• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coral Recruitment and Benthic Organism Studies on Artificial Biorock, Pramuka Island-DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Coral Recruitment and Benthic Organism Studies on Artificial Biorock, Pramuka Island-DKI Jakarta"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PULAU PRAMUKA-DKI JAKARTA

ACHIS MARTUA SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Recruitment Karang dan Organisme Bentik pada Artificial Biorock, Pulau Pramuka-DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

(3)

ACHIS M. SIREGAR. Coral Recruitment and Benthic Organism Studies on Artificial Biorock, Pramuka Island-DKI Jakarta. Under direction of NEVIATY P. ZAMANI and LILIEK LITASARI.

Coral recruitment is a process where juvenile coral, generated through reproduction, attached to substrates and grow to become part of coral populations. Mineral accretion defined as a process of formation of solid minerals and is one method for forming artificial reefs by using the principle of calcification, this method is known as biorock. Biorock expected to be a substrate for coral larvae settlement, so it can be used as one of the innovations of rehabilitation of coral reefs that were damaged. Observation of coral and other benthic organism recruitment were carried out once in a month during April to October 2010. In general algal and ascidians dominated unit with biorock treatment at the first month of observation. At the end of observation, we found ten coral genera from six families at biorock. We observed an increase of coral genera as much as three fold during T0-T6; Pavona, Millepora and Stylophora. However coral species increment did not occur in non-biorock treatment, there were only six genera and three families observed through out the study period. The highest coral recruitment density was found at biorock treatment (45 colonies/unit) compare to non biorock (33 colony/unit).

(4)

ACHIS M. SIREGAR. Studi Recruitment Karang dan Organisme Bentik pada

Artificial Biorock, Pulau Pramuka-DKI Jakarta. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI sebagai ketua komisi pembimbing dan LILIEK LITASARI sebagai anggota komisi pembimbing.

Recruitmentkarang merupakan proses dan peristiwa kemunculan individu-inidividu karang muda yang dihasilkan melalui reproduksi, kemudian menempel pada substrat dan menjadi bagian dari populasi. Mineral accretion didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan padatan mineral dan merupakan salah satu metode untuk pembentukan terumbu buatan dengan memakai prinsip kalsifikasi, metode ini dikenal sebagai biorock. Biorock diharapkan menjadi wadah penempelan bagi larva karang, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu inovasi rehabilitasi terumbu karang yang mengalami kerusakan. Artificial reefs

atau terumbu buatan merupakan suatu kerangka atau bangunan fisik yang sengaja ditenggelamkan ke dalam perairan dan diharapkan dapat berfungsi layaknya ekosistem terumbu karang. Artificial reefs berperan untuk meningkatkan kelimpahan sumberdaya perikanan seperti ikan karang dan biota-biota ekonomis lainnya. Secara fisik, terumbu buatan dapat berperan sebagai pelindung pantai, media penempelan karang, tempat berlindung bagi ikan dan biota-biota laut

Biorock yang terdapat di lokasi pengamatan telah dikombinasikan dengan transplantasi karang. Kajian terhadap terumbu karang yang ditransplantasikan pada biorock telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian mengenai pola

recruitment karang secara alami pada biorock tersebut belum pernah dilakukan. Penelitian ini akan mengkaji recruitment karang dan oerganisme bentik yang menempel secara alami pada biorock. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pola recruitment karang dan organisme bentik, mengkaji kemampuan

biorock sebagai tempat hidup karang, yang dinilai melalui tingkat recruitment

karang alami.

Metode pengambilan data yang digunakan adalah metodestasionary visual census. Pengamatan dilakukan terhadap organisme bentik yang menempel pada modul biorock dan non-biorock. Semua jenis organisme bentik yang menempel pada modul akan dicatat, kemudian data tersebut akan digunakan untuk memahami pola suksesi yang terjadi pada modulmineral accretion. Khusus untuk terumbu karang, pencatatan data terhadap hewan karang yang menempel pada modul akan melibatkan ukuran koloninya, selanjutnya koloni karang yang menempel akan diberi tanda. Hal ini bertujuan untuk melihat laju pertumbuhan karang, rasio mortalitas dan tingkat keberhasilanrecruitmentkarang.

Pengamatan terhadap recruitmentkarang dan organisme bentik dilakukan sebulan sekali dalam rentang waktu tujuh bulan, yaitu Bulan April-Oktober 2010. Secara umum, komunitas bentik yang ditemukan pada awal penelitian relatif didominasi oleh biota perintis seperti alga dan ascidians. Organisme-organisme tersebut bersaing untuk memperebutkan ruang.

Pada akhir pengamatan jenis karang yang menempel pada biorock

(5)

non-biorock sebanyak 6 genera dan 3 jenis family. Kelimpahan recruitment

karang tertinggi ditemukan pada biorock yaitu sebesar 45 koloni/unit, sedangkan kelimpahan pada kerangkanon-biorockadalah 33 koloni/unit.

Tingkat kelulusan hidup karang yang menempel secara alami padabiorock

dan non-biorock berkisar antara 64-100%. Nilai kelulusan recruitment karang padabiorocklebih tinggi bila dibandingkan dengannon-biorock, khususnya untuk jenis Acropora dan Pocillopora damicornis. Akan tetapi, karang massive dan Seriatopora hystrix pada biorock dan non-biorock memiliki tingkat kelulusan hidup yang sama, yaitu 100%. Kematian karang Acropora dan Pocillopora damicornis diduga karena kalah bersaing dengan alga dan akibat sedimentasi. Karang muda sering kalah bersaing karena alga memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa koloni karang terlihat ditumbuhi oleh alga yang kemudian menyebabkan kematian pada karang. Beberapa koloni karang Acropora teramati tidak mampu bertahan terhadap sedimentasi.

Laju pertumbuhan karang berkisar antara 2,7-16,9 mm/bulan, dimana laju pertumbuhan karang padanon-biorocklebih tinggi daripada biorock.Akan tetapi, laju pertumbuhan karang pada biorock lebih stabil dibandingkan non-biorock. Peningkatan laju pertumbuhan karang pada biorock terlihat konsisten pada setiap bulannya, sedangkan padanon-biorockterjadi fluktuasi laju pertumbuhan. Karang massive memiliki rata-rata pertumbuhan paling rendah, baik padabiorockmaupun

non-biorock, sedangkan rata-rata pertumbuhan tertinggi dimiliki oleh Seriatopora hystrix, Pocillopora damicornis dan Acropora.

(6)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PRAMUKA-DKI JAKARTA

ACHIS M. SIREGAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Achis M. Siregar

NRP : C551080131

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc Ir. Liliek Litasari, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Studi

Recruitment Karang dan Organisme Bentik pada Artificial Biorock, Pulau Pramuka-DKI Jakarta”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc dan Ibu Ir. Liliek Litasari, M.Si yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam punyusunan tesis ini. Penulis berharap Tuhan akan menggantikan dan membalas segala ketulusan Ibu dengan hidayah-Nya. Rasa terimaksih juga penulis ucapkan kepada Yth: 1. Keluarga besar Op. Yesein Raoul Siregar, terutama Ayahanda Hasiholan

Siregar dan Ibunda Haulahan br. Sinaga.

2. Jajaran dan staf IPB, khususnya Ilmu dan Tekonologi Kelautan. 3. Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Seribu. 4. PKSPL-Institut Pertanian Bogor.

5. Rekan-rekan di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, terutama Bapak Boko, Lupus dan Thomas yang bersedia menjadi partner selam selama pengambilan data di lapangan.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penulisan tesis ini yang

tidak dapat ditulis satu persatu.

Penulis berharap apa yang tertulis dalam tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kelautan di Tanah Air Tercinta, Indonesia.

Bogor, Februari 2012

(11)
(12)

DAFTAR ISI

2.1 Ekosistem Terumbu Karang ... 5

2.1.1 Biologi karang ... 5

2.1.2 Reproduksi karang ... 8

2.1.3 Faktor-faktor pembatas pertumbuhan karang ... 10

2.2 Kalsifikasi Karang ... 11

2.3 Artificial Reef... 12

2.4 Mineral Accretion... 15

2.4.1 Definisimineral accretion... 15

2.4.2 Komponen-komponenbiorock... 16

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhimineral accretion... 17

2.5 RecruitmentKarang dan Kelulusan Hidup ... 17

2.6 Pola Suksesi padaBiorock... 19

III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.3 Metode Pengambilan Data ... 21

3.4 Analisa Data ... 22

3.4.1 Kekayaan jenisrecruitmentkarang ... 22

3.4.2 Laju pertumbuhan dan sintasan karang ... 22

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

(13)

4.2 Biota yang Menempel padaBiorock... 26

4.3 RecruitmentKarang ... 32

4.4 PolaRecruitmentKarang padaBiorock... 38

4.5 Kelulusan HidupRecruitmentKarang ... 41

4.6 PertumbuhanRecruitmentKarang... 45

V SIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Simpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(14)

No. halaman

1. Kriteria kesesuaian lokasi terumbu buatan ... 14

2. Daftar alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian ... 21

3. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan pada tahun 2010 ... 24

4. Nilai parameter fisika-kimia perairan pada tahun 2009... 25

(15)

No. halaman

1. Struktur polip dan kerangka karang... 7

2. Siklus reproduksi karang ... 8

3. Padatanmineralyang menempel pada kerangka besi ... 15

4. Ilustrasi sistem kerjabiorockdan beberapa komponen utama ... 16

5. Peta lokasi penelitian, Pulau Pramuka-DKI Jakarta ... 20

6. Lokasibiorockberdekatan dengan keramba apung dan pemukiman ... 26

7. Biota-biota yang ditemukan padabiorockdannon-biorock... 27

8. Ikan karang memanfaatkanartificial reefsebagai tempat berlindung ... 30

9. Ikan karang memanfaatkanartificial reefsebagai sumber makanan ... 31

10. Pola arus di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya saat MSL menuju pasang tertinggi... 33

11. Pola arus di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya saat pasang tertinggi ... 34

12. Pola arus di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya saat MSL menuju surut terendah... 34

13. Pola arus di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya saat surut terendah 35 14. Persentase kelimpahanrecruitmentkarang ... 36

15. Recruitmentkarang di luarbiorockdannon-biorock... 37

16. Beberapa contoh karang yang menempel dari bawah kerangka... 39

17. Kapal berlabuh pada lokasibiorock... 39

18. Pertumbuhan koloni karang melengkung ke arah cahaya matahari ... 40

19. Pocillopora damicornistumbuh membentuk bulatan ... 41

20. Tingkat kelulusan hidup karangAcroporadanPocillopora damicornis. 43 21. KompetisiAcroporadengan alga ... 44

22. Karang mengalami kematian akibat sedimentasi... 45

23. Laju pertumbuhanrecruitmentkarang ... 46

(16)

No. halaman

1. Persentase kelulusan hidup recruitment karang pada biorock dan

non-biorock ... 54 2. Laju pertumbuhanrecruitmentkarang padabiorockdannon-biorock.... 55 3. Hasil uji statistik dengan menggunakan ANOVA satu arah terhadap

kelangsungan hidup karang ... 56 4. Hasil uji statistik dengan menggunakan ANOVA satu arah terhadap laju

(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir laut tropis yang memiliki berbagai macam fungsi, baik secara fisik, biologis maupun kimiawi. Secara fisik terumbu karang dapat melindungi pantai dari abrasi dan melindungi ekosistem lamun dari sedimentasi. Fungsi biologis terumbu karang adalah sebagai tempat hidup, mencari makan, berkembang biak, pembesaran anak, berlindung dari predator bagi ikan dan biota-biota laut lainnya. Secara kimiawi terumbu karang dapat berfungsi sebagai penyedia bahan baku untuk industri kosmetik dan

farmasi. Ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika yang tinggi, sehingga dapat dikembangkan menjadi daerah wisata bahari. Dalam sektor perikanan ekosistem terumbu karang berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan dan budidaya ikan, khususnya ikan karang.

(18)

Kemunculan koloni karang muda merupakan pertanda terjadinya penambahan koloni baru atau recruitment pada populasi dan memberikan kontribusi dalam pembentukan dan perkembangan komunitas karang. Kepadatan koloni karang muda dapat digunakan sebagai standar untuk mengukur tingkat

recruitmentkarang pada suatu ekosistem terumbu karang (Abrar, 2011).

Dewasa ini banyak model-model rehabilitasi terumbu karang yang telah dikembangkan, yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan kerusakan terumbu karang. Beberapa upaya yang telah diterapkan untuk rehabilitasi ekosistem terumbu karang, antara lain: artificial reef, transplantasi karang dan ecoreef. Akan tetapi, dalam penerapannya terkadang dapat menimbulkan permasalahan yang baru. Oleh sebab itu, masih perlu untuk melakukan penelitian dan mencari teknologi baru yang lebih efisien dan efektif, salah satunya adalah metode mineral accretion. Metode ini dikenal dengan istilah

biorock.

Artificial reef atau terumbu buatan merupakan suatu kerangka atau bangunan fisik yang sengaja ditenggelamkan ke dalam perairan dan diharapkan dapat berfungsi layaknya ekosistem terumbu karang. Secara fisik, terumbu buatan dapat berperan sebagai pelindung pantai, media penempelan karang, tempat berlindung bagi ikan dan beberapa biota-biota laut. Mineral accretion adalah suatu teknik untuk menghasilkan terumbu buatan dengan cara mengalirkan arus listrik pada kerangka besi, sehingga terjadi proses elektrolisis. Proses elektrolisis ini akan menyebabkan mineral-mineral yang terlarut dalam air laut dapat didepositkan dalam bentuk padatan pada kerangka besi. Arus listrik yang dialirkan melalui katoda dan anoda adalah arus lemah dan cukup untuk memicu terjadinya proses elektrolisis, sehingga proses reduksi dan oksidasi terjadi secara berulang-ulang disekitar katoda (Sabater dan Yap, 2004). Terumbu buatan yang dihasilkan melalui teknik mineral accretion memiliki komposisi yang sangat mirip dengan terumbu alami yang dihasilkan terumbu karang.

(19)

accretion relatif lebih mudah diterapkan dan memiliki nilai artistik yang dapat menarik minat para pengusaha wisata bahari (Zamani, 2007).

Modul biorock yang diamati dalam penelitian ini ditenggelamkan di hamparan pasir yang tidak terdapat terumbu karang. Modul biorock tersebut dijadikan sebagai wadah transplantasi karang. Beberapa bulan sejak penenggelaman biorock beberapa jenis karang muncul dan menempel secara alami pada kerangka. Kemunculan karang-karang muda tersebut menjadi salah satu daya tarik untuk diteliti lebih lanjut. Bagaimana proses penempelan karang muda tersebut, sumber larva berasal dari mana, tingkat resistance dan kelimpahannya perlu untuk diteliti.

Pengamatan transplantasi karang pada biorock telah dilaporkan oleh Abdallah (2010) dan Prasojo (2010), rata-rata tingkat kelulusan transplantasi berkisar antara 80%-100%. Akan tetapi, penelitian mengenai pola recruitment

karang secara alami pada biorocktersebut belum pernah dilakukan. Penelitian ini akan mengkajirecruitmentkarang yang menempel secara alami padabiorock.

1.2 Perumusan Masalah

Tanpa intervensi manusia alam dapat melestarikan kondisi ekologi, memelihara keanekaragaman hayati dan memulihkan kerusakan yang timbul dengan sendirinya. Apabila suatu habitat secara terus menerus diganggu dan dirusak maka alam membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya, bahkan kerusakan yang diakibatkan oleh manusia dapat memusnahkan biota tertentu. Rehabilitasi dengan campur tangan manusia perlu dikembangkan guna mempercepat pemulihan habitat yang telah rusak. Rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang mengalami degradasi secara alami maupun melalui campur tangan manusia dengan cara menyediakan substrat yang cocok bagi penempelan larva karang merupakan salah satu teknik yang mungkin dilakukan. Salah satu tujuan rehabilitasi terumbu karang adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati dari karang itu sendiri.

(20)

Pengamatan terhadap pola suksesi yang terjadi pada modul mineral accretion

sangat dibutuhkan untuk mengukur tingkat efisiensinya dalam upaya pemilihan teknik pengelolaan terumbu karang. Demikian juga halnya dengan pola

recruitment karang, tingkat keberhasilan hidup, laju pertumbuhan dan tingkat

resistance. Pengamatan dan analisis terhadap faktor-faktor biotik dan abiotik yang ada di lokasi penelitian akan dikaji secara mendalam.

1.3 Hipotesis

Penelitian ini melahirkan beberapa hipotesa, yaitu:

1) Kerangka modul biorock yang dialiri arus listrik dapat digunakan larva karang sebagai substrat untuk melakukan settlement, yang disebut dengan intilahrecruitment.

2) Biorockdapat meningkatkan tingkatrecruitmentlarva karang dan juga tingkat keberhasilan hiduprecruitmentmenjadi karang dewasa.

3) Tingkat keberhasilan recruitment karang pada modul biorock lebih tinggi dari pada modulnon-biorock.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengkaji pola recruitment karang dan organisme bentik pada modul

biorockdannon-biorock.

2) Mengkaji kemampuan biorock sebagai tempat hidup karang, yang dinilai melalui tingkatrecruitmentkarang alami.

3) Mengkaji kelulusan hidup dan laju pertumbuhan karang yang secara alami menempel padabiorockdannon-biorock.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi ilmiah mengenai perbedaanrecruitment karang dan komposisi biota pada modulbiorock

(21)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi karang

Terumbu karang merupakan endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang dapat mensekresi kalsium karbonat (Nybakken, 1988). Sedangkan menurut Odum (1971), terumbu karang adalah sebagai bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan yang secara terus-menerus mengikat ion kalsium dan karbonat

dari air laut yang menghasilkan kapur, kemudian secara keseluruhan tergabung membentuk suatu terumbu atau bangunan dasar kapur.

Menurut Veron (1986), karang dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu karang hermatipik (karang yang dapat membentuk terumbu) dan karang ahermatipik (karang yang tidak dapat membentuk terumbu). Karang hermatipik dalam prosesnya bersimbiosis dengan alga zooxanthellae dan membutuhkan cahaya matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal sebagai reef building corals, sedangkan karang ahermatipik tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal sebagai non-reef building corals, yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada cahaya matahari.

Karang batu atau karang keras merupakan anggota Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa dengan ciri utama adalah siklus hidupnya hanya mempunyai stadium polip berbentuk seperti bunga. Kelas Anthozoa terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia dan Octocorallia, keduanya dibedakan oleh sistem morfologi dan fisiologi. Konstruksi terumbu karang pada umumnya dibentuk oleh hewan karang pembangun terumbu atau disebut juga dengan karang hermatipik yang mampu membentuk membentuk kerangka kapur (aragonite) yang masif. Kelompok karang hermatipik pada umumnya adalah anggota Ordo Skleraktinia dari Subkelas Hexacorallia yang merupakan karang batu yang sebenarnya. Dua spesies dari karang hermatipik adalah anggota Ordo Octocorallia (Tubipora musica dan

(22)

karang hermatipik mempunyai alga simbion berupa zooxanthellae yang berperan mempercepat proses terjadinya kalsifikasi yang kemudian memungkinkan bagi karang untuk membentuk koloni-koloni karang yang masif (Sorokin, 1993).

Sorikin (1993) membagi terumbu karang ke dalam empat kelompok, pengelompokan dilakukan berdasarkan fungsinya dalam membangun terumbu atau tidak (hermatype-ahermatype) serta ada atau tidaknya alga simbion di dalam jaringannya (symbiotic-asymbiotic). Keempat kelompok karang tersebut adalah sebagai berikut:

1) Hermatypes-symbionts. Kelompok ini merupakan hewan karang pembangun terumbu karang dan mempunyai alga simbion, terdiri dari karang-karang yang sebagian besar anggota Skleraktinia, Octocorallia dan Hydrocorallia.

2) Hermatypes-asymbionts. Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthella, mampu bertahan hidup di perairan yang tidak ada cahaya. Kelompok ini terdiri dari Tubastrea dan

Dendrophylliaserta Hydrocorallia spesiesStylaster rosacea.

3) Ahermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari genus

HeteropsammiadanDiaseris(Skleraktinia: Fungidae) danLeptoseries

(Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea (soft coral) dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun koloni kerangka kapur masif.

4) Ahermatypes-asymbionts. Salah satu anggota kelompok ini adalah anggota Ordo Anthipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.

(23)

menangkap mangsa. Makanan yang masuk akan dicerna dengan menggunakan

filament mesentery, kemudian sisa metabolisme akan dikeluarkan melalui mulut yang juga berfungsi sebagai anus. Mesoglea merupakan jaringan penghubung antara bagian luar (ektodermis) dan dalam (endodermis/gastrodermis) pada polip karang. Jaringan ini terdiri atas sel-sel, serta kolagen dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang (kalsium karbonat). Pada bagian dalam polip karang, endodermis atau yang lebih dikenal dengan gastrodermis merupakan tempat tinggalnya algazooxanthellae.

Polip karang disokong oleh kerangka kapur yang berperan sebagai pendukung tegaknya seluruh jaringan. Kerangka kapur ini berupa lempengan-lempengan yang tersusun radial dan berdiri tegak pada lempengan-lempengan dasar, lempengan yang berdiri disebut septa yang tersusun dari bahan organik dan kapur hasil sekresi polip karang. Struktur polip karang disajikan pada Gambar 1. Pada umumnya hewan karang hidup menetap, kecuali pada masa larva merupakan

plankton.

(24)

2.1.2 Reproduksi karang

Suharsono (1994) menyatakan bahwa karang merupakan kelompok organisme yang sudah mempunyai sistem saraf, jaringan otot dan reproduksi sederhana, akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara baik. Organ-organ reproduksi karang berkembang diantara mesenteri filamen dan pada saat-saat tertentu organ tersebut terlihat nyata, terutama untuk jenis-jenis karang di wilayah tropis. Hewan karang dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual, siklus reproduksi karang disajikan pada Gambar 2.

Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara fragmentasi, pelepasan polip dari skeleton dan reproduksi aseksual larva. Kecuali reproduksi aseksual, larva produk dari yang lainnya menghasilkan pembatasan secara geografis terhadap asal-usul terumbu karang dan sepanjang pembentukan dan pertumbuhan koloni dapat melangsungkan reproduksi seksual (Rudi, 2006). Pada reproduksi secara seksual, gemetogenesis akan berlangsung di dalam gonad yang tertanam dalam mesenterium. Peristiwa tersebut dapat berlangsung secara tahunan,

namun dapat juga musiman, bulanan atau tidak menentu. Reproduksi seksual pada karang meliputi proses gametogenesis yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk pembentukan sperma dan beberapa bulan untuk membentuk sel telur (Rudi, 2006).

(25)

Cara dan pola reproduksi, perkembangan gonad (gametogenesis), serta waktu dan puncak reproduksi sangat ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan (Rani, 2002). Faktor lingkungan yang mengendalikan reproduksi karang adalah suhu perairan, pencahayaan, fase bulan dan pasang surut (Harrison dan Wallace, 1990). Menurut Bachtiar (2001) dua jenis karangAcroporamelakukan pemijahan pada Bulan Februari setelah bulan purnama.

Fertilisasi secara genetik sangat unik, menghasilkan larva planula sebagai plankton dan kemudian akan melekat pada substrat dan memulai kehidupan sebagai organisme bentik dengan bermetamorfosis dan berkembang menjadi polip-polip utama. Sementara itu, reproduksi aseksual juga umum ditemukan pada karang Skleraktinia yang dapat terjadi melalui fragmentasi, pembelahan polip atau menghasilkan planula secara aseksual (Rudi, 2006). Menurut Richmond dan Hunter (1990) proses reproduksi aseksual melalui fragmentasi memiliki beberapa keuntungan, yaitu memiliki larva dengan ukuran besar dan memiliki genotipe yang telah teradaptasi dengan baik.

Tipe seksualitas karang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu gonokhorik (hanya memproduksi satu jenis gamet, jantan atau betina) dan hermaprodit (mampu menghasilkan gamet jantan dan gamet betina). Menurut Harrison dan Wallace (1990); Richmond (1997) tipe hermaprodit dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu (1) hermaprodit simultan, satu individu menghasilkan sel telur dan sel sperma dalam waktu yang bersmaan; (2) hermaprodit sekuensial. Dibedakan menjadi dua jenis, yaitu protandri (pada awalnya berperan sebagai jantan, kemudian berubah menjadi betina) dan protogini (pada awalnya berperan sebagai betina, kemudian berubah menjadi jantan).

Cara reproduksi karang menurut Veron (1986), Harrison & Wallace (1990), Richmond & Hunter (1990), Richmond (1997), dan McGuine (1998) in Rani (2002), dapat dibedakan menjadi:

(26)

2. Brooding (mengerami): spesies dengan telur yang dibuahi secara internal, dengan perkembangan embrio sampai fase planula berlangsung dalam polip karang. Proses pelepasan planula yang telah berkembang secara penuh dari polip dikenal dengan istilah planulasi.

Planula yang dilepaskan dari karang brooding langsung memiliki kemampuan untuk dapat melekat dan bermetamorfosis. Larva hasil pengeraman secara umum berukuran lebih besar daripada larva yang dihasilkan melalui

spawning, dan pada karang hermatipik larva dilengkapi dengan zooxanthellae

yang berasal dari koloni induk. Hal ini menjelaskan bahwa zooxanthellae

memberi kontribusi metabolisme terhadap larva, yaitu sebagai sumber energi tambahan untuk penyebaran jarak jauh (Richmond, 1987inRani, 2002).

2.1.3 Faktor-faktor pembatas terumbu karang

Pertumbuhan karang pembentuk terumbu sangat tergantung pada kondisi lingkungan yang ada disekitarnya. Cahaya matahari, suhu, salinitas, sirkulasi massa air dan arus serta sedimentasi merupakan faktor fisika-kimia perairan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan karang.

Nybakken (1988) menyatakan bahwa cahaya merupakan salah satu faktor pembatas yang penting dalam penyebaran terumbu karang. Cahaya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Proses fotosintesis tersebut menyebabkan bertambahnya

produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida. Kondisi ini menyebabkan distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif

sinar yang masuk.

Menurut Nybakken (1988), perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-25 oC. Terumbu karang memiliki kisaran toleransi terhadap suhu antara 36-40oC. Suhu paling baik bagi pertumbuhan karang berkisar antara 25-30 oC (Sukarno et al, 1983). Perubahan suhu yang drastis dapat mengakibatkan bleaching karena kehilangan

(27)

Terumbu karang dapat bertahan sampai suhu minimum 15 oC dan maksimum 36

o

C. Suhu juga dapat mempengaruhi tingkah laku makan pada karang.

Karang hermatipik adalah organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut, yaitu 32-35‰ (Nybakken, 1988). Menurut Birkeland (1997) terumbu karang berkembang dengan baik pada salinitas air laut mendekati 35‰, namun kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pemasukan air tawar. Nybakken (1988) mengutarakan perairan yang menerima pasokan air tawar dari sungai secara terus menerus maka daerah tersebut tidak akan terdapat terumbu karang. Hal yang sama juga diutarakan oleh McCook (1999) bahwa curah hujan yang tinggi dan aliran air dari darat dapat membunuh terumbu karang melalui sedimentasi dan penurunan salinitas air laut.

Arus berperan penting dalam transportasi makanan, larva dan dapat membersihkan karang dari endapan sedimen. Arus memiliki pengaruh yang besar terhadap taksonomi dan morfologi dari ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu,

pertumbuhan karang pada daerah berarus akan lebih baik dibanding perairan yang tenang. Arus diperlukan untuk ketersediaan aliran makanan dan oksigen serta membersihkan polip karang dari partikel-partikel yang menempel (Sukarno et al.

1983).

2.2 Kalsifikasi Karang

Kalsifikasi adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan rangka kapur. Syarat terjadinya reaksi pembentukan kapur adalah tersedianya ion kalsium dan ion karbonat. Ion kalsium yang tersedia di perairan berasal dari daratan melalui proses pengikisan batuan, sedangkan ion karbonat berasal dari pemecahan asam karbonat (Timotius, 2003inZamani, 2007).

(28)

karbon dioksida oleh zooxanthellae pada saat proses fotosintesis. Asam karbonat (H2CO3) berubah menjadi ion hidrogen (H+) dan karbonat (HCO3-) yang dapat

berubah menjadi H2O dan CO2. Molekul 2HCO3- dalam kolom perairan tidak

stabil, sehingga akan melakukan reaksi dengan mengikat kalsium dan membentuk Ca(HCO3)2 yang berada dalam keadaan stabil. Apabila reaksi ini berlangsung

cepat, maka keseimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan menghasilkan CaCO3 + H2CO3. Berikut ini adalah reaksi kimia proses kalsifikasi atau

pembentukan kalsium karbonat.

Kalsium karbonat atau CaCO3 yang terbentuk akan membentuk endapan

menjadi rangka bagi hewan karang, CO2 akan digunakan zooxanthellae untuk

proses fotosintesis. Peranan zooxanthellae sangat besar dalam proses kalsifikasi, sehingga kecepatan kalsifikasi bervariasi berdasarkan tingkat kedalaman.

2.3 Artificial Reef

Artificial reef atau terumbu buatan merupakan suatu kerangka atau bangunan fisik yang sengaja ditenggelamkan ke dalam perairan dan diharapkan dapat berfungsi layaknya ekosistem terumbu karang.Artificial reefberperan untuk meningkatkan kelimpahan sumberdaya perikanan seperti ikan karang dan biota-biota ekonomis lainnya. Secara fisik, terumbu buatan dapat berperan sebagai pelindung pantai, media penempelan karang, tempat berlindung bagi ikan dan biota-biota laut. D’Itri (1985) mendefenisikan bahwa artificial reef merupakan suatu ekosistem yang tersusun dari struktur benda-benda keras yang ditenggelamkan pada dasar perairan yang kurang produktif. Mineral accretion

dapat dikategorikan sebagaiartificial reef.

(29)

batu. Bentuk fish shelter tersebut bermacam-macam seperti bentuk piramida, kubus dan parabola. Fish shelter menyediakan lorong-lorong berupa ruang sebagai tempat ikan untuk berlindung.

Cornelia et al. (2005) menyatakan terumbu buatan memiliki berbagai macam manfaat dan fungsi, antara lain:

1) Gudang keanekaragaman hayati biota laut.

2) Tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan (feeding ground), berpijah (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat berlindung bagi hewan laut.

3) Tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisik dan mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi.

4) Tempat sumber bahan makanan dan obat-obatan. 5) Pelindung pantai dari hempasan ombak.

6) Sumber bangunan dan bahan-bahan konstruksi. 7) Sebagai tempat kegiatan budidaya perikanan.

8) Daerah rekreasi terutama rekreasi bawah laut. 9) Sarana penelitian dan pendidikan.

Lokasi penempatan terumbu buatan sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan. Apabila lokasi penempatan terumbu buatan tidak cocok, maka hasilnya akan kurang maksimal. Kajian studi kelayakan wilayah perlu dilakukan sebelum menenggelamkan terumbu buatan.

Lokasi penenggelaman terumbu buatan harus sesuai dengan parameter fisika-kimia perairan yang mencakup faktor-faktor pembatas pertumbuhan karang

dan biota lainnya. Nybakken (1988) menjelaskan ada tujuh faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu karang, antara lain: suhu, kedalaman, cahaya, salinitas, sedimentasi, substart dan gelombang.

(30)

ditenggelamkan pada area yang telah mengalami degradasi habitat, sehingga secara perlahan-lahan habitat tersebut mengalami perbaikan.

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lokasi terumbu buatan (Wiradisastraet al. 2004

inCoreneliaet al. 2005)

No. Parameter Sangat Sesuai

Penerapan atau pengaplikasian terumbu buatan dengan menggunakan teknik mineral accretion harus disesuaikan dengan peruntukannya. Jika teknik

mineral accretion digunakan sebagai media transplatasi karang, maka laju mineralisasi pada katoda dapat dipercepat.

Berbeda dengan penerapan teknik mineral accretion untuk keperluan

recruitment karang secara alami, proses mineralisasi pada katoda hendaknya diperlambat. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi proses mineralisasi lebih cepat daripada pertumbuhan larva karang, sehingga larva karang tidak tertutupi oleh padatan yang dihasilkan teknik mineral accretion. Arus yang dialirkan pada katoda harus lebih rendah atau dapat pula dilakukan pemutusan aliran listrik sementara, guna memberikan kesempatan pada larva karang untuk

(31)

2.4 Mineral Accretion

2.4.1 Definisimineral accretion

Mineral accretion dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan padatan mineral dan merupakan salah satu metode untuk pembentukan terumbu buatan dengan memakai prinsip kalsifikasi. Metode mineral accretion adalah suatu teknik untuk menghasilkan terumbu buatan dengan cara mengalirkan arus listrik kepada kerangka besi, sehingga terjadi proses elektrolisis. Proses elektrolisis ini akan menyebabkan mineral-mineral yang terlarut dalam air laut dapat didepositkan dalam bentuk padatan pada kerangka besi (Gambar 3). Arus listrik yang dialirkan melalui katoda dan anoda adalah arus lemah dan cukup untuk memicu terjadinya proses elektrolisis, sehingga proses reduksi dan oksidasi terjadi secara berulang-ulang disekitar katoda (Sabater dan Yap, 2004). Terumbu buatan yang dihasilkan melalui teknikmineral accretionmemiliki komposisi yang sangat mirip dengan terumbu alami yang dihasilkan terumbu karang.

Gambar 3. Padatanmineralyang menempel pada kerangka besi

Foto: Hydrobiology-IPB

(32)

Metodemineral accretion menghasilkan bahan penyusun padatan mineral

seperti CaCO3 dan Mg(OH)2 dengan cara menarik keluar mineral yang terlarut

dalam air laut menjadi bentuk padatan. Proses ini dilakukan dengan cara meng-elektrolisis air laut. Padatan mineral ini bukanlah hasil langsung dari proses elektrolisis, melainkan hasil sampingan dari dampak perubahan pH di daerah katoda selama proses elektrolisis air laut berlangsung (Lee, 2002).

2.4.2 Komponen-komponenbiorock

Komponen-komponen yang dibutuhkan untuk teknik mineral accretion

adalah katoda, anoda dan catu daya (Gambar 4). Kerangka modul artificial mineral accretion memiliki konduktivitas yang tinggi, yang biasa digunakan adalah terbuat dari logam. Kerangka modul berfungsi sebagai katoda, yang selanjutnya dihubungkan ke terminal negatif dari catu daya. Terminal negatif tersebut berperan untuk mensuplai elektron kepada ion-ion yang berada dalam larutan untuk mendorong terjadinya reaksi kimia. Padatan mineral terbentuk dan menempel pada kerangka atau elektroda.

(33)

Anoda merupakan elektroda yang dihubungkan dengan terminal pasitif pada catu daya dan merupakan terminal dimana elektron diambil dari ion-ion di dalam larutan untuk memfasilitasi reaksi kimia. Material anoda memiliki ketahanan yang kuat dari proses karatan atau korosi.

Catu daya merupakan komponen yang berperan dalam penyediaan aliran listrik. Pengaturan terhadap besar kecilnya voltase dan arus yang akan dialirkan diatur oleh catu daya.

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prosesmineral accretion

Menurut Lee (2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses

mineral accretion, antara lain: (1) pH. Proses elektrolisis akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai derajat keasaman laut, dan besarnya akan ditentukan oleh densitas arus yang dialirkan terhadap kedua elektroda;(2) kelarutan produk. Berhubungan dengan konsentrasi maksimal suatu larutan dalam perairan, dikenal dengan istilah tingkat kejenuhan. Apabila tingkat kejenuhan ion terlalu tinggi,

maka akan terjadi reaksi dari fase cair menjadi padatan. Hal ini terjadi karena air laut tidak mampu untuk mempertahankannya tetap dalam bentuk terlarut; (3) elektrolisis. Proses ini berhubungan dengan pengembangan gas hidrogen dari katoda; (4) voltase. Semakin besar beda voltase antara kedua elektroda maka semakin besar kemungkinan terjadinya reaksi. Perbedaan voltase dan material elektroda berperan dalam penentuan reaksi kimia yang terjadi. Sebaiknya voltase yang digunakan adalah sekecil mungkin dan cukup untuk mendorong terjadinya proses mineral accretion. Besaran voltase yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 volt; (5) arus listrik. Bila ada voltase yang menyebabkan terjadinya reaksi elektrokimia, maka besaran arus yang melewati sirkuit akan menentukan bayaknya produksi reaksi akhir di dalam sel elektrolisis, seperti gas hidrogen. Besaran arus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ampere.

2.5 RecruitmentKarang dan Kelulusan Hidup

(34)

alami maupun akibat aktifitas manusia.Recruitmentkarang merupakan proses dan peristiwa kemunculan individu-inidividu karang muda yang dihasilkan melalui reproduksi, kemudian menempel pada substrat dan menjadi bagian dari populasi. Larva karang membutuhkan substrat yang keras dan kokoh sebagai tempat untuk menempel, kemudian bermetamorfosis, tumbuh dan berkembang. Sukarno et al. (1983) menyatakan bahwa substrat yang keras diperlukan karang untuk tempat melekatnya larva, sehingga memungkinkan untuk pembentukan koloni baru. Kerangkabiorockdapat digunakan larva karang sebagai tempat penempelan.

Kelimpahan recruitment karang keras merupakan salah satu variabel pengukuran tingkat pemulihan suatu wilayah ekosistem terumbu karang. Richmond and Hunter (1990), proses recruitment karang merupakan indikator yang penting untuk regenerasi terumbu karang dan potensi pertumbuhannya. Proses recruitment itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kelimpahan individu karang dewasa baik dari komunitas yang sudah stabil maupun dari komunitas yang jauh, sirkulasi air laut, tipe substrat, intensitas

pemangsaan, kompetisi dengan makroalga dan sedimentasi.

Pola sirkulasi laut yang kompleks, baik dulu maupun sekarang membentuk batas-batas biogeografik yang menentukan batas wilayah biogeografik (Veron, 1995). Kualitas lingkungan (kondisi perairan) berperan besar dalam proses reproduksi karang, recruitment dan juga keberhasilan hidup recruitment. Larva karang yang telah menempel pada substrat tidak semuanya dapat bertahan hidup atau berhasil menjadi karang dewasa.

(35)

bakteri Micrococcus luteus memicu terjadinya penempelan karang jenis

Pocillopora damicornis dan bakteriMarinomonas communis adalah pionir untuk mendorong terjadinya penempelan karang Acropora tenuis. Richmond (1997) menjelaskan adanya sinyal kimia antara kelompok crustose coralline algae

tertentu dengan jenis karang tertentu dalam proses kolonisasi tersebut. Apabila substrat telah cocok dan memiliki biological films, maka planula karang akan melakukan pelekatan dengan menggunakan permukaan aboral, melepaskan lapisan matriks organik, kemudian melakukan deposisi rangka karbonat (Rudi, 2006).

2.6 Pola Suksesi padaBiorock

Modul biorock yang ditenggelamkan di dasar perairan akan membentuk suatu ekosistem tertentu pada waktu tertentu. Proses pembentukan dan perkembangan ekosistem ekosistem tersebut dikenal dengan suksesi ekologi. Menurut Irwan (1992) suksesi merupakan pergantian jenis pionir oleh

(36)

Laut Jawa

Pulau Jawa

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010-Oktober 2010 di area penenggelaman artificial biorock, yang berlokasi di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu-DKI Jakarta. Biorock terletak pada posisi geografis 5o44’17.8” LS dan 106o36’32.4” BT. Pengamatan terhadap biorock dan non-biorock dilakukan satu bulan sekali. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.

(37)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini digunakan beberapa alat dan bahan, disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Daftar alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian

No. Nama Kegunaan

1. Kapal Sebagai Alat Transportasi Laut

2. GPS (Global Positioning System) Untuk Mengetahui Posisi Geografis

3. Alat Selam SCUBA Untuk Melakukan Penyelaman

4. Modul Mineral Accretion Objek Pengamatan

5. Jangka Sorong MengukurRecruitmentKarang

6. Sabak dan Pensil Alat Tulis Bawah Air

7. Underwater Camera Dokumentasi

8. Buku Identifikasi Karang, Ikan dan Biota Laut Untuk Mengenal Nama Ilmiah

9. Termometer Mengukur Temperatur Perairan

10. Refroktometer Mengukur Salinitas Perairan

11. Digital Multimeter Mengukur Derajat Keasaman

12. Seichi Disc Mengukur Kecerahan Perairan

13. Floating Droudge Mengukur Kecepatan

14. DO meter Mengukur oksigen terlarut

3.3 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode Pengamatan Langsung. Pengamatan dilakukan terhadap organisme bentik yang menempel pada modul biorock dan non-biorock. Semua jenis organisme bentik yang menempel pada modul akan dicatat, kemudian data tersebut akan digunakan untuk memahami pola suksesi yang terjadi pada modulmineral accretion.

Khusus untuk terumbu karang, pencatatan data terhadap hewan karang yang menempel pada modul akan melibatkan ukuran koloninya, selanjutnya koloni karang yang menempel akan diberi tanda. Hal ini bertujuan untuk melihat laju pertumbuhan karang, rasio mortalitas dan tingkat keberhasilan recruitment

(38)

sejak penenggelaman biorock). T1 adalah waktu pengamatan pada bulan

berikutnya, apabila ada karang baru yang menempel akan langsung diberi tanda baru dan datanya akan dicatat. Koloni karang yang hilang diasumsikan dalam kategori karang mati atau keberhasilan hidupnya gagal. Demikian pencatatan data pada bulan-bulan berikutnya sampai batas waktu yang telah ditentukan, yaitu T2,

T3, T4, T5sampai dengan T6.

Komponen abiotik dan biotik merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi recruitment dan keberhasilan hidupnya. Komponen abiotik berperan sebagai faktor pembatas untuk penempelan karang pada modul mineral accretion dan kelangsungan hidup karang. Komponen abiotik ini terdiri dari parameter fisika dan kimia perairan (kecerahan, temperatur, salinitas, pH, kecepatan dan arah arus serta sedimentasi). Sedangkan komponen biotik lebih mengacu terhadap pola assosiasi karang terhadap organisme bentik lainnya (pemangsaan, kompetisi ruang dan penyakit).

3.4 Analisis Data

3.4.1 Kekayaan jenisrecruitmentkarang

Kekayaan jenis recruitment karang dianalisis secara kualitatif dalam data binary (0 dan 1), analisis ini didasarkan atas keberadaan jenis karang tertentu yang menempel pada modulmineral accretion. Data dengan nilai 0 artinya jenis karang tersebut tidak ditemukan, sedangkan data dengan nilai 1 menjelaskan bahwa jenis karang ditemukan pada modulmineral accretion.

3.4.2 Laju pertumbuhan dan kelulusan hidup karang

Ada dua jenis laju pertumbuhan yang akan dianalisis, yaitu laju pertumbuhan bulanan dan laju pertumbuhan akhir/mutlak. Laju pertumbuhan bulanan adalah dengan membandingkan ukuran koloni setiap bulannya (T0-T1; T1

-T2; T2-T3; T3-T4; T4-T5; T5-T6). Sedangkan laju pertumbuhan akhir/mutlak adalah

dengan membandingkan ukuran koloni karang dari awal sampai akhir (T0-T6).

(39)

keterangan : β = Laju pertumbuhan (mm/bulan)

Lt = Ukuran koloni karang pada waktu-T

L0 = Ukuran koloni karang pada saat T0

Sintasan atau kelulusan hidup karang dihitung dengan menggunakan rumus:

keterangan : S = Sintasan karang (%)

Nt = Jumlah koloni karang pada waktu-T

N0 = Jumlah koloni karang pada saat T0

(40)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lingkungan Perairan

Kualitas perairan yang diukur dalam penelitian ini meliputi parameter fisika dan kimia. Nilai parameter fisika dan kimia perairan pada lokasi

pengamatan disajikan pada Tabel 3 dan 4. Secara umum, kondisi lingkungan perairan tempat penelitian dilakukan masih mendukung terhadap kehidupan dan pertumbuhan terumbu karang dan biota lainnya.

Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh angin musim, ada empat jenis musim yang terjadi di perairan Kepulauan Seribu, yaitu musim barat, musim peralihan barat-timur, musim timur, dan musim peralihan timur-barat. Penelitian dilakukan penulis pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010.

Waktu penelitian ini mewakili tiga musim, yaitu: (1) April-Juni, musim peralihan barat-timur; (2) Juni-September, musim timur; dan (3) September-Oktober mewakili musim peralihan timur-barat. Musim memiliki pengaruh langsung terhadap terumbu karang yaitu kompetisi karang dengan makroalga. Polusi, sampah anorganik dan sedimentasi dari Teluk Jakarta mempengaruhi kelangsungan hidup terumbu karang di Kepulauan Seribu, itulah sebabnya degradasi ekosistem terumbu lebih parah pada area yang lebih dekat dengan daratn utama (Jakarta). Ekosistem di area yang lebih dekat dengan daratan utama menerima dampak yang lebih besar. Sedimentasi di Teluk Jakarta berasal dari aliran sungai dan pembangunan yang terus menerus terjadi di sekitar pantai.

Tabel 3. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan pada tahun 2010

Parameter Satuan April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Suhu oC 29 29 29 29 30 30 29 Kecepatan Arus m/s 0.07 0.06 0.07 0.08 0.08 0.07 0.08

Kecerahan M 6 6 6 6 6 6 6

(41)

Tabel 4. Nilai parameter fisika-kimia perairan pada tahun 2009 (Abdallah, 2010)

Parameter Satuan April Mei Juni Juli Agust Sept Okt

TSS mg/l 6.00 6.00 5.00 6.00 4.00 6.00 6.00

PO4-P mg/l 0.09 0.03 0.08 0.02 0.06 0.07 0.05

NO3-N mg/l 0.014 0.005 0.002 0.009 0.222 0.030 0.060

Suhu perairan merupakan faktor pembatas peyebaran terumbu karang, khususnya mengenai kebutuhan akan energi bagi alga simbion karang. Hasil

pengukuran memperlihatkan bahwa fluktuasi suhu dan salinitas perairan bulanan adalah rendah, fluktuasi tersebut masih dalam batas toleransi. Suhu permukaan berkisar antara 29o-30oC, sedangkan kisaran nilai salinitas antara 30-31‰.

Kecerahan perairan dipengaruhi oleh padatan tersuspensi total (TSS), kedua parameter fisika ini berbanding terbalik. Bila nilai TSS rendah maka kecerahan perairan akan meningkat. TSS dapat mempengaruhi kehidupan biota-biota laut, termasuk terumbu karang. Pengaruh langsung TSS terhadap karang adalah menghalangi atau mengurangi cahaya matahari, sehingga proses fotosintesis oleh simbion karang akan terhambat. Hasil pengukuran terhadap kecerahan memperlihatkan bahwa cahaya matahari tembus sampai ke dasar perairan.

Menurut Abdallah (2010), kandungan fosfat pada lokasi penenggelaman

(42)

Gambar 6. Lokasibiorockberdekatan dengan keramba apung dan pemukiman

4.2 Biota yang Menempel padaBiorock

Penenggelaman biorock bertujuan untuk merehabilitasi atau memperbaiki habitat terumbu karang yang rusak. Biorock diharapkan dapat menjadi wadah penempelan karang, organisme bentik, feeding ground, spawning ground, dan

nursery ground bagi ikan karang. Secara ekologis, biorock diharapkan dapat berfungsi seperti ekosistem terumbu karang alami. Pada tahap awal penenggelaman biota yang mengisi kerangka biorock bukanlah terumbu karang, melainkan teritip (Gastropoda),ascidian,sponge, makroalga danturf algae.

Pada awal penelitian kerangka biorock dan non-biorock telah ditumbuhi oleh berbagai organisme bentik, termasuk karang. Secara umum, komunitas

L o k a s i B i o r o c k

Keramba Apung

Pemukiman (Pulau Pramuka)

(43)

bentik yang ditemukan pada awal penelitian relatif didominasi oleh biota perintis seperti alga dan ascidians. Keberadaan berbagai jenis biota bentik tersebut menunjukkan bahwa biorock telah dimanfaatkan sebagai tempat hidup. Dalam penelitian ini ditemukan persaingan terhadap ruang oleh beberapa biota yang menempel, seperti antara sponge denganturf algae, ascidian maupun makroalga. Jenis-jenis biota yang ditemukan selama penelitian padabiorockdan non-biorock

disajikan pada Gambar 7.

A B

C D

(44)

Gambar 7. Biota-biota yang ditemukan padabiorockdannon-biorock. A. Sabellastarte indica, B. Didendum molle, C. Atriolum robustum, D. Aplidium breviventer, E. Caulerpa racemose, F.

Clathria sp, G. Haliclona sp, H. Echinotrix calamaris, I.

Halimeda macroloba, J. Marganipora vertebralis, K. Padina gymnospora, L.Plathyhelminthes sp, M.Pseudoceros sp.

J K

F G

H I

(45)

Seiring dengan peningkatan kekayaan jenis dan pertumbuhan organisme bentik maka besaran penutupan alga dan ascidians semakin berkurang, terjadi pergantian komposisi organisme bentik. Sponge merupakan kompetitor superior terhadap makroalga dan ascidians, sponge dapat menyingkirkan dominasi makroalga danascidians.

Kehadiran hewan herbivora seperti Diademadan ikan herbivora memiliki dampak yang besar terhadap komposisi penutupan alga pada kerangka biorock

dan non-biorock. Dominasi alga terlihat berkurang seiring dengan dengan peningkatan kelimpahanDiademadan ikan herbivora. Hal ini menjelaskan bahwa kehadiran hewan-hewan herbivora dapat membantu terumbu karang untuk bersaing dengan alga.

Pola suksesi dan proses pergantian komposisi organisme bentik pada

artificial biorock sangat perlu untuk dikaji lebih detail, pengamatan perlu dilakukan sejak penenggelaman. Data komposisi awal organisme penyusun kerangka biorock pada penelitian ini tidak diperoleh karena pengamatan awal dilakukan setelah dua belas bulan penenggelaman.

Terumbu buatan yang ditenggelamkan di dasar perairan akan membentuk suatu ekosistem tersendiri pada waktu tertentu. Biorock dan non-biorock yang diamati dalam penelitian ini telah ditumbuhi terumbu karang dan berbagai macam biota laut. Biota-biota tersebut merupakan biota-biota yang umum terdapat pada ekosistem terumbu karang alami.

Kehadiran ikan karang juga semakin lama semakin melimpah, hal ini terlihat ketika membandingkan saat awal dan akhir penelitian. Pada awal pengamatan ikan yang terdapat disekitar artificial biorock masih sedikit, namun kelimpahan ikan meningkat pada akhir-akhir pengamatan. Kelimpahan ikan dan

biota-biota lainnya berbanding lurus dengan laju pertumbuhan dan peningkatan jumlah koloni karang.Biorockdannon-biorocktelah dijadikan berbagai jenis ikan karang sebagai tempat tinggal, tempat berlindung dan tempat mencari makan (Gambar 8 dan Gambar 9). Ikan karang yang ditemukan di sekitar biorock dan

(46)

Gambar 8. Ikan karang memanfaatkanartificial reefsebagai tempat berlindung

Ikan karang merupakan organisme laut tropis yang sangat banyak ditemukan di ekosistem terumbu karang. Sebagian besar ikan menggantungkan hidupnya dengan terumbu karang seperti mencari makan, tempat berlindung dari predator dan bereproduksi dan membesarkan anak sehingga disebut dengan ikan karang. Secara umum, ikan terumbu atau yang biasa disebut dengan ikan karang dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

(1)Kelompok ikan target. Disebut ikan target adalah karena kelompok ikan ini merupakan sasaran tangkap para nelayan.

Arothron

(47)

(2)Kelompok ikan indikator. Disebut ikan indikator adalah karena keberadaan kelompok ikan ini dapat dijadikan sebagai bio-indikator terhadap kondisi ekosistem terumbu karang.

(3)Kelompok ikan mayor utama. Studi mengenai fungsi dan peranan kelompok ikan mayor utama dalam ekosistem terumbu karang masih sangat sedikit. Oleh sebab itu fungsi dan peranan ikan mayor utama masih belum dapat diinterpretasikan dengan detail, kecuali sebagai mata rantai dalam sistem ekologi dan jejaring makanan ekosistem terumbu karang. Kelompok ikan mayor utama sering dieksploitasi nelayan tertentu, yang kemudian dijual sebagai ikan hias dalam aquarium air laut.

Gambar 9. Ikan karang memanfaatkanartificial reefsebagai sumber makanan

Plectorhinchus

(48)

Apa hubungan ikan-ikan tersebut dengan artifiacial reef dan mengapa ikan-ikan tersebut menempati area artificial reef?. Diduga, keberadaan ikan karang di area artificial biorock dan non-biorock adalah untuk mencari makan (berupa ikan-ikan kecil, invertebrata dan hewan bentik lain) dan sebagai tempat berlindung. Oleh sebab itu, penenggelaman artificial biorock dapat berperan untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap.

Terumbu karang, biota-biota, dan ikan karang telah terpadu menjadi satu kesatuan, saling terkait dan membuat suatu paduan bentuk kehidupan, sehingga

artificial biorock tersebut telah membetuk suatu ekosistem yang sangat mirip dengan ekosistem terumbu karang alami. Kehadiran biota laut dan ikan karang memberi gambaran bahwaartificial biorock telah berperan sebagai tempat hidup, mencari makan dan berlindung dari predator.

4.3 RecruitmentKarang

Reproduksi dan recruitment memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian terumbu karang. Menurut Munasik dan Widjatmoko (2005) salah satu aspek penting dalam reproduksi karang adalah

spawning (pemijahan). Recruitment karang merupakan proses dan peristiwa kemunculan individu-inidividu karang muda yang dihasilkan melalui reproduksi, kemudian menempel pada substrat dan menjadi bagian dari populasi. Larva karang yang mengakhiri kehidupannya sebagai organisme planktonik, lalu menempel pada substrat yang cocok disebut sebagai proses recruitment (Rudi, 2006).

Jenis karang yang menempel pada biorock pada awal pengamatan (T0) sebanyak 7 genera yang tergabung ke dalam 4 jenis famili, pada non-biorock

sebanyak 6 genera dan 3 jenis famili. Bentuk pertumbuhan karang sebanyak 6

(49)

kerangka non-biorock adalah 33 koloni/unit. Semakin luas permukaan substrat yang tersedia maka kelimpahan karang yang menempel secara alami diduga akan semakin meningkat.

Lebih tingginya kelimpahan recruitment karang pada biorock

menunjukkan bahwa tingkat kelulusan hidup recruitment karang pada biorock

lebih besar dibandingkan non-biorock. Lebih rendahnya kelimpahan recruitment

karang padanon-biorock diduga berhubungan dengan sifat asam atau korosi dari kerangka besi yang dapat mempengaruhi pembentukan lapisan biologis (biological films). Menurut Harrisson dan Wallace (1990) substrat yang bersifat asam dapat mempengaruhi terbentuknya lapisan biologis, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan larva karang untuk menempel.

Sumber larva karang yang menempel pada objek pengamatan belum diketahui berasal dari daerah mana, karena penelitian ini tidak mengkaji pola sirkulasi massa air. Artificial biorock yang diamati terdapat pada hamparan pasir yang tidak terdapat terumbu karang. Larva karang memiliki sifat planktonik sehingga pergerakannya sangat dipengaruhi oleh pergerakan massa air. Sumber larva dapat diketahui melalui pemodelan arus dan uji genetika. Pola pergerakan massa air di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya disajikan pada Gambar 10 sampai Gambar 13.

(50)

Gambar 11. Pola arus di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya saat pasang tertinggi (PKSPL-IPB, 2010)

(51)

Gambar 13. Pola arus di perairan Kepulauan Seribu dan sekitarnya saat surut terendah (PKSPL-IPB, 2010)

Proses mineral accretion pada kerangka biorock dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya korosi, karena permukaan kerangka besi akan tertutupi oleh kalsium karbonat. Dalam prosesnya, penempelan karang pada substrat akan diikuti oleh kalsifikasi atau pembentukan kalsium karbonat. Oleh sebab itu, kalsium karbonat yang dihasilkan melalui mineral accretion pada kerangka

biorockakan bersinergi dengan kebutuhan larva karang.

Acropora merupakan jenis genera karang yang memiliki kelimpahan tertinggi, baik pada biorock (47%) maupun non-biorock (73%). Tingginya kelimpahan Acropora diduga disebabkan oleh densitas larva yang tinggi, serta memiliki kemampuan rekrut yang lebih baik. Acropora merupakan salah satu jenis karang yang paling banyak ditemukan di Kepulauan Seribu, khususnya di sekitar area yang berbatasan dengan lokasi penelitian. Oleh sebab itu, densitas

larva karang Acropora lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis karang yang lain. Genera karang yang memiliki kelimpahan terendah pada biorock adalah

(52)

adalah Stylophora (1%). Persentase kelimpahanrecruitment karang pada biorock

dannon-biorockdapat dilihat pada Gambar 14.

Pada akhir pengamatan yaitu Bulan Oktober 2010 (T6) jenis karang yang menempel pada biorock sebanyak 10 genera dan terdiri dari 6 famili. Dalam rentang waktu pengamatan antara T0-T6 terjadi peningkatan kekayaan jenis karang sebanyak 3 genera dan 2 famili, yaitu Pavona (Agariciidae), Millepora

(Milleporidae) dan Stylophora (Pocilloporidae). Millepora memiliki bentuk pertumbuhan atau life form Coral Millepora (CME), sehingga total jenis bentuk pertumbahan karang selama pengamatan adalah sebanyak 7 jenis. Kekayaan jenis karang yang menempel padabiorockdannon-biorockdisajikan dalam Tabel 5.

Gambar 14. Persentase kelimpahanrecruitmentkarang

Tabel 5. Daftar kekayaan jenis karang padabiorockdannon-biorock

(53)

No. Famili Genera Life Form

Non-Biorock

1. Acroporidae Acropora

- Branching

- Digitate

- Tabulate 2. Faviidae Favia Massive 3. Faviidae Goniostrea Massive 4. Poccilloporidae Pocillopora Submassive 5. Poccilloporidae Stylophora Submassive 6. Poccilloporidae Seriatopora Branching

Recruitment karang tidak hanya terjadi pada kerangka biorock dan non-biorock, recruitment juga terjadi pada dead coral algae, cable ties (pengikat transplantasi karang), paralon, dan lempengan beton yang terdapat pada kerangka (Gambar 15). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa larva karang tidak melakukan identifikasi awal atau seleksi awal terhadap substrat penempelannya.

Gambar 15.Recruitmentkarang di luarbiorockdannon-biorock. A. Di atas karang mati yang telah ditutupi alga, B. Pada cable ties, C. Pada paralon, D. Pada Lempeng beton

A

B

(54)

4.4 PolaRecruitmentKarang padaBiorock

Pola recruitment karang yang terdapat pada biorock memiliki ciri dan karakteristik tersendiri bila dibandingkan dengan pola recruitment yang terdapat pada ekosistem terumbu karang. Keunikan recruitment karang pada biorock

adalah sebagian besar planula karang menempel di bawah rangka besi (Gambar 16). Pola recruitment karang tersebut diduga karena empat hal, yaitu (1) larva karang bersifat fototaksis negatif; (2) terlindung dari predator dan sedimentasi; (3) tingkat preferensi; dan (4) lebih terlindung dari arus perairan.

Fenomena penempelan karang yang secara umum terjadi di bawah kerangka memperlihatkan bahwa larva karang sepertinya memiliki sifat fototaksis negatif atau menghindari cahaya. Larva karang masih belum membutuhkan cahaya matahari secara besar-besaran untuk proses fotosintesis. Larva karang belum memiliki tentakel untuk mengambil makanan, mulut larva belum terbuka terhadap rongga perut, dan enzim pencernaan belum diproduksi. Menurut Richmond (1997) sumber makanan bagi kebutuhan larva karang diperoleh dari organisme simbion, yaitu berupa alga zooxanthellae yang dapat berada dalam jaringan karang sejak periode larva.

Dugaan lain tentang keunikan pola recruitment karang tersebut berhubungan dengan pemangsaan dan sedimentasi. Larva karang yang berada di bawah kerangka relatif lebih terlindung, sehingga sulit terjangkau oleh pemangsa, sedangkan larva yang menempel di atas kerangka lebih terekspos terhadap pemangsa. Partikel-partikel atau sedimen yang terperangkap di bagian atas lebih tinggi dibandingkan pada bagian bawah kerangka. Oleh sebab itu, larva karang yang berada di bagian atas memperoleh dampak sedimentasi yang lebih besar,

sehingga larva karang sangat susah untuk bermetamorfosis. Sedimen berasal dasar perairan, pengadukan terjadi akibat pasang surut, gelombang, pembangunan

(55)

Frekuensi pengadukan substrat dasar oleh baling-baling cukup tinggi karena lokasibiorockterletak di depan restoran (Nusa Resto). Jumlah pengunjung ke Nusa Resto berbanding lurus dengan banyaknya kapal yang berlabuh di area

biorock (Gambar 17). Status Kepulauan Seribu sebagai daerah wisata bahari menyebabkan pengunjung ke Nusa Resto cukup tinggi, terutama pada saat liburan danweekend.

Gambar 16. Beberapa contoh karang yang menempel dari bawah kerangka

(56)

Seiring dengan pertambahan ukuran koloni, zooxanthellae membutuhkan cahaya matahari yang lebih besar, karang berubah menjadi fototaksis positif. Hal ini terlihat dari pola pertumbuhan dan perkembangan karang yang cenderung terbentuk ke arah datangnya matahari, karang terlihat melengkung dari bawah ke atas (Gambar 18).

Gambar 18. Pertumbuhan koloni karang melengkung ke arah cahaya matahari

(57)

lebih terfokus melakukan kalsifikasi menyebar memanjang mengikuti bentuk katoda dan menutupi seluruh permukaan katoda. Setelah rangka katoda tertutupi oleh kalsifikasi, fokus pertumbuhan karang beralih untuk memperbanyak dan memperpanjang cabang (khusus untuk karang branching), pertumbuhan karang

massive terfokus untuk pertambahan tinggi. Pocillopora damicornis tumbuh dan berkembang membentuk bulatan seperti bola, berbeda dengan pola pertumbuhannya pada habitat alami. Perbedaan pola pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh ketersedian ruang, pertumbuhan Pocillopora damicornis pada kerangka katoda dapat dilakukan ke segala arah, berbeda dengan habitat alaminya yang hanya menyediakan ruang tumbuh ke samping dan ke atas (Gambar 19).

Gambar 19.Pocillopora damicornistumbuh membentuk bulatan

4.5 Kelulusan HidupRecruitmentKarang

Keberhasilan larva karang menempel pada substrat, menjadi organisme bentik yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi karang dewasa serta

bereproduksi merupakan suatu proses untuk mempertahankan kelangsungan hidup terumbu karang. Bila ditinjau dari manfaatnya, maka penerapan sistem biorock

(58)

karang yang rusak. Dalam implementasinya, sistembiorockdapat dikombinasikan dengan transplantasi karang. Penelitian penggabungan teknik transplantasi karang dengan biorock telah dilakukan oleh Mamesah pada Tahun 2009. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelangsungan hidup transplantasi karang pada akhir pengamatan tergolong baik, dimana tingkat kelangsungan hidup karang

Acropora sp sebesar 83,33%. Sedangkan menurut Prasojo (2010) nilai rata-rata kelangsungan hidup transplantasi karang (Acropora cytherea, Acropora tenuis

danEchinopora lamellose) padabiorockberkisar antara 80-100%.

Hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap kelulusan hidup karang yang menempel secara alami pada biorock dan non-biorock berkisar antara 64-100% (Lampiran 1). Nilai kelulusan recruitmentkarang padabiorock lebih tinggi bila dibandingkan dengan non-biorock, khususnya untuk jenis Acropora dan

Pocillopora damicornis (Gambar 20). Akan tetapi, karang massive dan

Seriatopora hystrix pada biorock dan non-biorock memiliki tingkat kelulusan hidup yang sama, yaitu 100%. Hal ini menjelaskan bahwamineral accretiontidak berpengaruh terhadap kelulusan hidup karangmassivedanSeritopora hystrix.

Karang massivemerupakan salah satu jenis karang yang dikenal memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Secara umum, karang massive

bereproduksi dengan cara memijah. Mekanisme pemijahan tersebut memungkinkan terjadinya fertilisasi silang, sehingga menghasilkan larva karang yang bersifat heterozigot. Oleh sebab itu, karang massive memiliki kemampuan bertahan hidup dan beradaptasi lebih baik pada habitat yang baru. Jenis karang

Stylophora pada non-biorock memiliki tingkat kelulusan hidup 100%. Tingkat kelulusan hidup karang Stylophora pada biorock belum diketahui, karena jenis karang ini tidak ditemukan pada saat pengamatan awal.

Gambar

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lokasi terumbu buatan (Wiradisastra et al. 2004in Corenelia et al
Gambar 3. Padatan mineral yang menempel pada kerangka besi
Gambar 4. Ilustrasi sistem kerja biorock dan beberapa komponen utama(Design gambar: Rizaldi)
Gambar 5. Peta lokasi penelitian, Pulau Pramuka-DKI Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Manado, Puskesmas Tuminting, Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas Wenang belum sesuai dengan pedoman pengelolaan

memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

Pada jarak lebih dari 3 Km, masyarakat yang berubah perlaku belanjanya adalah golongan masyarakat kelas atas dengan perubahan berbelanjanya berupa frekuensi belanjanya menjadi 1

Organizational support menghasilkan suatu perasaan wajib bagi karyawan untuk membantu organisasi mencapai tujuannya dan meningkatkan komitmen terhadap organisasi

usahanya untuk mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rencananya perusahaan pelat merah tersebut  akan  melepaskan  tiga  anak  usahanya.  Pertama,  ADHI 

Pada condensate tan' dilengkapi dengan 6ater Spray Syste" yang digunakan untuk mendinginkan tangki pada saat kebakaran atau 6ika suhu di dalam tangki naik dan ter6adi

Definisi yang sama pula terdapat dalam PP nomor 82 tahun 2001 menjelaskan bahwa pencemaran air adalah masuk dan/atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi