• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Ukuran Screen dan Die Terhadap Kualitas Fisik Pelet dan Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Ukuran Screen dan Die Terhadap Kualitas Fisik Pelet dan Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN UKURAN

SCREEN

DAN

DIE

TERHADAP

KUALITAS FISIK PELET DAN PERFORMA

TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

HERU NUGRAHA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbedaan ukuran screen dan die terhadap kualitas fisik pelet dan performa tikus putih (Rattus norvegicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HERU NUGRAHA. Perbedaan Ukuran Screen dan Die Terhadap Kualitas Fisik Pelet dan Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus). Dibimbing oleh HERI AHMAD SUKRIA dan ANURAGA JAYANEGARA.

Penelitian dilakukan untuk mendapatkan pakan tikus putih (Rattus norvegicus) bentuk pelet pada fase pertumbuhan yang memiliki kualitas fisik dan performa tikus terbaik. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 × 2 yaitu ukuran screen ( 3 dan 5 mm) sebagai faktor pertama dan ukuran die (4 dan 16 mm) sebagai faktor ke dua. Pelet perlakuan adalah P1 (screen 3 mm die 4 mm), P2 (screen 3 mm die 16 mm), P3 (screen 5 mm die 4 mm) dan P4 (screen 5 mm die 16 mm). Studi pengujian kualitas fisik dilakukan empat ulangan pada setiap perlakuan. Parameter yang di ukur adalah durabilitas, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis pelet. Studi in vivo dilakukan lima ulangan pada setiap perlakuan. Parameter yang di ukur adalah pertambahan bobot badan, konsumsi, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Data dianalisis menggunakan Analysis of variance (ANOVA) dan jika berbeda nyata di uji lanjut menggunakan uji selang berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukan interaksi antara screen dan die meningkatkan durabilitas (P<0.01), berat jenis (P<0.01), konsumsi (P<0.01) dan pertambahan bobot badan (P<0.05). Pelet P1 menunjukan kualitas fisik terbaik dan pelet P2 menunjukan performa tikus terbaik. Kata kunci: durabilitas, hammermill, kecernaan, Sprague Dawley, ukuran screen

ABSTRACT

HERU NUGRAHA. Differences of Screen and Die Size on Physical Quality of Pellet and Performance of White Rat (Rattus norvegicus). Supervised by HERI AHMAD SUKRIA and ANURAGA JAYANEGARA.

The purpose of study was to obtain pellets feed for White Rats (Rattus norvegicus) on growth phase form which has the best physical quality of pellets and rats performance. The research was carried out using factorial randomized complete design 2 x 2. The first factor was screen size (3 mm and 5 mm) and the second factor was die size (4 mm and 16 mm). The treatments were P1 (screen 3 mm die 4 mm), P2 (screen 3 mm die 16 mm), P3 (screen 5 mm die 4 mm), P4 (screen 5 mm die 16 mm). The study on physical quality of pellets was performed in four replications for each treatment. Parameters measured were durability, bulk density, density compacted and true density. The study on in vivo trial on rats was conducted in five replications for each treatment. Parameters measured were body weight gain, consumption, dry matter digestibility, and organic matter digestibility. Data were analyzed using Analysis of variance and Duncan multiple range test. The result showed that there was an interaction effect between screen and die size on durability (P<0.01) and true density (P<0.01) of pellets, and body weight gain (P<0.05) and consumption (P<0.01) of the rats. It was concluded that pellet P1 has the best physical quality and P2 showed the best performance of rats.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PERBEDAAN UKURAN

SCREEN

DAN

DIE

TERHADAP

KUALITAS FISIK PELET DAN PERFORMA

TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

HERU NUGRAHA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perbedaan Ukuran Screen dan Die Terhadap Kualitas Fisik Pelet dan Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Nama : Heru Nugraha NIM : D24080374

Disetujui oleh

Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MAgrSc Pembimbing I

Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Mei 2013 ini membahas tentang kualitas dan sifat fisik pelet untuk tikus putih pada masa pertumbuhan dan performa tikus yang mengkonsumsi pelet tersebut.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Bahan 2

Alat 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Prosedur Percobaan 3

Pembuatan Pelet 3

Pengujian Kualitas dan Sifat Fisik Pelet 3

Pemeliharaan Tikus 4

Koleksi Feses 5

Rancangan Percobaan 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Tingkat Kehalusan Bahan Baku Hasil Penggilingan dengan Ukuran Screen

yang berbeda 6

Kualitas dan Sifat Fisik Pelet dengan Ukuran Screen dan Die yang berbeda 7

Kualitas Fisik Pelet 7

Sifat Fisik pelet 8

Performa Tikus Putih (Rattusnorvegicus) yang Diberi Pelet dengan Ukuran

Screen dan Die Berbeda 9

Korelasi Antar Peubah 11

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 21

(12)

DAFTAR TABEL

1 Bahan baku pakan yang digunakan, komposisi penggunaan dalam formula dan kandungan zat makanan pelet tikus 2 2 Tingkat kehalusan jagung hasil penggilingan jagung dengan

hammermill berbeda screen 6

3 Sifat fisik dan kadar air pelet yang dipengaruhi oleh ukuran screen dan

die berbeda 8

4 Rataan konsumsi dan pertambahan bobot badan tikus putih yang diberi pelet dengan screen dan die berbeda (as fed) 9 5 Rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik tikus putih yang

diberi pelet dengan screen dan die berbeda 10

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk pelet penelitian 3

2 Interaksi antara pengaruh ukuran screen dan die terhadap durabilitas

pelet 7

3 Mesin hammermill dan screen yang digunakan 19 4 Mesin pelet A (die 4 mm tipe flat die), mesin pelet B (die 16 mm tipe

diering) 19

5 Skema proses pembuatan pakan pelet 20

6 Kotak kandang tikus dan tikus putih penelitian 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam durabilitas pelet 14

2 Hasil sidik ragam kerapatan tumpukan 14

3 Hasil sidik ragam kerapatan pemadatan tumpukan 14 4

Hasil sidik ragam berat jenis Hasil sidik ragam konsumsi harian Hasil sidik ragam konsumsi total

Hasil sidik ragam pertambahan bobot badan harian Hasil sidik ragam pertambahan bobot badan total Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering

Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik Persentase pelet terbuang saat pemeliharaan Nilai korelasi antar peubah

Mesin Hammermill dan ukuran screen

Mesin pelet yang digunakan dalam penelitian

(13)

PENDAHULUAN

Penggunaan hewan uji coba menjadi kebutuhan utama untuk menunjang kemajuan ilmu pengetahuan terutama bidang kedokteran. Hewan uji coba yang sering digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague Dawley yang memiliki kemampuan berkembangbiak cepat, tahan terhadap agen infeksi dan mudah dipelihara. Penyediaan tikus putih menjadi sangat penting dan ketersediaannya dipengaruhi oleh pola pemeliharaan peternak tikus dalam menjamin kualitas dan kuantitas tikus putih yang dihasilkan.

Pakan khusus tikus skala industri belum banyak tersedia. Sebagian peternak tikus memakai pakan ayam sebagai pakan tikus dikarenakan ketersediaannya yang masih sedikit. Padahal kebutuhan zat makanan masing-masing hewan tersebut berbeda dan memengaruhi efisiensi penggunaan pakan oleh tikus. Baker et al. (1979) menyebutkan tikus lebih menyukai pakan dalam bentuk pelet dibandingkan bentuk pakan lain. Oleh karena itu diperlukan penyediaan pakan tikus bentuk pelet yang sesuai dengan kebutuhan tikus pada setiap kondisi fisiologis baik pada fase pertumbuhan maupun fase dewasa untuk meminimumkan biaya produksi dan memaksimalkan pertumbuhan tikus.

Mesin giling tipe hammermill dan mesin pelet menjadi alat produksi utama dalam proses pembuatan pakan pelet. Hasil dari kedua mesin tersebut sangat memengaruhi kualitas produk pelet. Bahan yang mengalami proses penghancuran dengan mesin giling hammermill akan mengalami perubahan ukuran, tergantung ukuran screen dan kecepatan putaran pada mesin tersebut. Screen adalah salah satu komponen pada mesin hammermill yang berfungsi untuk menyaring atau menyeleksi bahan setelah tertumbuk oleh palu pada mesin, sehingga bahan yang keluar memiliki ukuran partikel yang seragam. Ukuran partikel bahan menurut Saenab et al. (2010) dapat memengaruhi kekuatan pelet karena permukaan partikel bahan yang luas dapat meningkatkan interaksi antar partikel sehingga pelet menjadi tidak mudah hancur. Di samping itu, bahan baku bijian memerlukan proses pengecilan ukuran partikel sehingga bisa meningkatkan kecernaan nutrisi, homogenitas mixing dan memudahkan dalam proses ekstruksi dan pelleting (Owens 1994; Bhenke 1996; Wilson 2010).

Pakan bentuk pelet diperoleh dari proses pencetakan bahan menggunakan mesin pelet dengan ukuran diameter tertentu sehingga bahan menjadi berbentuk silinder. Bagian pencetak bahan didalam mesin pelet disebut dengan die. Bahan mengalami penggilingan dan tekanan dari roller, sehingga bahan terdorong ke dalam die dan keluar menjadi bentuk pelet. Perbedaan ukuran die pelet akan memengaruhi ukuran partikel dari produk pelet. Pengetahuan pengaruh mesin yang digunakan dalam proses pembuatan pakan terhadap kualitas fisik pelet sangat penting karena dapat digunakan dalam evaluasi produksi pakan, sehingga pelet layak untuk diproduksi dan selanjutnya dipasarkan (Kaliyan dan Morey 2009).

(14)

2

METODE PENELITIAN

Bahan

Hewan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague Dawley jenis kelamin jantan umur delapan minggu yang didapatkan dari Laboratorium Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tabel 1 menunjukan bahan baku pakan yang digunakan dalam menyusun formula, komposisi penggunaan dan komposisi zat makanan pelet penelitian.

Alat

Alat yang digunakan adalah mesin penggiling (hammermill) dengan screen 3 dan 5 mm (5 HP, 2860 RPM), mesin pelet dengan die 4 mm (1440 RPM) dan die 16 mm (10 HP, 1450 RPM), Vibrator Ball Mill Sieve German, dan Tumbler Durability Tester (RPM 50).

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2013. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Industri Pakan Ternak, analisis zat makanan

Tabel 1 Bahan baku pakan yang digunakan, komposisi penggunaan dalam formula dan kandungan zat makanan pelet tikus

Bahan baku pakan Komposisi (% as fed)

Onggok (sebagai perekat pelet) 2.00

Jumlah 102.00

Zat Makanan Komposisi(% BK)a

Bahan Kering (%) 87.08

Energi Metabolis (kkal kg-1) 3531.89

Protein Kasar (%) 13.57

Serat Kasar (%) 5.33

Lemak Kasar (%) 4.43

Ca (%) 0.87

P (%) 0.89

aSumber: Pengujian Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

(15)

3 dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan serta di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, sedangkan pemeliharaan tikus dilakukan di Unit Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan

Pembuatan Pelet

Bahan baku jagung digiling menggunakan hammermill ukuran screen 3 dan 5 mm. Semua bahan baku kemudian dicampurkan dengan jagung hasil gilingan masing-masing screen. Sebelum pemeletan, hasil pencampuran bahan baku dikondisikan kadar airnya menjadi 16 %. Setelah kadar air tercapai, dilakukan proses pemeletan menggunakan mesin pelet dengan ukuran die 4 dan 16 mm. Selanjutnya, pelet yang terbentuk didinginkan dengan cara diangin-anginkan sebelum dikemas menggunakan karung pakan. Gambar 1 menunjukan bentuk pelet penelitian pada masing-masing perlakuan.

Gambar 1 Bentuk pelet penelitian

Pengujian Kualitas dan Sifat Fisik Pelet

Kualitas fisik pelet yang diuji adalah durabilitas pelet, sedangkan sifat fisik pelet yang diuji adalah kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan berat jenis.

Ukuran partikel bahan baku (Pfost dan Headley 1976)dilakukan dengan cara memasukan jagung yang sudah digiling seberat 500 gram ke atas Vibrator Ball Mill Sieve German kemudian diayak. Tingkat kehalusan partikel bahan dihitung dengan rumus:

(16)

4

Adapun kategori tingkat kehalusan adalah sebagai berikut: a. Tingkat kehalusan 4.1≤ X ≤ 7.0 = kategori bahan kasar b. Tingkat kehalusan 2.9≤ X ≤ 4.1 = kategori bahan sedang c. Tingkat kehalusan X< 2.9 = kategori bahan halus

Durabilitas pelet (ASSAE 5269.3 1994)dilakukan dengan cara memasukan pelet seberat 500 gram ke dalam tumbler 50 RPM dan diputar selama 10 menit. Pelet disaring dengan menggunakan Vibrator Ball Mill Sieve German Nomor 8 (2.360 mm). Durabilitas pelet dihitung dengan rumus:

PDI % =berat bahan tersaringberat bahan awal (kg)(kg) x 100%

Kerapatan tumpukan (Khalil 1999) dilakukan dengan cara memasukan pelet yang diketahui beratnya ke dalam tabung ukur. Pelet dimasukan secara perlahan ke dalam tabung ukur dengan bantuan corong. Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus:

KT kg m-3 = berat bahan (kg)

volume ruang (m3)

Kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil 1999) dilakukan dengan cara yang sama seperti kerapatan tumpukan, tetapi dilakukan pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus:

KPT kg m-3 = berat bahan (kg)

volume ruang (m3)

Berat jenis (Khalil 1999) dilakukan dengan prinsip hukum Archimides, yaitu mengukur perubahan volume aquades pada gelas ukur setelah bahan yang diketahui masanya dimasukan ke dalam gelas ukur. Bahan diaduk dengan pengaduk yang tidak menyerap air untuk mempercepat penghilangan rongga udara antar partikel bahan. Berat jenis pelet dihitung dengan menggunakan rumus:

BJ kg m-3 = berat bahan (kg)

perubahan volume aquades (m3)

Pemeliharaan tikus

(17)

5 diberikan ditimbang setiap kali pemberian dan pakan yang tersisa ditimbang pada pagi hari. Pergantian litter kandang dilakukan setiap empat hari sekali.

Koleksi feses

Koleksi feses dilakukan selama tujuh hari. Pakan yang diberikan ditimbang pada setiap pemberian dan pakan yang tersisa ditimbang pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Feses segar tikus diambil setiap hari, ditimbang sebagai feses segar dan dikeringkan dengan panas matahari. Kemudian masing-masing ulangan dikomposit untuk analisis bahan kering dan bahan organik. Adapun rumus kecernaan adalah sebagai berikut (Cheeke 2005):

Kecernaan 100 % BK =∑konsumsi pakan∑Konsumsi pakang -∑Fesesg g

Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial pola 2 × 2. Faktor pertama adalah ukuran screen hammermill (screen 3 dan 5 mm) dan faktor kedua ukuran diepelleter (die 4 dan 16 mm). Pelet perlakuan adalah sebagai berikut:

 P1 (screen 3 mm dan die 4 mm),

 P2 (screen 3 mm dan die 16 mm),

 P3 (screen 5 mm dan die 4 mm), dan

 P4 (screen 5 mm dan die 16 mm).

Pada pengujian kualitas dan sifat fisik pelet setiap perlakuan dilakukan sebanyak empat ulangan. Pengujian pelet secara in vivo terhadap tikus penelitian pada setiap perlakuan dilakukan sebanyak lima ulangan. Parameter yang diukur pada studi kualitas fisik pelet adalah durabilitas pelet, sedangkan sifat fisik pelet adalah kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis pelet. Parameter yang diukur pada studi in vivo adalah konsumsi, pertambahan bobot badan, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik tikus.

Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ɛijk

µ = nilai rataan umum hasil pengamatan

αi = pengaruh dari faktor α pada taraf ke-i

βj = pengaruh dari faktor β pada taraf ke-j

(αβ)ij = interaksi antara faktor α dan faktor β

ɛijk = galat

(18)

6

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan analysis of variance (ANOVA). Perlakuan yang berbeda nyata pada taraf P<0.05 kemudian diuji lanjut menggunakan uji Duncan untuk membandingkan pengaruh antar perlakuan (Gaspersz 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kehalusan Bahan Baku Hasil Penggilingan dengan Ukuran

Screen yang Berbeda

Penggunaan ukuran screen yang berbeda pada hammermill menghasilkan nilai tingkat kehalusan (modulus of finenes) partikel bahan baku yang berbeda (Tabel 2). Menurut Handerson dan Perry (1976) rata-rata ukuran partikel dapat diukur dengan menggunakan rumus 0.0041 ×2TK×2.54 cm. Rata-rata ukuran partikel jagung yang digiling menggunakan screen 3 dan 5 mm masing-masing adalah 1400 µ (sedang) dan 2000 µ (kasar). Penggunaan screen pada mesin hammermill dimaksudkan untuk keseragaman ukuran partikel bahan. Keseragaman partikel bahan baku berpengaruh terhadap hasil pencampuran, sehingga pencampuran yang tidak seragam mengakibatkan distribusi bahan dan zat makanan tidak merata (Owens 1994). Ukuran partikel juga dapat berpengaruh terhadap kekuatan pelet seperti yang dilaporkan oleh Saenab et al. (2010) yaitu semakin kecil ukuran partikel menjadikan permukaan kontak antar partikel bahan di dalam pelet menjadi luas sehingga pelet tidak mudah hancur. Pengecilan bahan bisa meningkatkan kepadatan pelet dan kapasitas produksi pelet. Ketidakseragaman ukuran bahan di dalam pelet cenderung menurunkan ketahanan pelet terhadap kerusakan (Adapa et al. 2009).

aPengujian dengan menggunakan Vibrator Ball Mill Sieve German di Laboratorium Industri

(19)

7

Kualitas dan Sifat Fisik Pelet dengan Ukuran Screen

dan Die yang Berbeda

Kualitas Fisik Pelet

Penggunaan ukuran screen dan die yang berbeda dapat memengaruhi (P<0.01) durabilitas pelet penelitian (Gambar 1). Interaksi die 4 mm dengan kedua ukuran screen menghasilkan durabilitas pelet yang lebih tinggi, namun keduanya tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Sebaliknya, interaksi die 16 mm pada kedua ukuran screen menghasilkan durabilitas pelet lebih rendah, namun interaksi die 16 mm dengan screen 5 mm menghasilkan nilai durabilitas pelet lebih baik (P<0.01) dibandingkan interaksi dengan screen 3 mm. Pelleting dengan menggunakan die 4 mm yang dikombinasikan dengan bahan hasil gilingan ukuran screen manapun pada penelitian ini mampu menghasilkan kualitas pelet yang tinggi dibandingkan pelleting menggunakan die 16 mm.

Durabilitas pelet merupakan bentuk umum pengujian kualitas pelet di industri pakan. Kualitas pelet yang baik di industri pakan dapat ditentukan dengan tingginya durabilitas pelet yang dihasilkan (Kaliyan dan Morey 2009). Durabilitas pelet bisa memprediksi tingkat kerusakan pelet selama proses distribusi dan transportasi pelet. Kualitas pelet pada die 4 mm lebih tinggi, diduga karena gelatinisasi pada die 4 mm terjadi lebih baik dibandingkan pada die 16 mm. Kaliyan dan Morey (2009) melaporkan penggunaan ukuran die yang lebih kecil dengan perbedaan length/diameter (l/d) ratio yang lebih tinggi bisa meningkatkan durabilitas pelet.

Perbedaan mesin pelet yang digunakan dalam penelitian diduga memengaruhi durabilitas pelet. Pelet die 4 mm menggunakan die jenis flat die sedangkan pelet die 16 mm menggunakan die jenis diering. Tekanan terhadap bahan di dalam mesin flat die oleh roller diduga lebih kuat dibandingkan tekanan pada mesin diering, sehingga pemadatan pelet lebih baik pada mesin dengan flat die yang mengakibatkan nilai durabilitas pelet menjadi tinggi. Namun, ukuran partikel bahan hasil screen 5 mm memiliki durabilitas pelet lebih baik dibandingkan screen 3 mm pada die manapun yang digunakan saat penelitian. Berbeda dengan Angulo et al. (1996) yang meneliti pengaruh dua ukuran partikel hasil gilingan dengan screen 3 dan 6 mm. Durabilitas pelet meningkat pada hasil gilingan screen 3 mm.

Gambar 2 Interaksi antara pengaruh ukuran screen dan die terhadap

Screen 3 mm Screen 5 mm

(20)

8

Sifat Fisik Pelet

Perbedaan ukuran screen dan die pelet memengaruhi (P<0.01) berat jenis pelet (Tabel 3). Berat jenis pelet tertinggi dihasilkan oleh interaksi screen 3 mm dengan die 4 mm. Partikel yang halus bisa mengisi rongga-rongga antar partikel yang tidak bisa diisi oleh partikel yang kasar di dalam pelet, sehingga pelet menjadi kompak dan mengandung sedikit rongga udara didalamnya. Adapun penggunaan bahan dengan ukuran partikel yang kasar menyebabkan rongga udara di dalam pelet tidak mampu terisi, sehingga pelet tidak kompak dan menjadi ringan. Hasil penelitian Mujnisa (2007) menyatakan pengecilan ukuran partikel bahan menyebabkan berat jenis menjadi tinggi. Di samping itu, ada pola terbalik antara nilai berat jenis dengan kadar air pelet (Tabel 3). Kadar air pelet yang rendah menyebakan berat jenis menjadi tinggi. Hal ini senada dengan Khalil (1999) tentang pengaruh kadar air yang tinggi pada bahan dapat menyebabkan berat jenis menjadi rendah.

Berbeda dengan nilai berat jenis pelet, sifat fisik kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet tidak dipengaruhi oleh ukuran screen dan die (Tabel 3). Sifat fisik kerapatan pelet dapat memperkirakan kebutuhan ruang atau tempat pelet selama penyimpanan maupun pola transportasi. Pelet yang mengalami pemadatan membutuhkan ruang yang sedikit, tetapi tidak pada pelet yang tanpa pemadatan. Pemadatan pelet menyebabkan kerapatan pelet die 16 mm menjadi meningkat dibandingkan pelet die 4 mm. Rongga-rongga antar pelet yang terbentuk saat pemadatan menjadi berkurang dan terisi oleh pelet yang lain. Berdasarkan pengujian faktor sederhana dan faktor utama, faktor utama die memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan faktor utama screen pada kerapatan pemadatan tumpukan. Setelah mengalami proses pemadatan, pelet die 16 mm memiliki kerapatan lebih tinggi dibandingkan die 4 mm, namun tanpa pemadatan pelet die 4 mm memiliki kerapatan lebih tinggi dibandingkan die 16 mm.

Khalil (1999) dan Mujnisa (2007) menyatakan pengecilan ukuran partikel jagung menyebakan peningkatan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Sholihah (2011) melaporkan pelet daun Indigofera sp. dengan diameter yang lebih besar memiliki nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan

Tabel 3 Sifat fisik dan kadar air pelet yang dipengaruhi oleh ukuran screen dan die berbeda

3 16 590.04±22.54 708.70±26.36 1334.60±39.75AB 12.96

5 4 593.60±14.17 615.29±9.65 1271.99±69.25A 14.39

5 16 578.38±9.46 681.17±19.17 1335.23±44.58AB 13.70

Nilai P

a Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 1 % hasil

uji selang berganda Duncan. bKT = Kerapatan Tumpukan. KPT = Kerapatan Pemadatan

(21)

9 pemadatan tumpukan lebih rendah dibandingkan dengan pelet yang berdiameter lebih kecil. Di samping itu, pelet penelitian memiliki daya alir yang cepat, sesuai dengan laporan Khalil (1999) bahwa pelet yang memiliki kerapatan di atas 500 kg m-3 lebih cepat mengalir. Pengetahuan daya alir sangat penting dalam proses pemindahan bahan baku dan proses pengosongan bin atau silo.

Performa Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang diberi Pelet dengan Ukuran Screen dan Die Berbeda

Hewan percobaan tikus memiliki rata-rata bobot badan awal sebesar 70.11 ± 4.98 gram, sedangkan rata-rata bobot badan akhir tikus penelitian sebesar 117.59 ± 11.11 gram. Bobot badan tikus terus mengalami pertambahan sampai akhir penelitian di setiap waktu penimbangan bobot badan. Rata-rata suhu dan kelembaban tempat penelitian adalah 29 oC dan 80 %. Menurut Animal Walfare Branch (2007) bahwa suhu normal lingkungan tikus adalah 20 - 26 oC dan

kelembaban 40 - 70 %.

Pemberian pakan pelet dengan berbeda ukuran screen dan die menunjukan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi tikus (Tabel 4). Rata-rata konsumsi total dan harian tikus penelitian adalah 304.53 dan 9.82 gram ekor-1. Konsumsi harian berpola sama dengan konsumsi total pada masing-masing perlakuan. Pelet dengan die 16 mm menunjukan daya palatabilitas yang lebih baik dibandingkan pelet dengan die 4 mm pada masing-masing ukuran screen. Pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh ternak menunjukan palatabilitas pakan tersebut baik (Parrakasi 1999). Hal ini diduga tikus sebagai hewan pengerat memanfaatkan pakan berukuran besar untuk mengasah gigi ketika memakan pelet penelitian. Berbeda dengan pelet die 4 mm yang langsung bisa dikonsumsi tikus karena ukuran pelet dengan ukuran mulut tikus tidak jauh berbeda. Ukuran pelet menyebabkan palatabilitas tikus berbeda dan tikus lebih menyukai pelet yang berukuran besar.

Pelet dengan screen 3 mm dan die 16 mm adalah yang paling banyak di konsumsi dan setara dengan konsumsi bahan segar tikus penelitian Permana (2010) yang diberi pakan komersial yaitu 11.22 gram ekor-1 hari-1. Sianturi et al. (2006) menyebutkan tikus dengan pakan komersial mampu mengkonsumsi pakan segar sebanyak 13.14 gram ekor-1 hari-1. Tikus dan ternak yang sudah terpenuhi

kebutuhan energinya akan berhenti makan, sehingga konsumsi zat makanan lain dibatasi oleh konsumsi energi (Uhi et al. 2003; Parrakasi 1999). Di samping itu, konsumsi pakan penelitian yang rendah bisa disebabkan karena suhu kandang yang terlalu tinggi sehingga tikus lebih banyak minum. Hal ini akan mengurangi jumlah konsumsi pakan untuk mengurangi jumlah panas yang dihasilkan dari metabolisme tubuh.

(22)

10

protein 18.00 %. Konsumsi protein penelitian Permana (2010) dan Sianturi et al. (2006) dimungkinkan lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein hasil penelitian, karena konsumsi energi keduanya lebih rendah dibandingkan konsumsi energi tikus penelitian. Meningkatnya bobot badan tikus menyebabkan konsumsi harian tikus terhadap zat-zat makanan untuk metabolisme dan pertumbuhan jaringan menjadi meningkat. Komposisi zat makanan ransum yang berbeda akan memengaruhi banyaknya konsumsi ransum (Uhi et al. 2003).

Bobot badan tikus jantan strain Sprague Dawley menurut Harlan (2013) umur 12 minggu seharusnya bisa mencapai berat 359.8 gram, sedangkan menurut Rogers (1979) seharusnya mendekati berat 400 gram. Perbedaan ini dimungkinkan karena komposisi zat makanan pakan yang berbeda atau bahan penyusun pakan yang berbeda. Pakan penelitian yang digunakan adalah natural ingredient sedangkan pakan Harlan (2013) dan Rogers (1979) menggunakan pakan purified. Kekurangan dan ketidakseimbangan zat makanan akan memengaruhi pertumbuhan tikus (NRC 1995; Uhi et al. 2003). Di samping itu, terjadinya penurunan kualitas genetik yang disebabkan kawin in breeding diduga memengaruhi potensi genetik pertumbuhan seperti yang disampaikan oleh Wibowo (1984) dan Sukmasari et al. (2002).

Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik secara statistik nyata tidak dipengaruhi oleh pelet dengan perbedaan ukuran screen dan die, namun secara numerik pelet dengan menggunakan ukuran screen 3 mm dan die 16 mm memiliki kecernaan lebih tinggi dibandingkan pelet lainnya (Tabel 5). Pengurangan ukuran partikel menurut Ensminger et al. (1990) bertujuan untuk mempermudah konsumsi dan peningkatan kecernaan ransum. Syarif dan Nugroho (1992) menyebutkan pengurangan ukuran partikel tidak memengaruhi kualitas kimia bahan, tetapi dapat memengaruhi perubahan fisik bahan. Kecernaan pelet pada semua perlakuan tidak berbeda, diduga zat-zat makanan bahan baku tidak mengalami perubahan setelah proses penggilingan. Di samping itu, komposisi formula pelet yang sama (bahan baku dan kandungan zat makanan) menyebabkan kecernaan pelet tidak berbeda.

Nilai kecernaan pelet penelitian lebih rendah dibandingkan hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik dari Permana (2010) yaitu 81.10 dan 85.16 %. Kecernan bahan kering dan bahan organik tikus hasil penelitian Dewi (2008) adalah

Tabel 4 Rataan konsumsi dan pertambahan bobot badan tikus putih yang diberi pelet dengan screen dan die berbeda (as fed)a

Faktor Konsumsi (gram) Pertambahan bobot badan (gram)

Screen

3 16 11.22±1.37B 347.70±42.51B 1.60±0.17b 49.70±5.27b

5 4 9.89±1.94AB 306.43±49.83AB 1.44±0.34ab 44.92±10.55ab

5 16 10.05±1.61AB 311.69±17.83AB 1.40±0.26ab 43.42±8.16ab

Nilai P

aHuruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 1 %

hasil uji selang berganda Duncan. bHuruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama

(23)

11

79.99 dan 83.83 % dan penelitian Firdaus (2007) adalah 79.78 dan 84.25 %. Perbedaan ini bisa disebabkan karena kandungan zat makanan masing-masing penelitian berbeda. Diduga kandungan serat kasar pelet penelitian memiliki komponen serat yang tidak mampu di cerna tikus sehingga kecernaan menjadi berkurang. NRC (1995) menyebutkan tikus yang diberi serat dapat menurunkan waktu transit pakan di dalam usus, sehingga sekum dan usus besar menjadi berat karena serat tidak banyak diserap tubuh.

Korelasi Antar Peubah

Berdasarkan tabel korelasi antar peubah (Lampiran 12) didapatkan adanya hubungan yang positif antara durabilitas pelet dengan kerapatan tumpukan pelet. Sementara itu, durabilitas pelet terhadap peubah kerapatan pemadatan tumpukan, konsumsi, pertambahan bobot badan, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik memiliki korelasi negatif. Hal ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini ulangan yang digunakan masih kecil, sehingga diperlukan penelitian dan pengujian lebih lanjut menggunakan data penelitian yang lebih besar dan menggunakan peubah yang representatif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Durabilitas pelet yang paling baik disusun dari bahan baku pakan ukuran partikel 1400 µ (screen 3 mm) dan 2000 µ (screen 5 mm) menggunakan die 4 mm. Tikus penelitian yang diberi pelet dengan bahan baku pakan ukuran partikel 1400 µ menggunakan die 16 mm memberikan performa tikus terbaik pada konsumsi dan pertambahan bobot badan tikus.

Tabel 5 Rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik tikus putih yang diberi pelet dengan screen dan die berbeda

(24)

12

Saran

Penelitian untuk mengetahui kualitas pelet yang dipengaruhi oleh ukuran die pelet harus menggunakan spesifikasi mesin yang sama, sehingga faktor lain yang bisa memengaruhi kualitas pelet benar-benar dapat diperhitungkan. Diperlukan peningkatan kualitas fisik pelet pada pelet die 16 mm melalui manipulasi formula pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Adapa P, Tabil L, Schoenau G. 2009. Compression Characteristics of Selected Ground Agricultural Biomass. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript 1347. Vol. XI.

Angelo E, Brufau J, Garcia EE. 1996. Effect of a sepiolite product on pellet durability in pig diets differing in particle size and in broiler starter and finisher diets. Anim Feed Sci Tech. 63: 25-34.

Animal Walfare Branch. 2007. ARRP Guidline 20: Guidelines for The Housing of Rats in Scientific Institution. Sydney: NSW Departement of Primary Industries. ASSAE 5269.3. 1994. Feed Manufacturing Technology: Wafers, Pellets, and Crumbles Definitions and Methods for Determining Spesific Weight, Durability and Moisture Content. Arlington (US): American Feed Manufacturing Assoc. Baker HJ, Lindsey JRR, Weisbroth SH. 1979. The Laboratory Rat Volume I:

Biology and Diseases. Editor Henry J Bakers, J Russel Lindsey, Steven H Weisbroth. Orlando (US): Academic Pr.

Bhenke KC. 1996. Feed manufacturing technology: current issues and challenges. Anim Feed Sci Tech. 62: 49-57

Cheeke PR. 2005. Applied Animal Nutrition: Feed and Feeding 3th Ed. New Jersey

(US): Pearson and Prentice Hall.

Dewi NWS. 2008. Kajian pemberian tepung buah pare (Momordica charantia L.) terhadap konsumsi, kecernaan bahan kering dan performa tikus (Rattus norvegicus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ensminger ME, Oldfield JE, Heinemann WW. 1990. Feed and Nutrition 2th Ed. California (US): Ensminger Publishing.

Firdaus IR. 2007. Penggunaan pelet ampas teh (Camellia sinensis) produk biofermentasi terhadap kecernaan zat makanan dan performans tikus putih (Rattus norvegicus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung (ID): CV Armico. Henderson SM, Perry RL. 1976. Agricultural Processes Enginering. New York

(US): Jhon Wiley and Sons Inc.

Harlan. 2013. Sprague Dawley [internet]. [diacu 2013 Mei 29]. Tersedia dari http://www.harlan.com/download.axd/117b20f991764a5e98e32d366d83e876.p df.

(25)

13 Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Med Pet. 22 (1): 1-11.

[NRC] National Research Council. 1995. Nutrient Requirements of Laboratory Animals 4th Revisied Ed. Washington DC (US): National Academy Pr.

Mujnisa A. 2007. Uji sifat fisik jagung giling pada berbagai ukuran partikel. Bul Nutrisi dan Makanan Ternak. 6 (1): 9-17.

Owens JM. 1994. Feed Manufacturing Technology: Material Processing Cost Center. Robert R, Editor. Arlington (US): American Feed Manufacturing Assoc. Permana Z. 2010. Konsumsi, kecernaan dan performa tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ransum disuplementasi biomineral cairan rumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Parrakasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ruminansia. Jakarta (ID): UI Pr. Pfost HB, Headley V. 1976. Feed Manufacturing Technology: Methods of

Determining and Expressing Particle Size. Arlington (US): American Feed Manufacturing Assoc.

Rogers AE. 1979. The Laboratory Rat Volume I: Biology and Diseases. Editor Henry J Bakers, J Russel Lindsey, Steven H Weisbroth. Orlando (US): Academic Pr.

Saenab A, Laconi EB, Retnani Y, Mas’ud MS. 2010. Evaluasi kualitas pelet ransum komplit yang mengandung produk samping udang. JITV. 15 (1): 31-39.

Sholihah UI. 2011. Pengaruh diameter pelet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik pelet daun legume Indigofera sp. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sianturi EM, Fuah AM, Wiryawan KG. 2006. Kajian penambahan ragi tape pada pakan terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan, rasio konversi pakan, dan mortalitas tikus (Rattus norvegicus). Med Pet. 29(3): 155-161.

Sukmasari AH, Noor RR, Martojo H, Talib C. 2002. Pendugaan nilai pemuliaan dan kecenderungan genetika bobot badan sapi bali di proyek pembibitan dan pengembangan sapi bali. Hayati. 9 (4): 109-113.

Syarief AM, Nugroho EA. 1992. Teknik Reduksi Ukuran Bahan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Uhi HT, Wahyuni I, Joseph G, Parakkasi A. 2003. Pengaruh tingkat energi terhadap penampilan tikus putih. J. Ind Trop Anim Agr. Edisi Spesial (Oktober): 252-257. Wibowo B. 1984. Aspek genetik bobot badan mencit [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

(26)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil sidik ragam durabilitas pelet

SK1 Db JK KT Fhit F

1SK: Sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F

yang diperoleh dari hasil pengolahan data, F0.05: nilai F pada taraf kesalahan sebesar 5 %, F0.01: nilai

F pada taraf kesalahan 1 %

Lampiran 2 Hasil sidik ragam kerapatan tumpukan

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Lampiran 3 Hasil sidik ragam kerapatan pemadatan tumpukan

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Lampiran 4 Hasil sidik ragam berat jenis

(27)

15 Lampiran 5 Hasil sidik ragam konsumsi harian

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 24.17

Screen 1 0.43 0.42 0.314 4.49 8.53

Die 1 13.17 13.17 9.69 4.49 8.53

Screen*Die 1 10.57 10.57 7.77 4.49 8.53

Galat 16 21.75 1.36

Total 19 45.92

Lampiran 6 Hasil sidik ragam konsumsi total

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 23232.74

Screen 1 410.78 410.78 0.31 4.49 8.53

Die 1 12664.53 12664.53 9.69 4.49 8.53

Screen*Die 1 10157.42 10157.42 7.77 4.49 8.53

Galat 16 20905.34 1306.68

Total 19 44138.08

Lampiran 7 Hasil sidik ragam pertambahan bobot badan harian

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 0.41

Screen 1 0.01 0.01 0.04 4.49 8.53

Die 1 0.15 0.15 2.75 4.49 8.53

Screen*Die 1 0.26 0.26 4.45 4.49 8.53

Galat 16 0.91 0.05

Total 19 1.33

Lampiran 8 Hasil sidik ragam pertambahan bobot badan total

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 400.165

Screen 1 2.66 2.66 0.48 4.49 8.53

Die 1 151.80 151.80 2.75 4.49 8.53

Screen*Die 1 245.70 245.70 4.45 4.49 8.53

Galat 16 882.66 55.16

(28)

16

Lampiran 9 Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 67.89

Screen 1 1.25 1.25 0.09 4.49 8.53

Die 1 47.43 47.43 3.73 4.49 8.53

Screen*Die 1 19.21 19.21 1.51 4.49 8.53

Galat 16 203.33 12.708

Total 19 271.22

Lampiran 10 Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 53.01

Screen 1 0.48 0.48 0.04 4.49 8.53

Die 1 38.92 38.92 3.31 4.49 8.53

Screen*Die 1 13.61 13.61 1.16 4.49 8.53

Galat 12 187.81 11.73

Total 15 240.82

Lampiran 11 Persentase pelet terbuang saat pemeliharaan

Kode pelet P1 P2 P3 P4

Pelet terbuang (%)

(29)

17 Lampiran 12 Nilai korelasi antar peubah

Parameter PDI BJ KT KPT Konsumsi

total

Konsumsi harian

PBB PBBH KCBK KCBO KA

PDI Pearson Correlation 1 .096 .757 -.914 -.764 -.764 -.652 -.652 -.823 -.832 .222

Sig. (2-tailed) .904 .243 .086 .236 .236 .348 .348 .177 .168 .778

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

BJ Pearson Correlation .096 1 .425 .263 -.635 -.635 -.673 -.673 -.512 -.532 -.871

Sig. (2-tailed) .904 .575 .737 .365 .365 .327 .327 .488 .468 .129

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

KT Pearson Correlation .757 .425 1 -.455 -.605 -.605 -.465 -.465 -.576 -.614 -.361

Sig. (2-tailed) .243 .575 .545 .395 .395 .535 .535 .424 .386 .639

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

KPT Pearson Correlation -.914 .263 -.455 1 .563 .563 .471 .471 .674 .665 -.597

Sig. (2-tailed) .086 .737 .545 .437 .437 .529 .529 .326 .335 .403

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Konsumsi

total Pearson Correlation -.764 -.635 -.605 .563 1 1.000 .984 .984 .989 .992 .215

Sig. (2-tailed) .236 .365 .395 .437 .000 .016 .016 .011 .008 .785

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Konsumsi harian

Pearson Correlation -.764 -.635 -.605 .563 1.000 1 .984 .984 .989 .992 .215

Sig. (2-tailed) .236 .365 .395 .437 .000 .016 .016 .011 .008 .785

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

PBB Pearson Correlation -.652 -.673 -.465 .471 .984 .984 1 1.000 .966 .963 .233

(30)

18

Parameter PDI BJ KT KPT Konsumsi

total

Konsumsi harian

PBB PBBH KCBK KCBO KA

PBB N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

PBBH

Pearson Correlation -.652 -.673 -.465 .471 .984 .984 1.00

0 1 .966 .963 .233

Sig. (2-tailed) .348 .327 .535 .529 .016 .016 .000 .034 .037 .767

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

KCBK Pearson Correlation -.823 -.512 -.576 .674 .989 .989 .966 .966 1 .999 .067

Sig. (2-tailed) .177 .488 .424 .326 .011 .011 .034 .034 .001 .933

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

KCBO Pearson Correlation -.832 -.532 -.614 .665 .992 .992 .963 .963 .999 1 .099

Sig. (2-tailed) .168 .468 .386 .335 .008 .008 .037 .037 .001 .901

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

KA Pearson Correlation .222 -.871 -.361 -.597 .215 .215 .233 .233 .067 .099 1

Sig. (2-tailed) .778 .129 .639 .403 .785 .785 .767 .767 .933 .901

(31)

19

Lampiran 13 Mesin Hammermill dan ukuran screen

Lampiran 14 Mesin pelet yang digunakan dalam penelitian

Gambar 4 Mesin pelet A (die 4 mm tipe flat die), mesin pelet B (die 16 mm tipe diering)

Mesin pelet A Mesin pelet B

Gambar 3 Mesin Hammermill dan Screen yang digunakan

(32)

20

Lampiran 15 Proses pembuatan pelet penelitian dan tahapan pengujian fisik pelet

Lampiran 16 Model kandang tikus penelitian

Gambar 6 Kotak kandang tikus dan tikus putih penelitian

Penggilingan

Screen 3 mm Screen 5 mm

P

eng

uji

an

ukura

n pa

rtike

l

Bahan baku

Biji jagung

Mash

Pemeletan

Die 4 mm Die 16 mm Pencampuran

Pendinginan pelet

Pengemasan pelet

Uji P

D

I, KT,

KPT, B

J

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tasikmalaya pada tanggal 7 Agustus 1989. Penulis adalah anak ke-3 dari enam bersaudara pasangan Lala Suhara dan Suryati. Penulis pernah duduk dibangku MTsN Sukamanah (2002-2005), MAN Sukamanah (2005-2008) dan melanjutkan ke Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Penulis aktif di beberapa organisasi kampus dan non-kampus, diantaranya Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) sebagai ketua umum, Ikatan

Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) sebagai pengurus besar ketua IV bidang keilmuan dan keprofesian serta menjadi pengurus wilayah 2 (Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta), South East Asia Animal Student Network (SEAAS-Net) sebagai tim formatur pembentukan organisasi. Penulis aktif menjadi panitia di beberapa kegiatan kampus dan non-kampus seperti Peringatan Hari Susu Nusantara (HSN), Dekan Cup, Musyawarah Nasional ISMAPETI, Pemilihan Raya Dekan Fapet, Indolivestock, Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan Indonesia (TIMPI) dan beberapa kegiatan seminar nasional maupun internasional.

Di samping itu, penulis pernah menjadi asisten dosen praktikum di bagian laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan. Penulis menjadi pengisi berita untuk website Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan beberapa majalah peternakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Tabel 1  Bahan baku pakan yang digunakan, komposisi penggunaan dalam
Tabel 2  Tingkat kehalusan jagung hasil penggilingan  dengan hammermill
Gambar 2  Interaksi antara pengaruh ukuran screen dan die terhadap
Tabel 3  Sifat fisik dan kadar air pelet yang dipengaruhi oleh ukuran screen dan die berbeda
+5

Referensi

Dokumen terkait

selama ~enataran ini Penataran yang bertempat di kan- alat-aiat tulis dan bahan pelajaran tor desa Sikurnbang (sekerang ter- bagi peserta d~sediakan panltla rnasuk

Hal ini dikarenakan fasilitas yang diberikan dari jejaring sosial (Seperti Twitter dll) memang dapat memenuhi beberapa kebutuhan dari masyakarat pada saat ini. Seperti

[r]

[r]

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat pertolongan, pendampingan, rahmat, dan kasih karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan Laporan

Dari beberapa kelompok orang ini Alquran memberi petunjuk adanya pertimbangan meng- antisipasi masa depan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja.Dalam

Berdasarkan latar belakang berdiri sebagaimana diuraikan secara singkat di atas, maka Pondok Pesantren Hj. Haniah dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai