• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika hubungan Korea Selatan-Korea Utara dalam mewujudkan reunifikasi di Semenanjung Korea periode 2003-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika hubungan Korea Selatan-Korea Utara dalam mewujudkan reunifikasi di Semenanjung Korea periode 2003-2008"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA HUBUNGAN KOREA SELATAN-KOREA UTARA

DALAM MEWUJUDKAN REUNIFIKASI DI SEMENANJUNG

KOREA PERIODE 2003-2008

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar

Sarjana Ilmu Sosial

oleh:

LILIS WIDYASARI

NIM. 106083002819

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Februari 2012

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “ DINAMIKA HUBUNGAN KOREA SELATAN- KOREA UTARA DALAM MEWUJUDKAN REUNIFIKASI DISEMENANJUNG KOREA PERIODE 2003-2008 ”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2 Maret 2012. Skrpsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) Program Strata 1 (S1) Jurusan Ilmu Hubungan Internasional.

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis dinamika hubungan Korea Selatan dan Korea Utara dalam mewujudkan reunifikasi di Semenanjung Korea periode 2003-2008. Dalam mewujudkan reunifikasi di Semenajung Korea, terdapat hambatan-hambatan yang menjadi penghalang terwujudnya Negara Korea yang satu. Hambatan-hambatan tersebut tidak lebih dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal tersebut terdiri dari keadaan domestik dua Negara Korea baik dikarenakan permasalahan perbedaan ekonomi, ideology kedua Negara Korea, ancaman nuklir Korea Utara maupun kebijakan reunifikasi kedua Korea. sedangkan pada faktor eksternal terdiri dari adanya hegemoni Amerika Serikat di Semenanjung Korea, dan kepentingan Cina, Jepang, dan Rusia di Semenanjung Korea, dan hal tersebut yang menjadi Latar belakang reunifikasi di Semenanjung Korea.

Penelitian ini menggunakan konsep politik luar negeri, konsep keamanan, konsep diplomasi dan reunifikasi. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif yaitu jenis penulisan melalui pengumpulan data-data dan pemahaman data dengan menggunakan studi pustaka. Hasil penelitian ini diketahui bahwa dinamika hubungan yang terjadi pada tahun 2003-2008 masih memiliki hambatan-hambatan yang cukup serius baik secara faktor internal maupun faktor eksternal. Diantara faktor-faktor inilah yang menjadi fokus penulis dalam penelitian ini.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Dinamika Hubungan Korea Selatan Dan Korea Utara Dalam mewujudkan Reunifikasi Di Semenanjung Korea Periode 2003-2008 ”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Papa dan Mama Tercinta, Iwan Hartawan dan Tini selaku orang tua penulis yang telah memberikan dorongan dan semangat, yang tidak kenal lelah mengumandangkan ayat suci, berdoa untuk kebaikan putrinya, dukungan baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu.

2. Prof. Dr.Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Adian Firnas, S.IP, M.Si sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan arahan, data-data skripsi, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

5. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, MSi., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.

(7)

mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswi.

8. Terimakasih untuk Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan FISIP UI, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan LIPI, Perpustakaan Universitas Budi Luhur. 9. Bapak Hj. Sunandar dan Ibu Etih selaku paman dan bibi bagi penulis yang selalu

memberi semangat dan doa terus-menurus yang tidak henti-hentinya selama penulis menuntut ilmu.

10. Terima kasih untuk Bapak Sutarman dan Ibu Raminah selaku mertua penulis yang telah memberikan dorongan dan semangat, yang tidak kenal lelah mengumandangkan ayat suci, berdoa untuk kebaikan putrinya.

11. Yang tercinta suami Mario Sugantoro yang sudah menemani penulis sejak awal kuliah sampai menyelesaikan skripsi selalu memberikan semangat dan dorongan setiap saat. Teruntuk anak-ku Muhammad Satrio Sugantoro, makasih ya sayang...Love you dari bunda buat Satrio.

12. Sahabat-sahabatku : Riana Amelia, Kristya anyarani, Rosy Kamalia, Chairunnisa. Makasih ya sahabatku, Makasih banyak ya sudah mau berjuang bersama-sama. 13. Teman-teman HI UIN angkatan 2006 dan 2007 lainnya yang tidak dapat di

sebutkan satu-persatu oleh penulis, makasih banyak buat masukan-masukan dan saran-saran kalian yang sangat bermanfaat bagi penulis. Terima Kasih ya kawan.

Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan.

Jakarta, 5 Februari 2012

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI………... iv

DAFTAR TABEL………..………. vi

DAFTAR GAMBAR………..…… vii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 9

1.3 Tinjauan Pustaka………... 9

1.4 Kerangka Teori……… 11

1.4.1 Konsep Politik Luar Negeri……… 11

1.4.2 Konsep Diplomasi………... 14

1.4.3 Konsep Keamanan………... 15

1.4.4 Reunifikasi………... 16

1.5 Metode Penelitian………... 18

1.6 Tujuan Penelitian……….... 18

1.7 Sistematika Penulisan………... 19

BAB II PASANG SURUT HUBUNGAN ANTARA KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA………. 21

2.1 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Era Perang Dingin……….. 21

2.2 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Pasca Perang Dingin………. 27

(9)

2.4 KebijakanPolicy for Peace and ProsperityPresiden Roh Moo

Hyun…... 32

BAB III GAGASAN REUNIFIKASI DI SEMENANJUNG KOREA…... 36

3.1 Latar Belakang Reunifikasi di Semenanjung Korea………... 37

3.2 Kebijakan Reunifikasi di Semenanjung Korea………... 39

3.3 Perkembangan Reunifikasi di Semenanjung Korea……… 41

BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN ANTAR-KOREA DALAM PROSES REUNIFIKASI DI SEMENANJUNG KOREA………... 49

4.1. Faktor Internal……….. 51

4.1.1. Faktor Domestik Korea Selatan……….... 51

4.4.2. Faktor Domestik Korea Utara………... 53

4.2. Faktor Ekternal……… 57

4.2.1. Hegemoni Amerika Serikat Di Semenanjung Korea…………57

4.2.2. Kepentingan Cina, Jepang, dan Rusia Di Semenanjung Korea... 60

4.3. Hubungan Korea Selatan-Korea Utara Dalam Menuju Reunifikasi Di Semenanjung Korea Periode 2003-2008………... 64

4.4. Hambatan-hambatan Reunifikasi Di Semanjung Korea………. 70

BAB V KESIMPULAN………... 75

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 : Prospek Reunifikasi di Korea……… 38

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 : Peta Korea……… 22

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Semenanjung Korea merupakan wilayah yang terletak di kawasan Asia Timur Laut. Semenanjung Korea dalam berabad-abad sejarahnya merupakan wilayah yang sangat penting di kawasan tersebut sebagai daerah yang menghubungkan Asia Timur Laut dengan dunia luar. Posisi geografis Korea menyebabkan Korea sepanjang sejarahnya mempunyai arti penting dari sudut strategis. Hal ini karena Semenanjung Korea terletak di tengah tiga negara besar yaitu Jepang, Cina, dan Rusia.1Di masa lampau Cina, Jepang dan, Rusia menjadi pihak-pihak yang mengganggu perkembangan Negara dan bangsa Korea, sedangkan di masa modern Amerika Serikat ikut serta mencampuri urusan negara Korea. Terpecahnya Korea menjadi dua Negara yang berdaulat merupakan akibat dari Perang Dunia II yang pada akhirnya dijustifikasi melalui Perang Dingin hingga saat ini. Kedua Korea merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konflik ideologi Liberal-Demokratis dan Komunis-Sosialis antara Blok Barat (Amerika) dan Blok Timur (Uni Soviet). Kedua belah pihak saling mencari daerah pengaruh (enclave) untuk kepentingan strategis masing-masing, yang akhirnya akan mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan di Semenanjung Korea khususnya dan Asia Timur pada umumnya.2

1

Yang Seung-Yoon, dan Mohtar Mas’oed, Masyarakat, Politik, dan Pemerintahan Korea : Sebuah Pengantar, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, h. 1

2

(13)

Pasca Perang Dingin, stabilitas politik dan keamanan di Semenanjung Korea masih belum memperlihatkan keadaan yang membaik. Perang Korea berkembang menjadi perang internasional berskala penuh yang melibatkan 16 negara anggota PBB untuk berperang sebagai sekutu Korea Selatan melawan Cina dan Uni Soviet dari blok komunis.3 Berakhirnya Perang Korea ditandai dengan gencatan senjata yang menghasilkan garis gencatan senjata sepanjang 155 mil yang membagi Semenanjung Korea. Masalah utama di Semenanjung ini pada umumnya adalah ancaman nuklir Korea Utara. Kegiatan reaktor nuklir yang tidak transparan menjadikan situasi di Semenanjung Korea menjadi tidak menentu. Pengembangan nuklir Korea Utara sudah dilakukan sejak akhir tahun 1970-an. Program nuklir yang dilakukan Korea Utara awalnya tidak menimbulkan perhatian dari dunia internasional, hingga pada tahun 1980-an, Korea Utara mulai menjalankan program pengembangan rudal, dimulai dengan rudal Hwangsong-5.4

Program nuklir Korea Utara dipengaruhi dan didominasi oleh pemikiran Kim II Sung. Menurut Kim Il Sung, Korea Utara tidak perlu lagi tergantung dengan Negara lain untuk melindungi keamanan nasionalnya, Korea Utara

percaya tindakan ini akan memberikan keuntungan strategis, simbolis, dan teknologi yang dibutuhkan dalam jangka panjang untuk mewujudkan Korea Utara yang kuat dan makmur. Sesuai dengan definisi strategi nuklir sebagai pemanfaatan senjata nuklir untuk meraih kepentingan politik internasional, nuklir bagi Korea Utara dapat menjadi alat penting dalam perundingan internasional.5 Pada pertengahan dekade 1980an, intelijen Amerika Serikat mulai mendeteksi

3

Ibid.

4

Ibid, h. 121

5

(14)

program nuklir Korea Utara dan tidak lama sesudahnya, tepatnya di tahun 1986, Korea Utara mulai memproduksi plutonium di reaktor.6

Pada tahun 1990-an, ancaman nuklir Korea Utara semakin meningkat dengan penarikan diri Korea Utara dari perjanjian non-proliferasi nuklir pada bulan Maret 1993. Korea Utara menjadi ancaman bagi stabilitas regional dan dengan berkuasanya rezim militer tidak butuh pertimbangan untuk memulai konflik di kawasan dan permasalahan program nuklir selalu menyebabkan hampir terputusnya hubungan antar Korea.7 Kerumitan dalam proses perdamaian di kawasan ini lebih dikarenakan oleh kompleknya permasalahan baik ditingkat bilateral maupun internasional.8Pada tingkat bilateral, penyelesaian konflik kedua Korea dipersulit oleh perbedaan-perbedaan ekonomi, sosial, dan politik yang berkembang dalam situasi masing-masing sejak berakhirnya Perang Dingin.

Di sisi lain, Korea Utara sejak terpecahnya negara Korea, berubah menjadi sebuah negara yang sangat tertutup, sehingga komunikasi antara Korea Utara dan dunia luar terutama Korea Selatan sangat minim dan dikontrol dengan ketat. Usaha-usaha untuk meredakan ketegangan atau konflik kedua Negara tetap dilakukan mengingat posisi Korea Utara semakin terkucilkan dalam pergaulan internasional akibat pandangan negatif dunia internasional sejak Korea Utara mulai melakukan program nuklirnya yang diteruskan dengan pengembangan kemampuan rudal dengan serangkaian uji coba serta memburuknya situasi politik dan ekonomi Korea Utara pada saat itu. Melihat keadaan tersebut Korea Selatan

6

Hezel Smith, Bad, Sad or Rational Actor? Why the ‘Securitization’ Paradigma Makes for Poor Policy Analysis of North Korea,International Affairs, Vol. 76, No. 3, Europe: Where Does It Begin and End? (Jul,2000), h. 610.

7

Fakta-fakta tentang Korea, Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea, Kementerian Kebudayaan Olah Raga dan Pariwisata, 2002, hal 59

8

(15)

mengambil sebuah kebijakan yang ingin memberikan terobosan yang revolusioner untuk mencairkan hubungan antara kedua Negara Korea dan merubah persepsi Korea Utara.

Perubahan sikap Korea Selatan terhadap Korea Utara menjadi angin segar dalam proses transformasi kompleks keamanan di Semenanjung Korea. Salah satu landasan pembuatan kebijakan Korea Selatan adalah bahwa bangsa Korea adalah satu. Jika sebelumnya cara yang digunakan dalam peyelesaian permasalahan nuklir adalah dengan cara membawa permasalahan ke Dewan Keamanan PBB, memberikan embargo bagi Korea Utara dan mengucilkannya, namun kenyataanya tidak bisa menyelasaikan permasalahan tersebut. Lebih dari setengah abad, Korea Selatan berusaha mencari cara untuk menyatukan kembali daerah yang terbagi di sekitar Semenanjung Korea sejak berdirinya Republik Korea pada tahun 1948. Kebijakan reunifikasi Korea Selatan mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengurangi atau menetralisir pengaruh komunis dalam pemerintahan pasca reunifikasi. Namun untuk menciptakan kesatuan, pemerintah Korea Selatan menggunakan bermacam-macam cara untuk mempersatukan kedua Korea yang secara reflek dapat mengubah lingkungan internasional dan beragam hubungan diantara orang-orang Korea Sendiri.9

Korea Selatan memberikan cara pandang yang lain dengan menjadikan proses dialog yang bersahabat sebagai senjata utama dalam menghadapi Korea Utara. Dengan mengakrabkan hubungan diantara kedua rakyat Korea bertujuan untuk memberikan dorongan bagi perubahan cara pandang rejim otoriter Korea Utara terhadap dunia luar. Proses dialog antara Korea semakin intensif dilakukan,

9

(16)

rangkaian pertemuan tingkat Perdana Menteri yang hingga akhir 1992 telah dilakukan sebanyak delapan kali, baik yang dilakukan di Seoul maupun di Pyongyang. Sebagai hasil dari rangkaian pertemuan-pertemuan tersebut, telah dibentuk berbagai komisi. Komisi-komisi ini sebagian telah melakukan beberapa kali pertemuan di Panmunjom yang dihadiri oleh para pejabat tinggi dari kedua belah pihak. Namun kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya berhenti oleh protes Korea Utara terhadap Korea Selatan yang melakukan latihan militer bersama AS “Team Spirit”pada bulan Maret 1993.10

Dalam melakukan proses transformasi keamanan di Semenanjung Korea, pemerintahan Korea Selatan sejak masa Presiden Roh Tae Woo, Kim Yong Sam, Kim Dae Jung dan Roh Moo Hyun selalu menggunakan tiga pondasi kebijakan yaitu melakukan kerjasama, rekonsiliasi, dan unifikasi. Ketiga pondasi tersebut dilakukan secara berkesinambungan dan dijadikan cetak biru kebijakan Korea Selatan terhadap Korea Utara. Proses kerjasama dilakukan sebagai pemecah kebekuan dan kekakuan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Kerjasama dilakukan dalam dua hal, yaitu kerjasama dalam bidang ekonomi dan kerjasama keamanan dengan menjadikan isu nuklir tidak lagi sebagai isu yang dominan di Semenanjung Korea.11

Menyadari situasi keadaan dan perbedaan yang jelas diantara kedua Negara maka dari itu, dibawah pemerintahan Kim Dae Jung (1998-2002) dan Roh Moo Hyun (2003-2008), Korea Selatan membuat suatu kebijakan yang lebih menekankan pentingnya kebersamaan antar negara Korea. Upaya penyatuan

10

Pramudito, “Tinjauan Prospek Perdamian di Semenanjung Korea”, dalamJurnal CarakaVol.I/No. 5, February-Maret 1998, h. 90.

11

(17)

tersebut, tertuang didalam sebuah kebijakan yang dikenal denganSunshine Policy

(kebijakan Kim Dae Jung) danPolicy Peace and prosperity(Kebijakan Roh Moo Hyun). MelaluiSunshine Policy, Kim Dae Jung mencoba untuk mengikutsertakan Korea Utara didalam setiap kerjasama ekonomi. Untuk itu, pemerintahan Kim Dae Jung tidak henti-hentinya berusaha keras untuk lebih menciptakan suasana damai, rukun dan menuju kerjasama antar dua negara daripada hubungan yang tertekan dengan konflik, hubungan ketidakpercayaan antara Korea Selatan dan Korea Utara dan hubungan persaingan yang menelan biaya politik yang sia-sia.12

Akan tetapi, perjalanan Sunshine Policy tidak berjalan dengan mudah seperti yang diharapkan, karena masih terhalang beberapa hambatan-hambatan sehingga kebijakan secara damai yang dicetuskan Kim Dae Jung tidak dapat berjalan sempurna. Beberapa kendala yang dihadapi dalam proses reunifikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara adalah perbedaan ideologi yang dianut kedua Negara Korea. Hambatan lainnya yang dihadapi dalam mewujudkan reunifikasi antara kedua Negara adalah masalah senjata pemusnah masal (nuklir, biokimia, dan peluru kendali) yang sedang dikembangkan oleh Korea Utara. Selain itu, adanya ancaman kemanusiaan yang dihadapi Korea Utara seperti kelaparan, pembangkangan, dan pengungsian massal yang potensial, serta ancaman militer konvensional. Hambatan utama untuk mengatasi aneka tantangan ini muncul dari realitas bahwa tidak ada konsensus di antara negara-negara bertertangga yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh tiap manuver Pyongyang.13

12

Yang Seung-Yoon dan Mohtar Mas’oed, Politik Luar Negeri Korea Selatan: Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Interasional. Ghajah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, h. 41.

13

(18)

Dibawah kepemimpinan Roh Moo Hyun, upaya dialog dengan Korea Utara dilakukan dengan pendekatan Policy for Peace and Prosperity. Kebijakan tersebut merupakan lanjutan dari kebijakan sebelumnya yaitu kebijakanSunshine Policy. Namun selama krisis Semenanjung Korea tahun 2003, dan Korea Utara bersikeras untuk meneruskan program-program nuklir dan sistem rudalnya, maka Amerika Serikat-Korea Selatan bisa menyatukan pendapat. Kim Jung Il bersikap bahwa Korea Utara menyatakan keluar dari perjanjian Non-Proliferasi Nuklir sejak 1 Januari 2003, setelah bertekad terus mengembangkan program nuklir dan persenjataannya. Masyarakat dunia kemudian kembali dikejutkan dengan aksi peluncuran peluru kendali Korea Utara, 5 Juli 2006. Peluncuran beberapa rudal di Semenanjung Korea itu kian mengkhawatirkan beberapa negara, bahkan Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia mengecam tindakan itu. Dewan Keamanan PBB pada 5 Juli 2006 telah membicarakan hal ini atas permintaan perwakilan Jepang di PBB. Peluncuran rudal itu dapat diartikan Korea Utara ingin mendapat posisi lebih kuat dalam perundingan damai soal nuklir Korea Utara bersama enam negara (Six Party Talks), yang mengalami kebuntuan. Korea Utara juga kian frustrasi dengan jalan damai setelah mengikuti Six Party Talks

bersama AS, Korea Selatan, Jepang, China, dan Rusia, dan hingga kini belum mendapat hasil.14

Hal ini yang menyebabkan Roh Moo Hyun mengambil sikap tegas. Dengan diplomasi tajamnya adalah Seoul akan meneruskan bantuan-bantuan makanan, obat-obatan, pupuk, infrastruktur dan ekonomi, hanya bila Pyongyang menghentikan pengembangan nuklirnya. Pernyataan Roh sebenarnya merupakan

14

Suara Pembaruan, 30 Juli 2003,” Diplomasi Roh dan Stabilitas Semenanjung Korea”,

(19)

“ancaman” karena Jepang dan sekutu-sekutu Pyongyang, seperti Cina dan Rusia, juga mendesak Korea Utara untuk kembali mematuhi Pakta Non-Plorifederasi Nuklir, serta menghentikan semua program nuklirnya.15 Dalam melaksanaan

Policy for Peace and Prosperity, Roh mengadakan pertemuan dengan Kim Jung Il dalam Konferensi Tingkat Tinggi kedua antara pemimpin-pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara yang berlangsung pada tanggal 2-4 Oktober 2007 di Pyongyang.16 Di akhir masa kunjungannya selama tiga hari, kedua pemimpin menandatangani beberapa point kesepakatan. Isinya antara lain, membangun system perdamaian permanen, memperluas kerjasama ekonomi termasuk membuat galangan kapal bersama, mengembangkan kerjasama pendidikan, teknologi, budaya dan olehraga, dan mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi.

Namun bila dilihat perospek yang ada, perbaikan hubungan yang langgeng diantara kedua Korea masih memerlukan perjalanan yang panjang, terutama perjalanan menuju arah unifikasi kedua Korea. Perbedaan tingkat kemapanan ekonomi dan perbedaan sistem pemerintahan yang berlaku, memerlukan penyesuian dalam jangka waktu yang lama. Sehingga rumusan unifikasi di Semenanjung Korea dilakukan dalam beberapa tahapan penyesuaian. Adanya bebrapa faktor yang mempengaruhi hubungan antar-Korea dalam proses reunifikasi di Semenanjung Korea baik dalam faktor Internal seperti faktor domestik kedua Negara Korea maupun faktor ekternal seperti hegemoni Amerika Serikat, dan kepentingan Cina, Jepang dan Rusia di Semenanjung Korea.

Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam reunifikasi antar-Korea menjadi sebuah hal yang harus dicari penyelesaiannya. Rakyat Korea memang tidak

15

Diakses dari http://www.suarapembaruan.com/News/2003/02/06/Editor/edi01.html

“Dambaan Presiden Korsel, Perdamaian, dan Pusat Ekonomi“, pada 12 Desember 2010

16

(20)

seberuntung rakyat Jerman yang bersatu kembali tahun 1990, setelah terbagi hampir 30 tahun atas Jerman Barat dan Jerman Timur tahun 1961. Namun harapan untuk bersatunya kembali terus diwujudkan demi menjadi Korea yang satu.

1.2 PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan mendasar penelitian ini adalah Bagaimana Perkembangan Dinamika Hubungan antara Korea

Selatan dan Korea Utara tahun 2003-2008 dalam mewujudkan reunifikasi di

Semenanjung Korea? Hambatan-hambatan apa yang mempengaruhi proses

dialog reunifikasi kedua Negara di Semenanjung Korea?

1.3 TINJAUAN PUSTAKA

Ada sejumlah penelitian di mana unit analisanya adalah dinamika hubungan Korea Selatan dan Korea Utara terkait reunifikasi di Semenanjung Korea, namun banyak penelitian yang unit analisanya dikaitkan secara langsung dengan permasalahan reunifikasi di Semenanjung Korea. Meskipun demikian terdapat dua penelitian yang penulis anggap cukup relevan untuk dijadikan bahan tinjauan pustaka. Pertama, yaitu penelitian berjudul “Faktor-faktor Determinan yang menyebabkan Pergeseran Pola Hubungan Korea Utara-Korea Selatan

dalam Isu Reunifikasi Pasca Perang Dingin”, 2001, karya I Wayan Setia Jaya, Hubungan Internasional, FISIP Universitas Indonesia. I Wayan menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor determinan yang menyebabkan pergeseran pola hubungan Korea Utara-Korea Selatan dalam isu reunifikasi secara garis besar.17Dimana keberadaan faktor hegemoni Amerika Serikat, Cina, Jepang, dan Rusia menjadi penyebab pergeseran pola hubungan antar-Korea. pergeseran pola

17

(21)

hubungan tersebut membuat beberapa kebijakan yang telah ada mengalami penyesuaian secara perlahan. Namun keberadaan aktor-aktor tesebut tidak menyebabkan pandang kedua Negara Korea tersebut menjadi berubah dalam mewujudkan reunifikasi di Semenanjung Korea.

Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Lee young Sun, “Is Korean Reunification Possible?”, Vol. 3, No.3, Korean Focus, 1995.18 Lee melihat permasalahan atau hambatan dalam mewujudkan reunifikasi Korea dari berbagai faktor baik dalam faktor domestik dua Negara Korea tersebut maupun hubungan antar Negara di Asia Timur dan hubungan dengan Negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tantangan dalam mewujudkan unifikasi di Semenanjung Korea memiliki kesulitan yang cukup tinggi mengingat perbedaan tersebut dilihat dari keadaan ekonomi maupun politik. secara garis besar penelitian ini melihat bagaimana keadaan Semenanjung Korea dalam mewujudkan reunifikasi. Adanya perbedaan kebijakan antar kedua pemerintah Korea menyebabkan susahnya mewujudkan reunifikasi di Semenajung Korea.

Skripsi ini berupaya memberikan sumbangsih ilmu terkait hal yang melatarbelakangi susahnya mewujudkan reunifikasi di Semenanjung Korea. Jika penelitian I Wayan lebih memaparkan faktor determinan yang menyebabkan pola pergeseran hubungan antar Korea. Penulis skripsi ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan Korea Selatan dan Korea Utara pasca krisis nuklir kedua pada tahun 2003 sampai 2008. Serta menekankan hambatan-hambatan yang terkait dalam proses reunifikasi di Semenanjung Korea. Penulis melihat dengan terjadinya krisis nuklir kedua pada tahun 2003 membuat pola

18

(22)

hubungan antara kedua Negara Korea menjadi memanas. Sehingga kebijakan yang dibuat oleh kedua Negara Korea tersebut sering kali mengalami perubahan dikarenakan belum terjadinya kesepakatan antara kedua pihak.

KERANGKA TEORI

1.4.1 Konsep Politik Luar Negeri

Konsep politik luar negeri mengandung unsur tindakan, yaitu hal-hal yang dilakukan oleh suatu pemerintah tertentu kepada pihak lain untuk menghasilkan orientasi, memenuhi peran atau mencapai dan mempertahankan tujuan tertentu. Dalam kaitan ini, tindakan suatu Negara merupakan bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk mengubah atau mendukung tindakan pemerintah Negara lain yang berperan dalam menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan Negara tersebut.19 Chris Brown dalam bukunya Understanding International Relation

memberikan pandangan sederhana dalam pandangan politik luar negeri, menurut Brown, politik internasional dapat dipahami sebagai cara untuk mengartikulasikan dan memperjuangkan kepentingan nasional terhadap dunia luar.20 Dalam hal ini, penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa dalam sistem internasional pola perilaku Negara didasarkan pada kepentingan nasional serta strategi berdasarkan kalkulasi posisi mereka di dalam sistem internasionalnya. Namun dilihat dari bagaimana Negara merumuskan kepentingan nasionalnya dan aspek-aspek apa saja yang akan ditonjolkan serta kebijakan yang dihasilkan.

Menurut H.J Morgenthau bahwa Negara sesungguhnya adalah aktor yang sepenuhnya rasional. Karena itu tindakan-tindakan Negara akan dilakukan secara

19

KJ. Holsti,Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisa, M. Tahrir Azhary (pent) Erlangga, 1983, h. 158.

20

(23)

perhitungan untung rugi yang jelas.21 Menurut Kenneth Waltz, aktor diasumsikan melakukan suatu tindakan rasional yang telah dikalkulasikan. Singkatnya suatu Negara harus mempertahankan kelangsungan hidupnya (survival) agar tidak mudah diserang/rawan (vulnerability) dalam sistem internasional anarki. Perilaku Negara ditunjukan kepada pencapaian kepentingan nasional dengan mempertimbangkan kapabilitas yang dimilikinya.22

Politik luar negeri cenderung berubah dari waktu ke waktu tanpa indikasi yang jelas. Meskipun demikian, untuk memahami perilaku politik luar negeri yang dinamis, William D. Coplin mengidentifikasikan dalam empat determinan politik luar negeri.23Pertama, adalah konteks internasional, artinya, situasi politik internasional yang sedang terjadi pada waktu tertentu dapat mempengaruhi bagaimana Negara itu akan berperilaku. Dalam hal ini, Coplin menyatakan bahwa ada tiga elemen penting dalam membahas dampak konteks internasional terhadap politik luar negeri suatu Negara, yaitu geografis, ekonomis, dan politik. Geografi merupakan suatu hal yang konstan keberadaannya. Namun tidak lagi terpenting seperti yang diberikan oleh para pendukung geopolitik pada masa lalu. Sebagaimana halnya geografi, faktor ekonomi juga memainkan peran penting dalam menentukan kebijakan luar negeri.

Faktor kedua yang menjadi determinan dalam politik luar negeri adalah perilaku para pengambil keputusan. Perilaku pemerintah yang dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman, pengetahuan, dan kepentingan individu-individu dalam

21

Hans J. Morgenthau,Politik Antar Bangsa, S. maimon (pent), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 1990, h. 4-18.

22

Kenneth N. Waltz, Theory Of International Politics, New York: McGraw-Hill Inc, 1979, h. 125-127.

23

(24)

pemerintahannya menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan luar negeri. Sementara itu, determinan ketiga adalah kondisi ekonomi dan politik. Kemampuan ekonomi dan politik suatu Negara dapat mempengaruhi Negara tersebut dalam interaksinya dengan Negara lain. Keempat, determinan terakhir yang memepengaruhi politik luar negeri adalah politik dalam negeri. Dalam hal ini, situasi politik yang terjadi dalam negeri akan memberikan pengaruh dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri.

Dalam kaitannya dengan faktor yang ada Struktur dan pembuatan keputusan Korea Utara, Kim Jung II memainkan peran yang sangat penting. Sikap Kim Jung Il untuk memelihara rejim dan sekaligus membangun ekonomi nasional dengan memobilisasi militer. Untuk menjaga keamanan rejim maupun pertumbuhan ekonomi, Korea Utara secara efektif berubah menjadi “negara yang mengutamakan militer”. Salah satunya yaitu dengan mengembangkan program nuklir. Pengembangan program nuklir Korea Utara sebagai reaksi terhadap berubahnya sistem di lingkungannya. Pengembangan nuklir tersebut sebagai upayanya untuk mempertahankanBargaining positionatau posisi tawar menawar di dalam masyarakat internasional.

Menurut Walter S Jones menegaskan bahwa kemungkinan pecahnya perang salah satunya dapat diakibatkan oleh adanya perlombaan senjata yang secara strategis tidak stabil dan secara politis tidak dapat terkendali.24 Pengembangan persenjataan di Kawasan Asia Timur yang terus ditingkatkan akan menimbulkan pecahnya perselisihan dan konflik dari pihak lawan yang sudah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kondisi yang ada akan memperparah konflik yang sudah ada sebelumnya.

24

(25)

1.4.2 Diplomasi

Dalam arti luas diplomasi meliputi seluruh kegiatan politik luar negeri suatu Negara dalam hubungannya dengan bangsa atau Negara lain. Diplomasi meliputi kegiatan:

1. Menentukan tujuan dengan mempergunakan semua daya dan tenaga untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Menyesuaikan kepentingan dari bangsa lain dengan kepentingan dari bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan daya dan tenaga yang ada padanya.

3. Menentukan apakah tujuan nasional sesuai atau berbeda dengan kepentingan bangsa dan Negara lain.25

Pada umumnya, tujuan perundingan antara dua atau lebih pemerintahan ialah untuk mengubah atau mempertahankan tujuan, kebijaksanaan atau memperoleh persetujuan mengenai beberapa masalah tertentu.26

1.4.3 Konsep Keamanan

Dalam teori keamanan, Barry Buzan menyebutkan perihal transformasi keamanan untuk merubah permusuhan (enmity) menjadi persahabatan (amity). Transformasi keamanan tersebut bisa dilakukan melalui transformasi internal, dengan kata lain, permusuhan diantara Negara sekawasan bisa dihilangkan apabila terjadi integrasi.27Dalam konteks keamanan di Semenanjung Korea. selain proses rekonsiliasi juga di kemukakan proses unifikasi diantara kedua Negara Korea.

25

Soemarsono Mestoko,Indonesia dan Hubungan Antar Bangsa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1985, h. 25-26

26

K.J Holsti, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, M. Tahrir Azhary (pent), Erlangga, Jakarta, 1987, h.241

27

(26)

Unifikasi ini merupakan hasil refleksi terhadap opini publik. Operasionalisasi dari konsep ini adalah melakukan unifikasi diantara kedua Negara secara bertahap dengan menempatkan kemerdekaan, perdamaian dan demokrasi sebagai prinsip utama.

Kini dimensi keamanan pasca Perang Dingin mulai berkembang dari konsep tradisional menuju non-tradisional yang melibatkan aktor yang beragam (non-state actor) di bawah identitas negara. Isu keamanan secara tradisional dapat ditemukan dalam pemahaman keamanan militer-politik. Dalam konteks ini konsep keamanan berbicara bagaimana untuk bertahan hidup (survive).28 Definisi keamanan hanya terbatas pada pemahaman dimensi militer dalam hubungan antar negara yang berarti tidak adanya ancaman militer terhadap kedaulatan sebuah negara. Konsep keamanan tradisional menganggap negara lain sebagai pesaing di mana hubungan antar negara selalu bersifat zero-sum yaitu setiap upaya untuk meningkatkan keamanan mempunyai implikasi negatif terhadap keamanan yang mengganggu keseimbangan kekuatan atau yang disebut sebagai dilema keamanan (security dilemma).29Namun pada pasca Perang Dingin pemahaman keamanan ini semakin meluas sehingga membuat spektrum permasalahan keamanan internasional dan faktor-faktor yang relevannya pun semakin melebar.

1.4.4 Reunifikasi

Reunifikasi merupakan suatu penyatuan atau menggabungkan kembali. Istilah reunifikasi berdasar dari kata unifikasi yang berarti hal menyatukan,

28

Barry Buzan, Ole Waefer, dan Jaap de Wilde, A New Frame Work For Analysis, London: Lynne Rienner Publisher.1998, h. 21

29

(27)

menyatukan, hal yang menjadikan seragam.30 Reunifikasi dari kata re + unify yaitu, “ to restore the unity or intergrity of (As a divided country) “. Dari kata dasar tersebut, kemudian Almond an Schuster memberi pengertian atau definisi mengenai reunifikasi yaitu “The act or process of reunifying ( advocating of the divided country)” yang dapat diartikan sebagai tindakan atau proses penyatuan kembali atas suatu Negara yang pernah dipisahkan.31 Sedangkan Thomas A. Baylis, dalam studinya mengenai reunifikasi menyatakan pendapatnya bahwa “in fact, the world reunification it self was often replaced by the term einheit or until.

Einheit did not necessarily mean unification in a legal or political sense but

rather in a larger moral sense”, dalam kenyataannya, kata reunifikasi sendiri sering digantikan denganeinheitatau persatuan.Einheitatau persatuan tidak perlu berarti penyatuan dalam pengertian hukum atau politik tetapi cukup pada pengertian moral yang lebih besar.32

Munculnya keinginan unifikasi kedua Negara Korea untuk berunifikasi sebenarnya sudah sejak lama ada. Namun harapan itu terhalang oleh pemerintahan militer AS dan USSR dengan dalih pembagian Semenanjung Korea telah ditetapkan dalam perundingan sekutu, yakni Negara-negara pemenang Perang Dunia Kedua. Pada saat kekuatan besar tesebut meninggalkan Korea, usaha-usaha kongkret untuk mewujudkan Negara Korea yang bersatu kembali digiatkan oleh kedua Negara Korea. Terbukti reunifikasi secara damai melalui jalur diplomasi

30

Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Indonesia, Edisi ke-3 Cetakan Pertama, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, h. 954.

31

Almond and Schuster, Websters’s,New Twentieth Century Dictionary Of the English Language: unabridged, edisi ke-2, New York, 1983,h. 15.

32

(28)

dilakukan secara terang-terangan oleh Korea Selatan sejak terbentuknya Republik Korea tahun 1948 dan masih terus diupayakan sampai saat ini baik dilakukan dengan cara perundingan, kerjasama, maupun dialog. Hal yang sama juga dilakukan oleh Korea Utara dalam mewujudkan Negara Korea yang satu, walaupun dalam kenyataannya kebijakan luar negeri Korea Utara baik dengan Korea Selatan maupun dengan Negara-negara lainnya cenderung mengancam. Namun saat ini, Korea Utara mulai mempertimbangkan dan menjalankan upaya penyatuan melalui jalur diplomatik atau negosiasi.

Terwujudnya reunifikasi Korea merupakan harapan rakyat di Semenanjung Korea karena pada awalnya mereka adalah bangsa yang satu namun terpisakan oleh persaingan antara Negara super power pada masa Perang Dingin. Namun ironisnya, hambatan-hambatan yang ada dalam peroses penyatuan kembali Korea justru dari dalam negeri dan berkaitan dengan upaya kedua Negara tersebut dalam menjaga dan mempertahankan kepentingan nasionalnya tersebut, seperti kesenjangan ekonomi yang cukup besar, perbedaan ideology dan adanya isu pengembangan nuklir yang semakin memperburuk keadaan maupun belum adanya formulasi yang tepat bagi Korea yang satu.

METODE PENELITIAN

(29)

pembelajaran bagaimana dinamika hubungan kedua Negara Korea tahun 2003-2008 dalam menuju reunifikasi di Semenanjung Korea dan data-data tersebut nantinya juga akan membuat sebuah satu pemikiran dalam memprediksi keadaan yang terjadi di Semenanjung Korea dalam menuju prospek perdamaian. Dan Permasalahan ini menjadi pusat penelitian yang cukup menarik bagi penulis yang nantinya akan ditulis dalam sebuah skripsi.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Memperoleh informasi tentang bagaimana dinamika hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara dalam proses dialog reunifikasi di Semenanjung Korea tahun 2003-2008

2. Mengkaji secara mendalam tentang hubungan tersebut.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor apa yang membuat proses reunifikasi antara kedua Negara masih mengalami kesulitan.

4. Bagaimana kebijakan Korea Selatan dalam menghadapi Korea Utara untuk mewujudkan reunifikasi antara kedua Negara Korea di Semenanjung Korea.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan proposal ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

(30)

1.7 Sistematika Penulisan

BAB II PASANG SURUT HUBUNGAN ANTARA KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA

2.1 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Era Perang Dingin 2.2 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Pasca Perang

Dingin

2.3 KebijakanSunshine PolicyKim Dae Jung

2.4 KebijakanPolicy for Peace and ProsperityPresiden Roh Moo Hyun

BAB III GAGASAN REUNIFIKASI DI SEMENANJUNG KOREA

3.1 Latar Belakang Reunifikasi di Semenanjung Korea 3.2 Kebijakan Reunifikasi di Semenanjung Korea 3.3 Perkembangan Reunifikasi di Semenanjung Korea

BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN ANTAR-KOREA DALAM PROSES REUNIFIKASI DI SEMENANJUNG KOREA

4.1 Faktor Internal

4.1.1 Faktor Domestik Korea Selatan 4.1.2 Faktor Domestik Korea Utara 4.2 Faktor Eksternal

4.2.1 Hegemoni Amerika Serikat di Semenanjung Korea

4.2.2 Kepentingan Cina, Jepang, dan Rusia di Semenenjung Korea 4.3 Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara dalam Menuju Proses

Reunifikasi Di Semenanjung Korea periode 2003-2008 4.4 Hambatan-Hambatan Reunifikasi di Semenanjung Korea

(31)

BAB II

PASANG SURUT HUBUNGAN

ANTARA KOREA SELATAN DAN KOREA UTARA

2.1 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Era Perang Dingin

Pembagian Semenanjung Korea merupakan salah satu bukti jelas yang diakibatkan persaingan ideologi. Setelah sekutu memenangkan Perang Dingin II. Semenanjung Korea dibagi dua oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat pada garis lintang 38o. Secara geografis, Semenanjung Korea dikelilingi oleh Negara-negara besar dan kuat, seperti Cina, Jepang, dan Rusia. Sejarah mencatat bahwa sejak jaman kerajaan kuno hingga Negara modern, Negara Korea pernah mengalami lima kali masa penjajahan atau penguasaan, seperti Cina, Bangsa Mongol, Jepang dan Amerika Serikat serta Uni Soviet pasca Perang Dingin Kedua.33Semenanjung Korea memiliki lokasi yang strategis, sehingga Negara-negara besar yang menjadi Negara tetangga, menjadikan Semenanjung Korea sebagai sasaran dari perluasan pengaruh serta kepentingan Negara-negara besar tersebut.34

Korea adalah sebuah semenanjung di Asia Timur, yang memanjang sekitar 1.100 kilometer kearah selatan daratan Asia kontinental hingga Samudra Pasifik dan dikelilingi Laut Jepang di timur, Laut China Timur di Selatan, dan Laut Kuning di barat. Semenanjung Korea mempunyai wilayah seluas 220.000 km², sebanyak 70 persen wilayah Semenanjung Korea adalah pegunungan dan tanah yang bisa diusahakan untuk lahan pertanian lebih kecil. Jajaran pegunungan berbaris di wilayah sebelah utara dan timur, dengan puncak tertinggi adalah

33

Yang Seung-Yoon dan Mohtar Mas’eod, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Internasional”, Gadjah Mada University Press, 2002, h. 15

34

(32)

Gunung Baekdu (2.744 m) di wilayah perbatasan dengan Republik Rakyat Cina. Panjang garis pantai semenanjung Korea adalah 8.460 kilometer.35

Gambar 2.1 Peta Korea

Sumber: Peta Korea

http://indonesiaseoul.org/pictures/korea.jpg&w=396&h=425&ei=eWxdT5qnBIfTrQf884WjDA&z oom=1, pada 12 Maret 2012

Bila melihat latar belakang sejarah Korea, kedua negara merupakan satu Negara Korea. Namun pada tahun 1910-1945 merupakan masa penjajahan Jepang di Semenanjung Korea. Dahulu hubungan kerajaan-kerajaan Korea dengan Jepang dari segi politik luar negerinya hampir sama dengan hubungan Cina dan Korea yaitu antar raja dan raja bawahannya. Semenanjung Korea dalam hubungan tersebut memiliki fungsi sebagai jembatan antara Cina Daratan dengan Kepulauan Jepang sampai abad ke-16. 36 Seiring berjalan waktunya, beberapa negara Asia dan Eropa yang memiliki ambisi bersaing satu dengan yang lainnya untuk meraih pengaruh atas Semenanjung Korea. Jepang merupakan negara yang berhasil menduduki Korea setelah menang melawan Cina dan Rusia. Secara paksa

35

Diakses dari,

http://indonesiaseoul.org/pictures/korea.jpg&w=396&h=425&ei=eWxdT5qnBIfTrQf884WjDA&z oom=1, pada 12 Maret 2012

36

(33)

menganeksasi Korea dan mendirikan pemerintahan kolonial pada tahun 1910.37 Selama penjajahannya, Jepang menggunakan kekuasaannya dengan menbentuk sebuah pemerintahan yang kejam di Korea. Sampai akhirnya, pada tahun 1941 terjadi perang antara Jepang dengan Amerika dan perang tersebut dimenangkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1945.38

Menyusul kepergian Jepang di tahun 1945 dari Semenanjung Korea, menjadikan rakyat Korea terpecah karena adanya perubatan kepemimpinan dan ideologi antar mereka sendiri. Hal itulah yang dimanfaatkan oleh kedua Negara adikuasa yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Keberadaan ke dua Negara tersebut di Semenanjung Korea, tidak lain adalah untuk memantapkan posisi mereka di Semenanjung Korea selama Perang Dingin berlangsung. Pada akhir Perang Dunia II, Tentara Uni Soviet melancarkan serbuan terhadap Korea dari arah Utara untuk memusnahkan sisa-sisa kekuatan tentara Jepang yang masih ada di Korea pada 12 Agustus 1945, dan pada bulan September 1945, Amerika Serikat juga mendaratkan pasukannya di Korea Selatan. Hal inilah yang menyebabkan di Korea terdapat dua kedudukan, yaitu Korea Utara di duduki oleh Uni Soviet dan Korea Selatan diduduki oleh Amerika Serikat. Dengan batas di antara keduanya adalah 38o.39

Setelah pembagian Semenanjung Korea, pada tahun 1947 PBB mengeluarkan satu resolusi untuk mengadakan pemilu, dengan tujuan untuk membentuk perlemen gabungan dari pemerintahan sementara. Akan tetapi, Rusia menolak keberadaan komisi PBB untuk mengawasi Pemilu di Korea, sehingga

37

Fakta Tentang Korea, Pelayana Informasi Korea, Badan Informasi Nasional, 2003, Seoul, Republik Korea, h. 31

38

Ibid. h. 33

39

(34)

pada bulan Mei 1948, Pemilu yang diadakan dibawah pengawasan PBB hanya diadakan di Korea Selatan. Baru 3 bulan kemudian, diadakan Pemilu di Korea Utara yang dipimpin Uni soviet.40Pasca Pemilu tahun 1948, dibawah pengawasan dan dukungan positif Pasukan Uni Soviet, Kim II Sung mendirikan pemerintahan komunis dengan nama Republik Rakyat Korea (Korea Utara), sedangkan Syngman Rhee mendirikan pemerintah Pro-Amerika Serikat dengan nama Republik Korea (Korea Selatan) pada tahun yang sama. Dalam mewujudkan unifikasi Korea, pada masa pemerintahan Syngman Rhee, pendekatan kebijakan unifikasi menggunakan pendekatan yang agressif, yang dikenal sebagai “March North for Unification”.41

Namun kenyataannya pendekatan menuju unifikasi Korea Selatan tidak didukung oleh kemampuan perangnya. Hal ini terbukti dengan tidak mampunya Korea Selatan mempertahankan wilayahnya dari invasi Korea Utara yang didukung oleh Uni Soviet pada tahun 1950. Sejak pembagian Korea setelah lebih dari satu milenium sebagai Korea yang bersatu, dipandang tidak dapat diterima dan bersifat sementara oleh masing-masing rezim. Sejak 1948 hingga awal perang saudara pada 25 Juni 1950, angkatan bersenjata dari masing-masing pihak terlibat dalam serangkaian konflik berdarah di sepanjang perbatasan. Pada awal, pembagian semenanjung Korea, diyakini hanya akan berlangsung untuk sementara.

Tetapi, masalah reunifikasi semakin menjadi isu yang serius yang harus dipikirkan oleh pihak lain yang memiliki ideologi berbeda, hingga pembagian itu

40

Sukmawarsini Djelantik, Perang Dingin di Asia Timur Laut; Kasus Rivalitas Barat-Timur dalam Perang Korea (1950-1953),Jurnal FISIP Potensia, Tahun VII, No. 16, 2006, h. 92.

41

(35)

semakin berubah, yaitu bersifat bermusuhan. Pecahnya Perang Korea bisa dikatakan sebagai hasil dari memuncaknya konflik pendapat untuk mencapai reunifikasi yang saling berbeda antar Korea. Pasukan Rakyat Korea (nama pasukan Korea Utara) tumbuh cepat atas dukungan penuh dari Uni Soviet, mulai melakukan infiltrasi pada pagi 25 Juni 1950, melintasi garis perbatasan 38 derajat.42Pasukan Rakyat Korea dapat mengalahkan pasukan Korea Selatan pada tahap awal perang. Dengan dibantu pasukan PBB yang dipimpin oleh Amerika di bawah komando Jenderal Douglas Mac Arthur, Korea Selatan memberikan perlawanan terhadap serbuan tentara Korea Utara ke Korea Selatan. Perang Saudara itu berakhir pada tahun 1953, sebelum Cina menjebatani kedua Korea untuk melakukan gencatan senjata. Perjanjian gencatan tersebut ditandatangani pada tanggal 27 Juni 1953.43

Sebuah gencatan senjata ditandatangani guna mengakhiri permusuhan, dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat zona penyangga selebar tiga mil di antara kedua negara, di mana tidak seorang pun boleh memasukinya. Daerah ini kemudian dikenal sebagai Zona Demiliterisasi.44 Akibat perang tersebut sekitar tiga juta orang Korea tewas atau terluka dan jutaan lainnya kehilangan rumah dan terpisah dari sanak keluarga mereka. Perang tersebut juga merusak infrastruktur dan perekonomian Negara, serta meninggalkan keretakan yang lebar antara sesama orang Korea. Sepanjang tahun 50-an dan 60-an kedua Korea di Semenanjung Korea telah menjadi sangat bermusuhan. Masing-masing

42

Young Jeh Kim, North Korea’s Nuclear Program and Its Impact On Neighboring Countries, dalamKorea and World Affairs, Vol. 17, No. 3, Fall 1993, h. 482.

43

Diakses “Sinar Matahari di Selatan dan Utara”, dari, http://kompas.com/kompas -cetak/0209/30/or/sina31.html, pada 26 Septemeber 2009

44

(36)

pemerintahan sama sekali tidak diakui oleh lawanya, sedangkan semua rakyat di masing pihak dipaksa mempelajari keunggulan ideologi mereka masing-masing.45

Dibawah pimpinan Kim Il-Sung, Korea Utara giat mengembangkan ekonomi nasionalnya secara sosialis internasionalnya sambil memperkuat kekuatan militernya. Permusuhan diantara Korea Utara dan Korea Selatan mempengaruhi persepsi masing-masing negara yang melihat tetangganya sebagai musuh dan ancaman. Bagi Korea Utara, Korea Selatan merupakan ancaman dengan kehadiran kekuatan militer Amerika Serikat untuk melindungi Korea Selatan. Bagi Korea Selatan, pengalaman invasi yang dilakukan pada waktu Perang Korea, menunjukan bahwa agresifitas Korea Utara untuk menyatukan Korea merupakan ancaman yang sewaktu-waktu bisa bangkit kembali. Dengan situasi hubungan yang demikian mengakibatkan tidak adanya norma yang disepakati antara kedua negara Korea untuk mengatur hubungan keduanya. Selama dua dasawarsa, kekuatan ekonomi Korea Utara lebih unggul dibandingkan Korea Selatan. Hal ini disebabkan banyaknya sumber alam pertambangan di Korea Utara. Di pihak lain, setelah mendirikan pemerintahannya, Korea Selatan masih terlibat dalam pertentangan ideologinya sehingga ekonomi rakyat belum sempat untuk dikembangkan. Namun setelah terpilihnya Park Chung Hee, Korea Selatan mencapai kesuksesan dalam pembangunan ekonomi. Korea Utara tidak mau mengakui berkembangannya ekonomi Korea Selatan.46 Ketika Korea Utara menginginkan unifikasi komunis berdasarkan pada logikanya yang disebut “Satu Joseon” Korea Selatan menganggap pemerintahannya sebagai satu-satunya entitas

45

Mohtar Masóed, dan Yang Seung-Yoon,Memahami Politik Korea, Gadjah Mada University Press, 2005, h. 238.

46

(37)

yang sah di Semenanjung Korea dengan unifikasi sebagai perpanjangan kedaulatannya. Pandangan yang kaku dan tidak kompromi menjadikan akomondasi antara kedua belah pihak sulit untuk dilakukan sampai tahun 1960-an.47

Memasuki tahun 1970-an, dunia internasional menjadi lebih damai. Kedua Korea mulai mengakui pemerintahan masing-masing, hal ini menandai sebuah perubahan penting dalam sikap mereka terhadap reunifikasi. Pada tahun 1970, perubahan pertama datang pada peringatan Hari Pembebasan dengan adanya seruan dari Selatan untuk melakukan kompetisi perdamaian secara jujur dengan utara.48 Sampai pertengahan tahun 1980-an sejalan berakhirnya Perang Dingin, hubungan antar-Korea mencapai titik balik yang penting. Tahun 1985, sebuah peristiwa yang sangat berkesan yang merupakan hasil pembicaraan Palang Merah adalah pertemuan reuni antar keluarga dari masing-masing pihak, dan Pembicaraan Ekonomi Selatan-Utara (1984) dan Konferensi Pendahuluan Parlementer Korea (1985). Namun pembicaraan antar Korea Selatan-Korea Utara ditunda karena berbagai alasan politis.49

2.2 Hubungan Antara Korea Selatan dan Korea Utara Pasca Perang Dingin

Politik internasional pasca Perang Dingin ditandai dengan pergeseran dalam hubungan antar Negara. Adanya pengkajian ulang dan penyesuaian kebijakannya harus terkait dengan kepentingan strategisnya. Demikian halnya dengan hubungan antara kedua Negara Korea dalam proses dialog reunifikasi di Semenanjung Korea. Pergantian Chun Doo Hwan kepada Roh Tae Woo,

47

Fakta-fakta Tentang Korea, Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea Kementerian kebudayaan Olahraga dan Pariwisata,2002, h. 46.

48

Ibid

49

(38)

membuat beberapa kemajuan dalam dialog antar Korea dan Semenanjung Korea pada pertengahan 1980-an. Pada bulan Agustus tahun 1980, telah ditandanganinya

Law on North-South Exchanges dan Cooperation yang menjadi kerangka dasar bagi kerjasama antar Korea. Dan pada tahun 1989, juga Roh Tae Woo mengeluarkan Unification Formula for The Korean National Community yang merupakan model dari kebijakan unifikasi pada masa pemerintahannya. Tujuannya melalui tiga tahap, yaitu: Confidence Building dan Kerjasama antar Korea, Konferensi Korea danEstabilishment of Unified Government.50

Kebijakan ke Utara (Northern Policy) pada masa Roh Tae Woo memiliki sasaran yaitu untuk meredakan situasi ketegangan diantara kedua Negara Korea. Korea Selatan mengajukan sebuah konferensi puncak dengan Kim II Sung dan sebuah deklarasi yang berisi tentang kesepakatan non agresi atau larangan pengunaan kekuatan bersenjata diantara kedua Negara. Roh Tae Woo mengusulkan untuk dibentuk sebuah konferensi yang melibatkan dua Negara Korea, plus empat Negara kunci (AS, Rusia, Cina dan Jepang) sebagai wahana konsultasi untuk mempromosikan keamanan di Semenanjung Korea.51 Pada tanggal 31 Desember 1991, ditandatanganinya “Basic Agreement on Reconciliation, Non-Agression, and Exchange and Cooperation oleh kedua Perdana Menteri setelah berbagai pembicaraan-pembicaraan tingkat tinggi kedua belah pihak.

50

Young Sun Ji,”Conflicting Visison For Korean Reunification”, Fellow, Weatherhead Center For International Affairs, Harvard University, Juni 2001, h. 7. Diakses dari

http://www.wcfia.harvard.edu, pada 8 Oktober 2010.

51

(39)

Basic Agreement ini berlaku efektif bersamaan dengan Joint Declaration on The Denuclearization of The Korean Peninsulapada tanggal 19 Februari 1992. Dalam pelaksanaan Basic Agreement, telah disusun suatu protocol pada tanggal 17 September 1992. Namun mengalami kendala akibat pengembangan nuklir Korea. Memasuki tahun 1993, dalam mengakhiri era otoriterisme Korea Selatan, Presiden Kim Young Sam dilantik menjadi Presiden Korea yang secara aktif mempromosikan dialog antar Korea. Kesungguhan Kim dalam untuk rekonsiliasi yaitu dengan mengembalikan seorang mata-mata Korea Utara yang ditahan Korea Selatan tanpa syarat apapun. Namun usaha Kim Young Sam kembali mengalami kegagalan dengan adanya konflik antar AS dengan Korea Utara. Krisis ini merupakan masalah yang cukup serius ketika AS berencana akan menghancurkan fasilitas nuklir Korea Utara, sehingga perang tidak dapat dihindarkan.52

Namun krisis tersebut dicairkan dengan kerjasama diplomatik antar Seoul-Washington pada saat mantan Presiden AS J. Carter berkunjung ke Pyongyang untuk melakukan pertemuan dengan Kim II Sung.53 Pertemuan tersebut merupakan pertemuan puncak antara Korea Utara-AS dan perundingan untuk membicarakan permasalahan nuklir di Korea Utara. Dengan ditandatanganinya

Agreed Framework sebagai bukti bahwa Korea Utara setuju untuk membekukan program nuklirnya selama delapan tahun. Akan tetapi dalam perjanjian Agreed Framework, AS menjanjikan pengiriman bahan bakar dan bantuan teknologi untuk membangun dua reaktor air raksasa untuk kepentingan energi, sebagai resiprositas atas sikap kooperatif Korea Utara yang menghentikan proyek nuklirnya. Selain itu, dari pertemuan tersebut terbentuk pula KEDO, Organisasi

52

Ibid,h. 7.

53

(40)

Energi di Semenanjung Korea.54 melalui organisasi ini,Korea Selatan, AS, dan Jepang secara bersama-sama memberikan bantuan untuk mendirikan dua buah reaktor Light-water di Korea Utara. Namun dilain pihak, KTT antara Korea Selatan dengan Korea Utara mengalami kegagalan. Ini disebabkan meninggalnya Kim II Sung tujuh belas hari sebelum KTT.

Setelah meninggalnya Kim II Sung, hubungan kedua Negara sempat mengalami masalah kembali. Hal ini disebabkan, pada masa berkabung di Korea Utara, Korea Selatan tidak menunjukan sikap yang kurang baik yaitu dengan tidak menyampaikan belasungkawanya. Bahkan malah menyiagakan pasukannya di perbatasan sebagai antisipasi perkembangan di Korea Utara. Kim Yong Sam, mencoba mengeksploitasi kematian Kim II Sung sebagai harapan bahwa dengan lemahnya rejim Korea Utara tersebut maka akan membuka kesempatan bagi masuknya Korea Selatan secara perlahan sehingga akhirnya mampu menguasai Korea Utara. Namun prediksi bahwa proses pengantian akan melemahkan rejim Korea Utara tidak terjadi.55 Kim Jong Il naik tahta dan menggantikan mendiang ayahnya sebagai pemimpin Korea Utara. Sementara itu, Korea Selatan merasa tidak nyaman dengan hubungan antara Korea Utara dengan AS. Dalam hal ini, Korea Selatan takut bila nantinya AS Tidak akan mendukung Korea Selatan dan bahkan akan mendukung Korea Utara dalam hubungan bilateralnya dengan AS.

2.3 KebijakanSunshine PolicyPresiden Kim Dae Jung (1998-2003)

Setelah Kim Dae Jung dilantik menjadi Presiden Korea Selatan, merupakan saat dimana untuk pertama kalinya sebuah kebijakan yang cukup bersahabat dan berdialog dengan Korea Utara dilaksanakan dengan cara

54

Ibid,h.122.

55

(41)

paradigma baru. Pada masa jabatannya, Kim Dae Jung mengeluarkan sebuah kebijakan Sunshine Policy (engagement policy). Kebijakan sunshine policy

berusaha untuk menciptakan paradigma baru hubungan antara kedua Negara Korea yang didasari oleh rasa saling menghargai yang akan memberikan pengaruh kepada masa depan rakyat Korea secara keseluruhan menciptakan kerjasama antara keduanya dengan ide utama perdamaian, rekonsiliasi, dan kerjasama. Puncak dari kebijakan ini adalah ketika diadakannya North-South Joint Declarationpada tanggal 15 Juni 2000 yang mempertemukan pertama kali kedua Negara Korea dalam KTT tersebut. Di dalam pertemuan ini Korea Utara dan Korea Selatan sepakat melakukan kerjasama diberbagai bidang dan keduanya akan melakukan dialog untuk mengimplementasikan kesepakatan ini.56

Dalam pertemuan puncak di Pyongyang tersebut, kedua pemimpin tertinggi masing-masing menyetujui wewenang diplomasi, pertahanan dan penyusunan undang-undang tingkat rendah, yang semuanya akan diberikan kepada pemerintah regional. Pasca pertemuan puncak tesebut, hubungan antar kedua Negara Korea semakin tinggi frekuensinya. Tercatat telah beberapa kali dilakukan komunikasi melalui dialog tingkat Menteri, baik pertemuan Menteri Pertahanan dan pertemuan Komite kerjasama ekonomi. Perjanjian tahun 2000 memberikan landasan bagi dilakukannya konstruksi kembali hubungan perekonomian diantara kedua Negara. Upaya tersebut dilakukan dengan membangun infrastruktur yang menghubungkan kedua Negara, yaitu dengan jalur Kereta api dari Seoul-Shinuiju dan dilakukannya pembangunan taman industry

56

(42)

Gaesong.57Hubungan perdagangan diantara kedua Negara Korea pun mengalami peningkatan drastis. Pada tahun 2001 tercatat nilai perdagangan diantara kedua Negara mencapai angka US$ 425 juta. Namun hubungan kedua Negara korea mngalami tantangan dengan adanya isu terorisme internasional dan rejim Korea Utara dilabelkan oleh pemerintah Amerika Serikat dibawah pimpinan George W. Bush sebagai Negara anggota “poros setan” (Axis of Evil States) dan Korea Utara dimasukkan sebagai salah satu Negara yang dimungkinkan sebagai sasaran penyerangan oleh Amerika Serikat didalam dokumenNuclear Posture Review.58

2.4 KebijakanPolicy for Peace and ProsperityPresiden Roh Moo Hyun

Terpilihnya Roh Moo Hyun menjadi Presiden Korea Selatan pada tahun 2003 menjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi Roh Moo Hyun yang baru dilantik. Dalam hal ini, pada tahun 2003 telah terjadi krisis nuklir untuk yang kedua kalinya setelah krisis nuklir tahun 1994. Krisis meningkat pada awal 2002 ketika Korea Utara secara resmi tidak menyangkal pernyataan Asisten Militer Laur Negeri AS James A. Kelly yang menyatakan bahwa Pyongyang memiliki program pengayaan uranium dan telah melanggar perjanjian mereka. Krisis tersebut menjadi tantangan bagi pemerintahan Roh Moo Hyun, upaya dialog Korea Selatan dan Korea Utara pada masa Roh Moo Hyun dijalankan melalui pendekatan Policy for Peace an Prosperity.59 Melalui kebijakan ini Roh Moo Hyun menempatkan prioritas kebijakannya dengan menjaga stabilitas di

57

Keun-Sik Kim, Inter-Korean Relation and Thr Future of the Sunshine Policy, the Journal of East Asian Affairs, Vol. XVI, No. 1 Spring/Summer 2002, (The Research Institute for International Affairs, Seoul, Korea 2002), h. 105.

58

James T. Laney and Jason T. Shaplen, How to Deal with North Korea,Foreign Affairs, Vol. 82, No. 2 (Mar-Apr, 2003), h. 28

59

(43)

Semenanjung Korea. Fokus dari kebijakan ini adalah mencari jalan keluar krisis nuklir yang terjadi di Semenanjung Korea dan merupakan upaya reunifikasi antara kedua Negara Korea. kebijakan Peace and Prosperity ditunjukan untuk memperluas ruang lingkup dan isi dari reconciliation and cooperation policy

terhadap Korea Utara yang telah dipromosikan pada masa Kim Dae Jung sebelumnya.

Pemerintahan Roh Moo Hyun memperluas horizon dan mengarahkan pandangan kepada rekonsiliasi dan kerjasama antar Korea dan juga perdamaian di Semenanjung Korea. Pemerintahan Roh mencoba membangun kerangka perdamaian di Semenanjung Korea dengan institusionalisasi perdamaian melalui peningkatan hubungan antar rakyat Korea. Rencana pemerintah menyatakan bahwa semua masalah termasuk di dalamnya program nuklir Korea Utara harus dipecahkan lewat cara-cara damai dengan dialog. Rekonsiliasi dan kerjasama antar-Korea dan mendesak Korea Utara untuk berpartisipasi ke dalam komunitas internasional harus secara konsisten dipromosikan. Pemerintah Roh Moo Hyun memperluas dan memperdalam pertukaran dan kerjasama antar Korea. Korea Selatan meletakan landasan komunitas yang makmur melalui perluasan dan pembangunan proyek kerjasama ekonomi antar Korea dan menitikberatkan pada perbaikan homogenitas nasional dengan memperluas pertukaran misi sosial dan budaya.

(44)

diplomatik dengan Amerika Serikat membuat Korea Selatan bersikap lebih tegas dan jelas bila dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya yang masih terlihat tergantung dengan kehadiran Amerika Serikat. Faktor inilah yang kemudian memicu Korea Selatan untuk memulai berjalan secara madiri dan sedikit demi sedikit melepaskan diri dari intervensi asing. Termasuk juga untuk menyelesaikan konflik dengan Korea Utara.

Dalam upaya untuk menuju pernyelesaian secara damai atas krisis yang terjadi ditempuh Roh Moo Hyun dengan diplomasi secara maraton kesejumlah Negara berpengaruh di Semenanjung Korea seperti Amerika Serikat, Jepang dan Cina.60 Upaya yang ditawarkan oleh Roh Moo Hyun dalam setiap kesempatan dalam upaya penyelesaian konflik antara Amerika Serikat dan Korea Utara, Roh Moo Hyun menawarkan agar lima pihak juga ikut bergabung dalam menyelesaikan konflik tersebut. Lima pihak tersebut antara lain adalah Amerika Serikat, Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, dan RRC.61 Pada KTT Tokyo tanggal 7 Juni 2003, Roh Moo Hyun mengusulkan Kepada Mitra PM. Koizumi agar Jepang dan Korea Selatan bisa menekan Korea Utara melalui dialog dan tekanan politik.

Dalam mengatasi ketegangan akibat nuklir Korea, diperlukan dialog dalam upaya membangun hubungan dilakukan dengan itikad yang cukup baik untuk membina hubungan kedua Negara Korea. Terbukti Korea Selatan menyumbangkan 200.000 ribu ton pupuk ke Korea Utara untuk memulai dialog antar kedua Negara Korea. Pada KTT yang berlangsung pada tanggal 2-4 Oktober

60

Suara Pembaruan, “Diplomasi Roh dan Stabilitas Semenanjung Korea”, 30 Juli 2003, h. 10.

61

(45)

2007 di Pyongyang telah mengasilkan “Deklarasi untuk Pembangunan Hubungan Antar-Korea serta Perdamaian dan Kesejahteraan” yang terdiri dari delapan butir. Setelah pertemuan tersebut baik Korea selatan maupun Korea Utara telah menghentikan siaran-siaran propaganda yang saling menyerang, menurunkan alat-alat propaganda di Zona Demilitarisasi, serta telah membuka hotline militer.62

62

(46)

BAB III

GAGASAN REUNIFIKASI DI SEMENANJUNG KOREA

Dalam perjalanan sejarahnya, kawasan Semenanjung Korea selalu menjadi sebuah “arena”dimana banyak kepentingan dari Negara-negara besar yang bermain didalamnya. Terutama pada masa Perang Dingin, politik di tingkat kawasan selalu identik dengan kompetisi yang dilakukan oleh Negara-negara adikuasa seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet.63 Setelah terbaginya kedua Korea, masalah kebijakan reunifikasi Semenanjung Korea itu adalah titik yang sangat penting bahwa Korea Utara dan Korea Selatan adalah bangsa Korea yang sama. Kedua negara memiliki leluhur yang sama, latar belakang budaya dan sejarah yang sama tradisi, bahasa yang sama dan modus kira-kira sama berpikir dan karakter.

Dalam proses penyatuan Korea, telah banyak mengalami pasang surut yang cukup rumit selama beberapa dekade. Ketika Korea Utara menginginkan unifikasi komunis didasarkan pada logikanya yang disebut “Satu Joseong”, namun bagi Korea Selatan pemerintahannya dianggap sebagai satu-satunya entitas yang sah di Semenanjung Korea dengan unifikasi sebagai perpanjangan kedaulatannya. Pandangan yang kaku dan tidak berkompromi menjadikan akomondasi antara kedua belah pihak mustahil untuk dilakukan sampai tahun 1960-an.64 Pasca Perang Dingin, hubungan situasi internasional telah mengalami perubahan yang cukup signifikan terlihat pada Penyatuan Jerman pada tahun 1989 adalah salah

63

Paul A. Papayoanou, Great Powers Regional Orders : Possibilities and Prospects After Cold War, dalam David Lake and Patrick M. Morgan,Regional Order Bulding Security in a New World, (United States of American; Pennsylvania State University Press, 1997), h. 27.

64

(47)

satu peristiwa sentral dari proses penyegelan akhir Perang Dingin. Sejak itu, Jerman telah mengalami proses yang ditandai dengan positif. Pengalaman Jerman dapat memegang beberapa pelajaran bagi negara-negara lain.65 Terutama Semenanjung Korea misalnya, yang masih terjebak dalam konflik ideologi, pembangunan ekonomi tidak merata dan membangun kekuatan militer yang cukup mengancam, termasuk kemampuan nuklir.

3.1 Latar Belakang Reunifikasi di Semenanjung Korea

Sejak berakhirnya Perang Dingin, seluruh negara di dunia berfokus pada persaingan ekonomi. Lain halnya dengan kedua negara Korea di Semenajung Korea yang masih tetap melakukan konfrontasi militer yang berakibat mengarah kepada peperangan. Adanya Keberadaan isu pembangunan persenjataan nuklir memperuncing hubungan kedua Negara tersebut. Isu nuklir Korea Utara mulai mengemuka di era Perang Dingin. Tidak transparannya kegiatan reaktor-reaktor nuklir Korea Utara membuat situasi keamanan regional di Semananjung Korea menjadi tidak pasti. Keterlibatan masalah senjata nuklir lebih disebabkan oleh masih adanya kecurigaan diantara kedua Korea tentang adanya invansi dari masing-masing pihak serta keterlibatan negara-negara besar seperti AS dan Rusia yang secara historis berpengaruh besar di kawasan. Sementara itu, situasi di kawasan Asia Timur masih belum stabil, hingga dikhawatirkan potensi nuklir dapat menyulut persaingan diantara negara-negara kawasan dalam pengembangan senjata nuklir.

65

(48)

Usaha-usaha untuk meredakan ketegangan atau konflik kedua Korea tetap dilakukan secara intensif. Secara positif Korea Selatan mengembangkan kebijakan diplomatiknya termasuk kebijakan masalah antar Korea.66 Maka sejak tahun 1990-an telah dimulai kembali dialog unifikasi antar Korea. Proses tersebut banyak diprakasai oleh upaya-upaya mahasiswa Korea Selatan yang terinpirasi oleh reunifikasi Jerman, sehingga timbul wacana reunifikasi demi mewujudkan Negara Korea yang satu.67 Dalam hal ini, wacana reunifikasi juga dilakukan karena semakin memburuknya situasi politik dan ekonomi Korea Utara. Ketidakstabilan keamanan di Semenanjung Korea membuat terhambatnya proses reunifikasi antar dua Negara Korea. Menurut survey pada tahun 1995, 92 persen percaya bahwa korea akan bersatu, 4 persen mengatakan Korea akan tetap terbagi dan 4 persen lainnya mengatakan ketidakpastiannya. Survey ini menunjukan bahwa 2.1 persen reunifikasi akan berhasil diprediksikan tahun depan, dan 8.3 persen reunifikasi akan berhasil paling lambat tahun 2000. Sisanya hampir memprediksi keberhasilan reunifikasi sesaat setelah tahun 2000.68(Lihat Table 1)

Table 1. Prospek Reunifikasi di Korea

Tahun Proyek

Persen 2.1 8.3 20.9 20.8 16.7 16.3

Sumber: Lihat pada Lee Young Sun,”Is Korean Reunification Possible?”, Korea Focus, Vol. 3,

No. 3, 1995, h. 10

66

Yang Seung-Yoon dan Mohtar Mas’oed, “Politik Luar Negeri Korea Selatan : Penyesuaian Diri Terhadap Masyarakat Masyarakat Internasional”, Op Cit, h. 123

67

Fakta-fakta Tentang Korea, Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea Kementerian kebudayaan Olahraga dan Pariwisata, h.

68

Lee Young Sun,”Is Korean Reunification Possible?”, Korea Focus, Vol. 3, No. 3,

(49)

Hasil survey tersebut menunjukan bahwa reunifikasi Korea menunjukan akan mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2000. Perubahan ini akan mengubah sistem perekonomian antar dua Negara tersebut. Perubahan yang terjadi pada kekuatan sistem ekonomi Korea Selatan akan tumbuh secara signifikan, sementara bagi Korea Utara perubahan tersebut dapat mempengaruhi perubahan sistem politiknya.69 Pada tahun 1998, arah kebijakan reunifikasi mengalami reformasi yang cukup baik dari terdahulunya. Presiden Kim Dae-Jung memprakarsai dialog dengan Utara. Kebijakan tersebut disambut baik oleh Kim Jong-il yang merupakan pemimpin tertinggi di Korea Utara. Kedua pemerintahan tersebut bertemu di Pyongyang pada Juni 2000, dan menghasilkan beberapa poin kesepakatan antara Korea Selatan dan Korea Utara.

3.2 Kebijakan Reunifikasi Di Semenanjung Korea

Dalam kebijakan reunifikasi masing-masing, kedua Korea telah menempatkan secara jelas tujuan dan hasil akhir yang ingin dicapai dari permasalahan reunifikasi kedua negara Korea. Dalam kebijakan reunifikasi Korea Utara dan Korea Selatan tampak jelas bahwa terdapat beberapa pokok perbedaan substansial. Namun, dalam kebijakan reunifikasi tersebut, kedua pihak memiliki persamaan pandangan hal yang sama. Antara lain:70

Pertama, kedua Korea telah membuat reunifikasi sebagai tujuan kebijakan utama mereka. Kedua pemimpin dan rakyat Korea percaya bahwa reunifikasi adalah sebuah tugas nasional yang penting bagi politik, ekonomi, dan struktur social mereka.Kedua, walaupun ungkapan secara terperinci dapat berbeda, kedua

69

Ibid. 70

(50)

Korea memiliki pandangan yang sama bahwa pertanyaan reunifikasi merupakan masalah domestic yang penting dan reunifikasi harus dicapai tanpa adanya campur tangan dari kekuatan asing. Ketiga, kedua Korea Menginginkan reunifikasi dicapai dalam suatu cara damai. Tentu saja, Korea pernah berusaha mengkomuniskan seluruh Korea dengan kekuatan angkatan bersenjata, namun disisi lain, paling tidak Korea Utara menginginkan reunifikasi secara damai dengan Korea Selatan.

Masih butuh waktu lama bagi Korea Selatan dan Korea Utara untuk mencapai unifikasi secara damai. Sebab, menurut mantan Presiden Kim Dae Jung, hambatan utama yang dihadapi adalah hambatan psikologis. “ mungkin butuh 21 tahun lebih ”, kedua belah pihak sudah tidak menghendaki peperangan lagi. Namun sama seperti halnya Korea Selatan, Pemimpin Korea Utara Kim Il Sung juga sudah tidak menghendaki lagi adanya peperangan.71 Kesimpulanya, Masa depan dari reunifikasi Korea secara damai sangat tergantung pada keinginan dan kemampuan dari kedua negara Korea tersebut untuk dapat mencoba dan menemukan titik temu ataupun celah-celah konsepsi atau formulasi yang dapat dikompromikan. Namun dengan catatan baik Korea Selatan maupun Korea Utara dapat memiliki sikap nothing to loose dalam kompromi yang nantinya akan dicapai. Ini berarti dilakukan tanpa adanya paksaan dan berasal dari hati nurani dari bangsa Korea akan harapan dalam terwujudnya sebuah bangsa Korea yang satu.

3.3 Perkembangan Reunifikasi Di Semenanjung Korea

Dalam menghadapi Korea Utara, pendekatan yang dilakukan Korea Selatan dilakukan dengan berbagai skenario (Lihat gambar 3.1). Skenario pertama

71

(51)

adalah dengan cara paksa, dalam hal ini penyatuan Korea dilakukan dengan cara terjadinya perebutan atau mengambil ahli paksa kekuasaan baik oleh Korea Selatan atau Korea Utara dengan cara perang. Namun, scenario ini tidak akan dapat menyatukan kedua negara. Skenario kedua adalah mengambil ahli Korea Utara setelah runtuhnya sistem politik di Korea Utara.

Saat ini Korea Utara sedang mengalami kemunduran ekonomi yang sangat parah dan harus membuka diri dengan masyarakat internasional serta harus beradaptasi dengan prinsip-prinsip pasar ekonomi. Namun rangkaian perubahan ini, Korea Utara mampu menyesuaikan diri dan akan mampu untuk menghindar dari pengaruh luar seperti kemakmuran barat, ide-ide demokrasi, dan kebebasan pribadi. Dalam hal ini, pengaruh tersebut akan mempengaruhi dan melemahkan dasar ideologi yang berpusat pada dokrin Juche. Ideologi telah djadikan alat penilaian dan pembenaran dalam realitas yang selama ini dihadapi oleh Korea Utara. dan pada saat yang sama djadikan sebagai ideologi yang mengatur kehidupan rakyat Korea Utara. Namun pada akhirnya, Korea Utara akan runtuh dan reunifikasi di Korea akan terwujud. Runtuhnya Korea Utara mungkin juga disebabkan oleh berbagai hal seperti kudeta militer. Namun hal tersebut sepertinya tidak akan pernah terjadi di Korea Utara.

Gambar

Tabel 2 : Bantuan Negara-negara dan Indivindu ke Korea Utara………..
Gambar 3.1 : Contoh Kemungkinan dari Proses Unifikasi Korea……
Gambar 2.1 Peta Korea
Table 1. Prospek Reunifikasi di Korea
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada kesempatan ini disampaikan beberapa hasil penelitian dan uji lapang tentang pemanfaatan bahan pakan limbah pertanian dan agroindustri potensial yang bernilai harga

Interaksi antara macam pupuk dengan macam varietas menunjukkan tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun, saat berbunga, berat kering

Rendra (the owner) started a business by depositing RM15,000 into his business bank account. Nov 3 Bought goods from Medina Enterprise on credit worth RM5.000. Nov 5 Sold goods

In 2016, unprocessed cheese recorded a 48% value share of total cheese, which was an increase on its share from the previous year due to strong performances from portion and

Bagaimana perbandingan nilai average delay yang dihasilkan oleh algoritma penjadwalan mmSIR dan mSIR pada jaringan wimax untuk kelas layanan rtPS.. Bagaimana performansi

Tujuan dari penelitian ini, Untuk mengidentifikasi dan mendeteksi kerusakan bantalan akibat korosi pada pompa sentrifugal dengan kondisi yang telah ditentukan melalui

Saya menyatkan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul ; “PENELITIAN KOMPOSIT GERABAH, PASIR BESI, SKAM PADI DENGAN FARIASI FRAKSI VOLUME “’ yang dibuat untuk

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puji (2007), tentang efektivitas senam dismenore dalam mengurangi nyeri dismenore pada remaja putri di SMU N 5 Semarang menunjukkan