• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Aliran Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Aliran Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2

Dokumentasi Penelitian

Gambar Lampiran 1. Muara Sungai Percut

(3)

Gambar Lampiran 3. Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Hasil Jala Nelayan

(4)

(5)

Lampiran 3

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Lampiran 4

(17)

Lampiran 5

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Alhusainy I, Bakti D, Leidonald R. 2015. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) di Air dan Sedimen pada Aliran Sungai Percut Provinsi Sumatera Utara . e-Jurnal Aquacostmarine: 20. www.

download.portalgaruda.org. 15 Juni 2015 (11:15 WIB).

Al- Nagaawy, A.M. 2008. Accumulation and Elimination of Copper and Lead from Oreochromis Niloticus Fingerlings and Consequent Influence on their Tissue Residues and Some Biochemical Parameters. 8th International Symposium on Tilapia in Aquaculture. Saudi Arabia. Apriadi, Dandy. 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb, dan Cr pada Air,

Sedimen dan Kerang Hijau (Perna Viridis L) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

www.repository.ipb.ac.id. 27 Juni 2015 (22:00 WIB).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang. 2015. Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam Angka 2015. Kordinator Statistik Kecamatan Percut Sei Tuan. Percut Sei Tuan.

Bangun, Julius M. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) dalam Air, Sedimen, dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. www. repository.ipb.ac.id. 27 Juni 2015 (21:59 WIB).

Cunningham, William P dan Mary Ann Cunningham. 2004. Principles of Environmental Science: Inquiry and Applications Second Edition. Mc Graw Hill. New York.

Connel, Des W dan Gregory J.Miller. 1995. Kimia dan Toksikologi Pencemaran. UI Press. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.

_______. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas air. Managemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Erika, Y. 2008. Gambaran Diferensiasi Leukosit pada Ikan Mujair

(Oreochromis mossambicus) di Daerah Ciampea Bogor. IPB. Bogor.

(19)

Ersa, I. M. 2008. Gambaran Histopatologi Insang, Usus dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Ciampea. IPB. Bogor.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Bogor.

Febryanto, Robby. 2011. Akumulasi Timbal (Pb) Pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Secara Insitu Di Kali Surabaya. ITS. Surabaya.

Hariyanto S. Ruaeny TA. Soegianto Agus. 2012. Konsentrasi Logam Berat Timbal (pb), Tembaga (cu) dan Seng (zn) pada Lima Jenis Ikan yang di Konsumsi yang di Ambil dari Tempat Pelelangan Ikan Muncar, Bayuwangi. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Vol. 15 No. 2, Juli 2012. www.jurnal.fst-unair.ac.id. 11 Agustus 2015 (12:29 WIB).

Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. UGM Press. Yogyakarta. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Lumbanbatu, Aron. 2013. Analisis Strategi Pengelolaan Sedimentasi di Muara Sungai Percut Terhadap Potensi Ekonomi Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Universitas Sumatera Utara, Medan. www.repository.usu.ac.id. 26 Agustus 2015 (15:37 WIB). Manahan, Stanley E. 1992. Toxicological Chemistry Second Edition. Lewis

Publishers. America.

Maryono, Agus. 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Mukono, 2002. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Air Langga University Press. Surabaya.

Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graham ilmu. Yogyakarta. Mulyanto, HR. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graham ilmu.

Yogyakarta.

Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Rauf, Abdul. Kemala Sari Lubis. Jamilah. 2011. Dasar-Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. USU Press. Medan.

(20)

Said, A. 2000 . Budidaya Mujair dan Nila. Ganeca Exact. Cibitung, Jawa Barat. Safitri, Riri. 2014. Kandungan Logam Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan

Merkuri (Hg) pada Air dan Komunitas Ikan di Daerah Aliran Sungai Percut. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. . www.repository.usu.ac.id. 26 Agustus 2015 (15:37 WIB).

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Institute for Science and Technology Studies. Japan. www.files.ifchemania.webnode.com. 27 Juni 2015 (20:00 WIB).

Sukadi. 1999. Pencemaran Sungai Akibat Buangan Limbah dan Pengaruhnya Terhadap BOD dan DO. Makalah. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung. Bandung. www.file.upi.edu. 28 Agustus 2015 (13:28).

Sugiarti. 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Penerbitan CV Simpleks (Anggota IKAPI). Jakarta.

Sembel, Dantje Terno. 2015. Toksikologi Lingkungan. Andi. Yogyakarta. Setianto, D. 2012. Budidaya Ikan Mujair di Berbagai Media Pemeliharaan.

Pustaka Baru Press. Yogyakarta. www.warintek.ristek.go.id. 12 Agustus 2015 (14:23 WIB).

Slamet, Juli Soemirat. 1994. Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Bandung. Standar Nasional Indonesia.2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat

dalam Pangan. Panitia Teknis 67-02 Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan. Jakarta. www.sertifikasibbia.com. 01 Agustus 2015 (12:17 WIB).

Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi. Yogyakarta.

Widowati, Wahyu. Astiana Sastiono. Raymond Jusuf. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Bandung.

Webb A, M. Maughan and M. Knott. 2007. Pest Fish Profiles Oreochromis mossambicus - Mozambique tilapia. ACTFR, James Cook University. Australia. www.aquaticinvasions.net. 12 Agustus 2015 (15:00 WIB). Zulfikar, Muhammad. Agus Bintara Birawida. Ruslan. 2013. Kandungan Timbal

(Pb) pada Air Laut dan Ikan Baronang (siganus spinus) di Perairan Pesisir Kota Makasar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

www.repository.unhas.ac.id. 27 Juni 2015 (10:01 WIB).

(21)

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan metode penelitian survei yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan dari dalam suatu komunitas. Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis dan memberikan gambaran kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang berasal dari aliran muara sungai Percut dan di jual di tempat pelelangan ikan Desa Bagan Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

(22)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian terhadap lokasi pengambilan ikan sampai dianalisis di laboratorium dilakukan pada bulan Juli sampai Januari 2016.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah ikan mujair (Oreochromis mossambicus). Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dijadikan sebagai objek penelitian dikarenakan ikan ini tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan dapat mengakumulasi logam berat dengan baik, selain itu keberadaan ikan ini pada lokasi tersebut cukup banyak. Dari ikan mujair (Oreochromis mossambicus) tersebut di pilih sembilan ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dengan berbagai ukuran yang di klasifikasikan kedalam ukuran besar (3 ekor), sedang (3 ekor), dan kecil (3 ekor) untuk di teliti kandungan logam beratnya.

3.4 Metode Pengumpulan Data

(23)

3.5 Definisi Operasional

1. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) adalah ikan yang memiliki ciri berbentuk pipih dengan warna hitam, yang berasal dari aliran muara sungai Percut.

2. Timbal (Pb) adalah logam berat bersifat toksik yang berada pada sepanjang aliran sungai Percut.

3. Muara sungai adalah tempat mengalirnya air sungai yang berada di hulu, yang terdapat di aliran muara sungai Percut, desa Percut.

4. Kandungan timbal pada air muara adalah banyaknya logam berat timbal (Pb) yang di temukan pada air muara melalui pemerikasaan laboratorium menggunakan metode AAS ( Atomic Absorption Spectropometer).

5. Kandungan timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) adalah banyaknya logam berat timbal (Pb) yang di temukan pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) melalui pemeriksaan laboratorium menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectropometer).

6. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ukuran besar adalah ikan yang memiliki ukuran 156 gram – 378 gram.

7. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ukuran sedang adalah ikan yang memiliki ukuran 116 gram – 140 gram.

8. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ukuran kecil adalah ikan yang memiliki ukuran 57 gram – 73 gram.

(24)

menggunaakan metode AAS ( Atomic Absorption Spectropometer) yang dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

10.Memenuhi syarat adalah jika kandungan pada ikan tidak melebihi nilai yang telah ditetapkan oleh Dirjen Standar Nasional Indonesia 7387:2009 yaitu 0,3 mg/kg.

11.Tidak memenuhi syarat adalah jika kandungan pada ikan melebihi nilai yang telah ditetapkan oleh Dirjen Standar Nasional Indonesia 7387:2009 yaitu 0,3 mg/kg.

3.6 Aspek Pengukuran Logam Berat Timbal (Pb)

Timbal (Pb) dalam ikan mujair (Oreochromis mossambicus) di ukur dengan menggunakan metode AAS ( Atomic Absorption Spectropometer), kemudian hasil pengukuran dibandingkan dengan batas maksimum timbal (Pb) pada ikan dan logam berat dalam pangan yaitu timbal (Pb) sebesar 0,3 mg/kg. 3.7 Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di sepanjang aliran muara sungai Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan seperti yang terlihat pada gambar 3.1

Keterangan: A : Bagan Percut

(25)

Gambar 3.1 Peta Muara Aliran Sungai Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan 3.8 Pelaksanaan Penelitian

3.8.1 Teknik Pengambilan Sampel Air

1. Mempersiapkan segala peralatan yang dibutukhan pada saat pengambilan sampel air seperti alat pengambilan sampel dan wadah sampel yang tertutup. 2. Membilas wadah sampel dengan air suling, kemudian memberi label pada

masing-masing wadah sampel.

3. Membilas alat pengambil sampel dengan air suling.

4. Membilas alat pengambil sampel sebanyak 3 kali dengan sampel yang akan di ambil.

5. Mengambil sampel sesuai dengan 3 titik sampel yang telah di tentukan yaitu tepi kanan, tepi kiri, dan tengah.

6. Mengambil sampel air pada tiap titik di kedalaman ± 1 meter.

(26)

8. Membawa sampel air yang telah di ambil dari aliran muara sungai Percut ke Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Medan guna diperiksa kandungan timbal (Pb) dalam air tersebut.

3.8.2 Teknik Pengambilan Sampel Ikan

1. Mengambil ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang terdapat pada muara sungai Percut dengan menggunakan jaring khusus (jala), kemudian memilih sampel ikan berdasarkan ukuran (besar, sedang, dan kecil) ikan. 2. Meletakkan ikan yang telah di jala kedalam plastik, kemudian dimasukkan

kedalam ice box untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari luar pada ikan.

3. Membawa ikan yang telah dipilih ke Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Medan guna diperiksa kandungan timbal (Pb) yang terdapat pada ikan tersebut.

3.9 Alat dan Bahan Pemeriksaan Sampel 3.9.1 Alat dan Bahan Pemeriksaan Sampel Air 3.9.1.1Alat Pemeriksaan Sampel Air

1. Waterbath 2. Beaker glass 3. Kaca Arloji 4. Labu Ukur 100 ml 5. Corong

6. Batang Pengaduk

(27)

3.9.1.2Bahan Pemeriksaan Sampel Air 1. Asam Nitrat PA

2. Aquadest pH 2

3.9.2 Alat dan Bahan Pemeriksaan Sampel Ikan 3.9.2.1Alat Pemeriksaan Sampel Ikan

1. Atomic Absorption Spectropometer (AAS)

2. Timbangan Analitik 3. Pisau

4. Blender

5. Cawan Porselen 6. Sendok Plastik 7. Hot Plate

8. Pipet Volumetric 9. Corong Kaca 10.Gelas Ukur 50 ml 11.Erlenmeyer 12.Labu Ukur 100 ml 13.Kertas Whatmen No. 42 14.Tanur

15.Batang Pengaduk

3.9.2.2Bahan Pemeriksaan Sampel Ikan 1. HNO3 65% = 450 ml ± 25 ml

(28)

3.10 Cara Kerja Penelitian

Adapun metode yang digunakan untuk mengukur kadar timbal (Pb) pada air aliran muara sungai Percut dan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yaitu menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Specrophotometry). AAS merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu bahan dengan tingkat kepekaan, kecepatan, ketelitian, dan selektifitas yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisis sampel dalam jumlah kecil dan zat konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).

Pemeriksaan logam berat timbal (Pb) akan dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Dengan prosedur kerja sebagai berikut:

3.10.1 Perosedur Pemeriksaan air

1. Siapkan alat dan bahan yang di perlukan.

2. Pipet 100 ml air, masukkan kedalam beaker glass.

3. Tambahkan 5 ml Asam Nitrat PA tutup dengan kaca arloji. 4. Kemudian panaskan diatas hot plate.

5. Biarkan air menguap sampai volume ±10 ml. 6. Pindahkan larutan kedalam labu ukur 100 ml. 7. Bilas dengan aquadest panas.

8. Paskan hingga tanda garis. 9. Homogenkan.

(29)

3.10.2 Prosedur Pemeriksaan Ikan

1. Timbang terlebih dahulu masing-masing berat ikan.

2. Potong-potong ikan dan haluskan hingga homogen dengan menggunakan blender.

3. Timbang sampel ikan yang telah dihaluskan hingga 5 gr. 4. Masukkan ke cawan porselen.

5. Keringkan dalam oven pada suhu 1050C. 6. Arangkan sampel diatas hot plate/bunsen.

7. Masukkan dalam tanur pada suhu 5500C sampai arang menjadi abu dan berwarna putih keabu-abuan.

8. Setelah itu larutkan dengan 5 ml asam nitrat PA. 9. Masukkan kedalam labu ukur 100 ml.

10.Bilas dengan aquadest panas, lalu dinginkan. 11.Paskan hingga tanda garis dan homogenkan. 12.Kemudian saring dengan kertas whatmen No. 42.

13. Larutan siap dibaca menggunakan AAS (Atomic Absorption Specrophotometry).

3.11 Analisis Data

(30)
(31)

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Data Geografi

Aliran muara sungai Percut terletak di kelurahan/desa Percut, kecamatan Percut Sei Tuan, kabupaten Deli Serdang. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190,79 Km2 yang terdiri dari 18 Desa dan 2 Kelurahan. Lima desa dari wilayah kecamatan merupakan desa pantai dengan ketinggian dari permukaan air laut berkisar dari 10 – 20 m dengan curah hujan rata – rata 243 persen. Adapun batas-batas administrasi kecamatan Percut Sei Tuan, sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Selat Malaka

2. Sebelah Timur : Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu 3. Sebelah Barat : Kecamatan Labuhan Deli dan Kota Medan 4. Sebelah Selatan : Kota Medan

Di kecamatan Percut Sei Tuan terdapat 9 desa yang di lintasi oleh sungai yaitu desa Tembung, Bandar Khalipah, Bandar Setia, Laut Dendang, Sampali, Cinta Rakyat, Saentis, Percut. Desa Percut terdiri dari 19 dusun/lingkungan dengan luas wilayah 1063 km (BPS Kabupaten Deli Serdang, 2015).

4.1.2 Jumlah Penduduk

(32)

Percut yang memiliki luas 10.63 km2,memiliki penduduk sebanyak 14.859 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki berjumlah 7.573 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 7.286 jiwa. Desa Percut terdiri dari 19 dusun/lingkungan. Sebagian besar penduduk di desa Percut bermatapencarian sebagai nelayan (916 orang) dan sisanya sebagai PNS, ABRI, karyawan swasta, pedagang, dan petani (BPS Kabupaten Deli Serdang, 2015) .

4.1.3 Gambaran Umum Aliran Muara Sungai Percut

Muara sungai Percut terletak di keluarahan/desa Percut, kecamatan Percut Sei Tuan, kabupaten Deli Serdang. Daerah ini merupakan daerah yang terdegradasi. Secara geografis terletak pada 030429,79” LU & 098047‟0,49” BT. Muara ini

memiliki panjang sekitar 800 m, lebar 250 m, dan kedalaman 2,5 m. Air muara sungai

Percut berasal dari aliran sungai yang terdapat pada Kabupaten Deli Serdang

diantaranya Patumbak, Amplas,dan Tembung. Muara sungai Percut juga merupakan

gabungan dari laut Belwan hingga ke Selat Malaka (BPS Kabupaten Deli Serdang,

2015).

Di sekitar muara banyak di tumbuhi oleh tanaman bakau, berbagai jenis

hewan seperti burung bangau, monyet, dan terdapat beberapa rumah penduduk serta

tempat pelelangan hasil tangkapan ikan para nelayan yang berasal dari laut dan

muara. Di muara sungai ini terdapat berbagai jenis ikan seperti ikan mujair, ikan

belanak, ikan sembilang, ikan bandeng, dan lain-lain. Hampir rata-rata nelayan

menggunakan perahu motor sebagai alat transportasi dan jala sebagai alat penangkap

ikan.

Terdapat beberapa nelayan tradisional yang menangkap ikan di sekitar muara.

(33)

budidaya seperti ikan mujair, ikan nila, ikan sembilang, dan ikan gembung. Dan

dijadikan sebagai tempat pemancingan umum. Selain itu, ada beberapa warga yang

memanfaatkan air muara untuk keperluan mandi. Secara fisik air muara memiliki

warna kecoklatan, sedikit berminyak, dan berbau amis.

Air muara sungai Percut berasal dari berbagai sungai yang ada di Patumbak,

Amplas, Tembung yang merupakan daerah industri dan padat kendaraan, dimana

sebagian besar limbah cair industri di buang ke badan air hingga akhirnya

terakumulasi di muara sungai Percut. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya

pencemaran logam berat pada muara dan memengaruhi kehidupan biota yang ada

didalamnya.

4.2 Hasil Pemeriksaan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air Muara Sungai Percut

(34)

dimasukkan ke dalam ice box dan di tambahkan es batu untuk menjaga suhunya sebelum di bawa ke laboratorium untuk di analisis.

Sampel air yang di ambil akan di periksa kandungan timbalnya di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dengan menggunakan Metode AAS (Atomic Absorption Specrophotometry). Metode ini berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. AAS (Atomic Absorption Specrophotometry) merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu bahan dengan tingkat kepekaan, kecepatan, ketelitian, dan selektifitas yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk menganalisis sampel dalam jumlah kecil dan zat konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).

Adapun hasil pemeriksaan sampel air muara sungai Percut dapat di lihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Timbal (Pb) Pada Air Muara Sungai Percut, Desa Percut Tahun 2015

Sampel Lokasi Pengambilan Sampel Kandungan Timbal (mg/l) Baku Mutu (mg/l) MS/TMS٭ Air Muara Sungai Percut Tepi kanan Tengah Tepi kiri 0,1646 0,1490 0,1750 0,03 mg/l 0,03 mg/l 0,03 mg/l TMS TMS TMS

٭MS : Memenuhi Syarat

٭TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yaitu 0,03 mg/l

(35)

Pada titik pertama yaitu bagian tepi kanan muara terdapat kandungan timbal (Pb) sebesar 0,1646 mg/l, pada titik kedua yaitu bagian tengah muara terdapat kandungan timbal (Pb) sebesar 0,1490 mg/l, dan pada titik ketiga yaitu bagian tepi kiri muara terdapat kandungan timbal (Pb) sebesar 0,1750 mg/l. Dengan bersandarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kadar timbal yang di perbolehkan berada pada badan air yaitu 0,03 mg/l . Artinya kadar timbal (Pb) yang berada pada setiap titik pengambilan sampel telah melebihi nilai ambang batas yang telah di tetapkan dan muara sungai telah tercemar oleh logam berat timbal (Pb).

4.3 Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Pengambilan sampel ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016. Pengambilan ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) dilakukan di muara sungai Percut. Menuju muara sungai di tempuh

dengan menggunakan perahu bermotor milik nelayan, kemudian ikan di ambil dengan cara di jaring menggunakan jala. Penjaringan ikan di lakukan oleh nelayan. Sampel ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang di ambil sebanyak Sembilan ekor dengan spesifikasi ukuran besar dengan bobot 156 gr - 378 gr , ukuran sedang dengan bobot 116 gr – 140 gr, dan ukuran kecil dengan bobot 57 gr -73 gr.

Sampel yang di dapat kemudian dimasukkan ke dalam kantongan plastik yang telah di beri kode berdasarkan ukuran kemudian di masukkan ke dalam ice

(36)

pada saat dilakukan pengambilan sampel daging ikan, kondisinya tidak jauh berbeda dengan keadaan pada saat di ambil dari muara sungai. Kemudian sampel ikan mujair (Oreochromis mossambicus) di bawa menuju laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan untuk di periksa kandungan logam berat timbal (Pb). Metode yang di gunakan dalam pemeriksaan kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yaitu menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Specrophotometry).

Adapun hasil pemeriksaan logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang terdapat pada muara sungai Percut dapat di lihat pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Timbal (Pb) Pada Ikan Mujair (Oreochromis Mossambicus) Di Muara Sungai Percut, Desa Percut Tahun 2016

No.

Ukuran Bobot Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Kandungan Timbal (Pb) (mg/kg) Baku Mutu (mg/kg) MS/TMS٭ 1.

BESAR I (156 gram) 0,035 mg/kg 0,3 mg/kg MS 2. BESAR II (186 gram) 0,166 mg/kg 0,3 mg/kg MS 3. BESAR III (378 gram) Tidak Mengandung

Timbal (Pb) 0,3 mg/kg MS 4. SEDANG I (116 gram) Tidak Mengandung

Timbal (Pb) 0,3 mg/kg MS 5. SEDANG II (138 gram) Tidak Mengandung

Timbal (Pb) 0,3 mg/kg MS 6. SEDANG III (140 gram) Tidak Mengandung

Timbal (Pb) 0,3 mg/kg MS

7. KECIL I (57 gram) 0,035 mg/kg 0,3 mg/kg MS

8. KECIL II (64 gram) Tidak Mengandung

Timbal (Pb) 0,3 mg/kg MS 9. KECIL III (73 gram) Tidak Mengandung

[image:36.595.106.526.428.755.2]
(37)

٭MS : Memenuhi Syarat

٭TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk timbal dalam ikan dan hasil olahannya yaitu 0,3 mg/kg

Berdasarkan tabel 4.2, hasil pemeriksaan kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang di klasifikasikan kedalam tiga ukuran yaitu:

1. Tiga ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ukuran besar di peroleh hasil kandungan timbal (Pb) masing-masing 0,035 mg/kg, 0,166 mg/kg, dan tidak di temukan timbal (Pb). Artinya pada ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) yang berukuran besar terdapat 2 sampel ikan yang mengandung

timbal (Pb) dan tidak melebihi baku mutu yang telah di tetapkan oleh SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk timbal (Pb) dalam ikan dan hasil olahannya yaitu 0,3 mg/kg. Sedangkan 1 sampel tidak ditemukan timbal (Pb).

2. Tiga ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ukuran tidak ditemukan timbal (Pb).

3. Tiga ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ukuran kecil di peroleh hasil satu ekor ikan mengandung timbal (Pb) 0,035 mg/kg, dan dua lainnya tidak ditemukan timbal (Pb). Artinya pada ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) yang berukuran kecil terdapat 1 sampel ikan yang mengandung

(38)

Kandungan logam berat timbal (Pb) yang terdapat pada 3 ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) berada di bawah baku mutu yang telah di tetapkan oleh SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk timbal (Pb) dalam ikan dan hasil olahannya yaitu 0,3 mg/kg.

Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan di ukur untuk mengetahui konsentrasi logam yang ada di dalam tubuh manusia, sehingga dapat ditentukan batas aman untuk konsumsi manusia. WHO telah merumuskan aturan untuk mengonsumsi ikan yang terakumulasi logam berat sehingga aman di konsumsi manusia setiap minggunya atau yang dinamakan Acceptable Daily

Intake (ADI).

Tiga ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang mengandung logam berat timbal (Pb) yang berada di bawah baku mutu tadi dapat dihitung batas aman konsumsi perminggu dengan perhitungan seperti di bawah ini:

Perhitungan Acceptable Daily Intake (ADI) Untuk Timbal (Pb) Pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus)

Konsumsi per orang = Intake Pb

konsentrasi total Pb dalam daging

Keterangan :

(39)

Konsentrasi total Pb dalam daging = konsentrasi Pb dalam daging ikan (Oreochromis mossambicus) (μg/kg)

ADI Pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ukuran Besar I (156 gram)

Pb = 0,035 mg/kg = 35 μg/kg

W = 156 gr = 0,156 kg

Intake Pb = 25 μg/minggu untuk seseorang dengan berat badan 60 kg Konsumsi per orang = 25 μg/minggu

35μg /kg ∗7 hari

Konsumsi per orang = 25 245

Konsumsi per orang = 0,102 kg/hari = 102 gram/hari

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang mengandung timbal 0,035 mg/kg dapat di konsumsi dagingnya sebesar 102 gram/hari. Artinya ikan yang diambil dari muara sungai dengan berat 156 gram telah melebihi batas konsumsi harian yang di perbolehkan.

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ukuran Besar II (186 gram) Pb = 0,166 mg/kg = 166 μg/kg

W = 186 gr = 0,186 kg

(40)

Konsumsi per orang = 25 μg/minggu 166μg /kg ∗7 hari Konsumsi per orang = 25

1162

Konsumsi per orang = 0,021 kg/hari = 21 gram/hari

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang mengandung timbal 0,166 mg/kg dapat di konsumsi dagingnya sebesar 21 gram/hari. Artinya ikan yang diambil dari muara sungai dengan berat 186 gram telah melebihi batas konsumsi harian yang di perbolehkan.

Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Ukuran kecil I (57 gram) Pb = 0,035 mg/kg = 350 μg/kg

W = 57 gr = 0,057 kg

Intake Pb = 25 μg/minggu untuk seseorang dengan berat badan 60 kg

Konsumsi per orang = 25 μg/minggu 350μg /kg ∗7 hari

Konsumsi per orang = 25 2450

Konsumsi per orang = 0,010 kg/hari = 10 gram/hari

(41)

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang mengandung timbal (Pb) yang terdapat pada muara sungai Percut telah melebihi batas Acceptable Daily

(42)

Berdasarkan hasil pemeriksaan logam berat timbal (Pb) pada air muara sungai Percut, tepatnya yang berjarak 100 m dari bibir pantai, di peroleh hasil bahwa terdapat kandungan logam berat timbal (Pb) yang telah melebihi nilai baku mutu yang telah di tetapkan oleh PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang disebutkan bahwa kandungan logam berat timbal (Pb) yang di perbolehkan masuk kedalam badan air yaitu sebesar 0,03 mg/l.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa dari tiga titik pengambilan sampel air muara, diperoleh hasil kandungan timbal terbanyak terdapat pada tepi kiri muara, yaitu 0,1750 mg/l. Sedangkan secara keseluruhan logam berat timbal (Pb) yang berada pada air muara sungai Percut yaitu berkisar 0,1628 mg/l.

(43)

Logam-logam berat dalam perairan dapat bersumber dari sumber alamiah dan aktivitas manusia. Secara alamiah masuk ke dalam perairan bisa dari pengikisan batuan mineral yang kemudian terbawa oleh air sungai menuju muara. Partikel logam yang ada di udara karena adanya hujan dapat menjadi sumber logam dalam perairan (Palar, 2008).

Timbal (Pb) yang berasal dari aktifitas manusia dapat bersumber dari air buangan (limbah) industri yang berkaitan dengan Timbal (Pb) seperti industri pembuatan cat, baterai, pipa air, air buangan dari pertambangan biji timah hitam serta campuran bahan bakar bensin tetraetil dan asap pabrik. Limbah-limbah tersebut akan masuk ke anak-anak sungai untuk kemudian akan di bawa ke muara (Widowati, 2008).

Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion Pb melebihi konsentrasi yang semestinya, dapat mengakibatkan kematian bagi biota air tersebut. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan. Kelarutan logam-logam berat dalam badan air di kontrol oleh derajat keasaman air, jenis, dan juga konsentrasi logam serta keadaan komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks (Palar, 2008).

(44)

Tingginya pencemaran timbal (Pb) yang ada di muara sungai Percut dapat bersumber secara alamiah maupun dari berbagai aktifitas manusia baik itu industri, rumah tangga, maupun asap buangan kendaraan yang berada disekitar aliran. Aliran sungai percut banyak menyumbangkan Pb yang berasal dari buangan kendaraan bermotor, asap pabrik, serta limbah-limbah industri seperti industri karet, industri PVC, pencucian celana jeans, dan baterai.

Proses masuknya timbal (Pb) ke muara bermula dari masuknya timbal (Pb) yang berada di udara kedalam sungai, buangan limbah industri yang dibuang langsung ke sungai, serta limbah rumah tangga yang di buang ke sungai. Sungai yang mengandung bahan pencemar ini kemudian mengalir ke hilir sungai. Semakin ke hilir kelandaian aliran air akan semakin kecil. Daya gerus terhadap dasar akan berkurang dan konsentrasi sedimen yang di kandungnya cukup besar (Mulyanto, 2007). Di muara semua bahan pencemar terkumpul dan jumlahnya akan semakin banyak seiring dengan kiriman limbah-limbah yang berasal dari hulu serta kondisi muara yang alirannya cukup tenang dan banyak kawasan pengendapan, sehingga terjadi akumulasi berbagai pencemar.

(45)

Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai, akan tetapi kandungan sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan, mempersulit tanaman air melakukan fotosintesis, pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Bagian bawah sedimen akan merusak produksi pakan ikan (plankton), merusak telur ikan, dan membendung aliran sungai dan danau (Darmono, 2001).

5.2 Kandungan Logam Berat Timbal Pada Ikan Mujair (Oreochromis Mossambicus)

Berdasarkan pemeriksaan logam berat berat timbal (Pb) yang terdapat pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang berasal dari muara sungai Percut, diperoleh hasil bahwa tidak semua ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) mengandung logam berat timbal (Pb), melainkan hanya beberapa

(46)

perkirakan ikan ini telah mengakumulasi timbal (Pb) selama 5 – 12 bulan. Kandungan timbal (Pb) yang terdapat pada berbagai jenis ukuran ikan mujair (Oreochromis mossambicus) belum melebihi baku mutu yang telah di tetapkan oleh SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk timbal (Pb) dalam ikan dan hasil olahannya yaitu di bawah 0,3 mg/kg.

Hasil yang di peroleh dari pemeriksaan ikan terlihat bahwa ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang mengandung timbal (Pb) terdapat pada ikan yang berukuran besar yang memiliki bobot 156 gram dan 186 gram dengan masing-masing kandungan timbal (Pb) 0,035 mg/kg dan 0,166 mg/kg serta berukuran kecil dengan bobot 57 gram terdapat kandungan timbal (Pb) sebesar 0,035 mg/kg. Ikan ukuran sedang sama sekali tidak ditemukan timbal (Pb).

Kandungan timbal (Pb) yang di temukan pada tiga ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) tidak lebih besar dari kandungan logam berat timbal yang berada pada air muara. Hal ini dapat di pengaruhi oleh faktor bahwa kandungan logam secara alamiah akan lebih tinggi pada daerah muara (Darmono, 2001). Oleh karena itu, organisme air akan menyesuaikan kondisi dalam lingkungan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan racun logam berat terhadap ikan dan organisme air lainnya, yaitu:

1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut dalam air 2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya

(47)

4. Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan kebutuhan nutrisi

5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari pengaruh polusi

6. Kemampuan hewan untuk beraklimatisasi terhadap bahan toksik logam (Palar, 2008).

Walaupun laju pertambahan kandungan logam berat erat hubungannya dengan konsentrasi logam dalam air, hal ini tidak menjamin bahwa konsentrasi dalam jaringan hewan mencerminkan kandungan logam dalam air. Beberapa spesies organisme mampu mengeluarkan logam dalam jumlah yang relatif besar dari tubuhnya (Darmono, 2001).

(48)

karena sebagai akibat kenaikan kadar di dalam kompartemen, kecepatan eliminasi menjadi lebih besar. Setelah beberapa waktu banyaknya zat yang dikeluarkan per satuan waktu sama dengan yang di ambil (Koeman, 1987).

Ekskresi logam berat oleh fitoplankton bersamaan dengan ekskresi bahan organik pada proses detoksifikasi (Manahan,1992). Effendie, dkk dalam Febriyanto (2011) mengatakan bahwa Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan ikan yang hidup di daerah pantai maupun perairan tawar sebagai pemakan detritus, plankton serta makro dan mikro bentik. Artinya pada saat ikan mujair (Oreochromis mossambicus) memakan plankton, logam berat yang ada pada plankton telah diminimalisir sehingga ikan mujair (Oreochromis

mossambicus) tidak terlalu banyak menerima logam berat dari plankton.

Fluktuasi konsentrasi logam berat timbal (Pb) dalam tubuh ikan mujair

(Oreochromis mossambicus) disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya

(49)

Secara umum, masuknya logam berat timbal (Pb) pada ikan mujair

(Oreochromis mossambicus) dapat melalui tiga proses yaitu:

1. Dari air melalui permukaan pernafasan (misalnya insang) 2. Penyerapan dari air kedalam permukaan tubuh, dan

3. Dari makanan, partikel atau air yang di cerna melalui sistem pencernaan. Ikan mampu mengeluarkan banyak logam yang terserap tidak normal dan mengakibatkan pengaturan kepekatan dalam tubuh pada tingkat yang paling normal. Ekskresi terjadi melalui insang, usus, feses, dan urin. Untuk lebih jelasnya akan di uraikan pada paragraf berikutnya (Connel, 1995).

Penyerapan logam berat pada ikan di lakukan oleh insang, dimana timbal (Pb) masuk bersamaan dengan pertukaran gas, kemudian timbal (Pb) di angkut oleh darah, lalu berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, termasuk pada organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Kemudian logam berat juga dapat di keluarkan melalui insang dan saluran usus di dalam empedu di eliminasi dengan kotoran (Manahan, 1992). Zat yang beredar bebas dalam aliran darah biasanya cepat di buang dengan air seni melalui ultrifiltrasi di dalam ginjal. Ekskresi lainnya dapat melalui rute hati-empedu-feses (Koeman, 1987).

(50)

tersebut melalui mekanisme regulasi, ikan juga dapat bermigrasi ke berbagai tempat yang besar kemungkinan belum banyak terkontaminasi logam berat timbal (Pb), kemampuan ikan yang dapat mengeluarkan logam berat dalam tubuhnya seiring dengan penurunan logam berat dalam air. Timbal (Pb) memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air maka timbal banyak mengendap di dasar perairan. Sedangkan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) hidup dan mencari makan pada tempat yang lumayan dangkal. Rata-rata konsentrasi timbal (Pb) pada tubuh ikan meningkat pada periode awal paparan seiring dengan tingginya konsentrasi timbal (Pb) (Al-Naawagi, 2008).

Kandungan timbal (Pb) pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang telah di periksa tidak melebihi nilai ambang batas yang telah di tetapkan, akan tetapi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang mengandung timbal (Pb) yang terdapat pada muara sungai Percut telah melebihi anjuran konsumsi harian atau Acceptable Daily Intake (ADI) yang telah di tetapkan oleh WHO/FAO yaitu 25 μg/kg berat badan per minggu. Oleh sebab itu, sebaiknya dalam mengonsumsi ikan tersebut tetap di perhatikan nilai konsumsi hariannya serta frekuensi konsumsi, karena ikan ini dapat mengakumulasi logam berat yang dapat berdampak bagi kesehatan manusia.

Timbal (Pb) bersifat kumulatif mekanisme toksisitas timbal (Pb) berdasarkan organ yang di pengaruhinya adalah:

(51)

2. Sistem saraf: dimana Timbal (Pb) dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.

3. Sistem urinaria: dimana Timbal (Pb) dapat menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.

4. Sistem gastro-intestinal: dimana Timbal (Pb) menyebabkan kolik dan konstipasi.

5. Sistem kardiovaskuler: dimana Timbal (Pb) dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap Timbal (Pb). Ibu hamil yang terkontaminasi Timbal (Pb) dapat mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.

7. Sistem endokrin: dimana Timbal (Pb) mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.

8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi (Widowati, 2008).

Paparan Timbal (Pb) secara kronis dapat mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur (Widowati, 2008).

(52)

1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat.

2. Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan, dan koma.

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan

1. Kandungan timbal (Pb) yang terdapat pada air muara sungai Percut yaitu 0,1628 mg/l. Dengan bersandarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, kadar timbal yang di perbolehkan berada pada badan air yaitu 0,03 mg/l, disimpulkan bahwa muara sungai Percut telah tercemar timbal (Pb) dan telah melebihi nilai ambang batas.

2. Sembilan ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang di periksa kandungan timbal (Pb), hanya 3 ekor ikan yang positif mengndung timbal (Pb) yaitu ikan yang berukuran besar (156 gram dan 186 gram), berukuran kecil (57 gram) dengan kandungan timbal masing- masing 0,035 mg/kg, 0,166 mg/kg, 0,035 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa kandungan tersebut tidak melebihi baku mutu yang telah di tetapkan oleh SNI 7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan untuk timbal (Pb) dalam ikan dan hasil olahannya yaitu 0,3 mg/kg.

3. Acceptable Daily Intake (ADI) ikan mujair (Oreochromis mossambicus)

(54)

6.2Saran

1. Masukan bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pengendalian berbagai limbah, khususnya industri yang di buang di sungai.

2. Bagi masyarakat agar memperhatikan asupan makan ikan mujair

(Oreochromis mossambicus) yang telah mengandung logam berat timbal

(Pb) yang berasal dari muara sungai Percut.

(55)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai

2.1.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sungai

Daerah Aliran Sungai merupakan suatu cekungan geohidrologi yang dibatasi oleh daerah tangkap air dan dialiri oleh suatu badan sungai dan merupakan penghubung antara kawasan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga kondisi di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir. DAS meliputi semua komponen lahan, air dan sumberdaya biotik yang merupakan suatu unit ekologi dan mempunyai keterkaitan antar komponen. DAS mempunyai banyak sub-sistem yang juga merupakan fungsi dan bagian dari suatu konteks yang lebih luas (Clark, 1996 dalam Lumbanbatu, 2013).

Banyak definisi yang digunakan dalam memahami daerah aliran sungai, diantaranya terdapat dalam Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004, pasal 1 tentang Sumberdaya Air yang menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktifitas daratan (Rauf dkk, 2011).

(56)

dimana unsur-unsur utamanya adalah vegetasi, tanah, air serta manusia dan segala daya upayanya yang dilakukan di daerah tersebut.

Menurut Rauf, dkk (2011), Berdasarkan kaitannya dengan wilayah daratan tempat berlangsungnya salah satu siklus hidrologi yaitu sebagai tempat berlangsungnya penampungan, pengaliran, dan pendistribusian air, maka wilayah DAS dapat dibedakan kedalam:

1. DAS bagian atas (DAS hulu)

Ciri-ciri: adanya kerapatan drainase alami yang tinggi diakibatkan oleh banyaknya mata air yang membentuk anak-anak sungai yang rapat, kawasan hulu DAS selalu di dominasi oleh kawasan hutan.

Fungi: sebagai daerah tangkapan atau resapan air yang sekaligus sebagai kawasan konservasi tanah dan air, kawasan lindung dan kontrol terhadap erosi lahan dan hutan.

2. DAS bagian tengah (DAS tengah)

Ciri-ciri: kerapatan drainase yang lebih rendah karena keberadaan drainase alaminya sudah merupakan kumpulan dari beberapa anak sungai dari bagian hulu. Fungsi: sebagai daerah untuk pengaliran, dan pengalokasian atau pendistribusian serta pengendalian banjir.

3. DAS bagian bawah (DAS hilir)

(57)

berupa buffer area sungai maupun rawa-rawa dan cekungan-cekungan tempat terakumulasinya air berlebih saat terjadi hujan.

Fungsi: sebagai daerah pemanfaatan air dan sedimentasi, pengendalian banjir serta pencegahan intrusi air laut.

Menurut Haslam (1992) yang di kutip oleh Lumbanbatu (2013), Sungai sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi:

1. Sungai atau aliran sungai adalah jumlah air yang mengalir sepanjang lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan dimana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke suatu arah yaitu hilir (muara).

2. Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan membelah daratan. 2.1.2 Bagian-Bagian Sungai

Mulyanto (2007) mengatakan bahwa sungai biasanya memiliki bentuknya sendiri sesuai faktor-faktor yang mengaturnya, terutama faktor geologi dari daerah aliran sungainya, serta iklim di tempat tersebut. Bahkan di dalam sebuah sungai sendiri, timbul pula perbedaan antara bagian-bagiannya. Kearah memanjang, sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya yaitu:

1. Bagian Hulu Sungai

(58)

aliran yang mempunyai daya gerus dan kapasitas transport sedimen yang sangat besar sehingga mengakibatkan:

a. Arus akan menggerus dasar sungai dan membentuk alur dengan aliran yang deras,

b. Waktu terkumpulnya aliran ke dalam alur akan sangat singkat sehingga hidrograf debit alurnya akan cepat mencapai puncaknya,

c. Menyebabkan konsentrasi sedimen di dalam alirannya di dalam hilir akan bertambah besar.

2. Bagian Sungai Alluvial yang Mengalir Bantaran Sungai

Dalam alirannya ke hilir yang lebih landai memasuki bagian sungai alluvial, butir-butir sedimen dari bagian hulu yang lembut akan terbawa. Karena kecepatan yang tinggi benturan dan geseran material yang terbawa alirannya menghasilkan butir-butir yang lebih halus. Secara umum sungai alluvial akan berubah dari arah aliran lurus membentuk lintasan yang berkelok-kelok.

3. Sungai Pasang Surut

(59)

4. Muara Sungai

Pada muara sungai ini alur akan berbatasan dengan laut pada garis pantai. Pada muara, terjadi dua arah aliran yaitu debit air tawar dari hulu ke hilir, dan air laut pada saat pasang naik ke arah hulu. Sifat aliran pada muara sungai ini sangat tergantung pada bentuk bukaan mulut dan alurnya:

a. Pada muara yang berubah-ubah lebar dan dalamnya, muka air di dalamnya pada saat pasang naik akan berubah dengan cepat yaitu menurun pada pelebaran dan meninggi pada penyempitan.

b. Pada muara dengan bukaan dan alur yang sempit, gelombang pasang akan cepat lenyap dan pada saat surut muka airnya hampir serentak turun di sepanjang alurnya.

c. Pada bukaan dan alur yang lebar dan dangkal serta arus yang kuat, akan terjadi

hydraulic boure, yaitu muka aliran air yang hampir vertikal.

d. Muara dengan bukaan berbentuk trompet sangat ideal untuk navigasi karena pada saat air pasang naiknya muka air di dalam alur hampir mendekati horizontal.

Proses pengendapan dan pengerusan di dalam muara akan dipengaruhi oleh aliran dari hulu dan pasang surutnya air laut yang masuk kedalamnya. Pada saat surut, akan terjadi beberapa berikut:

(60)

b. Penggumpalan sedimen layang akan berlanjut dan sebagian akan mengendap di dalam muara dan sebagian lagi akan terus terbawa ke laut.

c. Aliran air surut di dalam muara ini akan memasuki laut dan pada saat itu kecepatan alirannya akan mengecil mendekati nol. Sedimen dari hulu akan di endapkan di dalam muara.

d. Muara akan mendangkal sehingga tidak mampu melewatkan debit besar berikutnya kecuali dengan menambah lebarnya.

Pada saat pasang naik:

a. Air pasang akan membawa serta ke dalam muara sedimen layang yang menggumpal di laut, untuk diendapkan di dalam muara.

b. Hanyutan sedimen sekunder yang terbawa arus littoral kedepan bukaan muara akan ikut terbawa masuk oleh pasang naik, sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan endapan.

5. Delta Sungai

Proses pengendapan dan penggerusan di dalam muara sungai akan membentuk gugus endapan yang berupa pualu-pulau kecil yang berkembang semakin luas dan semakin tinggi yang menjadi embryo delta. Dengan terbentuknya muara-muara baru pada cabang-cabang baru maka proses pembentukan embrio delta ini juga akan berlangsung didalamnya.

2.1.3 Fungsi Sungai

(61)

memanfaatkan sungai dalam berbagai hal. Akan tetapi pemanfaatan sungai yang berlebih dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran dan rusaknya tatanan sungai. Contohnya tercemarnya sungai akibat buangan limbah rumah tangga maupun industri di sekitar sungai, sehingga mengakibatkan terdapatnya banyak kandungan organik dan anorganik (logam berat) seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), cadmium (Cd) di dalam air. Hal tersebut dapat menjadi toksik bagi biota sungai (Sukadi, 1999) .

Menurut Mulyanto (2007), banyak manfaat yang dapat diambil dari sebuah sungai, diantaranya:

1. Air: air merupakan kebutuhan dari keseluruhan makhluk untuk kelangsungan hidup, serta dimanfaatkan sebagai penunjang produksi pangan untuk pembasahan lahan irigasi dan perikanan.

2. Aliran: bersama dengan airnya akan menghasilkan energi, pembersih pencemaran dan dapat sebagai fasilitas rekreasi.

3. Alur: jalan transportasi dan unsur pertahanan dan keamanan terutama dimasa lalu.

4. Sedimen: dapat di pakai sebagai bahan bangunan, membentuk maupun menyuburkan lahan.

5. Lembah, delta: dapat dikembangkan sebagai areal permukiman, pertanian dan industri.

Menurut Maryono (2005) sungai dapat berfungsi sebagai: 1. Saluran eko-drainase (drainase ramah lingkungan)

(62)

3. Fungsi ekologi

2.1.4 Pencemaran Sungai

Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja. Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemaran akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui. Tetapi terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemaran yang sangat besar. Akibatnya, proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001).

Menurut Darmono (2001) pencemaran yang dapat terjadi di sungai antara lain:

1. Pencemaran Oleh Mikroorganisme

(63)

yang terinfeksi. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut

Water-borne disease dan sering ditemukan pada penyakit tifus, bakteri, kolera, dan

disentri.

2. Pencemaran Oleh Bahan Inorganik Nutrisi Tanaman

Penggunaan pupuk nitrogen dan fosfat dalam bidang pertanian telah dilakukan sejak lama secara meluas. Pupuk kimia ini dapat menghasilkan produksi tanaman pangan yang tinggi sehingga digunakan petani. Tetapi di lain pihak, nitrat dan fosfat dapat mencemari sungai, danau, dan lautan. Sebetulnya sumber pencemaran nitrat ini tidak hanya berasal dari pupuk pertanian saja, karena di udara atmosfer bumi mengandung 78% gas nitrogen. Pada waktu hujan dan terjadi kilat dan petir, di udara akan terbentuk ammonia dan nitrogen (NH4-, NO3-) dan terbawa air hujan menuju permukaan tanah. Nitrogen akan bersenyawa dengan komponen yang kompleks lainnya.

3. Limbah Organik Menyebabkan Kurangnya Oksigen Terlarut

Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen dalam air ialah limbah organik yang terbuang dalam air. Limbah organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi oleh bakteri aerob (menggunakan oksigen dalam air), sehingga lama-kelamaan oksigen yang terlarut dalam air akan sangat berkurang. Dalam kondisi berkurangnya oksigen tersebut hanya spesies organisme tertentu saja yang dapat hidup.

4. Pencemaran Bahan Kimia Inorganik

(64)

untuk di minum. Di samping dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti ikan dan organisme lainnya, pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena bersifat korosif).

5. Pencemaran Bahan Kimia Organik

Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih, detergen dan masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan oleh manusia dapat menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme air lainnya. Lebih dari 700 bahan kimia organik sintetis ditemukan dalam jumlah relatif sedikit pada permukaan air tanah untuk minum di Amerika, dan dapat menyebabkan gangguan pada ginjal, gangguan kelahiran, dan beberapa macam bentuk kanker pada hewan percobaan di laboratorium. Tetapi sampai sekarang belum diketahui apa akibatnya pada orang yang mengkonsumsi air tersebut sehingga dapat menyebabkan keracunan kronis.

6. Sedimen dan Bahan Tersuspensi

(65)

lainnya memperoleh makanan, mempersulit tanaman air melakukan fotosintesis, pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Bagian bawah sedimen akan merusak produksi pakan ikan (plankton), merusak telur ikan, dan membendung aliran sungai dan danau.

2.2 Pencemaran (Polusi) Air

2.2.1 Pengertian Pencemaran (Polusi) Air

Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 menyebutkan bahwa pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Mulia, 2005). Sedangkan yang dimaksud dengan bahan pencemar adalah bahan yang di buang

ke lingkungan dan dapat menyebabkan perubahan tatanan lingkungan. Menurut

Fardiaz (1992), Polutan air dapat dikelompokkan atas 9 kelompok berdasarkan

perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut:

1. Padatan

2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen 3. Mikroorganisme

4. Komponen organik sintetik 5. Nutrien tanaman

6. Minyak

(66)

8. Bahan radioaktif 9. Panas

2.2.2 Sifat Air Tercemar (Terpolusi)

Menurut Wardhana (2004), indikator atau tanda bahwa air telah tercemar dapat di lihat dari sifatnya seperti berikut:

a. Adanya perubahan suhu air

b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen c. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air

d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut e. Adanya mikroorganisme

f. Meningkatnya radioaktifitas air lingkungan. 2.3 Logam dan Logam Berat

2.3.1 Pengertian Logam dan Logam Berat

Istilah “logam” secara khas menunjukkan suatu unsur yang merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan di tempa, kekerasan, dan keelektropositifan yang tinggi. Logam memasuki hidrosfer dari beragam sumber, secara alami atau di sebabkan oleh manusia. Pada skala waktu geologi sumber alami seperti kerusakan secara kimiawi dan kegiatan gunung berapi merupakan mekanisme pelepasan yang terbesar yang bertanggung jawab terhadap susunan kimiawi pada ekosistem laut dan air tawar (Connel, 1995).

(67)

b. Logam esensial dan tidak esensial

c. Trace mineral (logam yang terdapat hanya sedikit) dan yang bukan trace

mineral

Logam berat (heavy metal) adalah logam denganmassa jenislima atau

lebih, dengan nomor atom 22 sampai dengan 92. Logam berat masih termasuk

golongan logam dengan kriteria yang sama dengan logam-logam lain, perbedaannya hanya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 2008).

2.3.2 Karakteristik Logam Berat

Istilah logam berat sebetulnya telah dipergunakan secara luas, terutama dalam perpustakaan ilmiah, sebagai suatu istilah yang menggambarkan bentuk dari logam tertentu. Karakteristik dari kelompok logam berat menurut Palar (2008) diantaranya:

a. Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4)

b. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida

c. Mempunyai respon biokimia khas pada organisme hidup

Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam 3 kelompok biologi dan kimia. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut (Palar, 2008):

(68)

b. Logam-logam dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga

nitrogen/sulfur seeking metal.

c. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai logam pengganti untuk logam-logam dari kelas A dan logam dari kelas B.

2.3.3 Penyebaran Logam di Alam

Unsur logam ditemukan secara luas di seluruh permukaan bumi. Mulai dari tanah dan batuan, badan air, bahkan pada lapisan atmosfer yang menyelimuti bumi. Umumnya logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain, dan sangat jarang yang ditemukan dalam bentuk elemen tunggal (Palar, 2008).

1. Logam dalam batuan dan tanah

Pada tahun 1969, skinner, salah seorang ahli kimia dunia, mengusulkan untuk mengelompokkan bahan alam atau sumber daya yang berasal dari dalam lapisan bumi ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokan yang diusulkannya adalah sebagai berikut (Palar, 2008):

a. Bahan yang menghasilkan logam dan teknologi b. Bahan untuk bangunan

c. Bahan mineral untuk industri kimia d. Bahan mineral untuk pertanian e. Bahan bakar fosil (minyak bumi) f. Bahan bakar nuklir, dan

(69)

2. Logam dalam perairan

Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2008), kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan perairan di kontrol oleh:

a. pH badan air.

b. Jenis dan konsentrasi logam dan khelat.

c. Keadaan komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks.

Keberadaan logam-logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber alamiah seperti berasal dari erosi, logam-logam yang dilepaskan gunung berapi di laut dalam, dan dari partikel atau endapan oleh adanya proses kimiawi. Sedangkan dari aktifitas manusia dapat bersumber dari kegiatan pertambangan, limbah rumah tangga, limbah buangan industri, dan aliran pertanian (Connel, 1995).

Ada banyak faktor yang menjadi daya racun dari logam berat yang terlarut dalam badan perairan, diantaranya (Palar, 2008) :

a. Bentuk logam dalam air, apakah organik atau anorganik.

b. Keberadaan logam lain, adanya logam lain dalam badan air dapat memungkinkan logam tertentu menjadi sinergis atau sebaliknya.

c. Fisiologis dari biota, proses fisiologis yang terjadi pada biota turut memengaruhi tingkat logam berat yang terakumulasi dalam tubuh biota air tersebut.

(70)

3. Logam dalam atmosfer

Logam-logam di atmosfer berdasarkan sumber alamiahnya berasal dari debu-debu hasil aktifitas gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan tanah, asap dari kebakaran hutan, dan aerosol dan partikulat dari permukaan lautan (Connel, 1995)

2.3.4 Jalur Masuk (Portal Entri)

Portal entri adalah pintu masuknya xenobiotik kedalam tubuh organisme. Beberapa portal entri yang penting menurut Slamet (1994) diantaranya:

1. Oral

Pintu masuk melalui mulut dan masuk ke dalam saluran pencernaan. Portal entri ini sering dipakai xenobiotik, akan tetapi xenobiotik yang masuk tidak akan mudah mencapai peredaran darah.

2. Inhalasi

Yaitu masuknya xenobiotik lewat saluran pernafasan. Portal entri ini akan memudahkan xenobiotik masuk kedalam peredaran darah karena tipisnya dinding paru-paru yang berhadapan dengan dinding kapiler darah yang juga hanya terdiri dari selapis sel.

3. Insang

(71)

4. Dermal

Xenobiotik yang memasuki tubuh lewat dermal akan lebih mudah memasuki peredaran darah jika dibandingkan dengan melalui oral.

5. Parenteral

Xenobiotik masuk ke dalam tubuh melalui suntikan dan dapat langsung masuk ke dalam peredaran darah.

2.3.5 Proses Ekokinetika

Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun dalam suatu ekosistem. Di lingkungan pada dasarnya terdapat 4 kompartemen yang akan menentukan lokasi dan interaksi zat kimia, yaitu air, udara, tanah, dan biota/mikroorganisme. Apabila suatu zat diemisikan, maka lingkungan akan mendistribusikannya ke berbagai kompartemen seperti air, udara, tanah, dan biota sampai suatu saat akan terjadi suatu keseimbangan baru, yang tergantung pada berbagai sifat kimia-fisika baik xenobiotik maupun lingkungannya (Slamet, 1994).

(72)

padatan yang sekaligus juga menentukan cara xenobiotik memasuki organisme (Slamet, 1994).

Menurut Slamet (1994), prediksi dan perilaku zat di lingkungan dapat berakhir dengan 3 kemugnkinan, yaitu:

1. Zat kimia tetap berada pada tempat dimana dia mulai masuk atau diemisikan 2. Zat kimia terbawa masuk ke tanah, sedimen, air, atau atmosfer

3. Zat kimia bertransformasi atau terurai melalui proses kimia, fisik, atau biologi. Menurut Slamet (1994), Jumlah xenobiotik yang diemisikan akan mengalami nasib di lingkungan dan ditentukan oleh berbagai proses seperti: 1. Adsorpsi-desorpsi-sedimentasi

2. Input-evaporasi

3. Reaksi dengan zat lain membentuk senyawa baru.

Proses kinetik dapat digolongkan ke dalam proses biotik dan abiotik. Dalam proses biotik segala reaksi dapat terjadi secara enzimatik. Sedangkan proses abiotik yang berupa proses fisis adalah transport lokal, regional dan global, leaching, evaporasi dari perairan dan atau padatan, deposisi dari atmosfer baik basah maupun kering, dan sedimentasi zat organik. Proses biotik yang berupa proses kimiawi meliputi proses hidrolisis, oksidasi, dan reaksi-reaksi fotokimia (Slamet, 1994).

2.3.6 Toksisitas Logam Berbahaya

Menurut Slamet (1994), Tokosisitas logam dapat bersifat kronis dan akut, sangat tergantung pada berbagai faktor:

(73)

a. Dosis tinggi sekaligus dalam waktu pendek, maka efek bisa akut dan parah b. Waktu pemaparan pendek tetapi massif

c. Portal entri memungkinkan masuk ke peredaran darah dengan cepat 2. Toksisitas kronik, tergantung pada:

a. Dosis yang tidak tinggi, tetapi paparan yang menahun b. Gejala tidak mendadak ataupun sangat kronis

c. Organ dapat seluruhnya terkena 2.4 Pencemaran Logam Berat

(74)

Pencemaran logam berasal dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang terancu, gangguan pada cekungan perairan, presipitasi, dan jatuhan dari atmosfer. Menurut wittmann (1979) dalam Connel (1995) sumber utama pencemaran logam bersumber dari:

1. Kegiatan pertambangan

Kegiatan proses pengambilan bijih, peleburan, dan penyulingan minyak dapat menyebabkan hamburan dan penimbunan sejumlah besar logam runutan seperti Pb, Zn, Cu, As, dan Ag ke dalam saluran pembuangan di sekelilingnya atau pengeluaran langsung ke dalam lingkungan perairan.

2. Cairan limbah rumah tangga dan aliran air badai perkotaan

Pencemaran logam terbesar bersumber dari limbah rumah tangga yang berasal dari sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd) dan produk-produk konsumer seperti detergen. Pembuangan sampah lumpur juga dapat menyumbangkan pencemaran logam (Cu, Pb, Zn, Cd, dan Ag) ke dalam air penerima.

3. Limbah dan buangan industri

Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber utama perancu logam di udara yang ada di dalam air alamiah dan daerah aliran sungai, pembakaran bahan bakar yang mengandung timah hitam juga memberikan sumbangan pada timbunan timah hitam di perkotaan.

4. Aliran Pertanian

(75)

melalui pemakaian cairan limbah atau lumpur sebagai sumber makanan tanaman. Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu tidak dihancurkan oleh mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan terakumulasi dalam komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi dan kombinasi (Apriadi, 2005).

Menurut Widowati,dkk (2008) Penggunaan logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia akan memengaruhi kesehatan manusia melalui 2 jalur, yaitu:

1. Kegiatan industri akan menambah polutan logam dalam lingkungan udara, air, tanah, dan makanan.

2. Perubahan bikomia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri dapat memengaruhi kesehatan manusia.

(76)
(77)

Batuan, gunung berapi

Industri

Limbah logam

Darat Sungai Laut Udara

Fitoplankton Pertanian, peternakan Kolam

Zooplankton Air minum

Pangan, tanaman, hewan

Ikan

[image:77.595.114.555.111.563.2]

Bentos Manusia

(78)

2.5 Pencemaran Perairan Oleh Logam Berat

Keberadaan logam berat dalam perairan dapat bersumber dari limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan industri. Selain itu logam berat secara alami memang ada di alam namun dalam jumlah yang kecil, logam pada

ekosistem air secara alami hanya berkisar kurang dari 1 μg/l. Jumlah tersebut

dapat meningkat seiring dengan semakin meningkatnya volume limbah yang berasal dari industri, pertambangan, pertanian, serta rumah tangga yang masuk kedalam perairan alami. Logam berat yang bersifat toksik ini dapat bertahan lama dan menumpuk di lingkungan. Pada tabel 2.1 dapat di lihat kandungan logam berat yang secara alami terdapat pada air laut dan air sungai. Apabila kandungan logam berat berlebihan terdapat dalam perairan, maka dapat berdampak negatif pada biota air serta manusia, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan terhadap batasan logam berat pada perairan yang dapat di lihat pada tabel 2.2 (Darmono, 2001)

Tabel 2.1 Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air Laut dan Sungai Secara Alamiah

Logam Air laut (μg/l) Air sungai (μg/l)

As 2,6 2

Cd 0,11 Tt

Cr 0,2 1

Pb 0,03 3

Sumber waldichuk (1974)

Tabel 2.2 Standar Konsentrasi Logam Dalam Air yang Direkomendasikan

Logam Simbol Standar (mg/L)

Besi Fe 5,0

Cadmium Cd 0,01

Timbal Pb 0,10

(79)

Pencemaran perairan oleh logam berat yang terjadi di danau, muara, dan laut lebih tinggi jika dibandingkan dengan sungai, hal itu disebabkan proses pelarutan dalam danau, waduk,

Gambar

Gambar Lampiran 2. Nelayan Sedang Menajaring Ikan dengan Menggunakan Jala
Gambar Lampiran 3. Ikan Mujair  (Oreochromis mossambicus) Hasil Jala Nelayan
Gambar Lampiran  5. Ukuran ikan mujair
Gambar 3.1 Peta Muara Aliran Sungai Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan Logam Berat Pb Dalam Air dan Sedimen Pada Daerah Aliran Sungai Percut, Provinsi Sumatera Utara.. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triachantus nieuhofi) di Perairan Ancol.. Institut

Muara sungai Percut merupakan pertemuan antara air laut dengan air sungai yang berasal dari hulu yang membawa banyak zat pencemar berupa limbah industri seperti

Pencemaran perairan oleh logam berat yang terjadi di danau, muara, dan laut lebih tinggi jika dibandingkan dengan sungai, hal itu disebabkan proses pelarutan

Manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah memberikan informasi mengenai kandungan logam berat timbal (Pb) dan Besi (Fe) pada air, sedimen dan daging ikan

Pada biokonsentrasi logam berat timbal (Pb) 0,8385 mg/kg dan kromium heksavalen sebesar 1,1402 mg/kg pada ikan Mujair ( Oreochromis mossambicus ) yang hidup di

Bersumber pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan, pada daging ikan mujair diperoleh perbedaan nilai rata-rata kadar logam berat (Pb) sebelum dan sesudah perendaman

Penelitian tentang Perbandingan Prevalensi Parasit Pada Insang Dan Usus Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Rawa Dan Tambak Paluh Merbau Percut Sei Tuan telah dilakukan