• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan berkalu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2008

(2)

ii ABSTRAK

Ika Puspita Sari

Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Pelayanan Terapi Konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

Klinik Bengkel Rohani Ciputat merupakan klinik terapi syari’ah dan penyembuhan penyakit secara Islami. Dalam pelayanannya Klinik Bengkel Rohani Ciputat mempunyai tahapan-tahapan dalam melakukan terapinya. Salah satunya adalah terapi konseling. Konseling ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pasien terkena penyakit. Dan unsur yang paling penting dalam hubungan antara terapis dengan pasien pada saat konseling adalah komunikasi.

Komunikasi merupakan unsur yang paling penting dalam konseling, terapis tidak hanya dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan intelektual dan profesional, tetapi juga memiliki kemampuan dan keterampilan berkomunikasi.

Berdasarkan alasan di ataslah Penulis mencoba meneliti dan mengangkat judul “komunikasi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat”, dengan rumusan masalah yang ingin diteliti ialah bagaimanakah komunikasi yang terjadi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat?

Dari hasil penelitian yang Penulis lakukan, dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat, komunikasi yang digunakan terapis kepada pasien ialah dengan menggunakan bentuk komunikasi antarpribadi, menggunakan teknik komunikasi persuasif untuk mendukung tercapainya tujuan dari konseling tersebut yakni, perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku pasien, serta menggunakan model komunikasi Wilbur Schramm yakni adanya kesamaan bidang pengalaman terapis dan pasien dalam berkomunikasi.

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syukur Penulis kepada Allah SWT. Yang telah memberikan berbagai nikmat dan kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi beban pikiran dan penghambat proses terselesaikannya skripsi ini. Tetapi semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga.

Shalawat dan salam tak lupa Penulis panjatkan kepada suri tauladan umat manusia sedunia, yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad SAW., keluarganya, sahabat-sahabatnya dan semua para pengikutnya. Yang telah memperjuangkan Islam, sehingga kita dapat meneruskan ajarannya dan hidup dalam bimbingan warisannya, yaitu al-Qur’an dan Hadist.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya banyak sekali bantuan yang penulis dapatkan dari berbagai pihak. Baik itu dukungan materil, maupun non materil. Untuk itu, sudah sepantasnya Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada beliau semua atas bantuannya. Terutama kepada:

(4)

iv

2. Bapak Dr. Murodi, M.A. Dekan fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Arif Subhan, M.A. selaku Pudek I, Drs. Mahmud Jalal, M.A. selaku Pudek II, dan Drs. Study Rizal LK, M.A. selaku Pudek III.

4. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A. ketua Jurusan KPI. Ibu Umi Musyarafah, M.A., sekretaris Jurusan KPI, yang telah banyak membantu, meluangkan waktunya dan memberikan motivasi kepada Penulis.

5. Bapak Dr. Daud Effendi AM. Tiada kata yang pantas terucap selain terima kasih yang mendalam atas kesediaannya untuk meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau guna memberi masukan, diskusi dan membimbing Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pihak Klinik Bengkel Rohani Ciputat, yang telah membantu Penulis guna mendapatkan data. Khususnya untuk Ust. Abu Aqila selaku Pimpinan Klinik Bengkel Rohani, Ust. Abu Syihan serta Ust. Mahfudi atas waktu dan kesediaannya untuk diwawancarai. Penulis hanya bisa mengucapkan Terima Kasih banyak. Semoga Allah selalu merahmati dan membalas kebaikannya, Amin.

7. Terima kasih yang tak terhingga untuk seluruh jajaran Fakutas Dakwah dan Komunikasi, para dosen yang telah mengajarkan Penulis ilmu dan yang sangat berharga, mudah-mudahan bermanfaat, Amin. Semoga Allah membalas jasa Bapak dan Ibu dengan ganjaran yang baik.

8. Untuk seluruh teman-teman KPI angkatan 2004, mulai dari A-E juga teman-teman ku di fakutas Dakwah dan Komunikasi. Khususnya KPI B, thanks a lot for being my friends.

9. Teruntuk sahabat-sahabat ku tercinta, Restifa, Yayu, Eza, Mika, Kesi and Kiky. Mudah-mudahan Allah selalu memudahkan langkah kita bersama menuju kesuksesan, Amin.

(5)

v

10. Dan tak lupa teruntuk adik ku, Yoga (Moga kita bisa jadi kebanggaan Mamah dan Bapak ya de’), serta kepada saudara-saudara ku di rumah, khususnya untuk cing Ia & Lilah. Terima kasih ya atas semangat, dukungan dan doa’nya, semoga kebaikan kalian semua dibalas oleh Allah SWT. Dengan balasan yang setimpal, Amin.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT. jualah penulis kembalikan, semoga semua yang telah diberikan kepada Penulis akan menjadi amal yang terhapus selama-lamanya. Tiada yang lebih berarti selain harapan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Setidaknya dapat menjadi sumbangan untuk menambah kepustakaan yang ada. Amin ya Allah ya Robbal ‘alamin.

Wassalam.

Jakarta, November 2008

(6)

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Metodologi Penelitian ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. LANDASAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Komunikasi ... 12

1. Definisi Komunikasi ... 12

2. Unsur-unsur Komunikasi ... 14

3. Teknik-teknik Komunikasi ... 18

4. Model-model Komunikasi ... 19

5. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 24

B. Ruang Lingkup Terapi ... 31

1. Pengertian Terapi dan Terapis ... 31

2. Model-model Terapi ... 31

C. Ruang Lingkup Konseling ... 32

1. Pengertian Konseling ... 32

(7)

vii

3. Metode dan Teknik Konseling ... 36

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling ... 37

BAB III. GAMBARAN UMUM KLINIK BENGKEL ROHANI CIPUTAT A. Sejarah Berdiri ... 38

B. Visi dan Misi ... 41

C. Sarana dan Prasarana ... 41

D. Struktur Organisasi ... 42

E. Pelayanan Medis dan Terapi ... 44

BAB IV. ANALISIS HASIL TEMUAN LAPANGAN. A. Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Pelayanan Terapi Konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat ... 50

1. Bentuk Komunikasi Terapis kepada pasien ... 51

2. Teknik Komunikasi Persuasif ... 55

3. Penerapan Model Komunikasi Wibur Schramm ... 56

4. Hubungan Terapis dengan Pasien ... 60

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A....Kesi mpulan ... 64

(8)

viii DAFTAR PUSTAKA

(9)

ix BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Manusia senantiasa ingin membangun relasi dan komunikasi. Dengan demikian manusia dapat mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Oleh sebab itu manusia bisa melihat kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam dirinya.

Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi.1

Jika komunikasi dipandang sebagai proses, komunikasi yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis dan tidak statis.

Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan banyak dampak yang merugikan bagi orang tersebut.

Menurut Ruesch yang dikutip Drs. Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi, akhir-akhir ini dunia psikoterapi atau teknik penyembuhan jiwa, mengenal metode baru: komunikasi terapeutik (therapeutic communication). Dengan metode ini, seorang terapis mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien dihadapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk

1

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. ke-21, h. 4.

(10)

x

mengungkapkan dirinya. Pendeknya, meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan caranya berkomunikasi.2

Sementara itu salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar baik fisik maupun psikis adalah kebutuhan akan kesehatan. Kesehatan memang sudah menjadi kebutuhan manusia yang paling penting untuk berbagai tujuan. Dengan kesehatan manusia dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya hambatan-hambatan.

“Klinik sebagai wadah sosial yang hidup dalam bentuk organisasi merupakan wadah untuk masyarakat, tempat hidup dan berkembang dengan hubungannya yang bersifat timbal balik. Artinya bahwa antara klinik dan masyarakat terdapat hubungan yang tidak terpisahkan, keduanya terdapat hubungan saling memberi dan menerima.”3

Dengan maraknya pengobatan alternatif yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan banyak dilakukan paranormal dan dukun, serta adanya keinginan masyarakat mendapatkan terapi dan penyembuhan penyakit secara Islami itulah, Ustadz Abu Aqila lalu membuat klinik syari’ah yang diberi nama Bengkel Rohani.4

Klinik Bengkel Rohani merupakan tempat yang didatangi oleh mereka yang mengalami penyakit baik fisik maupun psikis, yakni dengan terapi secara bertahap. Dalam pelayanan terapinya, para terapis menggunakan pendekatan secara Islami sehingga nilai-nilai Islam dan tujuan dakwah tetap melekat di dalamnya.

Unsur yang paling penting dalam hubungan antara terapis dengan pasien adalah tentunya komunikasi. Komunikasi sendiri merupakan

2

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 5.

3

Erik P. Eckholm, Masalah Kesehatan (Lingkungan sebagai Sumber Penyakit), (Jakarta: Gramedia, 1981), h. 3.

4

(11)

xi

kebutuhan dasar manusia untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dengan komunikasi manusia menyampaikan perasaan, pikiran, pendapat, sikap dan informasi kepada sesamanya secara timbal balik.

Jadi yang dilakukan oleh seorang terapis ketika memberikan pengobatan kepada pasiennya di samping melalui diagnosa obat, ia juga dituntut berkomunikasi kepada pasien dengan memberikan nasehat serta memberikan pengarahan kepada pasiennya untuk menjalani hidup sehat dan mengamalkan ajaran agama untuk lebih dekat kepada Allah. Karena dengan jalan inilah jiwa pasien akan tertanam perasaan aman, damai dan tentram.

Hal inilah yang dilakukan di Klinik Bengkel Rohani Ciputat dalam pelayanan terapi konselingnya. Terapis menggunakan bahasa dan komunikasi yang baik ketika berhadapan dengan pasien, sehingga pasien merasa benar-benar dibantu dalam permasalahannya. Dan karena inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Klinik Bengkel Rohani Ciputat, dengan judul “Komunikasi Antara Terapis Dengan Pasien dalamPelayananTerapi Konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.”

Pembatasan & Perumusan Masalah.

Terdapat 5 tahapan terapi di Klinik Bengkel Rohani Ciputat, yaitu Konseling, Ruqyah, Pijat Refleksi dan pemberian obat Guna memudahkan penulis dalam pengerjaan penelitian ini, maka masalah yang akan diteliti dibatasi pada terapi Konseling.

Untuk memperjelas masalah yang akan di bahas maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat?”.

Tujuan & Manfaat Penelitian

Atas dasar perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian yakni: Mengetahui pola komunikasi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

(12)

xii

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi serta dapat memberikan kontribusi dalam usaha mengembangkan ilmu komunikasi terutama pada aspek pola komunikasi.

Manfaat Praktis

Dengan penelitian ini maka akan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu komunikasi fokusnya dalam penggunaan pola komunikasi di suatu lembaga kesehatan yang menyediakan jasa pelayanan terapi.

Metodologi Penelitian

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif analisis. “Penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”5 Sedangkan metode deskriptif analisis yaitu suatu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengkualifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya, setelah itu baru disimpulkan.

i. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitan ini adalah Klinik Bengkel Rohani Ciputat. Adapun objek penelitiannya adalah Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Pelayanan Terapi Konseling.

Teknik Pengumpulan Data

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui metode tanya jawab berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini yang menjadi sumber wawancara meliputi 3 terapis konseling, 2 pasien yang diperoleh melalui data base Klinik Bengkel Rohani dengan

5

(13)

xiii

intensitas kunjungan mereka, serta dengan pengurus di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

Dokumentasi yaitu “Cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dsb.”6 Untuk dokumentasi penulis mencari data tentang ruang lingkup komunikasi, pengertian terapi dan terapis, konseling dan ruang lingkupnya, penulis banyak mendapatkannya dari buku-buku yang menjadi sumber utama, kemudian internet sebagai media penunjang dan catatan-catatan yang tentunya penulis dapatkan langsung dari Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh penulis. Untuk itu pengumpulan data primer ini dilakukan penulis dengan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan variabel penelitian yaitu, 3 orang terapis, 2 pasien dan pengurus Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang penulis peroleh dari buku-buku, internet, brosur Klinik Bengkel Rohani serta dari informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.

6

(14)

xiv ii. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Bogdan menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan diinformasikan kepada orang lain. “Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.”7

Alasan peneliti memilih teknik analisis data secara kualitatif adalah demi memudahkan dalam proses penelitian. Data-data yang akan bisa diperoleh dari pelaksaan penelitian adalah data tulisan dan lisan, bukan nominal atau yang menunjukkan angka-angka. Kelebihan analisis data kualitatif adalah analisis datanya sudah bisa dimulai sejak awal dengan menginterpretasi datanya untuk bisa memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

Teknik Penulisan

Teknik Penulisan dalam skripsi ini berpedoman kepada buku ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)”, yang diterbitkan oleh CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan ini adalah melihat dari skripsi orang-orang (peneliti) terdahulu. Judul dan Pembahasan hal yang sama atau hampir sama dengan judul yang akan penulis bahas. Misalkan:

1. Yunani, Pelaksanaan Terapi Islam terhadap Pasien Depresi di Bengkel Rohani Ciputat, (Skripsi: UIN Jakarta, 2005). Pembatasan Masalah

yang diteliti yaitu “pelaksanaan terapi Islam terhadap pasien depresi di Bengkel Rohani Ciputat”, sedangkan perumusan masalahnya adalah

7

(15)

xv

“bagaimanakah pelaksanaan terapi Islam terhadap pasien depresi di Bengkel Rohani Ciputat”. Kesimpulan dari penelitian ini ialah “pelaksanaan terapi Islam terhadap pasien depresi di Bengkel Rohani Ciputat terdiri dari 4 tahapan yaitu: (1) Konseling, (2) Pijat refleksi, (3) Bekam dan (4) Pemberian Obat. Dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana tata cara ke-4 terapi tersebut dalam menangani pasien depresi”.

Dari skripsi di atas, persamaan antara penulis dengan peneliti sebelumnya terletak dari lembaga yang diteliti, sama-sama di Bengkel Rohani Ciputat. Namun terletak beberapa perbedaan diantaranya, fokus dan perumusan masalah serta sampel pasien. Kalau dalam penelitian sebelumnya hanya mengambil sampel pasien depresi, dalam penelitian ini penulis tidak spesifik pada pasien depresi akan tetapi dengan sampel pasien-pasien yang datang untuk berobat dan terapi, kemudian diambil 3 orang pasien dengan intensitas kunjungannya ke Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

2. Bani Sadr, Pola Komunikasi Dokter terhadap Pasien dalam Proses penyembuhan di Klinik Yasmin Medika Ciputat, (Skripsi: UIN, 2007).

Pembatasan masalah yang diteliti meliputi “aspek komunikator, komunikan, pesan, media, efek (hasil) dan umpan balik.”

(16)

xvi

Dari tinjauan skripsi yang ke-2 ini antara penelitian yang penulis lakukan dengan peneliti sebelumnya jelas berbeda terutama untuk fokus dan perumusan masalah serta lembaga yang diteliti. Namun ada beberapa hal yang Penulis dapatkan dari skripsi Bani Sadr tersebut, salah satunya yang menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien. Kalau dalam penelitian sebelumnya menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien dalam proses penyembuhan, dalam skripsi ini Penulis menjelaskan hubungan antara terapis dan pasien dalam proses wawancara pengobatan (konseling).

Maksud penulis mencantumkan tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan peneliti dari skripsi-skripsi terdahulu dan dapat membandingkannya guna dalam penelitian ini.

Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan susunan penyusunan skripsi ini maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut memilki beberapa sub-sub, yaitu:

Bab I.Pendahuluan

Pendahuluan terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika Penulisan.

Bab II.Landasan Teoritis

(17)

xvii

Terapi, Ruang Lingkup Konseling, Pengertian Konseling, Tujuan Konseling, Metode dan Teknik Konseling.

Bab III.Gambaran Umum

Dalam bab ini menggambarkan, Sejarah Berdirinya Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Visi dan Misi Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Sarana dan Prasarana Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Struktur Organisasi Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Pelayanan Medis dan Terapi Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

Bab IV.Analisis Hasil Temuan Lapangan

Bab ini berisi, Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Terapi Konseling, Bentuk Komunikasi antara Terapis dengan pasien, Penerapan Model Komunikasi Wibur Schramm, Teknik Komunikasi Persuasif, Hubungan Terapis dengan Pasien Saat Konseling, Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

Bab V. Kesimpulan dan Saran.

(18)

xviii ACBAB 11 LANDASAN TEORITIS

Ruang Lingkup Komunikasi

Istilah komunikasi kian hari kian populer. Begitu populernya sampai muncul berbagai macam pengertian dan istilah dalam komunikasi. Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi komunikasi adalah banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya masing-masing.

Sama halnya dalam mendefinisikan komunikasi, penggunaan istilah-istilah komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Penggunaan istilah-istilah tersebut di dasarkan pula atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya.

Definisi Komunikasi

Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang komunikasi yakni banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu yang telah memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, dsb. Jadi, pengetian komunikasi tidak sesederhana yang kita ketahui, sebab para pakar memberi definisi menurut perspektif dan pemahamannya.

Untuk itu di dalam skripsi ini penulis mencoba memberikan beberapa definisi komunikasi menurut para pakar sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing.

(19)

xix

“pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Makna hakiki dari communicatio ini ialah communis yang berarti “sama” atau “kesamaan arti”.8

Sedangkan secara terminologi “komunikasi” berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, dimana komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.9

Menurut Harold D. Lasswell seorang Profesor di Universitas Yale Amerika Serikat yang dikutip oleh Djamalul Abidin dalam buku Komunikasi dan Bahasa Dakwah, merumuskan bahwa “komunikasi itu merupakan jawaban terhadap who says what to whom in which channel to whom with what effect (siapa berkata apa dalam media apa kepada siapa dengan dampak apa).”10

Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process), Schramm menguraikannya demikian: “Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap.11

Dari uraian Schramm itu dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness), kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audience-receiver) nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar

8 Onong Uchjana Effendy, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar Maju, 1992), cet.

Ke-1, h. 4.

9

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke-4, h. 4.

10

Djamalul Abidin Ass., Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 16-17).

11

(20)

xx

efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai.

Secara ringkas komunikasi melibatkan komunikator sebagai penyampai pesan dan komunikan sebagai penerimanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan media dan umpan balik. Dan perbedaan unsur-unsur yang ada tergantung pada pola komunikasi yang digunakan.

Dari beberapa pengertian di atas penulis mencoba menyimpulkan bahwa pada intinya pola komunikasi itu merupakan gabungan dari dua kata yakni antara pola dan komunikasi, sehingga dapat diartikan sebagai sebuah bentuk penyampaian suatu pesan yang disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikan, dan pesan yang disampaikan itu diterima dan dipahami oleh komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator.

Unsur – unsur Komunikasi

Komunikator

Komunikator sebagai unsur yang sangat menentukan proses komunikasi harus punya persyaratan dan menguasai bentuk, model dan strategi komunikasi untuk mencapai tujuannya. Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan daya tarik komunikan kepada komunikator.

(21)

xxi

komunikan yang berfungsi sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambang-lambang pesan konteks pengertiannya sendiri.12

Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator, diantaranya: 1) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikannya.

2) Kemampuan berkomunikasi 3) Mempunyai pengetahuan yang luas 4) Sikap

5) Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada diri komunikan.13

Pesan

Adapun yang dimaksud pesan dalam proses komunikasi adalah suatu informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima. “Pesan ini dapat berupa verbal maupun non verbal. Pesan verbal dapat secara tertulis seperti: surat, buku, majalah, memo, sedangkan pesan yang secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dsb. Pesan non verbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka dan nada suara.”14

Ada beberapa bentuk pesan, diantaranya:

1) Informatif, yakni memberikan keterangan-keterangan dan

kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.

2) Persuasif, yakni dengan bujukan untuk membangkitkan

pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan, namun perubahan ini adalah kehendak sendiri.

3) Koersif, yakni dengan menggunakan sanki-sanki. Bentuknya terkenal dengan agitasi, yakni dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin di antara sesamanya dan pada kalangan publik.15

12

Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996), cet. Ke-1, h. 59.

13

Ibid., h. 59.

14

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17-18.

15

(22)

xxii

Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh komunikator harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:

a) Pesan harus direncanakan (dipersiapkan) secara baik sesuai dengan kebutuhan kita.

b) Pesan dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak.

c) Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan.16

Media

Media yaitu sarana atau alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Atau sarana yang digunakan untuk memberikan feedback dari komunikan kepada komunikator. “Media sendiri merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang artinya perantara, penyampai atau penyalur.”17

Media merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan). Dalam komunikasi media digunakan sesuai dengan komunikasi yang akan digunakan seperti, komunikasi antarpribadi biasanya menggunakan pancaindra sebagai medianya. Sementara untuk komunikasi massa menggunakan media elektronik dan cetak, mengingat sifatnya yang terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya.

Penerima

“Penerima adalah orang yang menjadi sasaran kegiatan komunikasi. Penerima pesan bisa bertindak sebagai pribadi atau

16

H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineke Cipta, 2000), cet. Ke-2, h. 102-103.

17

(23)

xxiii

orang banyak.”18 Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber.

Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang sering kali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan atau saluran.19

Efek

Pengaruh merupakan dampak atau hasil sebagai pengaruh dari pesan yang disampaikan komunikator. Komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan komunikator.

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. “Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.”20

18

YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia, 1998), h. 71.

19

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 26.

20

(24)

xxiv

Hal yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan efek atau dampak tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu:

1) Dampak Kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya.

2) Dampak Afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.

3) Dampak Behavioral, yang paling tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.21

Teknik Komunikasi

Dalam buku H.A.W Widjaja dengan judul Ilmu Komunikasi Pengantar Studi disebutkan empat teknik dalam komunikasi, yaitu:

a. Komunikasi Informatif. Yaitu memberikan keterangan-keterangan (fakta-fakta) kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informasi justru lebih berhasil dari pada persuasif, misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan.

b. Komunikasi Persuasif. Yaitu berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri.

c. Komunikasi Instruktif/Koersif. Yaitu penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak terlaksanakan. Bentuk yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di kalangan publik (khalayak). Koersif dapat berbentuk perintah-perintah, instruksi, dan sebagainya.

d. Hubungan Manusiawi. Yaitu bila ditinjau dari ilmu komunikasi hubungan manusiawi itu termasuk ke dalam komunikasi antarpesona (Interpersonal Communication) sebab

21

(25)

xxv

berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu komunikasi karena bersifat action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. 22

Model-model Komunikasi

“Yang dimaksud dengan model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya. Penyajian komponen dalam model bagian ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam suatu komunikasi.”23

a. Model Harold D. Lasswell (Formula Lasswell)

Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.40.

Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, “Who

Says What

In Wich Channel

To Whom

With What Effect?” 24

Lasswell mengakui bahwa tidak semua komunikasi bersifat dua arah, dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang terjadi antara pengirim dan penerima. Dalam masyarakat yang kompleks, banyak informasi disaring oleh pengendali pesan, yang

22

Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 32.

23

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 5

24

(26)

xxvi

menerima informasi dan menyampaikannya kepada pihak publik dengan beberapa perubahan atau penyimpangan.

Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Unsur sumber (who) merangsang pertanyaan mengenai pengendalian pesan, sedangkan unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which channel) dikaji dalam analisis media. Unsur penerima (to whom) dikaitkan dengan analisis khalayak, sementara unsur pengaruh (with what effect) jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.25

b. Model Claude E. Shannon dan Warren Weaver

Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 41

Pada gambar di atas, menunjukkan proses komunikasi dimulai dari sumber yang menciptakan pesan, kemudian ditransmit melalui saluran kawat atau gelombang udara. Pesan ditangkap oleh pesawat penerima yang merekonstruksi kembali sinyal itu sampai kepada tujuannya (destination). Tujuan di sini adalah penerima yang menjadi sasaran pesan.

Dalam proses komunikasi yang digambarkan Shannon, salah satu unsur yang cukup penting ialah gangguan (noise). Gangguan di sini menunjukkan adanya rintangan yang terjadi pada saluran, sehingga menghasilkan pesan yang berbeda seperti yang ditransmit

25

(27)

xxvii

oleh sumber. Misalnya suara gesekan di radio atau terlalu banyak bunyi yang berdering di telepon sehingga pendengar menerima pesan yang tidak sempurna.

Gangguan-gangguan seperti ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi. Oleh karena itu, Shannon dan Weafer menyarankan, bahwa untuk berhasilnya proses komunikasi yang sempurna, sebaiknya semua gangguan diatasi lebih dulu sebelum proses komunikasi berlangsung.

c. Model Wilbur Schramm

Sumber : Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 152

“Dalam model ini Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang di komunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran.”26 Menurut Schramm bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi.

Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.

26

(28)

xxviii

Menurut Wilbur Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur yakni sumber (source), pesan (message) dan sasaran (destination). Schramm berpendapat, meskipun dalam komunikasi lewat radio/telepon encoder dapat berupa mikrofon dan decoder adalah ear phone, dalam komunikasi manusia sumber dan encoder adalah satu orang. Sedangkan decoder dan sasaran adalah sorang lainnya, dan sinyalnya adalah bahasa untuk menuntaskan suatu tindakan komunikasi (communication action), suatu pesan harus disandi balik.27

Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik pesan, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing. Bila kedua lingkaran memiliki wilayah bersama yang besar, maka komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut, semakin miriplah bidang pengalaman (field of experience) yang dimiliki kedua belah pihak yang berkomunikasi. Bila kedua lingkaran itu tidak bertemu, artinya bila tidak ada pengalaman bersama maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Bila wilayah yang berimpit itu kecil artinya bila pengalaman sumber dan pengalaman sasaran sangat jauh berbeda maka sangat sulit untuk menyampaikan makna dari seseorang kepada orang lainnya.

d. Model D. Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers

27

(29)

xxix

Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 46

Model komunikasi yang terlihat pada gambar di atas mencerminkan sifat memusat yang terjadi dari pertukaran informasi yang melingkar. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses komunikasi dimulai “dan kemudian ...” yang mengingatkan kepada kita bahwa sesuatu telah terjadi sebelum kita mulai mengamati suatu kejadian.28

Pelaku A mungkin saja mempertimbangkan kejadian ini atau sebaliknya sebelum ia melakukan komunikasi (1.1) dengan B. Informasi yang diciptakan dan dikirim oleh A tadi, kemudian dipersepsi oleh B. Reaksi B terhadap informasi itu dilanjutkan (1.2) sebagai informasi baru kepada A, lalu dikirim lagi (1.3) kepada B dengan topik yang sama. B yang menerima informasi ini, kemudian melanjutkan (1.4) sampai keduanya mencapai kesamaan pengertian terhadap objek yang dibicarakan itu.

Dalam proses komunikasi yang memusat, setiap pelaku berusaha menafsirkan dan memahami informasi yang diterimanya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pelaku komunikasi dapat memberi reaksi atau menyampaikan hasil pikirannya dengan baik kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam model ini tidak ditemukan

28

(30)

xxx

arah panah yang menunjukkan unit informasi yang berdiri sendiri dari mana dan ke arah mana, melainkan informasi itu dibagi oleh para pelaku komunikasi sampai diperoleh kepuasan atas pengertian bersama terhadap sesuatu persoalan.

Bentuk-bentuk Komunikasi

Seperti halnya definisi komunikasi, klasifikasi bentuk komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Klasifikasi itu didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya.

Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, menggolongkan komunikasi dalam empat bentuk, yaitu : personal, kelompok, massa dan komunikasi medio.29

Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc. dalam buku Pengantar Ilmu komunikasi, menyebutkan komunikasi dibagi atas empat macam tipe atau

bentuk, yakni komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi publik dan komunikasi massa.30

Memerhatikan pandangan para pakar di atas, bentuk komunikasi yang akan penulis bahas dalam skripsi ini ialah merujuk pada pendapatnya H. Hafied Cangara, bentuk komunikasi terdiri atas empat macam yaitu: komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi publik dan komunikasi massa.

Komunikasi Dengan Diri Sendiri (Intrapersonal Communication)

Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication) menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya

29

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 7.

30

(31)

xxxi

Psikologi Komunikasi, komunikasi intrapersonal meliputi sensasi,

persepsi, memori, dan berpikir.31 Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.

“Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi di sini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya.”32

Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran manusia setelah mendapat rangsangan dari pancaindra yang dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang.

Dalam proses pengambilan keputusan misalnya, sering kali seseorang dihadapkan pada pilihan “Ya” atau “Tidak”. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi berkomunikasi dengan dirinya sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil. Cara seperti ini hanya

31

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 49.

32

(32)

xxxii

bisa dilakukan dengan metode komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri.

Komunikasi Antarpribadi

(Interpersonal Communication)

Komunikasi antarpribadi ialah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.33

“Menurut Onong Uchjana Effendi, komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan.”34

Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil. “Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis.”35

33

Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 85.

34

Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 8.

35

(33)

xxxiii

Evert M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi yaitu:

1. Arus pesan cenderung dua arah

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka 3. tingkat umpan balik yang tinggi

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selective expossure”) sangat tinggi

5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban

6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap. 36

Pentingnya komunikasi antarpribadi bagi terapis pada saat konseling ialah karena ia dapat mengetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya. Terapis dapat mengetahui nama pasien, pekerjaannya, pendidikannya, penyakit yang dikeluhkan, penyebab penyakit tersebut, dsb., yang penting agar bisa mengubah sikap, pendapat atau perilaku pasien. Dengan demikian terapis dapat mengarahkan pasien ke suatu tujuan sebagaimana ia inginkan. Komunikasi Publik

(Public Communication)

Komunikasi publik biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan komunikasi khalayak (audience communication).37 Komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.

Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara (sumber)

36

Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), cet.ke-2, h. 13.

37

(34)

xxxiv

dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima sangat terbatas, sehingga tanggapan balik juga terbatas. Hal ini disebabkan karena waktu yang digunakan sangat terbatas, dan jumlah khalayak relatif besar. Sumber sering kali tidak dapat mengidentifikasi satu per satu pendengarnya.

“Ciri lain yang dimiliki komunikasi publik bahwa pesan yang disampaikan itu tidak berlangsung secara spontanitas, tetapi terencana dan dipersiapkan lebih awal. Tipe komunikasi publik biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti kuliah umum, khotbah, rapat akbar, pengarahan, ceramah dan semacamnya.”38 Komunikasi Massa

(Mass Communication)

Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa, misalnya pers, radio, film dan televisi. “Komunikasi massa juga disebut sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.”39

Zulkarimein Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Komunikasi Massa mengatakan bahwa komunikasi massa adalah proses penyampaian pesan atau informasi yang ditujukan kepada khalayak massa dengan karakteristik tertentu, sedangkan media

38

Ibid., h. 35.

39

(35)

xxxv

massa hanya sebagai salah satu komponen atau sarana yang memungkinkan berlangsungnya proses yang dimaksud.40

Menurut Wilbur Schramm seperti yang dikutip oleh Wiryanto dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menyatakan bahwa komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter dan encoder.41

Komunikasi massa sangat efisien, karena dapat menjangkau daerah yang luas dan audiens yang praktis tidak terbatas, namun komunikasi massa kurang efektif dalam pembentukan sifat personal. Hal ini dikarenakan umpan balik (feedback) dalam komunikasi massa yang sifatnya tertunda.

Komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cinya yaitu:

Komunikasi massa berlangsung satu arah

komunikator pada komunikasi massa melembaga pesan pada komunikasi massa bersifat umum

media komunikasi massa menimbulkan keserempakan komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.”42

Terapi dan Ruang Lingkupnya.

1. Pengertian Terapi dan Terapis.

Dalam Kamus Lengkap Psikologi, terapi atau dalam bahasa Inggris disebut dengan therapy adalah satu perlakuan atau pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi patologis. Sedangkan

40

Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993), h.5.

41

Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 10.

42

(36)

xxxvi

seseorang yang dilatih dalam pengobatan penyakit dan gangguan kejiwaan disebut dengan terapis atau dalam bahasa Inggris disebut dengan therapist.43

M.A. Subandi mengemukakan bahwa, “terapi merupakan proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih, yang satu adalah profesional penolong (terapis) dan yang lain adalah petolong (orang yang ditolong), dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahan/penyembuhan. Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa, pikir, perilaku dan kebiasaan yang ditimbulkan dengan adanya tindakan profesional penolong (terapis) dengan latar ilmu perilaku dan teknik-teknik usaha yang dikembangkannya.44

2. Model-model Terapi

Dr. Muhammad Solihin di dalam bukunya Terapi Sufistik, menyebutkan ada 6 model terapi yaitu:45

a. Terapi Client Centered. Terapi jenis ini menaruh kepercayaan dan meminta tanggung jawab yang lebih besar kepada klien dalam menanggulangi masalah-masalahnya.

b. Terapi Realitas. Yaitu terapi jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi dan pada dasarnya merupakan jalan agar para klien dapat belajar bertingkah laku yang lebih realistik sehingga dapat mencapai keberhasilan.

c. Terapi Relaksasi. Terapi jenis ini diberikan kepada orang yang mudah disugesti. Terapi model ini umumnya dilakukan oleh seorang terapis yang ahli dalam bidang hipnotis. Dengan terapi sugesti ini klien diarahkan untuk dapat melakukan relaksasi.

d. Terapi Perilaku. Yaitu terapi yang bermaksud agar klien berubah baik sikap maupun perilakunya terhadap objek atau situasi yang menakutkan. Secara bertahap, klien dilatih dan dibimbing menghadapi berbagai objek atau situasi yang menimbulkan panik atau phobik. Pelatihan ini dilakukan berulang-ulang sampai pada akhirnya klien dapat melakukannya tanpa bantuan dari orang lain. Sudah tentu

43

J.P Chaplin, penerjemah Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1981), cet. Ke-1, h. 198.

44

M.A. Subandi, Psikoterapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), cet.ke-1, h. 9.

45

(37)

xxxvii

latihan perilaku ini didahului dengan pemberian psioterapi untuk memperkuat kepercayaan diri.

e. Terapi Keagamaan. Terapi keagamaan adalah terapi yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan keagamaan seperti menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an, hadits Nabi dan pemikiran-pemikiran keislaman yang secara implisit mengandung terapi. Adapula yang menggunakan dzikir dan do’a-do’a tertentu yang pada intinya memohon kepada Allah agar diberi ketenangan hati. Dengan terapi jenis ini diharapkan seseorang dapat terbebas dari rasa cemas, tegang, depresi dan lain-lain.

f. Terapi Holistik. Terapi holistik adalah terapi yang mencakup keseluruhan aspek manusia, dalam artian bahwa terapi dilakukan tidak hanya melalui obat-obatan semata, atau hanya ditujukan pada aspek-aspek kejiwaan akan tetapi mencakup aspek-aspek lain seperti organobilogy, psikologi, psikososial, psikoritual dan lain sebagainya, sehingga klien dapat diobati secara menyeluruh. Pada intinya terapi holistik ini adalah bentuk terapi yang memandang keseluruhan aspek pada klien.

Konseling dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Konseling

Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “consillium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Kata ini berarti perundingan, pertimbangan atau musyawarah.46

Selanjutnya konseling didefinisikan sebagai pemberian bantuan yang bersifat permissif (memberi kelonggaran), personalisasi dan individualisasi dalam upaya mengembangkan skill untuk mengembangkan atau meraih kembali pemahaman dan pengarahan terhadap dirinya sendiri yang menerangi kehidupan sosialnya.47

Counseling, berbeda dengan membimbing atau memberi nasehat,

yang banyak digunakan dalam counseling adalah wawancara untuk

46

Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineke Cipta, 1994), h. 99.

47

(38)

xxxviii

mendapatkan sesuatu yang diharapkan dan diinginkan dari yang diwawancarai (klien), sehingga counseling di sini dapat disebut terjadinya komunikasi antarpribadi. (relationship).48

Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (klien), yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered).49

Ada pula yang mengatakan konseling ialah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut.50

Tujuan Konseling

Adapun beberapa statemen tujuan konseling yang sering dipakai oleh beberapa pakar, dikemukakan oleh Shertzer dan Stone, yang disadur singkat dalam: Perubahan tingkah laku (behavioral change), kesehatan mental positif (positive mental health), pemecahan masalah (problem resolution), keefektifan pribadi (personal efectiveness), dan pembuatan

48

Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, (Jakarta: Studia Press, 2006), cet. Ke-2, h. 1.

49

http://www.wikipedia.co.id, artikel diakses pada 07 Oktober 2008.

50

(39)

xxxix

keputusan (decision making).51 Penyajian berikut ini dimulai dengan yang berkecenderungan afektif, lalu yang lebih kognitif, dan terakhir yang behavioristik.

a. Kesehatan Mental Positif

Konselor yang berkecondongan afektif menyatakan bahwa pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan tujuan konseling. Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Di sini individu belajar menerima tanggung jawab, jadi mandiri, dan mencapai integrasi tingkah laku.

b. Keefektifan Pribadi

Tujuan konseling yang erat hubungannya dengan kesehatan mental, berorientasi afektif, dan agak condong ke orientasi kognitif adalah “keefektifan pribadi”. “Pengertian pribadi efektif menurut Blocher, yang diadaptasikan di sini, adalah:

1) Pribadi yang tampak menyelaraskan diri dengan cita-cita, memanfaatkan waktu dan tenaga dan bersedia mengambil tanggung jawab ekonomi, psikologis, dan fisik.

2) Orang yang punya pribadi demikian tampak mempunyai kemampuan (kompetensi) mengenal, merumuskan dan memecahkan masalah-masalah.

3) Orang demikian itu tampak relatif ajeg (konsisten) dalam menjalani situasi khusus peranannya.

4) Orang demikian itu menampak dapat berpikir lain dan asli, yaitu secara kreatif.

5) Orang demikian itu mampu mengontrol dorongan-dorongan (impuls) dan melakukan respons yang tepat terhadap frustasi, permusuhan dan pertentangan.” 52

c. Pembuatan Keputusan

51

Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.46.

52

(40)

xl

Para konselor yang condong pada orientasi kognitif, sedikit masih ada unsur afektifnya, menyatakan tujuan konseling sebagai pembuatan keputusan mengenai hal-hal genting bagi seseorang konseli. Dalam hal ini, konselor tidaklah menetapkan keputusan-keputusan yang akan dibuat konseli, ataupun memilihkan cara alternatif bagi tindakan konseli. Konseli harus tahu mengapa dan bagaimana ia membuat keputusan.

Dengan demikian, di sini konseling membantu individu mengkaji apa yang perlu dipilih, belajar membuat alternatif-alternatif pilihan, dan selanjutnya menentukan pilihan sehingga pada masa depan ia dapat mendiri membuat keputusan.

d. Perubahan Tingkah Laku

Inilah pernyataan tujuan konseling yang paling banyak dipakai orang akhir-akhir ini. Para pakar konseling ada yang memadukan antara tujuan-tujuan berkenaan dengan perubahan struktur pribadi sampai pada perubahan perilaku tampak, ada yang ketat terpaku hanya pada perubahan perilaku tampak saja.

Seperti yang diungkapkan oleh Shertzer dan Stone53 menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai suatu tujuan konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon khusus terhadap frustasi ataupun perubahan-perubahan sikap terhadap orang lain atau terhadap diri sendiri.

53

(41)

xli Metode dan Teknik Konseling

Metode lazim diartikan dengan cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan penerapan metode tersebut dalam praktek.54

Lebih lanjut Aunur Rahim Faqih mengemukakan bahwa ada dua metode konseling dan tekniknya, yaitu:55

a. Metode Langsung

1) Individual, yaitu pembimbing melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Tekniknya dengan percakapan pribadi, home visit (kunjungan ke rumah) serta kunjungan dan

observasi kerja.

2) Kelompok, yaitu melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Tekniknya dengan diskusi kelompok, karyawisata, sosiodrama dan group teaching. b. Metode Tidak Langsung

1) Individual, yaitu melakukan komunikasi secara individual melalui media massa. Tekniknya dengan surat menyurat, telepon, dan lain-lain.

2) Kelompok, yaitu melakukan komunikasi secara kelompok melalui media massa. Tekniknya dengan papan bimbingan, surat kabar/majalah, brosur, radio dan televisi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling

a. Faktor Individual

54

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 53.

55

(42)

xlii

Orientasi cultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari:

1) Faktor Fisik

Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor. 2) Sudut Pandang

Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan.

3) Kondisi Sosial

Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi.

4) Bahasa

Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien. b. Faktor Situasional

Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara konselor dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas.

(43)

xliii

Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah:

a) Kegagalan menyampaikan informasi penting. b) Perpindahan topik bicara yang tidak lancar. c) Salah pengertian.56

56

(44)

xliv BAB III

GAMBARAN UMUM

KLINIK BENGKEL ROHANI CIPUTAT

A.

Sejarah Berdiri.

Kata “bengkel” berarti setiap pasien yang datang ke Bengkel Rohani perlu disehatkan. Mungkin ada “onderdil”-nya yang sudah mulai usang atau keropos, dan lain-lain. Pada prinsipnya semua manusia rawan terkena penyakit, dan bila seseorang sudah terkena penyakit harus segera disehatkan kembali melalui satu institusi penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan bernama Bengkel Rohani.57

Kata “rohani” berarti dalam proses penyembuhan atau penyehatan, maka rohani atau jiwanya yang terlebih dahulu harus ditangani karena di antara bagian-bagian tubuh lainnya ia paling berpengaruh.58 Mulai dari keyakinan dan tawakal orang yang bersangkutan kepada Allah Swt. saat menghadapi penyakit, penyadaran kebiasaan hidup sehat yang islami, keyakinan memilih cara pengobatan yang syar’i (sesuai syariat Islam), dan sebagainya. Setelah itu, barulah ditangani kesehatan fisik atau medisnya untuk disembuhkan atau disehatkan.

Bengkel Rohani merupakan sebuah Islamic Health Maintenance Organization (Organisasi Perawatan Kesehatan secara Islami) yang

melakukan pelayanan terapi kesehatan secara menyeluruh, baik jasmani maupun rohani. “Maraknya pengobatan-pengobatan alternatif yang notabennya banyak dilakukan paranormal, serta adanya keinginan

57

http://www.bengkelrohani.com., artikel diakses pada 12 Juni 2008.

58

Ibid.

(45)

xlv

masyarakat mendapatkan terapi secara islami merupakan jawaban atas berdirinya Klinik Bengkel Rohani ini.”59

Klinik Syari’ah Bengkel Rohani adalah pelopor/pioneer di dalam pengobatan ala Nabi yang sudah berpengalaman sejak bertahun-tahun. Berawal dari pengalaman spiritual pendiri klinik ini yaitu Ustadz Abu Aqila maka begitu banyak pasien-pasien yang datang yang bisa diobati dan alhamdulillah mendapatkan kesembuhan dari Allah SWT., bukan saja penyakit-penyakit fisik tapi juga non fisik.60

Seperti yang telah disebutkan di atas, sejarah berdirinya Bengkel Rohani tidak bisa dipisahkan dari pendirinya yaitu Ustadz Abu Aqila. Diawali dengan meninggalnya istri pertama beliau yang wafat pada tahun 1998 diakibatkan sihir setan dari golongan jin (sihir al-hasadi) setelah sebelumnya diperiksakan penyakit aneh tersebut ke RSCM dan hasilnya negatif.

“Sebelum meninggalnya sang istri tercinta, beliau sempat bertemu dengan KH. Kasman Sudja’i (alm.), tabib yang khusus menangani secara islami orang yang terkena gangguan jin. Setelah ditangani oleh kiai tersebut, gangguan jin di tubuh istri beliau dapat disembuhkan. Namun karena fisiknya sudah terlanjur lemah, akhirnya ia wafat.”61

Dari peristiwa tersebut, Abu Aqila bertekad mendalami masalah terapi gangguan jin. Motivasinya, agar kejadian yang menimpa istrinya tidak terulang pada orang lain. Minimal dapat memberikan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang islami.

Ustadz Abu Aqila lalu mengembangkan ilmu tersebut untuk kepentingan pengobatan yang sesuai syariat Islam. Beliau juga melengkapi pengetahuan pengobatannya dengan mempelajari ilmu bekam (al-hijamah),

59

Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila, Tangerang 07 Oktober 2008.

60

Brosur Klinik Bengkel Rohani.

61

(46)

xlvi

ilmu herbal, ilmu sistem aliran darah dan syaraf tubuh manusia. Ditambah lagi dengan pengetahuan medis dan pengetahuan agama yang beliau dapatkan dari Pondok Modern Gontor Darussalam.

Bengkel Rohani yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 2A, Ciputat Tangerang ini didirikan oleh Ustadz Abu Aqila pada 6 Juli 2003 yang melayani pengobatan dan terapi kesehatan yang menyeluruh secara islami, baik jasmani maupun rohani. Dan sampai saat ini Bengkel Rohani sudah mempunyai 2 tempat praktik yakni di Bekasi dan Ciputat.

Secara umum perkembangan Bengkel Rohani dan perkembangan pasiennya telah meningkat pesat mulai dari awal pendiriannya. Tentunya semua ini hanya dengan izin Allah Swt.. Di masa mendatang kami masih menggagas rencana-rencana besar ke depan, seperti perluasan cabang-cabang baru, peningkatan kualitas pelayanan, produk-produk obat baru, buku baru, pelatihan, dan lain-lain. Hal ini sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan solusi pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan penyakit yang menyeluruh dan islami secara murah dan mudah dijangkau.

B. Visi dan Misi.

1. Visi

Visi dari Bengkel Rohani ini adalah Sehat Jasmani dan Sehat Rohani. Menurut Bengkel Rohani ini keseimbangan antara keduanya itu sangatlah penting.

(47)

xlvii

Menjadi Sarana Pencerahan Spiritual dengan memberikan pemahaman Islam dan alam gaib secara syamil dan terapi penyembuhan penyakit yang syar’i sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.

3. Tujuan Berdirinya

Tujuan didirikannya Bengkel Rohani ini tentunya tidak terlepas dari visi misinya. Tujuannya yaitu untuk memberikan suatu solusi penyembuhan baik jasmani dan rohani secara Islami serta meluruskan pemahaman masyarakat tentang penyembuhan yang Islami.

C. Sarana dan Prasarana.

Bengkel Rohani telah memfasilitasi kegiatan terapinya dengan sarana dan prasarana sebagai berikut:

1. Satu ruang konsultasi dan terapi pasien

2. Satu ruang reflekxiologi pasien dan jasa psikiater 3. Dua ruang bekam (pengeluaran darah kotor),

4. satu ruang khusus untuk pria dan satu ruang lagi khusus wanita 5. Satu ruang tunggu pasien

6. Satu ruang untuk receptionist, kasir dan rak display serta produk Bengkel Rohani

7. Puluhan set alat bekam (Kop Bekam, alat sedot udara untuk Kop Bekam)

8. Consumable Material yang tersedia cukup memadai untuk kegiatan bekam (silet yang selalu baru, jarum bekam, tissue, kapas, alchhol 40%, betadine)

(48)

xlviii

10.Satu alat sterilisasi alat-alat bekam dengan system ozonisasi (O3) dan pemanasan (uap panas)

11.Tiga ruang wc yang ada di setiap lantai (lantai 1, 2 dan 3)

12.Empat unit perangkat komputer untuk kegiatan kasir administrasi dan keuangan, kesekretariatan

13.Satu ruang shalat 14.Satu halaman parkir.

D. Struktur Organisasi.

Struktur kepengurusan dalam sebuah organisasi sangat diperlukan guna mengetahui kedudukan dari masing-masing anggota atau pegawai. Berikut adalah struktur kepengurusan Bengkel Rohani Ciputat:

1. Penanggung jawab (Pimpinan) yaitu ustadz Abu Aqila. Selain sebagai penganggung jawab, ustadz Abu Aqila juga berkedudukan sebagai terapis, mengingat beliaulah yang mendirikan Klinik Bengkel Rohani dan tentunya sudah ahli dalam bidangnya yakni terapi itu sendiri.

2. Kepala Cabang yaitu Ustadz Mahfudi. Beliau juga bertugas sebagai terapis di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.

(49)

xlix

a. Terapis, yang mempunyai tugas melakukan konseling, melakukan terapi pijatan di sekitar leher dan kaki pasien serta menentukan titik-titik bekam.

b. Pembekam dan pemelihara alat medis, yang bertugas membekam pasien pada titik-titik yang telah ditentukan oleh penterapi. Ia juga bertugas mensterilkan peralatan bekam dan pemeliharaan alatmedis lainnya.

c. Kasir, yang bertugas menerima pembayaran dari pasien-pasien yang datang untuk melakukan terapi

d. Receptionist dan operator telepon, yang bertugas menerima teleon yang masuk dan mendata pasien yang datang.

e. Office boy, yang bertugas membersihkan dan merawat sarana

Bengkel Rohani.

Umumnya karyawan Bengkel Rohani sebagian besar berasal dari para alumni pelatihan SSQ ( Spiritual Science Quantum) yang telah dilaksanakan di Bengkel Rohani Ciputat dari beberapa angkatan (saat ini SSQ telah mencapai angkatan ke duabelas). Materi yang didapat dalam pelatihan SSQ adalah ilmu-ilmu keislaman (aqidah, ibadah dan akhlak) dan dakwah, psikologi pasien, dasar-dasar sistem aliran darah dan saraf tubuh manusia, dan juga dasar-dasar patologi. Mereka juga telah diikutsertakan sebagai peserta magang (sistem asistensi) selama kurang lebih dua bulan di Bengkel Rohani Ciputat.62

62

Gambar

gambaran dan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyarini (2018), Khoyriyah (2019), dan Auwina (2019) membuktikan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh tidak

Interaksi antara perbandingan yoghurt dengan ekstrak buah jambu biji merah dan perbandingan zat penstabil memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh promosi dan kualitas layanan terhadap keputusan pembelian konsumen menggunakan jasa pembiayaan pada PT Bess Finance

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan ( Research and Development) media pembelajaran, khususnya berupa pembelajaran melalui bahan ajar berbasis

NO Nama KTH Alamat Nama Ketua Kelompok Kelompok Kelas Anggota Jumlah Jenis Usaha No Registrasi Kelompok Ket.# Desa/ Dusun Kecamatan!. 1 Rukun Saluyu

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas limpahan berkat, tuntunan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Manual mutu, prosedur mutu dan instruksi kerja yang sudah diperbarui akan menggunakan format halaman yang sesuai standar untuk dapat memudahkan dalam memahami dan

Dengan mengetahui gambaran intensi berhubungan seksual pranikah serta kontribusi dari sikap terhadap tingkah laku, norma subjektif dan persepsi tentang kontrol tingkah laku