• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SD NEGERI 2 SAMBENG BOYOLALI TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SD NEGERI 2 SAMBENG BOYOLALI TAHUN 2010"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SD NEGERI 2 SAMBENG BOYOLALI TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh:

EDI PURWANTO NIM X7108656

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SD NEGERI 2 SAMBENG BOYOLALI TAHUN 2010

Oleh:

EDI PURWANTO NIM X7108656

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

iii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul:

Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa SD Negeri 2 Sambeng Boyolali tahun 2010

Oleh :

Nama : EDI PURWANTO

NIM : X7108656

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari : Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dr. Riyadi, M.Si

NIP. 19670116 199402 1 001

Pembimbing II

Drs. Samino Sangaji, M.Pd

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa SD Negeri 2 Sambeng Boyolali tahun 2010

Oleh :

Nama : EDI PURWANTO

NIM : X7108656

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Kartono, M.Pd ... Sekretaris : Drs. A. Dakir, M.Pd ... Anggota I : Dr. Riyadi, M.Si ... Anggota II : Drs. Samino Sangaji, M.Pd ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

(5)

v

ABSTRAK

EDI PURWANTO. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SD NEGERI 2 SAMBENG TAHUN 2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas sebelas Maret Surakarta, Juli 2010. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah: (1) Untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa SD Negeri 2 Sambeng tahun 2010 melalui pendekatan kontekstual. (2) Mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa SD Negeri 2 Sambeng tahun 2010.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Sebagai subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Sambeng Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi/pengamatan, kajian dokumen, tes dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan keterampilan menulis deskripsi setelah dilaksanakan tindakan kelas melalui pendekatan kontekstual. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya keterampilan menulis deskripsi dari sebelum dan sesudah dilaksanakannya tindakan. Siklus I ada peningkatan keterampilan menulis deskripsi dari rata-rata 65,88 menjadi 68,00 dan dari pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 47,06% menjadi 58,82%. Siklus II terjadi peningkatan keterampilan menulis deskripsi dari rata-rata siklus I yaitu 68,00 menjadi 70,24 dan dari pencapaian KKM 58,82% menjadi 70,59%. Siklus III terjadi peningkatan keterampilan menulis deskripsi dari rata-rata siklus II yaitu 70,24 menjadi 73,88 dan pencapaian KKM dari 70,59% menjadi 88,24%.

(6)

vi

ABSTRACT

EDI PURWANTO. THE RAISE OF DESCRIPTION WRITING SKILL USE CONTEXTUAL APPROACH AT STUDENT OF SAMBENG 2 ELEMENTARY SCHOOL YEAR 2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training

and Education Faculty. Sebelas Maret Univercity Surakarta, July 2010.

The aim of this research were: (1) to improve description writing skill at student of Sambeng 2 elementary school academic year 2010, (2) to solve the problems in using contextual approach to improve description writing skill at student of Sambeng 2 elementary school academic year 2010.

This research model is action classroom research using three cycles. Each cycle consists of four steps: planning, action, observation and reflection. As the object of the research are students of Sambeng 2 elementary school at the fifth year in Juwangi of Boyolali regency. The technique of data collection are observation, analysis document, test and interview. The technique of analysis was interactive analysis model which had 3 component: data reduction, representation of data and pulling of conclusion or verification.

The conclusion based on the result are there is skill improvement in description writing after doing action classroom research use contextual approach. It could shown that improving description writing skill increased before and after doing action. Cycle I there is improving description writing skill from overage 65,88 became 68,00 and on KKM 47,06% became 58,82%. Cycle II it’s happen improving description writing skill on overage cycle I 68,00 became 70,24 and on KKM 58,82 became 70,59%. Cycle III it’s happen improving description writing skill from overage cycle II 70,24 became 73,88 and on KKM 70,59% became 88,24%.

(7)

vii

MOTTO

Pelajarilah ilmu dan mengajarlah kamu, rendahkanlah dirimu t erhadap guru-gurumu dan berlakulah lemah lembut terhadap murid-muridmu.

(Terjemahan HR. Tabrani)

"Sesungguhnya sesudah kesulit an it u ada kemudahan, maka apabil a kamu t elah selesai dari pekerjaan/ tugas, kerjakanlah yang lain dengan sungguh."

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

 Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat serta Hidayah- Nya

 Bapak dan Ibutercinta yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang yang tak pernah lekang oleh waktu dan selalu mendoakan, memberikan motivasi, bimbingan dan kasih sayang dengan tulus iklas serta mendukung, menuntunku disetiap langkahku.

 Sahabat-sahabatku yang aku sayangi

terimakasih atas dukungannya dan motivasi yang selalu kalian berikan.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan.

Skripsi yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa SD Negeri 2 Sambeng Boyolali Tahun 2010. Skripsi, Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas sebelas Maret Surakarta, Juli 2010 ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tindakan kelas ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. R. Indianto, M. Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M. Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dr. Riyadi, M.Si. selaku Pembimbing I yang mengarahkan dan membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.

5. Drs. Samino Sangaji, M.Pd selaku pembimbing II yang membimbing hingga selesainya skripsi ini.

6. Sismadi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri 2 Sambeng yang telah memberikan izin dan tempat penelitian kepada penulis.

7. Semua pihak yang telah memberi bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

x

dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... i

HALAMANPENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian... 4

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 6

1. Hakikat Belajar Bahasa Indonesia ... 6

a. Hakikat Belajar ... 6

b. Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 8

c. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar...11

2. Hakikat Keterampilan Menulis Deskripsi ... 15

(12)

xii

b. Pengertian Menulis ...15

c. Ragam Tulisan...17

d. Tujuan dan Manfaat Menulis ...18

e. Pendekatan dalam Menulis ...19

f. Tahap-Tahap Menulis ...20

g. Wacana Deskripsi ...21

h. Menulis Deskripsi ...23

i. Langkah-Langkah Menulis Deskripsi ...24

3. Hakikat Pendekatan Kontekstual ...25

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual ...25

b. Ciri-Ciri Pendekatan Kontekstual ...28

c. Komponen-Komponen Pendekatan Kontekstual ...29

d. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual ...32

e. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia ...33

f. Langkah-Langkah Pembelajaran ...33

B. Penelitian yang Relevan ...36

C. Kerangka Berpikir ...37

D. Rumusan Hipotesis Tindakan ...39

BAB III. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian ...40

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...41

C. Subjek Penelitian ...42

D. Data dan Sumber Data ...42

E. Teknik Pengumpulan Data...43

F. Validitas Data ...44

G. Teknik Analisis Data ...44

H. Indikator Kinerja ...45

I. Prosedur Penelitian ...46

(13)

xiii

A. Pelaksanaan Penelitian ...53

B. Hasil Penelitian ...76

C. Pembahasan Hasil Penelitian ...80

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ...84

B. Implikasi ...85

C. Saran ...85

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

... .. ..

... 4

1 Tabel 2. Nilai Menulis Deskripsi Siklus I ... 77

Tabel 3. Nilai Menulis Deskripsi Siklus II ... 78

Tabel 4. Nilai Menulis Deskripsi Siklus III ... 79

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir... 38

Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 45

Gambar 3. Model Analisis Interaktif ... 48

Gambar 4. Skema Prosedur Penelitian ... 52

Gambar 5. Grafik Nilai Menulis Deskripsi Siklus I ... 77

Gambar 6. Grafik Nilai Menulis Deskripsi Siklus II ... 78

Gambar 7. Grafik Nilai Menulis Deskripsi Siklus III ... 79

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. KKM SD Negei 2 Sambeng Tahun Ajaran 2009/2010 ...90

Lampiran 2. Silabus Bahasa Indonesia Kelas V ...91

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus ...92

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ...98

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ...105

Lampiran 6. Kisi-Kisi Wawancara Murid ...111

Lampiran 7. Panduan Wawancara Murid...111

Lampiran 8. Kisi-Kisi Wawancara Guru ...112

Lampiran 9. Panduan Wawancara Guru ...112

Lampiran 10. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ...113

Lampiran 11. Lembar Observasi Aktivitas Guru ...114

Lampiran 12. Kisi-Kisi Wawancara Siswa Akhir Siklus ...115

Lampiran 13. Panduan Wawancara Siswa Akhir Siklus...115

Lampiran 14. Kisi-Kisi Wawancara Guru Akhir Siklus ...115

Lampiran 15. Panduan Wawancara Guru Akhir Siklus ...116

Lampiran 16. Daftar Nilai Menulis Deskripsi Kondisi Awal ...116

Lampiran 17. Daftar Nilai Menulis Deskripsi Siklus I ...117

Lampiran 18. Daftar Nilai Menulis Deskripsi Siklus II ...118

Lampiran 19. Daftar Nilai Menulis Deskripsi Siklus III ...119

Lampiran 20. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ...120

Lampiran 21. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ...121

Lampiran 22. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus III ...122

Lampiran 23. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I ...123

Lampiran 24. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ...124

Lampiran 25. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III ...125

Lampiran 26. Foto Kegiatan Siswa...126

Lampiran 27. Surat Ijin Penelitian dari Kepala Sekolah ...129

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya komunikasi maka interaksi antar manusia tidak akan terjadi. Manusia akan nampak terlihat hidup sendiri. Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak pernah dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sehingga komunikasi harus ada untuk menunjang kelangsungan hidup manusia.

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam komunikasi. Dua atau lebih manusia yang berkomunikasi menggunakan bahasa yang sama dapat membuat mereka memahami maksud dari penyampai pesan. Pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa pengungkapan gagasan ataupun perasaan baik secara lisan maupun tertulis.

Bahasa yang digunakan oleh warga negara Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan sumpah pemuda yang menyatakan bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Sekolah-sekolah menggunakan bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap penting. Terbukti dalam pelaksanaan Ujian Nasional, mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan.

Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan menulis dan membaca sebagai aktivitas komunikasi saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Kebiasaan menulis tidak akan terlaksana tanpa adanya kebiasaan membaca.

(17)

2 Pengajaran menulis atau mengarang deskripsi hanya sekedar penyampaian teori kemudian langsung menulis. Siswa tidak begitu paham tentang apa yang harus mereka tulis supaya menghasilkan suatu karangan deskripsi. Hal tersebut dikarenakan siswa belum memahami materi yang diterima. Akibatnya keterampilan menulis deskripsi siswa rendah. Hasil akhir tulisan deskripsi siswa kelas V SD Negeri 2 Sambeng juga masih kurang. Saat diadakan tes menulis deskripsi pada siswa kelas V diperoleh nilai yang terangkum pada tabel 1.

Berdasarkan tabel 1 pada lampiran Nilai mengarang deskripsi kelas V diperoleh data siswa yang mendapatkan nilai dibawah 59 dengan keterangan sangat kurang ada satu siswa. Siswa yang mendapat nilai 60-64 dengan keterangan kurang ada delapan siswa. Siswa yang mendapatkan nilai 65-69 dengan keterangan cukup ada lima siswa. Siswa yang mendapatkan nilai 70-79 dengan keterangan baik ada dua siswa. Siswa yang mendapatkan nilai di atas 80 dengan keterangan sangat baik ada satu siswa. Nilai tertingginya adalah 82 dan nilai terendahnya adalah 55. Nilai rata-rata menulis deskripsi kelas V adalah 65,88.

K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) sekecamatan Juwangi tahun 2010 memutuskan bahwa KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V adalah 65. Mengacu penggunaan batas nilai KKM maka dapat dihitung siswa yang telah mencapai KKM hanya 8 siswa, sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 9 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas V yang belum mencapai KKM pada pembelajaran menulis deskripsi masih lebih dari 50%.

(18)

3

bahwa keterampilan menulis harus dikuasai oleh anak sedini mungkin dalam kehidupannya di sekolah.

Berdasarkan hasil dari pengamatan, pembelajaran menulis deskripsi di kelas V masih bersifat konvensional. Pembelajaran hanya sekedar menyampaikan materi tentang menulis deskripsi seperti definisi kata deskripsi yang harus dihafal oleh siswa kemudian diberikan contoh tulisan deskripsi. Setelah itu siswa dituntut untuk mampu menulis deskripsi. Hal tersebut dirasa terlalu memberatkan siswa yang belum begitu memahami materi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang mengarahkan pemikiran kita pada pengalaman. Ketika gagasan-gagasan dialami, digunakan di dalam konteks, mereka memiliki makna (Elaire B. Johnson, 2009: 46). Pembelajaran kontekstual ini adalah pembelajaran yang berangkat dari dunia nyata yang dibawa ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini sangatlah sesuai dengan pengajaran mengarang deskripsi yang harus mengungkapkan dengan bahasa tulis sesuatu dengan jelas.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tindakan kelas dengan judul: “Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa SD Negeri 2 Sambeng Tahun 2010”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Keterampilan menulis deskripsi siswa rendah.

2. Minat siswa dalam pembelajaran menulis deskripsi kurang.

3. Pembelajaran menulis deskripsi hanya dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan.

(19)

4

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk memfokuskan suatu permasalahan yang akan diteliti. Keterampilan menulis deskripsi dalam penelitian ini meliputi proses penulisan dan hasil tulisan deskripsi siswa. Berdasarkan pembatasan masalah tersebut diatasperlu disampaikan pembatasan istilah sebagai berikut :

1. Tujuan pembelajaran yang dimaksud adalah tujuan dalam pembelajaran menulis deskripsi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

2. Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga pembelajaran lebih menarik dan bermakna.

D. Perumusan Masalah

Kemampuan menulis deskripsi siswa kelas V harus ditingkatkan. Berdasarkan uraian Latar Belakang Masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

“Apakah penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa SD Negeri 2 Sambeng tahun 2010?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

(20)

5

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

a. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

b. Sebagai gambaran dan bahan pengembangan untuk menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam meningkatkan kemampuan menulis deskripsi.

2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa

Berkembangnya kegiatan belajar yang berangkat dari kenyataan dalam meningkatkan kemampuan menulis deskripsi.

b. Bagi guru

Guru mendapatkan reverensi baru berupa pembelajaran kontekstual sehingga dapat membuat siswanya lebih mudah untuk belajar menulis deskripsi.

c. Bagi lembaga

(21)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Keterampilan Menulis Deskripsi

a. Pengertian Keterampilan

Keterampilan berasal dari kata dasar terampil yang artinya pandai melakukan sesuatu dalam bentuk tindakan. (http://nucleussmart.blogspot.coml) Malhi bendapat bahwa keterampilan diambil dari kata terampil (skill full) yang mengandung arti kecakapan melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan cekat, cepat, dan tepat. (http://malhikdua.sch.id/komunitas-dan-kegiatan/ pkl.html)

Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk

mencapai hasil tertentu. Menurut Ipin.

(http://www.iphinkool.co.cc/2010/02/02/keterampilan-berbahasaindonesia.html) istilah keterampilan mengacu kepada kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam cara yang efektif. Keterampilan merupakan pengetahuan eksperiensial yang dilakukan secara berulang dan terus menerus secara terstruktur sehingga membentuk kebiasaan dan kebiasaan baru seseorang. (http://gozalionline .blogspot.com.html)

Berdasarkan uraian di atas dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa keterampilan adalah suatu kekampuan untuk melakukan sesuatu melalui belajar dengan cekat, cepat, dan tepat untuk mencapai hasil tertentu serta berlangsung secara terus menerus dan terstruktur sehingga membentuk kebiasaan.

b. Pengertian Menulis

(22)

7

Abdurrahman, 2003: 224). Menunjukkan bahwa menulis sangat penting dalam komunikasi terutama bagi siswa untuk menyalin, mencatan ataupun menyelesaikan tugas.

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan secara tidak langsung, maksudnya antara penyampai pesan dengan penerima pesan tidak saling bertatap muka. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengungkapkan bahwa menulis adalah mengungkapkan gagasan secara tertulis (Sabarti Akhadiah, dkk. 1993: 81). Pendapat lain dikemukakan oleh Suparno dan M. Yunus mengatakan bahwa menulis adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya (2008: 1. 3). Sedangkan pesan itu sendiri adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Ada pertanyaan yang masih belum terjawab yaitu arti dari tulisan. Tulisan adalah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 1. 3). Menurut Poerwadarminta tulisan adalah hasil menulis atau barang apa yang ditulis disebut juga karangan (1983: 1098).

Menulis dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel (Ahmad R dan Darmiyati Z, 2001: 51). Aktivitas yang dimaksud adalah pra-menulis, penulisan draft, revisi, penyuntingan, dan publikasi atau pembahasan.

Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide-ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis (Mulyono Abdurrahman, 2003: 224). Hal ini senada dengan pendapat H. G. Tarigan yang dikutip oleh St. Y. Slamet (2008: 99) menulis pada hakikatnya adalah melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang untuk dibaca orang lain yang dapat memahami bahasa dan lambang-lambang grafis.

(23)

8

Dari berbagai pendapat tentang menulis dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu rangkaian aktivitas yang bersifat fleksibel untuk menyampaikan pesan berupa gambaran pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa yang dapat dipahami oleh penyampai dan penerima pesan.

c. Ragam Tulisan

Tulisan adalah hasil dari kegiatan menulis. Tulisan adalah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 1. 3). Tulisan atau karangan dapat disajikan dalam lima bentuk atau ragam wacana yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Deskripsi (Pemerian)

Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 1. 11). Menurut Sabarti Akhadiah (1993: 97), deskripsi adalah sebuah wacana yang berusaha menggambarkan sesuatu sejelas mungkin.

Sasaran tulisan deskripsi adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, atau merasakan sendiri apa yang dialami penulisnya. akhirnya seseorang yang membaca wacana deskripsi akan memiliki gambaran atau khayalan tentang sesuatu hal.

2) Narasi (Penceritaan atau Pengisahan)

Narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalani dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu atau bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan jelas kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang terjadi. Narasi menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2008: 1. 11) adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu suatu peristiwa.

(24)

9

rangkaian terjadinya sesuatu hal. Tujuannya seseorang yang membaca wacana narasi mendapatkan penjelasan tentang langkah-langkah terjadinya sesuatu.

3) Eksposisi (Paparan)

Eksposisi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pendangan pembacanya (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 1. 12). Wacana eksposisi menurut Sabarti Akhadiah (1992: 134) adalah karangan yang berusaha menerangkan sesuatu yang dapat memperluas pandangan.

Sasaran tulisan eksposisi adalah menginformasikan sesuatu tanpa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan, dan sikap pembacanya. Membaca wacana eksposisi dapat membuat seseorang memperluas pengetahuannya. 4) Argumentasi (Pembahasan atau Pembuktian)

Argumentasi adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 1. 12). Menurut Sabarti Akhadiah (1993: 378) argumentasi adalah karya tulis yang di dalamnya memuat pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan.

Sasaran dari tulisan argumentasi adalah meyakinkan pembaca tentang kebenaran yang disampaikan untuk menghapus konflik dan keraguan pembaca terhadap pendapat penulis. Membaca wacana argumentasi dapat menghilangkan keraguan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulis

5) Persuasi

(25)

10 d. Tujuan dan Manfaat Menulis

Banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan menulis. Manfaat-manfaat tersebut antara lain:

1) Meningkatkan kecerdasan

dengan menulis seseorang dapat meningkatkan kecerdasannya 2) Mengembangkan daya inisiatif dan kreativitasnya

dengan menulis seseorang dapat mengembangkan daya inisiatif (ide) dan kreativitas yang ada dalam dirinya

3) Menumbuhkan keberanian

dengan menulis seseorang dapat menumbuhkan keberanian terutama keberanian dalam mengungkapkan ide atau perasaan

4) Mendorong kemampuan dan kemauan mengumpulkan informasi

dengan menulis seseorang terdorong untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan apa yang ditulisnya

Tujuan dari menulis adalah mengungkapkan ide atau perasaan supaya orang lain tahu apa yang ada dalam pikiran dan perasaan penulis. Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis antara lain: a) pembaca ikut berpikir dan bernalar, b) membuat pembaca tahu hal yang diberitakan, c) menjadikan pembaca beropini, d) menjadikan pembaca mengerti, e) membuat pembaca terpersuasi oleh isi karangan, f) membuat pembaca senang menghayati nilai-nilai yang dikemukakan dalam karangan (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 37). Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas adalah tujuan secara umum yang ditentukan oleh jenis karangan. Selain tujuan umum ada tujuan secara khusus yang ditentukan oleh topik karangan.

e. Pendekatan dalam Menulis

(26)

11

Pendekatan dalam menulis menurut Proett dan Gill (dalam Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 114) adalah pendekatan frekuensi, pendekatan gramatikal, pendekatan koreksi, dan pendekatan formal. Secara singkat pendekatan-pendekatan dalam menulis dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pendekatan frekuensi

Menyatakan bahwa banyaknya latihan mengarang sekalipun tidak dikoreksi (seperti buku harian atau surat), akan membantu meningkatkan keterampilan menulis seseorang.

2) Pendekatan gramatikal

Berpendapat bahwa pengetahuan orang mengenai struktur bahasa akan mempercepat kemahiran orang dalam menulis.

3) Pendekatan koreksi

Berkata bahwa seseorang menjadi penulis karena dia menerima banyak koreksi atau masukan yang diperoleh atas tulisannya.

4) Pendekatan formal

Mengungkapkan bahwa keterampilan menulis akan diperoleh bila pengetahuan bahasa, pengaleniaan, pewacanaan, serta konvensi atau aturan penulisan dikuasai dengan baik.

f. Tahap-Tahap Menulis

(27)

12

Tahap-tahap menulis menurut Weaver (dalam St. Y. Slamet, 2008: 111) dan Ahmad R dan Darmiyati Z (2001: 51) terdiri dari lima tahap yang diuraikan sebagai berikut:

1) Prapenulisan (Prewriting)

Pada tahap ini merupakan langkah awal dalam menulis yang mencakup kegiatan: a) menentukan dan membatasi topik tulisan b) merumuskan tujuan, c) menentukan bentuk tulisan, d) menentukan pembaca yang akan dituju, e) memilih bahan, f) menentukan generalisasi, dan g) cara-cara mengorganisasi ide untuk tulisannya.

2) Pembuatan Draft (Drafting)

Pada tahap ini dimulai dengan menjabarkan ide ke dalam bentuk tulisan. Para siswa mula-mula mengembangkan ide atau perasaannya dalam bentuk kata-kata, kalimat-kalimat sehingga menjadi sebuah wacana sementara (draft). Pada tahap ini siswa dapat mengubah keputusan-keputusan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya antara lain yang berkaitan dengan masalah tujuan, pembaca yang dituju bahkan pada bentuk tulisan yang telah ditentukan.

3) Perevisisan (Revising)

Pada tahap merevisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan karangan. Koreksi dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Tahap revisi dalam pengajaran menulis, siswa dapat memeriksa rancangan tulisannya dalam segi isi untuk langkah perbaikan.

4) Pengeditan/Penyuntingan (Editing)

Hasil tulisan/karangan perlu dilakukan pengeditan (penyuntingan). Hal ini berarti siswa sudah hampir menghasilkan sebuah bentuk tulisan final. Pada tahap ini perhatian difokuskan pada aspek mekanis bahasa sehingga siswa dapat memperbaiki tulisannya dengan membetulkan kesalahan penulisan kata maupun kesalahan mekanis lainnya.

(28)

13

Publikasi mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama publikasi berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian kedua adalah menyampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat berupa pementasan, penceritaan, peragaan, dan pembacaan.

g. Wacana Deskripsi

Kata deskripsi berasal dari kata bahasa Latin describere yang berarti menggambarkan atau memerikan suatu hal. Dilihat dari segi istilah, deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya (Suparno dan Mohamad Yunus, 2008: 4. 6)

Deskripsi adalah sebuah wacana yang berusaha menggambarkan sesuatu sejelas mungkin (Sabarti Akhadiah, dkk. 1993: 97). Karangan deskripsi dapat digunakan seseorang untuk menggambarkan sejelas mungkin suatu objek yang diamati. Karangan deskripsi melukiskan suatu objek dengan kata-kata (Ahmad R dan Darmiyati Z, 2001: 117). Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2008: 1. 11) deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya.

(29)

14

Dari berbagai pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa wacana deskripsi adalah lukisan atau gambaran dari hasil pengamatan dengan tujuan mengajak orang lain untuk menyelami hal yang digambarkan sehingga seolah-olah bersama-sama mengalami atau melihat hal yang digambarkan tersebut.

Pendekatan dalam wacana deskripsi antara lain: 1) Pendekatan ekspositoris

Karangan jenis ini berisi daftar detail sesuatu secara lengkap atau agak lengkap sehingga pembaca dengan penalarannya dapat memperoleh kesan keseluruhan tentang sesuatu.

2) Pendekatan impresionistik

Tujuan deskripsi impresionistik adalah mendapatkan kesan emosional pembaca ataupun kesan pembaca. Corak deskripsi ini diantaranya ditentukan oleh kesan seperti apa yang diinginkan penulisnya.

3) Pendekatan sikap pengarang

Pendekatan ini sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, sifat objek, serta pembaca deskripsinya.

Wacana deskripsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Deskripsi orang

Deskripsi jenis ini objek yang dipaparkan adalah orang. Aspek yang dijelaskan antara lain keadaan fisik, keadaan sekitar, watak atau tingkah perbuatan, dan gagasan-gagasan tokoh.

2) Deskripsi tempat

Deskripsi jenis ini objek yang dipaparkan adalah tempat. h. Menulis Deskripsi

(30)

15

Menulis prosa deskripsi tentu juga dimulai dengan pengamatan. Hasil pengamatan ini dilukiskan dengan kata-kata sehingga pembaca seolah-olah juga melihat, merasakan, mendengar, dan sebagainya (Sabarti Akhadiah, dkk. 1992: 73). Siswa yang menulis deskripsi diusahakan seluruh panca indranya aktif dan hasilnya juga dapat merangsang panca indra pembaca.

Berdasarkan uraian dari pengertian menulis dan wacana deskripsi dapat dikatakan bahwa menulis deskripsi adalah suatu aktivitas mengungkapkan ide atau perasaan berupa lukiskan suatu objek dalam bentuk tulisan yang bertujuan mengajak pembaca ikut melihat dan merasakan apa yang diungkapkan oleh penulis.

Untuk bisa menulis deskripsi dengan baik, panca indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, perabaan) penulis menjadi penting. (http: //www.asep.wordpress.com/2010/02/02/belajar-menulis-deskripsi)

Usaha untuk mempertajam panca indra dalam menulis deskripsi perlu dilakukan latihan. Latihan tersebut anatara lain:

1) Penglihatan

Latihan penglihatan dengan cara melihat satu objek/benda dan kemudian cobalah untuk mendeskripsikan benda tersebut tanpa memperhatikan sifat objek/benda tersebut.

2) Pendengaran

Latihan pendengaran sangat baik dilakukan ketika ingin mendeskripsikan satu adegan, misalnya ruangan kelas yang berisik, pilihlah kata-kata yang sunguh bisa menangkap situasi itu dengan memunculkan suara-suara yang terdengar.

3) Penciuman

(31)

16

seseorang yang berbeda-beda. Cobalah membuat catatan bau-bauan dan asosiasinya untuk menggambarkan suatu aroma tertentu.

4) Pengecap

Cara paling mudah mendeskripsikan rasa ecap adalah dengan mengecap obyek yang akan dideskripsikan. Latihan: Cobalah merasakan kue, kemudian mendeskripsikan.

5) Perabaan

Tangan memiliki indera peraba yang memberikan kesan tekstur di otak. Latihan: Cobalah mendeskripsikan bola tenis.

i. Langkah-Langkah Menulis Deskripsi

Menulis deskripsi terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh. Langkah-langkah dalam menulis deskripsi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Menentukan apa yang akan dideskripsikan: apakah akan mendeskripsikan orang atau tempat

2) Merumuskan tujuan pendeskripsian: apakan deskripsi sebagai alat bantu karangan narasi, eksposisi, argumentasi, atau persuasi.

3) Menetapkan bagian yang akan dideskripsikan

4) Menciri dan menyistematiskan hal-hal yang menunjang kekuatan bagian yang akan dideskripsikan: hal-hal apa saja yang akan ditampilkan untuk membantu memunculkan kesan dan gambaran kuat mengenai sesuatu yang dideskripsikan, serta pendekatan apa yang akan digunakan oleh penulis.

2. Hakikat Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah strategi pembelajaran

(32)

17

mendorong peran aktif siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat belajar efektif dan bermakna.

Sarah R Predmore (2005: 23) mengutarakan bahwa “CTL can be especially engaging for those students who dismiss school as boring" yang

diartikan bahwa CTL dapat menjadi kejutan manis untuk siswa yang mengalami kesulitan sekolah seperti kebosanan. Hal ini merupakan kabar yang menyenangkan bagi dunia pendidikan terutama bagi siswa yang selama ini mengalami kesulitan dalam belajar.

Pembelajaran kontekstual berhubungan dengan: 1) fenomena kehidupan sosial masyarakat, bahasa, lingkungan hidup, harapan, dan cita-cita yang tumbuh 2) fenomena dunia pengalaman pengetahuan murid, dan 3) kelas sebagai fenomena sosial. Kontekstualitas merupakan fenomena yang bersifat alamiah, tumbuh dan terus berkembang, serta beragam karena berkaitan dengan fenomena kehidupan sosial masyarakat. Kaitannya dengan ini, pembelajaran pada dasarnya merupakan aktivitas mengaktifkan, menyentuhkan, mempertautkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan membentuk pemahaman melalui penciptaan kegiatan, pembangkitan penghayatan, internalisasi, proses penemuan jawaban pertanyaan, dan rekonstruksi pemahaman melalui refleksi yang berlangsung secara dinamis.

Suatu proses belajar mengajar dikatakan bermakna jika siswa dapat mengaitkan pelajaran yang didapatnya dengan kehidupan nyata yang mereka alami. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual sebagai sebuah sistem mengajar didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya (Elaire B Johnson 2009: 34). Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka.

Strategi pembelajaran konstektual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam

(33)

18

with their students by sharing decision making with them and respecting the

decisions their students made, which empowered their student and promoted

autonomous learning” yang secara bebas diartikan bahwa guru berkolaborasi

dengan siswanya dengan tukar pikiran membuat kesimpulan dengan mereka dan menanggapi kesimpulan siswanya. Cara yang memusatkan kekuasaan pada siswa dan siswa didorong untuk belajar mandiri. Di sini guru bukan sebagai penyampai bahan belajar melainkan sebagai pembimbing apabila siswa mengalami kesulitan saja.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menuntut siswa yang belajar untuk aktif dan kreatif. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung (Wina Sanjaya, 2007: 253). Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikiomotorik.

Pendekatan kontekstual juga menuntut guru untuk aktif dalam mengaitkan antara materi dengan situasi dunia luar yang dijalani oleh siswa. Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat. (http:ipotes.wordpress.com/2010/02/02/pendekatan kontekstual )

Berpijak dari berbagai pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa strategi atau pendekatan kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang membawa situasi dunia nyata ke dalam pembelajaran di kelas sehingga belajar akan lebih mudah dan menyenangkan selain itu belajar akan lebih bermakna.

Proses pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu:

(34)

19

Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Pendapat lainnya diutarakan oleh Michael Crawford dan Mary Witte “relating is the most powerful contextual teaching strategy and is at the heart of constructivism”

(1999: 35) yang secara bebas diartikan bahwa keterhubungan adalah kekuatan terpenting dalam pembelajaran kontekstual dan itu juga merupakan makna/inti dari konstruktivisme. Dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru merupakan kekuatan pendekatan kontekstual yang sekaligus merupakan inti dari konstruktivisme. 2) Mengalami (experiencing)

Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan sebelumnya. Michael Crawford dan Mary Witte (1999: 35) megatakan bahwa “relating draw on the life experiences that students bring to the class room. Teacher also help students construct new knowledge by

orchestratrating hand-on experiences inside the classroom” yang artinya

keterhubungan berkembang dalam pengalaman hidup yang bebas dibawa ke dalam kelas oleh siswa. Guru selalu membantu siswa membangun pengetahuan baru dengan menyusun sendiri pengalamannya di dalam kelas. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.

3) Menerapkan (applying)

Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Crawford dan Mary Witte mengungkapkan bahwa “applying as learning by putting the concept to use” yang artinya aplikasi ini seperti belajar dengan mengambil konsep untuk digunakan. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan latihan yang realistis dan relevan. 4) Bekerjasama (cooperating)

(35)

20

sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Menurut Crawford dan Mary Witte (1999: 37) “working with their peers in small groups most student feel less self-consciousness and can ask questions without a threat of embarrassment”

yang diartikan bahwa bekerja dengan teman sebaya dalam kelompok kecil membuat banyak siswa percaya diri dan dapat mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan ancaman kesukaran dalam pembelajarannya.

5) Mentransfer (transfering)

Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.

b. Ciri-Ciri Pendekatan Kontekstual

Blanchard mengemukakan ciri-ciri kontekstual antara lain: 1) Menekanakan pada pentingnya pemecahan masalah, 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks, 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri, 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri, 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda, dan 6) Menggunakan penilaian autentik. (http: ipotes.wordpress.com / 2010/02/02/pendekatan kontekstual ) c. Komponen-Komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Wina Sanjaya (2007: 262) CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Sering kali asas-asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh asas-asas dijelaskan di bawah ini:

1) Konstruktivisme (constructivism)

(36)

21

suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Menggunakan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “menkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Selama proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan kontekstual, karena pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari perumusan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan dan yang terakhir membuat kesimpulan.

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

3) Bertanya (Questioning)

(37)

22

mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Kegiatan bertanya berguna untuk:

a) Menggali informasi baik administrasi maupun akademis b) Menggali pemahaman siswa

c) Membangkitkan respon kepada siswa

d) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa e) Mengetahui hal-hal yang sudah siketahui siswa

f) Menfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru

g) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya hiterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang “ahli’ ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu. teknisi komputer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.

5) Pemodelan (Modeling)

(38)

23

guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan lomba pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya.

Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli berbahasa Indonesia sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi “model” cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

(39)

24

Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) bukan ditekan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar bahasa Indonesia bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan bahasa Indonesia, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Indonesia. Data yang diambil dari kegiatan siswa melakukan kegiatan berbahasa Indonesia baik di dalam proses pembelajaran maupun hasil dari pembelajaran. Penilaian ini juga dapat dilakukan oleh siswa yang lain ataupun guru lain.

d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Kelebihan CTL dapat membawa dunia peserta didik sebagai media pembelajaran di kelas, dengan membawa mereka ke dunia pengajaran, peserta didik tanpa merasa dipaksa dalam belajar. Penerapan CTL seperti layaknya Quantum Learning. (http: ipotes.wordpress.com / 2010/02/02/pendekatan kontekstual )

Meskipun pembelajaran kontekstual banyak sekali kelebihannya namun pembelajaran ini juga memiliki kelemahan, antara lain: 1) Ketidaksiapan peserta didik untuk berbaur, 2) Kondisi kelas atau sekolah yang tidak menunjang pembelajaran. (http:ipotes.wordpress.com/2010/02/02/pendekatan+kontekstual).

1) Pengertian Belajar

(40)

25

Menurut Wittig (dalam Muhibbin Syah, 2003: 65-66) mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as aresult of experience (belajar ialah perubahan yang

relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil dari pengalaman).

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan (Muhibbin Syah, 2003: 63). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Skiner yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Pendapat lain diungkapkan oleh Gagne yang menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang kompleks.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas proses yang kompleks berdasarkan pada pengalaman untuk mengubah tingkah laku suatu organisme yang berlangsung secara progresif.

Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah: a) fase eksplorasi, b) fase pengenalan konsep, dan c) fase aplikasi konsep. (Nabisi Lapono.dkk, 2006: 14)

2) Tujuan Belajar

Tujuan memiliki nilai yang sangat penting di dalam pengajaran. Dapat dikatakan bahwa tujuan merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan dan proses belajar mengajar (Oemar Hamalik, 2006: 80).

Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Semua yang terlibat dalam aktivitas internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Nabisi Lapono.dkk, 2006: 18).

(41)

26

Ranah afektif menurut Krathwhl, Bloom, dkk terdiri dari lima perilaku yatu: a) penerimaan, b) kesiapan, c) penilaian, d) organisasi, dan e) pembentukan pola hidup. Siswa yang belajar akan memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif. Siswa mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada penghayatan nilai sehingga menjadi suatu pegangan hidup (Nabisi Lapono.dkk, 2006: 29).

Ranah psikomotorik menurut Simpson terdiri dari tujuh jenis perilaku sebagai berikut: a) persepsi, b) kesiapan, c) gerakan terbimbing, d) gerakan yang terbiasa, e) gerakan kompleks, f) penyesuaian pola gerakan, g) kreatifitas. Belajar berbagai kemampuan gerak dapat dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai pada kreativitas pola gerak baru (Nabisi Lapono.dkk, 2006: 32).

Sedangkan tujuan belajar yang lainnya yaitu: a) belajar mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku, b) belajar bertujuan mengubah kebiasaan dari yang buruk menjadi baik, c) belajar bertujuan untuk mengubah sikap, dari negatif menjadi positif, d) belajar bertujuan untuk mengubah keterampilan, dan e) belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. (Dalyono, 2005: 49)

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah mengubah tingkah laku berbagai ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) menjadi lebih baik.

a. Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Siswa Sekolah Dasar tentu harus belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan uraian mengenai hakikat belajar dapat diambil suatu kesimpulan bahwa belajar bahasa Indonesia adalah suatu aktivitas siswa sebagai proses yang kompleks berdasarkan pada pengalaman berbahasa untuk mengubah tingkah laku dalam penggunaan bahasa Indonesia yang berlangsung secara progresif.

(42)

27

1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tertulis.

2) Menghargai bangsa menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

3) Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

4) Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan intelektual dan sosial.

5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar menurut kurikulum KTSP mencakup komponen keterampilan berbahasa yaitu keterampilan yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Mendengarkan sebagai salah satu aspek keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa Sekolah Dasar. Mendengarkan dalam arti lugas hanya sekedar adanya kesengajaan mendengar suatu bunyi. Bunyi yang dimaksud adalah bunyi apapun misalnya mendengarkan suara gemuruh dan selesai sampai di situ. Sedangkan menyimak selain mendengarkan juga terdapat usaha untuk memahami makna bunyi bahasa yang terkandung dalam bunyi tersebut. Kegiatan menyimak mencakup kegiatan mendengar dan mendengarkan (Sabarti Akhadiah, dkk. 1992: 15). Berdasarkan hal tersebut mendengarkan yang diajarkan di Sekolah Dasar lebih mengarah pada menyimak. Hal ini dikarenakan siwa bukan hanya dituntut untuk dapat mendengarkan yang setiap siswa normal (tidak cacat fisik) dapat melakukannya tetapi dituntut untuk memahami makna dari apa yang didengarkannya.

(43)

28

dikarenakan kegiatan berbahasa seseorang diawali dengan menyimak atau mendengarkan bunyi bahasa. Keterampilan menyimak merupakan aktivitas atau kegiatan yang paling awal dilakukan oleh anak manusia bila dilihat dari proses pemerolehan keterampilan berbahasa (St. Y. Slamet, 2008: 6).

Berbicara sebagai kegiatan berbahasa yang tingkat kesukarannya diatas menyimak dapat dikatakan dikatakan kegiatan resiprokal dengan kegiatan menyimak (St. Y. Slamet, 2008: 33). Menurut Djago Tarigan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (dalam St. Y. Slamet, 2008: 33).

Keterampilan berbicara yang diajarkan di Sekolah Dasar antara lain keterampilan bertanya, keterampilan bercerita, berdiskusi, berdeklamasi, dan berpidato. Keterampilan bertanya dan bercerita sudah mulai diajarkan di kelas rendah. Berdeklamasi dan berdiskusi juga sudah mulai dikenalkan di kelas rendah. Keterampilan berpidato baru diajarkan saat siswa berada di kelas tinggi karena menuntut banyaknya perbendaharaan kata yang harus dimiliki.

Keterampilan berikutnya yang diajarkan di Sekolah Dasar adalah keterampilan membaca. Membaca di Sekolah Dasar dibedakan menjadi dua macam yaitu membaca yang diajarkan di kelas rendah yang disebut membaca permulaan dan membaca yang diajarkan di kelas tinggi.

(44)

29

Membaca diajarkan di Sekolah Dasar dengan maksud agar siswa dapat memahami pesan yang disampaikan oleh penulis. Membaca merupakan merupakan keterampilan yang mutlak dimiliki oleh siswa karena sumber belajar siswa sekarang ini masih banyak berupa buku. Tanpa memiliki keterampilan membaca, suatu hal yang tidak mungkin seorang siswa dapat mempelajari sebuah buku pelajarannya secara mandiri.

Keterampilan yang terakhir adalah keterampilan menulis. Empat keterampilan dasar berbahasa yang diajarkan, keterampilan yang paling kompleks adalah keterampilan menulis. Sesuai dengan pendapat Sri Hastuti (dalam St. Y. Slamet, 2008: 98) menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan.

Menulis yang diajarkan di Sekolah Dasar juga terdapat dua macam seperti membaca. Siswa di kelas rendah hanya sekedar menuliskan lambang bahasa tanpa dituntut untuk memahami arti tulisan sedangkan di kelas atas siswa sudah harus memahami makna atau pun maksud dari apa yang ditulisnya. b. Pendekatan Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Pendekatan berasal dari kata approach yang artinya pendekatan. Ada pula yang mengatakan bahwa pendekatan adalah cara memulai sesuatu. Secara lebih luas, approach adalah seperangkat asumsi tentang hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan proses belajar bahasa (Hairuddin, dkk. 2007: 2-3).

Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan tujuan

(45)

30

dalam pembelajaran. Harapannya adalah supaya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal.

2) Pendekatan struktural

Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahwa bahasa sebagai kaidah (Hairuddin, dkk. 2007: 2-5). Pendekatan struktural ini dilandasi oleh asumsi bahwa bahasa adalah kaidah, sehingga pembelajaran bahasa harus diutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Penggunaan pendekatan ini mempunyai keuntungan yaitu siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat karena siswa memahami kaidah-kaidahnya. Keuntungannya bagus, namun pendekatan ini mempunyai kelemahan yaitu kurangnya pengembangan terhadap aspek afektif dan aspek psikomotorik siswa, karena yang diutamakan hanyalah aspek kognitifnya saja yaitu pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan suku kata.

3) Pendekatan keterampilan proses

Keterampilan proses terdiri dari tiga keterampilan yaitu keterampilan intelektual, keterampilan sosial, dan keterampilan fisik. Ketiga keterampilan tersebut secara keseluruhan disebut keterampilan proses. Menurut Hairuddin, dkk keterampilan proses berfungsi sebagai alat menemukan dan mengembangkan konsep (2007: 2-6). Konsep yang telah ditemukan ataupun dikembangkan siswa berfungsi juga sebagai penunjang keterampilan proses. Jadi keterampilan proses sangat erat kaitannya dengan konsep baik yang telah ditemukan atau dikembangkan siswa dan konsep yang belum ditemukan oleh siswa.

(46)

31

Prinsip-prinsip pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa menurut Hairuddin, dkk (2007: 2-7) ada lima yaitu: a) mengamati, b) menggolongkan, c) menafsirkan, d) menerapkan, dan e) mengkomunikasikan. Prinsip pendekatan keterampilan proses menurut Syae’I (dalam Puji Santoso, dkk. 2009: 2. 22) ada sepuluh macam yaitu: a) kemampuan mengamati, b) kemampuan menghitung, c) kemampuan mengukur, d) kemampuan mengklasifikasikan, e) kemampuan menemukan hubungan, f) kemampuan membuat prediksi, g) kemampuan melaksanakan penilaian, h) kemampuan mengumpulkan data, i) kemampuan menganalisis data, j) kemampuan mengkomunikasikan hasil. Bercermin dari pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa prinsip pendekatan proses bermula dari kemampuan siswa dalam mengamati sampai pada kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan hasil.

4) Pendekatan whole language

Pendekatan whole language didasari oleh paham kontruktivisme yang menyatakan bahwa anak/siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) menurut Roberts (dalam Puji Santoso, dkk. 2009: 2. 4). Dapat dikatakan bahwa pendekatan ini merupakan pengembangan paham kontruktivisme dimana siswa yang membentuk pengetahuannya sendiri.

Guru dalam kelas yang menerapkan pendekatan ini harus atau berkewajiban menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswanya agar mereka dapat belajar dengan baik. Hal tersebut senada dengan pendapat Lamine dan Hysmith yang mengatakan bahwa fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desiminator menjadi fasilitator (Puji Santoso,

dkk. 2009: 2. 4).

Pendekatan whole language terdapat delapan komponen yaitu: a) reading aloud, merupakan kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru

(47)

32

gagasannya dan menceritakan kejadian di sekitarnya tanpa harus memikirkan hal-hal yang bersifat mekanis. c) sustained silent reading, merupakan kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Hal ini sangatlah baik untuk siswa yang berada di kelas tinggi untuk memahami suatu cerita. Peran guru dalam kegiatan ini adalah memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik supaya siswa dapat meningkatkan kemampuannya membaca dalam hati. Tujuan dari kegiatan membaca dalam hati adalah siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan tersebut berakhir. d) shared reading, adalah kegiatan dimana guru dan siswa membaca secara bersama-sama dan setiap orang mempunyai buku atau bacaan yang sedang dibaca. Kegiatan ini baik dilakukan di kelas rendah maupun di kelas tinggi. e) guided reading, disebut juga membaca terbimbing. Membaca terbimbing penekanannya bukan pada cara membaca itu sendiri melainkan lebih pada membaca pemahaman. Kegiatan membaca terbimbing ini semua siswa membaca dan mendiskusikan buku yang sama kemudian guru melemparkan pertanyaan dan siswa diminta menjawab secara kritis. f) guided writing, disebut juga menulis terbimbing. Guru bukan sebagai pengatur tapi bertindak sebagai pendorong, guru sebagai pemberi saran bukan sebagai pemberi petunjuk. g) independent reading, disebut juga membaca bebas. Membaca bebas adalah kegiatan membaca yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya (Hairuddin, dkk. 2007: 2-16). Kelas yang melaksanakan kegiatan ini, siswa mempelajari materi yang berbeda-beda sesuai dengan minatnya. h) independent writing, disebut juga menulis bebas. Tujuan dari menulis bebas

ini adalah meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Pelaksanaan kegiatan ini, siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada intervensi atau campur tangan dari guru.

5) Pendekatan pembelajaran bahasa yang inovatif

(48)

33

kontekstual. Hakikatnya kedua pendekatan tersebut saling melengkapi dalam penerapan pembelajaran bahasa.

Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis), mengakui dan menghargai saling ketergantuangan bahasa (Puji Santoso, dkk. 2009: 2. 33). sedangkan menurut Zuchdi dan Budiarsih (dalam Hairuddin, dkk. 2007: 4-16) pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Intinya kedua pendapat tersebut menyatakan bahwa pendekatan komunikatif tujuan utamanya adalah meningkatkan kemampuan komunikasi siswa.

Pendekatan kontekstual akan dibahas lebih lanjut pada kajian teori yang selanjutnya dalam penelitian ini.

e. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah untuk dilaksanakan. (http://rbaryans.wordpress.com/Hakikat+Pembelajaran+Kontekstual/2010/02/0

)Oleh karena itu pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk materi menulis deskripsi. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pendekatan kontekstual terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dengan seksama yaitu:

(49)

34

2) Kegiatan pembelajaran yang bernuansa CTL mengutamakan pengembangan kemampuan berpikir dan berbahasa secara sinergis. 3) Pembelajaran bernuansa CTL menempatkan komunitas belajar sebagai

bagian sangat penting untuk mengaktualisasikan kemampuan berpikir dan berbahasa sekaligus.

4) Pemanfaatan beragam teknik pembelajaran dilaksanakan secara fungsional dan bermakna.

f. Langkah-Langkah Pembelajaran

Secara garis besar langkah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang harus dilaksanakan guru adalah:

1) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 2) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

3) Ciptakan masyarakat belajar

4) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 5) Lakukan refleksi di akhir pertemuan

6) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan melakukan beberapa hal dalam pembelajaran kontekstual, yaitu:

1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa

2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama

3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual

4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Gambar 2. Model Analisis Interaktif
Gambar 3. Langkah-langkah penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Before the national dialogue to be held, a series of dialogues need to be conducted in parallel, they are: (1) dialogue between the President of Indonesia with the three pillars

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Perdiansyah 2014

Masjid Al-Aqsa/ akan diruntuhkan.../ Rakyat Palestina/ kini hidup dalam krisis berkepanjangan/ Yahudinisasi juga makin ditegakkan/ melalui pembangunan pemukiman

PENERAPAN METODE KWL (KNOW-WANT TO KNOW- LEARNED) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI 3 CIKIDANG.. KABUPATEN

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ferri sulfat dan zeolit dalam proses penurunan kadar besi dan mangan dengan metode elektrokoagulasi.. Dalam penelitian ini, ferri sulfat

[r]

After conducting the research, it is found that in Taylor Swifts music videos consist a concept that considered as unconventional in country music, they are

Karena sinar terpancarkan pada benda bergerak tadi, maka jarak antara benda dengan sumber sinar tetap pada satu sisi akan bertambah sejumlah berkurangnya jarak pada sisi