• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status sosial keluarga terhadap motivasi belajar siswa di SDN Kampung Utan 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status sosial keluarga terhadap motivasi belajar siswa di SDN Kampung Utan 1"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS SOSIAL KELUARGA

TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA DI

SDN KAMPUNG UTAN I

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh :

Nurwahidah

204011003184

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “STATUS SOSIAL KELURGA TERHADAP

MOTIVASI BELAJAR SISWA SDN KAMPUNG UTAN I” dengan tujuan untuk

mengetahui bagaimana status sosial keluarga antara motivasi belajar siswa yang

ada di SDN I Kampung Utan.

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. penelitian

korelasi anatara dua variabel yg merupakan variabel bebas dan variabel terikat.

Populasinya adalah siswa kelas V dan kelas VI yang semuanya di ambil sebanyak

40 orang. 20 dari kelas V dan 20 dari kelas VI.

Adapun tehnik pengambilan sampel menggunakan tehnik random

sampling (acak). Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

observasi dan angket, yang mana data yang di peroleh kemudian di analisis.

Penelitian kuantitatif ini, dari data-data kualitatif dan data-data yang di

kumpulkan yang bersifat kualitatif kemudian akan di ubah menjadi data yang

bersifat kuantitatif (kuantifikasi). Langkah-langkah yang di gunakan untuk

mengubah data tersebut adalah dengan memberikan skor (skoring) terhadap setiap

jawaban yang di berikan oleh responden dengan ketentuan sebagai berukut :

Jika pernyataan bersifat positif: Jika pernyataan bersifat negatif:

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban

Skor

SS (Sangat Sesuai) : 4 SS (Sangat Sesuai) : I

S(Sesuai) : 3 S (Sesuai) : 2

TS (Tidak Sesuai) : 2 TS (Tidak Sesuai) : 3

STS (Sangat Tidak Sesuai) : 1 STS (Sangat Tidak Sesuai) : 4

Adapun untuk mengetahui berapa besar korelasi atau hubungan antara kedua

variabel x dan variabel y adalah dengan menggunakan rumus product moment

untuk data kelompokkan dimana N=60, dengan rumus sebagai berikut :

r xy = x’y’ _ ( Cx’ ) (Cy’)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah rahmat

taufiq dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“STATUS SOSIAL KELURGA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA

SDN KAMPUNG UTAN I”.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad saw yang banyak berjasa dalam menegakkan kalimat Tuhan,

pembawa kabar gembira dan keselamatan beserta keluarga dan para sahabat.

Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya tidaklah mudah semudah yang

di bayangkan, karena banyak sekali halangan dan rintangan yang di hadapi.

Namun dengan sekuat tenaga dan pikiran penulis berusaha keras untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, walaupun mungkin masih

banyak sekali kesalahan dan kekurangan.

Penulis juga banyak sekali mendapat bantuan dukungan dan bimbingan

dari berbagai pihak baik yang langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi

ini dapat terselesikan. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-dalamya

penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam,

3. Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam Drs. Safiudin

Shiddiq, MA.

4. Bapak Drs.H. Faridal Arkam, M.Pd, Dosen Pembimbing yang selalu

memberikan bimbingan arahan, nasehat, dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan yang telah menyediakan buku-buku

sebagai penunjang dalm penulisan skripsi ini.

6. Kepala SDN I Kampung Utan Ibu Endang Kurniasih beserta Staf guru

yang telah bersedia membantu dan mengizinkan penulis mengadakan

(4)

7. Orang tua penulis yang di ada palembang Ayahanda Sulaiman. Kr dan

Ibunda Asmin yang selalu memberikan motivasi dan dukungan materi dan

moril dalam menyelesaikan kuliah.

8. Orang tua penulis yang di Jakarta Pak De H. Abdullah dan wak Hj

Asmawati yang tak henti-hentinya memberikan nasehat-nasehat, dorongan

dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Adik-adik penulis semua baik yang di palembang dan di Jakarta.

10.Sahabat-sahabat ku yang terbaik yang ada di kampus khususnya kak Ida

Farida, Rahma Yanti Tanjung, Fajar, Dewi R, Inong F, Khozanatul,

Andriani yang selalu memberikan support dan tempat curahan hati.

Semoga bantuan do’a dan partisifasi yang telah di berikan kepada penulis

mendapatkan pahala yang berlipat dan ganjaran dari Allh SWT. Amin…..

Jakarta, juni 2009

(5)

DAFTAR ISI

Surat pernyataan...

Lembar pengesahan...

Abstrak ... i

Kata pengantar... ii

Daftar isi ... iv

Daftar tabel ... vi

Daftar lampiran... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Indentifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

1. Indentifikasi Masalah... 6

2. Pembatasan Masalah... 6

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Landasan Teori ... 9

1. Problema Kemiskinan ... 9

2. Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 19

a. Pengertian Status Sosial Ekonomi Keluarga dan Macam-macamnya... 19

b. Indikator Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 21

3. Motivasi Belajar ... 24

a. Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar ... 24

b. Macam-macam Motivasi dan Fungsinya dalam Belajar 25 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah ... 28

(6)

Motivasi Belajar Siswa ... 31

B. Kerangka Berfikir ... 34

1. Siswa Yang Berekonomi Tinggi……… 34

2. Siswa Yang Berekonomi Rendah……….. 35

C. Perumusan Hipotesis... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 37

B. Tempat dan Waktu Tujuan ... 37

C. Metode dan Variabel Penelitian... 37

D. Populasi dan Sampel... 38

E. Tahnik Pengumpulan Data ... 39

F. Tehnik Pengelolaan dan Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum SDN I Kampung Utan ... 42

1. Latar belakang atau sejarah berdirinya ... 42

2. Struktur organisasi ... 44

3.Visi dan Misi ... 45

4.Keadaan guru dan murid ... 45

B. Deskripsi Data ... 48

C. Analisis Data ... 54

D. Inerprestasi Data ... 56

E. Ulasan ... 58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 60

B. Saran-saran ... 61

C. Daftar pustaka... 62

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Struktur Organisasi Sekolah Dasar Negeri Kampung

Utan………..………

44

Tabel 2 : Data Kepegawaian / guru Sekolah Dasar Negeri Kampung

Utan ………..………...

46

Tabel 3 : Daftar Keadaan Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung

Utan ………..………..

47

Tabel 4 : Daftar Sarana Dan Prasarana Sekolah Dasar Negeri Kampung

Utan………. ………

47

Tabel 5 : Daftar Variable X ………..………..……

49

Tabel 6 : Daftar Variable Y ………..………..……

51

Tabel 7 : Tabel Rekapitulasi Data Status Sosial Keluarga………..

53

Tabel 8 : Daftar Sample

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : kisi-kisi angket tingkat social ekonomi keuarga dan motivasi

belajar

Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan

……… 64

Lampiran 2 : Daftar angket

penelitian……….. 65

Lampiran 3 : Rekapitulasi Daftar Skor Sosial Ekonomi Dan Motivasi Belajar

Siswa Sekolah Dasar Negeri Kampung Utan

………... 68

Lampiran 4 : Rekapitulasi Daftar banyaknya penghasilan

………... 69

Lampiran 5 : Daftar Peringkat Sosial Ekonomi Keluarga

……… 70

Lampiran 6 : Peta Korelasi

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesungguhnya pendidikan merupakan masalah penting yang aktual

sepanjang zaman. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi orang mampu

mengola alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Pendidikan

sangatlah penting dalam menentukan maju dan mundurnya bangsa, sehingga

pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana

yang terdapat dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun

2003 yaitu :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik yang menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Masalah kemiskian dan kaum fakir bukanlah masalah baru, sejak

dahulu berbagai agama dan aliran filsafat mencoba memecahkannya untuk

mengakhiri penderitaan kaum fakir. Namun pada zaman sekarang masalah

kemiskinan dan problematika ekonomi secara umum telah merasuk akal dan

jiwa manusia secara luas.2 Islam mewajibkan setiap orang baik laki-laki

maupun perempuan untuk menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang

lahat.

Seiring dengan perkembangan zaman, bekal pendidikan perlu dimiliki

oleh semua orang agar dapat bertahan hidup di tengah masyarakat modern.

walaupun demikian, belum semua orang menyadari pentingnya arti

pendidikan untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Kurangnya 1

Undang-undang tentang Sisdiknas dan PeaturanPelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: Tamita Utama, 2004), h.7

2

(10)

akan arti penting pendidikan ini terutama terjadi pada kelompok masyarakat

dengan status ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut dapat di pahami

karena sebagian dari kelompok ini mengutamakan usaha-usaha untuk

mempertahankan mereka dari hari ke hari guna memenuhi kebutuhan dasar

mereka ketimbang untuk memikirkan pendidikan.

Tanpa mengesampingkan pendidikan luar sekolah, pendidikan melalui

jalur sekolah merupakan persyaratan penting dalam bekerja. Oleh karena itu

sudah selayaknyalah ada usaha-usaha untuk mengembangkan pendidikan bagi

anak-anak dari kalangan ini, baik untuk pendidikan sekolah maupun

pendidikan luar sekolah sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian

anak sebagai generasi penerus di harapkan dapat menjadi individu yang

bertahan di tengah kemajuan teknologi saat ini dan dapat memperbaiki taraf

hidup keluarga mereka agar tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.

Keinginan orang tua untuk mengubah nasib bagi anak-anaknya tidak

bertentangan dengan agama, tetapi merupakan tabi’at manusia untuk hidup

lebih baik dan sejalan dengan firman Allah SWT di dalam QS. An-Nisa’ [4]:9

dan Ar-Ra’du [13]:11

(11)

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum kecuali

mereka itu merubah diri mereka sendiri.3

Seiring dengan perkembangan zaman pula maka bekal pendidikan

dengan kualitas yang baik sangat di perlukan sebagai persiapan untuk

menghadapi tantangan hidup dimasa depan.

Prestasi belajar yang baik merupakan faktor penunjang keberhasilan

seseorang dalam usaha memperbaiki taraf hidupnya. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah faktor internal yang meliputi

intelektual, motivasi belajar, sikap dan minat terhadap pendidikan serta faktor

eksternal yang meliputi keluarga, sekolah, lingkungan tempat tinggal serta

keadaan situasional.4

Motivasi belajar pada dasarnya mempengaruhi tingkah laku belajar.

Motivasi belajar menentukan jumlah waktu yang digunakan siswa dalam

belajar dan jumlah waktu yang digunakan ini merupakan salah satu peramal

yang dapat di percaya bagi pencapaian prestasi siswa. Jadi bila kita

membandingkan dua orang siswa yang mempunyai kecerdasan yang sama

maka siswa dengan motivasi belajar tinggi akan menghabiskan waktu lebih

banyak belajar sehingga prestasi belajarnya akan lebih tinggi dari pada siswa

yang motivasi belajarnya rendah. Selain mempengaruhi jumlah waktu yang

digunakan, motivai belajar juga menimbulkan keinginan untuk belajar serta

menentukan bayaknya materi yang akan di pelajari. Dengan demikian maka

siswa dengan motivasi belajar tinggi akan memiliki banyak energi untuk

belajar sehingga prestasinya akan lebih tinggi.

Menurut Gage and Berliner motivasi merupakan syarat mutlak untuk

belajar dan mempengaruhi arah, aktivitas yang terpilih serta intensitas

keterlibatan siswa dalam suatu aktifitas. Motivasi menjadi bagian dari tujuan

pengajaran, dimana siswa di harapkan dapat memiliki motivasi untuk belajar

yang terbentuk selama dalam mengalami proses belajar di sekolah.

3

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI 4

(12)

Latar belakang siswa yang lemah ekonomi mungkin menjadi

penyebab rendahnya tingkat kecerdasan mereka, akan tetapi mereka tetap

memiliki peluang untuk berhasil bila memiliki motivasi untuk belajar yang

tinggi. Oleh karena itu motivasi untuk belajar pada diri mereka harus menjadi

karakteristik dan penting untuk membentuknya sejak awal siswa belajar

disekolah.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw:

! " #"$" % & ' ( ) ( * &+ *$, !- . # $/01 2 % /" + 3

Artinya : “ Dari Anas ra Bersabda Rasulullah saw. “tidaklah anak yang dilahirkan ini kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi , Nasrani atau Majusi”.5

Hadits di atas mempunyai kaitan yang erat dengan pernyataan

sebelumnya. Hadits ini mempunyai pengertian bahwa setiap orang lahir dalam

keadaan fitrah. Setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi seorang yang

baik, jahat, pintar ataupun bodoh tanpa memandang dari golongan apa ia

berasal.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar mencakup

aspek budaya, keluarga, sekolah, dan pribadi siswa itu sendiri. Pengembangan

motivasi belajar pada siswa akan terjadi secara optimal bila keempat system di

atas berkembang secara harmonis. Akan tetapi pada kenyataannya ada

kekurangan-kekurangan dalam tiap aspek tersebut sehingga menghambat

pembentukan motivasi belajar pada siswa, khususnya siswa dengan latar

belakang ekonomi lemah. mereka hidup di tengah lingkungan kemiskinan

ytang tidak selalu mementingkan pendidikan dikarenakan adanya kebutuhan

lain yang harus didahulukan.

Sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta permasalahan dalam

keluarga sebagai akibat dari permasalahan ekonomi juga menghambat dalam

5

(13)

menumbuhkan motivasi belajar anak. Kurangnya penerimaan dari guru,

sekolah dan teman-teman sebaya menyebabkan anak memandang bahwa

sekolah merupakan hal yang tidak menyenangkan dan sia-sia.

Istilah ekonomi lemah yang identik dengan kemiskinan adalah suatu

keadaan yang di lukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi

kebutuhan hidup yang pokok.6 Ekonomi lemah yang identik dengan

kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang

muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat dinegara

berkembang.

Masalah ekonomi lemah ini dikatakan sebagai salah satu problem

karena menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana,

terintegrasi, dan menyeluruh dalam waktu singkat.7

Tingkat pendapatan yang semakin rendah , hilangnya kesempatan

kerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) serta semakin tingginya harga

barang-barang kebutuhan pokok semakin mempersulit kehidupan mereka.

Status sosial ekonomi mempengaruhi sikap dan nilai orang tua, terutama terhadap pendidikan anak, perhatian terhadap sekolah, dan penyediaan sarana penunjang pendidikan di rumah. Status sosial ekonomi dan prestasi siswa mempunyai hubungan yang erat. Siswa dengan status sosial ekonomi tinggi dari berbagai etnik memiliki skor tes yang lebih tinggi dan bertahan di sekolah lama dari pada siswa dengan status social ekonomi lemah.8

Pendidikan selanjutnya amat di tentukan oleh keberhasilan pendidikan

di jenjang sekolah dasar ini. Setiap anak adalah masa depan, karena itu tempat

anak adalah di sekolah, bukan di pabrik, tempat sampah, jalanan atau tempat

yang dapat membahayakan perkembangannya.

Dalam melakukan intervensi terhadap masalah pendidikan bagi siswa

ekonomi lemah maka motivasi menjadi fokus utama yang perlu di perhatikan

6

Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), Cet.2, h.28. 7

Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, h.28 8

(14)

karena motivasi berkaitan erat dengan perilaku belajar dan prestasi serta

sangat mempengaruhi untuk kerja siswa dalam belajar di sekolah. Hurlock

menyatakan bahwa masa penting pertumbuhan mitovasi belajar adalah pada

usia sekolah dimana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai keberhasilan

dalam belajar. Selain itu, pada masa usia sekolah anak diharapkan

memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk

keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa.9

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

1) Apakah anda selalu diberikan uang jajan oleh orang tua anda?

2) Apakah siswa mempunyai kemauan sendiri dalam belajar?

3) Apakah siswa mempunyai peralatan belajar yang memadai?

4) Apakah siswa selalu diberi motivasi dengan imbalan atau hadiah?

5) Apakah orang tua siswa mempunyai pendapatan yang memadai?

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari timbulnya salah penafsiran terhadap judul, maka

penulis perlu memberikan batasan masalahnya yaitu sebagai berikut:

a. Kemiskinan yang di maksud adalah suatu keadaan yang di lukiskan

sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang

pokok.

b. Motivasi yang di maksud adalah motivasi belajar, yakni dorongan

untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan belajar.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalahnya dapat di

rumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana status sosial keluarga di SDN Kampung Utan I ?

b. Bagaimana pengaruh status sosial keluarga terhadap motivasi belajar

siswa SDN Kampung Utan I ?

c. Apakah terdapat hubungan antara status sosial keluarga dengan

motivasi belajar siswa SDN Kampung Utan I ?

9

(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.Tujuan Penelitian

a. Memperoleh gambaran mengenai motivasi belajar siswa yang dilanda

kemiskinan.

b. Untuk mengetahui pengaruh ekonomi keluarga terhadap motivasi

belajar ssiswa SD N Kampung Utan I

c. Untuk melengkapi data yang telah penulis peroleh dari kepustakaan

dan sumber-sumber lainnya, terutama data-data yang berhubungan

dengan ekonomi orang tua yang mempengaruhi motivasi belajar

siswa.

2.Manfaat Penelitian

a. Memberikan imformasi kepada pihak sekolah mengenai motivasi

belajar siswanya.

b. Memberikan masukan kepada pihak sekolah mengenai usaha-usaha

yang dapat di lakukan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar

siswa.

c. Memicu penelitian lain untuk memikirkan dan mengembangkan

pendidikan bagi siswa yang berlatarbelakang ekonomi lemah.

d. Memberikan masukan kepada orang tua yang lemah ekonomi, untuk

(16)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PERUMUSAN

HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Problema Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah ekonomi global yang paling

mendesak pada saat ini, terutama dinegara-negara berkembang. Sebagaimana

yang telah disampaikan Miranda S. Goeltom dalam keynote speech-nya yang mengutip laporan Bapenas dan juga disampaikan Endah

Murniningtyas-Bappenas, tingkat kemiskinan di indonesia masih sangat memprihatinkan

dengan jumlah masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan berjumlah

34,96 juta jiwa atau 14,6 % dari total penduduk Indonesia posisi maret 2008.

meski membaik dari angka di Maret 2007 yang mencapai 37,17 juta atau 15,5

% penduduk, angka ini lebih buruk dibandingkan pada saat sebelum krisis

tahun 1996 yang berjumlah 34,01 juta, meski dalam prosentase lebih rendah

dari posisi tahun 1996 yaitu 17,47% dari total penduduk. Menurut Akyuwen,

prosentase penduduk miskin terbesar terdapat di Papua, Irjabar, Maluku, NTT,

dan Gorontalo. Sementara jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa

Tengah, dan Jawa Barat.

Sejauh ini jelas sekali bahwa pengentasan kemiskinan belum

mencapai hasil yang di harapkan. Kondisi kemiskinan ini diperburuk dengan

adanya peningkatan ketimpangan pendapat, paling tidak sejak tahun 2002, saat

indonesia mulai mencoba menggeliat keluar dari krisis. Studi dari Bank Dunia

menyebutkan bahwa hampir 50% dari jumlah penduduk Indonesia

dikategorikan "miskin" dan berada diambang kemiskinan. Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklaim program penanggulangan

kemiskinan di indonesia telah sejalan dengan target pencapaian millennium

development goals(MDGs) yaitu mengurangi jumlah penduduk miskin hingah

(17)

Di sisi lain, keprihatinan masyarakat indonesia yang masih dirundung

cobaan ini ternyata belum berakhir saat ini, bahkan cobaan yang mereka

rasakan semakin pahit dengan terjadinya kenaikan BBM yang diikuti barang

kebutuhan pokok dan lainnya. Hasil penelitian yang di lakukan Lembaga

Survei Indonesia (LSI) tahun 2008 menunjukkan bahwa berbagai masalah

yang dianggap penting di masyarakat – seperti kenaikan harga bahan pokok

dan lainnya akhir-akhir ini, lapangan kerja yang tidak memadai, dan

kemiskinan semakin parah- dirasakan semakin berat oleh masyarakat.

Kenyataan itu jelas bertolak belakang dengan data yang dipublikasi BPS

terakhir yang keadaannya menyatakan ekonomi indonesia membaik di tahun

2007. hasil survei lainnya juga mengukuhkan kondisi ini, seperti survei indek

kepercayaan konsumen pada awal tahun 2008 juga menunjukkan indikator

yang menurun. Ini jelas menjadi bukti bahwa kondisi ekonomi semakin

memburuk dan yang paling krusial adalah beban hidup masyarakat khususnya

rakyat kecil yang semakin besar.

Melihat data sakernas di atas, bisa di simpulkan bahwa upaya

pemberantasan kemiskinan di indonesia kurang berhasil. Dengan

mengesampingkan nilai nominal dan angka persentase, Bangladesh yang

pendapatan per kepalanya di bawah indonesia boleh di nilai lebih berhasil

mengurangi jumlah orang miskin. Secara sistematis, sejak tahun 1992,

persentase kemiskinan di Bangladesh terus menurun sedikit demi sedikit dan

tak pernah naik. Pada tahun 1992, 59% warga Bangladesh di kategorikan

miskin. Namun pada tahun 1996, angka tadi tinggal 52% dan terus menurun.

Krisis ekonomi, politik dan sosial pada akhir 1990-an, indonesia kini

mulai kembali stabil. Negara ini sebagian besar telah pulih dari krisis ekonomi

dan keuangan yang terjadi pada tahun 1998, yang telah melemparkan jutaan

penduduknya ke jurang kemiskinan dan menjadikannya sebagai negara

berpenghasilan rendah. Namun, belum lama ini Indonesia sekali lagi berhasil

melewati ambang batas kemiskinan dan menjadi salah satu negara baru

berpeghasilan menengah di dunia. Angka kemiskinan, yang meningkat lebih

(18)

sebelum akhir tahun 2005, meskipun pada tahun 2006 mengalami sedikit

peningkatan akibat lonjakan harga beras di akhir tahun 2005 dan di awal tahun

2006.

Namun, menyonsong era baru ini, penanggulangan kemiskinan tetap

menjadi salah satu tantangan yang mendesak bagi Indonesia. Meskipun angka

kemiskinan nasional secara umum telah turun ke tingkat sebelum

krisis-dengan tidak menghitung kenaikan angka kemiskinan yang baru saja terjadi

pada tahun 2006-hampir 35 juta penduduk masih hidup dalam kemiskinan.

Jumlah ini masih melebihi total jumlah penduduk miskin yang ada di Asia

Timur, tidak termasuk China. Selain itu, angka kemiskinan nasional ini

menutupi gambaran tentang kelompok besar penduduk ’hampir miskin’ di

indonesia, yang hidupnya mendekati garis kemiskinan.

Pemerintahan Indonesia yang terpilih secara demokratis mengakui

bahwa penanggulangan kemiskinan merupaka tantangan terbesar dan

pemerintah telah menetapkan target penanggulangan kemiskinan yang

ambisius untuk jangka pendek dan menengah. Pemerintahan Indonesia jelas

memiliki komitmen untuk menanggulangi kemiskinan tercermin dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengahnya (RPJM) tahun 2004-2009, yang

hal itu merupakan bagian dari Srtategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan

(SNPK) yang di gariskan oleh pemerintah. Selain ikut menandatangani

Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam rencana jangka menengahnya pemerintah telah menjabarkn

target-target utama penanggulangan kemiskinan untuk tahun 2009. hal ini

meliputi target-target yang ambisius namun relevan, seperti mengurangi angka

kemiskinan dari 18,2 % di tahun 2002 menjadi 8,2 %, meningkatkan rasio

partisipasi siswa sekolah menengah pertama dari 79,5% pada tahun 2002

menjadi 98%, dan menurunkan angka kematian ibu hamil dari 307 per

100.000 kelahiran pada athun 2002 menjadi 226.

Kemiskinan kembali ke tingkat sebelum krisis pada tahun 2004, tetapi

melonjak kembali pada tahun 2005-2006. mskipun mengalami kemunduran

(19)

mengalami kemajuan yang signifikan dalam upaya menurunkan tingkat

kemiskinan. Pada tahun 1999, yaitu pada masa puncak krisis, 23,4% penduduk

memiliki tingkat pendapatan yang tidak cukup untuk menompang kebutuhan

dasar mereka. Hanya dalam lima tahun kemudian, yakni pada tahun 2004,

ingkat kemiskinan turun menjadi 16,7%. Yang berarti selama periode tersebut

sebanyak 7,6 juta orang berhasil keluar dari kemiskinan. Tingkat kemiskinan

pada tahun 2004 itu bahkan lebih rendah di bandingkan tingkat kemiskinan

pada masa sebelum krisis, yakni tahun 1996, yang mencapai 17,6%. Selain

perbaikan dalam hal penurunan angka kemiskinan, sejak tahun 2002 tingkat

kesenjangan kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan telah kembali ke

tingkat sebelum krisis, dan bahkan mencapai tingkat yang lebih rendah di

sebagian wilayah. Perbandingan riwayat kemiskinan antar wilayah juga

menunjukkan penurunan kemiskinan yang signifikan di keenam kategori

wilayah yang di gunakan untuk penilaian ini, yaitu Jawa/Bali, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara/Maluku dan Papua. Pada tahun 2004,

seluruh wilayah kembali ke tingkat kemiskinan pada tahun 1996, atau bahkan

ke tingkat yang lebih rendah, dengan satu-satunya pengecualian di wilayah

Sumatera. Pada tahun 2004, tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera masih

berada 2% di atas tinkat kemiskinan tahun 1996 sebesar 15,5%. Meskipun

upaya pengurangan tingkat kemiskinan mengalami kemajuan, namun terutama

sebagian akibat dari kenaikan harga beras pada tahun 2005-2006, angka

kemiskinan meningkat menjadi 17,75% pada tahun 2006, yang merupakan

kenaikan pertama sejak krisis tahun 1997.

Pada 1 September 2006, BadanPusat Statistik (BPS) mengumumkan

bahwa angka kemiskinan di indonesia meningkat dari 16% pada februari 2005

menjadi 17,75% pada maret 2006. kenaikan angka kemiskinan yang tercatat

pertama kali sejak krisis ekonomi itu berarti ada tambahan 4juta orang yang

jatuh miskin selama kurun waktu tersebut.10

Indonesia dengan penduduk sekitar 211 juta jiwa pada waktu ini

(20)

penduduknya yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Upaya

memerangi kemiskinan itu harus memerlukan komitmen semua komponen

pembangunan yang dilakukan dengan terpadu dan terus menerus pada sasaran

yang sama, yaitu keluarga kurang mampu, baik menyangkut kepala

keluarganya, anak-anaknya atau anggota lain dari keluarga tersebut.

Apabila komitmen itu tidak seragam, yaitu setiap komponen

pembangunan mencari sasarannya sendiri-sendiri, tidak mustahil hasilnya

akan tidakmaksimal dan kemiskinan yang mungkin saja ditangani akan

tumbuh kembali dengan magnitute yang justru lebih membesar.

Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran

penduduk miskin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran

keluarganya secara utuh. Padahal keluarga itu mempunyai anak, atau

anak-anak yang masih kecil atau anak-anak remaja yang mungkin saja sekolah atau

kebanyakan tidak sekolah karena orang tuanya kurang mampu. Anak-anak ini

biasanya terlepas dari perhatian kita semua karena di sekolah hampir pasti

anak-anak ini tidak menonjol karena berbagai alasan.

Atau anak-anak ini justru tidak sekolah karena kekurangan biaya

dan harus membantu orang tuanya mencari nafkah atau maksimal bekerja

keras sambil sebisa-bisa belajar pada tingkat pendidikan yang masih

rendah. Jarang, kalau ada, anak-anak keluarga kurang mampu itu yang

sanggup melanjutkan pendidikan pada pendidikan tinggi atau universitas.

Kalau ada mereka umumnya menjadi mahasiswa yang segera dengan mudah

drop-out karena berbagai alasan.

Pertumbuhan keluarga kurang mampu muda dewasa ini relatif

tinggi karena merupakan pendewasaan dari "baby boomers"yang

dilahirkan pada tahun 1960-1980 yang lalu. Apabila kita tidak hatihati

baby boomers itu bisa menghasilkan keluarga miskin yang lebih banyak

di masa yang akan datang karena beberapa alasan sebagai berikut ini.

Pertama, jumlah keluarga muda kurang mampu sekarang ini

(21)

yang ada di Indonesia yang jumlahnya adalah 211 juta jiwa tersebut. Jumlah

ini tidak saja besar tetapi mempunyai tingkat kesuburan yang jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan jaman baby boom di tahun 1970 – 1980 yang

lalu. Tingkat kesehatan dan kemampuannya untuk "menghasilkan anak" juga

jauh lebih tinggi karena umumnyS rnereka, biarpun relatif kurang mampu,

tetapi dilahirkan pada jamai yang jauh lebih kondusif dibandingkan

dengan jaman kelahiran orang tuanya dulu.

Kedua, anak-anak muda anak dari keluarga kurang mampu itu

masih menikah relatif pada usia yang muda. Bagi keluarga kurang mampu

menikah pada usia muda bisa merupakan treatment untuk mengentaskan

kemiskinan dan menghilangkan tanggungan bagi orang tua yang

bersangkutan. Mereka menikah dengan harapan bisa melepaskan diri dari

lembah kemiskinan.

Ketiga, anak-anak muda yang lebih mampu bisa belajar sedikit

tentang reprodusksi dan mungkin saja mengikuti KB setelah menikah.

Bagi keluarga kurang mampu menikah dan mempunyai anak secara langsung

hampir merupakan suatu kebiasaan yang belum berhasil dipatahkan.

Perkawinan muda menghasilkan jumlah anak yang lebih besar bagi

keluarga kurang mampu baru tersebut.

Keempat, berkat tersedianya fasilitas kesehatan umum yang

makin baik, biarpun relative kurang mampu, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi secara umum makin kecil. Dengan demikian jumlah

anak-anak yang dilahirkan dan tetap hidup pada usia lima tahun atau lebih

oleh pasangan muda akan tinggi. Kemungkinan bertambahnya anggota

keluarga kurang mampu dengan demikian juga bertambah tinggi.

Kelima, ledakan ini kakan menjadi resiko karena generasi muda

keluarga kurang mampu tidak saja tidak mengenal dengan baik reproduksi

keluarga tetapi mereka sedang tergoda oleh kehidupan modern yang

sangat permisif ditambah dengan akibat gangguan globalisasi dan

kemiskinan lain seperti merebaknya hidup bebas tanpa perkawinan

(22)

pergaulan bebas itu. Kondisi negatif itu akan menghasilkan anak dengan

perhitungan yang sangat tidak rasional.

Menyadari betapa sulitnya menempatkan anak-anak keluarga

kurang mampu sebagai titik sentral pembangunan dalam proses

pemberdayaan, maka Yayasan Damandiri berkerja sama dengan beberapa

universitas, negeri dan swasta, sedang berusaha keras mengembangkan cara

baru untuk menempatkan anak-anak berbakat dari anak keluarga kurang

mampu itu. Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah di Malang

dan Universitas Jendral Soedirman di Purwokerto dipilih sebagai

universitas model untuk mencari cara baru menemukan anak-anak berbakat

dari keluarga kurang mampu tersebut.

Dalam kerjasama ini ketiga universitas mencari anak-anak

berbakat tersebut balk langsung dengan mendatangi sekolah-sekolah

maupun mengundang Kepala Sekolah yang bersangkutan untuk

mengirim calon-calon siswanya yang kebetulan anak keluarga kurang

mampu melamar untuk menjadi mahasiswanya dengan mengikuti

seleksi yang diselenggarakan oleh Tim Universitas yang bersangkutan.

Selanjutnya calon mahasiswa itu diseleksi secara ketat oleh Tim

Universitas balk dalam pengalaman akademisnya selama di SMU, SMK

atau MA maupun latar balakang orang tuanya untuk ditentukan kemungkinan

di fakultas yang menjadi pilihan siswa yang ber sangku tan. Ap ab ila

m emenu hi syar at- syar at yang telah ditentukan oleh Universitas yang

bersangkutan maka kemudian siswa itu mendapat pemberi tahuan bahwa

dia diterima di Universitas dan fakultas yang menjadi pilihannya.

Daftar siswa yang diterima lengkap dengan pengalaman

akademis dan ciri-ciri latar belakang kedua orang tuanya dikirimkan

kepadaYayasan Damandiri untuk sekali lagi mendapatkan penelitian

tentang keadaan orang tuanya. Secara seksama latar belakang kedua

orang tua siswa yang beruntung itu dicek kembali oleh Yayasan dan

(23)

biaya SPP sampai mahasiswa itu lulus menjadi sarjana pada fakultas

atau universitas pilihannya.

Mulai bulan Agustus 2002 yang lalu diharapkan sudah ada

keputusan tentang nama-nama siswa lulusan SMU, SMK dan MA yang

diterima menjadi mahasiswa dan mendapatkan dukungan pembayaran

SPP dari ketiga Universitas yang menjadi model tersebut. Apabila

percobaan tersebut berhasil diharapkan tahun depan Yayasan dapat

memperluas usahanya dengan mengajak kerjasama dengan Universitas lainnya

sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia.

Kerjasama ini merupakan kerjasama gotong royong karena Yayasan

Damandiri tidak bisa menyediakan beasiswa untuk para mahasiswa selama

mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi yang ada. Akan diusahakan

kerjasama lebih lanjut dengan Yayasan Supersemar untuk memberikan

beasiswa bagi mahasiswa anak keluarga kurang mampu tersebut.11

Pemerintah perlu meninjau kembali program pengentasan kemiskinan

yang ada selama ini. Guru besar Pascasarjana Universitas Airlangga Prof. Dr.

H. Haryono Suyono menyarankan upaya memperkuat pengentasan

kemiskinan melalui proses pemberdayaan keluarga dalam bidang ekonomi.

Perlunya di tekankan pada keluarga, lantaran keluarga merupakan

indikator yang menggambarkan kemapuan untuk memenuhi kebutuhan

minimal sampai kepada kebutuhan investasi dan sosial budaya keluarga yang

bersangkutan.

Angka kemiskinan diindonesia, masih tinggi berdasarkan data BPS

pada tahun 1998 terdapat 49,5juta (24%), dan pada tahun 2000 sedikit

menalami penurunan menjadi 33,2 juta jiwa ()16,09%. Pada tahun 2002

menunjukkan gejala peningkatan di tandai dengan tingginya angka PHK

massal dan membengkaknya jumlah pengungsi. Data Depnakertrans

menunjukkan angka PHK kumulatif dan perorangan dan di bulan januari

(24)

sampai september 2001 menacapai 55,137 pekerja. Sedangkan jumlah

pengungsi mencapai 1,3 juta KK.

Masih kata Haryono, ia mencatat terdapat sekitar 42% keluarga

prasejahtera dan sejahtera, yang tidak selalu berada di bawah garis

kemiskinan. Namun, akan dapat dengan mudah jatuh miksin karena

ketidakstabilan kondidi yang melingkupinya. Antara lain, tempat tinggal yang

terpencil,dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak mampu bersaing

dengan penduduk lain yang memiliki kondisi yang lebih baik.

Selama ini, beberapa program pengentasan kemiskinan yang di

lakukan pemerintah yang di nilai mampu meningkatkan taraf hidup

masyarakat yang hidup diambang kemiskinan. Misalnya program Takesra

(Tabungna Keluarga Sejahtera) yang di mulai sejak tahun 1995 mrnunjukkan

hasil positif, menurut laporn Bank BNI, pada akhir juli 2001 jumlah anggota

penabung Takesra mencapai 13,02 juta keluarga dengan jumlah dana di

tabung sebesar 24,17 miliar.

Perkembangan berikutnya, tahun 1997 pemerintah memberikan kredit

modal uasaha bagi keluarga prasejahtera da sejahteradengan nama Kredit

Usaha Keluarga Sejahtera (kukesra). Sampai akhir juli 2001 terdapat 10,5 juta

keluarga mengikuti program ini. Namun sayangnya semenjak krisis keuangan

1997 kinerja pembinaan kukesra kurang berjalan dengan baik sehingga jumlah

tunggakan meningkat.12

Adapun ukuran kemiskinan itu bermacam-macam, ada yang

berdasarkan penghasilan, ada yang didasarkan pada konsumsi, ada pula yang

luas perumahan. Kemiskinan pada hakekatnya merupakan perbedaan antara

penghasilan dan Standar kehidupan minimum. Jadi pengertian relative,

tergantung pada distribusi penghasilan, nilai politik, sosial dan budaya

masyarakat dalam suatu priode.

Di negara maju, orang menciptakan minimum acceptable

standard of living sebesar 3000 dolar AS tiap tahun. Tetapi ada yang

(25)

berpendapat bahwa di Indonesia orang miskin pengeluarannya Rp.

4000/kapita/bulan, menengah Rp. 4000-8000/kapita/bulan, dan kaya diatas Rp.

8000 – pada tahun 1976.13

Prof. Sayogya mengatakan bahwa untuk mengukur kemiskinan

dapat dipakai kebutuhan fisik minimum. Berdasarkan penelitiannya orang

desa setiap bulan memerlukan kebutuhan minimum equivalent dengan 20

Kg beras, untuk orang kota 30 beras."

Sedangkan menurut Munandar Soelaeman, bahwa kebutuhan objektif

manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan

apakah bernilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai

dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim, dan

lingkungan yang dialaminya, yang tersimpul dalam barang dan jasa yang

tertuang dalam nilai uang sebagai patokan bagi penetapan pendapatan minimal

yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat

pendapatan minimum. 14

2. Status Sosial Ekonomi Keluarga

a. Pengertian dan Macam-macam Status Sosial

Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki

seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang

memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam

struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya

rendah.

Berikut adalah macam-macam status sosial yang ada dalam

masyarakat luas :

13

Sukanto Rekso Hadi Prodjo, Ekonomi Perkotaan, (Yogyakarta : BPFE, 1982), Cet. Ke-1, h.127.

14

(26)

1) Ascribed status ialah status sosial yang di bawah sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, suku, usia, dan lain

sebagainya.

2) Acheved status ialah status sosial yang di dapat seseorang

karena kerja keras dan usaha yang di lakukanya. Contoh harta

kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan dll.

3) Assigned status ialah status sosial yang di dapat seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan di dapat sejak lahir

tetapi di berikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat.

Seperti seseorang yang di jadikan kepala suku, ketua adat,

sesepuh dll.15

Stratifikasi ekonomi (economic stratification), yaitu perbedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, yang

merupakan kenyataan sehari-hari. Dalam kaitan ini kita mengenal, antara

lain, perbedaan warga masyarakat dalam penghasilan dan kekayaan

mereka menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Yang mana

masyarakat kita terdapat sejumlah besar warga yang tidak mampu

memenuhi keperluan minimum manusia untuk hidup layak karena

penghasilan yang mereka miliki sangat terbatas. Ada pula warga yang

seluruh kekayaan pribadinya bernilai di atas Rp 1 miliar.

Stratifikasi sosial ini di bagi menjadi dua bagian, yaitu

1) Stratifikasi sosial terbuka adalah system stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata/tingkatan ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, dan menguasai banyak keterampilan sehingga mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran yang tinggi juga.

2) Stratifikasi sosial tertutup yaitu Stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau

(27)

tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contohnya seperti system kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.16

Adapun mengenai perbedaan tingkat ekonomi suatu keluarga dapat diketahui dari hasil pendapatannya yang diperoleh sesuai dengan bidang usaha dan jenis pekerjaan masing-masing. Menurut Soerjono Soekamto, Klasifikasi tingkat ekonomi keluarga perbulan dapat dikategorikan sebagai berikut: kurang dari Rp. 500.000 dikategorikan rend ah, antara Rp. 500.000 – Rp. 700.000 dikategorikan sedang, lebih dari Rp.1000.000 dikategorikan tinggi.17

Kita semua mengenal kemiskinan bila menghadapinya, namun tidak mudah mendefinisikan pengertiannya secara obyektif. Pendapatan juga tidak sepenu hnya merupakan ukuran yang tepat, karena faktor pendapatan tid ak menyatakan bagaimana sesungguhnya situasi hidup seseorang. Mungkin lebih sesuai mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidak sanggupan untuk mernuaskan kebutuhan-kebutuhan dan keperluan-keperluan material seseorang.18

b. Indikator statatus Sosial Ekonomi Keluarga

Menurut Todaro tingkat social ekonomi adalah tingkat kehidupan

(social ekonomi) yang dimiliki dan memberikan kepuasan minimal atau

maksimal sesuai dengan pendapatan. Sedangkan mitchel melihat tingkat

social ekonomi berdasarkan peluang-peluang hidup. Peluang-peluang

tersebut dapat di lihat berdasarkan kemudahan mendapatkan penghasilan

dan harta benda. Bagi masyarakat yang memmpunyai tingkat sosial

ekonomi tinggitentu mendapatkan penghasilan dan harta benda lenib

mudah jika di bandingkan dengan masyarakat yang tingkat sosial

ekonominya rendah.

Astrid S. Susento mengemukakan pada dasarnya mengukur tingkat

social ekonomi sama dengan mengukur tingkat kesejahteraan seseorang.

16 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fak.Ekonomi UI, 2000) Cet ke-2, h. 87 & 104

17

Soerjono Soekanto, (Jakarta : Rajawali Press, 1998) Cet. Ke-3, h.22

18

(28)

Penentu tingkat kesejahteraan masyarakat atau keluarga dapat digunakan

patokan sebagai berikut:

1. Pendapat, kekayaan dan pekerjaan

2. Lingkungan kerja

3. kesehatan

4. pendidikan

5. ketertiban social

6. milik pribadi yang diizinkan masyarakat

7. kesempatan rekreasi dan pengguna waktu luang.

Biro Pusat Statistik menggunakan 3 kelompok dalam menentukan

tingkat social ekonomi masyarakat, yaitu:

1. Pendapatan dan pengeluaran

2. kesejahteraan, social budaya, kriminalitas, dan wisata

3. kesehatan, gizi, biaya pendidikan, dan lingkungan tempat tinggal.

Berbeda dengan pendapatan-pendapatan di atas klasifikasi tigkat social

ekonomi yang dilakukan Warner dan kawan-kawan terdiri dari empat status

karakteristik indeks, yaitu:

1. pekerjaan

2. penghasilan (sumber income)

3. type rumah

4. wilayah tempat tinggal.

Berdasarkan beberpaa pendapat di atas benar apa yang dikemukakan

dan berdasarkan hasil analisis FX. Sudarsono bahwa pengukuran tingkat

social ekonomi sangatlah beragam sesuai dengan lingkungan, masyarakat atau

daerahnya serta indicator-indikator yang digunakan. Ini bukan saja di Amerika

di Indonesia personalnya tetap sama. Bagi masyarakat di kota penghasilan

perbulan tentu mendapat porsi yang dominant, sebab segala kebutuhan harian

mesti dibeli, tinggi rendahnya tingkat social ekonomi seseorang diukur dari

penghasilan perbulan. Tempat tinggal, harta yang dimiliki yang diizinkan

masyarakat, kesempatan rekreasi dan menggunakan waktu luang,

fasilitas-fasilitas lainnya, seluruh membutuhkan uang yang bersumber dari

(29)

menjadi ukuran. Tinggi rendahnya tingkat social ekonomi seseorang juga

ditemukan dengan harta benda yang dimiliki, luas tanah pertanian dan jumlah

binatang ternak, serta factor keturunan dan lain-lain. Sudarsono mengatakan,

berdasarkan indeks yang disusun Sewell selain menenyakan barang dan

fasilitas yang dimiliki, juga beribadah dan sekolah minggu. Dalam masyrakat

petani di desa pergi ke gereja dan mengikuti sekolah minggu di anggap

memberikan tambahan status sosial. Kalau di Indonesia tentu rajin ke masjid

shalat berjamaah dan aktifitas mengikuti pengajian.

Didalam penelitian sosial di Indonesia sampai saat ini biasanya

indikator yang digunakan terbatas pada

a. pendapatan

b. pekerjaan dan

c. pendidikan.

Bedasarkan pengalaman, Sudarsono mengajukan suatu pengukuran yang

kiranya dapat mengurangi kesalahan dan biasanya pengukuran. Secara garis

besarnya indikator ini dapat digolongkan kedalam kelompok:

a. Indikator objektif

Pengukuran yang yang bersifat objektif dalam arti dapat dinyatakan

dalam angka atau bersifat factual, termasuk dalam klasifikasi ini:

1. Pendidikan

2. Jenjang jabatan atau pekerjaan yang dinyatakan degan skor

3. Pendapatan (take hone pay) bagi yang bekerja dengan mendapatkan gaji atau upah. Bagi yang lain disusikan dengan siklus perolehan hasil kerja,

seperti nelayan berbeda dengan petani

4. Pemilikan barang berharga yang langsung dapat dilihat oleh orang lain diduga sebagai symbol atau pratanda status social termasuk barang atau

benda bergerak dan tidak bergerak serta pemeliharaan hewan atau binatang

yang bernilai ekonomi maupun menimbulkan adanya pengakuan dari

masyarakat sekitar atau dilingkungan.

b. Indikator subjektif

Pengukuran yang bersifat subjektif berupa pernyataan atau pegakuan

(30)

kewenangan atau power and authority serta pengaruhnya. Misalnya seseorang diangkat menjadi pimpinan organisasi, lembaga, perusahaan maupun desa.

Dalam jabatan tersebut akan melekat adanya kekuasaan dan kewenangan

tertentu yang menyebabkan ia mampu memerintah atau menyuruh orang lain

yang menjadi bawahannya. Semakin tinggi jabatan maka kekuasaan

kewenangan akan semakin luas. Dengan jabatan tersebut ia akan dapat

mempengaruhi orang lain dan sekelilingnya, atau di akui adanya pengaruh

seseorang yang memiliki jabatan.

Sudarsono juga mengakui akan menimbulkan banyaknya kesulitan

dalam mengumpulkan data mengenai pemilikan barang-barang yang berharga,

benda-benda yang bergerak, masyarakat biasanya bersikap tertutup. Demikian

juga mengenai pengukuran yang berhubungan dengan indicator subjektif .

langkah yang paling tepat menurut pendapat Sudarsono adalah sesuai dengan

pendapat Zamroni. Zamroni mengatakan bahwa konsep status social ekonomi

mencakup tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, juga tingkat pendapatan.

3. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar

Kata "motiva si" berasal dari kata motif yang b erarti sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang

menycbabkan organisme itu bertindak atau berbuat.19 Menurut

Sartain dalam bukunya Psycholo gy Understand ing of Human

Behavior: Motif adalah suatu pernyataan yang kompleks didalam

su atu organisme yang mengarahkan tingkah laku atau perbuatan ke

su atu tujuan atau perangsang.20

Motif dapat d ikatakan seb agai daya p enggerak dari dalam

dan d idalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu

demi mencapai suatu tu juan. Bahkan motif dapat d iartikan sebagai

daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada

19

Hartomo, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta; Bumi Aksara, 2001), cet ke-5, h. 331-332 20

(31)

saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan

sangat dirasakan atau mend esak.

Menururt Mc. Donald, motivasi mengandung tiga elemen

penting yaitu:

1. Motivasi itu mengawali terjad inya perubahan energi pada d iri

setiap individu manusia.

2. Motivasi ditandai dengan muncu lnya rasa atau feeling afeksi

seseorang.

3. Motivasi akan d irangsang karena ad anya tujuan

Dalam kegiatan belajar mengajar apabila ada seseorang

siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang yang seharu snya

dikejakan, maka perlu diselid iki sebab-sebabnya. Dengan kata

lain siswa itu perlu d iberikan rangsangan agar tumbuh motivasi

pada dirinya. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat

dikatakan sebagai keseluru han d aya penggerak di dalam d iri

siswa yang menimbu lkan kegiatan b elajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar d an yang memberikan arah

pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki o leh

sub jek belajar itu dapat tercapai.21

Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang

bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ad alah dalam

hal p enumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk

belajar, siswa memiliki motivasi kuat, akan mempu nyai banyak

energi untuk melaku kan kegiatan belajar.

b. Macam-Macam Motivasi dan Fungsinya dalam Belajar

1. Macam-macam motivasi

21

(32)

Jika dilihat dari dasar pembentu kannya, motivasi itu

terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Motif-motif bawaan, yakni mo tif yang dibawa sejak

lahir, dan motivasi itu ada tanpa d ipelajari misalnya :

dorongan untuk makan, minum, dan bekerja

b. Motif-motif yang dipelajari yakni motif-motif yang

timbul karena dipelajari, misalnya; dorongan untuk

belajar su atu cabang ilmu p engetahu an. Motif-motif ini

seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan

secara sosial. Dalam kegiatan belajar-mengajar, hal ini

dapat membantu dalam u saha mencapai prestasi.22

Sedangkan Woodworth membagi motivasi menjadi 3 golongan yaitu:

1. Motif atau kebutuhan organis meliputi kebutuhan untuk makan, minum.

2. Motif-motif darurat misalnya dorongan untuk

menyelamatkan diri, dorongan untuk berusaha.

3. Motif-motif objektif, misalnya kebutuhan melakukan eksp lorasi, motivasi menaruh minat.23

Meskipun dalam pengklasifikasian motivasi, Para ahli

berbeda pendapat, namun akhirnya mereka mempunyai

kesep akatan bahan motivasi itu dikelompokkan menjadi 2,

yaitu :

1. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah

motif-motif yang menjad i aktif atau berfungsi tanp a perlu

d irangsang d ari luar, karena d alam diri setiap individu sudah

22

http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat

23

(33)

ada dorongan untuk melakukan sesuatu.24 Kemudian jika

d ilihat dari segi tuju an kegiatan yang dilakukan misalnya

kegiatan b elajar, maka yang dimaksud dengan motivasi

intrinsik ini adalah keinginan mencapai tujuan yang

terkandu ng didalam perbuatan belajar itu sendiri. Dorongan

yang menggerakkan itu bersumber pada kebutuhan, kebutuhan

yang berisikan keharu san untuk menjadi orang yang terd idik

dan berpengetahu an.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

ber-fungsi karena adanya perangsang dari luar, sebagai contoh

seseorang itu belajar, karena b esok paginya akan ujian dengan

harapan mendapat nilai yang baik sehingga akan dipu ji oleh

pacarnya atau temannya. Jadi kalau dilihat dari segi tuju an

kegiatan yang d ilakukannya, tidak secara langsung bergayut

dengan esensi apa yang dilakukannya itu.

Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dap at ju ga

d ikatakan seb agai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas

belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar

yang tid ak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

Motivasi ini tetap penting, karena kemungkinan besar keadaan

siswa d inamis, berubah-ubah, dan juga mungkin

komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang

menarik bagi siswa, sehingga dip erlukan inotivasi ekstrinsik.

2. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Hasil belajar akan menjad i optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi diberikan, akan berhasil pula keberhasilan itu. Manurut S. Nasutio n, fungsi motivasi adalah :

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jad i sebagai p enggerak atau motor yang melepaskan energi.

24

(34)

b. Menentukan arah perbuatan yaitu kearah tujuan yang hendak d icapai.

c. Menyeleksi p erbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan yang tid ak bermanfaat bagi tujuan itu.25

Adapun menurut A. Rohani, HM dan Abu Ahmadi seb agai b eriku t:

a. Memberikan semangat dan mengaktifkan peserta d idik agar tetap berminat d an siaga.

b. Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berkaitan dengan pencapaian tujuan belajar.

c. Membantu memenuhi kebutu han akan hasil jangka pend ek dan jangka panjang.26

Disamping itu motivasi dapat berfungsi sebagai

pendorong usaha dan pencap aian prestasi. Adanya motivasi

yang b aik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik.

Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan

tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan

Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah.

Menurut Wlod kowski faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain adalah :

1. Budaya

Latar belakang budaya yang menekankan pada pentingnya keberhasilan d alam pendidikan akan menjadi pendorong berhasilnya anak d alam pendidikan. Kebudayaan Jepang misalnya, menempatkan keb erhasilan p endidikan sebagai nilai yang tinggi dan pend idikan anak merupakan prioritas utama.

2. Keluarga

Keluarga memberikan pengaruh penting terhad ap motivasi belajar anak, walaupun demikian pengaruh keluarga terhadap motivasi anak b ervariasi menu rut tingkat sosial,

25

S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, (Bandung : Temmars, 1986), cet ke-5, h.79 26

(35)

ekonomi dan latar belakang budaya. Orang tua dari golongan sosial ekonomi menengah keatas cenderung lebih banyak memberikan rangsangan belajar bagi anak-anaknya.

Sedangkan orang tua dari go longan so sial ekonomi kebawah cenderung untuk lebih memikirkan bagaimana mereka memenu hi kebutuhan hidup sehingga kurang memperhatikan kebutuhan belajar anak-anaknya. Namun banyak pula orang tua yang berpenghasilan rendah memiliki usaha-usaha u ntuk mendukung anak-anak mereka agar dapat berhasil d i sekolah dan banyak anak mereka yang prestasinya tinggi. Mereka melakukan hal ini dalam rangka memperbaiki taraf hidup keluarga agar tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan.

Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi rendahnya kemampuan ko gnitif pada masanusia seko lah antara lain adalah sikap orang tua yang tidak mendukung pend idikan, harapan orang tua yang rend ah terhadap anak-anaknya d an iklim intelektual yang kurang menyenangkan di rumah.27

3. Sekolah

Faktor sekolah dan guru juga memberikan pengaruh

terhadap motivasi siswa untu k belajar walaupun dalam banyak

kasus pengaruh mereka tidak sekuat pengaruh o rang tua dalam

proses belajar. Selain itu guru juga d iharapkan dapat

mendukung semua siswa dari b erbagai latar belakang

kehidupan mereka agar dapat mengembangkan kemampuan

belajar mereka seoptimal mungkin. Siswa dengan latar

belakang miskin cend erung kurang mendapat perhatian dari

guru, karena memiliki p enampilan yang kurang menarik,

kurang terbiasa dengan buku-buku dan aktivitas seko lah

sehingga guru dan siswa lain menduga bahwa siswa tersebut

tid ak pandai.

4. Pribadi Siswa

27

(36)

Ciri-ciri siswa yang b elajar dengan sungguh-su ngguh dan menikmati setiap hal yang dilaku kannya dalam proses belajar adalah :

a). Memiliki peringkat yang balk di kelas.

b).Menemukan send iri bahwa proses belajar memberikan kepuasan bagi dirinya.

c). Dapat mengatur dirinya dengan memiliki perencanaan belajar yang b aik.

d).Menyadari tanggung jawabnya dalam belajar dengan tid ak menyalahkan orang lain bila proses helajar tidak berjalan dengan b aik.

Ada beberapa bentuk dan cara u ntuk menumbuhkan

motivasi dalam kegiatan belajar d i seko lah, yaitu:

1).Memb erikan angka berbobot bila diband ingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik.

2).Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi tetapi tid aklah selalu demikian karena untu k suatu pekerjaan mungkin tid ak akan menarik b agi seseorang yang tidak senang dan tid ak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.

3).Saingan atau Kompetisi

Saingan dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar.

4).Ego Involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar dapat merasakan pentingnya tugas sehingga ia bekerja keras dengan mempertaruhkan harga d iri merupakan salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.28

5).Memb erikan Ulangan

28

(37)

Umumnya para siswa akan Iehih giat belajar kalau mengetahu i akan ada u langan. Oleh karena itu memberi ulangan juga merupakan sarana motivasi.

6).Mengetahui Hasil Pekerjaan.

7).Pujian, pujian merupakan bentuk reinforcement yang

positif dan sekaligus motivasi yang baik.

8).Hu kuman, hukuman sebagai reiforcement yang negatif,

tetapi kalau diberikan secara tepat dan biak bisat menjadi alat motiva si.

9). Hasrat (ada maksud belajar).

10). Minat

11). Tujuan yang diakui, Rumusan tujuan yang d iakui baik

oleh siswa akan merupakan alat motivasi yang sangat

penting ka rena menimbulkan gairah untuk terus belajar.29

4. Dampak Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Motivasi

Belajar Siswa.

Adanya perbedaan prestise dalam masyarakat tercermin

pada perbedaan gaya hidup, sebagaimana namp ak dari

pernyataan Max Weber berikut ini :

. . . status honor is normally expressed by the fact that above all else a specific style of life can be expected from all those who wish to b elong to the circle. Linked with this exp ectation are restrictions on ’social’ intercou rse.

Sejumlah ahli sosiolo gi berusaha meneliti bagaimana

perbedaan kelas so sial terwujud dalam perb edaan dalam

perilaku. Salah satu perbedaan p eerilaku kelas di jumpai

dalam busana yang di pakai warga masyarakat kita di

perko taan. Dalam b erbusana baik laki-laki maupu n perempuan

dari kelas so sial berbeda mempunyai kerangka acuan yang

berbeda pula. Kaum perempuan kita dari kalangan kelas atas

yang berbusana barat, misalnya, akan banyak yang cenderu ng

berbusana dengan mengacu pad a kar ya perancang terkenal dari

Paris, New York, London, To kyo atau Roma. Kaum

29

(38)

perempuan d ari kelas menengah kebawah akan lebih

cenderu ng memakai busana ciptaan perancang mode terkenal

dalam Negeri, sedangkan busana pilihan mereka yang b erada

d i kelas bawah akan cenderu ng berorientasi pada desain yang

d i tentukan para grosir pakaian jadi d i pusat penjualan pakaian

seperti misalnya pasar Tanah Abang atau p asar Cipulir di

Jakarta.

Perbed aan gaya hidup ini tidak hanya di jumpai pada

herarki prestise, tetapi juga pada herarki kekusaan. Kita

melihat b ahwa setiap kelas sosial pun menampilkangaya hidup

yang khas.Ogburn dan Nimkoff menyajikan su atu sketsa dari

majalah life yang menggambarkan bahwa lap isan bawah (lo

w-bro w, menengah b awah (lower middle-brow), menengah atas

(hight class),masing-masing mempunyai khas dalam hal

pakaian, perlengkapan rumah tangga, hiburan, makanan,

minuman, bacaan, senirupa, rekaman musik, permainan d an

kegiatan.

Dalam kaitan dengan p erbedan antar kelas ini para ahli

sosiolo gi sering berbicara mengenai simbo l status (statu s

symbol), yaitu simbol yang menand akan status dalam

masyarakat. Dari pand angan Berger bahwa orang senantiasa

memperlihatkan kep ada orang lain apa yang telah di raihnya

dengan memakai berbagai simbo l kita dapat menyimpulkan

bahwa simbol status berfu ngsi untuk memberitahu status yang

d iduduki seseorang. Salah satu d i antaranya, misalnya ialah

cara menyapa.

(39)

atau jabatan pun memberikan p etunjuk mengenai status seseorang d alam masyarakat, baik yang di peroleh dengan sendirinya maupun di raih melalui u saha.30

Dari segi pembentukan keluarga, kemiskinan

merupakan salah satu rintangan b esar bagi para

pemuda-pemudi untuk melangsungkan perkawinan, d isamp ing

dipenuhinya berbagai syarat seperti mahar, nafkah, dan

kemandirian eko nomi.31 Sebab itulah Al-Qur'an menasehati

mereka yang menghadapi kesu litan itu agar menjaga d iri d an

bersabar sampai kekuatan ekono minya memungkinkan. Dari

segi pendidikan, kelu arga yang lemah eko nomi dapat

menyebab kan anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan

sep erti biaya kurang dapat d ipenuhi serta su asana rumah

menjadi suram dan gairah belajar menjadi berkurang.

B. Kerangka Berfikir

1. Siswa Yang Berekonomi Tinggi

Peranan keluarga khu susnya orang tua akan sangat

menentukan besarnya pengaruh proses pend idikan anak di

lingkungan kelu arga, dan pada akhir ya akan mempengaruhi hasil

belajar anak d i sekolah. Tingkat kesadaran d ari orang tua untuk

mendorong anaknya supaya b elajar dirumah sangat besar dengan

faktor eko nomi mereka yang tinggi, bahkan o rang tua

beranggapan bahwa pendidikan anaknya adalah tidak hanya

semata-mata tanggung jawab sekolah saja melainkan tanggung

jawab orang tua.

Sementara d ata menunjukkan bahwa prestasi b elajar anak

di sekolah dipengaru hi o leh banyak faktor yang b iasanya

dikelompokkan menjadi faktor keluarga, sekolah, masyarakat d an

individu anak. Penelitian-penelitian yang pernah di lakukan, b aik

(40)

di negara-negara maju maupun di negara berkembang

menunjukkan bahwa pada umumnya fakto r keluarga mempunyai

faktor yang dominan terhadap prestasi belajar yang d i capai oleh

siswa. Pengaruh perbedaan eko nomi keluarga tersebut sangat

berp engaru h kemajuan siswa d i sekolah. Misalnya, ad anya

kesu litan belajar, dengan menurunnya motivasi belajar anak

sehingga b anyak yang tinggal kelas dan bahkan putu s

seko lah.sebaliknya adanya kemudahan untuk belajar dengan

sarana dan prasarana yang mereka miliki sehingga anak

termotivasi untu k belajar di rumah d an tidak tinggal kelas.

Pendidikan akan dapat berlangsung dengan baik apabila

diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang cukup, dimana

dalam proses pend idikan masalah biaya akan dapat mempengaruhi

motivasi anak untuk belajar d an melanjutkan pend idikannya

ketingkat yang lebih tinggi.

Pada umumnya orang tua yang b erstatus sosial tinggi

mempunyai cita-cita yang tinggi pula terhadap pend idikan

anak-anaknya.

2. Siswa Yang Berekonomi Rendah

Kurangnya kemauan akan arti pentingn ya pend idikan,

terutama terjad i pada kelompok masyarakat ekonomi menengah

kebawah. Hal ini dapat d ipahami karena seb agian kelompok ini

mengutamakan usaha-usaha u ntuk mempertahankan hidup gu na

memenuhi kebutu han dasar ketimbang memikirkan p end idikan.

Prestasi belajar yang baik merupakaa faktor penunjang

keberhasilan seseorang untuk dapat memperbaiki taraf hidupnya.

Dan prestasi belajar dipengaruhi oleh b eberapa faktor d imana

motivasi belajar termasuk salah satu faktor internal dan keluarga

merupakan salah satu faktor eksternal. Jika keduanya saling

mendu kung maka prestasi belajarpun akan tinggi. Latar belakang

Gambar

Tabel 2 : Data Kepegawaian / guru Sekolah Dasar Negeri Kampung
Tabel 137 Struktur Organisasi
Tabel 2 Data Kepegawaian/Guru
Tabel 4 Data Sarana dan Prasarana SDN I Kampung Utan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan hidup setiap orang memang berbeda, mungkin ada yang memilih jadi orang jahat, ada yang mati-matian untuk berteguh pendirian menjadi orang yang baik di dunia yang kejam

pemilhan kata atau diksi, dalam penggunaan tanda baca, pembentukan kata, penggunaan ejaan dan penguasaan kalimat efektif, sebagai salah satu faktor kebahasaan yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kompetensi personal trainer terhadap program latihan dan jasa yang diberikan pada member fitness di

Blok M Square memakai bekisting peri, dengan ke cepatan dan ke unggulan bekisting tersebut di bandingkan dengan bekisting bekisting lain yang tidak praktis, seperti

“ Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

The inner control loop is a ramptime current control that shapes the grid currents to be sinusoidal, while the outer control loop is a simple PI control to keep the dc bus

Jika perkaranya demikian…bahwasanya tidak satu amalanpun yang kita yakini kita lakukan ikhlas karena Allah…dan tidak satu amalanpun yang ikhlas kita lakukan lantas kita yakin

Berdasarkan hasil penelitian analisa profil protein selama proses fermentasi tepung singkong dengan biakan angkak dari berbagai lama fermentasi (hari) dapat dilihat