• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA EKONOMI DI KABUPATEN / KOTA JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA EKONOMI DI KABUPATEN / KOTA JAWA TIMUR."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN / KOTA J AWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

SENDIE ENRIL FAHRIAN 0611010053 / FE / EP

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’ J AWA TIMUR

(2)

Disusun oleh

Sendie Enr il Fa hr ian 0611010053/ FE/ IE

Telah diper tahankan dihadapan Dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ekonomi Pembangunan Fa kultas Ekonomi Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Pada Tanggal 28 Febr uar i 2013

Pembimbing : Tim Penguji

Pembimbing Utama Ketua

Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP

Sekretaris

Ir . Ha midah H R, MS

Anggota

Suwar no, Se, Me

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(3)

USULAN PE NELITIAN

ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN ATAU KOTA J AWA TIMUR

Yang diajukan

Sendie Enr il Fahr ian NPM : 0611010053

Telah disetujui untuk diseminar kan oleh

Pembimbing Utama

Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Tanggal: 26 J uli 2012

Mengetahui

Ketua Pr ogdi Ekonomi Pembangunan

(4)

ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN ATAU KOTA J AWA TIMUR

Yang diajukan

Sendie Enr il Fahr ian 0611010053/ FE/ IE

Telah diseminar kan dan disetujui untuk menyusun skr ipsi oleh :

Pembimbing Utama

Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Tanggal : 26 J uli 2012

Mengetahui

Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

(5)

SKRIPSI

ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN ATAU KOTA J AWA TIMUR

Yang diajukan

Sendie Enr il Fahr ian 0611010053/ FE/ IE

Disetujui untuk Ujian Skr ipsi oleh :

Pembimbing Utama

Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Tanggal : 5 Febr uar i 2013

Mengetahui

A/N Dekan Fakultas Ekonomi Wakil Dekan I

(6)

serta hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga peneliti bisa menyelesaikan

skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa

untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya

Jurusan Ilmu Ekonomi. Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengambil judul

“Analisis Peran Desentralisasi Fiskal Ter hadap Kinerja Ekonomi di

Kabupaten atau Kota J awa Timur ”. Terima kasih kepada Ibu Dra. Ec Niniek

Imaningsih, MP selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan selaku Dosen

Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan

mendampingi peneliti selama menempuh pendidikan di dalam perkuliahan.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan

dan pengetahuan yang ada.

Atas terselesaikannya skripsi ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. H Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan fakultas

(7)

3. Bapak Drs. Ec Rahman Amrullah Suwaidi, MS selaku Wakil Dekan I

Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

4. Bapak Drs. Ec Wiwin Priana P, MT sebagai Sekretaris Program Ilmu

Ekonomi.

5. Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur, yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu

pengetahuannya dan pelayanan akademik bagi peneliti.

6. Ayahnda Drs. Ec. H Priyo Hanafi, SE dan Ibunda tercinta Hj. Sumi Harti

yang telah sabar mendidik dan membesarkan peneliti dengan penuh kasih

sayang dan kesabaran baik moral, material, maupun spiritual.

7. Abang saya Sandi Purnama, MP, kakak Suhesti Anneviarini, MP, kakak

Hapsari Oktaviana, SE, Msi, kakak Triana Oktabiyanti, SH dan adik, juga

saudara dari ayahnda dan ibunda, yang bersedia memberikan dukungan

moril dan doa kepada penulis.

8. Buat sahabat dan cinta yang menjadi sesuatu di kehidupan penulis, terima

kasih.

Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat

berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah

SWT memberikan hidayah dan karunia-Nya kepada kita semua.

(8)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal ... 13

2.2.2. Teori Barzelay ... 14

2.2.3. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Oates ... 15

2.2.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan ... 17

2.2.4.1. Teori Kemiskinan dan Kesejahteraan ... 18

2.2.4.2. Teori Tenaga Kerja Terserap ... 20

(9)

2.3. Hipotesis ... 23

2.4. Kerangka Pikir ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi dan Pengukuran Variabel ... 25

3.2. Tekhnik Penentuan Sampel ... 26

3.3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 27

3.3.1. Jenis Data ... 27

3.3.2. Sumber Data ... 27

3.3.3. Pengumpulan Data ... 27

3.4. Tekhnik Analisis dan Uji Hipotesis ... 28

3.4.1 Uji Normalitas ... 28

3.4.2 Uji Path ... 28

3.5 Uji Hipotesa ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 32

4.1. Kabupaten Gresik ... 32

4.2. Kabupaten Malang ... 34

4.3. Kabupaten Mojokerto ... 35

4.4. Kabupaten Sidoarjo ... 36

(10)

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 44

4.2.1 Variabel Desentralisasi Fiskal ... 44

4.2.2 Variabel Pertumbuhan Ekonomi ... 46

4.2.3 Variabel Tenaga Kerja Terserap ... 47

4.2.4 Variabel Penduduk Miskin ... 48

4.2.5 Variabel Kesejahteraan Masyarakat ... 50

4.3 Analisis Dan Uji Hipotesis ... 51

4.3.1 Uji Normalitas ... 51

4.3.2 Uji Path Tahap Pertama ... 55

4.3.3 Uji Path Tahap Kedua ... 57

4.3.4 Uji Path Tahap Ketiga ... 58

4.3.5 Uji Path Tahap Keempat ... 59

4.3.5.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 59

4.3.5.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 60

4.3.5.3 Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 61

4.4 Pembahasan ... 66

(11)

4.4.2 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tenaga Kerja

Terserap… ... 68

4.4.3 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Terhadap

Penduduk Miskin ... 69

4.4.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi BerpengaruhTerhadap

Kesejahteraan Masyarakat ... 71

4.4.5 Pengaruh Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan

Masyarakat……….. 72

4.4.6 Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Kesejahteraan

Masyarakat………. .. 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 75

(12)

Tabel 1.1 Tabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 6

Tabel 4.1 Hasil Penelitian Variabel Desentarlisasi Fiskal ... 45

Tabel 4.2 Hasil Penelitian Variabel Pertumbuhan Ekonomi ... 46

Tabel 4.3 Hasil Penelitian Variabel Tenaga Terserap ... 47

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Variabel Penduduk Miskin ... 49

Tabel 4.5 Hasil Penelitian Variabel Kesejahteraan Masyarakat ... 50

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Tahap Pertama ... 52

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Tahap Kedua ... 53

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Tahap Ketiga ... 54

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Tahap Keempat ... 55

Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi Path Pertama ... 56

Tabel 4.11 Hasil Uji Regresi Path Kedua ... 57

Tabel 4.12 Hasil Uji Regresi Path Ketiga... 58

Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Path Keempat ... 59

Tabel 4.14 Hasil Uji Regresi Path Kelima... 60

Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Path Keenam ... 62

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.4.1 Gambar Kerangka Pikir ... 24

Gambar 4.3.1 Gambar Sebaran Normalitas tahap Pertama ... 52

Gambar 4.3.2 Gambar Sebaran Normalitas tahap Kedua ... 53

Gambar 4.3.3 Gambar Sebaran Normalitas tahap Ketiga ... 54

Gambar 4.3.4 Gambar Sebaran Normalitas tahap Keempat ... 55

Gambar 4.3.5 Gambar Path Disentralisasi fiskal Terhadap Pertumbuhan ekonomi ... 56

Gambar 4.3.6 Gambar Path Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tenaga Kerja.. ... 57

Gambar 4.3.7 Gambar Path Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penduduk Miskin… ... 58

Gambar 4.3.8 Gambar Path Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 60

Gambar 4.3.9 Gambar Path Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 61

(14)

Sendie Enril Fahrian

Abstraksi

Desentralisasi fiskal itu sendiri adalah pendanaan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mana, berasal dari pendapataan asli daerah dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah kemudian dikurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah. Apabila pendapatan nasional naik anggaran belanja juga naik (surplus) dikarenakan penerimaan pajak naik (karena sistem pajak progresif) kenaikan anggaran belanja (surplus) akan membantu menstabilkan perekonomian. Penurunan pendapatan individu akan berakibat penurunan pengeluaran konsumsi sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi.

Penelitian ini dibuat dengan maksud untuk menguji pengaruh dari desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada suatu Provinsi, tingkat tenaga kerja, kemiskinan dan tingkat kesejahteraan dan mengolah data dengan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi Jawa Timur, dengan daerah penelitian 4 Kabupaten dan 4 Kota. Selain itu data waktu analisis periode dari tahun 2007 sampai 2011 menggunakan path analysis dari software program SPSS 15 AMOS for windows.

Hasil dari perhitungan menunjukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap terhadap tenaga kerja terserap. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap jumlah penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak

tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,

pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan

melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas

pembangunan.

Disentralisasi fiskal itu sendiri adalah pendanaan daerah yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mana, berasal dari pendapataan asli

daerah dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah tersebut, yang

dikurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah. Dengan adanya hal

tersebut dapat di lihat pula dari kebijakan fiskal dimana perubahan

pengeluaran pemerintah atau perpajakan dengan tujuan untuk mempengaruhi

susunan permintaan, indikator yang biasanya dipakai untuk kebijaksanaan

fiskal adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah

dengan penerimaan pemerintah terutama pajak, kemudian Built-in Stabilizer

adalah salah satu komponen dalam anggaran belanja pemerintah yang secara

otomatis terpengaruh oleh perubahan pendapatan sehingga akan

mempengaruhi anggaran belanja. Karena pengaruh yang sifatnya otomatis

(16)

penerimaan) yang sifatnya progesif. Apabila pendapatan nasional naik

anggaran belanja juga naik (surplus) dikarenakan penerimaan pajak naik

(karena sistem pajak progesif), kenaikan anggaran belanja (surplus) akan

membantu menstabilkan perekonomian, karena penerimaan pajak yang tinggi

berarti penurunan pendapatan (disposable income) individu. Penurunan

pendapatan individu akan berakibat penurunan pengeluaran konsumsi,

sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi karena kenaikan pendapatan.

Dari segi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang mana

diberikan hak khusus yaitu otonomi daerah bagi setiap daerah untuk

meningkatkan pendapatan di setiap daerah masing-masing yang memiliki

tingkat sumber daya manusia yang lebih maju atau pada sumber daya alam

yang melimpah, untuk itu diharapkan dengan adanya otonomi dan

desentralisasi fiskal, dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan

keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi

masing-masing. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang digunakan

untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal

adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi pajak daerah, retribusi, laba

perusahaan daerah, pendapatan lain-lain yang sah.

2. Dana Alokasi Umum (DAU), menurut ketentuan yang berlaku pada UU

No. 25 Tahun 1999, maka alokasi DAU ini ditentukan dengan

(17)

3

mempertimbangkan sisi kebutuhan fiskal (fiscal needs) dan sisi

kemampuan fiskal (fiscal capacity).

3. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK pada awalnya hanya berupa DAK

untuk kegiatan reboisasi, yang dananya terkait dengan penerimaan dari

dana reboisasi dari sektor kehutanan. PP No. 104 Tahun 2000

menggariskan bahwa penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi

40% disediakan kepada daerah penghasil sebagai bagian DAK untuk

membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil.

Mulai tahun 2003, alokasi DAK mulai dilakukan untuk sektor-sektor yang

lebih luas, terutama adalah sektor yang berkaitan dengan infrastruktur

(irigasi dan jalan), pendidikan, dan kesehatan.

4. Pinjaman daerah, dana bagi hasil dan lain-lain penerimaan yang sah.

Dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Kabupaten/Kota Provinsi

Jawa Timur terhadap kondisi makro ekonomi dan sosial menunjukan hasil

yang relatif baik meskipun belum optimal. Selain itu juga isu disentralisasi

yang dianggap sebagai jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

telah menarik perhatian dari banyak ahli, antara lain dikemukakan oleh

Tiebout, Oates, Tresch, Breton, Weingast, dan sebagaimana dikutip oleh

Litvack et al dalam Sidik (2002) yang mengatakan bahwa pelayanan publik

yang paling efisien seharusnya di selenggarakan oleh wilayah yang memiliki

kontrol geografis yang paling minimum karena :

(18)

2. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan

masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan

efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat.

3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan

inovasinya.

Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah semakin mantap,

maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan

sendiri yakni dengan upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Terdapat beberapa indikator untuk melihat kinerja pembangunan daerah.

Indikator pertama, di lihat dari hasil output pembangunan daerah yang

tercermin dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data realisasi

menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB riil di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur selama lima tahun terakhir, menunjukkan kecenderungan selalu

meningkat. Pada tahun 2007 total PDRB Jawa Timur sebesar 27,17 %, di

tahun 2008 sebesar 28,84 %, tahun 2009 sebesar 30,55 %, tahun 2010 sebesar

32,08 % dan di tahun 2011 sebesar 34,25 %. Laju pertumbuhan ekonomi

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 sampai 2011.

Indikator kedua, di lihat dari aspek kemiskinan bahwa jumlah

penduduk miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Kemiskinan

akan berpengaruh terhadap penurunan indikator-indikator yang ada dalam

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti pendidikan, kesehatan dan

(19)

5

pendapatannya hanya untuk kebutuhan pangan atau makanan saja dan akan

mengabaikan kebutuhan yang lain seperti pendidikan dan kesehatan, sehingga

tidak akan merasakan kehidupan yang layak. Pada tahun 2010 Kabupaten

Gresik sebesar 19,14 % dan ditahun 2011 sebesar 16,42 %, Kabupaten

Malang tahun 2010 sebesar 13,57 % dan ditahun 2011 sebesar 12,54 %,

Kabupaten Mojokerto tahun 2010 sebesar 13,24 % dan tahun 2011 sebesar

12,23 %, Kabupaten Sidoarjo tahun 2010 sebesar 6,91 % dan ditahun 2011

sebesar 7,45 %, Kota Probolinggo tahun 2010 sebesar 47,08 % dan tahun

2011 sebesar 19,03 %, Kota Pasuruan tahun 2010 sebesar 15,76 % dan tahun

2011 sebesar 16,8 %, Kota Batu tahun 2010 sebesar 8,84 % dan tahun 2011

sebesar 9,7 % dan Kota Surabaya tahun 2010 sebesar 171,21 % dan tahun

2011sebesar 195,6 %. Dari tahun 2010 dan tahun 2011 terdapat perbedaan

antara Kabupaten dan Kota di Jawa Timur, dengan perbedaan tiap Kabupaten

dan Kota tersebut terihat adanya perbedaan kesenjangan sosial penduduk

miskin di setiap Kabupaten dan Kota, dan pada Kota Surabaya sebagai kota

besar yang memiliki tingkat penduduk miskin yang paling tinggi.

Sedangkan indikator ketiga, di lihat dari sosial (tenaga kerja) pada

jumlah pengangguran perkotaan dan pedesaan di Provinsi Jawa Timur, yang

mana pengangguran perkotaan diperkirakan dua kali lipat dari pengangguran

dipedesaan.

Indikator ke empat, dilihat dari kesejahteraan masyarakat dengan

(20)

makro ekonomi dan sosial, selama pelaksanaan desentralisasi fiskal dari

setiap daerah yang mempunyai letak geografis yang berbeda dan perbedaan

banyaknya kabupaten dan kota di dalam daerah tersebut belum mampu

mengatasi permasalahan mendasar yang dihadapi daerah Kabupaten/Kota di suatu

Provinsi.

Tabel 1.1 : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota J awa Timur Tahun 2011 (dalam Per sen)

No Kabupaten Tahun Indeks Pembangunan Manusia

(IPM)

1 Kabupaten Gresik 2011 73,98

2 Kabupaten Malang 2011 70,09

3 KabupatenMojokerto 2011 72,93

4 KabupatenSidoarjo 2011 75,88

5 KotaProbolinggo 2011 73,73

6 KotaPasuruan 2011 73,01

7 KotaBatu 2011 73,88

8 Kota Surabaya 2011 76,82

Sumber : BPS, Jawa Timur dalam Data Makro Tahun 2011 (diolah) Keterangan : IPM : Indeks Pembangunan Manusia selama 2007-2011

Dari 4 kabupaten dan 4 kota yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten

Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kota Probolinggo, Kota

Pasuruan, kota Batu dan Kota Surabaya di Jawa Timur dapat dilihat adanya

perbedaan secara prosentase dari tahun, baik di lihat dari pertumbuhan

ekonomi, jumlah tenaga kerja yang terserap, jumlah penduduk miskin,

kesejahteraan masyarakat yang berpengaruh terhadap pendapatan pendanaan

daerah atau disentralisasi fiskal yang ada pada Indeks pembangunan manusia.

Dari indeks pembangunan manusia pada tahun 2011 sebagai patokan

(21)

7

Kabupaten Malang sebesar 70,09 %, Kabupaten Mojokerto sebesar 72,93 %,

Kabupaten Sidoarjo sebesar 75,88 %, Kota Probolinggo sebesar 73,73 %,

Kota Pasuruan sebesar 73,01 %, Kota Batu sebesar 73,88 % dan Kota

Surabaya sebesar 76,82 %.

Dengan adanya hal tersebut terdapat cukup besarnya perbedaan dari

segi ekonomi dan jumlah penduduk antara tiap Kabupaten dan Kota yang

mempengaruhi kinerja dan jalannya roda perekonomian, tingkat kesenjangan

sosial dan pertumbuhan penduduk, dengan perbedaan yang disebutkan di atas

maka judul yang diambil peneliti adalah “Analisis Peran Desentralisasi

(22)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah di uraikan maka dapat di ambil

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Timur ?

2. Apakah pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap tenaga kerja terserap (Y2) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Timur ?

3. Apakah pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur ?

4. Apakah pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur ?

5. Apakah tenaga kerja terserap (Y2) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur ?

6. Apakah Jumlah penduduk miskin (Y3) berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi

(23)

9

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1) di Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Timur.

2. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap tenaga kerja terserap (Y2) di Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Timur.

3. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) di Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Timur.

4. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Timur.

5. Untuk mengetahui tenaga kerja terserap (Y2) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Timur.

6. Untuk mengetahui Jumlah penduduk miskin (Y3) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di

(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Dapat memberi informasi dan sebagai sambungan pemikiran terhadap

pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah Kabupaten Gresik,

Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kota

Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Batu dan Kota Surabaya, dalam

menetapkan kebijakan dalam ketenagakerjaan industri dalam

meningkatkan keterampilan tenaga kerja sebagai porsi yang tepat dalam

memilih alternatif.

2. Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya bagi penulis atau peneliti yang

mengambil topik pendapatan asli daerah yang terkait dengan

Desentralisasi Fiskal, Human Development Index (HDI) atau Indeks

Pembangunan Manusia (IPM).

3. Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan perbendaharaan literatur

perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur Khususnya perpustakaan

(25)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Ter dahulu

Penelitian terdahulu mengenai desentralisasi fiskal, yang pernah

dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan dan

bahan yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh :

1. Suminto (2003), jurnal ekonomi dengan judul “Economist, The Indonesia

Economic Intelligence” didalam aturan perundang-undangan.

Desentralisasi fiskal telah dimulai dijalankan secara penuh pada tanggal 1

Januari 2001. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan

berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No.

25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah ini membawa perubahan yang luar biasa dalam

tata Kepemerintahan Republik Indonesia. Tulisan ini mencoba

memberikan beberapa catatan atas tiga tahun pelaksanaan desentralisasi

fiskal.

2. Halim (2001), menyatakan dalam jurnal ekonominya pada otonomi

daerah, yaitu ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi

adalah kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut

(26)

sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Ketergantungan kepada

bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus

menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan

perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah.

3. Sutikno (2004), penelitian yang mengidentifikasi terjadinya kesenjangan

antara penawaran tenaga kerja dengan permintaan tenaga kerja pada

masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Jawa Timur. dan

Menganalisis penyerapan tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi

masing-masing Kabupaten/Kota terhadap desentralisasi fiskal pendanaan

daerah. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap

penyerapan tenaga kerja yang ada wilayah Jawa Timur. Alat analisis yang

digunakan untuk kondisi ketenagakerjaan antara lain: rasio angkatan kerja,

rasio pengangguran, dan tipologi permintaan dan penawaran. Alat analisis

yang digunakan untuk menganalisis penyerapan tenaga kerja sektoral

adalah analisis path analysis. Sedangkan alat analisis yang digunakan

untuk menganalisis variabel ekonomi terhadap pengangguran adalah

(27)

13

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan perkembangan PDRB per kapita

per tahun sebenarnya menunjukkan perkembangan yang cukup baik.

Membaiknya kondisi ekonomi makro tersebut juga ditunjukkan pula

dengan perkembangan positif Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Namun pencapaian indikator ekonomi makro tersebut belum diikuti

dengan perkembangan indikator mikro. Tampaknya justru terjadi kondisi

yang kontradiktif antara indikator ekonomi makro dengan jumlah

penduduk miskin dan pengangguran, artinya indikator makro

menunjukkan perbaikan, namun di sisi lain jumlah penganggur dan

penduduk miskin semakin banyak.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Otonomi Daerah Dan Desentr alisasi Fiskal

Fiskal Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Otonomi daerah berdasarkan perundang-undangan, dalam

memenuhi kebutuhan daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan yang

dimiliki oleh daerah. Desentralisasi fiskal itu sendiri adalah pendanaan

daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mana berasal dari

pendapatan asli daerah dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah

tersebut yang dikurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah itu

(28)

2.2.2 Teori Bar zelay

Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal terkandung

tiga misi utama, yaitu (Barzelay, 1991) :

a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah

b. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan

masyarakat

c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut

serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan

Otonomi daerah yang sudah berjalan lebih dari lima tahun di

negara kita diharapkan bukan hanya pelimpahan wewenang daerah

merupakan kemerdekaan atau kebebasan menentukan aturan sendiri pusat

kepada daerah untuk menggeser kekuasaan.

Hal itu ditegaskan oleh Kaloh (2002:7), bahwa otonomi daerah

harus di definisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah dan bukan

otonomi daerah dalam pengertian wilayah/teritorial tertentu di tingkat

lokal. Otonomi daerah bukan hanya merupakan pelimpahan wewenang

tetapi juga peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan

daerah.

Berbagai manfaat dan argumen yang mendukung pelaksanaan

otonomi daerah tidak langsung dapat dianggap bahwa otonomi adalah

sistem yang terbaik. Berbagai kelemahan masih menyertai pelaksanaan

(29)

15

(1995) mencatat beberapa kelemahan dan dilema dalam otonomi daerah,

antara lain:

1. Menciptakan kesenjangan antara daerah kaya dengan daerah miskin

2. Mengancam stabilisasi ekonomi akibat tidak efisiennya kebijakan

ekonomi makro, seperti kebijakan fiskal

3. Mengurangi efisiensi akibat kurang representatifnya lembaga

perwakilan rakyat dengan indikator masih lemahnya public hearing.

4. Perluasan jaringan korupsi dari pusat menuju daerah

Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules) money

should followfunction merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan

dan dilaksanakan (Bahl,2000:19). Artinya, setiap penyerahan atau

pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran

yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut.

Desentralisasi fiskal diperlukan untuk perbaikan efisiensi ekonomi,

efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas dan peningkatan mobilisasi dana.

Desentralisasi fiskal tidak bisa di adopsi begitu saja, namun di sesuaikan

dengan latar belakang sejarah dan kebudayaan, kondisi-kondisi lembaga,

politik, dan ekonomi yang melekat pada negara itu.

2.2.3 Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Menur ut Oates

(1993).

Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan

(30)

penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level

pemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk menganekaragamkan pilihan

lokal dan lebih berguna bagi efisensi alokasi.

Desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang apabila tidak

berpegang pada standar teori desentralisasi, hasilnya mungkin akan

merugikan pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Desentralisasi fiskal

memungkinkan untuk melakukan korupsi pada level lokal karena

memberikan pertimbangan politikus lokal dan birokrat yang dapat di akses

dan peka terhadap kelompok bunga lokal. Oates juga menyatakan bahwa

desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian

berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi.

Perbelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah

lebih memacu pertumbuhan ekonomi dari pada kebijakan pemerintah pusat.

Menurutnya daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran

pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan

masyarakat karena lebih mengetahui keadaannya. Bahl (2000:25-26)

mengemukakan dalam aturan yang ke dua belas, bahwa desentralisasi harus

memacu adanya persaingan di antara berbagai pemerintah lokal untuk

menjadi pemenang (there must be a champion for fiscal decentralization).

Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik.

Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan

memberikan apa yang terbaik yang dibutuhkan oleh masyarakatnya,

(31)

17

semakin besar meningkatkan kesejahteraan rakyat, partisipasi rakyat

setempat dalam pemerintahan dan lain-lain.

Desentralisasi fiskal memang tidak secara jelas dinyatakan dalam UU

Nomor 33 Tahun 2004. Namun, komponen dana perimbangan merupakan

sumber penerimaan daerah yang sangat penting dalam pelaksanaan

desentralisasi, dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan merupakan inti

dari desentralisasi fiskal.

2.2.4 Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang

mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar

akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,

serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan harus mencerminkan

perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara

keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan

individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk

bergerak maju menuju suatru kondisi kehidupan yang serba lebih baik,

secara material maupun spiritual (Todaro, 2003:21). Menurut Kuznet dalam

Todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam

jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai

barang ekonomi kepada penduduknya.

(32)

Todaro (2003:92) menyampaikan ada tiga faktor atau komponen utama

dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap negara. Ketiga faktor tersebut

adalah:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru

yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber

daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhimya akan memperbanyak jumlah

angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi, berupa cara baru atau perbaikan cara-cara lama

dalam menangani pekerjaan.

Distribusi pendapatan yang baik adalah yang makin merata. Tetapi

tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, yang terjadi adalah pemerataan

kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi hanya akan menghasilkan perbaikan

distribusi pendapatan bila memenuhi setidaknya ada dua syarat, yaitu

memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Dengan

meluasnya kesempatan kerja, akses rakyat untuk memperoleh penghasilan

makin besar.

2.2.4.1Teori Kemiskinan Dan Kesejahteraan

Kemiskinan adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang,

sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang

menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan

hukum dan keadilan, terancamnya bargaining (posisi tawar) dalam

(33)

19

bangsa dan negara. Pengertian itu merupakan pengertian kemiskinan secara

luas. Telah dikatakan di atas bahwa kemiskinan terkait dengan

ketidaknyamanan dalam hidup, artinya bahwa orang yang miskin itu

hidupnya hampir selalu dan sering tidak nyaman.

Dalam segala bidang mereka selalu menjadi kaum tersingkir, karena

mereka tidak dapat menyamakan kondisi mereka dengan kondisi masyarakat

sekelilingnya (Esmara, 1998). Banyak ukuran untuk menentukan angka

kemiskinan, salah satunya adalah garis kemiskinan. Garis kemiskinan dalam

pengertian umum adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya

pengeluaran (dalam persen) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum

makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang menyatakan batas

seseorang dikatakan miskin, bila dipandang dari sudut konsumsi. Garis

kemiskinan digunakan untuk mengetahui batas seseorang dikatakan miskin

atau tidak, sehingga garis kemiskinan dapat digunakan mengukur dan

menentukan jumlah kemiskinan.

Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi (

consumption-based poverty line) terdiri dari dua elemen (Kuncoro, 1997). Pengeluaran

yang diperlukan untuk memberi standar gizi minimum dan kebutuhan

mendasar lainnya, dan jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang

mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut

Todaro (2004:236) terdapat adanya hubungan yang negatif antara

kemiskinan dan kesejahteraan, karena kemiskinan mempuyai aspek yaitu

(34)

miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi yang

termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perawatan kesehatan

yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah, maka akan

berpengaruh terhadap penurunan kesejahteraan.

2.2.4.2 Teori Tenaga Kerja Yang Terserap

Pengertian tenaga kerja menurut BPS (2011) adalah Penduduk

usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan

namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan

dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan bekerja. Bekerja adalah

kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau

membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus

menerus selama seminggu yang lalu.

Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam

kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah

satu sasaran utama pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan

kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap

tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun.

Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur

dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau

mencari pekerjaan). Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya

jumlah penyerapan pasar kerja sehingga 12 angkatan kerja yang tidak

terserap merupakan masalah suatu negara karena menganggur

(35)

21

didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor

dalam waktu tertentu.

Dalam keseimbangan pasar tenaga kerja, upah riil melakukan

penyesuaian untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan.

Kekakuan upah riil menyebabkan rasionalisasi pekerjaan. Jika upah riil

berada di atas tingkat keseimbangan, maka penawaran tenaga kerja

melebihi permintaannya sehingga menyebabkan pengangguran (Mankiw,

2007).

Permintaan tenaga kerja menurut Haryani (2002), berkaitan dengan

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara

keseluruhan. Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja

ditentukan oleh faktor-faktor seperti: tingkat upah, teknologi,

produktivitas, kualitas tenaga kerja, fasilitas modal, produk domestik

regional bruto, dan tingkat suku bunga.

2.2.4.3 Teori Ekonomi Kesejahteraan

Teori ekonomi kesejahteraan menurut Pigou (2000:11) adalah

bagian dari kesejahteraan sosial yang dapat dikaitkan secara langsung

maupun tidak langsung dengan pengukuran uang. Sedangkan pengertian

kesejahteraan sosial menurut Whithaker dan Federico (1997:361)

merupakan sistem suatu bangsa tentang manfaat dan jasa untuk membantu

masyarakat guna memperoleh kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan,

(36)

yang rendah kurangnya kemampuan dapat berarti kurang mampu untuk

mencapai fungsi tertentu sehingga kurang sejahtera.

United Nations Development Programe (UNDP) mulai tahun 1990

telah menyusun suatu indikator kesejahteraan manusia yang dapat

menunjukkan kemajuan manusia berdasarkan faktor-faktor seperti, rata-rata

usia harapan hidup, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dan

kesejahteraan secara keseluruhan. Laporan ini menganggap bahwa

pembangunan manusia pada hakekatnya adalah suatu proses memperbesar

pilihan-pilihanmanusia.

Indikator kesejahteraan masyarakat yang disusun oleh UNDP

dikenaldengan Human Development Index (HDI)atau Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) (UNDP, 1994:94). Human Development Index (HDI)

merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengukur tingkat

kesejahteraan antar negara maupun antar daerah (Todaro, 2003:70).

Indikator HDI jauh melebihi pertumbuhan konvensional. Pertumbuhan

ekonomi penting untuk mempertahankan kesejahteraan rakyatnya, namun

pertumbuhan bukan akhir dari pembangunan manusia. Pertumbuhan

hanyalah salah satu alat, yang lebih penting adalah bagaimana pertumbuhan

ekonomi digunakan untuk memperbaiki kapabilitas manusianya dan

bagaimana rakyat menggunakan kapabilitasnya tersebut.

Salah satu keuntungan Human Development Index (HDI) adalah,

indeks ini mengungkapkan bahwa sebuah negara/ daerahdapat berbuat jauh

(37)

23

pendapatan yang besar hanya berperan relatif kecil dalam pembangunan

manusia (Todaro, 2003:71).

2.3 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian teori, dan

penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian ini, sebagai berikut:

1. Desentralisasi fiskal (X1) diduga berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Timur.

2. Pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga berpengaruh positif dan signifikan

terhadap tenaga kerja terserap (Y2) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Timur.

3. Pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur.

4. Pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur.

5. Tenaga kerja terserap (Y2) diduga berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Timur.

6. Jumlah penduduk miskin (Y3) diduga berpengaruh negatif dan signifikan

(38)

2.4 Kerangka Pikir

Gambar 2.4.1

Kerangka Pikir

Sumber: Hasil konsep teori Path Analysis

H1 = Desentralisasi fiskal (X1) mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

(Y1)

H2 = Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempengaruhi Tenaga Kerja yang

terserap (Y2).

H3 = Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempengaruhi Penduduk Miskin

(Y3).

H4 = Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempengaruhi Kesejahteraan

Masyarakat (Y4).

H5 = Tenaga Kerja Terserap (Y2) mempengaruhi Kesejahteraan

Masyarakat (Y4).

H6 = Penduduk Miskin (Y3) mempengaruhi Kesejahteraan Masyarakat

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Difinisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Difinisi operasional adalah mendefinisikan konsep yang akan di

operasionalkan ke dalam penelitian baik berdasarkan teori yang ada ataupun

pengertian empiris. Difinisi operasional dan pengukuran variabel dalam

penelitian ini terdiri dari :

1. Desentralisasi fiskal (X1) dalam studi ini, desentralisasi fiskal diproksi

dengan rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditambah bagi hasil

pajak dan bukan pajak dengan realisasi pengeluaran total pemerintah

Kabupaten/Kota dalam satuan indeks. Penggunaan variabel desentralisasi

fiskal ini mengacu pada Zang dan Zou (1998), Mahi (2000) Tim LPEM-UI

(Halim, 2001:28), dan Mursinto (2004:170).

2. Pertumbuhan ekonomi (Y1) Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun menurut harga

konstan tahun 2007-2011,yang dinyatakan dalam persen.

3. Tenaga kerja terserap (Y2) Tenaga kerja terserap dalam data ini adalah

jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melakukan pekerjaan

dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh

(40)

secara kontinyu dalam seminggu yang lalu saat pendataan dilakukan, di

masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dalam persen.

4. Penduduk miskin rata-rata (Y3) Penduduk miskin dalam penelitian ini

adalah jumlah penduduk miskin dengan menggunakan kriteria dari Badan

Pusat Statistik (BPS). Jumlah penduduk miskin merupakan total penduduk

miskin rata-rata yang berada di setiap Kabupaten/Kota dalam satuan

persen.

5. Kesejahteraan masyarakat (Y4) Kesejahteraan masyarakat adalah tingkat

layak hidup masyarakat yang diindikasikan oleh kondisi ekonomi dan

keadaan sosial masyarakat. Dalam studi ini variabel kesejahteraan

masyarakat diproksi dengan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Jawa Timur dalam satuan

persen.

3.2 Penentuan Sampel

Tekhnik penentuan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah

mencakup wilayah Jawa Timur yaitu 4 Kabupaten dan 4 Kota dari 29

Kabupaten dan 9 Kota. Selama kurun waktu 5 tahun dari tahun 2007 sampai

2011 yang merupakan data berkala (Time Series). Peneliti mengambil daerah

penilitian dikarenakan adanya perbedaan pendapatan asli daerah dan

penerimaan pajak yang diterima di tiap masing-masing daerah kabupaten dan

kota, perbedaan faktor ekonomi seperti tingkat sosial seperti tenaga kerja,

(41)

27

3.3 Tekhnik Pengumpulan Data

3.3.1 J enis Data

Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data sekunder berbentuk

time series dari tahun 2007 sampai dengan 2011, dan data cross section yang

terdiri atas 38 Kabupaten/Kota, sehingga merupakan pooled the data yaitu

gabungan antara data time series (tahun 2007-2011: 5 tahun) dengan data

yang diambil cross section 4 Kabupaten dan 4 Kota.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Jawa

Timur yang sudah diolah, Bappeda, dan instansi terkait lainnya yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3.3.3 Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan data populasi, dimana populasi, yaitu seluruh

daerah Kabupaten/Kota (29 kabupaten dan 9 kota) di Provinsi Jawa Timur

dan diambil sampel data adalah 4 Kabupaten dan 4 Kota yang ada di Jawa

Timur dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari Badan Pusat

Statistik (BPS) di Jawa Timur, tahun 2007-2011, data berupa hasil

pengolahan yang terhitung di dalam satuan persentase tiap masing-masing

(42)

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data

mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut

mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov

Smirnov dengan menggunakan program SPSS (Sumarsono, 2004: 40).

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data

mengikuti distribusi normal adalah :

1. Jika nilai signifikan (nilai profitabilitasnya) lebih kecil dari 5%, maka

distribusi adalah tidak normal.

2. Jika nilai signifikan (nilai profitabilitasnya) lebih besar dari nilai 5%, maka

distribusi adalah normal.

3.4.2 Uji Path

Untuk menguji pengaruh variabel intervening atau variabel antara atau

mediasi. Dimana fungsinya memediasi hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Untuk menguji pengaruh variabel intervening, maka

digunakan metode analisis jalur. Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis

regresi linear berganda, atau penggunaan analisis regresi untuk menaksir

hubungan kausalitas antar variabel (model causal) yang telah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan teori. Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan

hubungan sebab akibat dan juga tidak dapat digunakan sebagai substitusi bagi

(43)

29

Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi variabel

lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening) hubungan kedua

variabel tadi. Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ke tiga yang

memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Koefisien regresi recursive dihitung

dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang

menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Dalam hal ini ada empat persamaan

tersebut adalah (Ghozali, 2002:104) :

X = a +ß1 X1Y1 + ß 2Y1Y2 + ß3 Y1Y3 + ß4 Y1Y4 + ß5 Y2Y4 + ß6 Y3Y4

Y1 = a + b1X1 + e1 (persamaan pertama)

Y2 = a + b2Y1 + e1 ( persamaan kedua )

Y3 = a + b1Y1 + e1 ( persamaan ketiga )

Y4 = a+ b1Y1 + b1Y2 + b1Y3 + e1 (persamaan keempat)

Keterangan :

X1 = Desentralisasi fiskal

Y1 = Pertumbuhan Ekonomi

Y2 = Tenaga Kerja Terserap

Y3 = Jumlah penduduk Miskin

(44)

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

e = Nilai residu yang distandarkan

ß = Beta

3.4.3 Uji Hipotesis

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel

tergantung, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Merumuskan hipotesis statistik

H0:β1=0, Desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap Pertumbuhan

Ekonomi.

H0:β1≠0, Desentralisasi fiskal tidak berpengaruh terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

H1:β2=0, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Tenaga kerja

Terserap

H1:β2≠0, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Tenaga

kerja Terserap

H1:β3=0, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Jumlah

penduduk Miskin.

H1:β3≠0, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Jumlah

Penduduk Miskin.

H1:β4=0, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap

(45)

31

H4:β4≠0, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap

Kesejahteraan Masyarakat.

H2:β5=0, Tenaga Kerja Terserap berpengaruh terhadapKesejahteraan

Masyarakat

H2:β5≠0, Tenaga Kerja Terserap tidak berpengaruh terhadap

Kesejahteraan Masyarakat.

H3:β6=0, Jumlah Penduduk Miskin berpengaruh terhadap

Kesejahteraan Msyarakat

H3:β6≠0, Jumlah Penduduk Miskin tidak berpengaruh terhadap

Kesejahteraan Msyarakat.

b.Menentukan level of significance (α) sebesar 5%

c.Menghitung besarnya t hitung dengan menggunakan SPSS 15 for

Windows

d. Menentukan daerah penolakan hipotesis

jika probabilitas t > 0.05 maka H0 diterima

jika probabilitas t < 0.05 maka H0 ditolak

(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskr ipsi Obyek Penelitian

4.1.1 Kabupaten Gresik

Apabila Gresik dipandang sebagai daerah Kabupaten, maka secara

geografis berada antara 112˚ sampai 115˚ Bujur Timur dan 7˚ sampai 8˚

Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.174,07 km² yang mencakup

daratan di Pulau Jawa seluas 977,80 km² dan Pulau Bawean seluas 196,27

km². Di Kabupaten Gresik mengalir dua sungai besar, yaitu Bengawan

Solo di sebelah utara dan sungai Brantas di sebelah selatan,

masing-masing dengan anak cabangnya, seperti Kali Lamong, Kali Corong, dan

Kali manyar. Dilihat dari keadaan tanahnya, Kabupaten Gresik merupakan

dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0 sampai 12 m di atas

permukaan air laut. Sedangkan wilayah yang memiliki permukaan di atas

12 m sampai dengan 25 m sangat sedikit dari gambaran di atas, maka

potensi wilayah Gresik. Dari perhitungan desentralisasi fiskal pada tahun

2011 sebesar 231,69 % dimana hasil dari perhitungan pendapatan asli

daerah di tambah pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin

pemerintah daerah.

4.1.2 Kabupaten Malang

Kabupaten Malang terdiri atas 33 Kecamatan yang dibagi lagi

(47)

33

Kepanjen. Pusat pemerintahan sebelumnya berada di Kota Malang. Kota

Batu dahulu bagian dari Kabupaten Malang, sejak 2001 memisahkan diri

setelah ditetapkan menjadi Kota. Ibu Kota Kecamatan yang cukup besar di

Kabupaten Malang antara lain Lawang, Singosari, Dampit dan Kepanjen.

Posisi koordinat Kabupaten Malang terletak antara 112o17’10,90” bujur

timur dan 122o57’00,00” bujur timur dan antara 7o44’55,11” lintang

selatan dan 8o26’35,45” lintang selatan dengan luas wilayah sekitar 3.238

km2

Sebagian besar Kabupaten Malang wilayahnya berupa pegunungan

bagian barat dan barat laut berupa pegunungan dengan puncaknya gunung

arjuno (3,339 m) dan gunung kawi (2,651 m). Di pegunungan ini terdapat

mata air sungai brantas, sungai terpanjang di Jawa Timur. Bagian timur

merupakan kompleks pegunungan bromo-tengger (3,676 m). Gunung

semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa, Kota Malang sendiri berada

di cekungan antara kedua wilayah pegunungan tersebut.

Daerah selatan banyak ditanami tebu dan holtikultura, seperti salak

dan semangka. Selain perkebunan teh, Kabupaten Malang juga berpotensi

untuk perkebunanan kopi, dan cokelat (daerah pegunungan Kecamatan

Tirtoyudo). Hutan jati banyak terdapat di bagian selatanyang merupakan

daerah pegunungan kapur. Letak geografis sedemikian itu menyebabkan

Kabupaten Malang memiliki posisi yang cukup strategis.

Kondisi topografi Kabupaten Malang merupakan daerah dataran

(48)

daerah lembah pada ketinggian 250–500 m diatas permukaan laut yang

terletak di bagian tengah wilayah Kabupaten Malang. Daerah dataran

tinggi merupakan daerah perbukitan kapur (pegunungan Kendeng) di

bagian selatan pada ketinggian 0–650 m, daerah lereng Tengger-Semeru di

bagian timur membujur dari utara ke selatan pada ketinggian 500–3,600 m

dan daerah, dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011 sebesar 126,27%

dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah di tambah pajak yang di

kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah..

4.1.3 Kabupaten Mojokerto

Wilayah Kabupaten Mojokerto terletak di antara 111º20’13 sampai

dengan 111º40’47 bujur timur dan antara 7º18’35 sampai dengan 7º47

lintang selatan. Secara geografis Kabupaten Mojokerto tidak berbatasan

dengan pantai, hanya berbatasan dengan wilayah Kabupaten

Disamping itu wilayah Kabupaten Mojokerto juga mengitari

wilayah Kota Mojokerto yang terletak di tengah wilayah Kabupaten

Mojokerto. Topografi wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung di tengah

dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah

pegunungan yang subur meliputi Kecamatan Pacet, Trawas, Gondang dan

Jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran, sedangkan bagian

utara merupakan daerah perbukitan kapur yang subur. Sekitar 30% dari

seluruh wilayah Kabupaten Mojokerto kemiringan tanahnya lebih dari 15

derajat, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran dengan tingkat

(49)

35

Letak kemiringan Kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto

rata-rata berada dibawah 500 m dari permukaan laut, Kecamatan yang

memiliki ketinggian tertinggi adalah Kecamatan Pacet, dimana

ketinggiannya berada pada lebih 700 m dari permukaan laut. Secara

wilayah Kabupaten Mojokerto terdiri dari 18 Kecamatan, 304 Desa, luas

wilayah secara keseluruhan Kabupaten Mojokerto adalah 692,15 km².

Dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011 sebesar 58,32% dari hasil

perhitungan pendapatan asli daerah di tambah pajak yang di kurangi

dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah..

4.1.4 Kabupaten Sidoar jo

Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Provinsi Jawa

Timur merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat.

Keberhasilan ini di capai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya

seperti industri dan perdagangan, pariwisata, serta usaha kecil dan

menengah dapat dikemas dengan baik dan terarah.

Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber

daya manusia yang memadai, maka dalam perkembangannya Kabupaten

Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah strategis bagi pengembangan

perekonomian regional. Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112º5’ dan

112º9’ bujur timur dan antara 7º3’ dan 7º5’ lintang selatan. Batas sebelah

utara adalah Kota Madya Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan

adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan

(50)

Topografi, dataran Sidoarjo dengan ketinggian antar 0-25 m,

ketinggian 0–3 m dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99%, merupakan

daerah pertambakkan yang berada di wilayah bagian timur wilayah bagian

tengah yang berair tawar dengan ketinggian 3-10 m dari permukaan laut

merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahan. Meliputi

40,81 % wilayah bagian barat dengan ketinggian 10-25 m dari permukaan

laut merupakan daerah pertanian meliputi 29,90 %.

Hifrodelogi, daerah air tanah, payau, dan air asin mencapai luas

16,312,69 Ha. Kedalaman air tanah rata-rata 0-5 m dari permukaan tanah.

Hidrologi, Kabupaten Sidoarjo terletak diantara dua aliran sungai yaitu

kali Surabaya dan kali Porong yang merupakan cabang dari kali Brantas

yang berhulu di Kabupaten Malang. Dimana desentralisasi fiskal pada

tahun 2011 sebesar 39,37% dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah

di tambah pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah

daerah.

4.1.5 Kota Probolinggo

Letak Kota Probolinggo berada pada 7º43’41’’ sampai dengan

7º49’04’’ Lintang Selatan dan 113º10’ sampai dengan 113º15’ Bujur Timur

dengan luas wilayah 56,667 km. Disamping itu Kota Probolinggo

merupakan daerah transit yang menghubungkan Kota-Kota (sebelah timur

Kota) Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan

(51)

37

Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56,667 km² Secara

administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima)

Kecamatan dan 29 Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan

terdapat 5 Kelurahan, Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan,

Kecamatan Wonoasih terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat

6 Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran terdapat 6 Kelurahan. Pada kondisi

normal, musim penghujan berada pada bulan november hingga april,

sedangkan musim kemarau berada pada bulan mei hingga oktober setiap

tahunnya. Secara umum, kondisi dan struktur tanah Kota Probolinggo cukup

produktif untuk berbagai jenis tanaman. Hal ini banyak dipengaruhi oleh

pengairan yang cukup, sehingga memungkinkan pengembangan lahan

sawah untuk tanaman pangan maupun hortikultura, khususnya bawang

merah yang merupakan komoditi unggulan.

Meskipun merupakan wilayah perkotaan, pola penggunaan tanah di

Kota Probolinggo ternyata masih terdapat lahan sawah seluas 1,967,70 ha

(21 %), lahan bukan sawah seluas 3,699,00 ha (39,5 %). Lahan bukan

sawah terbagi atas lahan kering 3,595,00 ha (38,4 %) dan lahan lainnya

(tambak) seluas 104 ha (1,11%). Dimana desentralisasi fiskal pada tahun

2011 sebesar 61,06% dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah di

tambah pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah

(52)

4.1.6 Kota Pasuruan

Letak geografis wilayah Kota Pasuruan berada pada posisi sangat

strategis yaitu jalur regional juga jalur utama perekonomian

Surabaya-Malang dan Surabaya - Banyuwangi, hal tersebut menguntugkan dalam

pengembangan ekonomi dan membuka peluang investasi di Kabupaten

Pasuruan, Kabupaten Pasuruan mempunyai luas wilayah 147,401,50 ha

(3,13 % luas Provinsi Jawa Timur) terdiri dari 24 Kecamatan, 24 Kelurahan,

341 Desa). Letak geografis Pasuruan antara 112º033’55’’ hingga

113º30’37’’ bujur timur dan 70º32’34’’ hingga 80º30’20’’ lintang selatan.

Hidrografi, potensi hidrografi memberikan peluang yang besar bagi

pembangunan baik untuk keperluan air minum, irigasi, pariwisata dan

industri. Potensi hidrografi antara lain : 18 sungai dan 6 sungai besar yang

bermuara di selat Madura, selain potensi sungai terdapat danau dan

sejumlah mata air, diantaranya danau Ranu Grati mampu mengeluarkan

debit air maximum 980 liter/detik, selain itu juga terdapat 470 sumber mata

air yang tersebar di 24 Kecamatan dan yang terbesar adalah sumber air

Umbulan di Kecamatan Winongan dengan debit 5,650 liter/detik.

Kabupaten Pasuruan relatif besar tercatat 1,510,261 jiwa terdiri dari, juga

laki-laki 747,376 jiwa dan perempuan 762,885 jiwa (data akhir tahun 2011

BPS Kabupaten Pasuruan) dengan kepadatan 1,024,59 jiwa/km².

Keanekaragaman penduduk sebagian besar suku Jawa, suku

Madura, suku Tengger dan keturunan asing antara lain : Cina, Arab, India.

(53)

39

Kondisi penduduk menurut mata pencaharian terdiri dari pertanian

(33,98%) industri pengolahan (24,69%), listrik, gas dan air (0,41%)

perdagangan, hotel dan restoran (17,79%) pertambangan dan galian

(0,38%). Bangunan (5,21%), keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

(0,33%), pengangkutan dan komunikasi (6,66%) serta jasa (10,55%)

dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011 sebesar 125,42% dari hasil

perhitungan pendapatan asli daerah di tambah pajak yang di kurangi

dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah..

4.1.7 Kota Batu

Kota Batu adalah Kota yang terletak 15 km² sebelah barat Kota

Malang, berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu

berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten

Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur,

selatan dan barat. Wilayah Kota ini berada di ketinggian 680-1,200 m dari

permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.

Kota Batu terletak pada ketinggian rata-rata 871 m di atas

permukaan laut. Sebagai layaknya wilayah pegunungan yang wilayahnya

subur, Kota Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah

dan berudara sejuk, tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain

untuk mengunjungi dan menikmati Kota Batu sebagai kawasan pegunungan

yang mempunyai daya tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad 19 Kota

(54)

Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat

peristirahatan (Vila) bahkan bermukim di Kota Batu.

Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa

Pemerintahan Hindia Belanda itu masih berbekas bahkan menjadi aset dan

kunjungan wisata hingga saat ini. Begitu kagumnya bangsa Belanda atas

keindahan dan keelokan Kota Batu, sehingga bangsa Belanda

mensejajarkan wilayah Kota Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu

Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau

Swiss kecil di Pulau Jawa. Dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011

sebesar 158,44% dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah di tambah

pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah.

4.1.8 Kota Surabaya

Secara geografis, Kota Surabaya terletak di antara 112 036’-112

054’ bujur timur dan 70 21’ lintang selatan. Secara geografis wilayah Kota

Surabaya di sebelah utara dan sebelah timur berbatasan dengan Selat

Madura, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten

Sidoarjo dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik. Secara

umum wilayah Kota Surabaya merupakan daratan rendah dengan ketinggian

3–6 m di atas permukaan air laut, kecuali di sebelah selatan dengan

ketinggian 25–50 m diatas permukaan air laut. Kota Surabaya terbagi

menjadi 31 Kecamatan dengan luas wilayah sebesar 326,36 km². Luas

wilayah antar Kecamatan sangat bervariasi. Kecamatan dengan luas wilayah

(55)

41

wilayah terkecil ada di Kecamatan Simokerto yang luasnya sebesar 2,59

km². Berbanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, suku Jawa di

Surabaya memiliki pembawaan yang keras. Salah satu sebabnya adalah

jauhnya Surabaya dari keraton yang dianggap sebagai pusat kebudayaan

Jawa. Surabaya memiliki logat bahasa Jawa yang khas yang dipanggil

“Boso Suroboyoan”. Boso Suroboyoan terkenal karena sifat egalitarian,

terus terang, dan tidak membedakan ragam tingkat bahasa seperti

bahasa-bahasa Jawa baku pada umummnya. Masyarakat Surabaya juga dikenali

dengan sifat fanatiknya dan bangga terhadap bahasa mereka.

Surabaya merupakan Kota multi etnis yang kaya budaya. Beragam

etnis ada di Surabaya, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa.

Etnis Nusantara pun dapai dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak,

Kalimantan, Bali, Sulawesi yang membaur dengan penduduk asli

Surabaya membentuk pluralisme budaya yang selanjutnya menjadi ciri

khas Kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya adalah orang

Surabaya asli dan orang Madura. Kota Surabaya merupakan Kota lama

yang berkembang hingga mencapai bentuknya seperti saat ini. Awalnya

masyarakat tinggal dalam perkampungan. Dengan tingkat pertumbuhan

penduduk 1,2 % setahun, seperti di belahan rnanapun di dunia, dikotomi

miskin dan kaya tentu saja juga terjadi di Surabaya. Akan tetapi

masing-masing dapat berdampingan dengan damai, dan tidak menjadi alasan hidup

Gambar

Tabel 1.1 : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Jawa Timur Tahun 2011 (dalam Persen)
Tabel 4.1 : Variabel Desentralisasi Fiskal Tahun 2007-2011
Tabel 4.2 : Variabel Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2007-2011  (dalam satuan persen)
Tabel 4.3 : Variabel Tenaga Kerja Terserap Tahun 2007-2011   (dalam satuan persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang kondisi wilayah yang rawan terhadap genangan banjir pasang (rob) dan seberapa jauh luasan banjir pasang

Sesuai dengan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif remaja adalah suatu tindakan manusia yang berupa reaksi

Berikut adalah kurikulum pada kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 Bagi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan waktu oksidasi di dalam dan di luar drum berputar (toggle dry) terbaik untuk proses penyamakan kulit samoa

• Selama Triwulan I 2010 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 5,4 miliar, terdiri terdiri dari non migas US$ 5,1 miliar dan migas US$ 0,3 miliar... Pertumbuhan ekspor

Green sand adalah metode yang paling banyak digunakan dalam proses pengecoran sand casting baik dari coran yang berukuran kecil sampai yang menengah yang diproduksi

Penandatanganan perjanjian kerjasamaantara Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan dengan satuan pendidikan yang terakreditasi, atau lembaga sertifikasi lainnya yang sah

6XEMHN GHQJDQ WLQJNDW NHPDPSXDQ DZDO PDWHPDWLND NDWHJRUL VHGDQJ %HUGDVDUNDQ GDWD GDQ FXSOLNDQ ZDZDQFDUD SDGD VXEMHN 6 GDQ VXEMHN 6 \DQJ PHUXSDNDQ VLVZD \DQJ EHUDGD SDGD