PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI TERHADAP KINERJA USAHA KECIL
DI SUMATERA BARAT
ZEDNITA AZRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
tesis saya yang berjudul:
PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI
TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan
pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh
sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang
digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 5 Februari 2008
ABSTRACT
Rural banks (BPRs) have some roles to small industries especially in rural area, but they have some problems to conduct their roles. Several efforts were needed to improve the rural bank performance, for example rural bank construction by Bank Nagari. The objectives of this study were: (1) to describe of Bank Nagari construction activities to rural banks, (2) to compare financial performance between constructed rural banks and non-constructed rural banks, (3) analyzing the impact of credit to the increasing of small industries performance. Those objectives can be analyzed using descriptive approaches and econometrics in form of small industries model as simultaneous equation. The result showed that Bank Nagari have constructed BPR in form: (1) establishment of BPRs, (2) accretion of BPRs, and (3) recovery of BPRs. Bank Nagari could construct rural bank especially in transfering of management, training and education activity, monitoring and evaluation, but there were several activities that must be increased. For example Bank Nagari should make the schedule of training and education periodically, and establish the online system network. The financial performance of constructed rural bank was better than non-constructed rural bank but not significantly. Amount of credit that received by small industries was only significant to omzet small industries but not significant to using labor. There was no difference between the performance of constructed rural bank’s credit clients and non-constructed rural bank’s credit clients.
RINGKASAN
Bank Perkeditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang
terutama untuk melayani jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah
terutama usaha kecil di Indonesia. Peran BPR kepada usaha kecil dianggap
penting bagi peningkatan pembiayaan usaha mikro dan kecil, karena selama ini
usaha kecil sebagai sektor yang berperan penting dalam perekonomian
Indonesia memerlukan suntikan modal dari pihak luar. Namun demikian, peran
BPR dalam pembiayan usaha kecil tersebut masih menempati porsi yang relatif
kecil dibandingkan pembiayaan oleh bank umum. Hal ini tidak terlepas dari
kondisi BPR yang secara umum masih menghadapi berbagai kendala dan
tantangan dalam memberikan pelayanan kepada usaha kecil, seperti: struktur
pendanaan BPR belum didukung oleh permodalan yang kuat, kualitas
sumberdaya yang belum memadai sehingga menyebabkan tingginya biaya
overhead dalam operasional BPR, dan belum adanya lembaga pendukung
industri BPR yang dapat berfungsi sebagai penyangga dana likuiditas bagi BPR.
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi BPR dan untuk meningkatkan
perkembangan BPR di Sumatera Barat, Bank Nagari telah berusaha untuk
melakukan kegiatan pembinaan kepada beberapa BPR di Sumatera Barat. Bank
Nagari telah memiliki 49 BPR binaan sampai akhir tahun 2006. Pembinaan yang
telah dilakukan Bank Nagari kepada BPR binaannya selama ini dalam bentuk
antara lain penyertaan modal kepada BPR, pelatihan kepada karyawan BPR,
pengawasan dan monitoring.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah : (1) menelaah perkembangan pembinaan terhadap BPR
yang telah dilakukan oleh Bank Nagari selama ini, (2) membandingkan kinerja
faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) menganalisis peranan kredit BPR
terhadap kinerja usaha kecil di Sumatera Barat.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja BPR binaan Bank Nagari di
Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan sejak bulan April sampai September
2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Penelitian dilakukan pada tiga tingkat, yaitu tingkat Bank Nagari,
tingkat BPR dan usaha kecil. Penelitian pada tingkat Bank Nagari hanya
mengetahui pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Nagari terhadap BPR
binaannya selama ini. Penelitian di tingkat BPR dilakukan dengan
membandingkan kinerja BPR binaan Bank Nagari dengan non-binaan Bank
Nagari. Pengambilan sampel BPR hanya dilakukan pada satu kabupaten yang
ada di Sumatera Barat, kabupaten yang dijadikan sebagai lokasi pemilihan
sampel BPR adalah Kabupaten 50 Kota. Pemilihan kabupaten ini dilakukan
secara purposive karena Kabupaten 50 Kota memiliki jumlah BPR binaan Bank
Nagari yang paling banyak. Sampel BPR dipilih secara acak sebanyak 3 BPR
binaan Bank Nagari dan 3 BPR non-binaan Bank Nagari. Teknik pengambilan
sampel pada nasabah dilakukan secara Stratified Proporsional Random
Sampling pada 3 BPR sampel yang terpilih. Jumlah total sampel adalah
sebanyak 165 orang.
Untuk menilai tingkat efektifitas pembinaan yang telah dilakukan oleh
Bank Nagari digunakan analisis Skala Likert. Analisis perbandingan kinerja
BPR binaan Bank Nagari dengan BPR non-binaan dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif yang didasarkan
kepada aspek keuangan dan manajemen. Analisis untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BPR dilakukan dengan menggunakan analisis
korelasi dengan menggunakan pool data dari tahun 2003 sampai tahun 2006.
dianalisis dengan menggunakan model persamaan simultan. Persamaan
tersebut terdiri dari besar kredit, nilai omset penjualan, nilai keuntungan, asset
yang dimiliki usaha kecil, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan
tenaga kerja luar keluarga, dan penggunaan tenaga kerja total. Analisis model
pengembalian kredit menggunakan model logit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pembinaan yang telah
dilakukan oleh Bank Nagari terhadap BPR selama ini dapat dibagi menjadi 3
(tiga) kegiatan pokok, yaitu (1) melakukan pembentukan BPR, (2) melakukan
penyertaan modal kepada BPR, dan (3) melakukan pengakuisisian BPR yang
tidak aktif lagi. Kegiatan pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Nagari
dalam aspek manajemen, sistem operasional, pendidikan dan pelatihan, serta
pengawasan monitoring terhadap BPR binaan sudah cukup efektif, namun masih
ada beberapa kegiatan yang belum berjalan maksimal yaitu: (1) belum adanya
jadwal pendidikan dan pelatihan secara teratur pada setiap tahun anggaran, (2)
sistem informasi kepada BPR binaan masih manual belum menggunakan sistem
online, (3) sistem pengawasan oleh komisaris BPR yang merupakan pegawai
Bank Nagari belum optimal. BPR binaan Bank Nagari memiliki kinerja yang lebih
baik daripada BPR non-binaan, namun tidak terlalu berbeda nyata. Derajat
hubungan korelasi yang terbesar terhadap tingkat kesehatan BPR terjadi pada
jumlah nasabah sedangkan jumlah modal memiliki hubungan korelasi yang
terkecil terhadap tingkat kesehatan BPR. Kredit yang diterima usaha kecil
berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset penjualan, namun
tidak berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil.
Kinerja usaha nasabah BPR binaan Bank Nagari ternyata tidak berbeda nyata
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI TERHADAP KINERJA USAHA KECIL
DI SUMATERA BARAT
ZEDNITA AZRIANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian Tesis Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA ISTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Peranan Bank Perkreditan Rakyat Binaan
Bank Nagari terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat
Nama Mahasiswa : Zednita Azriani
Nomor Pokok : A151050071
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Harianto, MS Dr.Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan ridhoNya penelitian dengan judul ”Peranan Bank Perkreditan Rakyat
Binaan Bank Nagari Terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat” dapat
diselesaikan dengan baik.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku ketua komisi pembimbing atas segala saran,
arahan dan bimbingannya serta waktu yang telah diberikan selama
penelitian dan penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih
penulis tujukan kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku anggota
komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan kritik serta waktu
dalam penyelesai tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) atas segala masukan dan sarannya selama
penyusunan tesis ini.
3. Kepala Divisi Mikro Banking Bank Nagari, serta kepada Direksi BPR
Harau, BPR Labuh Gunung, BPR Suliki Gunung Mas, BPR Guguk Mas
Makmur, BPR Bunsu Sinamar Makmur, dan BPR Sulit Air serta pegawai
kredit yang telah bersedia membantu dan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memperoleh informasi
serta atas kerjasama yang telah diberikan selama penelitian
berlangsung.
4. Rektor Universitas Andalas, Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan
yang diberikan kepada penulis pada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
5. Teman-teman EPN angkatan 2005: Mbak Ve serta Abang Rasyidin,
Yusuf, Mbak Dewi, Budi, Lala, Pak Wiji, Pini, buyung, Buk Ranti, dan
teman-teman tanpa terkecuali atas kerjasama dan bantuannya dalam
penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
pegawai sekretariat EPN atas kerjasama dan bantuannya selama ini.
6. Keluarga tercinta Mama dan Papa yang selalu mendoakan keberhasilan
putrinya, serta kepada suami dan anak tercinta atas segala pengertian
dan pengorbanannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik guna penyempurnaan tesis
ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat,
pemerintah, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Bogor, 5 Februari 2008
Zednita Azriani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat pada tanggal
23 September 1977, yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara
dengan orang tua Bapanda Zarkani Boer dan Ibunda Nuraini Ali Syam.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada Tahun 1990 dari SD
05 Kecamatan Nanggalo Padang, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan pada Tahun 1993 dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 12
Padang, dan pendidikan Sekolah Menangah Atas diselesaikan Tahun 1996 dari
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 3 Padang. Pada tahun yang sama
penulis masuk Universitas Andalas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan
jalur PMDK. Penulis berhasil memperoleh gelar Sarjana Pertanian dan lulus
dengan prediket ”Cum Laude” Tahun 2000 dari Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang.
Sejak Tahun 2001 penulis diterima sebagai staf pengajar di Program
Studi Agribisnis pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Andalas.
Pada Tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian
Bogor dengan Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS) Dirjen
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis telah menikah sejak Tahun 2002 dengan suami yang bernama
Irgon Sukafdi, SP serta telah dikaruniai satu orang anak yang bernama Rasyid
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Lembaga Keuangan dan Perkreditan ... 11
2.2. Sejarah dan Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia ... 13
2.3. Arah Kebijakan Perbankan ke Depan ... 16
2.4. Penilaian Kinerja Bank Perkreditan Rakyat ... 17
2.5. Penelitian Terdahulu ... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 34
3.1. Kerangka Teoritis ... 34
3.1.1. Dampak Kredit terhadap Kinerja Usaha Kecil ... 34
3.1.2. Kredit dan Tingkat Penggunaan Input ... 35
3.1.3. Perhitungan Pengembalian Kredit... 41
3.2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 45
3.3. Hipotesis ... 47
IV. METODE PENELITIAN ... 49
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49
4.2. Data dan Sumber Data ... 49
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 50
4.4. Analisis Data ... 52
4.4.2. Analisis Perbandingan Kinerja Bank Perkreditan
Rakyat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.... 53
4.4.3. Analisis Peranan Bank Perkreditan Rakyat terhadap Kinerja Usaha Kecil... 56
4.4.4. Definisi Operasional... 61
4.4.5. Prosedur Analisis ... 62
V. PEMBINAAN BANK NAGARI TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DI SUMATERA BARAT ... 66
5.1. Sejarah Singkat Lumbung Pitih Nagari ... 66
5.2. Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat Oleh Bank Nagari... 67 5.2.1. Penyertaan Modal Bank Nagari pada Bank Perkreditan Rakyat... 69
5.2.2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Kelompok Bank Nagari... 70
5.2.3. Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat – Lumbung Pitih Nagari ... 71
5.3. Keberhasilan Pembinaan Bank Perkreditan Rakyat oleh Bank Nagari... 72
VI. PERBANDINGAN KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT NON-BINAAN BANK NAGARI... 75
6.1. Profil Bank Perkreditan Rakyat Sampel ... 75
6.1.1. Profil Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari... 75
6.1.2. Profil Bank Perkreditan Rakyat Non-binaan Bank Nagari... 85
6.2. Analisis Perbandingan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari dan Bank Perkreditan Rakyat Non- binaan Bank Nagari... 91
6.2.1. Perkembangan Aspek Permodalan ... 91
6.2.2. Kualitas Asset ... 93
6.2.3. Kualitas Manajemen... 93
6.2.4. Rentabilitas... 96
6.2.5. Likuiditas... 98
6.2.6. Resiko Kredit... 99
6.4. Hasil Analisis Korelasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat ... 104
VII. PERANAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT TERHADAP KINERJA USAHA KECIL... 107
7.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Kecil... 107
7.1.1. Hubungan Tingkat Umur Pemilik Usaha Kecil dengan Omset Yang Dimiliki... 111
7.1.2. Hubungan Lama Pendidikan Pemilik Usaha Kecil dengan Nilai Omset Penjualan... 112
7.1.3. Hubungan Pengalaman Usaha dengan Nilai Omset Penjualan Usaha Kecil... 113
7.1.4. Perilaku Kredit Pemilik Usaha Kecil Sebagai Nasabah Bank Perkreditan Rakyat ... 114
7.2. Hasil Pendugaan Kinerja Usaha Kecil... 117
7.2.1. Besar Kredit Usaha Kecil... 117
7.2.2. Nilai Omset Penjualan Usaha Kecil... 119
7.2.3. Keuntungan Usaha Kecil……….. 121
7.2.4. Nilai Asset Usaha Kecil………. 122
7.2.5. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga………... 123
7.2.6. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga………….... 125
7.2.7. Pengembalian Kredit Usaha Kecil………... 126
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN…………... 129
8.1. Kesimpulan... 8.2. Saran... 129 130 DAFTAR PUSTAKA ... 131
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Jumlah dan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Seluruh Indonesia ...……….... 3
2. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Barat Tahun 2001-2005 ... 5
3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari Tahun 2001-2005 ... 8
4. Faktor-Faktor dan Komponen Penilaian Bank Perkreditan
Rakyat serta Bobot Penilaian ... 23
5. Indikator Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan Pembobotan Faktor Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat... 55
6. Status Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Barat Tahun
1990... 67
7. Perkembangan Jumlah Karyawan Bank Perkreditan Rakyat
Sampel Tahun 2003 -2006………... 91
8. Perkembangan Capital Adequacy Ratio Bank Perkreditan
Rakyat Sampel dari Tahun 2003 – 2006... 92
9. Perkembangan Tingkat Kualitas Aktiva Produktif Bank
Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 93
10. Hasil Penilaian Aspek Manajemen pada Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2006... 94
11. Perkembangan Produktifitas Pegawai Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 95
12. Perkembangan Jumlah Nasabah pada Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 96
13. Perkembangan Nilai Return On Asset Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 97
14. Perkembangan Nilai Biaya Operasional Pendapatan Operasional Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 98
15. Perkembangan Nilai Loan to Deposito Ratio Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 99
Sampel Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006... 100
17. Perkembangan Nilai Non Performing Loan Ratio BPR Sampel Tahun 2003-2006... 101
18. Kondisi Kredit Yang Disalurkan Bank Perkreditan Rakyat
Sampel Tahun 2006... 101
19. Batas Minimum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat... 103
20. Ringkasan Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 103
21. Hasil Analisis Koefisien Korelasi Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat Sampel... 105
22. Rata-rata Karakteristik Sampel Nasabah Bank Perkreditan Rakyat Binaan dan Bank Perkreditan Rakyat Non-binaan
Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006…... 107
23. Rata-rata Kinerja Usaha Responden Nasabah Bank
Perkreditan Rakyat Binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank Nagari Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006 109
24. Tabulasi Silang antara Tingkat Umur dengan Nilai Omset
Penjualan Nasabah Sampel………... 111
25. Tabulasi Silang antara Lama Pendidikan Pemilik Usaha Kecil
dengan Nilai Omset Penjualan Nasabah Sampel... 112
26. Tabulasi Silang Pengalaman Usaha dengan Nilai Omset Penjualan Nasabah Usaha Kecil Bank Perkreditan Rakyat
Sampel Tahun 2006 …... 113
27. Rata-rata Perilaku Kredit oleh Sampel Nasabah Bank
Perkreditan Rakyat Binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank Nagari………... 114
28. Pengelompokan Penggunaan Kredit yang Diterima Usaha
Kecil…... 116
29. Hasil Pendugaan Besar Kredit yang Diterima Usaha Kecil……... 117
30. Alasan-alasan Responden Nasabah Bank Perkreditan Rakyat untuk Meminjam Kredit ke Bank Perkreditan Rakyat…….…... 118
32. Hasil Pendugaan Nilai Keuntungan Responden Nasabah
Usaha Kecil………... 121
33. Hasil Pendugaan Nilai Asset Usaha Kecil Responden Nasabah Usaha Kecil………. 122
34. Hasil Pendugaan Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usaha Kecil………... 123
35. Hasil Pendugaan Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
Usaha Kecil………... 125
36. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Bank Perkreditan Rakyat oleh Usaha
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Penggunaan Masukan
Produk Total dan Nilai Produk Marginal ………... 37
2. Pengaruh Kredit Terhadap Kombinasi Input Biaya Minimum
dan Jalur Perluasan Usaha ... 41
3. Kerangka Konseptual Dampak Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Aspek Pembinaan dan Indikator Pembinaan Bank
Perkreditan Rakyat oleh Bank Nagari ... 135
2. Hasil Perhitungan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 141
3. Data yang Digunakan untuk Analisis Korelasi Bank
Perkreditan Rakyat Sampel... 143
4. Hasil Analisis Korelasi Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat Sampel... 145
5. Hasil Uji Beda rata-rata Capital Adequacy Ratio Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank Nagari………... 146
6. Hasil Uji Beda rata-rata Kualitas Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari... 147
7. Uji Beda rata-rata Produktifitas pegawai Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan
Bank Nagari... 148
8. Uji Beda rata-rata Jumlah nasabah Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank
Nagari ... 149
9. Hasil Uji beda rata-rata Return On Assets Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan
Bank Nagari ... 150
10. Hasil Uji Beda rata-rata Biaya Operasional Pendapatan Operasional Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank Nagari ... 151
11. Hasil Uji beda rata-rata Loan to Deposito Ratio Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 152
12. Hasil Uji beda rata-rata Non Performing Loan Ratio Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
13. Hasil Uji beda rata-rata Pengalaman Usaha nasabah Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 154
14. Hasil Uji beda rata-rata lama pendidikan nasabah Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari………. 155
15. Hasil Uji beda rata-rata keuntungan nasabah Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 156
16. Hasil Uji beda rata-rata nilai asset nasabah Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 157
17. Hasil Uji beda rata-rata nilai omset nasabah Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari………. 158
18. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model Kinerja
Usaha Kecil... 159
19. Program Pendugaan Model Kinerja Usaha Kecil dengan Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan Menggunakan
Program SAS Versi 8 ………... 166
20. Hasil Pengolahan Model Kinerja Usaha Kecil dengan Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan Menggunakan Program
SAS Versi 8………... 167
21. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model
Pengembalian Kredit BPR oleh Usaha Kecil……….. 173
22. Program Pengolahan Model Pengembalian Kredit Usaha Kecil dengan Metode Logit Menggunakan Program SAS
Versi 8…... 177
23. Hasil Pengolahan Model Pengembalian Kredit dengan
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang
dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan
bagi masyarakat ekonomi lemah terutama usaha kecil di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensiona dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Usaha Bank Perkreditan Rakyat dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 meliputi: (1) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu, (2) memberikan kredit, (3) menyediakan pembiayaan
bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan pemerintah, dan (4) menempatkan dananya dalam
bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito,
dan/atau tabungan pada bank lain.
BPR telah tumbuh dan berkembang sebagai lembaga keuangan kecil di
masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini. BPR merupakan ujung tombak
dalam memacu pertumbuhan ekonomi khususnya untuk mengembangkan usaha
kecil. BPR merupakan bank yang menjadi perhatian masyarakat, khususnya
masyarakat usaha mikro dan kecil sejak tahun 2003. Kondisi itu wajar karena
BPR memang lahir dari bawah oleh dan untuk masyarakat bawah, sehingga BPR
tetap menyatu dengan masyarakat. Keberadaan BPR di Indonesia ternyata
mampu menunjukkan perannya memberikan pelayanan jasa keuangan kepada
yang positif. Dari kondisi tersebut, tergambar kepercayaan masyarakat terhadap
BPR semakin meningkat. Peningkatan kepercayaan itu tidak hanya diakibatkan
performance BPR yang semakin baik, tetapi ditunjang juga oleh semakin
dipermudahnya pengucuran modal kepada pelaku usaha kecil (Luthan, 2006).
Keberadaan BPR yang selama ini telah melayani usaha kecil semakin
dirasakan penting. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik operasional BPR yang
sesuai dengan nasabah yang dilayani yaitu prosedur yang sederhana dan waktu
pemrosesan yang singkat (Bank Indonesia, 2006a). Peran BPR kepada usaha
kecil dianggap penting bagi peningkatan pembiayaan usaha mikro dan kecil,
karena selama ini usaha kecil sebagai sektor yang berperan penting dalam
perekonomian Indonesia memerlukan suntikan modal dari pihak luar.
Peran usaha kecil yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap
produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga
kerja. Kontribusi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Poduk
Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 adalah sebesar 56.7 persen dari total
PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41.1 persen
dan skala usaha menengah sebesar 15.6 persen. Atas dasar harga konstan
tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UMKM pada tahun 2003 tercatat sebesar 4.6
persen atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional yang tercatat sebesar 4.1
persen. Sementara pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42.4
juta unit usaha atau 99.9 persen dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian
terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih
dari 79.0 juta tenaga kerja atau 99.5 persen dari jumlah tenaga kerja, meliputi
usaha mikro dan kecil sebanyak 70.3 juta tenaga kerja dan usaha menengah
sebanyak 8.7 juta tenaga kerja (Badan Perencanaan Nasional, 2004).
BPR mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari segi jumlah
terlihat bahwa jumlah BPR dari tahun 2002 sampai 2004 mengalami
peningkatan, namun sejak tahun 2005 terjadi sedikit penurunan jumlah BPR.
Meskipun jumlah BPR mengalami penurunan, namun kegiatan usaha yang
dijalankan seperti jumlah tabungan, jumlah deposito, jumlah kredit yang diberikan
dan volume usaha tetap mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah
nasabah BPR juga mengalami peningkatan setiap tahun, kecuali nasabah
deposito yang mengalami penurunan pada tahun 2004 tapi kembali meningkat
dari tahun 2005 sampai sekarang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pasar
BPR masih menjanjikan dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak (Bank
Indonesia, 2006b).
Tabel 1. Perkembangan Jumlah dan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Seluruh Indonesia Tahun 2002-2006
Aspek 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah BPR (unit) 2 141 2 141 2 158 2 009 1 901 Tabungan (Rp) 2 001 608 031 2 616 834 968 3 301 322 557 3 757 223 413 4 447 586 613 Deposito (Rp) 4 124 398 431 6 151 198 247 7 859 700 689 9 420 748 545 11 113 273 947 Kredit Yang
Diberikan (Rp) 6 682 855 972 8 984 844 880 12 149 078 727 14 654 080 238 17 040 559 301 Jumlah nasabah
tabungan (Org) 4 891 000 5 045 552 5 439 438 5 672 116 6 420 730 Jumlah nasabah
deposito (Org) 438 000 489 359 321 557 332 299 361 423 Jumlah Debitur (Org) 1 825 000 1 993 128 2 166 685 2 478 390 2 486 725 Volume Usaha (Rp) 9 079 569 710 12 634 523 508 16 706 911 084 20 311 943 426 22 824 940 156 Sumber : Bank Indonesia, 2006b
Namun demikian, peran BPR dalam pembiayaan usaha kecil tersebut
masih menempati porsi yang relatif kecil dibandingkan pembiayaan oleh bank
umum. Hal ini tidak terlepas dari kondisi BPR yang secara umum masih
menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam memberikan pelayanan
kepada usaha kecil, yaitu: (1) struktur pendanaan BPR belum didukung oleh
permodalan yang kuat serta keterbatasan dalam menghimpunan dana
masyarakat, (2) kualitas sumberdaya yang belum memadai baik ditingkat
manajerial maupun teknis operasional sehingga menyebabkan tingginya biaya
menjadi tinggi, (3) belum adanya sarana pendukung industri BPR seperti
lembaga yang dapat berfungsi sebagai penyangga dana likuiditas bagi BPR, (4)
lemahnya pengendalian dan inefisiensi kegiatan operasional, dan (5)
terkonsentrasinya BPR di Jawa dan Bali yang menyebabkan pelayanan BPR
kepada usaha kecil tidak merata di seluruh Indonesia (Bank Indonesia, 2006a).
Berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi BPR tersebut perlu diatasi
dengan melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
perkembangan BPR, sehingga pada akhirnya perkembangan BPR tersebut akan
memberikan dampak positif terhadap perkembangan usaha kecil di seluruh
Indonesia.
Sumatera Barat sebagai propinsi yang sektor usahanya didominasi oleh
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan didukung oleh faktor sosial budaya
masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan yang relatif lebih tinggi, maka
dengan kebijaksanaan pengembangan UMK yang terencana akan memberikan
manfaat maksimum terhadap pembangunan ekonomi daerah seperti penciptaan
lapangan kerja, penyediaan barang dan jasa, pemerataan pembangunan, dan
alih teknologi. Jumlah UMKM yang ada di sumatera Barat sampai tahun 2003
adalah sekitar 42.000 unit, dan sekitar 90 persen dari jumlah tersebut merupakan
usaha mikro dan kecil. Adanya lembaga keuangan lokal merupakan salah satu
faktor penting untuk mendukung percepatan pengembangan UMK di daerah.
Lembaga keuangan lokal yang telah banyak berperan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah di Sumatera Barat selama ini adalah Bank
Perkreditan Rakyat (Herri, et al. 2006).
Propinsi Sumatera Barat telah memiliki lembaga keuangan mikro yang
telah berkembang dari zaman penjajahan. Lembaga keuangan mikro yang lebih
berakar kepada masyarakat disebut Lumbung Pitih Nagari (LPN) yang sejak
Barat sampai dengan akhir tahun 2005 berjumlah 103 BPR dengan jumlah kantor
sebanyak 131 unit. Dari 103 BPR yang ada di Sumatera Barat, sebanyak 45 BPR
merupakan BPR Binaan Bank Nagari sedangkan sisanya merupakan BPR Gebu
Minang dan BPR lainnya. Adapun perkembangan kinerja BPR yang ada di
Sumatera Barat untuk beberapa tahun terakhir tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Barat Tahun 2001-2005
(Juta Rupiah)
No Kriteria Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
1. Jumlah Aktiva 119 015 178 902 257 376 354 879 430 288 2. Posisi dana simpanan 74 171 119 023 117 688 249 171 283 248 3. Posisi Kredit 81 189 121 407 169 436 246 710 298 469 Sumber : Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Sumatera Barat,
2006
Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah aktiva, posisi
dana simpanan dan kredit setiap tahunnya. Peningkatan jumlah aktiva rata-rata
setiap tahunnya adalah sebesar 38.33 persen. Perkembangan posisi dana
simpanan juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Posisi dana
simpanan pada tahun 2005 sebesar Rp. 283.248 miliar atau meningkat sebesar
281.9 persen dari tahun 2001, sedangkan peningkatan dana simpanan rata-rata
pertahun adalah sebesar 92.28 persen. Perkembangan posisi kredit pada tahun
2005 sebesar Rp. 298.469 miliar atau meningkat sebesar 267.6 persen dari
tahun 2001. Peningkatan rata-rata posisi kredit setiap tahunnya adalah sebesar
209.01 persen. Namun peranan BPR dalam pemberian kredit kepada usaha
kecil sampai dengan akhir tahun 2005 hanya sebesar 7.62 persen dari jumlah
kredit mikro dan kecil yang disalurkan perbankan di Sumatera Barat. Masih
kecilnya proporsi kredit yang diberikan oleh BPR tidak terlepas dari berbagai
1.2. Perumusan Masalah
BPR di Sumatera Barat selama ini masih menghadapi berbagai masalah
dalam melakukan kegiatan usahanya. Masalah-masalah tersebut antara lain
adalah: (1) rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) yang dimiliki, (2)
terbatasnya kemampuan dalam menghimpun dana pihak ketiga dan tingginya
tingkat persaingan dengan bank umum, (3) tingkat bunga kredit yang tinggi
sehingga tidak dapat mengimbangi bank umum yang mempunyai segmen pasar
yang sama dengan BPR, (4) keterbatasan modal dan teknologi informasi yang
belum memadai, dan (5) belum berfungsinya kelembagaan pendukung BPR
sebagai penyangga dana likuiditas BPR dalam rangka menciptakan efisiensi
kegiatan operasional dan meningkatkan kapasitas BPR (Luthan, 2006) .
Permasalahan utama yang dihadapi BPR di Sumatera Barat yaitu belum
sepenuhnya berfungsi lembaga pendukung industri BPR dalam rangka
menciptakan efisiensi kegiatan operasional dan meningkatkan kapasitas BPR
untuk mencari sumber-sumber pendanaan yang murah serta memperluas
jaringan. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi BPR dan untuk meningkatkan
perkembangan BPR di Sumatera Barat, Bank Nagari telah melakukan
pembinaan kepada beberapa BPR yang ada di Sumatera Barat. Kegiatan
pembinaan dilakukan oleh Bank Nagari pada awalnya kepada Lumbung Pitih
Nagari (LPN) sejak tahun 1978, dan seiring dengan perubahan nama LPN
menjadi LPN maka Bank Nagari juga melakukan pembinaan kepada
BPR-LPN yang sekarang disebut BPR. Peranan Bank Nagari dalam pengembangan
BPR juga diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 15
Tahun 1992 tentang Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat, yaitu Bab V
mengembangkan Bank Perkreditan Rakyat yang dibina dan dimiliki oleh
Pemerintah Daerah”.
Pembinaan terhadap BPR juga didukung oleh tugas pokok Bank Nagari
sebagai Bank Pembangunan Daerah yang bertugas untuk membantu atau
mendorong pembangunan daerah di segala bidang dan menambah sumber
pendapatan daerah serta menunjang pengembangan dunia usaha dan
pertumbuhan ekonomi dengan tujuan mempertinggi taraf hidup rakyat. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, kegiatan Bank Nagari meliputi kegiatan
pengerahan dana, perkreditan, pemegang kas daerah, dan pembinaan kepada
LPN atau BPR. Kegiatan pembinaan kepada BPR terutama bertujuan untuk
membantu pembentukan BPR dan operasional BPR karena kendala-kendala
yang dihadapi BPR.
Pembinaan yang telah dilakukan Bank Nagari kepada BPR binaannya
selama ini dalam bentuk antara lain pendirian BPR baru, penyertaan modal
kepada BPR, pelatihan kepada karyawan BPR, pengawasan dan monitoring.
Dengan adanya pembinaan tersebut, diharapkan BPR akan memiliki kinerja dan
manajemen yang lebih baik. Untuk itu perlu dilihat sejauhmana pembinaan yang
telah dilakukan oleh Bank Nagari kepada BPR binaannya selama ini?
BPR yang telah tergabung dalam binaan Bank Nagari sampai tahun
2005 berjumlah 45 unit yang tersebar pada wilayah kecamatan di Kabupaten
atau Kota di Sumatera Barat. Perkembangan BPR binaan Bank Nagari dapat
dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa secara keseluruhan terjadi
peningkatan volume neraca, jumlah tabungan, deposito dan kredit yang diberikan
setiap tahunnya. Namun pada tahun 2005 persentase peningkatan
perkembangan BPR binaan Bank Nagari mengalami penurunan. Peningkatan
terbesar terjadi pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
2006 adalah sektor pertanian sebesar 14.18 persen, perdagangan sebesar
46.51 persen, perindustrian sebesar 1.5 persen, jasa-jasa sebesar 11.33
persen, dan lainnya sebesar 25.11 persen (Bank Nagari, 2006).
Tabel 3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari Tahun 2001 – 2005
No. Keterangan Posisi (miliar rupiah)
2001 2002 2003 2004 2005 2. Tabungan 34.377 46.408
(35.00) Sumber : Bank Nagari, Company Profile BPR Binaan Bank Nagari, 2006 Keterangan:
(…….) = Persentase pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya
Terjadinya peningkatan kinerja BPR binaan beberapa tahun terakhir
mengindikasikan organisasi BPR binaan telah cukup baik. Namun demikian,
kinerja BPR binaan Bank Nagari belum bisa dikatakan lebih baik dibandingkan
dengan kinerja BPR non-binaan Bank Nagari. Untuk itu perlu diidentifikasi
apakah BPR binaan Bank Nagari memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan BPR non-binaan, faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja tersebut?
Peningkatan kinerja BPR diharapkan akan mampu memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada usaha kecil. Permodalan yang lebih baik
diharapkan akan meningkatkan kinerja dari usaha kecil. Peningkatan kinerja
usaha kecil dapat dilihat dari segi ekonomi dalam hal peningkatan input yang
digunakan, omset penjualan, keuntungan, dan jumlah asset yang dimiliki.
Namun saat ini share BPR dalam membiayai usaha kecil masih relatif
rendah. Berdasarkan komposisi kredit yang diberikan menurut kelompok bank di
Sumatera Barat tahun 2004, terlihat porsi kredit yang disalurkan oleh BPR hanya
Sumatera Barat dan dari total kredit usaha kecil yang disalurkan perbankan di
Sumatera Barat hanya 7.62 persen yang disalurkan oleh BPR (Bank Indonesia,
2006c). Sedangkan dari sisi usaha kecil sendiri menunjukkan masih banyak
usaha kecil yang menggunakan modal sendiri dan memiliki minat yang rendah
untuk akses kepada BPR, sementara usaha kecil itu sendiri membutuhkan
tambahan modal. Sebanyak 60 persen dari permodalan UKM di Sumatera Barat
bersumber dari modal sendiri, dan 20 persen permodalan tersebut berasal dari
keuangan keluarga yang digabungkan sehingga banyak UKM yang berbentuk
usaha bersama anggota keluarga. UKM di Sumatera Barat diperkirakan baru
sekitar 14 persen yang mengakses perbankan sebagai satu sumber permodalan.
Dari kondisi tersebut maka perlu mengkaji bagaimana dampak BPR binaan
Bank Nagari terhadap peningkatan kinerja usaha kecil di Sumatera Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah :
1. Menelaah perkembangan pembinaan terhadap BPR yang telah dilakukan
oleh Bank Nagari selama ini.
2. Membandingkan kinerja BPR yang menjadi binaan Bank Nagari dengan
BPR non-binaan Bank Nagari dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Menganalisis dampak kredit BPR terhadap peningkatan kinerja usaha kecil
di Sumatera Barat.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada wilayah BPR binaan Bank Nagari di
Sumatera Barat. Sampel BPR diambil berdasarkan BPR yang menjadi binaan
kecil diperoleh dari sampel BPR binaan dan BPR non-binaan Bank Nagari.
Sampel nasabah yang diambil dibagi dalam 3 kategori, yaitu sektor pertanian,
sektor perdagangan,dan industri kecil. Metode analisis yang digunakan yaitu
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Peningkatan kinerja yang dimaksud
adalah peningkatan penggunaan tenaga kerja, omset penjualan, keuntungan,
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lembaga Keuangan dan Perkreditan
Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang
keuangan, secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan
menyalurkannya kepada masyarakat, terutama untuk membiayai investasi
perusahaan-perusahaan (Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
Kep-38/MKIV/I/72). Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga
yang menyediakan beragam pelayanan keuangan, seperti tabungan, pinjaman
atau kredit yang melayani masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha mikro
yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal. Lembaga keuangan mikro
berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro dan masyarakat
kecil (Suyatno, 1997).
LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori
yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa).
Sedangkan yang bersifat non bank adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit
Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Baitul Mal
Wattanwil (BMT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dan credit union.
Secara umum lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan
penyalur dana bagi nasabahnya. Salah satu bentuk penyaluran dana adalah
kredit. Peran kredit merupakan kebutuhan penting bagi nasabah, dan juga
menjadi penggerak utama perkembangan lembaga keuangan. Istilah kredit
berasal dari bahasa Yunani "credere" yang berarti kepercayaan (truth atau faith).
memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) dimasa
mendatang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang
dijanjikan itu dapat berupa barang, uang, atau jasa ( Suyatno, 1997).
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok
Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang, atau tagihan,
yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain, dalam hal mana peminjam berkewajiban melunasi
hutangnya dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau
pembagian hasil keuntungan. Sedangkan kredit mikro merupakan kredit yang
diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun
kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per
tahun.
Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga perkreditan didasarkan atas
kepercayaan, sehingga dengan demikian kredit merupakan pemberian
kepercayaan. Ini berarti bahwa suatu lembaga, baru akan memberikan kredit
kalau betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman
yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah
disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga
perkreditan tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam kredit
adalah: (1) kepercayaan yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang,
(2) waktuyaitu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontrak
prestasi yang diterima pada masa yang akan datang, (3) degree of risk yaitu
suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang
diterimanya pada masa yang akan datang, semakin lama kredit diberikan
semakin tinggi pula tingkat resikonya, sehingga dengan adanya unsur resiko ini
maka timbul jaminan dalam pemberian kredit, dan (4) prestasi atau obyek kredit
tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang atau
jasa.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat, dikenal
adanya prinsip C6, prinsip ini adalah: (1) character adalahsuatu pemberian kredit atas dasar kepercayaan dan keyakinan dari pihak bank bahwa si peminjam
mempunyai moral, watak ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan juga
mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi, sebagai anggota
masyarakat, ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya, (2) capacity adalah
penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajibannya
dari kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit bank, (3) capital yaitu jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki calon debitur, semakin kaya
seseorang maka semakin dipercaya untuk memperoleh kredit, (4) collateral yaitu
barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam sebagai jaminan atas kredit
yang diterimanya, (5) condition of Economy yaitu situasi dan kondisi politik, sosial
ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu
saat, atau kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat
mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit, dan
(6) constraint yaitu batasan-batasan atau hambatan-hambatan yang tidak
memungkinkan seseorang melakukan usaha di suatu tempat (Suyatno, 1997).
2.2. Sejarah dan Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia
Istilah BPR mengacu kepada lembaga-lembaga keuangan bank yang
sejak awal perkembangannya memprioritaskan pelayanan pada skala mikro,
bernilai relatif kecil. BPR merupakan lembaga keuangan mikro yang telah ada
sejak zaman penjajahan Belanda. Perkembangan BPR tidak terlepas dari
perkembangan kehidupan ekonomi masyarakat yang pada masa penjajahan
Belanda mengalami kemerosotan, terutama sejak diberlakukannya tanam paksa,
antara 1830-1870. Seorang tokoh yang berperan dalam pendirian BPR adalah
R. Bei Aria Wirjaatmadja, seorang pejabat pemerintah golongan pribumi.
Wirjaatmadja menggunakan iuran mesjid di Purwokerto untuk membantu
pegawai-pegawai yang terjerat hutang pada rentenir. Namun kemudian, pihak
mesjid mengambil keputusan untuk melarang uang kas tersebut diluar
kegiatan-kegiatan mesjid dan meminta Wirjaatmadja mengembalikan uang kas yang telah
terpakai sebesar Rp. 4 000,- sementara Wirjaatmadja tidak sanggup untuk
mengembalikannya. Pihak elite dalam masyarakat dan seorang Belanda yang
mengetahui kejujuran Wirjaatmadja mengumpulkan uang dan membayar uang
kas mesjid. Peristiwa ini merupakan pencetus didirikannya sebuah bank yang
berorientasi kepada rakyat kecil yang dinamakan Bank Pegawai atau Bank
Priyayi (Manurung dan Rahardja, 2004).
Perkembangan kehidupan ekonomi rakyat kemudian secara alami
mendorong pembentukan lembaga-lembaga keuangan. Beberapa lembaga
keuangan yang muncul dari masyarakat antara lain Bank Kredit Rakyat,
Lumbung Desa, Bank Desa, Lumbung Pitih Nagari, dan sebagainya. Walaupun
bank-bank tersebut secara ekonomis sulit mencapai efisiensi yang tinggi, namun
perannya dirasakan sangat berarti. Kendala utama dari perkembangan BPR
pada masa sebelum kemerdekaan adalah salah pengelolaan dan penekanan
pemupukan laba kurang diprioritaskan, sehingga tidak memacu peningkatan
efisiensi dan inovasi keuangan (Manurung dan Rahardja, 2004).
Setelah kemerdekaan, BPR masih dihadapkan pada kendala manajemen
sumberdaya manusia pengelola, keterbatasan modal dan percekcokan internal.
Jenis-jenis BPR yang masih sangat beragam menyebabkan sulit menentukan
kriteria kinerjanya. Dengan dikeluarkannya kebijakan deregulasi yang dikenal
dengan Pakto 27 Tahun 1988, maka diperkenankan membuka BPR baru.
Peluang ini dimanfaatkan oleh seluruh lapisan yang ada dalam masyarakat untuk
mendirikan BPR. Hanya saja masalah yang timbul adalah perkembangan
kuantitas bank belum diimbangi dengan perkembangan kualitasnya.
Akhirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
kemudian diubah (disempurnakan) dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, telah memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan lebih baik tentang
BPR. Berdasarkkan undang-undang tersebut, BPR diakui sebagai bank sama
halnya dengan bank umum, sekalipun ada batasan-batasan dalam hal ruang
lingkup kegiatan usaha dan wilayah operasional.
Keberadaan BPR di Indonesia semakin penting sejalan dengan
meningkatnya kebutuhan pelayanan akan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat
pedesaan. Pengertian BPR ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 pasal 1 yang berbunyi Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Usaha-usaha BPR
menurut pasal 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah: (1)
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, (2)
memberikan kredit, (3) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan
prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah, dan (4) menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal, melakukan
usaha perasuransian, melakukan usaha lain diluar usaha yang telah ditentukan.
Dilihat dari skala usaha, BPR kurang efisien dibandingkan bank-bank
umum, namun BPR memiliki kekuatan dalam hal likuiditas dibandingkan bank
umum. BPR memiliki keunggulan dalam hal LDR dan CAR. Keunggulan ini
mempunyai makna yang penting. Besarnya angka LDR menunjukkan bahwa
BPR tetap menjalankan fungsi intermediasinya secara seimbang, sekalipun
perekonomian Indonesia dalam kondisi krisis. Angka CAR yang dimiliki BPR
lebih dari dua kali lipat CAR bank umum. Ini menunjukkan bahwa dari segi
permodalan BPR jauh lebih sehat dibandingkan bank umum.
2.3. Arah Kebijakan Perbankan ke Depan
Keberadaan BPR dalam peta perbankan di Indonesia semakin jelas
diakui dengan dikeluarkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API
merupakan suatu blueprint mengenai arah dan tatanan perbankan nasional ke depan atau dapat dikatakan merupakan policy direction dan policy
recommendation untuk industri perbankan nasional dalam jangka panjang yaitu
untuk jangka waktu sepuluh tahun kedepan.
Struktur perbankan yang kuat dibangun dengan meningkatkan peran
serta BPR dalam peta perbankan nasional. BPR yang kuat dan kokoh sangat
dibutuhkan agar mampu melayani lapisan masyarakat di daerah pedesaan atau
daerah terpencil khususnya yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank-bank
umum. Untuk itu daya saing dari BPR harus diperkuat, sehingga BPR tidak
hanya mampu bersaing dengan BPR lainnya, tetapi juga mampu bersaing
dengan bank-bank umum yang memiliki cabang-cabang di wilayah pedesaan
Salah satu program API adalah penguatan struktur perbankan nasional.
Implementasi dari program ini dilaksanakan secara bertahap dengan beberapa
kegiatan, yaitu: (1) memperkuat permodalan bank, (2) memperkuat daya saing
dan kelembagaan BPR dan BPRS, dan (3) meningkatkan akses kredit dan
pembiayaan UMKM. Untuk memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan
BPRS dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu: (1) meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR, (2) implementasi program aliansi strategis
lembaga keuangan syariah dengan BPRS melalui kemitraan strategis dalam
rangka pengembangan UMKM, (3) mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar
Pulau Jawa dan Bali, (4) mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan
BPRS bagi yang telah memenuhi persyaratan, dan (5) memfasilitasi
pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS (termasuk apex bank)
(Bank Indonesia, 2006a).
BPR sebagai bagian dari industri perbankan secara keseluruhan juga
memiliki peranan yang sangat signifikan untuk membantu meningkatkan akses
perbankan. Untuk itu BPR harus mampu beroperasi secara efisien dalam rangka
meningkatkan penyediaan kredit dengan biaya yang lebih murah kepada sektor
riil. Upaya yang harus dilakukan oleh BPR adalah dengan membentuk fasilitas
jasa bersama diantara BPR-BPR sehingga dapat menciptakan efisiensi dalam
beberapa kegiatan operasional BPR seperti biaya overhead, biaya pemasaran,
dan penghematan untuk investasi pada teknologi informasi.
2.4. Penilaian Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK/1989
kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh suatu perusahaan dalam suatu periode
tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Untuk melakukan
Menurut Bank Indonesia (BI), penilaian tingkat kesehatan perbankan mempunyai
beberapa tujuan: (1) sebagai tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai
apakah pengelolaan bank yang dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan
yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan (2) sebagai tolak
ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara
individual maupun perbankan secara keseluruhan.
Ukuran untuk penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh BI seperti
yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
pasal 29, yang isinya adalah: (1) pembina dan pengawasan bank dilakukan oleh
BI, (2) BI menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan
memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen,
rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan (3) bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan yang dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tatacara Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat pasal 2 menyatakan bahwa tingkat
kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu
bank. Pendekatan kualitatif yang dimaksud dilakukan dengan penilaian terhadap
faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan
likuiditas, atau lebih dikenal dengan istilah CAMEL (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, dan Liquidity).
2.4.1. Capital
Menurut Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30
modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) atau Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang telah ditetapkan oleh BI. Permodalan yang cukup
adalah berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk
menutup resiko yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva
produktif yang mengandung resiko serta untuk membiayai penanaman dalam
benda tetap dan inventaris. Jika modal rata-rata suatu bank lebih baik dari bank
lainnya maka bank yang bersangkutan akan lebih baik solvabilitasnya.
(Manurung dan Rahardja, 2004) menjelaskan bahwa CAR yang didasarkan pada
standar Bank for International Settlements (BIS) adalah 8 persen. Perhitungan
CAR sesuai dengan standar BI adalah sebagai berikut
CAR = Jumlah Modal x 100 % ...(2.1) Jumlah ATMR
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) merupakan penjumlahan
aktiva neraca dan aktiva administrasi. ATMR neraca diperoleh dengan cara
mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot resikonya.
Sedangkan ATMR administrasi diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal
aktiva rekening administrasi yang bersangkutan dengan bobot resikonya.
Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank bagi
BPR sebesar 8 persen diberi prediket ”sehat” dengan nilai kredit 81, dan untuk
setiap kenaikan 0.1 persen dari pemenuhan KPMM sebesar 8 persen nilai kredit
ditambah 1 hingga maksimum 100. Pemenuhan KPMM kurang dari 8 persen
sampai dengan 7.9 persen diberi prediket ”kurang sehat” dengan nilai kredit 65
dan untuk setiap penurunan 0.1 persen dari pemenuhan KPMM sebesar 7.9
persen nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum 0. KPMM kurang dari 6.5 persen
2.4.2. Asset Quality
Penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP) didasarkan pada
2 rasio, yaitu : (1) rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva
produktif (KAP) dan (2) rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang
dibentuk oleh bank terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib
dibentuk oleh bank (PPAP).
Apabila KAP ≥ 22.5 persen diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap
penurunan 0.15 persen mulai dari 22.5 persen nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100. PPAP sebesar 0 persen diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap
kenaikan 1 persen dimulai dari 0 nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2.4.3. Management
Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam
bekerja. Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari pendidikan serta
pengalaman karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi.
Penilaian terhadap faktor manajemen mencakup 2 (dua) komponen yaitu
manajemen umum dan manajemen resiko.
Untuk menilai kesehatan bank dalam aspek manajemen ini, dilakukan
melalui kuesioner yang ditujukan bagi pihak manajemen bank dengan 25
pertanyaan/pernyataan, yang terdiri dari 10 pertanyaan/pernyataan manajemen
umum dan 15 pertanyaan/pernyataan manajemen resiko. Skala penilaian untuk
setiap pertanyaan/pernyataan ditetapkan antara 0 sampai dengan 4 dengan
kriteria: (1) nilai 0 mencerminkan kondisi yang lemah, (2) nilai 1,2,3
mencerminkan kondisi antara, dan (3) nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik.
Namun pengukuran manajemen tersebut sulit dilakukan karena akan terkait
profit margin dengan pertimbangan rasio ini menunjukkan bagaimana mengelola
sumber-sumber maupun penggunaan atau alokasi dana secara efisien. Adapun
metode penilaiannya dapat dilakukan dengan cara:
Net Income
Profit margin = ...(2.2) Operating Income
2.4.4. Earnings
Aspek rentabilitas yang dilihat adalah kemampuan bank dalam
meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai. Bank yang sehat adalah
bank yang memiliki rentabilitas yang terus meningkat. Menurut BI penilaian
terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu : (1) rasio Laba
Sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam
periode yang sama, dan (2) rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir
terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama. Metode
penilaiannya dapat juga dilakukan dengan :
1. Perbandingan laba terhadap total asset (Return on Assets/ROA), dengan
rumus :
ROA = Laba sebelum pajak x 100 % ………....(2.3) Total aktiva
Perhitungan angka kredit dilakukan sebagai berikut : (1) ROA ≤ 0
persen , nilai kredit = 0, (2) setiap kenaikan 0.015 persen, angka kredit
ditambah 1 dengan maksimum 100.
2. Perbandingan biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).
Besarnya nilai BOPO dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
BOPO = Laba operasional x 100 % ...(2.4) Pendapatan operasional
Angka kredit dapat dihitung sebagai berikut : (1) rasio ≥ 100 persen, nilai
kredit = 0, (2) setiap penurunan sebesar 0.08 persen, angka kredit ditambah 1
2.4.5. Liquidity
Menurut BI, penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua)
rasio, yaitu : (1) rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar, dan (2) rasio Kredit
terhadap dana yang diterima oleh bank. Alat likuid meliputi kas dan penanaman
pada bank lain dalam bentuk giro dan tabungan dikurangi dengan tabungan bank
lain pada bank. Hutang lancar meliputi Kewajiban Segera, Tabungan, dan
Deposito. Kredit meliputi kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi
dengan bagian kredit sindikasi yang dibiayai bank lain, penanaman kepada bank
lain, dalam bentuk kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari tiga
bulan dan penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka
kredit sindikasi. Dana yang diterima meliputi deposito dan tabungan masyarakat,
pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan,
deposito dan pinjaman dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan,
modal inti dan modal pinjaman.
Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar sebesar 0 persen diberi nilai
kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 0.05 persen nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100. Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank ≥ 115
persen diberi nilai 0 dan setiap penurunan 1 persen mulai dari rasio 115 persen
nilai kredit ditambah 4 dengan maksimum 100.
Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/12/KEP/DIR
tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BPR
bahwa komponen faktor yang dinilai serta besarnya bobot setiap faktor dapat
dilihat pada Tabel 4. Penilaian tingkat kesehatan bank ditetapkan dalam empat
golongan prediket, sebagai berikut : (1) nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi
predikat sehat, (2) nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat
kurang sehat, dan (4) nilai kredit 0 sampai dengan kurang dari 51 diberi predikat
tidak sehat.
Tabel 4. Faktor-Faktor dan Komponen Penilaian Bank Perkreditan Rakyat serta Bobot Penilaian
Faktor yang Dinilai
Komponen Bobot (%)
Permodalan Rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
30 Kualitas Aktiva
Produktif
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan aktiva produktif
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produk-tif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk Rentabilitas a. Rasio laba terhadap rata-rata volume usaha
b. Rasio biaya operasional terhadap pendapat-an operasional
5 5 Likuiditas a. Rasio alat likuid terhadap hutang lancar
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima
5 5 Sumber : Kumpulan Ketentuan BPR, Bank Indonesia.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian Zaini (2006) tentang persepsi dan preferensi pengusaha
industri kecil terhadap kredit perbankan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
dan pengaruh persepsi dan peferensi pengusaha industri kecil terhadap
pemanfaatkan kredit perbankan sebagai sumber modal usaha, serta hubungan
kredit bank yang dimanfaatkan oleh industri kecil dengan jumlah omset dan
penyerapan tenaga kerja di Kota Padang Sumatera Barat menunjukkan bahwa
(1) persepsi para pengusaha industri kecil di Kota Padang terhadap kredit perbankan masih kurang baik, karena hanya 42.5 persen yang termasuk dalam
klasifikasi baik. Sedangkan preferensi untuk memanfaatkan kredit hanya 40
persen responden termasuk dalam klasifikasi baik, (2) yang berpengaruh secara
signifikan terhadap persepsi pengusaha industri kecil adalah pendidikan formal
signifikan terhadap preferensi pengusaha industri kecil adalah jumlah omset, (3)
dari empat variabel yang diamati hanya preferensi yang berpengaruh secara
signifikan terhadap pemanfaatan kredit oleh pengusaha industri kecil.
Kecendrungan atau preferensi pengusaha industri kecil untuk memanfaatkan
kredit adalah 20 persen. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelompok pengusaha yang memanfaatkan kredit dan kelompok pengusaha yang
tidak memanfaatkan kredit mengenai persepsi, persyaratan kredit dan
pelayanan bank, dan (4) hubungan kredit bank dengan perkembangan industri
kecil di Kota Padang sebagai salah satu pelaku ekonomi kerakyatan
menunjukkan korelasi yang positif. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa semakin
banyak industri kecil memanfaatkan kredit bank, maka akan meningkatkan
jumlah omset penjualan dan jumlah tenaga kerja yang diserap akan semakin
bertambah.
Hasil penelitian Fitriana (2005) tentang analisis pembiayaan usaha kecil
menengah di Kota Solok Propinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa jumlah
kredit hanya berpengaruh secara signifikan terhadap serapan tenaga kerja, dan
sebaliknya jumlah kredit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap omset,
teknologi dan kemampuan diversifikasi. Lemahnya efektifitas kredit terhadap
kinerja usaha disebabkan karena beberapa faktor seperti: (1) adanya waktu
tunggu yang lama akibat prosedur dan persyaratan administratif kredit rumit dan
birokratis, (2) jumlah kredit tidak sesuai dengan kebutuhan, (3) manajemen
pengelolaan kredit masih sangat lemah, sehingga kredit sering disalahgunakan
untuk kebutuhan keluarga, (4) lembaga keuangan yang ada masih bersifat
financial intermediary, hubungan yang dibangun belum mengarah pada ’tahap
berbagi resiko’ sehingga kontrol dan pembinaan terhadap pengelolaan kredit
satu bagian dan tidak selalu merupakan bagian yang paling utama dalam
meningkatkan kinerja usaha kecil.
Sedangkan penelitian Hendri (2001) dalam Fitriana (2005) tentang
kebijakan pengembangan kredit usaha kecil di Kota Padang menunjukkan bahwa
setelah memperoleh kredit, 68 persen responden mengalami peningkatan omset
usaha dengan rata-rata peningkatan 18 persen. Sementara 26 persen
responden omsetnya tetap dan 6 persen mengalami penurunan.
Thamrin (2002) menganalisis dampak kredit usaha kecil terhadap
penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pada usaha kecil kasus
nasabah BRI Cabang Bogor menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja luar
keluarga sangat besar terjadi pada sektor industri dan perdagangan.
Sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja dari dalam keluarga antara ketiga
sektor mempunyai nilai rata-rata yang sama yaitu sebanyak 4 orang. Angka ini
menunjukkan bahwa sifat usaha pengusaha sampel masih berbasiskan
kekeluargaan. Kredit usaha kecil berperan baik terhadap peningkatan
pendapatan pengusaha, terutama pada sektor pertanian. Faktor-faktor yang
berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan adalah besar kredit yang diambil, pengalaman usaha, pendidikan
pekerja, nilai penjualan, umur pekerja, dan pendidikan pemilik usaha.
Rachmina (1994) dalam penelitiannya tentang Analisis Permintaan Kredit
pada Industri Kecil di Jawa Barat dan Jawa Tengah menemukan bahwa
penyaluran kredit usaha kecil pada usaha industri kecil telah mampu mendorong
pembentukan modal, khususnya pada industri yang sedang menerima kredit.
Analisis permintaan terhadap kredit dilakukan melalui dua pendekatan yaitu
pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung dilakukan
melalui fungsi permintaan dimana kredit dianggap sebagai barang ekonomi.