• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang (Vigna Sinensis (L.) Savi Ex Has dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang (Vigna Sinensis (L.) Savi Ex Has dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

NURUL RIKMAWATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

NURUL RIKMAWATI. Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang

(Vigna Sinensis (L) Savi Ex Has dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan

Tanaman. Dibimbing oleh WIDODO.

(3)

PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

NURUL RIKMAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Menyetujui

Dosen Pembimbing,

Mengetahui

Ketua Departemen,

Tanggal lulus: ... Nama Mahasiswa : Nurul Rikmawati

NIM : A34051837

Dr. Ir. Widodo, M.S NIP. 19591115 198503 1003

(5)

Penulis lahir pada tanggal 02 November 1987 di Sukabumi, Jawa Barat sebagai putri keempat dari enam bersaudara dari Ayah bernama H. Eman Sulaeman dan Ibu bernama Hj. Iis Aisyah.

Pada tahun 2002 penulis diterima di SMA Negeri 1 Kota Sukabumi. Setelah lulus SMA pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikkan di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan satu tahun berikutnya penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Selama menempuh pendidikkan di IPB, penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Dasar-Dasar Proteksi Tanaman pada tahun 2009, serta Asisten Pendidikkan Agama Islam pada tahun 2008 sampai dengan 2009. Selain itu, penulis terlibat dalam beberapa organisasi yaitu menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), Badan Pengawas HIMASITA, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD), Ikatan KeluargaMuslim TPB (IKMT). Beberapa kepanitiaan yang penulis ikuti antara lain Insect Conference 2007, Seminar Nasional dan Musyawarah Nasional HMPTI, Masa Pengenalan Kampus Mahasisa Baru (MPKMB), Masa Pengenalan Fakultas Saung Tani, dan lain-lain.

Penulis berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dengan

predikat “didanai” untuk PKM Penelitian dengan judul “Pemanfaatan Cabai Jawa

(Piper retrofractum) dan Kacang Babi (Tephrosia vogelli) untuk Penanggulangan

Spodoptera litura pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)” serta PKM

(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah sehingga skripsi dengan judul “Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang (Vigna sinensis) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sesuai hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2009 sampai bulan Maret 2010 di Laboraturium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan Dr.Ir. Widodo MS. selaku pembimbing yang telah memberikan saran, sumbangan pemikiran serta motivasi sejak awal jalannya penelitian sampai dengan akhir penulisan skripsi ini. Dra. Dewi Sartiami, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran. Dr. Ir. Giyanto, M.Sc dan Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku dosen komisi pendidikkan yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. Apa dan Mamah, saudara-saudaraku

Teh Ina, Teh Eel, a’Uman, Asti, Maul, Ahmad Alam dan keluarga besar Garut

yang dengan penuh harap mengiringi penulis dengan do’a, kasih sayang serta

motivasi yang tidak pernah putus. Pak Dadang Surachman, Mba Ita, Kak Weni, Mba Nazly, Kak Dian, Pak Topiq, Pak Fajar, dan seluruh crew lab mikologi 42, 43, 44, 45 atas bantuan, kebersamaan, motivasi serta keceriaan yang mengiringi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka saran dan kritik sangat diharapkan dari pembaca agar laporan ini menjadi lebih baik. Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat menambah ilmu dan wacana bagi penulis serta pembaca.

Bogor, November 2011

(7)

DAFTAR ISI ... vii

Perkembangan Aplikasi Cendawan Endofit sebagai Agen Pengendali Hayati ...

Seleksi Cendawan Endofit pada Benih Kacang Panjang ... 9

Uji Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Kacang Panjang ... Eksplorasi Cendawan Endofit ... 13

Seleksi Cendawan Endofit ... 14

Viabilitas Benih Persentase Perkecambahan (Daya Berkecambah) ≤ 7 HST... 17

Persentase Pertumbuhan Benih ... 18

(8)
(9)

1. Pemberian kode cendawan endofit hasil eksplorasi ... 10

2. Jumlah isolat cendawan patogenik dan non-patogenik pada

kacang panjang dari berbagai sumber ... 13

3. Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap tinggi tanaman ... 23

4. Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap diameter

batang tanaman ... 26

5. Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap

(10)

Halaman

1. Perendaman benih dalam suspensi isolat cendawan endofit ... 10

2. Seleksi cendawan endofit pada benih kacang panjang ... 15

3. Isolat-isolat cendawan endofit non-patogenik ... 16

4. Daya berkecambah kacang panjang ≤ 7 HST ... 17

5. Persentase pertumbuhan benih kacang panjang sampai umur 21 HST ………. 19 6. Tinggi tanaman kacang panjang ……….. 21

7. Diameter batang tanaman kacang panjang ... 24

8. Jumlah daun kacang panjang ………... 25

9. Trichoderma sp. ... 30

10. Hifa steril hitam ... 30

11. Phoma sp. ... 31

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has) merupakan salah satu

tanaman yang dibudidayakan di Indonesia sebagai tanaman sayuran. Kacang

panjang memiliki beberapa keunggulan yaitu harganya terjangkau, dapat dimakan

mentah maupun matang, mudah dibudidayakan, serta memiliki kandungan gizi

yang cukup lengkap seperti protein, lemak, mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor,

besi, vitamin B1, B2, B3, dan air (Pitojo 2006; Haryanto et al. 2010).

Keunggulan diatas menjadikan kacang panjang menjadi salah satu tanaman

sayuran yang dikonsumsi masyarakat, akan tetapi pada kenyataannya tingkat

produksi kacang panjang mengalami penurunan. Hal ini sebagaimana yang

diungkapkan Kariada et al. (2003) bahwa produktivitas kacang panjang di tingkat

petani sangat rendah yaitu 2-3 ton/ha. Hal ini diperkuat data BPS pada tahun

2009, yang menunjukan bahwa produksi kacang panjang di Indonesia dari tahun

2006 ke tahun 2007 hanya mengalami kenaikan sebesar 5,91%, sedangkan pada

tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 6,75%.

Salah satu penyebab rendahnya produksi kacang panjang adalah serangan

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), salah satunya dari golongan penyakit.

Beberapa penyakit yang dominan menyerang kacang panjang yaitu virus mosaik

kacang panjang yang disebabkan oleh bean common mosaic virus (Hidayah et al.

2010), layu yang disebabkan oleh Sclerotium roflsii, karat daun yang disebabkan

oleh Uromyces phaseoli, penyakit sapu yang disebabkan oleh mikoplasma

(Haryanto et al. 2010). Penyebab penyakit utama pada kacang panjang berasal

dari golongan virus. Serangan virus dapat menyebabkan penurunan kualitas dan

kuantitas kacang panjang. Virus mosaik kacang panjang (VMKP) merupakan

salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang panjang dan menyebabkan

kerugian sebesar 65,87% (Prabaningrum 1996 dalam Kuswanto 2007).

Beberapa upaya pengendalian VMKP yaitu pengendalian vektor virus,

penggunaan benih yang sehat dan penggunaan bahan-bahan antiviral.

Pengendalian vektor virus dapat dilakukan dengan kultur teknis yaitu dengan

(12)

vektor serta penggunaan insektisida. Sedangkan untuk mendapatkan benih yang

sehat, dilakukan dengan perlakuan benih yaitu perlakuan panas, sinar UV dan

lain-lain (CABI 2005). Upaya pengendalian virus tanaman yang umum dilakukan

adalah dengan menggunakan varietas yang tahan. Namun tidak banyak tersedia

kultivar yang tahan dengan VMKP. Setyastuti (2008) melaporkan bahwa dari 9

kultivar kacang panjang (Bogor Hijau I, asparagus, KP 888, Asri II, Sakura, KP

777, Dondot, Iguma dan Landung) yang banyak ditanam oleh petani rentan

terhadap VMKP.

Pengendalian lain yang menjadi alternatif yaitu pengendalian hayati dengan

penggunaan agens pengendali hayati. Teknik pengendalian hayati akhir-akhir ini

berkembang dengan pesat karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik

pengendalian yang lainnya yaitu berbasis sumber daya hayati dan ramah

lingkungan. Salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan tanaman adalah

cendawan endofit yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Potensi

penggunaan cendawan endofit cukup besar untuk dikembangkan sebagai agens

pengendali hayati, karena cendawan ini hidup dalam jaringan tanaman sehingga

dapat berperan langsung dalam menghambat perkembangan patogen tanaman

(Niere 2002).

Cendawan endofit merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam

pengendalian hayati. Secara harfiah, endofit berarti suatu organisme yang hidup

dalam tubuh organisme lain (Doss & Welty 1995). Menurut Faeth (2002),

keberadaan endofit sangat melimpah dan beragam, serta dapat ditemukan di

seluruh famili tanaman pertanian maupun rumput-rumputan. Cendawan endofit

adalah cendawan yang dapat menginfeksi jaringan tanaman tanpa menyebabkan

penyakit (Durham 2004). Cendawan endofit hidup di antar jaringan dan tidak

hidup pada jaringan angkut. Selain itu, cendawan endofit dapat bersimbiosis

mutualisme dengan tanaman inang (Caroll 1988; Clay 1988) dan dapat

menghasilkan berbagai hormon yang berperan dalam menginduksi ketahanan

tanaman seperti IAA, sitokinin, etilen, giberelin (Obura 2010).

Dari penelitian yang telah dilaporkan di atas, maka dapat dijadikan acuan

(13)

dari tanaman kacang panjang sebagai bahan induksi ketahanan untuk

pengendalian penyakit pada tanaman kacang panjang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang

mampu memacu pertumbuhan tanaman yang berasal dari kacang panjang (Vigna

sinensis) di 3 lokasi serta mempelajari pengaruhnya terhadap pertumbuhan

tanaman kacang panjang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengendalian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Panjang (Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has)

Kacang panjang termasuk kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta,

super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas

Rosidae, ordo Fabales, famili Fabaceae, genus Vigna, species Vigna sinensis (L.)

Savi Ex Has (Plantamor 2008).

Kacang panjang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang

dikonsumsi oleh masyarakat dan lebih sering dipanen polongnya secara

keseluruhan sebagai sayur. Habitat kacang panjang adalah tanaman semak,

menjalar, semusim, dan tingginya ± 2,5 m (Pitojo 2006). Batang tanaman

berukuran panjang, bertekstur liat, dan sedikit berbulu. Daun tanaman merupakan

daun majemuk yang tersusun atas tiga helai dan berwarna hijau muda sampai

hijau tua. Bunga berbentuk kupu-kupu, terletak pada ujung tangkai yang panjang.

Warna bunga bervariasi yakni putih, kuning, atau biru. Bunga muncul dari ketiak

daun dan setiap tangkai bunga mempunyai tiga sampai lima bunga. Buah kacang

panjang berbentuk polong, bulat, ramping, dengan ukuran panjang sekitar 10-80

cm. Polong muda berwarna hijau sampai hijau keputih-putihan, sedangkan polong

yang telah tua berwarna putih kekuning-kuningan. Setiap polong berisi 8-20 biji

(Samadi 2003).

Kacang panjang tumbuh baik pada tanah latosol ataupun lempung berpasir,

subur, gembur, banyak mengandung bahan organik. Bila tidak, ketika diolah dapat

ditambahkan pupuk kandang. Kacang panjang dapat tumbuh pada drainase yang

baik, pH sekitar 5,5-6,5 serta suhu antara 20-30 ˚C, iklimnya kering, curah hujan

antara 600-1500 mm/tahun dan ketinggian optimum kurang dari 800 m dpl.

Sebaiknya kacang panjang ditanam di awal atau di akhir musim hujan. Lahan

terbuka di dataran rendah sangat disukai tanaman panjang.

Benih kacang panjang diperbanyak dengan biji. Biji hendaknya diambil dari

buah yang masak di pohon hingga kulit luarnya mengering. Polong yang diambil

adalah polong yang sehat dan mulus dari tanaman yang tumbuh sehat. Untuk satu

(15)

Potensi Cendawan Endofit Sebagai Agen Pengendali Hayati

Penelitian terhadap cendawan endofit sudah dimulai sejak awal 1980-an.

Hal ini terjadi karena keberadaan cendawan endofit mudah ditemukan pada

tanaman (Dighton 2003). Sebagaimana yang diungkapkan Faeth (2002) bahwa

cendawan endofit mendapat perhatian besar antara lain karena keberadaannya

melimpah dan beragam, serta ditemukan dalam seluruh famili tanaman, baik

tanaman budidaya maupun rumput-rumputan.

Cendawan endofit adalah cendawan yang menginfeksi jaringan tanaman

tanpa menyebabkan penyakit (Durham 2004). Secara harfiah endofit berarti suatu

organisme yang hidup dalam tubuh organisme lain (Doss & Welty 1995). Endofit

terdapat dalam substrat jaringan tanaman yang mungkin bersifat parasitik atau

simbiotik, asimtomatik dan mutualistik (Clay 2004)

Cendawan endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui 2 cara yaitu,

secara vertikal dan horizontal (Doss & Welty 1995). Cendawan endofit yang

masuk secara transmisi vertikal, masuk dari generasi ke generasi tanaman melalui

benih. Menurut Clay (2004) umumnya cendawan berada pada tanaman yang

termasuk golongan rumput-rumputan dimana terjadi interaksi simbiosis

mutualisme karena persistensi yang tinggi. Spora cendawan endofit yang ada di

udara masuk ke dalam jaringan tanaman dan hidup di antara sel secara transmisi

horizontal pada tanaman berkayu (Durham 2004). Menurut Clay (2004), transmisi

ini juga dapat terjadi melalui air.

Petrini et al. (1992) menggolongkan cendawan endofit dalam divisi

Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman cukup besar pada

Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996)

mengemukakan bahwa cendawan endofit meliputi genus Pestalotia,

Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Clay (1988) melaporkan, cendawan

endofit rumput dimasukkan ke dalam family Balansie yang terdiri dari 5 genus

yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora.

Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup

secara simbiosis mutualistik dengan inang. Hubungan simbiosis mutualisme

cendawan endofit dengan inang yaitu membantu inang dalam proses penyerapan

(16)

melindungi inang dari serangan penyakit, dan hasil fotosintatnya dapat digunakan

cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Petrini et al. 1992).

Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang

menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia inang (Clay 1988), sehingga

keberadaan endofit dalam jaringan tanaman dapat berperan langsung dalam

menghambat perkembangan patogen dalam tanaman (Niere et al. 2002). Di

samping itu, cendawan endofit berpotensi melindungi inang terhadap patogen

maupun hama melalui mekanisme kompetisi, induksi resistensi, antagonisme, dan

mikoparasitisasi (CABI 2004).

Perkembangan Aplikasi Cendawan Endofit sebagai Agen Pengendali Hayati

Menurut Dingle & McGee (2003) menyebutkan bahwa Genus

Neotyphodium (Balansiae, Clavicipitacea) melindungi inang dengan melawan

patogen, hama dan kekeringan, menstimulasi perkecambahan benih, pertumbuhan

tanaman, dan meningkatkan ketahanan tanaman dalam berkompetisi. Selain itu,

Chaetomium globosum mampu melawan patogen kudis apel Venturia inaequalis.

C. globosum harus mengkolonisasi bagian dalam daun agar efektif bertahan

dalam periode panjang. Hasil penelitian McGee et al. (2006) cendawan endofit

mengkolonisasi tanaman sejak perkecambahan sampai fase matang.

Pengaplikasian Phomopsis sp pada tanaman kapas telah menjadikan ukuran dan

jumlah larva Heliothis armigera menjadi lebih kecil, sehingga efek kerusakan

dapat ditekan. Selain itu, pada tanaman gandum, ekskresi metabolit Chaetomium

sp. dapat menghambat pertumbuhan cendawan karat Puccinia triticina.

Penelitian FAO (2009) cendawan Gliocladium catenulatum mengurangi

kejadian penyakit sapu pada tanaman kakao dengan menekan pertumbuhan

patogen Crinipellis perniciosa. Asniah (2009) berhasil mengisolasi Nigrospora

sp. dari akar tanaman brokoli, rumput dan teki, dimana cendawan ini terbukti

dapat menekan penyakit akar gada. Menurut Obura (2010) Nigrospora sp,

Chrysosporium sp, Fusarium oxysporum, Fusarium chlamydosporum,

Trichoderma hamatum, Trichoderma pseudokoningii efektif untuk menekan

penyakit akar gada pada tanaman tomat. Sedangkan Wilia (2010) mengatakan

(17)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai Maret 2010 di

Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman kacang panjang yang

berasal dari kebun dengan serangan berat penyakit virus mosaik kacang panjang

(VMKP), tanaman kacang panjang dari kebun tanpa serangan VMKP, serta bibit

kacang panjang yang ditumbuhkan dari benih kacang panjang dengan merk

dagang Long Silk. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

kentang, agar-agar, alkohol 70%, asam laktat 20%, NaOCl komersial 5,25%,

aquades, serta media tanam.

Alat

Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, pinset, spatula, labu

Erlenmeyer, gelas ukur, jarum okulasi, kompor gas, laminar air flow, microwave,

boiling bath, autoclave, dan pot plastik berdiameter 12 cm.

Metode

Pengambilan Sampel

Sampel tanaman kacang panjang diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari

kebun dengan serangan berat penyakit VMKP, kebun sehat dan bibit kacang

panjang yang ditumbuhkan dari benih komersial. Sampel diambil sebanyak 10

(18)

Sampel yang berasal dari lahan yang terkena serangan berat VMKP dan

lahan sehat diambil dari pucuk daunnya serta tangkai daun yang muda. Sedangkan

yang berasal dari bibit yang ditumbuhkan sendiri diambil dari daun trifoliat

pertama dan kedua.

Isolasi Cendawan Endofit

Sampel dari lapang. Cendawan endofit diisolasi dari bagian daun dan

tangkai daun kacang panjang. Bagian daun dipotong berbentuk persegi dengan

ukuran 0.5 cm x 0.5 cm, sedangkan tangkai daun dipotong dengan ukuran 0.5 cm.

Masing-masing bagian kemudian didisinfeksi permukaan menggunakan alkohol

70 % selama 1 menit dan dibilas dengan aquades steril. Sterilisasi kedua

dilakukan dengan merendam sampel pada NaOCl 1 % selama 1 menit dan dibilas

menggunakan aquades steril sebanyak 3 kali. Sampel kemudian diletakkan pada

media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu

± 27 ˚C

Hasil isolasi cendawan endofit tidak dapat digunakan jika pada media uji

kesterilan tumbuh cendawan. Uji kesterilan menggunakan air bilasan terakhir

pencucian daun dan dioleskan pada media PDA. Jika pada cawan uji kesterilan

tumbuh cendawan maka hasil isolasi cendawan endofit tidak dapat digunakan

karena dapat diasumsikan cendawan yang tumbuh adalah berasal dari permukaan

daun. Jika pada cawan uji kesterilan tidak tumbuh apa pun, maka cendawan yang

tumbuh pada isolasi tersebut berasal dari jaringan tanaman. Cendawan yang

tumbuh dari dalam jaringan tanaman dan telah melalui uji kesterilan dimurnikan

pada PDA dan dibuat koleksi biakan dalam agar miring.

Sampel dari bibit. Sampel tanaman diambil setelah daun trifoliat pertama

dan kedua kacang panjang tumbuh. Metode pengambilan sampel sama seperti

(19)

Pemurnian

Setelah tumbuh berbagai cendawan pada media PDA, cendawan

dimurnikan dan yang memiliki bentuk dan warna yang sama dianggap satu jenis.

Masing-masing jenis cendawan disimpan pada media agar miring untuk

menumbuhkan sebagai bahan stok.

Seleksi Cendawan Endofit pada Benih Kacang Panjang

Seleksi ini dilakukan sebagai skrining (penapisan) untuk memilih isolat

cendawan endofit yang akan digunakan untuk uji pertumbuhan. Benih kacang

panjang disterilisasi permukaannya dengan air hangat pada suhu 50 ˚C selama 20

menit selanjutnya dikecambahkan pada biakan murni isolat cendawan endofit

yang pertumbuhannya telah memenuhi botol kultur jaringan (kira-kira berumur

7 - 14 hari). Jika benih yang ditanam tidak mampu berkecambah berarti cendawan

tersebut bersifat patogen dan tidak digunakan dalam uji lanjutan, sedangkan benih

yang berkecambah menandakan isolat cendawan endofit yang digunakan bersifat

tidak membahayakan bagi tanaman serta berpotensi sebagai agens antagonis.

Cendawan endofit yang dihasilkan pada tahap ini digunakan sebagai perlakuan

pada pengamatan terhadap uji pertumbuhan vegetatif dari tanaman kacang

panjang.

Cendawan endofit yang didapatkan, dinamai dengan kode yang disesuaikan

dengan sumber isolatnya. Cendawan endofit yang berasal dari benih komersial

diberi kode I, cendawan endofit yang berasal dari lahan serangan berat virus

kuning kacang panjang dinamai dengan kode II, sedangkan yang berasal dari

lahan sehat dinamai dengan kode III. Cendawan endofit diambil dari 2 bagian

tanaman, yaitu daun dan tangkai daun. Cendawan endofit yang berasal dari bagian

daun diberi kode a, sedangkan yang berasal dari tangkai daun diberi kode b (Tabel

(20)

Tabel 1 Pemberian kode cendawan endofit hasil eksplorasi

Sumber isolat Bagian tanaman

Daun (a) Tangkai bunga (b)

Benih komersial (I) I a I b

Lahan serangan berat (II) II a II b

Lahan sehat (III) III a III b

Uji Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Kacang Panjang

Benih yang akan diuji disterilisasi permukaan dengan melakukan

perendaman menggunakan air panas selama 20 menit pada suhu 50˚C untuk

menghilangkan mikroba terbawa benih. Benih kemudian direndam dalam larutan

NaOCl 3% selama 1 menit. Benih yang telah disterilisasi permukaan direndam

dalam suspensi cendawan endofit selama 15-20 menit. Suspensi cendawan dibuat

dari cendawan endofit yang telah direisolasi dan memenuhi permukaan cawan

kemudian ditambahkan aquades sebanyak 100 ml (Gambar 1). Benih kacang

panjang kemudian ditanam pada media tanam yang berisi campuran tanah dan

pupuk kandang perbandingan 1 : 1 (b/b).

(21)

Parameter Pengamatan

Viabilitas Benih

Persentase perkecambahan (daya berkecambah) ≤ 7 HST. Daya

berkecambah adalah pengamatan benih yang berkecambah pada jangka waktu

tertentu, pengamatan dilakukan setiap hari hingga 7 HST.

Persentase perkecambahan ≤ 7 HST diperoleh dari rumus sebagai berikut :

Persentase pertumbuhan benih. Pengamatan persentase pertumbuhan

benih juga dilakukan terhadap seluruh benih yang berkecambah dan tumbuh baik.

Pengamatan dilakukan setiap hari sejak 1 HST sampai dengan 21 HST.

Persentase pertumbuhan benih diperoleh dari rumus sebagai berikut :

jumlah benih yang tumbuh x 100%

jumlah benih yang ditumbuhkan

Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kacang panjang

dilakukan 1 minggu sekali pada umur 1 hingga 5 minggu setelah tanam (MST).

Parameter yang diamati adalah sebagai berikut,

1. Tinggi tanaman

Kacang panjang uji diamati tingginya setiap minggu. Pengamatan tinggi

dilakukan menggunakan penggaris, yang dimulai dari minggu pertama hingga

minggu ke-lima. Tinggi tanaman dihitung dari permukaan tanah dalam polybag

hingga daun tertinggi dari kacang panjang uji.

2.Diameter batang

Kacang panjang uji diamati diameternya setiap minggu. Pengamatan diameter

dilakukan menggunakan penggaris, yang dimulai dari minggu pertama hingga DB ≤ 7 HST = Jumlah benih yang berkecambah ≤ 7 HST x 100%

(22)

minggu ke-lima. Diameter batang tanaman dihitung pada diameter kacang

panjang uji yang terbesar.

3. Jumlah daun.

Kacang panjang uji diamati jumlah daunnya setiap minggu hingga minggu

ke-lima. Setiap 1 daun yang berbentuk trifoliat dihitung sebagai 1 daun.

Analisis Data

Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor. Faktor

tersebut adalah jenis isolat cendawan non-patogenik dengan 12 perlakuan, yaitu

IIa5, Penicillium sp. IIIa2, Ia8, Ia7, Fusarium sp. IIIa19, kontrol, IIa1, IIa12, Ia3,

Fusarium sp. IIb8, Trichoderma sp. IIb1 serta hifa steril IIIa3. Penamaan

perlakuan didasarkan pada ketentuan Tabel 1.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga menghasilkan

60 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah :

Yij = µ + αi +βj + εij

dimana :

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan

µ : nilai rataan umum

αi : pengaruh perlakuan ke-i

βj : pengaruh ulangan

εij : pengaruh galat percobaan

i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 j = 1, 2, 3, 4, 5

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Statistical Analisys

System (SAS) versi 9.13. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam.

Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Beda

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Cendawan Endofit

Cendawan endofit dapat diisolasi dari semua bagian dari tumbuhan, baik

akar, batang, cabang, tangkai, daun bahkan bunga. Pada penelitian ini tangkai

daun dan daun yang menjadi objek pengamatan dan eksplorasi cendawan endofit.

Tiga lokasi yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel, masing-masing

menghasilkan jumlah dan isolat yang beragam (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah isolat cendawan patogenik dan non-patogenik pada kacang

Cendawan endofit hasil eksplorasi memberikan hasil yang beragam jumlah

dan jenisnya. Cendawan endofit yang didapatkan dari lahan serangan berat

menempati peringkat tertinggi sebanyak 24 isolat dengan presentase 79,17%

cendawan patogenik dan 20,83% cendawan non-patogenik. Cendawan endofit

dari benih komersial didapatkan sebanyak 7 isolat dengan presentase cendawan

patogenik sebanyak 57,14% dan presentase cendawan non-patogenik 42,86%.

Sedangkan pada lahan sehat, mendapatkan hasil ekplorasi yang terkecil yakni

sebanyak 5 isolat, dengan komposisi 40% cendawan patogenik dan 60%

cendawan non-patogenik.

Isolat cendawan endofit yang ditemukan dari eksplorasi ini sejumlah 36

isolat cendawan yang bersifat patogenik serta non-patogenik. Hasil eksplorasi

yang beragam jenis dan jumlahnya diduga karena perbedaan varietas yang

(24)

digunakan serta terdapat perbedaan usia tanaman sampel. Usia sampel yang

diambil dari lahan yang berpenyakit virus mosaik kacang panjang (VMKP) lebih

tua dibandingkan dengan sampel yang diambil dari lahan sehat maupun yang

ditumbuhkan dari benih komersial. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Stone et

al. (2004) bahwa frekuensi infeksi serta keragaman cendawan endofit meningkat

seiring dengan bertambahnya usia organ atau jaringan tanaman inang. Selain itu

diduga karena perbedaan kondisi lingkungan serta pengolahan lahan. Pada lahan

yang berpenyakit VMKP, kondisi lingkungan serta interaksi dengan tanaman lain

lebih heterogen dibandingkan dengan lahan sehat serta benih komersial.

Data hasil ekplorasi cendawan endofit juga memperlihatkan bahwa

kelimpahan cendawan endofit patogenik pada lahan yang terkena serangan berat

VMKP lebih besar dibandingkan dengan kelimpahan cendawan endofit patogenik

pada lahan sehat. Hal ini dapat menjadi petunjuk awal bahwa terdapat korelasi

antara kelimpahan cendawan endofit patogenik dengan kejadian penyakit VMKP

di lapang.

Seleksi Cendawan Endofit

Seleksi cendawan endofit hasil eksplorasi bertujuan memilih isolat

cendawan yang berpotensi sebagai agen hayati atau bermanfaat bagi pertumbuhan

tanaman. Pada tahap ini dipilih isolat-isolat yang tidak menyebabkan kematian

atau penghambatan pertumbuhan benih kacang panjang, hal ini menunjukkan

bahwa isolat tersebut tidak berpotensi sebagai cendawan patogenik yang pada

umumnya mematikan pertumbuhan benih.

Karakteristik cendawan patogenik pada seleksi cendawan endofit ini

antara lain benih tidak berkembang; pertumbuhan benih lambat jika dibandingkan

dengan isolat cendawan lainnya; benih mampu berkecambah dan tumbuh namun

pada akhirnya mengalami kematian, sedangkan karakteristik cendawan

non-patogenik antara lain benih mampu berkecambah dengan baik serta akar dan

batang kacang panjang tumbuh dengan baik (Gambar 2). Sedangkan yang

digunakan sebagai pembanding adalah kontrol, yaitu media PDA yang

ditanamkan benih kacang panjang tanpa ditumbuhkan isolat cendawan terlebih

(25)

Isolat cendawan endofit non-patogenik yang dihasilkan dari eksplorasi ini

antara lain Phoma sp. Ia3, Fusarium sp. Ia7, isolat Ia8, Fusarium sp. IIa1, isolat

IIa5, Fusarium sp. IIa12, Trichoderma sp. IIb1, Fusarium sp. IIb8, Penicillium sp.

IIIa2, hifa steril IIIa3, Fusarium sp. IIIa19 (Domsch et al. 1980; Watanabe 1994)

koloni cendawan tertera pada Gambar 3. Untuk bahan stok, isolat yang diperoleh

disimpan pada tabung reaksi. Isolat cendawan yang telah didapatkan digunakan

untuk pengamatan viabilitas benih serta pengujian pertumbuhannya pada media

tanam dengan menggunakan benih kacang panjang.

Cendawan endofit non-patogenik yang didapatkan sejalan dengan cendawan

endofit yang didapatkan pula oleh Niere et al. (2002) bahwa hasil eksplorasi

cendawan endofit dari tanaman Pisang Awak di Uganda didapatkan genus

Fusarium non-patogenik, Penicillium, serta Trichoderma. Pada isolat IIIa3

diidentifikasi sebagai hifa steril karena hasil identifikasi mikroskopik hanya

terdapat hifa steril, tanpa adanya struktur reproduktif, seperti spora atau

sporangium. Hal ini umum terjadi pada cendawan, karena tidak semua cendawan

memiliki struktur reproduktif (Anonim 2011). Macarthur & McGee (2000)

menyebutkan bahwa hasil eksplorasi cendawan endofit pada Banksia integrifolia

di 3 tempat, beberapa diantaranya ditemukan hifa miselium steril.

(26)

Gambar 3 Isolat-isolat cendawan endofit non-patogenik. a. Phoma sp. Ia3; b. isolat IIa5; c. Fusarium sp. IIa1; d. Trichoderma sp. IIb1;

e. Fusarium sp. IIa12; f. Penicillium sp. IIIa2; g. Fusarium sp.IIb8; h. hifa steril IIIa3; i. Fusarium sp. Ia7; j. isolat Ia8;

k. Fusarium sp. IIIa19

c

b

d

e

f

g

h

a

i

(27)

Viabilitas Benih

Persentase Perkecambahan (Daya Berkecambah) ≤ 7 HST

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan oleh gejala

pertumbuhan dan atau gejala metabolismenya. Umumnya sebagai parameter

viabilitas benih digunakan persentase perkecambahan. Persentase perkecambahan

menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni

pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan

(Sutopo 2004). Pada penelitian ini jangka waktu yang dibatasi pada pengamatan

persentase perkecambahan adalah ≤7 HST.

Presentase terbesar diperoleh pada pengaplikasikan isolat Trichoderma sp.

IIb1 sebanyak 85%, dan presentase perkecambahan sebanyak 80% diperoleh pada

pengaplikasian hifa steril IIIa3 dan isolat Ia3 sedangkan presentase isolat yang

lain beragam yaitu 65%, 40%, 30%, 25%, 15%, 10% hingga 5% (Gambar 4).

Hasil yang tidak merata ini diduga disebabkan oleh adanya cendawan patogen

terbawa benih (seed-borne pathogen) yang terdapat pada benih kacang panjang

yang digunakan dalam pengujian viabilitas benih ini. Cendawan patogen terbawa

benih tidak dapat didegradasi oleh perlakuan sterilisasi permukaan yang telah

sebelumnya dilakukan, karena cendawan patogen terbawa benih kemungkinan

terletak di dalam jaringan benih.

j

(28)

Perlakuan isolat Trichoderma sp. IIb1, hifa steril IIIa3 dan Phoma sp. Ia3

mendapatkan hasil yang tinggi, hal ini diduga karena isolat-isolat tersebut bersifat

antagonistik yang tinggi sehingga mampu menekan dengan efektif pertumbuhan

cendawan patogenik terbawa benih yang ada dalam benih kacang panjang uji.

Sedangkan cendawan endofit lainnya kemampuan antagonistiknya rendah,

sehingga kemampuan menghambat cendawan patogenik terbawa benih ada dalam

benih kacang panjang tidak terlalu efektif.

Selain itu, isolat Trichoderma sp. IIb1, hifa steril IIIa3 dan Phoma sp. Ia3

diduga menghasilkan hormon yang memacu perkecambahan benih serta mampu

melakukan penetrasi yang baik ke dalam benih, sehingga perkecambahan benih

dapat terjadi lebih cepat dibandingkan benih-benih dengan perlakuan isolat

lainnya. Dighton (2003) melaporkan bahwa cendawan menginfeksi benih ketika

perikarpnya hilang atau rusak dan kebugaran tanaman inang meningkat dengan

adanya cendawan endofit di benih inang. Selain itu cendawan endofit dapat

mengkolonisasi daun, tangkai daun serta akar jaringan rumput-rumputan pada

musim dingin dan menyebar pada benih inang. Pada fase perkecambahan, inang

dan cendawan endofit saling bekerja sama menjadi satu kesatuan yang saling

mendukung pertumbuhan masing-masing (Stone et al. 2004).

Persentase Pertumbuhan Benih

Berdasarkan pengamatan persentase pertumbuhan benih kacang panjang,

dengan penanaman 20 tanaman pada setiap isolat, menghasilkan persentase

pertumbuhan benih yang beragam. Isolat yang memiliki persentase pertumbuhan

paling tinggi dicapai oleh isolat hifa steril IIIa3 dan Trichoderma sp. IIb1 sebesar

85% dan diikuti oleh Phoma sp. Ia3 sebesar 80%. Benih tanpa perlakuan

perendaman suspensi cendawan memiliki persentase pertumbuhan benih sebesar

(29)

Pemberian aplikasi perendaman suspensi cendawan memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap pertumbuhan benih. Meskipun hasilnya beragam, namun

seluruh perlakuan yang diberikan aplikasi perendaman suspensi cendawan

memiliki persentase perkecambahan yang lebih besar dibandingkan dengan

kontrol.

Benih kacang panjang yang baik dan bermutu memiliki penampilan

bernas/kusam, daya kecambah tinggi di atas 85%, tidak rusak/cacat, tidak

mengandung hama dan patogen (Haryanto et al. 2010). Presentase daya tumbuh

benih kontrol memiliki nilai yang rendah yaitu sebesar 20%. Hal ini diduga

dikarenakan cendawan patogen terbawa benih yang ada pada kacang panjang uji

menghambat pertumbuhan sehingga benih tidak mampu tumbuh dengan normal.

(30)

hasil ekplorasi, mampu menekan pengaruh cendawan patogen terbawa benih,

meskipun hasilnya beragam sesuai dengan pengaruh antagonistiknya terhadap

cendawan patogen terbawa benih. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Clay

(1990) dalam Dighton (2003) dalam bahwa adanya cendawan endofit berada

dalam benih, maka level perkecambahan akan normal.

Tingkat perkembangan cendawan endofit pada tanaman inang dan proporsi

benih yang terinfeksi cendawan endofit dapat menjadi aspek yang penting dalam

kemampuan kompetisi tanaman. Lebih lanjut Purwanti (2004) menyebutkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan

dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat

genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor

eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang

simpan.

Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tanaman

Pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1 mengalami pertumbuhan tinggi

tanaman tercepat, sejak minggu ke-dua hingga minggu ke-lima, pertumbuhannya

lebih cepat dibandingkan isolat yang lainnya, pada minggu ke-lima tingginya

mencapai 35,35 cm. Berbeda sedikit dengan tinggi dari Phoma sp. Ia3 yang

mencapai 32,35 cm. Sedangkan isolat yang paling rendah pertumbuhannya adalah

kacang panjang tanpa pengaplikasian cendawan endofit (kontrol) hanya mencapai

(31)

Tinggi tanaman kacang panjang pada minggu pertama, benih yang

diaplikasikan Phoma sp. Ia3 mencapai nilai paling tinggi sebesar 17,15 cm,

namun secara statistik perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan isolat

Trichoderma sp. IIb1, hifa steril hitam IIIa3, Fusarium sp. IIb8. Pada minggu

kedua, Phoma sp. Ia3 dan Trichoderma sp. IIb1 memiliki nilai yang tinggi

dibanding isolat lainnya sebesar 25,25 cm dan 25,23 cm, namun tidak berbeda

nyata dengan isolat Fusarium sp. IIb8 dan hifa steril hitam IIIa3, sedangkan

dengan isolat lain berbeda nyata. Pada minggu ke-tiga, meski secara statistik tidak

berbeda nyata dengan Phoma sp. Ia3 dan Fusarium sp. IIb8, namun

(32)

Pada minggu ke-empat pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3

meraih nilai yang tinggi, masing-masing 30,85 cm dan 29,70 cm, meski keduanya

secara statistik tidak berbeda nyata. Sedangkan pada minggu ke-lima isolat

Trichoderma sp. IIb1 memiliki nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan

lainnya (Tabel 3).

Aplikasi perendaman benih dengan suspensi isolat cendawan endofit pada

minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-5 menunjukkan tinggi tanaman yang lebih

baik dibandingkan dengan kontrol. Isolat Trichoderma sp IIb1 dan Phoma sp. Ia3

secara keseluruhan memperlihatkan nilai tinggi tanaman lebih baik. Hal ini diduga

karena Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 menghasilkan hormon tumbuh

dan berperan sebagai plant growth promoting fungi (cendawan pemacu

pertumbuhan tanaman). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa cendawan

endofit dapat berperan sebagai hormon tanaman sehingga pertumbuhan tanaman

lebih bugar (Obura 2010).

Hormon adalah zat kimia yang dalam kadar sangat rendah menunjukkan

pengaruh pengaturan terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan pada suatu

jarak tertentu dari tempat sintesisnya. Pembelahan, pembesaran dan diferensiasi

sel bergantung pada hormon (Hanafiah et al. 2005). Hormon yang dihasilkan oleh

Trichoderma sp.dan Phoma sp. Ia3 diduga adalah hormon auksin. Auksin adalah

hormon yang berperan pada fase vegetatif, memacu pertumbuhan dan bergerak

dengan polaritas yang nyata secara basipetal dalam tunas dan akropetal dalam

akar (Hanafiah et al. 2005). Selain itu, terdapat hormon pertumbuhan lain

diantaranya giberelin yang berperan pada daun muda yang sedang berkembang

dan bergerak ke seluruh tubuh tanaman, berperan dalam pemanjangan batang dan

perluasan daun. Asam absisat yaitu hormon penghambat ketika terkena cekaman

lingkungan. Selain itu, hormon lainnya yaitu sitokinin yang merangsang

pembelahan sel dan berperan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan

(33)

Tinggi tanaman (cm) pada umur (MST) Tabel 3 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap tinggi tanaman

Keterangan :

 Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Tukey (α = 5%).

 MST = minggu setelah tanam

(34)

Stone et al. (2004) menyatakan bahwa cendawan endofit memproduksi

senyawa metabolit sekunder, antibiotik, dan antifungi patogen. Mekanisme kerja

cendawan endofit dalam memberikan keuntungan untuk inangnya adalah dengan

meningkatkan resistensi tanaman dengan menghasilkan toksin dan mikotoksin,

meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan,

serta merangsang tanaman untuk mampu hidup di tempat kering dengan mengatur

membuka dan menutup stomata.

Diameter Batang Tanaman

Diameter batang kacang panjang yang diberi pengaplikasian Trichoderma

sp. IIb1 serta Phoma sp. Ia3 sejak minggu pertama sampai minggu ke-5 tidak

memiliki perbedaan yang besar. Pada minggu ke-lima diameter batang aplikasi

Trichoderma sp. IIb1 mencapai 0,235 cm, Ia3 mencapai 0,225 cm, serta hifa steril

hitam IIIa3 0,185 cm. Kacang panjang tanpa pengaplikasian cendawan endofit

(kontrol) menunjukkan diameter terkecil yaitu sebesar 0,04 cm (Gambar 7).

(35)

Aplikasi perendaman benih dengan isolat Trichoderma sp. IIb1 dan

Phoma sp. Ia3 memiliki nilai diameter batang yang paling besar, namun secara

keseluruhan pada minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-5 nilai diameter batang

ada dalam kondisi yang homogen. Hal ini diduga karena umur tanaman yang

masih muda, belum memungkinkan adanya pertumbuhan dan perkembangan sel

batang yang sempurna. Sehingga perngaruh aplikasi cendawan endofit tidak

terlihat secara nyata terhadap diameter batang (Tabel 4).

Jumlah Daun

Jumlah daun memperlihatkan nilai yang beragam, jumlah daun paling besar

diraih oleh kacang panjang yang diaplikasian Trichoderma sp. IIb1 sebanyak 3,75

buah pada minggu ke-5 pengamatan, diikuti oleh Phoma sp. Ia3 dengan jumlah

daun 3,6 buah pada pengamatan minggu ke-5. Sedangkan jumlah daun paling

kecil diperoleh kacang panjang tanpa aplikasi cendawan endofit (kontrol) dengan

rata-rata jumlah daun 0,4 buah pada minggu ke-5 pengamatan (Gambar 8)

(36)

Tabel 4 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap diameter batang tanaman

Diameter batang kacang panjang (cm) pada umur (MST)

1 2 3 4 5

Phoma sp. Ia3 0.180 a 0.225 a 0.225 a 0.225 ab 0.225 ab

Hifa steril hitam IIIa3 0.160 ab 0.175 abc 0.185 ab 0.185 abc 0.185 abc

Trichoderma sp IIb1 0.150 abc 0.205 ab 0.230 a 0.235 a 0.235 a

Fusarium sp. IIa1 0.100 abcd 0.125 abcd 0.145 ab 0.145 abc 0.145 abc

Fusarium sp. IIb8 0.100 abcd 0.160 abc 0.160 ab 0.160 abc 0.160 abc

Fusarium sp. Ia7 0.065 abcd 0.075 bcd 0.105 ab 0.110 abc 0.110 abc

Isolat Ia8 0.040 bcd 0.040 cd 0.050 b 0.050 c 0.050 c

Penicillium sp. IIIa2 0.030 bcd 0.145 abcd 0.175 ab 0.175 abc 0.175 abc

Fusarium sp. IIIa19 0.025 cd 0.045 cd 0.070 b 0.070 bc 0.095 abc

Isolat IIa5 0.025 cd 0.045 cd 0.085 ab 0.095 abc 0.070 bc

Fusarium sp. IIa12 0.000 d 0.140 abcd 0.140 ab 0.150 abc 0.150 abc

kontrol 0.000 d 0.010 d 0.035 b 0.040 c 0.040 c

Keterangan :

 Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Tukey (α = 5%).

 MST = minggu setelah tanam

(37)

Nilai rataan tertinggi jumlah daun kacang panjang pada minggu ke-4 dan

minggu ke-5 ditunjukkan oleh aplikasi Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3.

Aplikasi Trichoderma sp. IIb1 pada minggu ke-4 dan minggu ke-5 memperoleh

rataan 3,15 dan 3,75 sedangkan untuk isolat Ia3 memperoleh rataan sebesar 3,25

dan 3,60. Hifa steril hitam IIIa3 pada minggu ke-5 memiliki rataan 3,35. Namun

jika dibandingkan dengan perlakuan isolat lain, selang keragamannnya homogen

serta secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 5).

Aplikasi perendaman benih dengan suspensi cendawan endofit tidak

berbeda nyata secara statistik diantara perlakuan satu isolat dengan isolat lainnya.

Hal ini diduga karena umur kacang panjang pada saat pengamatan berlangsung

masih muda. Sehingga pertumbuhan dan perkembangan sel daun belum tumbuh

dengan sempurna. Oleh karena itu, pada penelitian ini aplikasi perendaman benih

dengan cendawan endofit tidak memperlihatkan perbedaan nyata terhadap

banyaknya jumlah daun.

Jumlah daun terutama pada fase bibit (vegetatif) sangat berpengaruh pada

kecepatan tumbuh tanaman. Karena selain sebagai tempat asimilasi unsur hara,

daun juga berperan sebagai tempat menyerap bahan asimilasi yang ada di udara

antara lain CO2. Disamping itu, daun juga menjadi salah satu tempat hilangnya

hara dari dalam tanaman. Kehilangan hara tersebut dapat terjadi karena pencucian,

gutasi, ekskresi garam dan gugur daun (Sopandie 1993), sehingga tanaman pada

fase bibit (vegetatif) dengan pengembangan jumlah daun yang kurang optimal

akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan organ lain yang kurang optimal

pula (Tjitrosoetomo 2007).

Pada tiga parameter pertumbuhan tanaman, yaitu tinggi tanaman, diameter

batang, dan jumlah daun, pertumbuhan kacang panjang yang paling konsisten

adalah pengaplikasian Trichoderma sp. IIb1. Hal ini diduga karena Trichoderma

sp. dapat memproduksi senyawa penting bagi pertumbuhan tanaman. Widyastuti

(2007) menyatakan bahwa Trichoderma spp memiliki pengaruh positif terhadap

pertumbuhan tanaman. Isolat Trichoderma telah digunakan untuk mengendalikan

penyakit pada berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan maupun kehutanan

yang disebabkan oleh patogen seperti Phytium, Phythopthora, Rhizoctonia,

(38)

Jumlah daun kacang panjang pada umur (MST)

1 2 3 4 5

Phoma sp. Ia3 0.80 a 2.20 ab 2.60 a 3.25 a 3.60 a

Hifa steril hitam IIIa3 0.80 a 2.40 a 2.50 a 2.85 ab 3.35 ab

Trichoderma sp. IIb1 0.65 ab 2.20 ab 2.60 a 3.15 a 3.75 a

Fusarium sp. Ia7 0.50 ab 0.70 bcde 1.45 ab 1.65 abc 2.05 abc

Fusarium sp. IIa1 0.45 ab 1.90 abc 1.75 ab 1.95 abc 2.25 abc

Fusarium sp. IIb8 0.45 ab 1.70 abcd 2.15 ab 2.35 abc 2.80 abc

Isolat Ia8 0.40 ab 0.40 cde 0.60 b 0.60 c 0.65 c

Penicillium sp. IIIa2 0.20 ab 0.90 abcde 1.70 ab 1.85 abc 1.90 abc

Fusarium sp. IIIa19 0.10 ab 0.35 de 0.65 b 0.75 bc 0.95 bc

Isolat IIa5 0.10 ab 0.35 de 0.85 ab 1.00 bc 1.25 abc

Fusarium sp. IIa12 0.00 b 1.55 abcde 1.80 ab 1.95 abc 2.70 abc

kontrol 0.00 b 0.05 e 0.40 b 0.40 c 0.40 c

Keterangan :

 Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada uji Tukey (α = 5%).

 MST = minggu setelah tanam

Tabel 5 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap jumlah daun kacang panjang

(39)

Pemacu pertumbuhan tanaman yang dihasilkan oleh Trichoderma

harzianum akan membuat persentase perkecambahan benih bertambah, tanaman

cepat berbunga, jumlah bunga bertambah, berat basah dan berat kering tanaman

bertambah. Mekanisme Trichoderma spp dalam memproduksi pemacu

petumbuhan tanaman diantaranya (1) Pengaruh tidak langsung dengan cara

mengendalikan patogen minor, (2) Pengaruh langsung dengan memacu

pertumbuhan tanaman, (3) Pengaruh langsung dengan ketahanan terimbas.

Ketahanan terimbas merupakan perangsangan sistem pertahanan tanaman dari

patogen atau pengganggu lain (Widyastuti 2007).

Deskripsi Cendawan Endofit

Trichoderma sp.

Trichoderma sp. merupakan salah satu cendawan yang masuk pada divisi

Deuteromycota, secara makroskopis koloninya berwarna hijau, dengan warna

putih kekuningan pada bagian bawahnya jika ditumbuhkan pada media PDA,

cendawan ini tumbuh dengan cepat yang pada awalnya berwarna hyalin kemudian

berubah menjadi hijau, fialidnya bercabang tiga, konidiofor hyalin berseptat,

konidia hyalin atau berwarna hijau dengan bentuk silindris, khlamidospora

biasanya terbentuk pada miselium yang sudah tua (Domsch et al. 1980).

Penelitian tentang induksi ketahanan serta agens antagonis yang berasal

dari Trichoderma sp. telah lama ditemukan baik di Indonesia maupun di luar

negeri, Istikorini (2008) menyatakan bahwa cendawan Trichoderma sp. dan

Gliocladium sp. mampu menghambat cendawan secara langsung. Kemampuan

dan mekanisme Trichoderma dalam menghambat pertumbuhan patogen secara

rinci bervariasi pada setiap spesiesnya. Perbedaan kemampuan ini disebabkan

oleh faktor ekologi yang membuat produksi bahan metabolit yang bervariasi pula.

Trichoderma spp. memproduksi bermacam-macam bahan aktif yaitu

glioviridin, sesquiterpenoids, trichothenes (trichodermin), cyclic peptides, dan

kandungan metabolit isocyanide (trichoviridin). Trichoderma spp. memproduksi

(40)

tanah. Trichoderma spp. memproduksi bermacam-macam metabolit sekunder,

termasuk pigmen anthroquinone (pachybasin-(1,8-dihydroxy-3-methyl

-9,10-antharoquinone)); emodin-(1,6,8-trihydroxy-3-methyl-9,10-anthra-quinone)),

cardinanes (avocettin), dan dihydrocoumarins (Widyastuti 2007).

Hifa Steril Hitam

Pada umumnya cendawan memiliki struktur penyusun yang bersifat fertil

dan steril. Namun tidak semua jenis cendawan memiliki struktur fertil atau

struktur reproduktif, seperti spora, konidia, kotak spora, dan lain-lain. Cendawan

jenis ini sulit untuk diidentifikasi, karena hanya tersedia hifa yang steril. Gambar 9 Trichoderma sp. a. Koloni pada media PDA, b. fialid bercabang

tiga a

b

Gambar 10 Hifa steril hitam a. Koloni pada media PDA hifa steril hitam, b. miselia yang membengkak

a

(41)

Phoma sp.

Phoma sp. merupakan cendawan yang termasuk pada divisi Deuteromycota,

koloni makroskopisnya berwarna putih, permukaannya halus, dan pada umur yang

sudah tua muncul lingkaran berwarna hitam yang merupakan tubuh buah dari

cendawan. Spora Phoma sp. sangat kecil dengan ukuran berkisar 4,8–6,1x 2,1-2,7

µm. Piknidiumnya berbentuk globose, subglobose, atau tidak beraturan, berwarna

hitam (Watanabe 1994). Piknidum adalah tubuh buah aseksual berbentuk kantung

(bulat atau seperti labu) yang menghasilkan konidia (Gandjar et al. 2006).

Fusarium sp.

Fusarium sp. merupakan salah satu cendawan yang masuk pada divisi

Deuteromycota. Fusarium sp. tumbuh dengan cepat. Biasanya koloni berwarna

putih, kekuningan, jingga, ungu, dapat terlihat berwarna pucat maupun terang.

Fusarium sp. memiliki dua jenis spora yaitu makrokonidia dan mikrokonidia,

makrokonidia adalah spora yang berukuran besar biasanya berbentuk bulan sabit,

seperti kurva, seperti perahu dan silindris yang memiliki 2-6 sekat, ukuran

makrokonidia yaitu 29,1-45 x 2,9-4,7 µ m. Sedangkan mikrokonidia berukuran

lebih kecil berbentuk silindris atau elips yang memiliki 1-2 sekat, ukuran

mikrokonidia yaitu 6-15,8 x 1,9-3,7 µm. Spora bertahan yang disebut

khlamidospora bisa terbentuk namun bisa juga tidak terbentuk. Permukaan

miselium ada yang membentuk miselium udara (aerial mycelium) yang Gambar 11 Phoma sp. a. koloni pada media PDA, b. konidia dalam perbesaran

100x a

(42)

menyebabkan permukaan terlihat lebih tebal (Domsch et al. 1980; Watanabe

1994).

Gambar 12 Fusarium sp. a. koloni pada media PDA, b. makrokonidia, c. mikrokonidia, d. konidiofora dikotomi, e. pembengkakan hifa

d

e a

b

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Isolasi cendawan endofit dari tiga lokasi menghasilkan jumlah dan jenis

yang beragam. Cendawan endofit paling banyak didapatkan dari lahan yang

terserang virus mosaik kacang panjang yaitu sejumlah 24 isolat dengan persentase

cendawan patogenik 79,17% dan cendawan non-patogenik 20,83%. Aplikasi

perendaman benih kacang panjang dengan cendawan endofit non-patogenik

memberikan pengaruh lebih baik pada perkecambahan benih dibandingkan

dengan kontrol. Aplikasi Trichoderma sp. IIb1 dan Phoma sp. Ia3 memberikan

nilai yang konsisten untuk semua parameter pertumbuhan tanaman sehingga

berpotensi sebagai cendawan agens hayati.

Saran

Perlu penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh Trichoderma sp. IIb1

dan Phoma sp. Ia3 di lapangan untuk induksi ketahanan tanaman terhadap

organisme pengganggu tanaman (OPT) tertentu. Selain itu, diperlukan penelitian

(44)

DAFTAR PUSTAKA

[CABI] Central for Agricultural and Bioscience International. 2004. Crop Protection Compendium [CD-ROM]. Wallingford: CAB International.

[CABI] Central for Agricultural and Bioscience International. 2005. Crop Protection Compendium [CD-ROM]. Wallingford: CAB International.

Anonim. 2011. Sterile mycelium. Sporometrics Inc. http://www.sporometrics.com resources/fungal-descriptions/sterile-mycelium/ [20 Agustus 2011].

Asniah. 2009. Potensi cendawan asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu untuk pengendalian penyakit akar gada pada tanaman brokoli [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

BPS. 2009. Produksi hortikultura di Indonesia. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=55&notab=15 [10 Februari 2011].

Carroll GC. 1988. Fungal endophytes in stems and leaves: From latent pathogen to mutualistic symbiont. Ecology 69:2–9.

Clay K. 1988. Fungal endophytes on grasses: a defensive mutualism between plants and fungi. Ecology 69:10-16.

Clay K. 2004. Fungi and the food of the gods. Nature 427:401-402.

Dighton J. 2003. Endophyte and antiherbivore action. Di dalam: Bennet JW, editor. Fungi in Ecosystem Processes. USA: Marcel Dekker. hlm 274-281.

Dingle J, McGee PA. 2003. Some endophytic fungi reduce the density of pustules of Puccinia recondita f. sp. tritici in wheat. Mycol. Res. 107(3): 310–316.

Domsch KH, Gams W, Anderson TH. 1980. Compendium of Soil Fungi Vol 1. New York: Academic Press.

Doss RP, Welty RE. 1995. A PCR-based procedure for detection of Acremonium coenophilum in tall fescue. Phytopathology 85:913-914.

Durham NC. 2004. Armies of fighting fungi project chocolate trees. www.rpi.edu/ajayan/locker/publications/natureajayanjan202004.pdf- [02 Februari 2011] .

Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists? –Oikos 98:25– 36.

FAO. 2009. Main functions and services provided by microorganism relevant to food and agriculture. Roma: Commission On Genetic Resources For Food And Agriculture.

(45)

Hanafiah KA, Napoleon A, Ghofar N. 2005. Biologi Tanah: Ekologi &

Makrobiologi Tanah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 2010. Budi Daya Kacang Panjang. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hidayah N, Nurulita S, Putra MC, Israhayu R. 2010. Potensi beberapa ekstrak gulma untuk mengendalikan penyakit mosaik pada kacang [PKM]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Istikorini Y. 2008. Potensi cendawan endofit untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kariada IK, Kartini NL, Aribawa IB. 2003. Pengaruh pupuk organik kascing (POK) dan NPK terhadap sifat kimia tanah dan hasil kacang panjang di lahan kering Desa Pegok Kabupaten Badung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Macarthur D, McGee P. 2000. A comparison of the endophytic fungi from leaves of Banksia integrifolia at three sites on the east coast of Australia.

Australasian Mycol. 19(3):80-83.

McGee P, Dingle J, Macarthur D, Creighton N, Istifadah N. 2006. Endophytic fungi add to plant defences. Microb. Australia 24(3):42-43.

Niere B, Gold C, Coyne D. 2002. Banana endophytes: Potential for pest biocontrol. Biocontrol News and Information 23:4.

Obura BO. 2010. Root endophytic fungi of tomato and their role as biocontrol agents of root-knot nematodes Meloidogyne incognita (Kofoid and White) Chitwood and growth promotion in tomato plants (Lycopersicon esculentum

Mill) [thesis]. Bogor: Graduate School, Bogor Agricultural University.

Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. 1992. Ecology metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natur Toxins 1:185-196.

Pitojo S. 2006. Penangkaran Benih Kacang Panjang. Yogyakarta: Kanisius.

Plantamor. 2008. Kacang panjang (Vigna sinensis). http://www.plantamor.com/ /index.php?plant=1281 [01 Februari 2011].

Prabaningrum L. 1996. Kehilangan hasil panen kacang panjang (Vigna sinensis

Stikm) akibat serangan kutu kacang panjang, Aphis craccivora Koch. Di dalam: Kuswanto, Waluyo B, Soetopo L, Afandi A. 2007. Evaluasi keragaman genetik toleransi kacang panjang (Vigna sesquipedalis (L). Fruwirth) terhadap hama aphid. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus (1):19-25.

Prabowo AY. 2007. Budidaya kacang panjang. http://www.teknis-budidaya.blogspot.com [01 Februari 2011].

Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian 11(1):22-31.

(46)

Setyastuti L. 2008. Tingkat ketahanan sembilan kultivar kacang panjang terhadap infeksi Bean Common Mosaic Virus (BCMV) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sopandie D. 1993. Penyerapan Hara, Angkutan Jarak dekat dan Jarak Jauh dalam Xilem dan Floem. Diktat Kuliah AGR 639 Interaksi antara Hara dan Tanaman. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Stone JK, Polishook JD, White JF. 2004. Endophytic Fungi. Di dalam: Mueller GM, Bills GF, Foster MS, editor. Biodiversity of Fungi: Inventory and

Monitoring Methods. California: Elsevier Academic Press. hlm 241-270.

Strobel GA, Hess WM, Ford E, Sidhu RS, Yang X. 1996. Taxol from fungal endophytes and the issue of biodiversity. J. Aquat Plant Manag. 40:76-78.

Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Tjitrosoetomo G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Watanabe T. 1994. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi: Morphologies of

Cultured Fungi and Key to Species. Tokyo: Lewis Publishers.

Widyastuti SM. 2007. Peran Trichoderma spp. dalam Revitalisasi Kehutanan di

Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(47)

NURUL RIKMAWATI. Eksplorasi Cendawan Endofit pada Kacang Panjang

(Vigna Sinensis (L) Savi Ex Has dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan

Tanaman. Dibimbing oleh WIDODO.

(48)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang (Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has) merupakan salah satu

tanaman yang dibudidayakan di Indonesia sebagai tanaman sayuran. Kacang

panjang memiliki beberapa keunggulan yaitu harganya terjangkau, dapat dimakan

mentah maupun matang, mudah dibudidayakan, serta memiliki kandungan gizi

yang cukup lengkap seperti protein, lemak, mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor,

besi, vitamin B1, B2, B3, dan air (Pitojo 2006; Haryanto et al. 2010).

Keunggulan diatas menjadikan kacang panjang menjadi salah satu tanaman

sayuran yang dikonsumsi masyarakat, akan tetapi pada kenyataannya tingkat

produksi kacang panjang mengalami penurunan. Hal ini sebagaimana yang

diungkapkan Kariada et al. (2003) bahwa produktivitas kacang panjang di tingkat

petani sangat rendah yaitu 2-3 ton/ha. Hal ini diperkuat data BPS pada tahun

2009, yang menunjukan bahwa produksi kacang panjang di Indonesia dari tahun

2006 ke tahun 2007 hanya mengalami kenaikan sebesar 5,91%, sedangkan pada

tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 6,75%.

Salah satu penyebab rendahnya produksi kacang panjang adalah serangan

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), salah satunya dari golongan penyakit.

Beberapa penyakit yang dominan menyerang kacang panjang yaitu virus mosaik

kacang panjang yang disebabkan oleh bean common mosaic virus (Hidayah et al.

2010), layu yang disebabkan oleh Sclerotium roflsii, karat daun yang disebabkan

oleh Uromyces phaseoli, penyakit sapu yang disebabkan oleh mikoplasma

(Haryanto et al. 2010). Penyebab penyakit utama pada kacang panjang berasal

dari golongan virus. Serangan virus dapat menyebabkan penurunan kualitas dan

kuantitas kacang panjang. Virus mosaik kacang panjang (VMKP) merupakan

salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang panjang dan menyebabkan

kerugian sebesar 65,87% (Prabaningrum 1996 dalam Kuswanto 2007).

Beberapa upaya pengendalian VMKP yaitu pengendalian vektor virus,

penggunaan benih yang sehat dan penggunaan bahan-bahan antiviral.

Pengendalian vektor virus dapat dilakukan dengan kultur teknis yaitu dengan

(49)

vektor serta penggunaan insektisida. Sedangkan untuk mendapatkan benih yang

sehat, dilakukan dengan perlakuan benih yaitu perlakuan panas, sinar UV dan

lain-lain (CABI 2005). Upaya pengendalian virus tanaman yang umum dilakukan

adalah dengan menggunakan varietas yang tahan. Namun tidak banyak tersedia

kultivar yang tahan dengan VMKP. Setyastuti (2008) melaporkan bahwa dari 9

kultivar kacang panjang (Bogor Hijau I, asparagus, KP 888, Asri II, Sakura, KP

777, Dondot, Iguma dan Landung) yang banyak ditanam oleh petani rentan

terhadap VMKP.

Pengendalian lain yang menjadi alternatif yaitu pengendalian hayati dengan

penggunaan agens pengendali hayati. Teknik pengendalian hayati akhir-akhir ini

berkembang dengan pesat karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik

pengendalian yang lainnya yaitu berbasis sumber daya hayati dan ramah

lingkungan. Salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan tanaman adalah

cendawan endofit yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Potensi

penggunaan cendawan endofit cukup besar untuk dikembangkan sebagai agens

pengendali hayati, karena cendawan ini hidup dalam jaringan tanaman sehingga

dapat berperan langsung dalam menghambat perkembangan patogen tanaman

(Niere 2002).

Cendawan endofit merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam

pengendalian hayati. Secara harfiah, endofit berarti suatu organisme yang hidup

dalam tubuh organisme lain (Doss & Welty 1995). Menurut Faeth (2002),

keberadaan endofit sangat melimpah dan beragam, serta dapat ditemukan di

seluruh famili tanaman pertanian maupun rumput-rumputan. Cendawan endofit

adalah cendawan yang dapat menginfeksi jaringan tanaman tanpa menyebabkan

penyakit (Durham 2004). Cendawan endofit hidup di antar jaringan dan tidak

hidup pada jaringan angkut. Selain itu, cendawan endofit dapat bersimbiosis

mutualisme dengan tanaman inang (Caroll 1988; Clay 1988) dan dapat

menghasilkan berbagai hormon yang berperan dalam menginduksi ketahanan

tanaman seperti IAA, sitokinin, etilen, giberelin (Obura 2010).

Dari penelitian yang telah dilaporkan di atas, maka dapat dijadikan acuan

(50)

dari tanaman kacang panjang sebagai bahan induksi ketahanan untuk

pengendalian penyakit pada tanaman kacang panjang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang

mampu memacu pertumbuhan tanaman yang berasal dari kacang panjang (Vigna

sinensis) di 3 lokasi serta mempelajari pengaruhnya terhadap pertumbuhan

tanaman kacang panjang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengendalian

Gambar

Gambar 1  Perendaman benih dalam  suspensi  isolat cendawan
Gambar  2 Seleksi cendawan endofit pada benih kacang panjang.
Gambar 3   Isolat-isolat cendawan endofit non-patogenik. a. Phoma sp. Ia3;
Gambar 4  Daya berkecambah kacang panjang ≤7 HST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari database tersebut bisa dijadikan sumber data dalam pembuatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) maupun output yang dapat dijadikan informasi

5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta penjelasaanya tersebut dan Berita Acara Pemeriksaan Persiapan tanggal 14 November 2013 sampai dengan tanggal

Berdasarkan hasil penelitian dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang didapatkan dengan menggunakan rumus korelasi product moment, maka diperoleh hasilnya yaitu terdapat

Langkah awal telah dilakukan melalui program berbagi pengetahuan Kewirasusahaan dan Pengembangan Kompetensi yang telah dilakukan sesuai jadwal, dan untuk selanjutnya

Berdasarkan ketiga aspek kelayakan LKP di atas dapat disimpulkan bahwa LKP berorientasi problem solving untuk melatihkan keterampilan proses sains pada materi

Pada kalimat (41) dan (42) adalah kalimat yang bermakna leksikal atau literal yang mana maknanya sesuai dengan kalimat yang diinginkan penulis, yaitu kalimat

Kegiatan fisik Program P2KP atau PNPM Mandiri Perkotaan untuk perbaikan jalan mampu menyerap swadaya masyarakat sebesar 20,60% dari total dana kegiatan, untuk

Selain itu, hasil penelitian Magfiroh terhadap penggunaan metode Quantum Teaching dengan tehnik TANDUR terbukti dapat meningkatkan prestasi hasil belajar siswa pada