STATUS SOSIAL KELUARGA
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA DI
SDN KAMPUNG UTAN I
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh :
Nurwahidah
204011003184
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “STATUS SOSIAL KELURGA TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR SISWA SDN KAMPUNG UTAN I” dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimana status sosial keluarga antara motivasi belajar siswa yang
ada di SDN I Kampung Utan.
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. penelitian
korelasi anatara dua variabel yg merupakan variabel bebas dan variabel terikat.
Populasinya adalah siswa kelas V dan kelas VI yang semuanya di ambil sebanyak
40 orang. 20 dari kelas V dan 20 dari kelas VI.
Adapun tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik random
sampling (acak). Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
observasi dan angket, yang mana data yang di peroleh kemudian di analisis.
Penelitian kuantitatif ini, dari data-data kualitatif dan data-data yang di
kumpulkan yang bersifat kualitatif kemudian akan di ubah menjadi data yang
bersifat kuantitatif (kuantifikasi). Langkah-langkah yang di gunakan untuk
mengubah data tersebut adalah dengan memberikan skor (skoring) terhadap setiap
jawaban yang di berikan oleh responden dengan ketentuan sebagai berukut :
Jika pernyataan bersifat positif: Jika pernyataan bersifat negatif:
Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban
Skor
SS (Sangat Sesuai) : 4 SS (Sangat Sesuai) : I
S(Sesuai) : 3 S (Sesuai) : 2
TS (Tidak Sesuai) : 2 TS (Tidak Sesuai) : 3
STS (Sangat Tidak Sesuai) : 1 STS (Sangat Tidak Sesuai) : 4
Adapun untuk mengetahui berapa besar korelasi atau hubungan antara kedua
variabel x dan variabel y adalah dengan menggunakan rumus product moment
untuk data kelompokkan dimana N=60, dengan rumus sebagai berikut :
r xy = x’y’ _ ( Cx’ ) (Cy’)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah rahmat
taufiq dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“STATUS SOSIAL KELURGA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA
SDN KAMPUNG UTAN I”.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad saw yang banyak berjasa dalam menegakkan kalimat Tuhan,
pembawa kabar gembira dan keselamatan beserta keluarga dan para sahabat.
Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya tidaklah mudah semudah yang
di bayangkan, karena banyak sekali halangan dan rintangan yang di hadapi.
Namun dengan sekuat tenaga dan pikiran penulis berusaha keras untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, walaupun mungkin masih
banyak sekali kesalahan dan kekurangan.
Penulis juga banyak sekali mendapat bantuan dukungan dan bimbingan
dari berbagai pihak baik yang langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi
ini dapat terselesikan. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-dalamya
penulis sampaikan kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam,
3. Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam Drs. Safiudin
Shiddiq, MA.
4. Bapak Drs.H. Faridal Arkam, M.Pd, Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan arahan, nasehat, dan motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan yang telah menyediakan buku-buku
sebagai penunjang dalm penulisan skripsi ini.
6. Kepala SDN I Kampung Utan Ibu Endang Kurniasih beserta Staf guru
yang telah bersedia membantu dan mengizinkan penulis mengadakan
7. Orang tua penulis yang di ada palembang Ayahanda Sulaiman. Kr dan
Ibunda Asmin yang selalu memberikan motivasi dan dukungan materi dan
moril dalam menyelesaikan kuliah.
8. Orang tua penulis yang di Jakarta Pak De H. Abdullah dan wak Hj
Asmawati yang tak henti-hentinya memberikan nasehat-nasehat, dorongan
dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik-adik penulis semua baik yang di palembang dan di Jakarta.
10.Sahabat-sahabat ku yang terbaik yang ada di kampus khususnya kak Ida
Farida, Rahma Yanti Tanjung, Fajar, Dewi R, Inong F, Khozanatul,
Andriani yang selalu memberikan support dan tempat curahan hati.
Semoga bantuan do’a dan partisifasi yang telah di berikan kepada penulis
mendapatkan pahala yang berlipat dan ganjaran dari Allh SWT. Amin…..
Jakarta, juni 2009
DAFTAR ISI
Surat pernyataan...
Lembar pengesahan...
Abstrak ... i
Kata pengantar... ii
Daftar isi ... iv
Daftar tabel ... vi
Daftar lampiran... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Indentifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
1. Indentifikasi Masalah... 6
2. Pembatasan Masalah... 6
3. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 9
1. Problema Kemiskinan ... 9
2. Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 19
a. Pengertian Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Macam-macamnya... 19
b. Indikator Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 21
3. Motivasi Belajar ... 24
a. Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar ... 24
b. Macam-macam Motivasi dan Fungsinya dalam Belajar 25 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah ... 28
Motivasi Belajar Siswa ... 31
B. Kerangka Berfikir ... 34
1. Siswa Yang Berekonomi Tinggi……… 34
2. Siswa Yang Berekonomi Rendah……….. 35
C. Perumusan Hipotesis... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 37
B. Tempat dan Waktu Tujuan ... 37
C. Metode dan Variabel Penelitian... 37
D. Populasi dan Sampel... 38
E. Tahnik Pengumpulan Data ... 39
F. Tehnik Pengelolaan dan Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum SDN I Kampung Utan ... 42
1. Latar belakang atau sejarah berdirinya ... 42
2. Struktur organisasi ... 44
3.Visi dan Misi ... 45
4.Keadaan guru dan murid ... 45
B. Deskripsi Data ... 48
C. Analisis Data ... 54
D. Inerprestasi Data ... 56
E. Ulasan ... 58
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 60
B. Saran-saran ... 61
C. Daftar pustaka... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Struktur Organisasi Sekolah Dasar Negeri Kampung
Utan………..………
44
Tabel 2 : Data Kepegawaian / guru Sekolah Dasar Negeri Kampung
Utan ………..………...
46
Tabel 3 : Daftar Keadaan Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung
Utan ………..………..
47
Tabel 4 : Daftar Sarana Dan Prasarana Sekolah Dasar Negeri Kampung
Utan………. ………
47
Tabel 5 : Daftar Variable X ………..………..……
49
Tabel 6 : Daftar Variable Y ………..………..……
51
Tabel 7 : Tabel Rekapitulasi Data Status Sosial Keluarga………..
53
Tabel 8 : Daftar Sample
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : kisi-kisi angket tingkat social ekonomi keuarga dan motivasi
belajar
Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan
……… 64
Lampiran 2 : Daftar angket
penelitian……….. 65
Lampiran 3 : Rekapitulasi Daftar Skor Sosial Ekonomi Dan Motivasi Belajar
Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan
………... 68
Lampiran 4 : Rekapitulasi Daftar banyaknya penghasilan
………... 69
Lampiran 5 : Daftar Peringkat Sosial Ekonomi Keluarga
……… 70
Lampiran 6 : Peta Korelasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya pendidikan merupakan masalah penting yang aktual
sepanjang zaman. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi orang mampu
mengola alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Pendidikan
sangatlah penting dalam menentukan maju dan mundurnya bangsa, sehingga
pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
yang terdapat dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun
2003 yaitu :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik yang menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Masalah kemiskian dan kaum fakir bukanlah masalah baru, sejak
dahulu berbagai agama dan aliran filsafat mencoba memecahkannya untuk
mengakhiri penderitaan kaum fakir. Namun pada zaman sekarang masalah
kemiskinan dan problematika ekonomi secara umum telah merasuk akal dan
jiwa manusia secara luas.2 Islam mewajibkan setiap orang baik laki-laki
maupun perempuan untuk menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang
lahat.
Seiring dengan perkembangan zaman, bekal pendidikan perlu dimiliki
oleh semua orang agar dapat bertahan hidup di tengah masyarakat modern.
walaupun demikian, belum semua orang menyadari pentingnya arti
pendidikan untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Kurangnya 1
Undang-undang tentang Sisdiknas dan PeaturanPelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: Tamita Utama, 2004), h.7
2
akan arti penting pendidikan ini terutama terjadi pada kelompok masyarakat
dengan status ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut dapat di pahami
karena sebagian dari kelompok ini mengutamakan usaha-usaha untuk
mempertahankan mereka dari hari ke hari guna memenuhi kebutuhan dasar
mereka ketimbang untuk memikirkan pendidikan.
Tanpa mengesampingkan pendidikan luar sekolah, pendidikan melalui
jalur sekolah merupakan persyaratan penting dalam bekerja. Oleh karena itu
sudah selayaknyalah ada usaha-usaha untuk mengembangkan pendidikan bagi
anak-anak dari kalangan ini, baik untuk pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian
anak sebagai generasi penerus di harapkan dapat menjadi individu yang
bertahan di tengah kemajuan teknologi saat ini dan dapat memperbaiki taraf
hidup keluarga mereka agar tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.
Keinginan orang tua untuk mengubah nasib bagi anak-anaknya tidak
bertentangan dengan agama, tetapi merupakan tabi’at manusia untuk hidup
lebih baik dan sejalan dengan firman Allah SWT di dalam QS. An-Nisa’ [4]:9
dan Ar-Ra’du [13]:11
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum kecuali
mereka itu merubah diri mereka sendiri.3
Seiring dengan perkembangan zaman pula maka bekal pendidikan
dengan kualitas yang baik sangat di perlukan sebagai persiapan untuk
menghadapi tantangan hidup dimasa depan.
Prestasi belajar yang baik merupakan faktor penunjang keberhasilan
seseorang dalam usaha memperbaiki taraf hidupnya. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah faktor internal yang meliputi
intelektual, motivasi belajar, sikap dan minat terhadap pendidikan serta faktor
eksternal yang meliputi keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal serta
keadaan situasional.4
Motivasi belajar pada dasarnya mempengaruhi tingkah laku belajar.
Motivasi belajar menentukan jumlah waktu yang digunakan siswa dalam
belajar dan jumlah waktu yang digunakan ini merupakan salah satu peramal
yang dapat di percaya bagi pencapaian prestasi siswa. Jadi bila kita
membandingkan dua orang siswa yang mempunyai kecerdasan yang sama
maka siswa dengan motivasi belajar tinggi akan menghabiskan waktu lebih
banyak belajar sehingga prestasi belajarnya akan lebih tinggi dari pada siswa
yang motivasi belajarnya rendah. Selain mempengaruhi jumlah waktu yang
digunakan, motivai belajar juga menimbulkan keinginan untuk belajar serta
menentukan bayaknya materi yang akan di pelajari. Dengan demikian maka
siswa dengan motivasi belajar tinggi akan memiliki banyak energi untuk
belajar sehingga prestasinya akan lebih tinggi.
Menurut Gage and Berliner motivasi merupakan syarat mutlak untuk
belajar dan mempengaruhi arah, aktivitas yang terpilih serta intensitas
keterlibatan siswa dalam suatu aktifitas. Motivasi menjadi bagian dari tujuan
pengajaran, dimana siswa di harapkan dapat memiliki motivasi untuk belajar
yang terbentuk selama dalam mengalami proses belajar di sekolah.
3
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI 4
Latar belakang siswa yang lemah ekonomi mungkin menjadi
penyebab rendahnya tingkat kecerdasan mereka, akan tetapi mereka tetap
memiliki peluang untuk berhasil bila memiliki motivasi untuk belajar yang
tinggi. Oleh karena itu motivasi untuk belajar pada diri mereka harus menjadi
karakteristik dan penting untuk membentuknya sejak awal siswa belajar
disekolah.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
! " #"$" % & ' ( ) ( * &+ *$, !- . # $/01 2 % /" + 3
Artinya : “ Dari Anas ra Bersabda Rasulullah saw. “tidaklah anak yang dilahirkan ini kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi , Nasrani atau Majusi”.5
Hadits di atas mempunyai kaitan yang erat dengan pernyataan
sebelumnya. Hadits ini mempunyai pengertian bahwa setiap orang lahir dalam
keadaan fitrah. Setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi seorang yang
baik, jahat, pintar ataupun bodoh tanpa memandang dari golongan apa ia
berasal.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar mencakup
aspek budaya, keluarga, sekolah, dan pribadi siswa itu sendiri. Pengembangan
motivasi belajar pada siswa akan terjadi secara optimal bila keempat system di
atas berkembang secara harmonis. Akan tetapi pada kenyataannya ada
kekurangan-kekurangan dalam tiap aspek tersebut sehingga menghambat
pembentukan motivasi belajar pada siswa, khususnya siswa dengan latar
belakang ekonomi lemah. mereka hidup di tengah lingkungan kemiskinan
ytang tidak selalu mementingkan pendidikan dikarenakan adanya kebutuhan
lain yang harus didahulukan.
Sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta permasalahan dalam
keluarga sebagai akibat dari permasalahan ekonomi juga menghambat dalam
5
menumbuhkan motivasi belajar anak. Kurangnya penerimaan dari guru,
sekolah dan teman-teman sebaya menyebabkan anak memandang bahwa
sekolah merupakan hal yang tidak menyenangkan dan sia-sia.
Istilah ekonomi lemah yang identik dengan kemiskinan adalah suatu
keadaan yang di lukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok.6 Ekonomi lemah yang identik dengan
kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang
muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat dinegara
berkembang.
Masalah ekonomi lemah ini dikatakan sebagai salah satu problem
karena menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana,
terintegrasi, dan menyeluruh dalam waktu singkat.7
Tingkat pendapatan yang semakin rendah , hilangnya kesempatan
kerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) serta semakin tingginya harga
barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit kehidupan mereka.
Status sosial ekonomi mempengaruhi sikap dan nilai orang tua, terutama terhadap pendidikan anak, perhatian terhadap sekolah, dan penyediaan sarana penunjang pendidikan di rumah. Status sosial ekonomi dan prestasi siswa mempunyai hubungan yang erat. Siswa dengan status sosial ekonomi tinggi dari berbagai etnik memiliki skor tes yang lebih tinggi dan bertahan di sekolah lama dari pada siswa dengan status social ekonomi lemah.8
Pendidikan selanjutnya amat di tentukan oleh keberhasilan pendidikan
di jenjang sekolah dasar ini. Setiap anak adalah masa depan, karena itu tempat
anak adalah di sekolah, bukan di pabrik, tempat sampah, jalanan atau tempat
yang dapat membahayakan perkembangannya.
Dalam melakukan intervensi terhadap masalah pendidikan bagi siswa
ekonomi lemah maka motivasi menjadi fokus utama yang perlu di perhatikan
6
Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), Cet.2, h.28. 7
Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, h.28 8
karena motivasi berkaitan erat dengan perilaku belajar dan prestasi serta
sangat mempengaruhi untuk kerja siswa dalam belajar di sekolah. Hurlock
menyatakan bahwa masa penting pertumbuhan mitovasi belajar adalah pada
usia sekolah dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai keberhasilan
dalam belajar. Selain itu, pada masa usia sekolah anak diharapkan
memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa.9
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
1) Apakah anda selalu diberikan uang jajan oleh orang tua anda?
2) Apakah siswa mempunyai kemauan sendiri dalam belajar?
3) Apakah siswa mempunyai peralatan belajar yang memadai?
4) Apakah siswa selalu diberi motivasi dengan imbalan atau hadiah?
5) Apakah orang tua siswa mempunyai pendapatan yang memadai?
2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari timbulnya salah penafsiran terhadap judul, maka
penulis perlu memberikan batasan masalahnya yaitu sebagai berikut:
a. Kemiskinan yang di maksud adalah suatu keadaan yang di lukiskan
sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
pokok.
b. Motivasi yang di maksud adalah motivasi belajar, yakni dorongan
untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan belajar.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalahnya dapat di
rumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana status sosial keluarga di SDN Kampung Utan I ?
b. Bagaimana pengaruh status sosial keluarga terhadap motivasi belajar
siswa SDN Kampung Utan I ?
c. Apakah terdapat hubungan antara status sosial keluarga dengan
motivasi belajar siswa SDN Kampung Utan I ?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.Tujuan Penelitian
a. Memperoleh gambaran mengenai motivasi belajar siswa yang dilanda
kemiskinan.
b. Untuk mengetahui pengaruh ekonomi keluarga terhadap motivasi
belajar ssiswa SD N Kampung Utan I
c. Untuk melengkapi data yang telah penulis peroleh dari kepustakaan
dan sumber-sumber lainnya, terutama data-data yang berhubungan
dengan ekonomi orang tua yang mempengaruhi motivasi belajar
siswa.
2.Manfaat Penelitian
a. Memberikan imformasi kepada pihak sekolah mengenai motivasi
belajar siswanya.
b. Memberikan masukan kepada pihak sekolah mengenai usaha-usaha
yang dapat di lakukan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar
siswa.
c. Memicu penelitian lain untuk memikirkan dan mengembangkan
pendidikan bagi siswa yang berlatarbelakang ekonomi lemah.
d. Memberikan masukan kepada orang tua yang lemah ekonomi, untuk
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PERUMUSAN
HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Problema Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global yang paling
mendesak pada saat ini, terutama dinegara-negara berkembang. Sebagaimana
yang telah disampaikan Miranda S. Goeltom dalam keynote speech-nya yang mengutip laporan Bapenas dan juga disampaikan Endah
Murniningtyas-Bappenas, tingkat kemiskinan di indonesia masih sangat memprihatinkan
dengan jumlah masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan berjumlah
34,96 juta jiwa atau 14,6 % dari total penduduk Indonesia posisi maret 2008.
meski membaik dari angka di Maret 2007 yang mencapai 37,17 juta atau 15,5
% penduduk, angka ini lebih buruk dibandingkan pada saat sebelum krisis
tahun 1996 yang berjumlah 34,01 juta, meski dalam prosentase lebih rendah
dari posisi tahun 1996 yaitu 17,47% dari total penduduk. Menurut Akyuwen,
prosentase penduduk miskin terbesar terdapat di Papua, Irjabar, Maluku, NTT,
dan Gorontalo. Sementara jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat.
Sejauh ini jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum
mencapai hasil yang di harapkan. Kondisi kemiskinan ini diperburuk dengan
adanya peningkatan ketimpangan pendapat, paling tidak sejak tahun 2002, saat
indonesia mulai mencoba menggeliat keluar dari krisis. Studi dari Bank Dunia
menyebutkan bahwa hampir 50% dari jumlah penduduk Indonesia
dikategorikan "miskin" dan berada diambang kemiskinan. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklaim program penanggulangan
kemiskinan di indonesia telah sejalan dengan target pencapaian millennium
development goals(MDGs) yaitu mengurangi jumlah penduduk miskin hingah
Di sisi lain, keprihatinan masyarakat indonesia yang masih dirundung
cobaan ini ternyata belum berakhir saat ini, bahkan cobaan yang mereka
rasakan semakin pahit dengan terjadinya kenaikan BBM yang diikuti barang
kebutuhan pokok dan lainnya. Hasil penelitian yang di lakukan Lembaga
Survei Indonesia (LSI) tahun 2008 menunjukkan bahwa berbagai masalah
yang dianggap penting di masyarakat – seperti kenaikan harga bahan pokok
dan lainnya akhir-akhir ini, lapangan kerja yang tidak memadai, dan
kemiskinan semakin parah- dirasakan semakin berat oleh masyarakat.
Kenyataan itu jelas bertolak belakang dengan data yang dipublikasi BPS
terakhir yang keadaannya menyatakan ekonomi indonesia membaik di tahun
2007. hasil survei lainnya juga mengukuhkan kondisi ini, seperti survei indek
kepercayaan konsumen pada awal tahun 2008 juga menunjukkan indikator
yang menurun. Ini jelas menjadi bukti bahwa kondisi ekonomi semakin
memburuk dan yang paling krusial adalah beban hidup masyarakat khususnya
rakyat kecil yang semakin besar.
Melihat data sakernas di atas, bisa di simpulkan bahwa upaya
pemberantasan kemiskinan di indonesia kurang berhasil. Dengan
mengesampingkan nilai nominal dan angka persentase, Bangladesh yang
pendapatan per kepalanya di bawah indonesia boleh di nilai lebih berhasil
mengurangi jumlah orang miskin. Secara sistematis, sejak tahun 1992,
persentase kemiskinan di Bangladesh terus menurun sedikit demi sedikit dan
tak pernah naik. Pada tahun 1992, 59% warga Bangladesh di kategorikan
miskin. Namun pada tahun 1996, angka tadi tinggal 52% dan terus menurun.
Krisis ekonomi, politik dan sosial pada akhir 1990-an, indonesia kini
mulai kembali stabil. Negara ini sebagian besar telah pulih dari krisis ekonomi
dan keuangan yang terjadi pada tahun 1998, yang telah melemparkan jutaan
penduduknya ke jurang kemiskinan dan menjadikannya sebagai negara
berpenghasilan rendah. Namun, belum lama ini Indonesia sekali lagi berhasil
melewati ambang batas kemiskinan dan menjadi salah satu negara baru
berpeghasilan menengah di dunia. Angka kemiskinan, yang meningkat lebih
sebelum akhir tahun 2005, meskipun pada tahun 2006 mengalami sedikit
peningkatan akibat lonjakan harga beras di akhir tahun 2005 dan di awal tahun
2006.
Namun, menyonsong era baru ini, penanggulangan kemiskinan tetap
menjadi salah satu tantangan yang mendesak bagi Indonesia. Meskipun angka
kemiskinan nasional secara umum telah turun ke tingkat sebelum
krisis-dengan tidak menghitung kenaikan angka kemiskinan yang baru saja terjadi
pada tahun 2006-hampir 35 juta penduduk masih hidup dalam kemiskinan.
Jumlah ini masih melebihi total jumlah penduduk miskin yang ada di Asia
Timur, tidak termasuk China. Selain itu, angka kemiskinan nasional ini
menutupi gambaran tentang kelompok besar penduduk ’hampir miskin’ di
indonesia, yang hidupnya mendekati garis kemiskinan.
Pemerintahan Indonesia yang terpilih secara demokratis mengakui
bahwa penanggulangan kemiskinan merupaka tantangan terbesar dan
pemerintah telah menetapkan target penanggulangan kemiskinan yang
ambisius untuk jangka pendek dan menengah. Pemerintahan Indonesia jelas
memiliki komitmen untuk menanggulangi kemiskinan tercermin dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengahnya (RPJM) tahun 2004-2009, yang
hal itu merupakan bagian dari Srtategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan
(SNPK) yang di gariskan oleh pemerintah. Selain ikut menandatangani
Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam rencana jangka menengahnya pemerintah telah menjabarkn
target-target utama penanggulangan kemiskinan untuk tahun 2009. hal ini
meliputi target-target yang ambisius namun relevan, seperti mengurangi angka
kemiskinan dari 18,2 % di tahun 2002 menjadi 8,2 %, meningkatkan rasio
partisipasi siswa sekolah menengah pertama dari 79,5% pada tahun 2002
menjadi 98%, dan menurunkan angka kematian ibu hamil dari 307 per
100.000 kelahiran pada athun 2002 menjadi 226.
Kemiskinan kembali ke tingkat sebelum krisis pada tahun 2004, tetapi
melonjak kembali pada tahun 2005-2006. mskipun mengalami kemunduran
mengalami kemajuan yang signifikan dalam upaya menurunkan tingkat
kemiskinan. Pada tahun 1999, yaitu pada masa puncak krisis, 23,4% penduduk
memiliki tingkat pendapatan yang tidak cukup untuk menompang kebutuhan
dasar mereka. Hanya dalam lima tahun kemudian, yakni pada tahun 2004,
ingkat kemiskinan turun menjadi 16,7%. Yang berarti selama periode tersebut
sebanyak 7,6 juta orang berhasil keluar dari kemiskinan. Tingkat kemiskinan
pada tahun 2004 itu bahkan lebih rendah di bandingkan tingkat kemiskinan
pada masa sebelum krisis, yakni tahun 1996, yang mencapai 17,6%. Selain
perbaikan dalam hal penurunan angka kemiskinan, sejak tahun 2002 tingkat
kesenjangan kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan telah kembali ke
tingkat sebelum krisis, dan bahkan mencapai tingkat yang lebih rendah di
sebagian wilayah. Perbandingan riwayat kemiskinan antar wilayah juga
menunjukkan penurunan kemiskinan yang signifikan di keenam kategori
wilayah yang di gunakan untuk penilaian ini, yaitu Jawa/Bali, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara/Maluku dan Papua. Pada tahun 2004,
seluruh wilayah kembali ke tingkat kemiskinan pada tahun 1996, atau bahkan
ke tingkat yang lebih rendah, dengan satu-satunya pengecualian di wilayah
Sumatera. Pada tahun 2004, tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera masih
berada 2% di atas tinkat kemiskinan tahun 1996 sebesar 15,5%. Meskipun
upaya pengurangan tingkat kemiskinan mengalami kemajuan, namun terutama
sebagian akibat dari kenaikan harga beras pada tahun 2005-2006, angka
kemiskinan meningkat menjadi 17,75% pada tahun 2006, yang merupakan
kenaikan pertama sejak krisis tahun 1997.
Pada 1 September 2006, BadanPusat Statistik (BPS) mengumumkan
bahwa angka kemiskinan di indonesia meningkat dari 16% pada februari 2005
menjadi 17,75% pada maret 2006. kenaikan angka kemiskinan yang tercatat
pertama kali sejak krisis ekonomi itu berarti ada tambahan 4juta orang yang
jatuh miskin selama kurun waktu tersebut.10
Indonesia dengan penduduk sekitar 211 juta jiwa pada waktu ini
penduduknya yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Upaya
memerangi kemiskinan itu harus memerlukan komitmen semua komponen
pembangunan yang dilakukan dengan terpadu dan terus menerus pada sasaran
yang sama, yaitu keluarga kurang mampu, baik menyangkut kepala
keluarganya, anak-anaknya atau anggota lain dari keluarga tersebut.
Apabila komitmen itu tidak seragam, yaitu setiap komponen
pembangunan mencari sasarannya sendiri-sendiri, tidak mustahil hasilnya
akan tidakmaksimal dan kemiskinan yang mungkin saja ditangani akan
tumbuh kembali dengan magnitute yang justru lebih membesar.
Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran
penduduk miskin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran
keluarganya secara utuh. Padahal keluarga itu mempunyai anak, atau
anak-anak yang masih kecil atau anak-anak remaja yang mungkin saja sekolah atau
kebanyakan tidak sekolah karena orang tuanya kurang mampu. Anak-anak ini
biasanya terlepas dari perhatian kita semua karena di sekolah hampir pasti
anak-anak ini tidak menonjol karena berbagai alasan.
Atau anak-anak ini justru tidak sekolah karena kekurangan biaya
dan harus membantu orang tuanya mencari nafkah atau maksimal bekerja
keras sambil sebisa-bisa belajar pada tingkat pendidikan yang masih
rendah. Jarang, kalau ada, anak-anak keluarga kurang mampu itu yang
sanggup melanjutkan pendidikan pada pendidikan tinggi atau universitas.
Kalau ada mereka umumnya menjadi mahasiswa yang segera dengan mudah
drop-out karena berbagai alasan.
Pertumbuhan keluarga kurang mampu muda dewasa ini relatif
tinggi karena merupakan pendewasaan dari "baby boomers"yang
dilahirkan pada tahun 1960-1980 yang lalu. Apabila kita tidak hatihati
baby boomers itu bisa menghasilkan keluarga miskin yang lebih banyak
di masa yang akan datang karena beberapa alasan sebagai berikut ini.
Pertama, jumlah keluarga muda kurang mampu sekarang ini
yang ada di Indonesia yang jumlahnya adalah 211 juta jiwa tersebut. Jumlah
ini tidak saja besar tetapi mempunyai tingkat kesuburan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan jaman baby boom di tahun 1970 – 1980 yang
lalu. Tingkat kesehatan dan kemampuannya untuk "menghasilkan anak" juga
jauh lebih tinggi karena umumnyS rnereka, biarpun relatif kurang mampu,
tetapi dilahirkan pada jamai yang jauh lebih kondusif dibandingkan
dengan jaman kelahiran orang tuanya dulu.
Kedua, anak-anak muda anak dari keluarga kurang mampu itu
masih menikah relatif pada usia yang muda. Bagi keluarga kurang mampu
menikah pada usia muda bisa merupakan treatment untuk mengentaskan
kemiskinan dan menghilangkan tanggungan bagi orang tua yang
bersangkutan. Mereka menikah dengan harapan bisa melepaskan diri dari
lembah kemiskinan.
Ketiga, anak-anak muda yang lebih mampu bisa belajar sedikit
tentang reprodusksi dan mungkin saja mengikuti KB setelah menikah.
Bagi keluarga kurang mampu menikah dan mempunyai anak secara langsung
hampir merupakan suatu kebiasaan yang belum berhasil dipatahkan.
Perkawinan muda menghasilkan jumlah anak yang lebih besar bagi
keluarga kurang mampu baru tersebut.
Keempat, berkat tersedianya fasilitas kesehatan umum yang
makin baik, biarpun relative kurang mampu, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi secara umum makin kecil. Dengan demikian jumlah
anak-anak yang dilahirkan dan tetap hidup pada usia lima tahun atau lebih
oleh pasangan muda akan tinggi. Kemungkinan bertambahnya anggota
keluarga kurang mampu dengan demikian juga bertambah tinggi.
Kelima, ledakan ini kakan menjadi resiko karena generasi muda
keluarga kurang mampu tidak saja tidak mengenal dengan baik reproduksi
keluarga tetapi mereka sedang tergoda oleh kehidupan modern yang
sangat permisif ditambah dengan akibat gangguan globalisasi dan
kemiskinan lain seperti merebaknya hidup bebas tanpa perkawinan
pergaulan bebas itu. Kondisi negatif itu akan menghasilkan anak dengan
perhitungan yang sangat tidak rasional.
Menyadari betapa sulitnya menempatkan anak-anak keluarga
kurang mampu sebagai titik sentral pembangunan dalam proses
pemberdayaan, maka Yayasan Damandiri berkerja sama dengan beberapa
universitas, negeri dan swasta, sedang berusaha keras mengembangkan cara
baru untuk menempatkan anak-anak berbakat dari anak keluarga kurang
mampu itu. Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah di Malang
dan Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto dipilih sebagai
universitas model untuk mencari cara baru menemukan anak-anak berbakat
dari keluarga kurang mampu tersebut.
Dalam kerjasama ini ketiga universitas mencari anak-anak
berbakat tersebut balk langsung dengan mendatangi sekolah-sekolah
maupun mengundang Kepala Sekolah yang bersangkutan untuk
mengirim calon-calon siswanya yang kebetulan anak keluarga kurang
mampu melamar untuk menjadi mahasiswanya dengan mengikuti
seleksi yang diselenggarakan oleh Tim Universitas yang bersangkutan.
Selanjutnya calon mahasiswa itu diseleksi secara ketat oleh Tim
Universitas balk dalam pengalaman akademisnya selama di SMU, SMK
atau MA maupun latar balakang orang tuanya untuk ditentukan kemungkinan
di fakultas yang menjadi pilihan siswa yang ber sangku tan. Ap ab ila
m emenu hi syar at- syar at yang telah ditentukan oleh Universitas yang
bersangkutan maka kemudian siswa itu mendapat pemberi tahuan bahwa
dia diterima di Universitas dan fakultas yang menjadi pilihannya.
Daftar siswa yang diterima lengkap dengan pengalaman
akademis dan ciri-ciri latar belakang kedua orang tuanya dikirimkan
kepadaYayasan Damandiri untuk sekali lagi mendapatkan penelitian
tentang keadaan orang tuanya. Secara seksama latar belakang kedua
orang tua siswa yang beruntung itu dicek kembali oleh Yayasan dan
biaya SPP sampai mahasiswa itu lulus menjadi sarjana pada fakultas
atau universitas pilihannya.
Mulai bulan Agustus 2002 yang lalu diharapkan sudah ada
keputusan tentang nama-nama siswa lulusan SMU, SMK dan MA yang
diterima menjadi mahasiswa dan mendapatkan dukungan pembayaran
SPP dari ketiga Universitas yang menjadi model tersebut. Apabila
percobaan tersebut berhasil diharapkan tahun depan Yayasan dapat
memperluas usahanya dengan mengajak kerjasama dengan Universitas lainnya
sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia.
Kerjasama ini merupakan kerjasama gotong royong karena Yayasan
Damandiri tidak bisa menyediakan beasiswa untuk para mahasiswa selama
mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi yang ada. Akan diusahakan
kerjasama lebih lanjut dengan Yayasan Supersemar untuk memberikan
beasiswa bagi mahasiswa anak keluarga kurang mampu tersebut.11
Pemerintah perlu meninjau kembali program pengentasan kemiskinan
yang ada selama ini. Guru besar Pascasarjana Universitas Airlangga Prof. Dr.
H. Haryono Suyono menyarankan upaya memperkuat pengentasan
kemiskinan melalui proses pemberdayaan keluarga dalam bidang ekonomi.
Perlunya di tekankan pada keluarga, lantaran keluarga merupakan
indikator yang menggambarkan kemapuan untuk memenuhi kebutuhan
minimal sampai kepada kebutuhan investasi dan sosial budaya keluarga yang
bersangkutan.
Angka kemiskinan diindonesia, masih tinggi berdasarkan data BPS
pada tahun 1998 terdapat 49,5juta (24%), dan pada tahun 2000 sedikit
menalami penurunan menjadi 33,2 juta jiwa ()16,09%. Pada tahun 2002
menunjukkan gejala peningkatan di tandai dengan tingginya angka PHK
massal dan membengkaknya jumlah pengungsi. Data Depnakertrans
menunjukkan angka PHK kumulatif dan perorangan dan di bulan januari
sampai september 2001 menacapai 55,137 pekerja. Sedangkan jumlah
pengungsi mencapai 1,3 juta KK.
Masih kata Haryono, ia mencatat terdapat sekitar 42% keluarga
prasejahtera dan sejahtera, yang tidak selalu berada di bawah garis
kemiskinan. Namun, akan dapat dengan mudah jatuh miksin karena
ketidakstabilan kondidi yang melingkupinya. Antara lain, tempat tinggal yang
terpencil,dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak mampu bersaing
dengan penduduk lain yang memiliki kondisi yang lebih baik.
Selama ini, beberapa program pengentasan kemiskinan yang di
lakukan pemerintah yang di nilai mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang hidup diambang kemiskinan. Misalnya program Takesra
(Tabungna Keluarga Sejahtera) yang di mulai sejak tahun 1995 mrnunjukkan
hasil positif, menurut laporn Bank BNI, pada akhir juli 2001 jumlah anggota
penabung Takesra mencapai 13,02 juta keluarga dengan jumlah dana di
tabung sebesar 24,17 miliar.
Perkembangan berikutnya, tahun 1997 pemerintah memberikan kredit
modal uasaha bagi keluarga prasejahtera da sejahteradengan nama Kredit
Usaha Keluarga Sejahtera (kukesra). Sampai akhir juli 2001 terdapat 10,5 juta
keluarga mengikuti program ini. Namun sayangnya semenjak krisis keuangan
1997 kinerja pembinaan kukesra kurang berjalan dengan baik sehingga jumlah
tunggakan meningkat.12
Adapun ukuran kemiskinan itu bermacam-macam, ada yang
berdasarkan penghasilan, ada yang didasarkan pada konsumsi, ada pula yang
luas perumahan. Kemiskinan pada hakekatnya merupakan perbedaan antara
penghasilan dan Standar kehidupan minimum. Jadi pengertian relative,
tergantung pada distribusi penghasilan, nilai politik, sosial dan budaya
masyarakat dalam suatu priode.
Di negara maju, orang menciptakan minimum acceptable
standard of living sebesar 3000 dolar AS tiap tahun. Tetapi ada yang
berpendapat bahwa di Indonesia orang miskin pengeluarannya Rp.
4000/kapita/bulan, menengah Rp. 4000-8000/kapita/bulan, dan kaya diatas Rp.
8000 – pada tahun 1976.13
Prof. Sayogya mengatakan bahwa untuk mengukur kemiskinan
dapat dipakai kebutuhan fisik minimum. Berdasarkan penelitiannya orang
desa setiap bulan memerlukan kebutuhan minimum equivalent dengan 20
Kg beras, untuk orang kota 30 beras."
Sedangkan menurut Munandar Soelaeman, bahwa kebutuhan objektif
manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan
apakah bernilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai
dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim, dan
lingkungan yang dialaminya, yang tersimpul dalam barang dan jasa yang
tertuang dalam nilai uang sebagai patokan bagi penetapan pendapatan minimal
yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat
pendapatan minimum. 14
2. Status Sosial Ekonomi Keluarga
a. Pengertian dan Macam-macam Status Sosial
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki
seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang
memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam
struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya
rendah.
Berikut adalah macam-macam status sosial yang ada dalam
masyarakat luas :
13
Sukanto Rekso Hadi Prodjo, Ekonomi Perkotaan, (Yogyakarta : BPFE, 1982), Cet. Ke-1, h.127.
14
1) Ascribed status ialah status sosial yang di bawah sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, suku, usia, dan lain
sebagainya.
2) Acheved status ialah status sosial yang di dapat seseorang
karena kerja keras dan usaha yang di lakukanya. Contoh harta
kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan dll.
3) Assigned status ialah status sosial yang di dapat seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan di dapat sejak lahir
tetapi di berikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat.
Seperti seseorang yang di jadikan kepala suku, ketua adat,
sesepuh dll.15
Stratifikasi ekonomi (economic stratification), yaitu perbedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, yang
merupakan kenyataan sehari-hari. Dalam kaitan ini kita mengenal, antara
lain, perbedaan warga masyarakat dalam penghasilan dan kekayaan
mereka menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Yang mana
masyarakat kita terdapat sejumlah besar warga yang tidak mampu
memenuhi keperluan minimum manusia untuk hidup layak karena
penghasilan yang mereka miliki sangat terbatas. Ada pula warga yang
seluruh kekayaan pribadinya bernilai di atas Rp 1 miliar.
Stratifikasi sosial ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu
1) Stratifikasi sosial terbuka adalah system stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata/tingkatan ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, dan menguasai banyak keterampilan sehingga mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran yang tinggi juga.
2) Stratifikasi sosial tertutup yaitu Stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau
tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contohnya seperti system kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.16
Adapun mengenai perbedaan tingkat ekonomi suatu keluarga dapat diketahui dari hasil pendapatannya yang diperoleh sesuai dengan bidang usaha dan jenis pekerjaan masing-masing. Menurut Soerjono Soekamto, Klasifikasi tingkat ekonomi keluarga perbulan dapat dikategorikan sebagai berikut: kurang dari Rp. 500.000 dikategorikan rend ah, antara Rp. 500.000 – Rp. 700.000 dikategorikan sedang, lebih dari Rp.1000.000 dikategorikan tinggi.17
Kita semua mengenal kemiskinan bila menghadapinya, namun tidak mudah mendefinisikan pengertiannya secara obyektif. Pendapatan juga tidak sepenu hnya merupakan ukuran yang tepat, karena faktor pendapatan tid ak menyatakan bagaimana sesungguhnya situasi hidup seseorang. Mungkin lebih sesuai mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidak sanggupan untuk mernuaskan kebutuhan-kebutuhan dan keperluan-keperluan material seseorang.18
b. Indikator statatus Sosial Ekonomi Keluarga
Menurut Todaro tingkat social ekonomi adalah tingkat kehidupan
(social ekonomi) yang dimiliki dan memberikan kepuasan minimal atau
maksimal sesuai dengan pendapatan. Sedangkan mitchel melihat tingkat
social ekonomi berdasarkan peluang-peluang hidup. Peluang-peluang
tersebut dapat di lihat berdasarkan kemudahan mendapatkan penghasilan
dan harta benda. Bagi masyarakat yang memmpunyai tingkat sosial
ekonomi tinggitentu mendapatkan penghasilan dan harta benda lenib
mudah jika di bandingkan dengan masyarakat yang tingkat sosial
ekonominya rendah.
Astrid S. Susento mengemukakan pada dasarnya mengukur tingkat
social ekonomi sama dengan mengukur tingkat kesejahteraan seseorang.
16 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fak.Ekonomi UI, 2000) Cet ke-2, h. 87 & 104
17
Soerjono Soekanto, (Jakarta : Rajawali Press, 1998) Cet. Ke-3, h.22
18
Penentu tingkat kesejahteraan masyarakat atau keluarga dapat digunakan
patokan sebagai berikut:
1. Pendapat, kekayaan dan pekerjaan
2. Lingkungan kerja
3. kesehatan
4. pendidikan
5. ketertiban social
6. milik pribadi yang diizinkan masyarakat
7. kesempatan rekreasi dan pengguna waktu luang.
Biro Pusat Statistik menggunakan 3 kelompok dalam menentukan
tingkat social ekonomi masyarakat, yaitu:
1. Pendapatan dan pengeluaran
2. kesejahteraan, social budaya, kriminalitas, dan wisata
3. kesehatan, gizi, biaya pendidikan, dan lingkungan tempat tinggal.
Berbeda dengan pendapatan-pendapatan di atas klasifikasi tigkat social
ekonomi yang dilakukan Warner dan kawan-kawan terdiri dari empat status
karakteristik indeks, yaitu:
1. pekerjaan
2. penghasilan (sumber income)
3. type rumah
4. wilayah tempat tinggal.
Berdasarkan beberpaa pendapat di atas benar apa yang dikemukakan
dan berdasarkan hasil analisis FX. Sudarsono bahwa pengukuran tingkat
social ekonomi sangatlah beragam sesuai dengan lingkungan, masyarakat atau
daerahnya serta indicator-indikator yang digunakan. Ini bukan saja di Amerika
di Indonesia personalnya tetap sama. Bagi masyarakat di kota penghasilan
perbulan tentu mendapat porsi yang dominant, sebab segala kebutuhan harian
mesti dibeli, tinggi rendahnya tingkat social ekonomi seseorang diukur dari
penghasilan perbulan. Tempat tinggal, harta yang dimiliki yang diizinkan
masyarakat, kesempatan rekreasi dan menggunakan waktu luang,
fasilitas-fasilitas lainnya, seluruh membutuhkan uang yang bersumber dari
menjadi ukuran. Tinggi rendahnya tingkat social ekonomi seseorang juga
ditemukan dengan harta benda yang dimiliki, luas tanah pertanian dan jumlah
binatang ternak, serta factor keturunan dan lain-lain. Sudarsono mengatakan,
berdasarkan indeks yang disusun Sewell selain menenyakan barang dan
fasilitas yang dimiliki, juga beribadah dan sekolah minggu. Dalam masyrakat
petani di desa pergi ke gereja dan mengikuti sekolah minggu di anggap
memberikan tambahan status sosial. Kalau di Indonesia tentu rajin ke masjid
shalat berjamaah dan aktifitas mengikuti pengajian.
Didalam penelitian sosial di Indonesia sampai saat ini biasanya
indikator yang digunakan terbatas pada
a. pendapatan
b. pekerjaan dan
c. pendidikan.
Bedasarkan pengalaman, Sudarsono mengajukan suatu pengukuran yang
kiranya dapat mengurangi kesalahan dan biasanya pengukuran. Secara garis
besarnya indikator ini dapat digolongkan kedalam kelompok:
a. Indikator objektif
Pengukuran yang yang bersifat objektif dalam arti dapat dinyatakan
dalam angka atau bersifat factual, termasuk dalam klasifikasi ini:
1. Pendidikan
2. Jenjang jabatan atau pekerjaan yang dinyatakan degan skor
3. Pendapatan (take hone pay) bagi yang bekerja dengan mendapatkan gaji atau upah. Bagi yang lain disusikan dengan siklus perolehan hasil kerja,
seperti nelayan berbeda dengan petani
4. Pemilikan barang berharga yang langsung dapat dilihat oleh orang lain diduga sebagai symbol atau pratanda status social termasuk barang atau
benda bergerak dan tidak bergerak serta pemeliharaan hewan atau binatang
yang bernilai ekonomi maupun menimbulkan adanya pengakuan dari
masyarakat sekitar atau dilingkungan.
b. Indikator subjektif
Pengukuran yang bersifat subjektif berupa pernyataan atau pegakuan
kewenangan atau power and authority serta pengaruhnya. Misalnya seseorang diangkat menjadi pimpinan organisasi, lembaga, perusahaan maupun desa.
Dalam jabatan tersebut akan melekat adanya kekuasaan dan kewenangan
tertentu yang menyebabkan ia mampu memerintah atau menyuruh orang lain
yang menjadi bawahannya. Semakin tinggi jabatan maka kekuasaan
kewenangan akan semakin luas. Dengan jabatan tersebut ia akan dapat
mempengaruhi orang lain dan sekelilingnya, atau di akui adanya pengaruh
seseorang yang memiliki jabatan.
Sudarsono juga mengakui akan menimbulkan banyaknya kesulitan
dalam mengumpulkan data mengenai pemilikan barang-barang yang berharga,
benda-benda yang bergerak, masyarakat biasanya bersikap tertutup. Demikian
juga mengenai pengukuran yang berhubungan dengan indicator subjektif .
langkah yang paling tepat menurut pendapat Sudarsono adalah sesuai dengan
pendapat Zamroni. Zamroni mengatakan bahwa konsep status social ekonomi
mencakup tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, juga tingkat pendapatan.
3. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar
Kata "motiva si" berasal dari kata motif yang b erarti sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang
menycbabkan organisme itu bertindak atau berbuat.19 Menurut
Sartain dalam bukunya Psycholo gy Understand ing of Human
Behavior: Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam
su atu organisme yang mengarahkan tingkah laku atau perbuatan ke
su atu tujuan atau perangsang.20
Motif dapat d ikatakan seb agai daya p enggerak dari dalam
dan d idalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
demi mencapai suatu tu juan. Bahkan motif dapat d iartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada
19
Hartomo, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta; Bumi Aksara, 2001), cet ke-5, h. 331-332 20
saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan atau mend esak.
Menururt Mc. Donald, motivasi mengandung tiga elemen
penting yaitu:
1. Motivasi itu mengawali terjad inya perubahan energi pada d iri
setiap individu manusia.
2. Motivasi ditandai dengan muncu lnya rasa atau feeling afeksi
seseorang.
3. Motivasi akan d irangsang karena ad anya tujuan
Dalam kegiatan belajar mengajar apabila ada seseorang
siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang yang seharu snya
dikejakan, maka perlu diselid iki sebab-sebabnya. Dengan kata
lain siswa itu perlu d iberikan rangsangan agar tumbuh motivasi
pada dirinya. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluru han d aya penggerak di dalam d iri
siswa yang menimbu lkan kegiatan b elajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar d an yang memberikan arah
pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki o leh
sub jek belajar itu dapat tercapai.21
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang
bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ad alah dalam
hal p enumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk
belajar, siswa memiliki motivasi kuat, akan mempu nyai banyak
energi untuk melaku kan kegiatan belajar.
b. Macam-Macam Motivasi dan Fungsinya dalam Belajar
1. Macam-macam motivasi
21
Jika dilihat dari dasar pembentu kannya, motivasi itu
terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Motif-motif bawaan, yakni mo tif yang dibawa sejak
lahir, dan motivasi itu ada tanpa d ipelajari misalnya :
dorongan untuk makan, minum, dan bekerja
b. Motif-motif yang dipelajari yakni motif-motif yang
timbul karena dipelajari, misalnya; dorongan untuk
belajar su atu cabang ilmu p engetahu an. Motif-motif ini
seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan
secara sosial. Dalam kegiatan belajar-mengajar, hal ini
dapat membantu dalam u saha mencapai prestasi.22
Sedangkan Woodworth membagi motivasi menjadi 3 golongan yaitu:
1. Motif atau kebutuhan organis meliputi kebutuhan untuk makan, minum.
2. Motif-motif darurat misalnya dorongan untuk
menyelamatkan diri, dorongan untuk berusaha.
3. Motif-motif objektif, misalnya kebutuhan melakukan eksp lorasi, motivasi menaruh minat.23
Meskipun dalam pengklasifikasian motivasi, Para ahli
berbeda pendapat, namun akhirnya mereka mempunyai
kesep akatan bahan motivasi itu dikelompokkan menjadi 2,
yaitu :
1. Motivasi Intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah
motif-motif yang menjad i aktif atau berfungsi tanp a perlu
d irangsang d ari luar, karena d alam diri setiap individu sudah
22
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat
23
ada dorongan untuk melakukan sesuatu.24 Kemudian jika
d ilihat dari segi tuju an kegiatan yang dilakukan misalnya
kegiatan b elajar, maka yang dimaksud dengan motivasi
intrinsik ini adalah keinginan mencapai tujuan yang
terkandu ng didalam perbuatan belajar itu sendiri. Dorongan
yang menggerakkan itu bersumber pada kebutuhan, kebutuhan
yang berisikan keharu san untuk menjadi orang yang terd idik
dan berpengetahu an.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
ber-fungsi karena adanya perangsang dari luar, sebagai contoh
seseorang itu belajar, karena b esok paginya akan ujian dengan
harapan mendapat nilai yang baik sehingga akan dipu ji oleh
pacarnya atau temannya. Jadi kalau dilihat dari segi tuju an
kegiatan yang d ilakukannya, tidak secara langsung bergayut
dengan esensi apa yang dilakukannya itu.
Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dap at ju ga
d ikatakan seb agai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar
yang tid ak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.
Motivasi ini tetap penting, karena kemungkinan besar keadaan
siswa d inamis, berubah-ubah, dan juga mungkin
komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang
menarik bagi siswa, sehingga dip erlukan inotivasi ekstrinsik.
2. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Hasil belajar akan menjad i optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi diberikan, akan berhasil pula keberhasilan itu. Manurut S. Nasutio n, fungsi motivasi adalah :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jad i sebagai p enggerak atau motor yang melepaskan energi.
24
b. Menentukan arah perbuatan yaitu kearah tujuan yang hendak d icapai.
c. Menyeleksi p erbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan yang tid ak bermanfaat bagi tujuan itu.25
Adapun menurut A. Rohani, HM dan Abu Ahmadi seb agai b eriku t:
a. Memberikan semangat dan mengaktifkan peserta d idik agar tetap berminat d an siaga.
b. Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan pencapaian tujuan belajar.
c. Membantu memenuhi kebutu han akan hasil jangka pend ek dan jangka panjang.26
Disamping itu motivasi dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha dan pencap aian prestasi. Adanya motivasi
yang b aik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.
Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan
tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan
Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah.
Menurut Wlod kowski faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain adalah :
1. Budaya
Latar belakang budaya yang menekankan pada pentingnya keberhasilan d alam pendidikan akan menjadi pendorong berhasilnya anak d alam pendidikan. Kebudayaan Jepang misalnya, menempatkan keb erhasilan p endidikan sebagai nilai yang tinggi dan pend idikan anak merupakan prioritas utama.
2. Keluarga
Keluarga memberikan pengaruh penting terhad ap motivasi belajar anak, walaupun demikian pengaruh keluarga terhadap motivasi anak b ervariasi menu rut tingkat sosial,
25
S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, (Bandung : Temmars, 1986), cet ke-5, h.79 26
ekonomi dan latar belakang budaya. Orang tua dari golongan sosial ekonomi menengah keatas cenderung lebih banyak memberikan rangsangan belajar bagi anak-anaknya.
Sedangkan orang tua dari go longan so sial ekonomi kebawah cenderung untuk lebih memikirkan bagaimana mereka memenu hi kebutuhan hidup sehingga kurang memperhatikan kebutuhan belajar anak-anaknya. Namun banyak pula orang tua yang berpenghasilan rendah memiliki usaha-usaha u ntuk mendukung anak-anak mereka agar dapat berhasil d i sekolah dan banyak anak mereka yang prestasinya tinggi. Mereka melakukan hal ini dalam rangka memperbaiki taraf hidup keluarga agar tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.
Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi rendahnya kemampuan ko gnitif pada masanusia seko lah antara lain adalah sikap orang tua yang tidak mendukung pend idikan, harapan orang tua yang rend ah terhadap anak-anaknya d an iklim intelektual yang kurang menyenangkan di rumah.27
3. Sekolah
Faktor sekolah dan guru juga memberikan pengaruh
terhadap motivasi siswa untu k belajar walaupun dalam banyak
kasus pengaruh mereka tidak sekuat pengaruh o rang tua dalam
proses belajar. Selain itu guru juga d iharapkan dapat
mendukung semua siswa dari b erbagai latar belakang
kehidupan mereka agar dapat mengembangkan kemampuan
belajar mereka seoptimal mungkin. Siswa dengan latar
belakang miskin cend erung kurang mendapat perhatian dari
guru, karena memiliki p enampilan yang kurang menarik,
kurang terbiasa dengan buku-buku dan aktivitas seko lah
sehingga guru dan siswa lain menduga bahwa siswa tersebut
tid ak pandai.
4. Pribadi Siswa
27
Ciri-ciri siswa yang b elajar dengan sungguh-su ngguh dan menikmati setiap hal yang dilaku kannya dalam proses belajar adalah :
a). Memiliki peringkat yang balk di kelas.
b).Menemukan send iri bahwa proses belajar memberikan kepuasan bagi dirinya.
c). Dapat mengatur dirinya dengan memiliki perencanaan belajar yang b aik.
d).Menyadari tanggung jawabnya dalam belajar dengan tid ak menyalahkan orang lain bila proses helajar tidak berjalan dengan b aik.
Ada beberapa bentuk dan cara u ntuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar d i seko lah, yaitu:
1).Memb erikan angka berbobot bila diband ingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik.
2).Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi tetapi tid aklah selalu demikian karena untu k suatu pekerjaan mungkin tid ak akan menarik b agi seseorang yang tidak senang dan tid ak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.
3).Saingan atau Kompetisi
Saingan dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar.
4).Ego Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar dapat merasakan pentingnya tugas sehingga ia bekerja keras dengan mempertaruhkan harga d iri merupakan salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.28
5).Memb erikan Ulangan
28
Umumnya para siswa akan Iehih giat belajar kalau mengetahu i akan ada u langan. Oleh karena itu memberi ulangan juga merupakan sarana motivasi.
6).Mengetahui Hasil Pekerjaan.
7).Pujian, pujian merupakan bentuk reinforcement yang
positif dan sekaligus motivasi yang baik.
8).Hu kuman, hukuman sebagai reiforcement yang negatif,
tetapi kalau diberikan secara tepat dan biak bisat menjadi alat motiva si.
9). Hasrat (ada maksud belajar).
10). Minat
11). Tujuan yang diakui, Rumusan tujuan yang d iakui baik
oleh siswa akan merupakan alat motivasi yang sangat
penting ka rena menimbulkan gairah untuk terus belajar.29
4. Dampak Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motivasi
Belajar Siswa.
Adanya perbedaan prestise dalam masyarakat tercermin
pada perbedaan gaya hidup, sebagaimana namp ak dari
pernyataan Max Weber berikut ini :
. . . status honor is normally expressed by the fact that above all else a specific style of life can be expected from all those who wish to b elong to the circle. Linked with this exp ectation are restrictions on ’social’ intercou rse.
Sejumlah ahli sosiolo gi berusaha meneliti bagaimana
perbedaan kelas so sial terwujud dalam perb edaan dalam
perilaku. Salah satu perbedaan p eerilaku kelas di jumpai
dalam busana yang di pakai warga masyarakat kita di
perko taan. Dalam b erbusana baik laki-laki maupu n perempuan
dari kelas so sial berbeda mempunyai kerangka acuan yang
berbeda pula. Kaum perempuan kita dari kalangan kelas atas
yang berbusana barat, misalnya, akan banyak yang cenderu ng
berbusana dengan mengacu pad a kar ya perancang terkenal dari
Paris, New York, London, To kyo atau Roma. Kaum
29
perempuan d ari kelas menengah kebawah akan lebih
cenderu ng memakai busana ciptaan perancang mode terkenal
dalam Negeri, sedangkan busana pilihan mereka yang b erada
d i kelas bawah akan cenderu ng berorientasi pada desain yang
d i tentukan para grosir pakaian jadi d i pusat penjualan pakaian
seperti misalnya pasar Tanah Abang atau p asar Cipulir di
Jakarta.
Perbed aan gaya hidup ini tidak hanya di jumpai pada
herarki prestise, tetapi juga pada herarki kekusaan. Kita
melihat b ahwa setiap kelas sosial pun menampilkangaya hidup
yang khas.Ogburn dan Nimkoff menyajikan su atu sketsa dari
majalah life yang menggambarkan bahwa lap isan bawah (lo
w-bro w, menengah b awah (lower middle-brow), menengah atas
(hight class),masing-masing mempunyai khas dalam hal
pakaian, perlengkapan rumah tangga, hiburan, makanan,
minuman, bacaan, senirupa, rekaman musik, permainan d an
kegiatan.
Dalam kaitan dengan p erbedan antar kelas ini para ahli
sosiolo gi sering berbicara mengenai simbo l status (statu s
symbol), yaitu simbol yang menand akan status dalam
masyarakat. Dari pand angan Berger bahwa orang senantiasa
memperlihatkan kep ada orang lain apa yang telah di raihnya
dengan memakai berbagai simbo l kita dapat menyimpulkan
bahwa simbol status berfu ngsi untuk memberitahu status yang
d iduduki seseorang. Salah satu d i antaranya, misalnya ialah
cara menyapa.
atau jabatan pun memberikan p etunjuk mengenai status seseorang d alam masyarakat, baik yang di peroleh dengan sendirinya maupun di raih melalui u saha.30
Dari segi pembentukan keluarga, kemiskinan
merupakan salah satu rintangan b esar bagi para
pemuda-pemudi untuk melangsungkan perkawinan, d isamp ing
dipenuhinya berbagai syarat seperti mahar, nafkah, dan
kemandirian eko nomi.31 Sebab itulah Al-Qur'an menasehati
mereka yang menghadapi kesu litan itu agar menjaga d iri d an
bersabar sampai kekuatan ekono minya memungkinkan. Dari
segi pendidikan, kelu arga yang lemah eko nomi dapat
menyebab kan anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan
sep erti biaya kurang dapat d ipenuhi serta su asana rumah
menjadi suram dan gairah belajar menjadi berkurang.
B. Kerangka Berfikir
1. Siswa Yang Berekonomi Tinggi
Peranan keluarga khu susnya orang tua akan sangat
menentukan besarnya pengaruh proses pend idikan anak di
lingkungan kelu arga, dan pada akhir ya akan mempengaruhi hasil
belajar anak d i sekolah. Tingkat kesadaran d ari orang tua untuk
mendorong anaknya supaya b elajar dirumah sangat besar dengan
faktor eko nomi mereka yang tinggi, bahkan o rang tua
beranggapan bahwa pendidikan anaknya adalah tidak hanya
semata-mata tanggung jawab sekolah saja melainkan tanggung
jawab orang tua.
Sementara d ata menunjukkan bahwa prestasi b elajar anak
di sekolah dipengaru hi o leh banyak faktor yang b iasanya
dikelompokkan menjadi faktor keluarga, sekolah, masyarakat d an
individu anak. Penelitian-penelitian yang pernah di lakukan, b aik
di negara-negara maju maupun di negara berkembang
menunjukkan bahwa pada umumnya fakto r keluarga mempunyai
faktor yang dominan terhadap prestasi belajar yang d i capai oleh
siswa. Pengaruh perbedaan eko nomi keluarga tersebut sangat
berp engaru h kemajuan siswa d i sekolah. Misalnya, ad anya
kesu litan belajar, dengan menurunnya motivasi belajar anak
sehingga b anyak yang tinggal kelas dan bahkan putu s
seko lah.sebaliknya adanya kemudahan untuk belajar dengan
sarana dan prasarana yang mereka miliki sehingga anak
termotivasi untu k belajar di rumah d an tidak tinggal kelas.
Pendidikan akan dapat berlangsung dengan baik apabila
diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang cukup, dimana
dalam proses pend idikan masalah biaya akan dapat mempengaruhi
motivasi anak untuk belajar d an melanjutkan pend idikannya
ketingkat yang lebih tinggi.
Pada umumnya orang tua yang b erstatus sosial tinggi
mempunyai cita-cita yang tinggi pula terhadap pend idikan
anak-anaknya.
2. Siswa Yang Berekonomi Rendah
Kurangnya kemauan akan arti pentingn ya pend idikan,
terutama terjad i pada kelompok masyarakat ekonomi menengah
kebawah. Hal ini dapat d ipahami karena seb agian kelompok ini
mengutamakan usaha-usaha u ntuk mempertahankan hidup gu na
memenuhi kebutu han dasar ketimbang memikirkan p end idikan.
Prestasi belajar yang baik merupakaa faktor penunjang
keberhasilan seseorang untuk dapat memperbaiki taraf hidupnya.
Dan prestasi belajar dipengaruhi oleh b eberapa faktor d imana
motivasi belajar termasuk salah satu faktor internal dan keluarga
merupakan salah satu faktor eksternal. Jika keduanya saling
mendu kung maka prestasi belajarpun akan tinggi. Latar belakang