dari pelat dalam wadah berisi akuades hangat (60 oC). Lapisan membran polistirena akan lepas dari pelat, dan siap untuk diuji menggunakan SEM, FTIR, dan pervaporator, serta GC (Lampiran 1).
Pengukuran Kinerja Membran Polistirena
Analisis SEM
2
2004). Pada metode ini polimer akan ditransformasi dari cairan menjadi padat atau yang biasa disebut proses solidifikasi. Proses ini biasanya diinisiasi dengan transisi dari keadaan cair ke dalam dua cairan (
liquid-liquid demixing). Selama proses demixing,
salah satu fase cairan (yakni fase dengan konsentrasi polimer paling tinggi) akan berubah menjadi padatan.
Presipitasi imersi terjadi ketika lapisan membran disiapkan dengan terlebih dahulu membuat larutan polimer (berisi polimer dan pelarutnya) kemudian larutan tersebut dituangkan di atas permukaan kaca untuk membuat lembaran polimer, proses ini disebut
casting solution. Setelah itu, casting solution
direndam di dalam bak koagulasi yang berisi anti pelarut dari polimer tersebut. Di dalam bak koagulasi tersebut akan terjadi presipitasi yang disebabkan terjadinya pertukaran antara pelarut dan anti pelarut pada casting solution.
Pluronic®
Pluronic® (Gambar 2) merupakan nama dagang dari surfaktan noninonik polietilena oksida dan polipropilena oksida yang membentuk kopolimer. Kelebihan Pluronic® daripada surfaktan nonionik lain adalah bobot molekul dan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) yang berbeda dari setiap bagian hidrofilik dan hidrofobik sehingga nilainya bervariasi. Pluronic® memiliki berbagai macam jenis, berbeda wujud dan sifat dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Pluronic® F-127 merupakan salah satu jenisnya, Pluronic® ini berwarna putih dan berbentuk serbuk. Surfaktan ini berbobot molekul rata-rata 13000 dengan bentuk umum etilena oksida106 propilena oksida70 etilena
oksida106 (Chavez et al. 2006). Polietilena
oksida menjadi bagian yang hidrofilik, sedangkan polipropilena oksida bagian hidrofobik. Surfaktan ini Nilai HLBnya 18-23.
Gambar 2 Struktur Pluronic® (Chavez et al.
2006).
Pervaporasi
Pervaporasi ialah teknik pemisahan berdasarkan transfer selektif melalui lapisan padat dan dihubungkan dengan evaporasi permeatnya. Efisiensi proses pervaporasi bergantung pada sifat intrinsik polimer yang
digunakan sebagai bahan dasar membran (Tsai 2000). Pada proses pervaporasi, campuran cairan akan bersentuhan dengan membran dan salah satu komponen cairan akan melewati sebagai uap. Uap komponen yang lebih mudah menyerap akan didinginkan melalui kondensor dan digerakan dengan vakum (Baker 2004).
α sep = faktor pemisahan, P dan F = fraksi
massa permeat dan umpan (Kittur et al. 2000).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, GC merek Shimadzu 17A, SEM merek JEOL JSM 6360 LA, spektrofotometer FTIR merek Perkin Elmer Spectrumone, dan pervaporator.
Bahan-bahan yang digunakan adalah polistirena (Merck), diklorometana, akuades, etanol, dan Pluronic® F-127 (Sigma-Aldrich).
Metode
Pembuatan Membran Polistirena
Polistirena sebanyak 17 g dicampurkan dengan Pluronic® dengan variasi bobot, yaitu sebanyak 0,0; 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 g. Campuran dilarutkan dalam diklorometana hingga 100 mL kemudian diaduk dengan gelombang ultrasonik dengan variasi waktu selama 10 dan 20 jam, sehingga akan didapatkan 6 larutan. Masing-masing larutan dituang ke atas pelat kaca yang telah ditempeli selotip pada keempat sisinya, dan diratakan dengan bantuan pengaduk kaca dengan cara digulingkan. Larutan dipastikan menempel sempurna pada pelat kaca dan mempunyai ketebalan yang sama sehingga membentuk lapisan. Lapisan yang telah kering diambil dari pelat dalam wadah berisi akuades hangat (60 oC). Lapisan membran polistirena akan lepas dari pelat, dan siap untuk diuji menggunakan SEM, FTIR, dan pervaporator, serta GC (Lampiran 1).
Pengukuran Kinerja Membran Polistirena
Analisis SEM
3
dengan logam emas dalam kondisi vakum. Selanjutnya membran dimasukkan ke dalam instrumen lalu diatur dan difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis FTIR
Membran polistirena yang berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell holder. Pengujian dengan FTIR dilakukan terhadap membran polistirena, Pluronic®, dan campurannya.
Pervaporasi
Alat untuk pervaporasi menggunakan alat sederhana (Lampiran 2). Etanol 60% (larutan umpan) sebanyak 50 mL dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kemudian dipanaskan hingga titik didih etanol, yaitu suhu 78 oC. Uap etanol naik dan mengalir baik sebagai uap maupun cairan kemudian akan melewati membran polistirena. Luas membran polistirena adalah 9,0746 cm2. Etanol yang melewati membran ditampung ke dalam botol sebagai permeat. Etanol yang tidak melewati membran akan mengalir kembali ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi larutan umpan. Proses dilakukan selama 1 jam. Bobot dari larutan umpan dan permeat masing-masing dihitung sesuai dengan rumus faktor pemisahan (α sep). Kromatografi Gas
Sebanyak 2 µL masing-masing larutan permeat dan umpan disuntikkan untuk mengetahui tingkat kemurniannya. Kondisi alat yang digunakan ialah kolom quadrex (kolom kapiler) dengan isi metil 5% fenil silika sepanjang 60 m, I.D 0,25 mm, dan ketebalan 0,25 µm, suhu 80 ºC, suhu injektor 200 ºC, dan suhu FID 200 ºC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena dengan Penambahan
Pluronic®
Membran polistirena dibuat dengan melarutkan polistirena menggunakan diklorometana dan diaduk dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik membantu meningkatkan interaksi antara polistirena dan diklorometana. Pelarutan polistirena menjadi lebih homogen dan tidak membentuk gelembung udara. Membran polistirena merupakan membran tidak berpori dan berbentuk seperti jari pada lapisan bawah (Gambar 3).
Gambar 3 Penampang lintang membran polistirena.
Penambahan surfaktan Pluronic® bertujuan merubah pola lapisan bawah membran berbentuk jari menjadi pori (Gambar 4, 5, 6, dan 7). Pluronic® merupakan surfaktan nonionik yang mempunyai dua sifat, yaitu polar dan nonpolar. Bagian nonpolar (ekor), yaitu polipropilena oksida, akan berinteraksi dengan membran polistirena yang bersifat hidrofobik. Sementara bagian polar (kepala), yaitu polietilena oksida, akan saling berinteraksi sehingga membentuk misel. Konsentrasi Pluronic® yang ditambahkan melebihi konsentrasi misel kritis (CMC), yaitu 0,3 % b/v (Christian SD 1995). Sehingga misel inilah yang kemudian membentuk pori pada membran polistirena setelah direndam dalam air. Pluronic® bagian polar larut dalam air rendaman yang juga bersifat polar dan meninggalkan pori pada membran polistirena. Membran yang dihasilkan dikategorikan berdasarkan penambahan konsentrasi Pluronic®, yaitu membran PS 0,5; membran
PS 1; membran PS 1,5; dan membran PS 2.
Gambar 4 Penampang lintang membran PS 0,5.
Lapisan atas
Lapisan bawah
3
dengan logam emas dalam kondisi vakum. Selanjutnya membran dimasukkan ke dalam instrumen lalu diatur dan difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis FTIR
Membran polistirena yang berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell holder. Pengujian dengan FTIR dilakukan terhadap membran polistirena, Pluronic®, dan campurannya.
Pervaporasi
Alat untuk pervaporasi menggunakan alat sederhana (Lampiran 2). Etanol 60% (larutan umpan) sebanyak 50 mL dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kemudian dipanaskan hingga titik didih etanol, yaitu suhu 78 oC. Uap etanol naik dan mengalir baik sebagai uap maupun cairan kemudian akan melewati membran polistirena. Luas membran polistirena adalah 9,0746 cm2. Etanol yang melewati membran ditampung ke dalam botol sebagai permeat. Etanol yang tidak melewati membran akan mengalir kembali ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi larutan umpan. Proses dilakukan selama 1 jam. Bobot dari larutan umpan dan permeat masing-masing dihitung sesuai dengan rumus faktor pemisahan (α sep). Kromatografi Gas
Sebanyak 2 µL masing-masing larutan permeat dan umpan disuntikkan untuk mengetahui tingkat kemurniannya. Kondisi alat yang digunakan ialah kolom quadrex (kolom kapiler) dengan isi metil 5% fenil silika sepanjang 60 m, I.D 0,25 mm, dan ketebalan 0,25 µm, suhu 80 ºC, suhu injektor 200 ºC, dan suhu FID 200 ºC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena dengan Penambahan
Pluronic®
Membran polistirena dibuat dengan melarutkan polistirena menggunakan diklorometana dan diaduk dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik membantu meningkatkan interaksi antara polistirena dan diklorometana. Pelarutan polistirena menjadi lebih homogen dan tidak membentuk gelembung udara. Membran polistirena merupakan membran tidak berpori dan berbentuk seperti jari pada lapisan bawah (Gambar 3).
Gambar 3 Penampang lintang membran polistirena.
Penambahan surfaktan Pluronic® bertujuan merubah pola lapisan bawah membran berbentuk jari menjadi pori (Gambar 4, 5, 6, dan 7). Pluronic® merupakan surfaktan nonionik yang mempunyai dua sifat, yaitu polar dan nonpolar. Bagian nonpolar (ekor), yaitu polipropilena oksida, akan berinteraksi dengan membran polistirena yang bersifat hidrofobik. Sementara bagian polar (kepala), yaitu polietilena oksida, akan saling berinteraksi sehingga membentuk misel. Konsentrasi Pluronic® yang ditambahkan melebihi konsentrasi misel kritis (CMC), yaitu 0,3 % b/v (Christian SD 1995). Sehingga misel inilah yang kemudian membentuk pori pada membran polistirena setelah direndam dalam air. Pluronic® bagian polar larut dalam air rendaman yang juga bersifat polar dan meninggalkan pori pada membran polistirena. Membran yang dihasilkan dikategorikan berdasarkan penambahan konsentrasi Pluronic®, yaitu membran PS 0,5; membran
PS 1; membran PS 1,5; dan membran PS 2.
Gambar 4 Penampang lintang membran PS 0,5.
Lapisan atas
Lapisan bawah
4
Gambar 5 Penampang lintang membran PS 1.
Gambar 6 Penampang lintang membran PS 1,5.
Gambar 7 Penampang lintang membran PS 2.
Pori yang terbentuk pada membran polistirena lapisan bawah setelah penambahan Pluronic®, berukuran nano dan asimetrik. Semua konsentrasi (0,5; 1,0; 1,5; 2,0) membran polistirena setelah penambahan Pluronic® mengalami perubahan morfologi. Pada lapisan bawah terbentuk pori yang mempengaruhi kinerja dari membran tersebut. Pori yang terbentuk masing-masing membran tidak sama. Pada membran PS 0,5 (Gambar 4) ukuran pori paling kecil dan merata. Membran PS 1 (Gambar 5) dan membran PS 1,5 (Gambar 6) memiliki morfologi yang mirip, yaitu tidak merata. Membran PS 2 (Gambar 7) pori tersebar merata dan ukurannya lebih besar. Pori yang terbentuk tersebut akan mempengaruhi proses pervaporasi membran.
Pluronic® berfungsi sebagai pembentuk pori, karena saat perendaman, Pluronic® larut dalam air. Namun, pada membran polistirena ini masih mengandung Pluronic®. Hal ini ditunjukkan oleh spektrum inframerah (IR) pada Gambar 8.
Spektrum IR membran polistirena mempunyai serapan yang kuat pada bilangan gelombang 2849,74 cm-1 yang menunjukkan regangan C-H serta pada 756,87 dan 698,97 cm-1 yang menunjukkan serapan benzena monosubstitusi. Hal yang sama ditunjukkan oleh spektrum membran polistirena dengan penambahan Pluronic®. Serapan kuat pada bilangan gelombang 2911,91 cm-1 menunjukkan regangan C-H dan serapan pada 755,90 dan 698,11 cm-1 merupakan serapan benzena monosubstitusi. Adanya serapan Pluronic® terlihat pada Gambar 8, serapan di antara bilangan gelombang 1154,02 dan 1069,50 cm-1. Pada spektrum tersebut tidak diketahui secara pasti serapannya, tapi di antara bilangan gelombang tersebut terdapat puncak spektrum yang berasal dari serapan Pluronic®. Hal ini dapat dilihat adanya serapan yang penciri yang sama pada spektrum Pluronic® murni, yaitu pada serapan 1116,40 cm-1 yang menunjukaan serapan C-O serta pada bilangan gelombang 3200-3600 yang menunjukkan serapan O-H di Lampiran 4. Serapan tersebut membuktikan bahwa Pluronic® tidak lepas atau tidak larut sempurna dalam air saat perendaman dan tetap menghasilkan pori. Pluronic® yang tidak larut sempurna dalam air saat perendaman karena air saat perendaman sudah jenuh oleh Pluronic® sehingga tidak dapat lagi melarutkan Pluronic® lebih banyak. Perlu dilakukan penggantian air saat perendaman.
Lapisan atas
Lapisan bawah
Lapisan atas
Lapisan bawah
Lapisan bawah Lapisan
5
Gambar 8 Spektrum IR membran polistirena dan polistirena dengan penambahan Pluronic®.
Pervaporasi Etanol
Membran polistirena yang telah dibuat dilihat kinerja pervaporasi untuk memisahkan etanol. Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang akan dipisahkan. Penghilangan air dari komponen organik (etanol) melalui pervaporasi, penyerapan selektif air menjadi faktor terpenting (Schwarz 2001). Secara umum, membran hidrofobik mempunyai interaksi yang kuat terhadap alkohol (Tsai 2000). Membran polistirena yang bersifat hidrofobik akan melewatkan larutan atau uap yang juga bersifat hidrofobik. Etanol yang bersifat polaritasnya lebih rendah daripada air akan melewati membran polistirena. Etanol akan berdifusi melewati membran. Sementara air akan tertahan dan tidak akan melewati membran.
Penambahan Pluronic® pada pembuatan membran menghasilkan membran polistirena yang berpori dan mempengaruhi kinerja pemisahan etanol dan air melalui proses pervaporasi. Besarnya pemisahan etanol akibat penambahan Pluronic® dapat dihitung
dari besarnya faktor pemisahan (αsep).
Membran polistirena dengan pengadukan 10 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang relatif sama. Membran polistirena tanpa penambahan Pluronic® memiliki nilai faktor pemisahan yang lebih besar daripada membran polistirena dengan penambahan Pluronic®, kecuali pada konsentrasi 1% (b/v).
Membran tanpa penambahan Pluronic® (Gambar 3) tidak berpori pada lapisan atas dan lapisan bawah membentuk seperti jari yang mengakibatkan etanol bisa terjebak dalam pola dari jari tersebut.
Gambar 9 Grafik hubungan konsentrasi membran polistirena terhadap faktor pemisahan.
Pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang lebih tinggi daripada pengadukan 10 jam dan membran PS 1,5 atau
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
-3.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result
Polistirena
Pluronic 20 jam
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0
αsep
konsentrasi
10 jam 20 jam
6
konsentrasi 1,5% (b/v) merupakan nilai faktor pemisahan tertinggi, yaitu 38,9082. Konsentrasi ini memiliki nilai faktor pemisahan yang sangat tinggi terhadap nilai faktor pemisahan konsentrasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi proses pada membran di antaranya struktur kimia dan morfologi membran tersebut yang menjadi parameter proses yang terjadi pada membran tersebut, misalnya suhu, tekanan, dan kondisi hidrodinamik (Schwarz 2001). Pada konsentrasi tersebut, pori yang terbentuk juga terdapat pada lapisan atas membran, hal yang tidak terjadi pada membran polistirena dengan konsentrasi lain. Pori pada lapisan bawah tidak terlalu banyak diseluruh lapisan sehingga lebih selektif.
Konsentrasi lain pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi 0,5% (membran PS 0,5) dan 2% (membran PS 2) dapat dilihat dari hasil SEM (Gambar 4 dan 7) pori yang terbentuk pada lapisan bawah merata diseluruh lapisan tersebut. Hal ini menunjukan larutan yang melewati membran lebih banyak baik etanol maupun air. Bobot dari etanol yang dihasilkan lebih banyak daripada membran PS 1,5 dan sisa pervaporasi (air) lebih sedikit (Lampiran 3), tapi tidak menunjukkan kemurnian etanol yang lebih tinggi. Hasil pengujian menggunakan GC memperlihatkan hasil kemurnian etanol melalui membran PS 1,5 lebih tinggi (86,98% (v/v)) dibandingkan dengan membran PS 0,5 (77,13% (v/v)). Sedangkan membran PS 1 dapat melewatkan etanol yang lebih sedikit daripada membran PS 0,5 dan membran PS 2 serta sisa pervaporasi (air) yang lebih sedikit. Maka faktor pemisahannya lebih besar (Lampiran 3). Pada membran ini (Gambar 4) lapisan atas tidak ada pori dan pada lapisan bawah terdapat pori asimetrik dan tidak merata serta ukuran pori cenderung lebih kecil daripada membran PS 1,5 (Gambar 6).
Membran PS 1,5 menunjukkan faktor pemisahan terbesar. Nilai faktor pemisahan ini berbeda jauh dari faktor pemisahan membran lainnya. Penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dengan pengadukan 20 jam memperlihatkan jumlah optimum penambahan surfaktan tersebut dalam polistirena. Keadaan optimum inilah yang mengakibatkan matriks dari polistirena dan Pluronic® menjadi kuat. Pori
yang dihasilkan juga lebih besar sehingga lebih memudahkan etanol untuk berdifusi.
Hasil pervaporasi yang dilihat dari faktor pemisahan membran polistirena ini menunjukkan bahwa semakin sedikit etanol
yang dilewatkan dan semakin banyak air yang tersisa maka semakin besar nilai faktor pemisahannya. Pada membran PS 1,5 membuktikan bahwa faktor pemisahan paling besar memiliki kemurnian etanol yang paling tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan surfaktan dan pengadukan dengan gelombang ultrasonik menghasilkan membran polistirena yang berpori asimetrik dan berukuran nano. Membran polistirena, yaitu membran PS 1,5 dengan penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dapat digunakan untuk pervaporasi etanol yang paling baik.
Saran
Rangkaian alat untuk pervaporasi dibuat lebih baik. Untuk melepaskan surfaktan juga sebaiknya dilakukan menggunakan metode perendaman lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baker Richard W. 2004. Membrane Technology and Applications second edition. California : Wiley.
Chavez E, et al. 2006. Applications of Thermoreversible Pluronic F-127 Gels in Pharmaceutical Formulations. Pharm
Pharmaceut Sci 9:339-358.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant Aggregrates Surfactant Science.
New York : IRC Press.
Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H, penerjemah; Padmawinata K, editor. London: J Murray. Terjemahan dari:
Cowd, Polymer Chemistry.
Ghazali M, Nawawi M, and Tram. 2007. Pervaporation dehydration of isopropanol-water mixtures using chitosan zeolite-a membranes. Teknologi 41:61-72.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration : Theory, Application, and
New Development. London : Imperial
6
konsentrasi 1,5% (b/v) merupakan nilai faktor pemisahan tertinggi, yaitu 38,9082. Konsentrasi ini memiliki nilai faktor pemisahan yang sangat tinggi terhadap nilai faktor pemisahan konsentrasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi proses pada membran di antaranya struktur kimia dan morfologi membran tersebut yang menjadi parameter proses yang terjadi pada membran tersebut, misalnya suhu, tekanan, dan kondisi hidrodinamik (Schwarz 2001). Pada konsentrasi tersebut, pori yang terbentuk juga terdapat pada lapisan atas membran, hal yang tidak terjadi pada membran polistirena dengan konsentrasi lain. Pori pada lapisan bawah tidak terlalu banyak diseluruh lapisan sehingga lebih selektif.
Konsentrasi lain pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi 0,5% (membran PS 0,5) dan 2% (membran PS 2) dapat dilihat dari hasil SEM (Gambar 4 dan 7) pori yang terbentuk pada lapisan bawah merata diseluruh lapisan tersebut. Hal ini menunjukan larutan yang melewati membran lebih banyak baik etanol maupun air. Bobot dari etanol yang dihasilkan lebih banyak daripada membran PS 1,5 dan sisa pervaporasi (air) lebih sedikit (Lampiran 3), tapi tidak menunjukkan kemurnian etanol yang lebih tinggi. Hasil pengujian menggunakan GC memperlihatkan hasil kemurnian etanol melalui membran PS 1,5 lebih tinggi (86,98% (v/v)) dibandingkan dengan membran PS 0,5 (77,13% (v/v)). Sedangkan membran PS 1 dapat melewatkan etanol yang lebih sedikit daripada membran PS 0,5 dan membran PS 2 serta sisa pervaporasi (air) yang lebih sedikit. Maka faktor pemisahannya lebih besar (Lampiran 3). Pada membran ini (Gambar 4) lapisan atas tidak ada pori dan pada lapisan bawah terdapat pori asimetrik dan tidak merata serta ukuran pori cenderung lebih kecil daripada membran PS 1,5 (Gambar 6).
Membran PS 1,5 menunjukkan faktor pemisahan terbesar. Nilai faktor pemisahan ini berbeda jauh dari faktor pemisahan membran lainnya. Penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dengan pengadukan 20 jam memperlihatkan jumlah optimum penambahan surfaktan tersebut dalam polistirena. Keadaan optimum inilah yang mengakibatkan matriks dari polistirena dan Pluronic® menjadi kuat. Pori
yang dihasilkan juga lebih besar sehingga lebih memudahkan etanol untuk berdifusi.
Hasil pervaporasi yang dilihat dari faktor pemisahan membran polistirena ini menunjukkan bahwa semakin sedikit etanol
yang dilewatkan dan semakin banyak air yang tersisa maka semakin besar nilai faktor pemisahannya. Pada membran PS 1,5 membuktikan bahwa faktor pemisahan paling besar memiliki kemurnian etanol yang paling tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan surfaktan dan pengadukan dengan gelombang ultrasonik menghasilkan membran polistirena yang berpori asimetrik dan berukuran nano. Membran polistirena, yaitu membran PS 1,5 dengan penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dapat digunakan untuk pervaporasi etanol yang paling baik.
Saran
Rangkaian alat untuk pervaporasi dibuat lebih baik. Untuk melepaskan surfaktan juga sebaiknya dilakukan menggunakan metode perendaman lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baker Richard W. 2004. Membrane Technology and Applications second edition. California : Wiley.
Chavez E, et al. 2006. Applications of Thermoreversible Pluronic F-127 Gels in Pharmaceutical Formulations. Pharm
Pharmaceut Sci 9:339-358.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant Aggregrates Surfactant Science.
New York : IRC Press.
Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H, penerjemah; Padmawinata K, editor. London: J Murray. Terjemahan dari:
Cowd, Polymer Chemistry.
Ghazali M, Nawawi M, and Tram. 2007. Pervaporation dehydration of isopropanol-water mixtures using chitosan zeolite-a membranes. Teknologi 41:61-72.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration : Theory, Application, and
New Development. London : Imperial
MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN
PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL
RANTI DIAN PRANAWATI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
6
konsentrasi 1,5% (b/v) merupakan nilai faktor pemisahan tertinggi, yaitu 38,9082. Konsentrasi ini memiliki nilai faktor pemisahan yang sangat tinggi terhadap nilai faktor pemisahan konsentrasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi proses pada membran di antaranya struktur kimia dan morfologi membran tersebut yang menjadi parameter proses yang terjadi pada membran tersebut, misalnya suhu, tekanan, dan kondisi hidrodinamik (Schwarz 2001). Pada konsentrasi tersebut, pori yang terbentuk juga terdapat pada lapisan atas membran, hal yang tidak terjadi pada membran polistirena dengan konsentrasi lain. Pori pada lapisan bawah tidak terlalu banyak diseluruh lapisan sehingga lebih selektif.
Konsentrasi lain pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi 0,5% (membran PS 0,5) dan 2% (membran PS 2) dapat dilihat dari hasil SEM (Gambar 4 dan 7) pori yang terbentuk pada lapisan bawah merata diseluruh lapisan tersebut. Hal ini menunjukan larutan yang melewati membran lebih banyak baik etanol maupun air. Bobot dari etanol yang dihasilkan lebih banyak daripada membran PS 1,5 dan sisa pervaporasi (air) lebih sedikit (Lampiran 3), tapi tidak menunjukkan kemurnian etanol yang lebih tinggi. Hasil pengujian menggunakan GC memperlihatkan hasil kemurnian etanol melalui membran PS 1,5 lebih tinggi (86,98% (v/v)) dibandingkan dengan membran PS 0,5 (77,13% (v/v)). Sedangkan membran PS 1 dapat melewatkan etanol yang lebih sedikit daripada membran PS 0,5 dan membran PS 2 serta sisa pervaporasi (air) yang lebih sedikit. Maka faktor pemisahannya lebih besar (Lampiran 3). Pada membran ini (Gambar 4) lapisan atas tidak ada pori dan pada lapisan bawah terdapat pori asimetrik dan tidak merata serta ukuran pori cenderung lebih kecil daripada membran PS 1,5 (Gambar 6).
Membran PS 1,5 menunjukkan faktor pemisahan terbesar. Nilai faktor pemisahan ini berbeda jauh dari faktor pemisahan membran lainnya. Penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dengan pengadukan 20 jam memperlihatkan jumlah optimum penambahan surfaktan tersebut dalam polistirena. Keadaan optimum inilah yang mengakibatkan matriks dari polistirena dan Pluronic® menjadi kuat. Pori
yang dihasilkan juga lebih besar sehingga lebih memudahkan etanol untuk berdifusi.
Hasil pervaporasi yang dilihat dari faktor pemisahan membran polistirena ini menunjukkan bahwa semakin sedikit etanol
yang dilewatkan dan semakin banyak air yang tersisa maka semakin besar nilai faktor pemisahannya. Pada membran PS 1,5 membuktikan bahwa faktor pemisahan paling besar memiliki kemurnian etanol yang paling tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan surfaktan dan pengadukan dengan gelombang ultrasonik menghasilkan membran polistirena yang berpori asimetrik dan berukuran nano. Membran polistirena, yaitu membran PS 1,5 dengan penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dapat digunakan untuk pervaporasi etanol yang paling baik.
Saran
Rangkaian alat untuk pervaporasi dibuat lebih baik. Untuk melepaskan surfaktan juga sebaiknya dilakukan menggunakan metode perendaman lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baker Richard W. 2004. Membrane Technology and Applications second edition. California : Wiley.
Chavez E, et al. 2006. Applications of Thermoreversible Pluronic F-127 Gels in Pharmaceutical Formulations. Pharm
Pharmaceut Sci 9:339-358.
Christian SD. 1995. Solubilization in
Surfactant Aggregrates Surfactant Science.
New York : IRC Press.
Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H, penerjemah; Padmawinata K, editor. London: J Murray. Terjemahan dari:
Cowd, Polymer Chemistry.
Ghazali M, Nawawi M, and Tram. 2007. Pervaporation dehydration of isopropanol-water mixtures using chitosan zeolite-a membranes. Teknologi 41:61-72.
Ghosh R. 2003. Protein Bioseparation Using Ultrafiltration : Theory, Application, and
New Development. London : Imperial
7
Khayet M, et al. 2006. Application of poly(ethylene terephthalate)-graft-polystyrene membranes in pervaporation.
Desalination 193:109-118.
Kittur A A, et al. Pervaporation separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolite incorporated poly (vinyl alcohol) membranes.
Lide DR, editor. 2004-2005. Handbook of
Chemistry and Physics, Ed ke-85. CRC Pr.
Martin M. 2008. Aplikasi membran komposit selulosa asetat-polistirena berporogen poli(etilena glikol) 6000 dalam pemisahan Fe3+ [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Nuryono. 2008. Kajian desalinasi membran komposit selulosa asetat-polistirena dengan poli(etilena glikol) sebagai porogen [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Onggowosito T. 2008. Peningkatan mutu membran komposit nanopori selulosa asetat-polistirena menggunakan natrium lauril sulfat sebagai porogen [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu I, Ahmad S, Wulansari R. 2009.
Pengaruh variasi suhu larutan pintal terhadap karakteristik membran serat berongga polisulfon [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran.
Rongqi Z, Zhanting D. 1998. Extractive Distillation with Salt in Solvent. Beijing. Department of Chemical Engineering, Tsinghua University.
Raslan R and AW Muhammad. 2010. Polysulfone/Pluronic F-127 blend ultrafiltration membranes: Preparation and characterizations. J Applied Sci 10:2628-2632.
Schwarz Hans-Hartmut, Regine Apostel, and Dieter Paul. 2001. Membranes based on polyelectrolyte-surfactant complexes for methanol separation. Membrane Science
194:91-102.
Stevens Malcolm P. 1999. Polymer Chemistry
an Introduction third edition. New York :
Oxford University Press.
Tsai HA, et al. 2000. Effect of surfactant addition on the morphology and pervaporation performance of asymmetric polysulfone membranes. Membrane Sci
176:97-103.
Widodo S, Widiasa IN, dan Wenten IG. 2004. Pengembangan Teknlogi pervaporasi untuk produksi etanol absolut. [Prosiding] Semarang: Universitas Dipenogoro. Rekayasa Kimia dan Proses ISSN:1411-4216.
Zhou L, et al. 2005. Cordierite-supported ZSM-5 membrane: preparation and pervaporation properties in the dehydration of water-alcohol mixture. Separation
MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN
PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL
RANTI DIAN PRANAWATI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
RANTI DIAN PRANAWATI. Membran Polistirena dengan Penambahan
Pluronic
®untuk Pervaporasi Etanol. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Salah satu aplikasi pemanfaatan membran adalah pervaporasi. Pervaporasi
merupakan proses pemisahan cairan yang efisien menggunakan membran. Salah
satu senyawa yang dapat dimurnikan ialah
etanol. Membran polistirena yang
digunakan untuk pervaporasi etanol memiliki kelebihan di antaranya mudah
dalam pengerjaan dan hemat energi. Membran polistirena dibuat dengan
menambahkan surfaktan nonionik (Pluronic
®) sebagai pembentuk pori.
Penambahan Pluronic
®yang dilakukan adalah 0; 0,5; 1; 1,5; dan 2 g dengan
ragam waktu pengadukan 10 dan 20 jam untuk setiap komposisi. Pencirian
membran dilakukan dengan Spektroskopi inframerah transformasi Fourier
permukaan membran menggunakan mikroskopi elektron payaran. Uji pervaporasi
yang dilakukan menghasilkan faktor pemisahan (α
sep) terbesar , yaitu 38,9082,
pada pengadukan 20 jam dengan tambahan Pluronic
®1,5 g. Konsentrasi etanol
meningkat dari 60% menjadi 87%.
ABSTRACT
RANTI DIAN PRANAWATI. Polystyrene Membranes With Variation Pluronic
®Addition for Ethanol Pervaporation. Under direction of SRI MULIJANI and
ARMI WULANAWATI.
One of the applications of membrane is pervaporation. Pervaporation is an
efficient liquid separation using membrane. One of the compounds that can be
purified is ethanol. Polystyrene membrane for ethanol pervaporation has several
advantages, including easy for handling and reduced energy demand. Polystyrene
membrane was prepared by adding nonionic surfactant (Pluronic
®) as pore
former. Pluronic
®was added at various levels, i.e. 0; 0,5; 1; 1,5; and 2 g with time
stirring of 10 and 20 hours for each composition. Characterization membranes
was performed by Fourier Transform Infrared and surface morphology of
membrane was determined by Scanning Electron Microscope. Pervaporation
wathat produced the highest separation factor (
α
sep) of 38,9082 was obtained
MEMBRAN POLISTIRENA DENGAN PENAMBAHAN
PLURONIC UNTUK PERVAPORASI ETANOL
RANTI DIAN PRANAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Membran Polistirena dengan Penambahan Pluronic
®Untuk
Pervaporasi Etanol
Nama : Ranti Dian Pranawati
NRP : G44060741
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Sri Mulijani, MS.
Armi Wulanawati, S.Si., M. Si.
NIP. 19630401 199103 2 001
NIP. 19690725 200003 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Kimia FMIPA IPB
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.
NIP. 19501227 197603 2 002
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga skripsi
yang berjudul “
Membran Polistirena dengan
Penambahan Ragam Pluronic
®untuk Pervaporasi Etanol
”, dapat terselesaikan.
Untuk itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Mulijani,
MS. selaku pembimbing pertama, dan Ibu Armi Wulanawati, S.Si., M.Si, selaku
pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan, sumbangan pikiran, dan
waktu dalam penulisan laporan ini. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada Bapak dan Mamah yang selama ini memberikan kasih
sayang, motivasi, serta doa yang tak ada habisnya hingga Penulis dapat mencapai
hasil yang sekarang ini. Serta kakak-kakakku yang memberikan dorongan,
karyawan laboratorium kimia fisik serta teman-teman, yaitu Karin, Tyas, Fiul,
Rony, Mitha, Agnes, Tiwi, Nadya, Lele, dan Keke yang membantu mengeluarkan
aspirasinya dalam laporan ini
Kiranya Allah jualah yang dapat membalas segala budi baik yang telah
Penulis terima selama ini. Akhirnya Penulis berharap agar laporan ini dapat
berguna/bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Februari 1988 dari Ayah
Suherman dan Ibu Suharmini. Penulis merupakan putri ke-4 dari empat
bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus SMA Negeri 68 Jakarta dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Membran Polistirena ... 1
Pluronic
®... 2
Pervaporasi ... 2
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ... 2
Metode ... 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena dengan Penambahan Pluronic
®... 3
Pervaporasi Etanol ... 5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 6
Saran ... 6
DAFTAR PUSTAKA ... 6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Struktur polistirena ... 1
2
Struktur Pluronic
®... 2
3
Penampang lintang membran polistirena ... 3
4
Penampang lintang membran PS 0,5 ... 3
5
Penampang lintang membran PS 1 ... 4
6
Penampang lintang membran PS 1,5 ... 4
7
Penampang lintang membran PS 2 ... 4
8
Spektrum IR membran polistirena dan polistirena dengan penambahan
Pluronic
®... 5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian . ... 9
2 Rangkaian pervaporasi . ... 10
3 Nilai faktor pemisahan pervaporasi etanol
. ... 11
PENDAHULUAN
Etanol lazim digunakan sebagai pelarut, disinfektan, bahan baku minuman, kimia, dan farmasi. Kemurnian etanol menjadi hal yang penting dalam penggunaan tersebut. Beberapa industri membutuhkan etanol absolut. Namun, pemurnian menggunakan proses distilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar 94,5−95% karena terbentuk kondisi azeotrop. Untuk menghasilkan etanol absolut, dibutuhkan proses pemurnian lanjut, seperti distilasi azeotrop, pertukaran ion, dan distilasi ekstraktif dengan penambahan garam. Namun, teknik tersebut juga terbatas pada kebutuhan pereaksi kimia dan konsumsi energinya yang tinggi (Rongqi & Zhanting 1998).
Pemurnian etanol kini dapat dilakukan dengan teknologi membran. Aplikasi membran untuk pemisahan telah banyak digunakan dalam industri. Proses pemisahan menggunakan membran di antaranya mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, elektrodialisis, pervaporasi, pemisahan gas, dan osmosis balik. Keunggulan penggunaan membran ialah dapat beroperasi pada suhu kamar, hemat energi, waktu pemisahannya relatif singkat, tidak merusak bahan yang akan dipisahkan, mudah cara mengerjakannya, aman terhadap lingkungan, dan tidak memerlukan penambahan zat kimia pada proses pemisahannya (Rahayu et al. 2009).
Campuran cair-uap etanol dapat dipisahkan dengan proses pervaporasi melalui membran tidak berpori. Beberapa penelitian antara lain telah dilakukan menggunakan membran poli(vinilalkohol) (PVA) oleh Widodo S, Widiasa IN, dan Wenten IG (2004), Cordierite dengan ZSM-5 oleh Zhou
et al. (2005), polieter uretan oleh Das et al.
(2008), kitosan dengan zeolit-A oleh Ghazali
et al. (2007), poli(etilen tereftalat)-graft-polistirena oleh Khayet et al. (2005), dan polisulfon oleh Tsai et al. (2000).
Polistirena merupakan polimer yang kuat, tahan lama, mudah dibentuk, dan murah. Membran polistirena tidak berpori dan bersifat hidrofobik. Membran ini dapat dibuat berpori agar kinerjanya dalam pemisahan bisa lebih baik. Pembuatan membran komposit polistirena dengan selulosa asetat dan penambahan porogen telah dilakukan oleh Martin M dan Nuryono (2008) menggunakan poli(etilena glikol), serta Onggowosito T (2008) menggunakan natrium lauril sulfat, yang menghasilkan membran mikropori.
Surfaktan juga dapat digunakan sebagai porogen, diantaranya Span-80 seperti yang
digunakan oleh Tsai et al (2000), dan Pluronic oleh Raslan R dan AW Mohammad (2010). Pluronic® yang ramah lingkungan memiliki kelebihan sebagai anti fouling, meningkatkan kinerja ultrafiltrasi dan stabil dalam campuran membran.
Pada penelitian ini membran polistirena dibuat dengan penambahan surfaktan nonionik, yaitu Pluronic®, serta pengadukan ultrasonik. Pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM) dilakukan untuk menentukan ukuran dan struktur dari pori-pori membran. Spektroskopi inframerah transformasi Fourier (FTIR) digunakan untuk melihat ada tidaknya surfaktan pada membran yang telah terbentuk. Kinerja membran dalam memurnikan etanol dilakukan dengan pengukuran pervaporasi sehingga akan didapat nilai faktor pemisahan (αsep). Etanol
hasil pervaporasi diuji dengan kromatografi gas (GC) untuk menentukan tingkat kemurniannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Membran Polistirena
Polistirena (Gambar 1) adalah salah satu polimer vinil yang mempunyai nama IUPAC poli(1-feniletilena) (Steven MP 1999). Polimer ini tersusun atas monomer stirena yang berpolimerisasi adisi membentuk homopolimer. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengkarat. (Cowd MA 1991). Polistirena larut dalam etilbenzena, CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, metil etil keton
(Lide 2005).
Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd MA 1991).
Kegunaan polistirena diantaranya bahan pengemas, perabotan rumah tangga, mainan anak, dan dapat dibuat menjadi membran. Membran (Ghosh R 2003) adalah struktur yang memiliki dimensi lateralnya lebih besar daripada ketebalan, melalui transfer massa yang terjadi di bawah berbagai gaya penggeraknya.
2
2004). Pada metode ini polimer akan ditransformasi dari cairan menjadi padat atau yang biasa disebut proses solidifikasi. Proses ini biasanya diinisiasi dengan transisi dari keadaan cair ke dalam dua cairan (
liquid-liquid demixing). Selama proses demixing,
salah satu fase cairan (yakni fase dengan konsentrasi polimer paling tinggi) akan berubah menjadi padatan.
Presipitasi imersi terjadi ketika lapisan membran disiapkan dengan terlebih dahulu membuat larutan polimer (berisi polimer dan pelarutnya) kemudian larutan tersebut dituangkan di atas permukaan kaca untuk membuat lembaran polimer, proses ini disebut
casting solution. Setelah itu, casting solution
direndam di dalam bak koagulasi yang berisi anti pelarut dari polimer tersebut. Di dalam bak koagulasi tersebut akan terjadi presipitasi yang disebabkan terjadinya pertukaran antara pelarut dan anti pelarut pada casting solution.
Pluronic®
Pluronic® (Gambar 2) merupakan nama dagang dari surfaktan noninonik polietilena oksida dan polipropilena oksida yang membentuk kopolimer. Kelebihan Pluronic® daripada surfaktan nonionik lain adalah bobot molekul dan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) yang berbeda dari setiap bagian hidrofilik dan hidrofobik sehingga nilainya bervariasi. Pluronic® memiliki berbagai macam jenis, berbeda wujud dan sifat dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Pluronic® F-127 merupakan salah satu jenisnya, Pluronic® ini berwarna putih dan berbentuk serbuk. Surfaktan ini berbobot molekul rata-rata 13000 dengan bentuk umum etilena oksida106 propilena oksida70 etilena
oksida106 (Chavez et al. 2006). Polietilena
oksida menjadi bagian yang hidrofilik, sedangkan polipropilena oksida bagian hidrofobik. Surfaktan ini Nilai HLBnya 18-23.
Gambar 2 Struktur Pluronic® (Chavez et al.
2006).
Pervaporasi
Pervaporasi ialah teknik pemisahan berdasarkan transfer selektif melalui lapisan padat dan dihubungkan dengan evaporasi permeatnya. Efisiensi proses pervaporasi bergantung pada sifat intrinsik polimer yang
digunakan sebagai bahan dasar membran (Tsai 2000). Pada proses pervaporasi, campuran cairan akan bersentuhan dengan membran dan salah satu komponen cairan akan melewati sebagai uap. Uap komponen yang lebih mudah menyerap akan didinginkan melalui kondensor dan digerakan dengan vakum (Baker 2004).
α sep = faktor pemisahan, P dan F = fraksi
massa permeat dan umpan (Kittur et al. 2000).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah pengaduk ultrasonik, GC merek Shimadzu 17A, SEM merek JEOL JSM 6360 LA, spektrofotometer FTIR merek Perkin Elmer Spectrumone, dan pervaporator.
Bahan-bahan yang digunakan adalah polistirena (Merck), diklorometana, akuades, etanol, dan Pluronic® F-127 (Sigma-Aldrich).
Metode
Pembuatan Membran Polistirena
Polistirena sebanyak 17 g dicampurkan dengan Pluronic® dengan variasi bobot, yaitu sebanyak 0,0; 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 g. Campuran dilarutkan dalam diklorometana hingga 100 mL kemudian diaduk dengan gelombang ultrasonik dengan variasi waktu selama 10 dan 20 jam, sehingga akan didapatkan 6 larutan. Masing-masing larutan dituang ke atas pelat kaca yang telah ditempeli selotip pada keempat sisinya, dan diratakan dengan bantuan pengaduk kaca dengan cara digulingkan. Larutan dipastikan menempel sempurna pada pelat kaca dan mempunyai ketebalan yang sama sehingga membentuk lapisan. Lapisan yang telah kering diambil dari pelat dalam wadah berisi akuades hangat (60 oC). Lapisan membran polistirena akan lepas dari pelat, dan siap untuk diuji menggunakan SEM, FTIR, dan pervaporator, serta GC (Lampiran 1).
Pengukuran Kinerja Membran Polistirena
Analisis SEM
3
dengan logam emas dalam kondisi vakum. Selanjutnya membran dimasukkan ke dalam instrumen lalu diatur dan difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis FTIR
Membran polistirena yang berdiameter 1,5 cm ditempatkan dalam cell holder. Pengujian dengan FTIR dilakukan terhadap membran polistirena, Pluronic®, dan campurannya.
Pervaporasi
Alat untuk pervaporasi menggunakan alat sederhana (Lampiran 2). Etanol 60% (larutan umpan) sebanyak 50 mL dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kemudian dipanaskan hingga titik didih etanol, yaitu suhu 78 oC. Uap etanol naik dan mengalir baik sebagai uap maupun cairan kemudian akan melewati membran polistirena. Luas membran polistirena adalah 9,0746 cm2. Etanol yang melewati membran ditampung ke dalam botol sebagai permeat. Etanol yang tidak melewati membran akan mengalir kembali ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi larutan umpan. Proses dilakukan selama 1 jam. Bobot dari larutan umpan dan permeat masing-masing dihitung sesuai dengan rumus faktor pemisahan (α sep). Kromatografi Gas
Sebanyak 2 µL masing-masing larutan permeat dan umpan disuntikkan untuk mengetahui tingkat kemurniannya. Kondisi alat yang digunakan ialah kolom quadrex (kolom kapiler) dengan isi metil 5% fenil silika sepanjang 60 m, I.D 0,25 mm, dan ketebalan 0,25 µm, suhu 80 ºC, suhu injektor 200 ºC, dan suhu FID 200 ºC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran Polistirena dengan Penambahan
Pluronic®
Membran polistirena dibuat dengan melarutkan polistirena menggunakan diklorometana dan diaduk dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik membantu meningkatkan interaksi antara polistirena dan diklorometana. Pelarutan polistirena menjadi lebih homogen dan tidak membentuk gelembung udara. Membran polistirena merupakan membran tidak berpori dan berbentuk seperti jari pada lapisan bawah (Gambar 3).
Gambar 3 Penampang lintang membran polistirena.
Penambahan surfaktan Pluronic® bertujuan merubah pola lapisan bawah membran berbentuk jari menjadi pori (Gambar 4, 5, 6, dan 7). Pluronic® merupakan surfaktan nonionik yang mempunyai dua sifat, yaitu polar dan nonpolar. Bagian nonpolar (ekor), yaitu polipropilena oksida, akan berinteraksi dengan membran polistirena yang bersifat hidrofobik. Sementara bagian polar (kepala), yaitu polietilena oksida, akan saling berinteraksi sehingga membentuk misel. Konsentrasi Pluronic® yang ditambahkan melebihi konsentrasi misel kritis (CMC), yaitu 0,3 % b/v (Christian SD 1995). Sehingga misel inilah yang kemudian membentuk pori pada membran polistirena setelah direndam dalam air. Pluronic® bagian polar larut dalam air rendaman yang juga bersifat polar dan meninggalkan pori pada membran polistirena. Membran yang dihasilkan dikategorikan berdasarkan penambahan konsentrasi Pluronic®, yaitu membran PS 0,5; membran
PS 1; membran PS 1,5; dan membran PS 2.
Gambar 4 Penampang lintang membran PS 0,5.
Lapisan atas
Lapisan bawah
4
Gambar 5 Penampang lintang membran PS 1.
Gambar 6 Penampang lintang membran PS 1,5.
Gambar 7 Penampang lintang membran PS 2.
Pori yang terbentuk pada membran polistirena lapisan bawah setelah penambahan Pluronic®, berukuran nano dan asimetrik. Semua konsentrasi (0,5; 1,0; 1,5; 2,0) membran polistirena setelah penambahan Pluronic® mengalami perubahan morfologi. Pada lapisan bawah terbentuk pori yang mempengaruhi kinerja dari membran tersebut. Pori yang terbentuk masing-masing membran tidak sama. Pada membran PS 0,5 (Gambar 4) ukuran pori paling kecil dan merata. Membran PS 1 (Gambar 5) dan membran PS 1,5 (Gambar 6) memiliki morfologi yang mirip, yaitu tidak merata. Membran PS 2 (Gambar 7) pori tersebar merata dan ukurannya lebih besar. Pori yang terbentuk tersebut akan mempengaruhi proses pervaporasi membran.
Pluronic® berfungsi sebagai pembentuk pori, karena saat perendaman, Pluronic® larut dalam air. Namun, pada membran polistirena ini masih mengandung Pluronic®. Hal ini ditunjukkan oleh spektrum inframerah (IR) pada Gambar 8.
Spektrum IR membran polistirena mempunyai serapan yang kuat pada bilangan gelombang 2849,74 cm-1 yang menunjukkan regangan C-H serta pada 756,87 dan 698,97 cm-1 yang menunjukkan serapan benzena monosubstitusi. Hal yang sama ditunjukkan oleh spektrum membran polistirena dengan penambahan Pluronic®. Serapan kuat pada bilangan gelombang 2911,91 cm-1 menunjukkan regangan C-H dan serapan pada 755,90 dan 698,11 cm-1 merupakan serapan benzena monosubstitusi. Adanya serapan Pluronic® terlihat pada Gambar 8, serapan di antara bilangan gelombang 1154,02 dan 1069,50 cm-1. Pada spektrum tersebut tidak diketahui secara pasti serapannya, tapi di antara bilangan gelombang tersebut terdapat puncak spektrum yang berasal dari serapan Pluronic®. Hal ini dapat dilihat adanya serapan yang penciri yang sama pada spektrum Pluronic® murni, yaitu pada serapan 1116,40 cm-1 yang menunjukaan serapan C-O serta pada bilangan gelombang 3200-3600 yang menunjukkan serapan O-H di Lampiran 4. Serapan tersebut membuktikan bahwa Pluronic® tidak lepas atau tidak larut sempurna dalam air saat perendaman dan tetap menghasilkan pori. Pluronic® yang tidak larut sempurna dalam air saat perendaman karena air saat perendaman sudah jenuh oleh Pluronic® sehingga tidak dapat lagi melarutkan Pluronic® lebih banyak. Perlu dilakukan penggantian air saat perendaman.
Lapisan atas
Lapisan bawah
Lapisan atas
Lapisan bawah
Lapisan bawah Lapisan
5
Gambar 8 Spektrum IR membran polistirena dan polistirena dengan penambahan Pluronic®.
Pervaporasi Etanol
Membran polistirena yang telah dibuat dilihat kinerja pervaporasi untuk memisahkan etanol. Pervaporasi didasarkan pada sifat hidrofilitas membran terhadap larutan yang akan dipisahkan. Penghilangan air dari komponen organik (etanol) melalui pervaporasi, penyerapan selektif air menjadi faktor terpenting (Schwarz 2001). Secara umum, membran hidrofobik mempunyai interaksi yang kuat terhadap alkohol (Tsai 2000). Membran polistirena yang bersifat hidrofobik akan melewatkan larutan atau uap yang juga bersifat hidrofobik. Etanol yang bersifat polaritasnya lebih rendah daripada air akan melewati membran polistirena. Etanol akan berdifusi melewati membran. Sementara air akan tertahan dan tidak akan melewati membran.
Penambahan Pluronic® pada pembuatan membran menghasilkan membran polistirena yang berpori dan mempengaruhi kinerja pemisahan etanol dan air melalui proses pervaporasi. Besarnya pemisahan etanol akibat penambahan Pluronic® dapat dihitung
dari besarnya faktor pemisahan (αsep).
Membran polistirena dengan pengadukan 10 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang relatif sama. Membran polistirena tanpa penambahan Pluronic® memiliki nilai faktor pemisahan yang lebih besar daripada membran polistirena dengan penambahan Pluronic®, kecuali pada konsentrasi 1% (b/v).
Membran tanpa penambahan Pluronic® (Gambar 3) tidak berpori pada lapisan atas dan lapisan bawah membentuk seperti jari yang mengakibatkan etanol bisa terjebak dalam pola dari jari tersebut.
Gambar 9 Grafik hubungan konsentrasi membran polistirena terhadap faktor pemisahan.
Pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang lebih tinggi daripada pengadukan 10 jam dan membran PS 1,5 atau
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
-3.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0 cm-1 %T
Laboratory Test Result
Polistirena
Pluronic 20 jam
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0,0 0,5 1,0 1,5 2,0
αsep
konsentrasi
10 jam 20 jam
6
konsentrasi 1,5% (b/v) merupakan nilai faktor pemisahan tertinggi, yaitu 38,9082. Konsentrasi ini memiliki nilai faktor pemisahan yang sangat tinggi terhadap nilai faktor pemisahan konsentrasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi proses pada membran di antaranya struktur kimia dan morfologi membran tersebut yang menjadi parameter proses yang terjadi pada membran tersebut, misalnya suhu, tekanan, dan kondisi hidrodinamik (Schwarz 2001). Pada konsentrasi tersebut, pori yang terbentuk juga terdapat pada lapisan atas membran, hal yang tidak terjadi pada membran polistirena dengan konsentrasi lain. Pori pada lapisan bawah tidak terlalu banyak diseluruh lapisan sehingga lebih selektif.
Konsentrasi lain pada pengadukan 20 jam memiliki nilai faktor pemisahan yang tidak jauh berbeda. Konsentrasi 0,5% (membran PS 0,5) dan 2% (membran PS 2) dapat dilihat dari hasil SEM (Gambar 4 dan 7) pori yang terbentuk pada lapisan bawah merata diseluruh lapisan tersebut. Hal ini menunjukan larutan yang melewati membran lebih banyak baik etanol maupun air. Bobot dari etanol yang dihasilkan lebih banyak daripada membran PS 1,5 dan sisa pervaporasi (air) lebih sedikit (Lampiran 3), tapi tidak menunjukkan kemurnian etanol yang lebih tinggi. Hasil pengujian menggunakan GC memperlihatkan hasil kemurnian etanol melalui membran PS 1,5 lebih tinggi (86,98% (v/v)) dibandingkan dengan membran PS 0,5 (77,13% (v/v)). Sedangkan membran PS 1 dapat melewatkan etanol yang lebih sedikit daripada membran PS 0,5 dan membran PS 2 serta sisa pervaporasi (air) yang lebih sedikit. Maka faktor pemisahannya lebih besar (Lampiran 3). Pada membran ini (Gambar 4) lapisan atas tidak ada pori dan pada lapisan bawah terdapat pori asimetrik dan tidak merata serta ukuran pori cenderung lebih kecil daripada membran PS 1,5 (Gambar 6).
Membran PS 1,5 menunjukkan faktor pemisahan terbesar. Nilai faktor pemisahan ini berbeda jauh dari faktor pemisahan membran lainnya. Penambahan Pluronic®
1,5% (b/v) dengan pengadukan 20 jam memperlihatkan jumlah optimum penambahan surfaktan tersebut dalam polistirena. Keadaan optimum inilah yang mengakibatkan matriks dari polistirena dan Pluronic® menjadi kuat. Pori
yang dihasilkan juga lebih besar sehingga lebih memudahkan etanol untuk berdifusi.
Hasil pervaporasi yang dilihat dari faktor pemisahan membran polistirena ini menunjukkan bahwa semakin sedikit etanol
yang dilewatkan dan semakin banyak air yang tersisa maka semakin besar nilai faktor pemisahannya. Pada membran PS 1,5 membuktikan bahwa faktor pemisahan paling besar memiliki kemurnian etanol yang paling tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan surfaktan