• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Keilitis Angularis pada Anak yang Menderita Defisiensi Nutrisi di Kelurahan Mandala II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Keilitis Angularis pada Anak yang Menderita Defisiensi Nutrisi di Kelurahan Mandala II"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA

KEILITIS ANGULARIS PADA ANAK YANG

MENDERITA DEFISIENSI NUTRISI

DI KELURAHAN MANDALA II

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RIYANTI ROSALIA S NIM : 080600079

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2012

Riyanti Rosalia Sibagariang

Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Keilitis Angularis pada Anak yang Menderita Defisiensi Nutrisi di Kelurahan Mandala II.

xi + 52 Halaman

Defisiensi nutrisi pada anak akan mempengaruhi kemampuan daya tahan tubuhnya. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga memudahkan bakteri tumbuh dan berkembang secara patogen. Pada rongga mulut terdapat banyak mikroorganisme yang sangat kompleks dan beragam. Mikroorganisme tersebut terdistribusi sesuai habitatnya seperti pada permukaan mukosa (bibir) dihuni oleh bakteri Streptococcus

fakultatif anaerob sebagai flora normal dominan. Selain itu ditemukan juga Veilonella

dan Neisseria dalam jumlah yang sangat sedikit. Defisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niacin), vitamin B6 (pyridoxine), atau vitamin B12 (cyanocobalamin), dan anemia dapat menyebabkan terjadinya keilitis angularis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh bakteri

Staphylococcus aureus dan Streptococcus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi di Kelurahan Mandala II.

(3)

penelitian diolah dengan program komputer. Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan seluruh subjek penelitian yang menderita keilitis angularis termasuk dalam tipe 1. Dari setiap kelompok subjek penelitian, diperoleh data jumlah subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan dan subjek penelitian pada umur 9-12 tahun lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian pada umur 6-8 tahun. Berdasarkan pengukuran lingkar lengan atas diketahui bahwa seluruh anak berada dalam status kekurangan gizi ringan (80% baku). Staphylococcus

aureus dijumpai sebanyak 17 (65,4%) pada kelompok kasus dan 9 (34,6%) pada

kelompok kontrol, sedangkan Streptococcus dijumpai sebanyak 23 (45%) pada kelompok kasus dan 28 (55%) pada kelompok kontrol.

Kesimpulan penelitian menunjukkan ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 31 Oktober 2012

Pembimbing : Tanda tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 31 Oktober 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si ANGGOTA : 1. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tersayang yaitu Ayahanda D. Sibagariang dan Ibunda M. Debataraja yang senantiasa mendoakan, menyayangi, dan mendukung penulis. Penulis juga mengucapkan rasa sayang yang mendalam pada Ruben Sibagariang atas perhatian, dukungan dan rasa persaudaraan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, pengarahan, bimbingan, kritik, serta saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

3. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Indra Basar Siregar., drg., M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di FKG USU.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Penyakit Mulut FKG USU yang telah memberikan masukan, saran dan bantuan kepada penulis.

6. Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes selaku pembantu dekan III FKM USU dan Maya Fitria, SKM, M.Kes yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam mengerjakan metode penelitian.

7. Ibu Syariah yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di laboratorium Mikrobiologi FK USU.

8. Sahabat-sahabat penulis yaitu Dhian, Febrima, Evawati, Oktavina, Evi, Kristina, Tiomida, Dahliana, Dharma, Angel, Nora, Ita, Ulfa, Juni, Tata, Rina yang telah membantu dan memotivasi penulis, serta teman-teman seangkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas Kedokteran Gigi, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 31 Oktober 2012

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

(9)

2.1.1.3 Defisiensi Nutrisi ... 7

2.2.1 Etiologi Defisiensi Nutrisi ... 10

2.2.2 Gambaran Klinis Defisiensi Nutrisi ... 11

2.2.3 Penilaian Status Gizi ... 12

2.3 Peranan Bakteri terhadap Terjadinya Keilitis Angularis pada anak ... 14

2.3.1 Staphylococcus Aureus ... 15

2.3.2 Streptococcus ... 17

KERANGKA TEORI ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 20

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi Penelitian dan Pengambilan Sampel ... 20

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Analisis Univariant ... 29

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Keadaan Sudut Mulut ... 29

4.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

(10)

4.1.4 Pengukuran Lingkar Lengan Atas ... 31

4.1.5 Pemeriksaan Mikrobiologi ... 31

4.2 Hasil Analisis Bivariant ... 32

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Keadaan Sudut Mulut ... 34

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35

5.3 Pengukuran Lingkar Lengan Atas ... 35

5.4 Pengaruh Bakteri terhadap Keilitis Angularis... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 38

6.2 Saran ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ukuran lingkar lengan anak usia 6-17 Tahun ... 14

2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan keadaan sudut mulut ... 29

3. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 30

4. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur ... 30

5. Pengukuran status gizi anak berdasarkan LLA ... 31

6. Mikroorganisme diisolasi dari sudut mulut... 31

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambaran klinis keilitis angularis ... 8

2. Tipe lesi keilitis angularis ... 9

3. Pita pengukur LLA ... 13

4. Hasil pewarnaan gram Staphylococcus aureus ... 16

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar

Persetujuan Etik Penelitian

2.Lembar Persetujuan Penelitian dari Balitbang

3.Lembar Penyelesaian Penelitian dari Kelurahan Mandala II

4. Lembar

Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 5. Lembar Persetujuan Setelah penjelasan 6. Lembar Data Demografi

(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2012

Riyanti Rosalia Sibagariang

Pengaruh Bakteri Terhadap Terjadinya Keilitis Angularis pada Anak yang Menderita Defisiensi Nutrisi di Kelurahan Mandala II.

xi + 52 Halaman

Defisiensi nutrisi pada anak akan mempengaruhi kemampuan daya tahan tubuhnya. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga memudahkan bakteri tumbuh dan berkembang secara patogen. Pada rongga mulut terdapat banyak mikroorganisme yang sangat kompleks dan beragam. Mikroorganisme tersebut terdistribusi sesuai habitatnya seperti pada permukaan mukosa (bibir) dihuni oleh bakteri Streptococcus

fakultatif anaerob sebagai flora normal dominan. Selain itu ditemukan juga Veilonella

dan Neisseria dalam jumlah yang sangat sedikit. Defisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niacin), vitamin B6 (pyridoxine), atau vitamin B12 (cyanocobalamin), dan anemia dapat menyebabkan terjadinya keilitis angularis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh bakteri

Staphylococcus aureus dan Streptococcus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi di Kelurahan Mandala II.

(15)

penelitian diolah dengan program komputer. Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan seluruh subjek penelitian yang menderita keilitis angularis termasuk dalam tipe 1. Dari setiap kelompok subjek penelitian, diperoleh data jumlah subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan dan subjek penelitian pada umur 9-12 tahun lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian pada umur 6-8 tahun. Berdasarkan pengukuran lingkar lengan atas diketahui bahwa seluruh anak berada dalam status kekurangan gizi ringan (80% baku). Staphylococcus

aureus dijumpai sebanyak 17 (65,4%) pada kelompok kasus dan 9 (34,6%) pada

kelompok kontrol, sedangkan Streptococcus dijumpai sebanyak 23 (45%) pada kelompok kasus dan 28 (55%) pada kelompok kontrol.

Kesimpulan penelitian menunjukkan ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Anak usia Sekolah Dasar merupakan kelompok usia yang mempunyai aktivitas cukup tinggi baik dalam keadaan belajar maupun di saat istirahat. Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Tanpa gizi yang memadai dan berkualitas, maka anak akan menderita malnutrisi (kekurangan gizi) yang biasanya mengalami berbagai masalah, antara lain gangguan tumbuh kembang, produktivitas kerja berkurang, berkurangnya konsentrasi dan perhatian pada lingkungan sekelilingnya sehingga dapat menurunkan prestasi belajar, serta daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit berkurang terutama pada rongga mulut.1

(17)

umumnya didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Defisiensi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA), dan obesitas terutama di kota-kota besar. Secara umum masalah nutrisi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya.3 Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional 2010 menunjukkan tingginya masalah gizi pada anak usia sekolah di Indonesia baik itu masalah kurang gizi maupun kelebihan gizi. Berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) status gizi anak umur 6-12 tahun dibagi menjadi sangat pendek, pendek, dan normal. Prevalensi kependekan pada anak adalah 35,6% yang terdiri dari 15,1% sangat pendek dan 20,5% pendek. Berdasarkan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) status gizi anak dibagi menjadi sangat kurus, kurus, normal, dan gemuk. Prevalensi kekurusan pada anak adalah 12,2% terdiri dari 4,6% sangat kurus dan 7,6% kurus.4

(18)

Keilitis angularis dapat disebabkan oleh agen infeksi, faktor mekanikal, defisiensi nutrisi dan defisiensi imun yang dapat terjadi sendiri maupun kombinasi dari beberapa faktor.10 Defisiensi nutrisi pada anak akan mempengaruhi kemampuan daya tahan tubuhnya. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga memudahkan bakteri tumbuh dan berkembang secara patogen.11

Pada rongga mulut terdapat banyak mikroorganisme yang sangat kompleks dan beragam. Mikroorganisme itu meliputi: protozoa, jamur, virus, mycoplasma dan lebih dari 300 jenis bakteri. Mikroorganisme tersebut terdistribusi sesuai habitatnya seperti permukaan mukosa (bibir, pipi, palatum dan lidah) dan gigi.12 Streptococcus

fakultatif anaerob merupakan flora normal dominan pada bibir. Selain itu ditemukan juga Veilonella dan Neisseria dalam jumlah yang sangat sedikit (<1,0% dari pengulturan).13

Hasil penelitian Nurjani S mengenai telaahan mikrobiologik keilitis angularis pada anak SD, menunjukkan bahwa dari 51 lesi ditemukan 10 lesi yang ditumbuhi

Staphylococcus, 6 lesi yang ditumbuhi Streptococcus, 1 lesi yang ditumbuhi Candida,

12 lesi yang ditumbuhi Staphylococcus dan Streptococcus, 2 lesi yang ditumbuhi

(19)

karena kulit pasien dalam kategori cenderung retak. Ketika ini terjadi di sudut mulut, mikroorganisme dengan afinitas menimbulkan luka seperti Staphylococcus aureus

dapat menyerang daerah tersebut dan kemudian menghasilkan lesi persisten.16

Penelitian Bamji dkk pada 407 anak yang menderita keilitis angularis akibat defisiensi nutrisi, melaporkan bahwa keilitis angularis memiliki etiologi lain yang berhubungan dengan infeksi yang terbukti dari penyembuhan yang lebih signifikan dengan pemberian gentian violet secara topikal daripada pemberian vitamin B complex, dimana gentian violet merupakan obat antibakteri dan antijamur.17,18 Berdasarkan penelitian diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh bakteri dengan terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi. Penelitian ini mengambil populasi di Kelurahan Mandala II dengan alasan kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan penduduk yang berekonomi rendah dan daerah yang padat penduduk.

1.2Permasalahan

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka timbul permasalahan: 1. Apakah ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya

keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi?

2. Apakah ada pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi?

1.3Hipotesis

(20)

2. Ada pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi. 2. Untuk mengetahui pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya

keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

1.5Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi kedokteran gigi terutama bidang Ilmu Penyakit Mulut bahwa bakteri dapat menjadi faktor penyebab terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

2. Bila telah diketahui bakteri yang berperan pada keilitis angularis, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan antibiotik untuk penanggulangannya.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keilitis Angularis

Keilitis angularis merupakan reaksi inflamasi pada satu atau kedua sisi sudut mulut, biasanya dimulai dari mucocutaneous junction dan dapat berlanjut ke kulit. Keilitis angularis umumnya kronis, dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa baik laki- laki maupun perempuan.10,19 Keilitis angularis mempunyai nama lain

perleche, angular cheilosis, dan angular stomatitis.6

2.1.1 Etiologi Keilitis Angularis

Keilitis angularis dapat disebabkan oleh agen infeksi, faktor mekanikal, defisiensi nutrisi dan defisiensi imun yang dapat terjadi sendiri ataupun kombinasi dari beberapa faktor.10 Penyebab yang paling menonjol pada anak-anak adalah defisiensi nutrisi dan defisiensi imun sedangkan pada orang dewasa disebabkan oleh agen infeksi atau faktor mekanikal.20

2.1.1.1Agen Infeksi

Beberapa penelitian melaporkan bahwa Candida albicans, Staphylococci, dan

(22)

Candida sp murni, 9 lesi yang ditumbuhi Staphylococcus aureus, 11 lesi ditumbuhi kombinasi dari keduanya, 3 lesi ditumbuhi beta haemolytic Streptococci, dan 5 lesi ditumbuhi kombinasi dari semua flora termasuk koliform.21 Cawson R.A. mengamati bahwa keilitis angularis umumnya terjadi pada pasien yang mengalami denture stomatitis.19 Candida albicans merupakan agen infeksi yang paling sering diisolasi dari pasien yang memakai gigi tiruan atau pada pasien diabetes. Keilitis angularis yang berhubungan dengan candidiasis merupakan manifestasi yang mendasari defisiensi imun seperti HIV dan diabetes.5,10

2.1.1.2Faktor Mekanikal

Kebanyakan keilitis angularis dapat dilihat pada orang tua yang menggunakan gigi tiruan. Bila terjadi kehilangan ketinggian oklusal karena kehilangan gigi atau pasien dengan gigi tiruan yang tidak pas akan menyebabkan kurangnya dimensi vertikal, sehinggga membentuk lipatan-lipatan pada sudut mulut. Pada lipatan sudut mulut tersebut saliva akan berakumulasi sehingga menyebabkan lembab dan menyediakan habitat yang sempurna untuk agen infeksi. Anak-anak dengan kebiasaan menjilat bibir dan menghisap jempol dapat menyebabkan terjadinya keilitis angularis.10

2.1.1.3Defisiensi Nutrisi

(23)

Defisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B (B2, B6, B12) dapat dikaitkan dengan terjadinya keilitis angularis.5,10,19

2.1.1.4Defisiensi Imun

Defisiensi imun merupakan gangguan kemampuan sistem pertahanan tubuh untuk memerangi infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.22 Defisiensi imun pada penderita diabetes, sindrom down, dan HIV dapat menyebabkan keilitis angularis yang terkait dengan candidiasis.10

2.1.2 Gambaran Klinis Keilitis Angularis

(24)

Gambar 1. Gambaran klinis

keilitis angularis23

Menurut Ohman dkk keilitis angularis dapat dibedakan atas beberapa tipe yaitu:16

a.Tipe 1: lesi ditandai dengan fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut dan atau sedikit meluas pada kulit sekitarnya.

b.Tipe 2: lesi yang terdiri dari fisur tunggal yang lebih panjang dan dalam dari tipe 1 dan fisur mengikuti lipatan kulit sudut mulut. Biasanya eritema disekitar fisur.

c.Tipe 3: lesi dengan beberapa fisur yang arahnya menyebar dari sudut mulut kekulit sekitar.

(25)

Gambar 2. Tipe lesi keilitis

angularis16

2.1.3 Perawatan Keilitis Angularis

(26)

Penggunaan 2% miconazole krim diindikasikan untuk infeksi campuran karena sangat efektif terhadap Candida dan Staphylococcus aureus.7,10

2.2 Defisiensi Nutrisi

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), defisiensi nutrisi adalah ketidakseimbangan selular antara suplai makanan dengan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi spesifik. Wanita dan anak-anak adalah kelompok yang paling sering mengalaminya.24 Defisiensi nutrisi yang sering terjadi pada pasien keilitis angularis adalah defisiensi vitamin B2 (riboflavin), B6 (pirodiksin), B12 (kobalamin), zat besi, dan asam folat.10,11,19

2.2.1 Etiologi Defisiensi Nutrisi

Defisiensi nutrisi disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer disebabkan bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, pengetahuan akan nutrisi yang kurang, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi, misalnya faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim.25

2.2.2 Gambaran Klinis Defisiensi Nutrisi

(27)

kelihatan kurus. Perubahan yang terjadi pada kulit adalah kulit menjadi kering dan kasar karena kehilangan kelembaban. Jika terjadi luka atau trauma terjadi hyperpigmentasi pada kulit tersebut. Kuku menjadi rapuh dan mudah retak. Rambut akan kelihatan tipis, sedikit, mudah rontok dan berwarna coklat kemerah-merahan.2

Pada keilitis angularis yang berhubungan dengan defisiensi nutrisi, lesi terjadi bilateral yang biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke lateral pada kulit sirkum oral 1-10 mm. Dasar lesi lembab, adanya fisur yang tajam, vertikal dari tepi vermillion bibir dan area kulit yang berdekatan. Secara klinis, epitel pada komisura terlihat mengerut dan sedikit luka. Pada waktu mengerut menjadi lebih jelas terlihat membentuk satu atau beberapa fisur yang dalam, berulserasi tetapi cenderung berdarah. Walaupun dapat terbentuk krusta yang bernanah pada permukaan, fisur ini tidak melibatkan permukaan mukosa pada komisura di dalam mulut, tetapi berhenti pada mucocutaneus junction.26

Penipisan papila lidah dapat terlihat karena defisiensi besi, lidah yang merah dan berkilat dapat terlihat karena defisiensi asam folat, atau lidah ungu kemerahan pada defisiensi vitamin B. Keilitis angularis yang disertai dengan alopesia, diare, dan ulserasi non-spesifik, biasanya di lidah dan mukosa bukal, dapat diduga karena defisiensi besi.10

2.2.3 Penilaian Status Gizi

(28)

dan mengatur proses tubuh.2,25 Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada periode kehidupan lain. Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur.2

Ada berbagai cara yang dilakukan untuk menilai status gizi, salah satunya adalah pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan istilah antopometri. Tujuan yang hendak dicapai dalam pengukuran antopometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Pengukuran antopometris yang penting dilakukan adalah penimbangan berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps.2

Lingkar lengan bagian atas merupakan ukuran dari jaringan subkutan dan otot rangka. Lingkar lengan diukur dengan pita pengukur LLA. Lengan yang diukur adalah lengan kiri. Pita pengukur LLA harus ditekan sedemikian rupa menempel pada kulit, namun tidak sampai mengerutkan kulit, dan tidak pula longgar.2

Gambar 3. Pita pengukur LLA

(29)

menunjukkan status kekurangan gizi. Kolom 80% baku merupakan kekurangan nutrisi ringan. Kolom 70% baku merupakan kekurangan nutrisi sedang dan kolom 60% baku merupakan kekurangan nutrisi berat. Pada setiap tingkatan satus gizi tersebut dibedakan ukuran untuk anak laki-laki dan perempuan.2

Tabel 1. UKURAN LINGKAR LENGAN ANAK USIA 6-17 TAHUN

(30)

2.3 Peranan Bakteri terhadap Terjadinya Keilitis Angularis pada Anak Defisiensi Nutrisi

Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling banyak ditemukan di rongga mulut. Faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan mikroorganisme adalah temperatur, pH, potensial oksidasi reduksi, ketersediaan nutrisi, struktur anatomi rongga mulut, aliran saliva dan substansi antimikroba. Masing-masing faktor berperan dalam menyeleksi mikroorganisme rongga mulut dan membantu mempertahankan keseimbangan populasi bakteri di rongga mulut.12

Bakteri sering dikaitkan dengan etiologi dari penyakit mulut. Penyakit mulut terlihat setelah terjadi ketidakseimbangan antara mikrobiota asli, yang menyebabkan bakteri menjadi patogen.12 Ada sebuah teori dari etiologi keilitis angularis bahwa keilitis angularis menggambarkan defisiensi nutrisi dengan infeksi bakteri atau jamur.6

Seperti di banyak penyakit atau masalah kesehatan, bukan hanya tentang jumlah makanan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga jenis makanan yang tepat. Satu penjelasan yang nyata yaitu bahwa vitamin dan mineral penting untuk mempertahankan sistem imun, bila tidak mencukupi, sistem imun akan menjadi lemah. Terutama pada anak- anak karena sering tidak menjaga nutrisi yang baik sehingga menyebabkan defisiensi nutrisi.27

(31)

mudah untuk berkembang.27 Pada rongga mulut, mikroorganisme yang pada awalnya normal ditemukan dapat berubah menjadi patogen akibat menurunnya fungsi faktor-faktor yang terlibat sebagai pertahanan di rongga mulut . Faktor-faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi komponen jaringan, komponen seluler dan humoral. Pada komponen jaringan, rongga mulut dilindungi oleh barier mukosa dan saliva yang mengandung senyawa yang berperan dalam mekanisme pertahanan rongga mulut. Pada komponen seluler dan humoral, rongga mulut dilindungi oleh antibodi dalam saliva, cairan celah gusi dan komponen pertahanan pada mukosa.28

2.3.1 Staphylococcus Aureus

Staphylococcus merupakan sel gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus aureus

berkolonisasi pada nares anterior, tetapi dapat juga ditemui pada bagian tubuh yang lain termasuk kulit, rongga mulut dan saluran pencernaan.29,30

(32)

Gambar 4. Hasil pewarnaan gram Staphylococcus aureus31

Staphylococcus aureus tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu

37oC. Pertumbuhan terbaik adalah pada suasana aerob tetapi dapat juga dalam udara yang hanya mengandung hidrogen karena bakteri ini juga bersifat anaerob fakultatif. Batas-batas suhu untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 6-44oC (optimum 370C) dan batas untuk pH adalah 4,2-9,3 (optimum 7).29

Mannitol salt agar merupakan media selektif yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi Staphylococcus aureus. Media ini terdiri dari mannitol, NaCl (7,5%)

dan phenol red dalam nutrient agar. NaCl dalam media ini dapat menghambat

pertumbuhan bakteri lain. Staphylococcus aureus tumbuh baik pada media ini dengan menghasilkan warna kuning disekitar koloni sebagai hasil fermentasi mannitol.29

2.3.2Streptococcus

Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya.

Streptococcus merupakan golongan bakteri yang heterogen, tidak ada satu sistem pun yang cukup baik untuk mengklasifikasikannya. Pengelompokan Streptococcus

menjadi beberapa kategori utama berdasarkan karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis α, hemolisis β, dan hemolisis γ),

komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi biokimia.29

(33)

Blood agar, meskipun penggunaan media yang diperkaya dengan glukosa dan serum mungkin diperlukan. Berdasarkan proses yang terjadi pada Blood agar dan lisisnya sel darah merah, Streptococcus dibagi menjadi Streptococcus α hemolytic, β

hemolytic, dan γ hemolytic.29,32

Streptococcus α hemolytic pada media kultur menunjukkan zona sempit

hemolisis sebagian dan perubahan warna hijau di sekitar koloni. Perubahan warna hijau memberikan nama viridans pada bakteri ini (viridans: hijau). Streptococcus salivarius merupakan spesies yang termasuk di dalam grup ini. Streptococcus β hemolytic pada media kultur menunjukkan zona bening dari hemolisis yang sempurna di sekitar koloni. Streptococcus γ hemolytic pada media kultur tidak menghasilkan hemolisis atau perubahan warna. Streptococcus facealis merupakan spesies yang termasuk di dalam grup ini.29,32

(34)
(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh bakteri terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu subjek penelitian hanya diobservasi satu kali.34

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Kelurahan Mandala II, Kecamatan Medan Denai. Pemilihan kelurahan dilakukan berdasarkan anjuran dari Kecamatan Medan

(36)

Denai bahwa kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan penduduk yang berekonomi rendah dan daerah yang padat penduduk

3.3PopulasiPenelitian dan Pengambilan Sampel

Populasi target penelitian ini adalah anak defisiensi nutrisi yang menderita keilitis angularis dan yang tidak menderita keilitis angularis. Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak defisiensi nutrisi yang menderita keilitis angularis dan yang tidak menderita keilitis angularis di Kelurahan Mandala II.

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis untuk satu populasi data proporsi sebagai berikut :

Dimana:

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 = deviat baku alpa, untuk α = 0,05 › Z1-α/2 = 1,96

Z(1-β) = deviat baku beta, untuk β = 0,10 › Z(1-β) = 1,282

PO = proporsi keilitis angularis pada anak defisiensi nutrisi › 57,14% (0,5714) P0-Pa = beda proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar 0,25

(37)

n1=n2 = 34,15 ∞ 35 orang n1=n2 = 70 orang

maka jumlah sampel yang diperlukan adalah sebanyak 70 orang yang terdiri dari 35 orang yang menderita keilitis angularis dan 35 orang yang tidak menderita keilitis angularis.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive non

probability sampling, dimana peneliti memilih sampel berdasarkan pertimbangan

subjektif yaitu berdasarkan kriteria inklusi.34 3.4Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 kriteria Inklusi a. Anak usia 6-12 tahun

b. Mengalami defisiensi nutrisi

c. Sedang menderita keilitis angularis dan yang tidak menderita keilitis angularis

d. Bersedia diperiksa rongga mulutnya

3.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Anak dengan kebiasaan menjilat sudut mulut b. Anak yang sudut mulutnya turun

(38)

3.6Variabel Penelitian

1. Variabel tergantung : Keilitis angularis

2. Variabel bebas : Bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus

3. Variabel perantara : Defisiensi nutrisi 4. Variabel terkendali : Umur (6-12 tahun) 3.7Definisi Operasional

a. Keilitis angularis

Lesi inflamasi pada komisura bibir, dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) maupun pada kedua sisi (bilateral) berupa retakan, robekan, atau fisur yang dalam dan terasa sakit yang dapat diketahui melalui pemeriksaan klinis.10,20

-Tipe 1: lesi ditandai dengan fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut dan atau sedikit meluas pada kulit sekitarnya.

- Tipe 2: lesi yang terdiri dari fisur tunggal yang lebih panjang dan dalam dari tipe 1 dan fisur mengikuti lipatan kulit sudut mulut. Biasanya eritema disekitar fisur.

- Tipe 3: lesi dengan beberapa fisur yang arahnya menyebar dari sudut mulut kekulit sekitar.

(39)

Kurangnya asupan nutrisi yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan pada anak, yang dapat diketahui melalui penilaian menggunakan pengukuran antopometri (pengukuran lingkar lengan atas) yang membedakan KKP ringan (80% baku), sedang (70% baku), dan berat (60% baku) berdasarkan buku acuan Caucasian oleh Jelliffe. 2

c. Bakteri

- Staphylococcus aureus adalah bakteri yang menunjukkan perubahan warna kuning disekitar koloni pada pengulturan menggunakan media Mannitol Salt Agar, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan mikrobiologi.29

- Streptococcus beta hemolytic adalah bakteri yang menunjukkan daerah yang bening disekitar koloni pada pengulturan menggunakan media Blood agar, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan mikrobiologi.29

- Streptococcus α hemolytic adalah bakteri yang menunjukkan perubahan

warna hijau disekitar koloni pada pengulturan menggunakan media Blood agar, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan mikrobiologi.29

- Staphylococcus epidermidis adalah bakteri yang menunjukkan perubahan warna putih disekitar koloni pada pengulturan menggunakan media Mannitol Salt Agar, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan mikrobiologi.29

- Batang gram positif adalah bakteri yang menunjukkan koloni putih abu-abu pada pengulturan menggunakan media Blood agar, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan mikrobiologi.29

d. Umur (6-12 tahun)

(40)

3.8Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat-alat

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan rongga mulut adalah masker, dan sarung tangan. Alat yang digunakan untuk melihat defisiensi nutrisi adalah pita pengukur lingkar lengan atas. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah kapas lidi steril, pinset, dan tabung reaksi. Alat yang digunakan untuk pengkulturan adalah lampu spritus, inkubator, dan mikroskop. Kamera digunakan sebagai alat dokumentasi.

2. Bahan-bahan

Untuk pengambilan data pasien digunakan formulir pencatatan berupa blanko rekam medik penelitian. Untuk pengambilan sampel digunakan garam (NaCl) fisiologis. Untuk pengulturan digunakan media Blood agar untuk mengidentifikasi bakteri.

3.9Prosedur Penelitian 1. Pemilihan sampel

a. Pemilihan sampel dimulai dengan pemeriksaan pada anak, apabila anak mengalami defisiensi nutrisimaka dapat dijadikan sebagai sampel.

(41)

c. Pengambilan data dapat dilakukan pada anak yang telah setuju untuk dijadikan subjek penelitian. Data yang dicatat termasuk nama, usia, jenis kelamin, dan alamat.

2. Pengumpulan data

a. Data demografi subjek penelitian, yaitu berupa nama, jenis kelamin, dan umur pasien diperoleh dengan cara melakukan wawancara secara langsung terhadap anak.

b. Menentukan status nutrisi anak dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA) anak menggunakan pita pengukur LLA.

c. Untuk menguji bakteri yang terdapat pada lesi keilitis angularis dengan mengambil spesimen dari sudut mulut anak yang menderita keilitis angularis dan anak yang tidak menderita keilitis angularis menggunakan kapas lidi yang steril. Kapas lidi tersebut kemudian direndam ke dalam tabung uji yang berisi larutan garam (NaCl) fisiologis lalu dihantar ke laboratorium mikrobiologi FK USU untuk tujuan pengulturan.

3. Pemeriksaan bakteri

a. Di laboratorium, bakteri ditanam ke dalam Blood agar dan digores secara zig-zag dengan menggunakan kapas lidi yang sebelumnya telah dicelupkan di dalam tabung reaksi (yang berisi larutan NaCl fisiologis). Kemudian dilakukan pengulturan di dalam inkubator dengan temperature 370C selama 18-24 jam.

(42)

c. Mikroorganisme yang telah diwarnai dilihat dibawah mikroskop, untuk mengetahui jenis bakteri yang ada. Koloni Staphylococcus sp berbentuk kokus dan susunan seperti buah anggur, sedangkan koloni Streptococcus sp berbentuk kokus dan susunan berantai. Koloni bakteri kemudian ditanam ke media Mannitol Salt Agar

(MSA). Kemudian dilakukan pengulturan didalam inkubator dengan temperatur 37°C selama 18-24 jam. Bakteri Streptococcus tidak tumbuh pada media MSA, sedangkan bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh, ditandai dengan perubahan warna dari merah jambu menjadi kuning pada media MSA.

3.10Alur Penelitian

Mencari subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi

Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberi lembar persetujuan

Kapas lidi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam larutan garam (NaCl) fisiologis. Kemudian dikirim ke laboratorium mikrobiologi

Untuk pemeriksaan bakteri, pengambilan spesimen pada sudut mulut dengan menggunakan kapas lidi steril.

Koloni bakteri yang tumbuh diambil dengan ose dan dilakukan pewarnaan gram.

Bakteri dikultur pada blood agar

(43)

3.11 Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisa data dilakukan dengan metode uji Mann-Whitney dengan mengumpulkan data univariant dan data bivariant. Hasil analisa menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna apabila nilai p kurang dari 0,05 (α <0,05) .

3.11.1 Data univariant

Data univariant disajikan dalam bentuk tabel, meliputi:

1. Distribusi anak berdasarkan keadaan sudut mulut, kelompok umur, dan jenis kelamin.

2. Hasil pengukuran status gizi berdasarkan LLA pada anak. 3. Persentase mikroorganisme yang diisolasi dari sudut mulut.

3.11.2 Data bivariant

1. Pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

2. Pengaruh bakteri Streptococcus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

Hasil pewarnaan dilihat dibawah mikroskop dan penggunaan media

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2012 di Kelurahan Mandala II. Jumlah subjek yang diperiksa berjumlah 70 orang. Hasil penelitian ini dianalisis secara univariant dan bivariant.

a. Hasil Analisis Univariant

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Keadaan Sudut mulut

(45)

Tipe lesi keilitis angularis

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa seluruh subjek penelitian yang menderita keilitis angularis termasuk dalam tipe 1.

4.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3. KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Jumlah

Kasus Laki-laki 18 51,4 100%

Perempuan 17 48,6

Kontrol Laki-laki 20 57,1 100%

Perempuan 15 42,9

(46)

jumlah subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan.

4.1.3 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Tabel 4. KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN UMUR

Umur (tahun) N % Jumlah

Kasus 6-8 12 34,3 100 %

9-12 23 65,7

Kontrol 6-8 11 31,4 100%

9-12 24 68,6

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur pada kelompok kasus adalah 12 orang (34,3%) pada usia 6-8 tahun dan 23 orang (65,7%) pada usia 9-12 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 11 orang (31,4%) pada usia 6-8 tahun dan 24 orang (68,6%) pada usia 9-12 tahun. Dari setiap kelompok subjek penelitian, diperoleh data jumlah subjek penelitian pada umur 9-12 tahun lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian pada umur 6-8 tahun.

4.1.4 Pengukuran Lingkar Lengan Atas

Tabel 5. PENGUKURAN STATUS GIZI ANAK BERDASARKAN LLA

(47)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa seluruh anak berada dalam status kekurangan gizi ringan (80% baku).

4.1.5 Pemeriksaan Mikrobiologi

Tabel 6. MIKROORGANISME DIISOLASI DARI SUDUT MULUT

Mikroorganisme Kasus Kontrol

N % N %

Staphylococcus aureus 12 34,3 3 8,6

Streptococcus 11 31,4 17 48,6

Staphylococcus aureus dan Streptococccus 6 17,1 6 17,1

Batang gram positif 1 2,9 0 0

Staphylococcus epidermidis 0 0 4 11,4

Streptococcus dan bakteri gram positif 0 0 3 8,6

Streptococcus dan Staphylococcus epidermidis 5 14,3 2 5,7

Jumlah 35 100 35 100

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa mikroorganisme yang ditemukan pada kelompok kasus adalah sebanyak 12 Staphylococcus aureus (34,3%), 11

Streptococcus (31,4%), 6 Staphylococcus aureus dan Streptococcus (17,1%), 1 batang gram positif (2,9%), dan 5 Streptococcus dan Staphylococcus aureus.

Mikroorganisme yang ditemukan pada kelompok kontrol adalah sebanyak 3

Staphylococcus aureus (8,6%), 17 Streptococcus (48,6%), 6 Staphylococcus aureus

dan Streptococcus (17,1%), 4 Staphylococcus epidermidis (11,4%), 3 Streptococcus

dan batang gram positif (8,6%), dan 2 Streptococcus dan Staphylococcus epidermidis

(5,7%).

(48)

Tabel 7. PENGARUH BAKTERI TERHADAP KEILITIS ANGULARIS Mikrorganisme Kasus Kontrol Total P value

(Mann-Whitney)

N % N %

Staphylococcus aureus 17 65,4 9 34,6 26 (100) 0,028

Streptococcus 23 45 28 55 51(100) 0,115

Staphylococcus aureus dijumpai sebanyak 17 (65,4%) pada kelompok kasus dan 9 (34,6%) pada kelompok kontrol, sedangkan Streptococcus dijumpai sebanyak 23 (45%) pada kelompok kasus dan 28 (55%) pada kelompok kontrol. Pada

Staphylococcus aureus, nilai P<0,05 maka HO ditolak, artinya ada pengaruh bakteri

Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang

(49)

BAB 5 PEMBAHASAN

(50)

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Keadaan Sudut Mulut

Keilitis angularis telah menjadi satu kasus penyakit mulut yang sering terjadi pada anak usia sekolah. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Almeida dkk yang mendapati golongan anak-anak lebih banyak menderita keilitis angularis dibanding orang dewasa.36 Keilitis angularis ditemukan pada sudut mulut pada pertemuan kulit wajah dan bibir. Inflamasi, rasa terbakar, kemerahan, dan fisur merupakan karakteristik dari keilitis angularis. Keadaan ini tentunya akan menggangu aktivitas anak, ketika bermain maupun belajar.1,20

Berdasarkan tabel 2, diperoleh data seluruh subjek penelitian yang menderita keilitis angularis termasuk pada tipe 1. Hasil ini dikarenakan posyandu yang aktif dilakukan setiap bulan di Kelurahan Mandala II. Dimana perbaikan gizi anak yang berangsur-angsur membaik menyebabkan lesi yang dijumpai hanya berupa fisur tunggal yang terbatas pada sudut mulut dan atau sedikit meluas pada kulit sekitarnya.

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 3, diperoleh data jumlah subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis kelamin perempuan yaitu 18 orang laki-laki (51,4%) dan 17 orang perempuan (48,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian H Kristina dan Nurjani S dimana penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih memperhatikan kebersihan dan kesehatan dibanding laki-laki sesuai dengan pendapat Nurjani S. 14,37

(51)

tinggi dibandingkan penderita laki-laki (11,32%).36 Keilitis angularis lebih sering terjadi kepada perempuan karena perempuan lebih banyak mengalami anemia defisiensi besi dimana salah satu manifestasinya adalah keilitis angularis dan perempuan juga mengalami reaksi alergi terhadap gincu atau bahan kosmetik.38

5.3 Pengukuran Lingkar Lengan Atas

Keadaan status gizi anak dapat dilihat dari hasil pengukuran lingkar lengan atas. Sebelumnya, pengukuran lingkar lengan atas hanya dilakukan pada anak-anak usia 1-4 tahun. Namun telah dimodifikasi oleh Jelliffe, sehingga pengukuran lingkar lengan atas tidak tergantung usia. Penelitian Ojo O, R Deane dan P Amuna menyatakan bahwa pengukuran antopometri yang paling baik kepekaannya dalam menentukan status malnutrisi pada anak adalah pengukuran lingkar lengan atas. Sehingga pengukuran lingkar lengan atas tepat digunakan dalam penilaian status gizi anak terutama bila usia yang tepat tidak diketahui dan alat penimbang tidak tersedia. Keuntungan lainnya dari pengukuran lingkar lengan atas adalah alatnya murah, mudah dibawa dan cepat penggunaannya.39

Berdasarkan penentuan status gizi dengan mengukur lingkar lengan atas, dari 70 anak yang berumur 6-12 tahun di Kelurahan Mandala II, terlihat seluruh anak berada dalam status kekurangan gizi ringan. Hal ini dikarenakan telah dilaksanakannya perbaikan gizi secara bertahap oleh Dinas Kesehatan melalui posyandu yang dilakukan setiap bulan di Kelurahan Mandala II.

(52)

Penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Mandala II ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bakteri terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi. Bakteri dikaitkan terhadap terjadinya keilitis angularis karena merupakan salah satu etiologi utama terjadinya keilitis angularis. Keadaan defisiensi nutrisi menyebabkan keutuhan jaringan epitel berkurang. Mucocutaneous junction merupakan daerah peralihan antara kulit dan mukosa mulut dengan epitel mukosa yang lebih tipis dibanding epitel kulit sehingga menyebabkan area ini rentan terhadap terjadinya infeksi.40,41 Ketika hal ini terjadi pada sudut mulut mikroorganisme dengan afinitas untuk luka seperti Staphylococcus aureus bisa menyerang daerah tersebut. Akibat menurunnya fungsi faktor-faktor yang terlibat sebagai pertahanan di rongga mulut seperti mukosa yang rentan dan saliva pada kondisi yang tidak cukup atau sama sekali tidak disekresi, maka fungsi bufer dan pH akan terganggu. Pada pH saliva yang rendah, mikroorganisme dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan lesi persisten.16

Dalam penelitian ini ditemukan adanya pengaruh bakteri Staphylocooccus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi. Hal ini sesuai dengan penelitian Ohman dkk dimana terdapat hubungan antara keilitis angularis dengan bakteri Staphylococcus aureus. Menurut Ohman dkk mekanisme munculnya bakteri Staphylococcus aureus pada lesi keilitis angularis dikarenakan kulit pasien dalam kategori memiliki kecenderungan untuk retak. Ketika hal ini terjadi pada sudut mulut mikroorganisme dengan afinitas untuk luka seperti

Staphylococcus aureus bisa menyerang daerah tersebut dan mulai tumbuh,

(53)

Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh bakteri Streptococcus

terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Samaranayake dkk dimana jumlah bakteri Streptococcus yang dijumpai pada kelompok kasus dan kontrol hampir sama. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kontaminasi dari makanan maupun udara saat peneliti sedang mengambil sampel penelitian.21,42

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Ada pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularispada anak yang menderita defisiensi nutrisi.

(54)

3. Hasil pengukuran lingkar lengan atas menunjukkan subjek penelitian mengalami defisiensi nutrisi ringan.

6.2 Saran

Mengingat adanya pengaruh bakteri Staphylococcus aureus terhadap terjadinya keilitis angularis pada anak yang menderita defisiensi nutrisi, maka disarankan perlu dilaksanakan program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut oleh Dinas Kesehatan dan juga peningkatan status gizi anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muliadi. Peranan gizi yang berkualitas dalam mencegah malnutrisi pada anak sekolah dasar. Jurnal Samudra Ilmu 2007; 2(2): 352-60.

2. Arisman. Gizi dalam daur kehidupan. 2nd ed. Jakarta:EGC, 2010: 66, 143-5, 206, 214-5, 227-8.

3. Saragih JO. Konsep masalah gizi. 2009.

(55)

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta, 2008:38-73.

5. Bruce A, Tierney KR. Angular cheilitis

.

6. Shafer, William G. A textbook of oral pathology. 4th ed. Tokyo: W.B Saunders Company, 1983: 556-7.

7. Lamey PJ, Lewis MAO. A clinical guide to oral medicine. 2nd ed. London: British Dental Association, 1997: 1-5.

8. Pertiwisari A. Hubungan status gizi dengan angular cheilitis pada anak usia

6-11 tahun di Puskesmas Cendrawasih. Skripsi. Makasar: Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin, 2012. (Abstrak).

9. Parlak AH, Koybasi S, Yavuz T, Yesildad N, Anul H, Aydogan I, dkk.

Prevalance of oral lesion in 13 to 16 years old student in Duze, Turkey. Oral Dis 2006; 12 (6): 553-8.

10.Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 2nd ed. Toronto: Elsevier, 2008: 147-9.

11.Zunt SL. Oral candidiasis: diagnosis and treatment. The Journal of Practical Hygiene 2000: 31-6.

12.Marcotte H, Lavoie MC. Oral microbial ecology and the role of salivary

immunoglobulin A. Microbiology And Molecular Biology Reviews 1998; 62:

71-82.

(56)

14.Nurjani S. Cheilitis angularis pada anak SD Kecamatan Paet Kabupaten Cianjur: telaahan mikrobiologik dengan teknik sediaan langsung. Tesis. Jakarta: Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis FKG UI, 1995. (Abstrak). 15.Marlina E, Yusran A, Nazaruddin Z. Is there any change in the spectrum of

candidiasis due to the rise and epidemiological shifts of non-albicans

Candida spp?

16.Ohman SC, Dahlan G, Mohller A, Ohman A. Angular cheilitis: a clinical and microbial study. J Oral Pathol 1986; 15: 213-7.

17.Bamji MS, Rameshwarsarma KV, Radhaiah G. Relationship between biochemichal and clinical indicies of B-vitamin deficiency. Br.J.Nut 1979; 41: 431-41.

18.Syarif A, dkk. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007: 91.

19.Hari S, Anil S. Angular cheilitis: review of etiology and clinical management.

K.Dent J 1989; 13(2): 229-31.

20.Langlais, Miller. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta: Hipokrates, 1998: 34, 68-9.

21.Samaranayake LP, Dias AP. Clinical, microbiological and ultrastructural features of angular cheilitis lesions in southern chinese. Oral diseases 1995; 1: 43-8.

(57)

23.Admin. Angular cheilitis cures. <

http://www.angularcheilitiscures.com/angular-cheilitis/angular-cheilitis-symptoms/> (16 Maret 2012).

24.Shashidar HR. Malnutrition. 2011.

25.Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004:

282-92, 303.

26.Lubis S. Hubungan status gizi dengan terjadinya keilitis angularis pada anak umur 6-12 tahun di enam panti asuhan di Kota Madya Medan. Dentika Dent J 2006; 11(2): 117-21.

27.Solby C. What causes angular cheilitis. < Agustus 2012).

28.Roeslan B O. Imunologi oral. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2002: 111-20.

29.Bhatia R, Icchpujani RL. Essentials of medical microbiology. 2th ed. New Delhi: Jaypee brothers, 1999: 163-81.

30.Brooks G.F, Butel J.S, Ornston L.N. Mikrobiolgi kedokteran. Alih bahasa: bagian mikrobiologi fakultas kedokteran universitas airlangga. Jakarta: salemba medika, 2001: 317-41.

31.HN. Staphylococcus aureus.

32.Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry. 3rd ed. China: Elsevier, 2006: 115-21, 255-66.

(58)

34.Budiarto E. Metodologi penelitian kedokteran. Jakarta: EGC, 2003: 29-61. 35.Irawan R. Perbedaan kecepatan kesembuhan anak gizi buruk yang diberi

modisco susu formula dan modisco susu formula elemental di RSU dr.

Soetomo Surabaya. Sari Pediatri 2006; 8(3): 226-30.

36.Almeida M, Moratto LM, Carvalho IM. Angular cheilitis prevalence in cleft lip/ cleft palate patients from hospital for rehabilitation of cranofacial

anomalies, USP, Bauru. J Salusvista 2005; 24 (1): 105-11.

37.H Kristina. Perbedaan kkecepatan penyembuhan angular cheilitis denggan pemberian vitamin B kompleks dan vitamin B kompleks dalam multivitamin

pada anak-anak ppanti asuhan Elida. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.

38.Langlais RP, Miller CS. Color atlas of common oral disease. 3rd ed. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins, 2003: 94.

39.Ojo o, R Deane, P Amuna. The use of anthropometric and clinical parameters for early identification and categorication of nutritional risk in pre-school

children in Benin city, Nigeria. Sage J Online. 2000; 120(4): 230. (Abstrak). 40.R Wolfram-Gabel, H Sick. Microvascularization of the mucocutaneous

junction of the head in fetuses and neonates. Cells Tissues Organs 2002; 171: 250-9. (Abstrak).

Gambar

Gambaran klinis keilitis angularis berupa eritema dan udema yang berbentuk segitiga
Gambar 2. Tipe lesi keilitis          angularis16
Gambar 3. Pita pengukur LLA
Tabel 1. UKURAN LINGKAR LENGAN ANAK USIA 6-17 TAHUN
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menakses website ini, pengunjung dapat menghemat waktu dan biaya jika dibandingkan dengan datang dan berkunjung langsung ke SMA Taman Harapan Bekasi, pihak sekolah pun

4.2 Menjelaskan isi kandungan surat Al-Qadr tentang malam Lailatul Qadr secara sederhana. 5 Memahami arti hadits tentang taqwa dan ciri- ciri

Penulisan ilmiah ini berisi tentang pembuatan website sekolah SMAN 5 Tangerang Selatan yang di dalamnya menjelaskan tentang identitas sekolah yang mencakup profil sekolah, profil

Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang kohesivitas kelompok, maka didapatkan kesimpulan dari masing – masing dimensi yaitu mengenai

Menurut Lexy Moleong (1996 : 4) dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Selain

sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. d) Pemegang Hak Cipta adalah pencipta lagu sebagai pemilik hak cipta. atau pihak yang menerima hak tersebut

Terdapat banyak kegiatan keagamaan di Desa Sraten.Salah satunya adalah kegiatan dzikir fida` .Kegiatan dzikir fida` ini semakin diminati oleh masyarakat terbukti dengan

Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami kedelai edamame menurun dengan sekamin bertambahnya umur panen dan penambahan inokulum rhizobium tidak