ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN / KOTA J AWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh :
SENDIE ENRIL FAHRIAN 0611010053 / FE / EP
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’ J AWA TIMUR
Disusun oleh
Sendie Enr il Fa hr ian 0611010053/ FE/ IE
Telah diper tahankan dihadapan Dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ekonomi Pembangunan Fa kultas Ekonomi Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada Tanggal 28 Febr uar i 2013
Pembimbing : Tim Penguji
Pembimbing Utama Ketua
Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP
Sekretaris
Ir . Ha midah H R, MS
Anggota
Suwar no, Se, Me
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
USULAN PE NELITIAN
ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN ATAU KOTA J AWA TIMUR
Yang diajukan
Sendie Enr il Fahr ian NPM : 0611010053
Telah disetujui untuk diseminar kan oleh
Pembimbing Utama
Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Tanggal: 26 J uli 2012
Mengetahui
Ketua Pr ogdi Ekonomi Pembangunan
ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN ATAU KOTA J AWA TIMUR
Yang diajukan
Sendie Enr il Fahr ian 0611010053/ FE/ IE
Telah diseminar kan dan disetujui untuk menyusun skr ipsi oleh :
Pembimbing Utama
Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Tanggal : 26 J uli 2012
Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
SKRIPSI
ANALISIS PE RAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJ A EKONOMI DI KABUPATEN ATAU KOTA J AWA TIMUR
Yang diajukan
Sendie Enr il Fahr ian 0611010053/ FE/ IE
Disetujui untuk Ujian Skr ipsi oleh :
Pembimbing Utama
Dr a. Ec. Niniek Imaningsih, MP Tanggal : 5 Febr uar i 2013
Mengetahui
A/N Dekan Fakultas Ekonomi Wakil Dekan I
serta hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga peneliti bisa menyelesaikan
skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa
untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya
Jurusan Ilmu Ekonomi. Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengambil judul
“Analisis Peran Desentralisasi Fiskal Ter hadap Kinerja Ekonomi di
Kabupaten atau Kota J awa Timur ”. Terima kasih kepada Ibu Dra. Ec Niniek
Imaningsih, MP selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan selaku Dosen
Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan
mendampingi peneliti selama menempuh pendidikan di dalam perkuliahan.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan
dan pengetahuan yang ada.
Atas terselesaikannya skripsi ini, peneliti menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan fakultas
3. Bapak Drs. Ec Rahman Amrullah Suwaidi, MS selaku Wakil Dekan I
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
4. Bapak Drs. Ec Wiwin Priana P, MT sebagai Sekretaris Program Ilmu
Ekonomi.
5. Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur, yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu
pengetahuannya dan pelayanan akademik bagi peneliti.
6. Ayahnda Drs. Ec. H Priyo Hanafi, SE dan Ibunda tercinta Hj. Sumi Harti
yang telah sabar mendidik dan membesarkan peneliti dengan penuh kasih
sayang dan kesabaran baik moral, material, maupun spiritual.
7. Abang saya Sandi Purnama, MP, kakak Suhesti Anneviarini, MP, kakak
Hapsari Oktaviana, SE, Msi, kakak Triana Oktabiyanti, SH dan adik, juga
saudara dari ayahnda dan ibunda, yang bersedia memberikan dukungan
moril dan doa kepada penulis.
8. Buat sahabat dan cinta yang menjadi sesuatu di kehidupan penulis, terima
kasih.
Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat
berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah
SWT memberikan hidayah dan karunia-Nya kepada kita semua.
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 11
2.2 Landasan Teori ... 13
2.2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal ... 13
2.2.2. Teori Barzelay ... 14
2.2.3. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Oates ... 15
2.2.4. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan ... 17
2.2.4.1. Teori Kemiskinan dan Kesejahteraan ... 18
2.2.4.2. Teori Tenaga Kerja Terserap ... 20
2.3. Hipotesis ... 23
2.4. Kerangka Pikir ... 24
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi dan Pengukuran Variabel ... 25
3.2. Tekhnik Penentuan Sampel ... 26
3.3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 27
3.3.1. Jenis Data ... 27
3.3.2. Sumber Data ... 27
3.3.3. Pengumpulan Data ... 27
3.4. Tekhnik Analisis dan Uji Hipotesis ... 28
3.4.1 Uji Normalitas ... 28
3.4.2 Uji Path ... 28
3.5 Uji Hipotesa ... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 32
4.1. Kabupaten Gresik ... 32
4.2. Kabupaten Malang ... 34
4.3. Kabupaten Mojokerto ... 35
4.4. Kabupaten Sidoarjo ... 36
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 44
4.2.1 Variabel Desentralisasi Fiskal ... 44
4.2.2 Variabel Pertumbuhan Ekonomi ... 46
4.2.3 Variabel Tenaga Kerja Terserap ... 47
4.2.4 Variabel Penduduk Miskin ... 48
4.2.5 Variabel Kesejahteraan Masyarakat ... 50
4.3 Analisis Dan Uji Hipotesis ... 51
4.3.1 Uji Normalitas ... 51
4.3.2 Uji Path Tahap Pertama ... 55
4.3.3 Uji Path Tahap Kedua ... 57
4.3.4 Uji Path Tahap Ketiga ... 58
4.3.5 Uji Path Tahap Keempat ... 59
4.3.5.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 59
4.3.5.2 Pengaruh Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 60
4.3.5.3 Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 61
4.4 Pembahasan ... 66
4.4.2 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tenaga Kerja
Terserap… ... 68
4.4.3 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Terhadap
Penduduk Miskin ... 69
4.4.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi BerpengaruhTerhadap
Kesejahteraan Masyarakat ... 71
4.4.5 Pengaruh Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat……….. 72
4.4.6 Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat………. .. 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 75
Tabel 1.1 Tabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 6
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Variabel Desentarlisasi Fiskal ... 45
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Variabel Pertumbuhan Ekonomi ... 46
Tabel 4.3 Hasil Penelitian Variabel Tenaga Terserap ... 47
Tabel 4.4 Hasil Penelitian Variabel Penduduk Miskin ... 49
Tabel 4.5 Hasil Penelitian Variabel Kesejahteraan Masyarakat ... 50
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Tahap Pertama ... 52
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Tahap Kedua ... 53
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Tahap Ketiga ... 54
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Tahap Keempat ... 55
Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi Path Pertama ... 56
Tabel 4.11 Hasil Uji Regresi Path Kedua ... 57
Tabel 4.12 Hasil Uji Regresi Path Ketiga... 58
Tabel 4.13 Hasil Uji Regresi Path Keempat ... 59
Tabel 4.14 Hasil Uji Regresi Path Kelima... 60
Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Path Keenam ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4.1 Gambar Kerangka Pikir ... 24
Gambar 4.3.1 Gambar Sebaran Normalitas tahap Pertama ... 52
Gambar 4.3.2 Gambar Sebaran Normalitas tahap Kedua ... 53
Gambar 4.3.3 Gambar Sebaran Normalitas tahap Ketiga ... 54
Gambar 4.3.4 Gambar Sebaran Normalitas tahap Keempat ... 55
Gambar 4.3.5 Gambar Path Disentralisasi fiskal Terhadap Pertumbuhan ekonomi ... 56
Gambar 4.3.6 Gambar Path Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tenaga Kerja.. ... 57
Gambar 4.3.7 Gambar Path Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penduduk Miskin… ... 58
Gambar 4.3.8 Gambar Path Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 60
Gambar 4.3.9 Gambar Path Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 61
Sendie Enril Fahrian
Abstraksi
Desentralisasi fiskal itu sendiri adalah pendanaan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mana, berasal dari pendapataan asli daerah dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah kemudian dikurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah. Apabila pendapatan nasional naik anggaran belanja juga naik (surplus) dikarenakan penerimaan pajak naik (karena sistem pajak progresif) kenaikan anggaran belanja (surplus) akan membantu menstabilkan perekonomian. Penurunan pendapatan individu akan berakibat penurunan pengeluaran konsumsi sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi.
Penelitian ini dibuat dengan maksud untuk menguji pengaruh dari desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada suatu Provinsi, tingkat tenaga kerja, kemiskinan dan tingkat kesejahteraan dan mengolah data dengan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi Jawa Timur, dengan daerah penelitian 4 Kabupaten dan 4 Kota. Selain itu data waktu analisis periode dari tahun 2007 sampai 2011 menggunakan path analysis dari software program SPSS 15 AMOS for windows.
Hasil dari perhitungan menunjukan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap terhadap tenaga kerja terserap. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap jumlah penduduk miskin. Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak
tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,
pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan
melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas
pembangunan.
Disentralisasi fiskal itu sendiri adalah pendanaan daerah yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mana, berasal dari pendapataan asli
daerah dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah tersebut, yang
dikurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah. Dengan adanya hal
tersebut dapat di lihat pula dari kebijakan fiskal dimana perubahan
pengeluaran pemerintah atau perpajakan dengan tujuan untuk mempengaruhi
susunan permintaan, indikator yang biasanya dipakai untuk kebijaksanaan
fiskal adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah
dengan penerimaan pemerintah terutama pajak, kemudian Built-in Stabilizer
adalah salah satu komponen dalam anggaran belanja pemerintah yang secara
otomatis terpengaruh oleh perubahan pendapatan sehingga akan
mempengaruhi anggaran belanja. Karena pengaruh yang sifatnya otomatis
penerimaan) yang sifatnya progesif. Apabila pendapatan nasional naik
anggaran belanja juga naik (surplus) dikarenakan penerimaan pajak naik
(karena sistem pajak progesif), kenaikan anggaran belanja (surplus) akan
membantu menstabilkan perekonomian, karena penerimaan pajak yang tinggi
berarti penurunan pendapatan (disposable income) individu. Penurunan
pendapatan individu akan berakibat penurunan pengeluaran konsumsi,
sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi karena kenaikan pendapatan.
Dari segi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang mana
diberikan hak khusus yaitu otonomi daerah bagi setiap daerah untuk
meningkatkan pendapatan di setiap daerah masing-masing yang memiliki
tingkat sumber daya manusia yang lebih maju atau pada sumber daya alam
yang melimpah, untuk itu diharapkan dengan adanya otonomi dan
desentralisasi fiskal, dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan
keinginan daerah untuk mengembangkan wilayah menurut potensi
masing-masing. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang digunakan
untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal
adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi pajak daerah, retribusi, laba
perusahaan daerah, pendapatan lain-lain yang sah.
2. Dana Alokasi Umum (DAU), menurut ketentuan yang berlaku pada UU
No. 25 Tahun 1999, maka alokasi DAU ini ditentukan dengan
3
mempertimbangkan sisi kebutuhan fiskal (fiscal needs) dan sisi
kemampuan fiskal (fiscal capacity).
3. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK pada awalnya hanya berupa DAK
untuk kegiatan reboisasi, yang dananya terkait dengan penerimaan dari
dana reboisasi dari sektor kehutanan. PP No. 104 Tahun 2000
menggariskan bahwa penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi
40% disediakan kepada daerah penghasil sebagai bagian DAK untuk
membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil.
Mulai tahun 2003, alokasi DAK mulai dilakukan untuk sektor-sektor yang
lebih luas, terutama adalah sektor yang berkaitan dengan infrastruktur
(irigasi dan jalan), pendidikan, dan kesehatan.
4. Pinjaman daerah, dana bagi hasil dan lain-lain penerimaan yang sah.
Dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Timur terhadap kondisi makro ekonomi dan sosial menunjukan hasil
yang relatif baik meskipun belum optimal. Selain itu juga isu disentralisasi
yang dianggap sebagai jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
telah menarik perhatian dari banyak ahli, antara lain dikemukakan oleh
Tiebout, Oates, Tresch, Breton, Weingast, dan sebagaimana dikutip oleh
Litvack et al dalam Sidik (2002) yang mengatakan bahwa pelayanan publik
yang paling efisien seharusnya di selenggarakan oleh wilayah yang memiliki
kontrol geografis yang paling minimum karena :
2. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan
masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan
efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat.
3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan
inovasinya.
Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah semakin mantap,
maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan
sendiri yakni dengan upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Terdapat beberapa indikator untuk melihat kinerja pembangunan daerah.
Indikator pertama, di lihat dari hasil output pembangunan daerah yang
tercermin dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data realisasi
menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB riil di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur selama lima tahun terakhir, menunjukkan kecenderungan selalu
meningkat. Pada tahun 2007 total PDRB Jawa Timur sebesar 27,17 %, di
tahun 2008 sebesar 28,84 %, tahun 2009 sebesar 30,55 %, tahun 2010 sebesar
32,08 % dan di tahun 2011 sebesar 34,25 %. Laju pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 sampai 2011.
Indikator kedua, di lihat dari aspek kemiskinan bahwa jumlah
penduduk miskin di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Kemiskinan
akan berpengaruh terhadap penurunan indikator-indikator yang ada dalam
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti pendidikan, kesehatan dan
5
pendapatannya hanya untuk kebutuhan pangan atau makanan saja dan akan
mengabaikan kebutuhan yang lain seperti pendidikan dan kesehatan, sehingga
tidak akan merasakan kehidupan yang layak. Pada tahun 2010 Kabupaten
Gresik sebesar 19,14 % dan ditahun 2011 sebesar 16,42 %, Kabupaten
Malang tahun 2010 sebesar 13,57 % dan ditahun 2011 sebesar 12,54 %,
Kabupaten Mojokerto tahun 2010 sebesar 13,24 % dan tahun 2011 sebesar
12,23 %, Kabupaten Sidoarjo tahun 2010 sebesar 6,91 % dan ditahun 2011
sebesar 7,45 %, Kota Probolinggo tahun 2010 sebesar 47,08 % dan tahun
2011 sebesar 19,03 %, Kota Pasuruan tahun 2010 sebesar 15,76 % dan tahun
2011 sebesar 16,8 %, Kota Batu tahun 2010 sebesar 8,84 % dan tahun 2011
sebesar 9,7 % dan Kota Surabaya tahun 2010 sebesar 171,21 % dan tahun
2011sebesar 195,6 %. Dari tahun 2010 dan tahun 2011 terdapat perbedaan
antara Kabupaten dan Kota di Jawa Timur, dengan perbedaan tiap Kabupaten
dan Kota tersebut terihat adanya perbedaan kesenjangan sosial penduduk
miskin di setiap Kabupaten dan Kota, dan pada Kota Surabaya sebagai kota
besar yang memiliki tingkat penduduk miskin yang paling tinggi.
Sedangkan indikator ketiga, di lihat dari sosial (tenaga kerja) pada
jumlah pengangguran perkotaan dan pedesaan di Provinsi Jawa Timur, yang
mana pengangguran perkotaan diperkirakan dua kali lipat dari pengangguran
dipedesaan.
Indikator ke empat, dilihat dari kesejahteraan masyarakat dengan
makro ekonomi dan sosial, selama pelaksanaan desentralisasi fiskal dari
setiap daerah yang mempunyai letak geografis yang berbeda dan perbedaan
banyaknya kabupaten dan kota di dalam daerah tersebut belum mampu
mengatasi permasalahan mendasar yang dihadapi daerah Kabupaten/Kota di suatu
Provinsi.
Tabel 1.1 : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota J awa Timur Tahun 2011 (dalam Per sen)
No Kabupaten Tahun Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)
1 Kabupaten Gresik 2011 73,98
2 Kabupaten Malang 2011 70,09
3 KabupatenMojokerto 2011 72,93
4 KabupatenSidoarjo 2011 75,88
5 KotaProbolinggo 2011 73,73
6 KotaPasuruan 2011 73,01
7 KotaBatu 2011 73,88
8 Kota Surabaya 2011 76,82
Sumber : BPS, Jawa Timur dalam Data Makro Tahun 2011 (diolah) Keterangan : IPM : Indeks Pembangunan Manusia selama 2007-2011
Dari 4 kabupaten dan 4 kota yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten
Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kota Probolinggo, Kota
Pasuruan, kota Batu dan Kota Surabaya di Jawa Timur dapat dilihat adanya
perbedaan secara prosentase dari tahun, baik di lihat dari pertumbuhan
ekonomi, jumlah tenaga kerja yang terserap, jumlah penduduk miskin,
kesejahteraan masyarakat yang berpengaruh terhadap pendapatan pendanaan
daerah atau disentralisasi fiskal yang ada pada Indeks pembangunan manusia.
Dari indeks pembangunan manusia pada tahun 2011 sebagai patokan
7
Kabupaten Malang sebesar 70,09 %, Kabupaten Mojokerto sebesar 72,93 %,
Kabupaten Sidoarjo sebesar 75,88 %, Kota Probolinggo sebesar 73,73 %,
Kota Pasuruan sebesar 73,01 %, Kota Batu sebesar 73,88 % dan Kota
Surabaya sebesar 76,82 %.
Dengan adanya hal tersebut terdapat cukup besarnya perbedaan dari
segi ekonomi dan jumlah penduduk antara tiap Kabupaten dan Kota yang
mempengaruhi kinerja dan jalannya roda perekonomian, tingkat kesenjangan
sosial dan pertumbuhan penduduk, dengan perbedaan yang disebutkan di atas
maka judul yang diambil peneliti adalah “Analisis Peran Desentralisasi
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di uraikan maka dapat di ambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur ?
2. Apakah pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tenaga kerja terserap (Y2) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur ?
3. Apakah pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur ?
4. Apakah pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur ?
5. Apakah tenaga kerja terserap (Y2) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur ?
6. Apakah Jumlah penduduk miskin (Y3) berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi
9
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1) di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur.
2. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tenaga kerja terserap (Y2) di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur.
3. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur.
4. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi (Y1) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur.
5. Untuk mengetahui tenaga kerja terserap (Y2) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur.
6. Untuk mengetahui Jumlah penduduk miskin (Y3) berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Dapat memberi informasi dan sebagai sambungan pemikiran terhadap
pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah Kabupaten Gresik,
Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kota
Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Batu dan Kota Surabaya, dalam
menetapkan kebijakan dalam ketenagakerjaan industri dalam
meningkatkan keterampilan tenaga kerja sebagai porsi yang tepat dalam
memilih alternatif.
2. Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya bagi penulis atau peneliti yang
mengambil topik pendapatan asli daerah yang terkait dengan
Desentralisasi Fiskal, Human Development Index (HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
3. Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan perbendaharaan literatur
perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur Khususnya perpustakaan
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Ter dahulu
Penelitian terdahulu mengenai desentralisasi fiskal, yang pernah
dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan dan
bahan yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh :
1. Suminto (2003), jurnal ekonomi dengan judul “Economist, The Indonesia
Economic Intelligence” didalam aturan perundang-undangan.
Desentralisasi fiskal telah dimulai dijalankan secara penuh pada tanggal 1
Januari 2001. Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dilaksanakan
berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No.
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah ini membawa perubahan yang luar biasa dalam
tata Kepemerintahan Republik Indonesia. Tulisan ini mencoba
memberikan beberapa catatan atas tiga tahun pelaksanaan desentralisasi
fiskal.
2. Halim (2001), menyatakan dalam jurnal ekonominya pada otonomi
daerah, yaitu ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi
adalah kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut
sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Ketergantungan kepada
bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD harus
menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah.
3. Sutikno (2004), penelitian yang mengidentifikasi terjadinya kesenjangan
antara penawaran tenaga kerja dengan permintaan tenaga kerja pada
masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Jawa Timur. dan
Menganalisis penyerapan tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi
masing-masing Kabupaten/Kota terhadap desentralisasi fiskal pendanaan
daerah. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja yang ada wilayah Jawa Timur. Alat analisis yang
digunakan untuk kondisi ketenagakerjaan antara lain: rasio angkatan kerja,
rasio pengangguran, dan tipologi permintaan dan penawaran. Alat analisis
yang digunakan untuk menganalisis penyerapan tenaga kerja sektoral
adalah analisis path analysis. Sedangkan alat analisis yang digunakan
untuk menganalisis variabel ekonomi terhadap pengangguran adalah
13
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan perkembangan PDRB per kapita
per tahun sebenarnya menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Membaiknya kondisi ekonomi makro tersebut juga ditunjukkan pula
dengan perkembangan positif Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Namun pencapaian indikator ekonomi makro tersebut belum diikuti
dengan perkembangan indikator mikro. Tampaknya justru terjadi kondisi
yang kontradiktif antara indikator ekonomi makro dengan jumlah
penduduk miskin dan pengangguran, artinya indikator makro
menunjukkan perbaikan, namun di sisi lain jumlah penganggur dan
penduduk miskin semakin banyak.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Otonomi Daerah Dan Desentr alisasi Fiskal
Fiskal Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Otonomi daerah berdasarkan perundang-undangan, dalam
memenuhi kebutuhan daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan yang
dimiliki oleh daerah. Desentralisasi fiskal itu sendiri adalah pendanaan
daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mana berasal dari
pendapatan asli daerah dan pajak yang diterima oleh pemerintah daerah
tersebut yang dikurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah itu
2.2.2 Teori Bar zelay
Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal terkandung
tiga misi utama, yaitu (Barzelay, 1991) :
a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
b. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat
c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut
serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan
Otonomi daerah yang sudah berjalan lebih dari lima tahun di
negara kita diharapkan bukan hanya pelimpahan wewenang daerah
merupakan kemerdekaan atau kebebasan menentukan aturan sendiri pusat
kepada daerah untuk menggeser kekuasaan.
Hal itu ditegaskan oleh Kaloh (2002:7), bahwa otonomi daerah
harus di definisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah dan bukan
otonomi daerah dalam pengertian wilayah/teritorial tertentu di tingkat
lokal. Otonomi daerah bukan hanya merupakan pelimpahan wewenang
tetapi juga peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
daerah.
Berbagai manfaat dan argumen yang mendukung pelaksanaan
otonomi daerah tidak langsung dapat dianggap bahwa otonomi adalah
sistem yang terbaik. Berbagai kelemahan masih menyertai pelaksanaan
15
(1995) mencatat beberapa kelemahan dan dilema dalam otonomi daerah,
antara lain:
1. Menciptakan kesenjangan antara daerah kaya dengan daerah miskin
2. Mengancam stabilisasi ekonomi akibat tidak efisiennya kebijakan
ekonomi makro, seperti kebijakan fiskal
3. Mengurangi efisiensi akibat kurang representatifnya lembaga
perwakilan rakyat dengan indikator masih lemahnya public hearing.
4. Perluasan jaringan korupsi dari pusat menuju daerah
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip (rules) money
should followfunction merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan
dan dilaksanakan (Bahl,2000:19). Artinya, setiap penyerahan atau
pelimpahan wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran
yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut.
Desentralisasi fiskal diperlukan untuk perbaikan efisiensi ekonomi,
efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas dan peningkatan mobilisasi dana.
Desentralisasi fiskal tidak bisa di adopsi begitu saja, namun di sesuaikan
dengan latar belakang sejarah dan kebudayaan, kondisi-kondisi lembaga,
politik, dan ekonomi yang melekat pada negara itu.
2.2.3 Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Menur ut Oates
(1993).
Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan
penyediaan barang-barang publik. Pengambilan keputusan pada level
pemerintah lokal akan lebih didengarkan untuk menganekaragamkan pilihan
lokal dan lebih berguna bagi efisensi alokasi.
Desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang apabila tidak
berpegang pada standar teori desentralisasi, hasilnya mungkin akan
merugikan pertumbuhan ekonomi dan efisiensi. Desentralisasi fiskal
memungkinkan untuk melakukan korupsi pada level lokal karena
memberikan pertimbangan politikus lokal dan birokrat yang dapat di akses
dan peka terhadap kelompok bunga lokal. Oates juga menyatakan bahwa
desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian
berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi.
Perbelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah
lebih memacu pertumbuhan ekonomi dari pada kebijakan pemerintah pusat.
Menurutnya daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran
pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan
masyarakat karena lebih mengetahui keadaannya. Bahl (2000:25-26)
mengemukakan dalam aturan yang ke dua belas, bahwa desentralisasi harus
memacu adanya persaingan di antara berbagai pemerintah lokal untuk
menjadi pemenang (there must be a champion for fiscal decentralization).
Hal ini dapat dilihat dari semakin baiknya pelayanan publik.
Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan
memberikan apa yang terbaik yang dibutuhkan oleh masyarakatnya,
17
semakin besar meningkatkan kesejahteraan rakyat, partisipasi rakyat
setempat dalam pemerintahan dan lain-lain.
Desentralisasi fiskal memang tidak secara jelas dinyatakan dalam UU
Nomor 33 Tahun 2004. Namun, komponen dana perimbangan merupakan
sumber penerimaan daerah yang sangat penting dalam pelaksanaan
desentralisasi, dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan merupakan inti
dari desentralisasi fiskal.
2.2.4 Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan harus mencerminkan
perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara
keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan
individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk
bergerak maju menuju suatru kondisi kehidupan yang serba lebih baik,
secara material maupun spiritual (Todaro, 2003:21). Menurut Kuznet dalam
Todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya.
Todaro (2003:92) menyampaikan ada tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap negara. Ketiga faktor tersebut
adalah:
1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru
yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber
daya manusia.
2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhimya akan memperbanyak jumlah
angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, berupa cara baru atau perbaikan cara-cara lama
dalam menangani pekerjaan.
Distribusi pendapatan yang baik adalah yang makin merata. Tetapi
tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, yang terjadi adalah pemerataan
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi hanya akan menghasilkan perbaikan
distribusi pendapatan bila memenuhi setidaknya ada dua syarat, yaitu
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Dengan
meluasnya kesempatan kerja, akses rakyat untuk memperoleh penghasilan
makin besar.
2.2.4.1Teori Kemiskinan Dan Kesejahteraan
Kemiskinan adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang,
sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah negara yang
menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan
hukum dan keadilan, terancamnya bargaining (posisi tawar) dalam
19
bangsa dan negara. Pengertian itu merupakan pengertian kemiskinan secara
luas. Telah dikatakan di atas bahwa kemiskinan terkait dengan
ketidaknyamanan dalam hidup, artinya bahwa orang yang miskin itu
hidupnya hampir selalu dan sering tidak nyaman.
Dalam segala bidang mereka selalu menjadi kaum tersingkir, karena
mereka tidak dapat menyamakan kondisi mereka dengan kondisi masyarakat
sekelilingnya (Esmara, 1998). Banyak ukuran untuk menentukan angka
kemiskinan, salah satunya adalah garis kemiskinan. Garis kemiskinan dalam
pengertian umum adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya
pengeluaran (dalam persen) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum
makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang menyatakan batas
seseorang dikatakan miskin, bila dipandang dari sudut konsumsi. Garis
kemiskinan digunakan untuk mengetahui batas seseorang dikatakan miskin
atau tidak, sehingga garis kemiskinan dapat digunakan mengukur dan
menentukan jumlah kemiskinan.
Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi (
consumption-based poverty line) terdiri dari dua elemen (Kuncoro, 1997). Pengeluaran
yang diperlukan untuk memberi standar gizi minimum dan kebutuhan
mendasar lainnya, dan jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi, yang
mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Todaro (2004:236) terdapat adanya hubungan yang negatif antara
kemiskinan dan kesejahteraan, karena kemiskinan mempuyai aspek yaitu
miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi yang
termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perawatan kesehatan
yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah, maka akan
berpengaruh terhadap penurunan kesejahteraan.
2.2.4.2 Teori Tenaga Kerja Yang Terserap
Pengertian tenaga kerja menurut BPS (2011) adalah Penduduk
usia 15 tahun ke atas yang sedang bekerja, yang memiliki pekerjaan
namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan
dan sedang mencari pekerjaan dikategorikan bekerja. Bekerja adalah
kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan memperoleh nafkah atau
membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam secara terus
menerus selama seminggu yang lalu.
Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Salah
satu sasaran utama pembangunan Indonesia adalah terciptanya lapangan
kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap
tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun.
Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi suatu negara dapat diukur
dengan porsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau
mencari pekerjaan). Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya
jumlah penyerapan pasar kerja sehingga 12 angkatan kerja yang tidak
terserap merupakan masalah suatu negara karena menganggur
21
didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor
dalam waktu tertentu.
Dalam keseimbangan pasar tenaga kerja, upah riil melakukan
penyesuaian untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan.
Kekakuan upah riil menyebabkan rasionalisasi pekerjaan. Jika upah riil
berada di atas tingkat keseimbangan, maka penawaran tenaga kerja
melebihi permintaannya sehingga menyebabkan pengangguran (Mankiw,
2007).
Permintaan tenaga kerja menurut Haryani (2002), berkaitan dengan
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara
keseluruhan. Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja
ditentukan oleh faktor-faktor seperti: tingkat upah, teknologi,
produktivitas, kualitas tenaga kerja, fasilitas modal, produk domestik
regional bruto, dan tingkat suku bunga.
2.2.4.3 Teori Ekonomi Kesejahteraan
Teori ekonomi kesejahteraan menurut Pigou (2000:11) adalah
bagian dari kesejahteraan sosial yang dapat dikaitkan secara langsung
maupun tidak langsung dengan pengukuran uang. Sedangkan pengertian
kesejahteraan sosial menurut Whithaker dan Federico (1997:361)
merupakan sistem suatu bangsa tentang manfaat dan jasa untuk membantu
masyarakat guna memperoleh kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan,
yang rendah kurangnya kemampuan dapat berarti kurang mampu untuk
mencapai fungsi tertentu sehingga kurang sejahtera.
United Nations Development Programe (UNDP) mulai tahun 1990
telah menyusun suatu indikator kesejahteraan manusia yang dapat
menunjukkan kemajuan manusia berdasarkan faktor-faktor seperti, rata-rata
usia harapan hidup, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dan
kesejahteraan secara keseluruhan. Laporan ini menganggap bahwa
pembangunan manusia pada hakekatnya adalah suatu proses memperbesar
pilihan-pilihanmanusia.
Indikator kesejahteraan masyarakat yang disusun oleh UNDP
dikenaldengan Human Development Index (HDI)atau Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) (UNDP, 1994:94). Human Development Index (HDI)
merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengukur tingkat
kesejahteraan antar negara maupun antar daerah (Todaro, 2003:70).
Indikator HDI jauh melebihi pertumbuhan konvensional. Pertumbuhan
ekonomi penting untuk mempertahankan kesejahteraan rakyatnya, namun
pertumbuhan bukan akhir dari pembangunan manusia. Pertumbuhan
hanyalah salah satu alat, yang lebih penting adalah bagaimana pertumbuhan
ekonomi digunakan untuk memperbaiki kapabilitas manusianya dan
bagaimana rakyat menggunakan kapabilitasnya tersebut.
Salah satu keuntungan Human Development Index (HDI) adalah,
indeks ini mengungkapkan bahwa sebuah negara/ daerahdapat berbuat jauh
23
pendapatan yang besar hanya berperan relatif kecil dalam pembangunan
manusia (Todaro, 2003:71).
2.3 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian teori, dan
penelitian sebelumnya maka hipotesis penelitian ini, sebagai berikut:
1. Desentralisasi fiskal (X1) diduga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur.
2. Pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tenaga kerja terserap (Y2) di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur.
3. Pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur.
4. Pertumbuhan ekonomi (Y1) diduga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur.
5. Tenaga kerja terserap (Y2) diduga berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y4) di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur.
6. Jumlah penduduk miskin (Y3) diduga berpengaruh negatif dan signifikan
2.4 Kerangka Pikir
Gambar 2.4.1
Kerangka Pikir
Sumber: Hasil konsep teori Path Analysis
H1 = Desentralisasi fiskal (X1) mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
(Y1)
H2 = Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempengaruhi Tenaga Kerja yang
terserap (Y2).
H3 = Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempengaruhi Penduduk Miskin
(Y3).
H4 = Pertumbuhan Ekonomi (Y1) mempengaruhi Kesejahteraan
Masyarakat (Y4).
H5 = Tenaga Kerja Terserap (Y2) mempengaruhi Kesejahteraan
Masyarakat (Y4).
H6 = Penduduk Miskin (Y3) mempengaruhi Kesejahteraan Masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Difinisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Difinisi operasional adalah mendefinisikan konsep yang akan di
operasionalkan ke dalam penelitian baik berdasarkan teori yang ada ataupun
pengertian empiris. Difinisi operasional dan pengukuran variabel dalam
penelitian ini terdiri dari :
1. Desentralisasi fiskal (X1) dalam studi ini, desentralisasi fiskal diproksi
dengan rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditambah bagi hasil
pajak dan bukan pajak dengan realisasi pengeluaran total pemerintah
Kabupaten/Kota dalam satuan indeks. Penggunaan variabel desentralisasi
fiskal ini mengacu pada Zang dan Zou (1998), Mahi (2000) Tim LPEM-UI
(Halim, 2001:28), dan Mursinto (2004:170).
2. Pertumbuhan ekonomi (Y1) Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun menurut harga
konstan tahun 2007-2011,yang dinyatakan dalam persen.
3. Tenaga kerja terserap (Y2) Tenaga kerja terserap dalam data ini adalah
jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melakukan pekerjaan
dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh
secara kontinyu dalam seminggu yang lalu saat pendataan dilakukan, di
masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dalam persen.
4. Penduduk miskin rata-rata (Y3) Penduduk miskin dalam penelitian ini
adalah jumlah penduduk miskin dengan menggunakan kriteria dari Badan
Pusat Statistik (BPS). Jumlah penduduk miskin merupakan total penduduk
miskin rata-rata yang berada di setiap Kabupaten/Kota dalam satuan
persen.
5. Kesejahteraan masyarakat (Y4) Kesejahteraan masyarakat adalah tingkat
layak hidup masyarakat yang diindikasikan oleh kondisi ekonomi dan
keadaan sosial masyarakat. Dalam studi ini variabel kesejahteraan
masyarakat diproksi dengan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Jawa Timur dalam satuan
persen.
3.2 Penentuan Sampel
Tekhnik penentuan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah
mencakup wilayah Jawa Timur yaitu 4 Kabupaten dan 4 Kota dari 29
Kabupaten dan 9 Kota. Selama kurun waktu 5 tahun dari tahun 2007 sampai
2011 yang merupakan data berkala (Time Series). Peneliti mengambil daerah
penilitian dikarenakan adanya perbedaan pendapatan asli daerah dan
penerimaan pajak yang diterima di tiap masing-masing daerah kabupaten dan
kota, perbedaan faktor ekonomi seperti tingkat sosial seperti tenaga kerja,
27
3.3 Tekhnik Pengumpulan Data
3.3.1 J enis Data
Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data sekunder berbentuk
time series dari tahun 2007 sampai dengan 2011, dan data cross section yang
terdiri atas 38 Kabupaten/Kota, sehingga merupakan pooled the data yaitu
gabungan antara data time series (tahun 2007-2011: 5 tahun) dengan data
yang diambil cross section 4 Kabupaten dan 4 Kota.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Jawa
Timur yang sudah diolah, Bappeda, dan instansi terkait lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
3.3.3 Pengumpulan Data
Penelitian menggunakan data populasi, dimana populasi, yaitu seluruh
daerah Kabupaten/Kota (29 kabupaten dan 9 kota) di Provinsi Jawa Timur
dan diambil sampel data adalah 4 Kabupaten dan 4 Kota yang ada di Jawa
Timur dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari Badan Pusat
Statistik (BPS) di Jawa Timur, tahun 2007-2011, data berupa hasil
pengolahan yang terhitung di dalam satuan persentase tiap masing-masing
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut
mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov
Smirnov dengan menggunakan program SPSS (Sumarsono, 2004: 40).
Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data
mengikuti distribusi normal adalah :
1. Jika nilai signifikan (nilai profitabilitasnya) lebih kecil dari 5%, maka
distribusi adalah tidak normal.
2. Jika nilai signifikan (nilai profitabilitasnya) lebih besar dari nilai 5%, maka
distribusi adalah normal.
3.4.2 Uji Path
Untuk menguji pengaruh variabel intervening atau variabel antara atau
mediasi. Dimana fungsinya memediasi hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Untuk menguji pengaruh variabel intervening, maka
digunakan metode analisis jalur. Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis
regresi linear berganda, atau penggunaan analisis regresi untuk menaksir
hubungan kausalitas antar variabel (model causal) yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan teori. Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan
hubungan sebab akibat dan juga tidak dapat digunakan sebagai substitusi bagi
29
Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi variabel
lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening) hubungan kedua
variabel tadi. Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ke tiga yang
memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Koefisien regresi recursive dihitung
dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang
menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Dalam hal ini ada empat persamaan
tersebut adalah (Ghozali, 2002:104) :
X = a +ß1 X1Y1 + ß 2Y1Y2 + ß3 Y1Y3 + ß4 Y1Y4 + ß5 Y2Y4 + ß6 Y3Y4
Y1 = a + b1X1 + e1 (persamaan pertama)
Y2 = a + b2Y1 + e1 ( persamaan kedua )
Y3 = a + b1Y1 + e1 ( persamaan ketiga )
Y4 = a+ b1Y1 + b1Y2 + b1Y3 + e1 (persamaan keempat)
Keterangan :
X1 = Desentralisasi fiskal
Y1 = Pertumbuhan Ekonomi
Y2 = Tenaga Kerja Terserap
Y3 = Jumlah penduduk Miskin
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
e = Nilai residu yang distandarkan
ß = Beta
3.4.3 Uji Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tergantung, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Merumuskan hipotesis statistik
H0:β1=0, Desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
H0:β1≠0, Desentralisasi fiskal tidak berpengaruh terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
H1:β2=0, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Tenaga kerja
Terserap
H1:β2≠0, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Tenaga
kerja Terserap
H1:β3=0, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Jumlah
penduduk Miskin.
H1:β3≠0, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Jumlah
Penduduk Miskin.
H1:β4=0, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap
31
H4:β4≠0, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap
Kesejahteraan Masyarakat.
H2:β5=0, Tenaga Kerja Terserap berpengaruh terhadapKesejahteraan
Masyarakat
H2:β5≠0, Tenaga Kerja Terserap tidak berpengaruh terhadap
Kesejahteraan Masyarakat.
H3:β6=0, Jumlah Penduduk Miskin berpengaruh terhadap
Kesejahteraan Msyarakat
H3:β6≠0, Jumlah Penduduk Miskin tidak berpengaruh terhadap
Kesejahteraan Msyarakat.
b.Menentukan level of significance (α) sebesar 5%
c.Menghitung besarnya t hitung dengan menggunakan SPSS 15 for
Windows
d. Menentukan daerah penolakan hipotesis
jika probabilitas t > 0.05 maka H0 diterima
jika probabilitas t < 0.05 maka H0 ditolak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskr ipsi Obyek Penelitian
4.1.1 Kabupaten Gresik
Apabila Gresik dipandang sebagai daerah Kabupaten, maka secara
geografis berada antara 112˚ sampai 115˚ Bujur Timur dan 7˚ sampai 8˚
Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.174,07 km² yang mencakup
daratan di Pulau Jawa seluas 977,80 km² dan Pulau Bawean seluas 196,27
km². Di Kabupaten Gresik mengalir dua sungai besar, yaitu Bengawan
Solo di sebelah utara dan sungai Brantas di sebelah selatan,
masing-masing dengan anak cabangnya, seperti Kali Lamong, Kali Corong, dan
Kali manyar. Dilihat dari keadaan tanahnya, Kabupaten Gresik merupakan
dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0 sampai 12 m di atas
permukaan air laut. Sedangkan wilayah yang memiliki permukaan di atas
12 m sampai dengan 25 m sangat sedikit dari gambaran di atas, maka
potensi wilayah Gresik. Dari perhitungan desentralisasi fiskal pada tahun
2011 sebesar 231,69 % dimana hasil dari perhitungan pendapatan asli
daerah di tambah pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin
pemerintah daerah.
4.1.2 Kabupaten Malang
Kabupaten Malang terdiri atas 33 Kecamatan yang dibagi lagi
33
Kepanjen. Pusat pemerintahan sebelumnya berada di Kota Malang. Kota
Batu dahulu bagian dari Kabupaten Malang, sejak 2001 memisahkan diri
setelah ditetapkan menjadi Kota. Ibu Kota Kecamatan yang cukup besar di
Kabupaten Malang antara lain Lawang, Singosari, Dampit dan Kepanjen.
Posisi koordinat Kabupaten Malang terletak antara 112o17’10,90” bujur
timur dan 122o57’00,00” bujur timur dan antara 7o44’55,11” lintang
selatan dan 8o26’35,45” lintang selatan dengan luas wilayah sekitar 3.238
km2
Sebagian besar Kabupaten Malang wilayahnya berupa pegunungan
bagian barat dan barat laut berupa pegunungan dengan puncaknya gunung
arjuno (3,339 m) dan gunung kawi (2,651 m). Di pegunungan ini terdapat
mata air sungai brantas, sungai terpanjang di Jawa Timur. Bagian timur
merupakan kompleks pegunungan bromo-tengger (3,676 m). Gunung
semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa, Kota Malang sendiri berada
di cekungan antara kedua wilayah pegunungan tersebut.
Daerah selatan banyak ditanami tebu dan holtikultura, seperti salak
dan semangka. Selain perkebunan teh, Kabupaten Malang juga berpotensi
untuk perkebunanan kopi, dan cokelat (daerah pegunungan Kecamatan
Tirtoyudo). Hutan jati banyak terdapat di bagian selatanyang merupakan
daerah pegunungan kapur. Letak geografis sedemikian itu menyebabkan
Kabupaten Malang memiliki posisi yang cukup strategis.
Kondisi topografi Kabupaten Malang merupakan daerah dataran
daerah lembah pada ketinggian 250–500 m diatas permukaan laut yang
terletak di bagian tengah wilayah Kabupaten Malang. Daerah dataran
tinggi merupakan daerah perbukitan kapur (pegunungan Kendeng) di
bagian selatan pada ketinggian 0–650 m, daerah lereng Tengger-Semeru di
bagian timur membujur dari utara ke selatan pada ketinggian 500–3,600 m
dan daerah, dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011 sebesar 126,27%
dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah di tambah pajak yang di
kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah..
4.1.3 Kabupaten Mojokerto
Wilayah Kabupaten Mojokerto terletak di antara 111º20’13 sampai
dengan 111º40’47 bujur timur dan antara 7º18’35 sampai dengan 7º47
lintang selatan. Secara geografis Kabupaten Mojokerto tidak berbatasan
dengan pantai, hanya berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Disamping itu wilayah Kabupaten Mojokerto juga mengitari
wilayah Kota Mojokerto yang terletak di tengah wilayah Kabupaten
Mojokerto. Topografi wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung di tengah
dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah
pegunungan yang subur meliputi Kecamatan Pacet, Trawas, Gondang dan
Jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran, sedangkan bagian
utara merupakan daerah perbukitan kapur yang subur. Sekitar 30% dari
seluruh wilayah Kabupaten Mojokerto kemiringan tanahnya lebih dari 15
derajat, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran dengan tingkat
35
Letak kemiringan Kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto
rata-rata berada dibawah 500 m dari permukaan laut, Kecamatan yang
memiliki ketinggian tertinggi adalah Kecamatan Pacet, dimana
ketinggiannya berada pada lebih 700 m dari permukaan laut. Secara
wilayah Kabupaten Mojokerto terdiri dari 18 Kecamatan, 304 Desa, luas
wilayah secara keseluruhan Kabupaten Mojokerto adalah 692,15 km².
Dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011 sebesar 58,32% dari hasil
perhitungan pendapatan asli daerah di tambah pajak yang di kurangi
dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah..
4.1.4 Kabupaten Sidoar jo
Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu penyangga Provinsi Jawa
Timur merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat.
Keberhasilan ini di capai karena berbagai potensi yang ada di wilayahnya
seperti industri dan perdagangan, pariwisata, serta usaha kecil dan
menengah dapat dikemas dengan baik dan terarah.
Dengan adanya berbagai potensi daerah serta dukungan sumber
daya manusia yang memadai, maka dalam perkembangannya Kabupaten
Sidoarjo mampu menjadi salah satu daerah strategis bagi pengembangan
perekonomian regional. Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112º5’ dan
112º9’ bujur timur dan antara 7º3’ dan 7º5’ lintang selatan. Batas sebelah
utara adalah Kota Madya Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan
adalah Kabupaten Pasuruan, sebelah timur adalah Selat Madura dan
Topografi, dataran Sidoarjo dengan ketinggian antar 0-25 m,
ketinggian 0–3 m dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99%, merupakan
daerah pertambakkan yang berada di wilayah bagian timur wilayah bagian
tengah yang berair tawar dengan ketinggian 3-10 m dari permukaan laut
merupakan daerah pemukiman, perdagangan dan pemerintahan. Meliputi
40,81 % wilayah bagian barat dengan ketinggian 10-25 m dari permukaan
laut merupakan daerah pertanian meliputi 29,90 %.
Hifrodelogi, daerah air tanah, payau, dan air asin mencapai luas
16,312,69 Ha. Kedalaman air tanah rata-rata 0-5 m dari permukaan tanah.
Hidrologi, Kabupaten Sidoarjo terletak diantara dua aliran sungai yaitu
kali Surabaya dan kali Porong yang merupakan cabang dari kali Brantas
yang berhulu di Kabupaten Malang. Dimana desentralisasi fiskal pada
tahun 2011 sebesar 39,37% dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah
di tambah pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah
daerah.
4.1.5 Kota Probolinggo
Letak Kota Probolinggo berada pada 7º43’41’’ sampai dengan
7º49’04’’ Lintang Selatan dan 113º10’ sampai dengan 113º15’ Bujur Timur
dengan luas wilayah 56,667 km. Disamping itu Kota Probolinggo
merupakan daerah transit yang menghubungkan Kota-Kota (sebelah timur
Kota) Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan
37
Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56,667 km² Secara
administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima)
Kecamatan dan 29 Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan
terdapat 5 Kelurahan, Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan,
Kecamatan Wonoasih terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat
6 Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran terdapat 6 Kelurahan. Pada kondisi
normal, musim penghujan berada pada bulan november hingga april,
sedangkan musim kemarau berada pada bulan mei hingga oktober setiap
tahunnya. Secara umum, kondisi dan struktur tanah Kota Probolinggo cukup
produktif untuk berbagai jenis tanaman. Hal ini banyak dipengaruhi oleh
pengairan yang cukup, sehingga memungkinkan pengembangan lahan
sawah untuk tanaman pangan maupun hortikultura, khususnya bawang
merah yang merupakan komoditi unggulan.
Meskipun merupakan wilayah perkotaan, pola penggunaan tanah di
Kota Probolinggo ternyata masih terdapat lahan sawah seluas 1,967,70 ha
(21 %), lahan bukan sawah seluas 3,699,00 ha (39,5 %). Lahan bukan
sawah terbagi atas lahan kering 3,595,00 ha (38,4 %) dan lahan lainnya
(tambak) seluas 104 ha (1,11%). Dimana desentralisasi fiskal pada tahun
2011 sebesar 61,06% dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah di
tambah pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah
4.1.6 Kota Pasuruan
Letak geografis wilayah Kota Pasuruan berada pada posisi sangat
strategis yaitu jalur regional juga jalur utama perekonomian
Surabaya-Malang dan Surabaya - Banyuwangi, hal tersebut menguntugkan dalam
pengembangan ekonomi dan membuka peluang investasi di Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Pasuruan mempunyai luas wilayah 147,401,50 ha
(3,13 % luas Provinsi Jawa Timur) terdiri dari 24 Kecamatan, 24 Kelurahan,
341 Desa). Letak geografis Pasuruan antara 112º033’55’’ hingga
113º30’37’’ bujur timur dan 70º32’34’’ hingga 80º30’20’’ lintang selatan.
Hidrografi, potensi hidrografi memberikan peluang yang besar bagi
pembangunan baik untuk keperluan air minum, irigasi, pariwisata dan
industri. Potensi hidrografi antara lain : 18 sungai dan 6 sungai besar yang
bermuara di selat Madura, selain potensi sungai terdapat danau dan
sejumlah mata air, diantaranya danau Ranu Grati mampu mengeluarkan
debit air maximum 980 liter/detik, selain itu juga terdapat 470 sumber mata
air yang tersebar di 24 Kecamatan dan yang terbesar adalah sumber air
Umbulan di Kecamatan Winongan dengan debit 5,650 liter/detik.
Kabupaten Pasuruan relatif besar tercatat 1,510,261 jiwa terdiri dari, juga
laki-laki 747,376 jiwa dan perempuan 762,885 jiwa (data akhir tahun 2011
BPS Kabupaten Pasuruan) dengan kepadatan 1,024,59 jiwa/km².
Keanekaragaman penduduk sebagian besar suku Jawa, suku
Madura, suku Tengger dan keturunan asing antara lain : Cina, Arab, India.
39
Kondisi penduduk menurut mata pencaharian terdiri dari pertanian
(33,98%) industri pengolahan (24,69%), listrik, gas dan air (0,41%)
perdagangan, hotel dan restoran (17,79%) pertambangan dan galian
(0,38%). Bangunan (5,21%), keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
(0,33%), pengangkutan dan komunikasi (6,66%) serta jasa (10,55%)
dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011 sebesar 125,42% dari hasil
perhitungan pendapatan asli daerah di tambah pajak yang di kurangi
dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah..
4.1.7 Kota Batu
Kota Batu adalah Kota yang terletak 15 km² sebelah barat Kota
Malang, berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu
berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten
Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur,
selatan dan barat. Wilayah Kota ini berada di ketinggian 680-1,200 m dari
permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.
Kota Batu terletak pada ketinggian rata-rata 871 m di atas
permukaan laut. Sebagai layaknya wilayah pegunungan yang wilayahnya
subur, Kota Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah
dan berudara sejuk, tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain
untuk mengunjungi dan menikmati Kota Batu sebagai kawasan pegunungan
yang mempunyai daya tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad 19 Kota
Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat
peristirahatan (Vila) bahkan bermukim di Kota Batu.
Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa
Pemerintahan Hindia Belanda itu masih berbekas bahkan menjadi aset dan
kunjungan wisata hingga saat ini. Begitu kagumnya bangsa Belanda atas
keindahan dan keelokan Kota Batu, sehingga bangsa Belanda
mensejajarkan wilayah Kota Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu
Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau
Swiss kecil di Pulau Jawa. Dimana desentralisasi fiskal pada tahun 2011
sebesar 158,44% dari hasil perhitungan pendapatan asli daerah di tambah
pajak yang di kurangi dengan pengeluaran rutin pemerintah daerah.
4.1.8 Kota Surabaya
Secara geografis, Kota Surabaya terletak di antara 112 036’-112
054’ bujur timur dan 70 21’ lintang selatan. Secara geografis wilayah Kota
Surabaya di sebelah utara dan sebelah timur berbatasan dengan Selat
Madura, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Sidoarjo dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik. Secara
umum wilayah Kota Surabaya merupakan daratan rendah dengan ketinggian
3–6 m di atas permukaan air laut, kecuali di sebelah selatan dengan
ketinggian 25–50 m diatas permukaan air laut. Kota Surabaya terbagi
menjadi 31 Kecamatan dengan luas wilayah sebesar 326,36 km². Luas
wilayah antar Kecamatan sangat bervariasi. Kecamatan dengan luas wilayah
41
wilayah terkecil ada di Kecamatan Simokerto yang luasnya sebesar 2,59
km². Berbanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, suku Jawa di
Surabaya memiliki pembawaan yang keras. Salah satu sebabnya adalah
jauhnya Surabaya dari keraton yang dianggap sebagai pusat kebudayaan
Jawa. Surabaya memiliki logat bahasa Jawa yang khas yang dipanggil
“Boso Suroboyoan”. Boso Suroboyoan terkenal karena sifat egalitarian,
terus terang, dan tidak membedakan ragam tingkat bahasa seperti
bahasa-bahasa Jawa baku pada umummnya. Masyarakat Surabaya juga dikenali
dengan sifat fanatiknya dan bangga terhadap bahasa mereka.
Surabaya merupakan Kota multi etnis yang kaya budaya. Beragam
etnis ada di Surabaya, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa.
Etnis Nusantara pun dapai dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak,
Kalimantan, Bali, Sulawesi yang membaur dengan penduduk asli
Surabaya membentuk pluralisme budaya yang selanjutnya menjadi ciri
khas Kota Surabaya. Sebagian besar masyarakat Surabaya adalah orang
Surabaya asli dan orang Madura. Kota Surabaya merupakan Kota lama
yang berkembang hingga mencapai bentuknya seperti saat ini. Awalnya
masyarakat tinggal dalam perkampungan. Dengan tingkat pertumbuhan
penduduk 1,2 % setahun, seperti di belahan rnanapun di dunia, dikotomi
miskin dan kaya tentu saja juga terjadi di Surabaya. Akan tetapi
masing-masing dapat berdampingan dengan damai, dan tidak menjadi alasan hidup