• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingginya Volume Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingginya Volume Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh : Reza Setiawan NIM : 107044102233

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)

i

AGAMA JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Syariah (S.Sy)

oleh :

Reza Setiawan NIM : 107044102233

Di bawah Bimbingan

Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag Nip. 1973 0802 2003 121001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(3)

ii

AGAMA JAKARTA TIMUR”, telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah (Peradilan Agama).

Jakarta, 20 Juni 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S. H., M. A, M. M NIP. 195505051982031021

PANITIA UJIAN

1. Ketua Majelis : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA NIP. 195003061976031001

2. Sekretaris : Dra. Hj. Rosdiana, M.A NIP. 196906102003122001

3. Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag NIP. 197308022003121001

4. Penguji I : Abdur Rouf, Lc., M.A NIP. 197312152005011002

(4)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Mei 2011

(5)

iv

ميحرلا نمرلا ها مسب

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat serta salam senentiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsun, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

v

3. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pengajar pada lingkungan Prodi al-Akhwalus Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk dibangku perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah banyak membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Bapak Drs. H. Wakhidun AR., S.H., M.Hum., selaku ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.

7. Bapak Drs. H. Nemin Aminuddin, S.H., M.H., dan Drs. Nasrul, M.A., selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur yang senantiasa memberikan wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan penelitian di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

8. Bapak Pahrurrozi, S.H., selaku Panitra Muda Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur yang senantiasa membantu penulis selama mencari data dan membimbing penulis untuk wawancara kepada Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

(7)

vi

memberikan kasih sayang disertai do’a penuh rasa tulus dan ikhlas dalam jejak

langkahku. Semoga baktiku ini mampu menjelma menjadi do’a. Amin.

10.Selaksa doa dan harapan penulis panjatkan untuk kakak serta adikku tercinta Sri Wahyuni, S.Pd dan Tri Suwartini yang telah membantu serta memberi support kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Semoga kelak kalian berdua mampu merengguh impian serta cita-cita.

11.Sahabat-sahabat seperjuangan di MAN 2 Jakarta yang juga lulus tes masuk di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta: Puad, Fikri, Novel dan Adi semoga kelak kalian cepat menyusul untuk wisuda.

12.Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua teman-teman diskusi Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN SYAHID Jakarta angkatan 2007, yang telah melangkah bersama penulis dalam petualangan asah kecerdasan dan kearifan terutama kepada: Kholil, Afif, Rizki, Rizka Firlana, Salman, Noval, Achir, Pirdaus dan kawan-kawan seperjuangan jurusan Peradilan Agama Angkatan 2007 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tak akan luntur dilekang waktu dan semoga persahabatan ini bisa terjalin sampai kapan pun dan di manapun kita berada.

(8)

vii

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senentiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 12 Mei 2011

(9)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Review Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulian ... 14

BAB II. TINJAUAN TEORITIS CERAI GUGAT A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian ... 15

B. Sebab dan Macam Perceraian ... 18

C. Pengertian dan Penyebab Cerai Gugat ... 28

(10)

ix

A. Sejarah Singkat kelahiran ... 42

B. Kedudukan dan Letak ... 48

C. Wilayah Yuridiksi ... 49

D. Struktur Organisasi ... 51

BAB IV. PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Gambaran Perkara Cerai Gugat dari Tahun 2008-2010 ... 55

B. Faktor Penyebab Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 57

C. Analisa Penulis Terhadap Volume Cerai Gugat ... 62

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran-saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(11)

ix

1. Pedoman Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. 2. Pedoman wawancara Penggugat/tergugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. 3. Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur.

4. Hasil Wawancara dengan Penggugat/Tergugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

5. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 2008, 2009, 2010.

6. Bagan Struktur Pengadilan Agama Jakarta Timur.

7. Perkara yang Diterima di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 2008, 2009, 2010.

8. Perikara yang Diputus di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada Tahun 2008, 2009, 2010.

9. Putusan Cerai Gugat Pengadilan Agama Jakarta Timur 10.Surat Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi

11.Surat Mohon Data dan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan hanya terjadi yaitu sekali dalam seumur hidup. Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan gholizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dalam membentuk suatu rumah tangga atau keluarga yang kekal dan abadi dan pelaksanaannya merupakan ibadah.

Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan agar dapat berhubungan satu sama lain, saling mencintai, menghasilkan keturunan, dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasuluallah. Oleh karena itu, untuk memperoleh kehormatan dan kesempurnaan iman seseorang, salah satu caranya dengan menikah.

Menurut Sayyid Sabiq, pernikahan merupakan salah satu Sunnattullah yang berlaku pada semua mahluk tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan kehidupannya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.1

1

(13)

Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, sehingga manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak akan membiarkan manusia berbuat semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semau-maunya, atau seperti tumbuhan yang kawin dengan perantara angin. Allah telah memberikan batas dengan peraturan-peraturannya yang keseluruhannya termaktub dalam al-Quran dan hadist.

Pernikahan merupakan sarana untuk membina rumah tangga yang utuh

sakinah, mawaddah warahmah yang pastinya didambakan dan diinginkan oleh setiap pasangan dalam kehidupan berkeluarga. Sebagaimana telah disebutkan dalam al-Quran surat ar-Ruum ayat 21 yang artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram

kepada-Nya, dan di jadikannya diantaramau rasa kasih sayang. Sesungguhnya

pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

(Q. S. ar-Ruum/30: 21)

(14)

kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.

Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk selama-lamanya yang dipilih oleh rasa kasih sayang dan saling cinta mencintai. Karena itu agama Islam mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara, dalam waktu-waktu tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja seperti nikah mut’ah, nikah muhallil dan sebagainya.2

Islam sebagai agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidak cocokan pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi. Maka Islam memberi jalan keluar yang dalam istilah fiqh di sebut dengan thalak (perceraian). Agama Islam memperbolehkan suami istri bercerai tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci Allah SWT.3

Sementara itu hikmah dari perceraian menurut Amir Syarifuddin dalam garis-garis besar fiqh adalah walaupun perceraian itu dibenci terjadinya dalam suatu rumah tangga, namun sebagai jalan terakhir bagi kehidupan kadang-kadang menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah tangga itu, dalam keadaan begini kalau dilanjutkan juga rumah tangga akan

2

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet.III, h. 144

3

(15)

menimbulkan madarat yang lebih jauh, maka lebih baik ditempuh perceraian. Dengan demikian perceraian dalam Islam hanyalah untuk suatu tujuan maslahat.4

Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakkan perdamaian atau mediasi secara maksimal dapat dilakukan atas kehendak suami ataupun permintaan si istri. perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut Cerai Gugat.

Maksud cerai gugat adalah permintaan istri kepada suaminya untuk menceraikan (melepaskan) dirinya dari ikatan perkawinan dengan disertai iwadh

berupa uang atau barang kepada suami dari pihak istri sebagai imbalan penjatuhan talak cerai gugat pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri dari ikatan perkawinan yang dianggap sudah tidak ada kemaslahatan sebagai imbalan hak talaknya, dan menyadarkan bahwa istri pun mempunyai hak yang sama untuk mengakhiri perkawinan. Artinya dalam situasi tertentu istri yang sangat tersiksa akibat ulah suami mempunyai hak menuntut cerai dengan imbalan sesuatu.5

Dalam kehidupan rumah tangga, meskipun mulanya suami istri penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, bahkan bisa hilang berganti dengan kebencian. Kalau kebencian telah datang dan suami istri tidak dengan

4

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Persada Media, 2003), h. 127-128

5

(16)

sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya, akan berakibat negatif bagi anak keturunannya. Oleh karena itu, upaya memulihkan kembali kasih sayang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Memang benar kasih sayang itu beralih menjadi kebencian, akan tetapi pula perlu diingat bahwa kebencian itu kemudian bisa pula kembali menjadi kasih sayang.6

Dengan adanya kemajuan kehidupan berumah tangga pada zaman sekarang ini, sering terjadi berbagai macam kasus perceraian yang kita jumpai di lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan Pengadilan Agama yang mana Cerai Gugat lebih Tinggi dibanding dengan cerai talak walaupun yang sebenarnya adalah suami memiliki hak prerogatif untuk menceraikan istrinya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis berniat untuk meneliti tentang tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama. Dalam hal ini, Pengadilan Agama Jakarta Timur. Penelitian ini penulis beri judul “Tingginya Volume Cerai Gugat

di Pengadilan Agama Jakarta Timur”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini penulis hanya meneliti data penyebab cerai gugat yang terjadi pada tahun 2008-2010 Pada Pengadilan Agama Jakarta Timur. Di sini penulis mencoba menyajikan data-data yang

6

(17)

menyebabkan terjadinya perceraian akibat cerai gugat serta faktor paling dominan yang menyebabkan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur. b. Perumusan Masalah

Dibandingkan dengan pengadilan agama yang ada di Jakarta penulis tertarik meneliti permasalahan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur karena kasus yang terjadi di sana lebih banyak dan melebihi dibandingkan dengan pengadilan agama lainnya.

Masalah pokok yang akan penulis teliti dalam skripsi ini meliputi tiga hal sebagai berikut:

a. Apakah yang menjadi faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010?

b. Apakah faktor yang paling dominan penyebab tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010?

c. Bagaimana hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur menanggulangi banyaknya kasus cerai gugat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang dicapai dalam penulisan skripsi ini antara lain: a. Untuk mengetahui apakah yang menjadi penyebab cerai gugat di

(18)

b. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan penyebab tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2008-2010.

c. Untuk mengetahui penanggulangan tingginya cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur

2. Manfaat

a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya, dan hukum keluarga pada khususnya.

b. Bagi penulis, untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada fakultas syariah dan hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

c. Hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya.

D. Review Study Terdahulu

(19)

perpustakaan-perpustakaan yang lain. Namun, penelitian penulis ini adalah berbeda dengan skripsi-skripsi yang telah ada sebelumnya. Dalam skripsi ini akan disajikan masalah cerai gugat serta faktor yang paling dominan penyebab cerai gugat itu. Dalam hal ini penulis juga akan melakukan wawancara pada hakim yang menangani kasus perkara cerai gugat agar mendapatkan jawaban-jawaban penyebab cerai gugat serta faktor yang paling dominan penyebab cerai gugat dan bagimana penangulangan cerai gugat yang terjadi di Pengadilan agama Jakarta Timur. Ada beberapa judul skripsi yang pernah dibaca pada perpustakaan yang tersedia di UIN Jakarta di antaranya:

Pertama, judul skripsi tentang: “Tingkat Cerai Gugat Di Jakarata (Studi pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2006-2008).” Oleh: Muhammad Muslim Tahun 1430 H/ 2009 M. Pada judul skripsi tersebut hanya membahas apakah terjadi peningkatan atau penurunan cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada periode 2006- 2008 saja.

Kedua: “Cerai Gugat Dengan Sebab Tindak Kekerasan (Studi Pada

pengadilan Agama Jakarta Selatan).” Oleh: Andri Safa Sinaga tahun 1430H/

2009 M, pada pembahasan skripsi ini hanya membahas faktor yang menyebabkan istri menggugat cerai suaminya karena suami melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

(20)

landasan atau dasar hukum hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutus perkara cerai gugat dengan alasan suami pemakai narkoba.

Dari ketiga skripsi di atas, penelitian penulis ini jelas akan berbeda dengan ketiganya. Di samping karena substansinya, juga karena tempat kasusnya juga berbeda. Penulis hanya meneliti kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode-metode yang umumnya berlaku dalam penelitian dan bisa dihadirkan ke dalam beberapa katagori:

1. Jenis penelitian

Desain dalam penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya.7 Adapun pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan metode yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain). Berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.8

7

Sukandarrumidi, Metodelogi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), h. 104

8

(21)

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pendekatan Normatif

Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, produk-produk hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.9 Kaitannya dengan pendekatan ini adalah untuk meneliti faktor penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur

b. Pendekatan Sosiologis

Yaitu pendekatan dengan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat.10 Pendekatan ini penulis gunakan untuk mendeskripsikan fakta berupa faktor penyebab perceraian sehingga isteri berani menggugat suami.

c. Pendekatan Historis

Yaitu pendekatan dengan melihat sejarah yang mendasari suatu hal yang tersebut terjadi dan melihat kondisi waktu yang berbeda. Dalam hal ini penulis mencoba mendeskripsikan tentang sejarah kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara cerai gugat.

9

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1995), Cet, h. 13-14

10

(22)

3. Jenis Data

Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh langsung dari sumbernya.

Dalam hal ini, data yang diperoleh penulis berupa data yang diperoleh langsung dari para informan yang terdiri dari para hakim yang memang menangani kasus cerai gugat.

b. Data sekunder, yaitu data-data yang memberikan penjelasan mengenai data primer dan menguatkan data primer yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan seterusnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

a. Studi dokumentasi, yaitu penelitian yang dilakukan di perpustakaan-perpustakaan, arsip, dan lain-lain.11 Studi dokumentasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan erat dengan aspek-aspek permasalahan, mengambil data, meneliti, dan mengkaji literatur. Atau buku-buku rujukan tentang perkawinan dan perceraian, maupun sumber-sumber lain yang menunjang serta mempermudah penelitian ini.

11

(23)

b. Wawancara (interveiw), yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai membenarkan jawaban atau pertanyaan itu.12

Setelah mengumpulkan data berupa teori dan fakta di lapangan

Dalam hal ini, penulis mengadakan wawancara bebas terpimpin terhadap hakim yang menangani kasus cerai gugat serta orang yang berperkara cerai gugat yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman, tetapi disesuaikan dengan situasi wawancara.

5. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, data lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.13

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif, yaitu menganalisa dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan kasus cerai gugat yang terjadi di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur sehingga di dapat suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.

12

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 135

13

(24)

6. Pedoman Penulisan Skripsi

Dalam skripsi ini, penulis berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan (EYD) dengan beberapa pengecualian sebagai berikut:

a. Dalam daftar pustaka, al-Qur’an ditulis pada urutan pertama, sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan al-Qur’an itu sendiri.

b. Beberapa kata atau istilah yang masih mempergunakan Ejaan Suwandi, seperti bentuk nama seseorang atau identitas tetap ditulis biasa.

c. Nama kitab atau buku dicetak miring.

d. Kutipan yang diambil dari buku-buku yang berejaan lama diubah dan disesuaikan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, penulis akan mencantumkan Devinisi Operasional sebagai berikut:

a. Perceraian adalah perihal memutuskan hubungan suami-istri dengan menjatuhkan talak.

b. Cerai gugat adalah perceraian atas kehendak istri.

(25)

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini yang terdiri dari:

Bab Pertama Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua Merupakan pembahasan sekitar masalah perceraian dan cerai gugat. Teori perceraian ini terbagi pada pengertian dan dasar hukum perceraian, sebab-sebab terjadinya perceraian, macam-macam perceraian, dan akibat hukum terjadinya perceraian. Sedangkan dalam masalah cerai gugat dikemukakan mengenai faktor-faktor penyebab cerai gugat dan alasan yang paling dominan yang menyebabkan tingginya cerai gugat, serta masalah Khulu’ dalam hukum keluarga Islam.

Bab Ketiga Merupakan paparan mengenai potret umum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Potret umumnya mengenai sejarah kelahiran, kedudukan dan letak, wilayah yuridiksi, dan struktur organisasi.

Bab Keempat Merupakan pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari data cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur tahun 2008-2010, analisis data penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur, hasil wawancara hakim yang menangani perkara cerai gugat serta faktor yang paling dominan penyebab cerai gugat di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

(26)

15

TINJAUAN TEORITIS CERAI GUGAT

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian.

Agama Islam adalah agama yang sangat toleran dalam menentukan suatu permasalahan yaitu berupa permasalahan dalam perkawinan. Setiap pasangan memiliki hak yang sama dalam menentukan keharmonisan rumah tangganya. Apabila terjadi perselisihan terus menerus dan tidak ada kecocokan lagi dalam mengarungi bahtera rumah tangga baik yang dirasakan oleh suami atau istri dapat mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama.

Kata perceraian berasal dari kata “Cerai” mendapat awalan “per” dan

akhiran “an”, yang secara bahasa berarti melepas ikatan. Kata perceraian adalah

terjemah dari bahasa arab “Thalaqa-Yathlaqu-Thalaaqan” yang artinya lepas dari ikatan, berpisah, menceraikan, pembebasan.1 Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri.2

Secara garis besar, talak adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh suami untuk memutuskan atau menghentikan berlangsungnya suatu perkawinan. Talak merupakan hak cerai suami terhadap istrinya, talak dapat dilakukan apabila suami maupun istri merasa sudah tidak dapat lagi mempertahankan

1

Ahmad Warsono Munawir, Almunawir Kamus Besar Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), Cet. Ke-14, h.681.

2

(27)

perkawinannya tersebut. Sebaliknya, gugatan cerai dapat pula diajukan oleh istri kepada suaminya dengan alasan-alasan yang telah diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam.

Pada masa silam, memang talak merupakan hak preogatif (hak luar biasa tentang hukum) bagi suami. Namun, kini istri juga mempunyai hak yang serupa dengan suami. Dalam hal ini, bukan hanya suami yang mempunyai hak untuk memutuskan tali perkawinan. Namun Islam juga memberikan hak kepada istri untuk memutus tali perkawinan dengan mengajukan gugatan cerai kepada suami dan istri memberikan semacam ganti rugi untuk menebus dirinya agar suami bersedia menjatuhkan talak kepadanya. Dalam Islam, perceraian semacam ini disebut dengan khulu’

Perceraian dalam hukum Islam adalah sesuatu perbuatan halal yang mempunyai prinsip dilarang oleh Allah SWT. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw. Sebagai berikut:

Artinya

Dari Ibnu Umar, Nabi saw. Bersabda: “Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah

adalah talak/ perceraian”.(Riwayat Abu Dawud, Ibn Majah, dan disahihkan oleh al-Hakim)

3

(28)

Berdasarkan hadis tersebut, bisa diketahui bahwa perceraian merupakan alternatif terakhir (pintu darurat) yang dapat dilalui oleh suami istri bila ikatan perkawinan (rumah tangga) tidak dapat dipertahankan keutuhan dan kelanjutannya. Sifat alternatif tersebut dimaksud, berarti sudah ditempuh berbagai cara dan teknik untuk mencapai kedamaian di antara kedua belah pihak, baik melalui hakam (arbitrator)4 dari kedua belah pihak maupun langkah-langkah dan teknik yang diajarkan oleh al-Quran dan al-Hadis.5

Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang berbicara tentang masalah perceraian. Di antara ayat-ayat yang menjadi landasan hukum perceraian adalah firman Allah SWT:













(

رق لا

:

230

)

Artinya:

Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempaun itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Q.S al-Baqarah/2:230)

4

Terdapat langkah yang dijelaskan dalam al-Quran mengenai hakam (arbitrator) yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 35 tentang perdamaian.

5

(29)

B. Sebab dan Macam Perceraian

Perceraian dapat terjadi karena penyebab yang beragam, di antaranya adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 disebutkan ada tiga hal yang menjadi sebab putusnya perkawinan, yaitu:

1. Karena kematian. 2. Karena perceraian.

3. Karena putusan Pengadilan.6

Dalam hal ini, penulis akan berusaha menguraikan sebab-sebab putusnya perkawinan yaitu:

1. Karena kematian

Kematian sebagai salah satu alasan sebab putusnya perkawinan adalah jika salah satu pihak baik suami atau istri meninggal dunia maka dengan sendirinya perkawinan akan putus.7 Apabila pihak suami atau istri yang masih hidup ingin menikah lagi maka bisa saja, asalkan telah memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan dalam hukum Islam.

2. Karena Perceraian

Sebagaimana ketentuan dari Undang-Undang Perkawinan Pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa:

6

Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2007), h. 38

7

(30)

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak. (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (1)) Menurut hemat penulis, maksud „di hadapan sidang pengadilan

agama’ ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap

hak suami istri tersebut, sebagaimana hal tersebut dikaitkan dengan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang dinyatakan bahwa:

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. (Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 2ayat (2))8

Maksudnya, apabila perkawinan harus dicatatkan, begitu pula bila terjadi perceraian antara keduanya. Jadi, ketika menikah suami istri tentu memiliki akta nikah sebagai bukti otentik perkawinannya dari pihak KUA (Kantor Urusan Agama). Namun, apabila terjadi perceraian, akta nikah diganti dengan akta cerai yang diberikan oleh pengadilan agama yang menangani kasus perceraian suami istri yang bersangkutan.9

3. Karena Putusan pengadilan

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 dinyatakan bahwa:

8

Undang-Undang Perkawinan serta Penjelasannya, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Surabaya: Karya Anda, 1975), h. 6

9

(31)

a. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

c. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan sendiri.10

Berkaitan dengan pasal di atas maka selanjutnya dijelaskan mengenai penyebab terjadinya perceraian yakni pada PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 dinyatakan perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;

c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

10

(32)

e. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.11

Selanjutnya dijelaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian yang termaktub dalam Pasal 116 yang berbunyi,

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak.

11

(33)

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.12

Macam perceraian

Putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami istri. Putusnya perkawinan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada empat kemungkinan, yaitu:

1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah SWT sendiri melalui matinya salah

seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula

hubungan perkawinan.

2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan

dinyatakannya kehendak itu dengan ucapan tertentu. Perceraian ini disebut

Talak.13

3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri, karena si istri melihat sesuatu

yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak

berkehendak untuk itu.

Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri ini dengan

membayar uang ganti rugi diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan

12

Anggota IKAPI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, h. 38-39

13

(34)

ucapannya untuk memutus perkawinan itu. putusnya perkawinan dengan cara

ini disebut Khulu’.14

4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah

melihat adanya sesuatu pada suami dan/atau pada istri yang menandakan tidak

dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam

bentuk ini disebut Fasakh.15

Selain itu, ada pula hal-hal yang menyebabkan hubungan suami-istri tidak dapat dilakukan, namun tidak memutuskan hubungan perkawinan itu secara

hukum syara’.

Terhentinya hubungan perkawinan dalam hal ini ada tiga bentuk, yakni: 1. suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyamakan istrinya

dengan ibunya. Ia dapat meneruskan hubungan suami istri bila suami telah membayar kaffarah. Terhentinya hubungan perkawinan itu dalam bentuk ini disebut dengan zhihar.16

2. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya dalam masa-masa tertentu. Ia dapat meneruskan hubungan suami istri bila suami telah membayar kaffarah. Dalam hal ini, perkawinan

14

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 197

15

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 197

16

(35)

tetap utuh. Terhentinya hubungan perkawinan dalam bentuk ini disebut dengan ila’.17

3. Suami tidak boleh menggauli istrinya karena ia telah menyatakan sumpah atas kebenaran tuduhan terhadap istrinya yang berbuat zina sampai selesai proses

li’an dan perceraian di muka hakim. Terhentinya perkawinan dalam bentuk ini

disebut dengan li’an.18

Dalam hal ini, perkawinan tidaklah putus namun yang terhenti hanyalah hubungan suami istri. Namun ada satu pengecualian yaitu tentang masalah li’an setelah diputus oleh pengadilan maka perceraian akan putus untuk selama-lamanya.

Ditinjau dari segi waktu dijatuhkan talak oleh suami, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Talak Sunni

Talak sunni yaitu talak yang dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan agama, yaitu seseorang mentalak istrinya yang telah dicampurinya itu dengan sekali talak di masa suci dan istrinya itu belum ia sentuh lagi selama masa suci itu,19

17

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 198

18

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 198

19

(36)

Maksudnya, talak yang dibenarkan agama untuk dirujuk lagi ialah sekali cerai, lalu rujuk lalu cerai lagi. Lalu, apabila suami menceraikan istrinya sesudah rujuk yang kedua, maka ia boleh memilih antara terus mempertahankan istrinya dengan baik-baik atau justru melepaskannya dengan baik-baik.

2. Talak Bid’i

Talak bid’i yaitu talak yang menyalahi ketentuan agama. Maksudnya,

talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci, tetapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut, atau seorang mentalak tiga kali dengan sekali ucap atau mentalak tiga secara terpisah-pisah dalam satu tempat.20

Ditinjau dari segi ucapan atau lafadz yang digunakan, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Talak Sharih

Talak sharih yaitu talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan ucapan langsung tanpa menggunakan sindiran atau kiasan.

Maksudnya, kata-katanya yang keluar dari mulut suami itu tidak ragu-ragu lagi bahwa ucapanya itu untuk memutuskan hubungan perkawinannya. Misalnya, kata-kata suami: “Engkau tertalak” atau “Saya ceraikan engkau”.

20

(37)

Jadi kalimat sharih ini keluar dari mulut suami tanpa adanya niat atau dengan niat, asalkan perkataannya itu bukan berupa hikayat atau cerita.21

2. Talak Kinayah

Talak kinayah yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar. Talak dengan kata-kata kinayah bergantung pada niat suami, artinya jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka jatuhlah talak yang dimaksud. Sebaliknya, jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka talak tidak dinyatakan jatuh.22

Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya suami kembali lagi kepada mantan istrinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Talak Raj’i

Talak raj’i yaitu talak yang masih boleh dirujuk. Arti rujuk ialah

kembali, artinya kembali mempunyai hubungan suami istri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi, tetapi melalui proses yang lebih sederhana.23

Dengan kata lain, talak raj’I bisa juga diartikan dengan talak yang

dijatuhkan suami kepada istrinya yang sudah digauli dan juga sebagai talak satu atau talak dua.

21

Ahmad Shiddieq, Hukum Talak dalam Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), h. 16

22

Sri Mulyati, Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h. 30

23

(38)

Konsekuensinya, bila istri berstatus iddah talak raj’i, suami boleh

rujuk kepada istrinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa saksi dan mahar pula. akan tetapi kalau iddah telah habis, maka suami tidak boleh rujuk kembali kepadanya, kecuali dengan akad yang baru dan dengan membayar mahar pula.

A. Fuad Said, dalam bukunya berpendapat bahwa talak raj’i ialah talak sunni

yang telah dicampur, baik dengan sharih maupun kinayah.24 2. Talak Ba’in

Talak ba’in yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya yang

belum pernah digauli atau talak tiga.25

Talak ba’in terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Talak Ba’in Sughra

Yaitu talak yang suami tidak boleh rujuk kepada mantan istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil.26 b. Talak Ba’in Kubra

Yaitu Talak yang sama hukumnya dengan talak ba’in sughra, yaitu

memutuskan tali perkawinan. Bedanya, talak ba’in kubra tidak

24

A. Fuad Said. Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), h. 55

25

A. Fuad Said. Perceraian Menurut Hukum Islam, h. 31

26

(39)

menghalalkan mantan suami merujuk istrinya lagi, kecuali istrinya tersebut harus kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain (muhallil).27 C. Pengertian dan Penyebab Cerai Gugat

Hak melepaskan diri dari ikatan perkawinan tidak mutlak ditangan kaum lelaki, memang hak talak itu diberikan kepadanya, tetapi disamping itu kaum wanita diberi juga hak menuntut cerai dalam keadaan-keadaan dimana ternyata pihak lelaki berbuat menyalahi dalam menunaikan kewajibannya atau dalam keadaan-keadaan yang khusus.28

Adanya kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan merupakan implementasi dari keadilan itu sendiri. Hukum yang dijadikan acuan tentunya tidak memihak pada satu kelompok saja. Kompilasi Hukum Islam yang menjadi aturan resmi bagi umat muslim tentunya bertujuan untuk memberikan rasa aman dan menjunjung tinggi keadilan. Oleh karenanya aturan yang tertera dalam Kompilasi hukum Islam memberikan peluang bagi kaum perempun untuk melakukan cerai gugat seperti yang diatur dalam fikih klasik dan peraturan perundang-undangan.

Cerai gugat menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Pasal 73 ayat 1 Tentang Cerai Gugat adalah suatu perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya

27

Sayyid Sabiq, Fikih Sunna, (Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973), Jilid 2, Cet. II, h.234. 28

(40)

meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin penggugat.

Cerai gugat dalam syariat islam disebut sebagai khulu’ makna aslinya meninggalkan atau membuka sesuatu jika yang meminta cerai itu pihak istri.29 Menurut bahasa khulu’ berasal dari kata khala’a tsauba yaitu melepaskan pakaian.30 Karena istri diibaratkan sebagai pakaian suami dan sebaliknya suami adalah pakaian istri.

Menurut istilah khulu’ berarti istri memisahkan diri dari suami dengan ganti rugi atas talak yang diperbolehkannya, artinya jika seorang istri menghendaki suatu perceraian dari suaminya karena alasan yang dibenarkan syariat maka ia harus memberikan iwad (ganti rugi) atas talak yang diperoleh dari suami.31

Kebolehan melakukan khulu’ sesuai dengan firman Allah SWT:



























(

رق لا

:

229

)

29

Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), Cet. I, h. 25

30

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Farabi, 1973), Jilid 2, Cet. II, h. 100

31

(41)

Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.

(Q.S.al-Baqarah/2:229)

Melakukan khulu’ diperbolehkan dalam syariat Islam bila disertai dengan alasan yang benar.32 Tetapi jika tidak ada alasan apapun bagi istri untuk meminta cerai dari suami maka mengenai hal ini, Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Tsauban bahwa Rasulullah bersabda:

Artinya: “Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan baginya aroma surga”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, ahmad dan Hakim)

Penyebab Cerai Gugat

Dalam mengarungi mahligai rumah tangga pasangan suami istri terkadang mengalami berbagai masalah, baik yang sifatnya masalah ringan sampai

32

Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah As’ad Yasin, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1995), h. 516

33 Abi Muhammad Husain bin Mas’ud Baghwi, 516

(42)

permasalahan yang berat yang menyebabkan keutuhan rumah tangga dipertaruhkan hingga terjadinya perceraian.

Perceraian terjadi karena sebab-sebab yang beragam sebagaimana yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 selanjutnya permasalahan cerai gugat yang diatur dalam Undang-Undang 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama Pasal 73 ayat 1 Tentang Cerai Gugat adalah suatu perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin penggugat.

Dalam sebuah rumah tangga sulit digambarkan tidak terjadinya sebuah percekcokan. Akan tetapi, percekcokan itu sendiri beragam bentuknya ada yang ibarat seni dan irama dalam kehidupan rumah tangga yang tidak mengurangi keharmonisan, dan ada pula yang menjurus kepada kemelut yang berkepanjangan bisa mengancam eksistensi lembaga perkawinan.34

Maka pada saat terjadinya kemelut dalam rumah tangga istri dapat mengajukan gugatan perceraian kepada suaminya. Pada zaman dahulu memang hak menjatuhkan talak dimiliki oleh suami, akan tetapi pada zaman sekarang ini istri dapat meminta cerai kepada suaminya dengan cara menebus dirinya atau yang biasa disebut khulu’ dalam hukum Islam.

Gugat cerai yang dilakukan istri kepada suaminya terjadi karena masalah yang beragam. Permasalahan tersebut terjadi karena sang istri telah merasa tidak

34

(43)

sanggup untuk melanjutkan rumah tangganya serta alasan-alasan lain yang dibenarkan secara hukum.

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan penyebab istri melakukan gugat cerai kepada suaminya yaitu:

1. Tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga

Penyebab perceraian yang terjadi karena ketidakharmonisan rumah tangga sering terjadi, baik itu dalam perkara cerai gugat maupun perkara cerai talak. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga terjadi karena perbedaan pandangan antara suami dengan istri yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam rumah tangga serta tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang membina keluarga jugalah penyebab perpecahan dalam rumah tangga yang menyebabkan istri banyak menggugat cerai suaminya.35

2. Tidak ada tanggung jawab dari suami

Suami sebagai kepala rumah tangga sudah selayaknya memberikan tanggung jawab kepada kelurganya yaitu dengan cara memberikan nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin kepada keluarganya. Akan tetapi terkadang suami lalai kepada istri untuk memberiakan nafkah maka dari itu

35

(44)

istri merasa tidak tahan untuk melanjutkan rumah tangganya selanjutnya istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan agama setempat.36

3. Permasalahan ekonomi

Terjadinya krisis global yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara besar-besaran maka banyak suami di PHK dari kantornya. Dengan tidak bekerjanya suami maka nafkah yang diberikan oleh suami untuk kehidupan rumah tangganya sangatlah minim, maka dari itu banyak istri yang menggugat cerai suaminya karena alasan ekonomi yang pas-pasan.37

4. Adanya ganguan pihak ketiga sebagai perusak rumah tangga orang lain

Dalam mengarungi bahtera rumah tangga terkadang terjadi banyak perselisihan apabila adanya orang ketiga dalam rumah tangga baik itu istri maupun suami merasa tidak adanya lagi ketenangan dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya. Dengan adanya orang ketiga terkadang suami juga jarang pulang dan lupa untuk memberikan nafkah kepada keluarganya hingga akhirnya banyak istri yang menggugat cerai suaminya ke Pengadilan Agama.

36

Nemin Aminuddin, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, Wawancara Pribadi, Jakarta, 25 April 2011

37

(45)

5. Adanya kecemburuan dari pihak wanita

Cemburu memiliki penyebab dan pendorong yang bermacam-masam. Dalam kenyataannya, bahwa pendorong cemburu mungkin timbul karena peran istri dalam mengaktualisasikan dirinya, dan pada sebagian kesempatan bahwa prilaku istri memiliki pengaruh terhadap kecurigaan dan kecemburuan suaminya. Pada umumnya istri tidak menyadari bahwa dirinya menjadi faktor penyebab berkobarnya api cemburu suaminya.

Begitu juga halnya, suami dengan berbagai prilakunya terkadang menjadi penyebab kecurigaan dan kebingungan dalam hati istrinya dan mendorongnya untuk menyalakan api cemburu yang dapat menghancurkan tatanan kehidupan rumah tangganya secara total.38

Dengan berkobarnya api cemburu dari pihak istri kepada suaminya maka istri banyak yang menggugat cerai suaminya.

D. Khulu’ dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Di antara jenis perselisihan serta penyakit yang biasa menimpa kehidupan rumah tangga ialah kebencian istri kepada suaminya. Islam telah menetapkan talak sebagai hak mutlak suami dengan syarat tidak melampaui batas-batas ketentuan yang telah ditentukan Allah SWT. akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam pun tidak memaksa seorang istri harus tetap hidup bersama suami yang dibencinya.

38

(46)

Karena itulah, Islam menetapkan ketentuan khulu’ yaitu perceraian yang didasarkan pada harta. Seseorang istri yang membenci suaminya, padahal ia tidak menemukan sesuatu aib pada diri sang suami selain kebencian kepadanya, maka ia diwajibkan mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dan saat itu juga suaminya harus menceraikannya.39

Khulu’ adalah kesepakatan perceraian antara suami istri atas permintaan

istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Perceraian semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah. Jamiliah binti Sahal, istri dari Tsabit bin Qais, merupakan wanita pertama yang melakukan khulu’ dalam Islam. Dikisahkan oleh Ibnu Abbas:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. diceritakan: Istri Tsabit bin Qais datang

menemui Rasulullah SAW dan ia berkata:“Wahai Rasulullah, aku tidak mencela suamiku Tsabit bin Qais baik dalam hal akhlak maupun agamanya. hanya saja aku khawatir akan terjerumus kedalam kekufuran setelah (memeluk) islam

(karena tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri)”. Rasulullah

bersabda:” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun itu kepada suamimu?

39

Butsainah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah Abu Hilmi Kamaluddin, h. 199

40

(47)

wanita itu menjawab: “saya bersedia”, lalu Rasulullah berkata kepada

suaminya: “Ambilah kebun itu dan ceraikan istrimu satu talak”. (HR.Bukhari).41

Dalam surah Al Baqarah Allah SWT berfirman:















229

Artinya: “…Tidak halal bagi kamu mengambil sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya….”(QS. al-Baqarah/2:229)

Menurut para fuqaha, khulu’ pengertian luasnya yakni perceraian dengan disertai agar melepas dari ikatan perkawinan, baik dengan kata khulu’, muhabarah atau pembebasan, dan talak. jika disertai dengan alasan khususnya, yaitu talak atas dasar iwadh (pengganti) sebagai tebusan dari istri.42

Dengan pengertian khulu’ di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

khulu’ adalah hak memutus akad nikah oleh istri terhadap suaminya yang dapat

41

Sayyid Sabiq, Terjemah: Fikih Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Pena Punadi Aksara, 2008), Cet. Ke-3, h. 190-191

42

(48)

terjadi atas kesepakatan (jumlah tebusan mahar) atau perintah hakim agar istri membayar dengan jumlah tertentu dan tidak melebihi jumlah mahar suaminya.43

Menurut golongan Zahiriyah dan pendapat Ibnu Munzir, bahwa untuk sahnya khulu’ haruslah karena istri nusyuz atau durhaka kepada suami.44 Tetapi

Imam Syafi’i, Abu Hanifah berpendapat bahwa khulu’ itu sah dilakukan meski

istri tidak dalam keadaan nusyuz, dan khulu’ itu sah dengan saling kerelaan antara suami istri kendati keduanya dalam keadaan baik dan biasa saja.

Khulu’ adalah sah apabila telah ada syarat-syarat berikut:

1. Kerelaan dan Persetujuan

Para ahli Fiqh sepakat bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian di pihak orang lain.45

Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ dari istrinya. sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri, maka ia dapat mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan.

2. Istri yang dapat dikhulu’

Para ahli fiqh sepakat bahwa istri yang dapat dikhulu’ itu ialah yang

mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan suaminya.46

43

A. Rahman. I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari’ah), (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.1, h.215

44

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.220 45

(49)

3. Iwadh

Bentuk iwadh sama dengan bentuk mahar. benda apa saja yang dapat dijadikan mahar dapat pula dijadikan iwadh.

Mengenai jumlah iwadh, yang penting adalah persetujuan pihak-pihak suami istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau sama atau lebih dari jumlah mahar yang pernah diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri di waktu terjadinya akad nikah.47

4. Waktu menjatuhkan khulu’

Para ahli fiqh sepakat bahwa khulu’ boleh dijatuhakan pada masa haid.

pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri atau yang telah dicampuri dan sebagainya. Pendapat ini berdasarkan pengertian umum ayat 229 surah Al Baqarah dan Hadits Ibnu Abbas yang tidak menyebutkan waktu-waktu menjatuhkan khulu’.48

Ketentuan hukum khulu’ menurut tinjauan fikih dalam memandang masalah Al khulu’ terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut:

1. Mubah (diperbolehkan). Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal dengan suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah SWT dalam ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah SWT .

46

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.185 47

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.186

48

(50)

“Al-hafidz Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah khulu’ ini

dengan pernyataanya, bahwasanya khulu’, ialah seorang suami menceraikan istrinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang. Kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga. Bisa jadi ini karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan perceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau talak tiga).

Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan khulu’ (gugat cerai) bagi wanita. apabila sang istri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang istri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.

2. Diharamkan Khulu’. Hal Ini Karena Dua Keadaan

(51)





















(

ءاسنلا

:

19

)

Artinya: “Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak

mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan

kepadanya. terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata”

(Q.S. an-Nisa/4:19)

Apabila suami menceraikannaya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila istri berzina lalu membuatnya susah agar istri tersebut membayar tebusan dengan khulu’, maka diperbolehkan berdasarkan ayat diatas.

b. Dari Sisi Istri. Apabila istri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di

antara pasangan suami istri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’I yang

membenarkan adanya khulu’.

3. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai (Khulu’)

Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah. maka sang istri disunnahkan khulu’. Demikian menurut Madzhab Ahmad bin Hanbal.49 4. Wajib

49

(52)

Terkadang khulu’ hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan.

Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang istri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban berpisah. Maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut khulu’ walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi istri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur.

Efek hukum yang ditimbul

Gambar

Tabel 1 Data Penyebab Perceraia

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah persepsi karyawan terhadap peraturan perpajakan secara umum dan peraturan perpajakan yang berlaku di Kawasan Berikat,

jarangnya melalui kombinasi diagram Th/U dan (Th/Yb- Ta/Yb) serta Zr/Y menunjukkan karakter sumber magmatisme dan afinitas magma Granitoid Pulau Bangka dipengaruhi dari

dibahagikan kepada beberapa modul. Modul - modul ini akan dibangunkan secara berasingan dan ia tidak terfalu bergantung antara satu sama lain. M ela lu i kaedah ini ,

1. Alat harus dapat mendeteksi tikus yang masuk ke dalam perangkap. Ketika ada tikus yang masuk ke dalam perangkap untuk mendekati umpan, maka pintu perangkap harus

Dalam penerapannya data mining dengan menggunakan metodologi CRISP-DM telah banyak dilakukan, salah satu contohnya dalam jurnal “Business and Data Understanding

“Perkiraan saya ketika itu ternyata salah, tetapi tidak dari sangat salahnya perkiraan, namun ya dari pintarnya Pandhawa berbuat licik”. Dari data kutipan di atas dapat

Detectio n R ed uced Sp eed L o ss Lingkungan Lingkungan yang panas Kinerja operator berkurang Operator tidak konsentrasi 8 Uap panas hasil proses produksi dengan

Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai